Post on 18-Mar-2019
ABSTRAK
Amrizaldi (105016300570). Pengaruh Pembelajaran melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar Siswa. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Penelitian ini dilakukan di Kelas VIII-A (menggunakan Eksperimen) dan
Kelas VIII-B (menggunakan kontrol) SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan pada materi Getaran dan Gelombang. Pemilihan kedua kelas ini berdasarkan teknik purpossive sampling dan pengujian kehomogenan kedua kelas. Penelitian ini berlangsung sekitar satu bulan, yaitu pada bulan maret 2010. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes berupa soal-soal pilihan ganda dan instrumen nontes berupa lembar observasi. Data hasil instrumen tes, dianalisis dengan uji analisis statistik berupa uji perbandingan nilai posttest kedua kelas, sedangkan data hasil instrumen nontes lembar observasi dianalisis secara kualitatif dan digunakan untuk mendeskripsikan tingkat ketercapaian proses pembelajaran.
Berdasarkan analisis data hasil penelitian diperoleh bahwa perbedaan hasil belajar kedua kelas cukup signifikan. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t terhadap kedua nilai posttest. Hasilnya adalah nilai thitung = 3,130 sedangkan nilai ttabel pada taraf signifikansi 1% adalah 2,684 dan pada taraf signifikansi 5% adalah 2,012. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa yang menggunakan pendekatan CTL lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan konvesional. Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Hasil
Belajar.
ABSTRACT Amrizaldi (105 016 300 570). Effect of Contextual Approach Learning by Teaching and Learning (CTL) on Student Learning Outcomes. Thesis Studies Program Faculty of Physical Education and Teacher Training Tarbiyah Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2010. This research was conducted in the Class VIII-A (using the experiment) and Class VIII-B (use control) SMP Al-Ikhlas Cipete South Jakarta on Vibrations and Waves materials. Election of the two classes based on purposive sampling techniques and testing of homogeneity of the two classes. This study takes approximately one month, ie in March 2010. The instrument used is a test instrument in the form of multiple choice questions and instruments such as observation sheets nontes. Data from the test instrument, were compared by using statistical analysis of posttest value comparison test both classes, while the data observation sheet nontes instrument results were analyzed qualitatively and used to describe the level of achievement for the learning process. Based on the analysis of survey data and found that differences in the two-class learning outcomes significantly. This conclusion is based on hypothesis test results using t test to the second posttest values. The result is a value t = 3.130 while the value ttable on 1% significance level is 2.684 and at 5% significance level is 2.012. Therefore, it can be concluded that the study of physics students who use the CTL approach is better than using conventional approaches. Keywords: Contextual Approach Teaching and Learning (CTL), Learning Outcomes.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
segala rahmat, hidayah dan ridho-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran Melalui Pendekatan Contextual Teaching
and Learning Terahadap Hasil Belajar Siswa” (Penelitian Kuasi Eksperimen di
SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan)”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang dijadikan sebagai teladan terbaik bagi segenap manusia,
juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya yang selalu menjaga kemurnian
sunnah-nya.
Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal
baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus,
apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikain kepada:
1. Ayahanda Asmadi dan Ibunda Esniwati, yang kasih sayangnya kepada peneliti
tak terbatas, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana
keduanya menyayangi peneliti.
2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak DR. Sujiyo Miranto, M.Pd, Dosen Pembimbing I dan Ibu Erina
Hertanti, M.Si., Dosen Pembimbing II, yang selalu ada ketika peneliti
kesulitan dalam penelitian ini.
5. Bapak Drs. H. Prasetyo, Kepala SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan, dan
Bapak Indra Dwi, S.Pd., guru mata pelajaran Fisika, yang telah memberikan
ijin penelitian dan menjadi konsultan terbaik selama eksperimen, dan seluruh
sivitas akademika SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan.
6. Adik-adik tercinta: Dwi, Heri, Apri, dan Delvi tempat berkeluh kesah dan
sumber inspirasi serta semangat, bagian kehidupan yang tak tergantikan.
7. Sitti Aisyah sebagai teman yang baik, Thanks for you Best Friend.
i
ii
8. Keluarga besar dari Papa dan Mama, yang selalu memberi perhatian dan kasih
sayang kepada peneliti, khususnya kepada Ronika Putra.
9. Keluarga Besar Gerakan Mahasiswa Kuantan Singingi (GEMAKUSI), yang
menjadi keluarga kedua bagi peneliti. Lebih khusus kepada Nopryanto, Imam
Maryoko Dosantos Leite, Irwan Siska, John Paisal, Radinal Fauzi, Harry
Muswen, Febrian Sudarta, Oktamiadi, M. Ikbal Fikri dan Ridho.
10. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Fisika Angkatan 2005, Lebih khusus
kepada Khaerul Anwar, Samsul Bahri, Arip Rahman Fauzi, Ade Yusman,
Muhammad Nurudin, dan Sulaeman.
Atas semuanya semoga Allah SWT membalas dengan balasan yang lebih
baik, jazákum ahsan al-jazâ’.
Ciputat, Agustus 2010 M Dzulhijjah 1431 H
Amrizaldi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi
DAFTA TABEL ............................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................ 4
C. Pembatasan Masalah ............................................................... 5
D. Perumusan Masalah ................................................................. 5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR
DAN HIPOTESIS ........................................................................ 6
A. Deskripsi Teoritis ................................................................... 6
1. Landasan Filosofis
Contextual Teaching and Learning (CTL) ......................... 7
a. Konstruktivisme Kognitif Piaget ................................ 7
b. Konstruktivisme Sosial Vygotsky .............................. 11
2. Pengertian Pendekatan CTL ............................................. 14
3. Prinsip Pendekatan CTL .................................................... 17
4. Karakteristik Pembelajaran CTL ....................................... 18
5. Komponen CTL ................................................................. 19
6. Langkah-langkah Pembelajaran CTL ................................ 24
7. Perbedaan Pendekatan Konvensional dan CTL ................. 27
8. Evaluasi Pembelajaran CTL .............................................. 29
9. Hasil Belajar ...................................................................... 29
iii
10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar .............. 33
11. Hubungan Pendekatan CTL dengan Hasil Belajar ............ 35
B. Penelitian yang Relevan .......................................................... 36
C. Kerangka Pikir ......................................................................... 37
D. Pengajuan Hipotesis ................................................................ 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 40
A. Waktu dan Tempat .................................................................. 40
B. Metode Penelitian .................................................................... 40
C. Populasi dan Sampel ............................................................... 41
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 42
E. Variabel Penelitian .................................................................. 42
F. Instrumen Penelitian ................................................................ 43
1. Instrumen Tes (Kognitif) ................................................... 43
2. Instrumen Nontes .............................................................. 43
G. Uji Coba Instrumen Tes ........................................................... 44
1. Validitas ............................................................................. 45
2. Reliabilitas Tes .................................................................. 46
3. Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda ................................. 46
H. Teknik Analisis Data ............................................................... 48
1) Uji Normalitas ................................................................... 49
2) Uji Homogenitas ................................................................ 49
3) Uji Hipotesis dan Uji Analisis ........................................... 50
I. Teknik Analisis Data Hasil Observasi ..................................... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 52
A. Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................ 52
B. Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .............. 54
C. Rekapitulasi ............................................................................. 56
D. Pengujian Prasyarat Analisis Data ........................................... 57
1. Uji Normalitas .................................................................... 57
iv
2. Uji Homogenitas ................................................................ 57
3. Uji Analisis ........................................................................ 58
E. Hasil Observasi ........................................................................ 58
F. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... 59
BAB V PENUTUP ................................................................................. 65
A. Kesimpulan ........................................................................... 65
B. Saran ..................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 66
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 69
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ............................................................... 41
Gambar 3.1 Alur Penelitian .......................................................................... 43
Gambar 4.1 Histogram Tes Hasil Belajar (Pretest)
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................... 55
Gambar 4.3 Histogram Tes Hasil Belajar (Posttest)
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................... 56
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Konstruktivisme Kognitif Piaget
dengan Konstruktivisme Sosial Vygotsky .................................. 14
Tabel 2.2 Tahap-tahap Pembelajaran CTL ................................................. 25
Tabel 2.3 Perbedaan Pendekatan CTL dan Pendekatan Konvensional ...... 28
Tabel 2.4 Perbedaan Pendekatan CTL dan Pendekatan Konvensional ...... 28
Tabel 3.1 Desain Penelitian ........................................................................ 42
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 44
Tabel 3.3 Variabel Penelitian ...................................................................... 44
Tabel 3.4 Lembar Uji Validitas Instrumen Nontes ..................................... 47
Tabel 3.5 Kategori Derajat Kesukaran ........................................................ 50
Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda ............................................................. 51
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Hasil Penelitian ............................................. 58
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kai Kuadrat .......................... 58
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ........................................... 59
Tabel 4.4 Data Hasil Observasi .................................................................. 61
Tabel 4.5 Ketercapaian Proses Pembelajaran Pada Setiap Pertemuan ....... 61
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan sadar dan
bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dan sesuai
dengan yang diharapkan. Pendidikan akan merangsang kreativitas seseorang agar
sanggup menghadapi tantangan-tantangan alam, masyarakat, teknologi serta
kehidupan yang semakin kompleks.
Pendidikan adalah aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh setiap
manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan
perkembangannya sampai mencapai kedewasaan masing-masing. Pengalaman
pendidikan selama masa tersebut sangat dipengaruhi dan bahkan ditentukan oleh
orang dewasa yang bertanggung jawab dalam membantu dan mengarahkan
manusia yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan sesuai dengan kualifikasi
yang ditetapkan oleh masyarakat dan lingkungannya.
Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan
sebagai seperangkat fakta–fakta yang harus dihafal. Sehingga hasil pendidikan
hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak
siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang
diterimanya tetapi pada kenyataannya mereka sering kali tidak memahami secara
mendalam substansi materinya.
Ary Ginanjar menyatakan bahwa kebanyakan program pendidikan hanya
berpusat pada kecerdasan otak atau IQ saja.1 Orientasi pendidikan selama ini
cenderung menitikberatkan pada penguasaan materi semata yang terbukti
keberhasilan hanya terjadi pada kompetensi jangka pendek tetapi gagal
membekali anak dalam memecahkan masalah atau persoalan jangka panjang.
Secara umum pembelajaran fisika yang selama ini diterapkan kurang mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan juga belum
1 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
ESQ. (Jakarta: Agra. 2001) hal. 41.
1
secara optimal membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan peserta didik sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Seperti hal diatas, orientasi pendidikan selama ini cenderung menitikberatkan
pada penguasaan materi semata yang terbukti keberhasilan hanya terjadi pada
kompetensi jangka pendek tetapi gagal membekali anak dalam memecahkan
masalah atau persoalan jangka panjang. Secara umum pembelajaran fisika yang
selama ini diterapkan kurang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan juga belum secara optimal membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
peserta didik sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pembelajaran yang selama ini diterapkan adalah pembelajaran konvensional
yang monoton, berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa secara searah.
Mata pelajaran fisika yang tujuannya untuk membentuk pola pikir kritis belum
dapat terwujud secara baik, hal itu diprediksi karena pola pembelajaran fisika
hanya cenderung menitikberatkan pada aspek penguasaan materi (subject mater
oriented) belum menuju ke aspek kecakapan hidup (life skill oriented). Apabila
diorientasikan pada penguasaan life skill fisika akan dapat digunakan peserta didik
untuk menghadapi kehidupan nyata.
Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan
digunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep
akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu menggunakan sesuatu yang
abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat butuh untuk memahami konsep-
konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya
dimana mereka akan hidup dan bekerja.
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali
memikirkan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak ‘mengalami’ sendiri apa yang
dipelajari bukan sekedar mengetahuinya. Sehingga diperlukan konsepsi
pembelajaran yang baru yang bisa meghadirkan situasi belajar yang bermakna
2
bagi siswa. Dan itu akan terwujud jika dalam pembelajaran terdapat upaya untuk
menghadirkan suasana realistis yang bisa menghubungkan antara pengetahuan
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pada dasarnya pendekatan yang
bersifat realistik akan membimbing siswa untuk menemukan kembali konsep-
konsep fisika yang memungkinkan siswa dapat menemukan hal yang sama sekali
belum pernah ditemukan.
Dalam mempelajari fisika, sebetulnya siswa dapat lebih mengenal alam
sekitar. Pada akhirnya, siswa akan lebih bijaksana dalam melakukan eksplorasi
sumber daya alam tanpa melakukan eksploitasi. Permasalahan yang muncul
kemudian adalah andaipun siswa mengetahui dan hafal akan konsep fisika yang
diajarkan, tetapi hanya sebagian kecilnya saja yang memahami konsep tersebut.
Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka
pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan
dipergunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep
akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan
sesuatu yang abstrak atau hanya dengan metode ceramah.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di atas, menurut
Elaine B. Johnson adalah menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis
Contextual Teaching Learning (CTL). Pendekatan ini terdiri dari delapan
komponen: membuat keterkaitan yang bermakna, pembelajaran mandiri,
melakukan pekerjaan yang berarti, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif,
membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi,
dan menggunakan penilaian autentik.2
Pendekatan ini memungkinkan siswa yang lemah, yang terbiasa mengulang
pelajaran maupun siswa yang beruntung, yang mendapatkan nilai A dengan
mudah, untuk menyadari potensi mereka. Ternyata pendekatan ini sekaligus dapat
membantu siswa untuk menghubungkannya dengan konsep-konsep pelajaran lain.
Lebih lanjut Elaine B. Johnson mengungkapkan berdasarkan penemuan dalam
ilmu saraf, otak mencari makna dan ketika otak menemukan makna ia belajar dan
2 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching Learning (CTL), (Bandung: Mizan Learning
Center, 2009), hal. 65.
3
ingat. Misi utama dari otak manusia adalah bertahan hidup. Kelangsungan
hidupnya bergantung sebagian besar pada kemampuannya menemukan makna di
dunia luar.3
Berdasarkan uraian di atas, maka diasumsikan bahwa pendekatan CTL dapat
meningkatkan hasil pembelajaran dan menjadikan pembelajaran berlangsung
menyenangkan. Pendekatan ini dianggap mampu memberikan solusi terhadap
permasalahan sebagaimana diuraikan pada penjelasan di atas. Pendekatan ini
diharapkan dapat membantu siswa lebih cepat memahami materi pelajaran fisika,
khususnya dalam penelitian ini yaitu tentang materi Getaran dan Gelombang. Hal
itu dikarenakan pendekatan tersebut merupakan pendekatan yang lebih bermakna
sehingga dapat membekali siswa dalam menghadapi permasalahan hidup yang
akan mereka hadapi dalam kehidupannya. Berdasarkan masalah-masalah yang
telah dikemukakan di atas, maka peneliti mengangkat judul sebagai berikut.
“PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
masalah pada penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
1. Bagaimana signifikansi peningkatan hasil belajar siswa setelah diberikan
perlakuan dalam pembelajaran melalui pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL)?
2. Bagaimana pengaruh hasil belajar siswa setelah menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL)?
3. Bagaimana pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap penguasaan materi pelajaran siswa?
3 Ibid, hal. 63.
4
5
C. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa
yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil tes kognitif saja. Ranah
kognitif yang dinilai berdasarkan taksonomi Bloom.4 Ranah kognitif yang akan
diukur pada penelitian ini dari tingkat C1 sampai dengan C4.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,
penelitian merumuskan permasalahan berupa pertanyaan, yaitu: Adakah pengaruh
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar
siswa?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hasil belajar siswa
melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Adapun Manfaat
dari Penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru
dalam bidang penelitian pendidikan dan pendekatan-pendekatan pembelajaran
yang akan menjadi bekal untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah
menyelesaikan studinya.
2. Bagi guru mata pelajaran khususnya fisika, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan alternatif pilihan untuk menggunakan pendekatan dalam
pembelajaran yang lebih efektif dalam pembelajaran.
3. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu mereka untuk
meningkatkan hasil belajar.
4 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), hal. 117 – 121.
6
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1. Landasan Filosofis Contextual Teaching and Learning (CTL)
Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofis belajar
yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik
harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pengetahuan tidak
dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan belajar yang menyatakan
bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik jika siswa secara aktif membangun
(construct) sendiri pengetahuan dan pemahamannya.1 Dalam hal ini, siswa belajar
dengan mengembangkan pengetahuan awal yang sudah terlebih dahulu
dimilikinya. Dengan bermodalkan pengetahuan awal ini, siswa mencoba
membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya didasarkan pada informasi-
informasi baru yang diterimanya baik dari lingkungan maupun dari orang-orang
yang berada di sekitarnya.
Oleh karena itu, para pakar konstruktivisme (constructivist) yakin bahwa
pengetahuan itu tidak mutlak, melainkan dibangun oleh pembelajar berdasarkan
pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan pandangannya terhadap dunia di
sekitarnya.2 Para pakar konstruktivisme juga mengemukakan bagaimana
pengetahuan dapat disusun sehingga dapat dipelajari, yaitu dengan cara para
pembelajar sendiri yang harus aktif sehingga pembelajar dapat memilih dan
menginterpretasikan informasi yang diperolehnya dari lingkungan di sekitar
dirinya.
Konstruktivisme menjelaskan bahwa pemahaman bisa didapat dari interaksi
seseorang dengan lingkungannya, konflik kognitif dapat mendorong seseorang
1 John W Santrock, Educational Psychology, 2nd Edition, (New York: McGraw Hill
Companies Inc., 2004), hal. 314. 2 Maggi Savin-Baden dan Claire Howell Major, Foundation of Problem-based Learning,
(London: SRHE, tt), hal. 29.
7
untuk belajar, dan pengetahuan dapat terbentuk ketika siswa menegosiasikan
situasi sosial dan mengevaluasi pemahaman individualnya. Terdapat banyak teori
yang menjelaskan konstruktivisme. Teori-teori tersebut menjelaskan bagaimana
sebuah pengetahuan dan pemahaman terbentuk pada diri seseorang. Dua di
antaranya adalah teori konstruktivisme kognitif yang dikemukakan oleh Jean
Piaget dan konstruktivisme sosial yang dijelaskan oleh Lev Vygotsky.
Hal senada seperti disampaikan oleh Wina Sanjaya yang menyebutkan
bahwa pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan
mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlan sekedar
menghafal, tetapi porses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.3
Melalui landasan filosofis konstruktivisme CTL di “promosikan” menjadi
alternatif strategi belajar yang baru. Melalui CTL siswa diharapkan belajar
“mengalami”, bukan “menghafal”.4
Pandangan filsafat konstruktivisme menekankan pembelajaran lebih
mengontuksi persepsi-persepsi pengalaman mereka. Pengetahuan individu
menjadi sebuah fungsi dari pengalaman, struktur mental, dan keyakinan-
keyakinan seseorang sebelumnya yang digunakan untuk menafsirkan objek dan
peristiwa.5 Proses belajar mengajar lebih diwarnai student center daripada teacher
center. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain,
dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan
demikian, diharapkan peserta didik dapat mengalami proses pencarian
pengetahuan bukan menghafal konsep yang diajarkan.
a. Konstruktivisme Kognitif Piaget
Teori konstruktivisme kognitif ini tidak terlepas dengan teori Piaget tentang
teori perkembangan kognitif. Dalam penjelasannya mengenai bagaimana
pengetahuan terbentuk pada diri seseorang selalu dikaitkan dengan perkembangan
3 Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 255. 4 Yatim Rianto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 163. 5 Mark Smith, dkk., Teori Pembelajaran dan Pengajaran, (Yogyakarta: Mirza Media
Pustaka, 2009), hal. 84.
8
kognitifnya. Piaget menyatakan bahwa pembelajaran akan berjalan dengan sukses
jika sesuai dengan perkembangan kognitif siswa. Oleh karena itu, konstruktivisme
ini disebut dengan konstruktivisme kognitif.
Dalam membangun pemahaman tentang lingkungannya secara aktif, anak-
anak menggunakan skema (schema atau scheme, bentuk jamaknya adalah
schemata).6 Skema merupakan sebuah konsep atau kerangka kerja (framework)
yang menempatkan pikiran seseorang untuk mengorganisasikan dan
menginterpretasikan informasi. Skema dapat berubah dari bentuk yang sangat
sederhana (misalnya skema tentang sebuah mobil) sampai bentuk yang sangat
kompleks (misalnya skema tentang alam semesta). Piaget tertarik dengan skema-
skema dan terfokus dengan bagaimana seorang anak dapat mengorganisasikan
pengalaman yang sedang dialaminya menjadi sebuah pengetahuan.
Berkenaan dengan ini, Piaget mengatakan bahwa dua proses yang berperan
dalam bagaimana seseorang menggunakan dan mengadaptasi skema adalah
asimilasi (assimilation) dan akomodasi (accomodation). Asimilasi berperan ketika
seseorang memadukan sebuah pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah
ada. Dalam hal ini, orang tersebut mengasimilasikan lingkungan ke dalam skema.
Di sisi lain, akomodasi berperan ketika seseorang memasukkan dirinya ke dalam
informasi baru. Dalam hal ini, orang tersebut memasukkan skema ke dalam
lingkungan.
Sebagai contoh, seorang anak berusia delapan tahun diberi sebuah palu dan
paku untuk menggantungkan sebuah foto di dinding. Dia tidak pernah
menggunakan palu, tetapi dari pengamatannya terhadap orang yang
menggunakannya, dia memahami bahwa palu adalah sebuah benda yang dapat
digunakan untuk memasukan paku ke dalam dinding dengan cara memegang
pegangan palu tersebut dan memukulkan kepala palu ke paku. Berdasarkan hal
ini, anak tersebut menyesuaikan perilakunya ke dalam skema yang telah ada
(asimilasi). Tetapi palu itu terlalu berat, sehingga ia memegangnya di dekat kepala
palu tersebut. Ketika ia mulai memukulkan palu tersebut, ia memukul terlalu keras
6 John W Santrock, Op.Cit., hal. 39 dan Kro’s Report, Theories of Human Learning (The
Koron Exploration Department, tt), hal. 204.
9
sehingga paku yang akan dimasukkan ke dalam dinding menjadi bengkok,
sehingga pada pukulan berikutnya ia mulai menyesuaikan pukulannya agar paku
tidak bengkok lagi. Perilaku ini menunjukkan bahwa ia merefleksikan
kemampuannya ke dalam konsep lingkungannya (akomodasi).7 Kedua konsep ini,
asimilasi dan akomodasi, merupakan perilaku adaptasi yang dilakukan oleh setiap
orang.8
Piaget juga menekankan bahwa untuk membuat pemikiran tentang
dunianya, seseorang secara kognitif mengorganisasikan (organize) pengalaman-
pengalamannya. Organisasi merupakan konsep yang diusulkan Piaget tentang
pengelompokkan perilaku yang terisolasi menuju tingkat yang lebih tinggi, dan
merupakan sistem kognitif. Dengan kata lain, organisasi merupakan
pengelompokkan atau penyusunan segala sesuatu ke dalam kategori-kategorinya.
Penggunaan organisasi akan dapat mengembangkan memori jangka panjang
(long-term memory).
Penyaringan dan perbaikan yang terus-menerus terhadap organisasi ini
merupakan bagian yang inheren dari pembangunan dan pengembangan
pengetahuan. Seorang anak yang mempunyai pengetahuan samar-samar tentang
cara bagaimana menggunakan palu sangat mungkin akan mempunyai
pengetahuan yang samar-samar pula tentang cara menggunakan alat-alat lain.
Setelah mempunyai pengetahuan tentang cara menggunakan salah satu alat
tersebut, anak itu akan menghubungkannya dengan cara menggunakan benda-
benda lainnya, atau dengan kata lain mengorganisasikan pengetahuannya. Dengan
cara yang sama, seorang anak akan terus-menerus memadukan dan
mengkoordinasikan cabang-cabang pengetahuan lain yang kadang-kadang
berkembang terpisah dan merangkainya menjadi sebuah pengetahuan baru yang
terpadu.
Konsep lain berkenaan dengan ini adalah ekuilibrasi (equalibration).
Ekuilibrasi adalah sebuah mekanisme yang diusulkan Piaget untuk menjelaskan
bagaimana seorang anak dapat berpindah dari tahap kognitif yang satu ke tahap
7 Ibid., hal. 39 – 40. 8 John L. Phillips, Jr., The Origins of Intellect: Piaget’s Theory, (San Francisco: W.H.
Freeman and Company, 1969), hal. 8 – 10.
10
kognitif berikutnya. Kenaikan tahap kognitif ini terjadi ketika seorang anak
mengalami konflik kognitif atau diekulibrium dalam memahami lingkungannya.
Piaget yakin bahwa perubahan akibat konflik kognitif ini disebabkan oleh
asimilasi atau akomodasi.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukannya, Piaget mengelompokkan
perkembangan kognitif ke dalam empat tahapan. Keempat tahapan perkembangan
kognitif ini berhubungan dengan perkembangan usia seseorang yang diikuti
perkembangan cara berpikirnya. Keempat tahapan tersebut adalah tahap
sensorimotor (0–2 tahun), preoperational (2–7 tahun), concrete operational (7–11
tahun), dan formal operational (11–menjelang dewasa).9 Phillips menggolongkan
tahapan-tahapan perkembangan kognitif Piaget menjadi tiga periode, yaitu periode
sensorimotor (0 – 2 tahun), periode concrete operation (2 – 11 tahun), dan periode
formal operation (11 – 15 tahun).10
Berkaitan dengan proses pembelajaran, B. Carrol dan Benjamin Bloom
dalam Bruce Joyce dkk. mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model
merupakan metode yang menarik dalam meningkatkan kemungkinan siswa untuk
mampu mencapai level performa yang memuaskan.11 Pembelajaran yang baik
harus melibatkan pemberian situasi-situasi sehingga seorang anak dapat secara
mandiri melakukan eksperimen atau mencoba segala sesuatu yang terjadi,
memanipulasi tanda-tanda, simbol-simbol, mengajukan pertanyaan, dan
menemukan sendiri jawabannya, mencocokan yang ia temukan pada suatu saat
dengan yang ia temukan pada saat yang lain, dan membandingkan temuannya
dengan temuan anak lain. Pernyataan ini sangat berkaitan dan didasarkan dengan
konsep Piaget tentang konstruktivisme kognitif dan tahapan-tahapan
perkembangan kognitif seseorang.
9 John W Santrock, Op.Cit. hal. 41. 10 John Phillips, Jr., Op. Cit. hal. xvii – xviii. 11 Bruce Joyce, dkk, Models of Teaching, (New Jersey: Upper Saddle River, 2009), hal. 409
11
b. Konstruktivisme Sosial Vygotsky
Vygotsky percaya bahwa seorang anak akan secara aktif membangun sendiri
pengetahuannya. Tiga inti pandangan Vygotsky tentang hal ini adalah sebagai
berikut.
1. Keterampilan kognitif seorang anak hanya dapat dipahami ketika ketarampilan
kognitif tersebut dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan
perkembangannya secara terpadu dengan keterampilan kognitif lain yang
bersangkutan.
2. Keterampilan-keterampilan kognitif dimediasi dengan kata-kata, bahasa, dan
bentuk percakapan sebagai alat psikologis untuk memfasilitasi dan
mentransformasikan aktivitas mental.
3. Keterampilan-keteramplan kognitif mempunyai asal-usul dalam hubungan
sosial dan tersimpan dalam latar belakang sosiokultural.
Menurut Robbins dalam Vygotsky, melakukan pendekatan perkembangan
kognitif berarti memahami fungsi kognitif seorang anak dengan menguji asal-usul
dan transformasinya dari bentuk awal ke bentuk akhir.12 Sebagai contoh, perilaku
mental yang terpisah seperti perilaku menggunakan kemampuan berpidato tidak
dapat dipelajari secara baik jika dipelajari secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi
sebagai salah satu tahap dari proses perkembangan mental.
Klaim kedua Vygotsky tersebut adalah bahwa untuk memahami fungsi-
fungsi kognitif, sangat penting untuk menguji alat-alat yang menjadi mediasinya
dan selalu memperbaikinya, dalam hal ini Vygotsky yakin bahwa bahasa
merupakan alat mediasi kognitif yang paling penting. Alasan tentang anggapan
bahwa bahasa merupakan alat mediasi yang terpenting adalah bahwa pada masa
anak-anak, bahasa mulai digunakan oleh mereka untuk membantu mereka dalam
merencanakan aktivitasnya dan memecahkan masalah.
Berkenaan dengan klaim ketiganya bahwa keterampilan kognitif berasal dari
hubungan sosial dan budaya.13 Vygotsky menggambarkan bahwa perkembangan
kognitif seorang anak dapat terinspirasi dari aktivitas-aktivitas sosial dan budaya.
12 John W Santrock, Op. Cit., hal. 51. 13 Ibid.
12
Ia yakin bahwa perkembangan memori, perhatian, dan pemikiran meliputi belajar
untuk menggunakan temuan yang berkembang di masyarakat, seperti bahasa,
sistem matematis, dan strategi memori. Sebagai contoh, dalam sebuah budaya,
terdapat cara belajar menghitung dengan menggunakan komputer, mungkin di
budaya lain terdapat belajar menghitung dengan menggunakan jari atau
menggunakan tasbih. 14
Teori Vygotsty yang lain mengatakan bahwa siswa belajar konsep paling
baik apabila konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of
proximal development siswa.15 Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat
perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Tingkat
perkembangan seseorang saat ini tidak lain adalah tingkat pengetahuan awal atau
pengetahuan prasyarat itu telah dikuasai, maka kemungkinan sekali akan terjadi
pembelajaran bermakna.
Teori Vygotsky ini didasari oleh ketertarikannya terhadap pandangan bahwa
pengetahuan itu tersituasikan (situated) dan terkolaborasi (collaborative). Dalam
hal ini, pengetahuan disebarkan melalui orang dan lingkungan yang meliputi
benda-benda, artifak, alat, buku, dan komunitas di mana orang tersebut tinggal.
Hal ini mengilhami bahwa belajar yang lebih baik adalah belajar dengan orang
lain dalam kegiatan kelompok. Oleh karena itu, konstruktivisme yang
dikembangkan oleh Vygotsky dinamakan dengan konstruktivisme sosial karena
penekanannya pada interaksi sosial dalam pembelajaran.
Ide kunci Vygotsky tentang konstruktivisme sosial ini adalah konsepnya
tentang zone of proximal development (ZPD). Menurutnya, seorang anak
mempunyai dua tingkat perkembangan, yaitu tingkat perkembangan aktual dan
tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual adalah
penggunaan fungsi intelektual individu suatu saat dan kemampuan untuk belajar
sesuatu yang khusus atas kemampuannya sendiri. Tingkat perkembangan
potensial didefinisikan oleh Vygotsky sebagai tingkat seseorang ketika dapat
menggunakan fungsi tersebut atau mencapai tingkat itu dengan bantuan orang
14 John W Santrock, Op. Cit., hal. 51 – 53. 15 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka. 2007), hal. 107.
13
lain, seperti guru, orang tua, atau teman sejawat yang mempunyai kemampuan
lebih tinggi. Zona antara tingkat perkembangan aktual seseorang dengan tingkat
perkembangan potensial disebut zona perkembangan terdekat yang didefinisikan
sebagai tingkat perkembangan yang sedikit di atas tingkat perkembangan
seseorang saat itu.16
ZPD yang diusulkan Vygotsky ini mempunyai batas bawah dan batas atas.
Tugas-tugas dalam ZPD terlalu sulit bagi anak untuk dikerjakan sendiri. Oleh
karena itu, mereka membutuhkan bimbingan dari orang dewasa atau anak yang
mempunyai kemampuan lebih tinggi. Selama pengalamannya dalam pengajaran
verbal dan demonstrasi, seorang anak mengorganisasikan informasi yang ada
dalam struktur mentalnya, sehingga pada akhirnya mereka dapat melakukan
keterampilan yang dibimbingkan tersebut secara mandiri.17
Konsep yang sangat erat kaitannya dengan ZPD adalah konsep scaffolding
yang diartikan sebagai sebuah cara untuk mengubah tingkatan bimbingan. Setelah
sesi rangkaian pembelajaran, seseorang yang mempunyai keterampilan lebih
tinggi (guru atau anak yang mempunyai kemampuan lebih tinggi) memberikan
sejumlah bimbingan untuk menyesuaikan tingkatan keterampilan pada saat itu.
Ketika tugas yang diberikan kepada siswa yang sedang belajar merupakan tugas
baru, orang yang mempunyai keterampilan yang lebih tinggi ini menggunakan
pengajaran langsung (direct instruction). Setelah kompetensi siswa tersebut
bertambah, maka pemberian bimbingan mulai dikurangi.18
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa perbedaan
antara teori konstruktivisme kognitif Piaget dan konstruktivisme sosial Vygotsky.
Pada tabel berikut ini, disajikan perbandingan antara konstruktivisme kognitif
Piaget di satu sisi dan konstruktivisme sosial Vygotsky di sisi lain.
16 Ibid., hal. 53. 17 John W Santrock, Op. Cit., hal. 52. 18 Ibid.
14
Tabel 2.1 Perbandingan Konstruktivisme Kognitif Piaget dan
Konstruktivisme Sosial Vygotsky Topik yang
dibandingkan Piaget Vygotsky
Konteks sosiokultural
Penekanan yang lebih sedikit Penekanan yang lebih kuat
Konstruktivisme Konstruktivisme kognitif Konstruktivisme sosial
Tahapan
Penekanan yang kuat pada tahapan-tahapan (sensorimotor, praopera-sional, kongkrit operasio-nal, dan formal operasional
Tidak ada tahapan perkembangan yang diusulkan.
Proses kunci
Skema, asimilasi, akomodasi, operasi, konservasi, klasifikasi, pemikiran deduktif-hipotetik
ZPD, bahasa, diskusi, alat-alat kebudayaan (tools of the culture)
Pandangan terhadap
pendidikan
Pendidikan hanya merupakan perkembangan keterampilan kognitif anak yang telah ada.
Pendidikan memainkan peranan sentral, membantu anak mempelajari alat-alat kebudayaan.
Implikasi pengajaran
Guru merupakan fasilitator dan pemandu, bukan pengarah (director), menyediakan bimbingan bagi anak untuk mengeksplorasi dunianya dan menemukan pengetahuan
Guru merupakan fasilitator dan pemandu, bukan pengarah (director); memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk belajar bersama dengan guru atau teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih tinggi
Di antara pendekatan pembelajaran yang menggunakan konstruktivisme
kognitif Piaget dan konstruktivisme sosial Vygotsky sebagai landasan teorinya
adalah Contextual Teaching and Learning (CTL). Berikut ini adalah penjelasan
rinci tentang pendekatan pembelajaran tersebut.
2. Pengertian Pendekatan CTL
Kontekstual berasal dari kata kerja latin contexera yang berarti “menjalin
bersama”. Kata “konteks” merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang, atau
lingkungan” yang berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya.
Kontekstual berasal dari bahasa latin con artinya dengan dan textum adalah
merangkai.19
19 Elaine B Johnson, Contextual Teaching and Lerning, (bandung: Mizan Media Utama.
2008), hal. 82, dan Anonim, “Kaedah Pembelajaran Kontekstual”, diakses dari http://www.tutor.com.my/lada/tourism/edu-kontekstual.htm, agustus 2008.
15
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari.20 Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa
makna belajar, manfaatnya dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.
Zahorik dalam Saepul Hamdani mengemukakan: “proses pembelajaran
kontekstual berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.21 CTL
merupakan sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang
mewujudkan makna. CTL merupakan suatu sistem pengajaran yang cocok dengan
otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan
konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Dengan memanfaatkan kenyataan
bahwa lingkungan merangsang sel-sel saraf otak untuk membentuk jalan, sistem
ini memfokuskan diri pada konteks, pada hubungan-hubungan.
CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian
ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil
yang diberikan bagian-bagiannya secarah terpisah yang melibatkan proses-proses
yang berbeda. Ketika digunakan secara bersama-sama, mampu membuat siswa
membentuk hubungan yang menghasilkan makna. Setiap bagian CTL yang
berbeda-beda memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas
sekolah. Secara bersama-sama mereka membentuk suatu sistem yang
memungkinkan para siswa melihat makna didalamnya dan mengingat materi
akademik.22
CTL juga merupakan suatu pendekatan yang menuntun para siswa dalam
menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri.
CTL melibatkan para siswa dalam mencari makna itu sendiri. CTL menekankan
20 Wina Sanjaya, Op. Cit, hal 255. 21 Saepul Hamdani, DIDAKTIS Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, (Surabaya:
UNMUH Surabaya. 2004), hal. 43. 22 Isjoni, “Sejarah Pembelajaran Kontekstual”, berita diakses pada tanggal 14 Februari 2010
dari www.riaupos.com, hal. 33.
16
pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta
pengumpulan, penganalisaan dan pensintesisan informasi dari berbagai sumber
dan pandangan.23 Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses
pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka
sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi
sendiri secara aktif pemahamannya.24
Seperti hal di atas pendekatan kontekstual merupakan strategi yang
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan
bermakna, tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dengan siswa
diajak bekerja dan mengalami, siswa akan mudah memahami konsep suatu materi
dan nantinya diharapkan siswa dapat menggunakan daya nalarnya untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang ada.
Sementara itu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari
konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri
sebagai bakal untuk meningkatkan prestasi akademik. CTL mengaktifkan
berbagai aspek yang dimiliki siswa, yaitu aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Sehingga proses belajar akan lebih menyenangkan dan
berimplementasi kepada keberhasilan yang membanggakan.
Sejalan dengan pengertian CTL diatas Dan Hull mengatakan bahwa
“Student’s involvement in their schoolwork increases significantly when they are
learning the concept can be used outside the classroom. And the most students
learn much more effeciently when they are allowed to work cooperatively with
other students in groups or teams”.25 Keterlibatan siswa akan meningkat secara
signifikan ketika mereka belajar konsep lalu dapat diterapkan di luar kelas dan
23 Trianto, Op. Cit, hal. 102. 24Bandono, Contextual Teaching and Learning, diakses dari:
http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl.php. Maret 2008.
25Anonoim, ”Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual”, diakases dari http://219.94.96.174/sainsmath2002/pedagogi%20ubahsuai/Kontekstual.pdf, agustus 2008.
17
sebagian besar siswa belajar banyak secara efisien ketika mereka kerja sama
dengan teman sekelompoknya.
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem yang
menyeluruh.26 CTL menawarkan strategi pembelajaran sedemikian rupa sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Selain menghadirkan jalan
terbaik untuk mencapai prestasi akademik yang unggul, CTL adalah proses yang
tidak bisa diukur dengan menggunakan pengukuran standar.27 Selaian itu, strategi
ini akan efektif dalam membantu siswa yang termasuk dalam kelompok di bawah
rata-rata. Anak-anak dari kelompok ini bukan hanya terdiri dari mereka yang
benar-benar tergolong lambat belajar, tetapi juga anak-anak yang karena
lingkungannya menjadi anak yang kurang kreatif. Dengan kata lain guru harus
memiliki berbagai keterampilan strategi mengajar yang akan dituangkan dalam
kegiatan mengajar sehari-hari.
Hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah perlunya guru
membekali diri dengan sikap positif seperti keinginan untuk selalu memperbaiki
diri, selalu ingin tahu hal baru, dan bersedia menerima kegagalan atau kritikan.
Mendorong guru untuk mula-mula belajar melakukan pengamatan serta
mencatatnya, dan lama kelamaan belajar membuat penelitian tindakan kelas, yang
pada gilirannya akan sangat bermanfaat untuk penyempurnaan pembelajaran.
3. Prinsip Pendekatan CTL
COR (Center for Occupational Research) dalam Masnur menjabarkan
lima prinsip CTL yang disingkat REACT antara lain.28
1) Keterkaitan, relevansi (Relating)
Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevance) dengan bekal
pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri peserta didik,
dengan konteks pengalaman dalam kehidupan dunia sebenarnya seperti
manfaat untuk bekal bekerja di kemudian hari dalam kehidupan masyarakat.
26 Elanie B. Johnson, Op. Cit, hal.65. 27 Ibid, hal. 150. 28 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hal. 41-42.
18
2) Pengalaman langsung (Eksperiencing)
Dalam proses pembelajaran peserta didik perlu mendapatkan pengalaman
langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan, investigasi, penelitian, dan
lain-lain. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika peserta didik diberi
kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan
melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.
3) Aplikasi (Applying)
Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam
situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi, lebih
dari sekedar menghafal.
4) Kerjasama (Cooperating)
Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab
pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama peserta didik, antar peserta
didik dengan guru, antar guru dengan peserta didik, dan peserta didik dengan
narasumber. Memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama
merupakan strategi pokok pembelajaran dalam pembelajaran CTL.
5) Alih Pengetahuan (Transfering)
Pembelajaran CTL menekankan pada kemampuan peserta didik untuk
mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada
situasi lain. Dengan kata lain pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
bukan sekadar untuk menghafal tetapi dapat digunakan atau dialihkan pada
situasi dan kondisi lain.
4. Karakteristik Pembelajaran CTL
Pembelajaran CTL memiliki karakteristik sebagai berikut.29
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang
diarahkan pada keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau
pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in
real life setting).
29 Elanie B. Johnson, Op. Cit, hal. 45-48.
19
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa (learnig by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling
mengoreksi antarteman (learning in a group).
5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,
bekerjasama, dan saling memahami antarsatu dengan yang lain secara
mendalam (learning to know each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan
kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an
enjoy activity).
5. Komponen CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme
(Constructuvism), penemuan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat
belajar (Learning Community), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya
(Authentic Assessment).30
1) Konstruktivisme
Konstruktivisme (Constructuvism) merupakan landasan berpikir
pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sedikit demi
sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteksnya yang terbatas. Siswa harus
mengkonstruksikan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya. Dengan demikian pembelajaran harus dikemas
menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Landasan
berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang
lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Strategi “memperoleh” lebih
30 Saepul Hamdani, Op. Cit, hal. 43.
20
diutamakan dibanding seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat
pengetahuan.
Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengelaman. Pengalaman
berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan
pengelaman baru. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda
oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak berbeda. Setiap
pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur pengetahuan) dalam
otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia
dalam dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi bermakna pengetahuan
baru dibuat atau dibangun atas dasar pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi
bermakna struktur pengetahuan yang sudah ada di modifikasi untuk menampung
dan menyesuaikan hadirnya pengetahuan baru.
Pembelajaran fisika sangat memungkinkan untuk diajarkan dengan
menggunakan prinsip konstruktivisme, karena fisika sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari siswa.
2) Inkuiri
Inkuiri adalah keyakinan dasar bahwa siswa harus belajar penuh dan aktif
dalam proses penyelidikan, pemerosesan, mengumpulkan, memadukan, meyaring
dan menyampaikan pengetahuan mereka pada sebuah topik.31 Inkuiri sebagai
suatu proses dimana siswa terlibat dalam pembelajaran mereka, merumuskan
pertanyaan, menyelidiki secara luas dan kemudian membangun pemahaman baru,
makna dan pengetahuan yang baru bagi siswa dan dapat digunakan untk
menjawab pertanyaan, untuk mengembangkan solusi atau untuk mendukung suatu
posisi atau sudut pandang.
National Science Education Standards menggunakan istilah inkuiri dalam
dua hal berbeda. Pertama, inkuiri menunjukan pada kemampuan siswa
mengembangkan kemampuan merancang dan melakukan investigasi ilmiah serta
pemahaman siswa akan hakikat penemuan ilmiah (scientific inquiri). Kedua,
31 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 108.
21
inkuiri menunjukkan pada strategi belajar mengajar yang memungkinkan konsep
ilmiah dikuasai melalui investigasi.32
Menemukan merupakan bagian inti dari CTL (Contextual Teaching and
Learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
sekedar sebagai hasil mengingat seperangkat fakta tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Guru harus merancang kegiatan menuju pada kegiatan menemukan
sendiri terhadap materi yang diajarkannya. Ada lima siklus inquiri, yaitu (1)
observasi (observation), (2) bertanya (question), (3) mengajukan dugaan
(hiphotesis), (4) pengumpulan data (date gathering), dan (5) penyimpulan
(conclussion).
3) Bertanya
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya
(questioning). Bertanya yang merupakan strategi utama pembelajaran CTL.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan utama guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa
kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan strategi inquari,
yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang telah diketahui dan
mengarahkan pelatihan pada aspek yang belum diketahinya. Kegiatan bertanya
berguna untuk mengkaji informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan
respon siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa pada sesuatu yang
dikehendaki guru. Membangkitkan lebih banyak pertanyaan dari siswa, untuk
menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Dalam penerapannya di kelas, bertanya dapat diterapkan, antara siswa
dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, dan antara
siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktivitas bertanya ditemukan
ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menuai kesulitan, ketika
mengamati dan sebagainya. Kegiatan tersebut akan menumbuhkan dorongan
untuk “bertanya”.
32 National Research Council, Inquiri and The National Science Education Standards: A
Guided for Teaching and Learning, (Washington DC: National Academy Press, 2000) hal. 1.
22
4) Masyarakat Belajar
Masyarakat belajar dapat terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah,
dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran peserta
didik, memberi informasi yang diperlukan oleh teman belajarnya dan meminta
informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Konsep masyarakat belajar
menyadarkan bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang
lain. Hasil belajar diperoleh dari sharring antar teman, antar kelompok dan antara
yang tahu dengan yang belum tahu. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang
lain memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan berbeda yang perlu
dipelajari.
Membangun pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana di atur dalam
pasal 55 UUSPN, masyarakat di beri hak oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan
agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat.33
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang kurang, yang tahu
mengajari yang belum tahu, yang cepat mendorong yang lambat, dan yang
berinisiatif memberikan gagasannya.
5) Pemodelan
Dalam proses pembelajaran yang dimaksud dengan pemodelan adalah
suatu bentuk pengetahuan atau keterampilan dengan memberi model yang dapat
ditiru atau cara melakukan sesuatu. Dalam pembelajaran fisika proses modeling
sering dilakukan ketika komunitas belajar sedang mengubah masalah dalam
kehidupan sehari-hari menjadi kalimat fisika. Dalam pembelajaran CTL, guru
bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Seorang siswa bisa ditunjuk untuk menjadi contoh kepada siswa lain.
33 Depdiknas Pustekinkom Pendidikan, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (vol. 15 No.
2, maret 2009) hal 244.
23
6) Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa-apa yang telah dilakukan di masa lalu. Siswa diberi
kesempatan untuk “mengedepankan” apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan yang
lama. Dengan demikian siswa merasa telah memperoleh pengetahuan baru yang
berguna bagi dirinya.
7) Penilaian yang Sebenarnya
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan siswa. Gambaran perkembangan siswa
perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Apabila data yang diperoleh menunjukkan bahwa
siswa mengalami kesulitan belajar, maka secepatnya guru mengambil tindakan
yang tepat untuk mengatasinya. Assessment tidak harus selalu di akhir proses
pembelajaran, tetapi dilakukan bersama-sama secara integral dalam proses
pembelajaran.
Kemajuan siswa dinilai dari proses, tidak hanya hasil. Pembelajaran yang
benar seharusnya ditekankan pada upaya membentuk siswa bagaimana seharusnya
belajar (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak
mungkin informasi di akhir proses pembelajaran. Guru yang ingin melihat
perkembangan hasil belajar fisika siswanya, harus mengumpulkan data dari
perilaku nyata siswanya dikelas maupun di luar kelas dalam mengaplikasikan
fisika, bukan hanya dari hasil mengerjakan soal tes fisika. Proses pengambilan
data seperti inilah yang dimaksud dengan Authentic Assessment.
Mansur mengutip pendapat John A. Zahorik dalam Constructivist
Teaching mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik
pembelajaran CTL. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut.34
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada
2) Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan
dulu kemudian memerhatikan detailnya.
34 Masnur Muslich, Op. Cit, hal. 52.
24
3) Pemahaman pengetahuan yaitu dengan cara menyusun konsep sementara
(hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan
(validitas), dan atas tanggapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut.
5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Dalam CTL, guru berperan dalam memilih, menciptakan, dan
menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa banyak
pengalaman siswa termasik aspek sosial, fisikal, dan psikologikal untuk mencapai
hasil belajar yang diinginkan. Dalam lingkungan sekitar, siswa menemukan
hubungan yang bermakna antara ide abstrak dan aplikasi praktikal dalam konteks
nyata. Siswa akan memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa
sehingga dirasakan sesuai dengan kerangka pikir yang dimilikinya.
6. Langkah-langkah Pembelajaran CTL
Tugas guru dalam pembelajaran CTL ini adalah membantu peserta didik
mencapai tujuannya, maksudnya guru kelas lebih banyak berurusan dengan
strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerjasama untuk menemukan suatu yang baru bagi anggota kelas
(peserta didik).
Depdiknas dalam Trianto menyatakan pembelajaran CTL dapat diterapkan
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaannya.35 Menggunakan pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara
garis besar, langkahnya yaitu: mengembangkan pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya, melaksanakan sejauh mungkin kegiatan
inquiri untuk semua topik, mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan
bertanya, menciptakan masyarakat belajar, menghadirkan model sebagai contoh
pembelajaran, melakukan refleksi di akhir pertemuan, melakukan penilaian yang
sebenarnya dengan berbagai cara.
35 Trianto, Op. Cit, hal. 106.
25
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai
berikut36
1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4) Menciptakan masyarakat belajar.
5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator pada pembelajaran fisika dengan
menggunakan CTL. Sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran CTL diatas
guru melakukan tahap-tahap pembelajaran seperti tabel berikut.
Tabel 2.2 Tahap-tahap Pembelajaran CTL
Tahap Tingkah Laku Guru Tahap 1
Kembangkan pemikiran siswa tentang belajar
lebih bermakna
Guru membimbing siswa untuk berpikir sendiri. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubric assesment yang akan digunakan dalam menilai kegiatan atau hasil karya siswa.
Tahap 2 Kegiatan inkuiri
Guru membimbing siswa untuk bisa menemukan pemahaman materi. Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3 Kembangkan sifat ingin
tahu siswa
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai materi, melaksanakan eksperimen atau demonstrasi. Guru menjelaskan materi serta contoh-contoh dalam kehidupan nyata.
Tahap 4 Ciptakan masyarakat
belajar
Guru membimbing siswa untuk membentuk kelompok dan bekerjasama memecahkan masalah tentang materi pelajaran.
Tahap 5 Menghadirkan model
sebagai contoh pembelajaran
Guru memperagakan alat yang berkaitan dengan materi pelajaran. Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 6 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
36 Ibid.
26
Melakukan refleksi terhadap eksperimen mereka Tahap 7
Melakukan penilaian yang sebenarnya
Guru mengevaluasi kinerja siswa terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Kemudian memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok.
7. Perbedaan Pendekatan Konvensional dan CTL
Konvensional merupakan sebuah pendekatan secara klasikal yang biasa
digunakan oleh setiap pendidik dalam mendidik siswanya. Pendekatan yang
dimaksud adalah pendekatan pengajaran yang menempatkan guru sebagai inti
dalam keberlangsungan proses belajar mengajar. Peran siswa lebih banyak belajar
sendiri secara individual. Siswa tidak diberi banyak kesempatan untuk
mengemukakan pendapat dan berinteraksi dengan siswa lainnya. Keadaan seperti
ini membuat proses belajar menjadi tidak efektif, karena waktu siswa hanya
dihabiskan untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pengajar dan menyelesaikan
latihan-latihan. Sebaliknya siswa di minta untuk mengikuti ujian yang bisa
mengungkapkan pemahaman berdasarkan hafalan yang mereka miliki.
Pendekatan konvensional lebih mengutamakan hasil akhir daripada proses
pencapaiannya. Guru berfungsi sebagai sumber ajar yang memberikan informasi
dan siswa hanya sebagai penerima informasi yang mengikuti langkah sang guru.
Metode ceramah adalah metode yang paling banyak digunakan, hal ini mungkin
dianggap guru sebagai metode mengajar yang paling mudah dilaksanakan. Jika
bahan pelajaran dikuasai dan ditentukan urutan penyampaiannya, guru tinggal
menyajikannya di depan kelas dan siswa hanya memperhatikan guru berbicara,
mencoba menangkap apa isinya dan membuat catatan. Selain metode ceramah
metode yang sering dilakukan adalah metode ekspositori, metode kelompok dan
metode diskusi.
Pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL mengajak siswa untuk
aktif, berpikir kreatif, memberikan tugas-tugas yang merangsang bukan hanya
kerja otaknya tetapi juga fisiknya, dan terlibat penuh dalam proses pembelajaran.
Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, siswa hanya berperan sebagai
penerima informasi yang pasif, yaitu siswa lebih banyak belajar sendiri secara
individual. Siswa tidak diberi kesempatan banyak untuk mengemukakan pendapat
27
dan berinteraksi dengan siswa lainnya. Keadaan seperti ini membuat proses
belajar menjadi tidak efektif, karena waktu siswa hanya dihabiskan untuk mengisi
buku tugas, mendengarkan pengajar dan menyelesaikan latihan-latihan yang
membosankan. Selebihnya siswa diminta untuk mengikuti ujian yang bisa
mengungkapkan pemahaman siswa, mereka hanya mengikuti ujian yang
mengukur kemampuan mereka dalam menghapal fakta.
Untuk lebih lengkapnya, perbedaan pendekatan CTL dengan pendekatan
tradisional (konvensional) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Perbedaan pendekatan CTL dan pendekatan konvensional No CTL Konvensional 1 Menyandarkan pada memori spasial
(pemahaman makna) Menyandarkan pada hafalan
2 Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin)
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
3 Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin)
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin tertentu)
4 Mengaitkan informasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa
Memberikan tumpukan informasi pasif
5 Siswa secara aktif terlibat dalam pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi pasif
6 Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi
Siswa belajar secara individual
7 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimualasikan
Pembelajaran abstrak, teoritis dan kurang dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa
Tabel 2.4 Perbedaan pendekatan CTL dan Konvensional37 No CTL Konvensional 1 Siswa secara aktif terlibat dalam proses
pembelajaran Siswa adalah penerima informasi pasif
2 Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
Siswa belajar secara individual
3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4 Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri Perilaku dibangun atas kebiasaan 5 Keterampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6 Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah untuk perilaku baik adalah tujuan atau nilai rapor
37 Yatim Rianto, Op. Cit, 167-170.
28
7 Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
8 Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan
9 Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa
Rumus itu ada di luar diri siswa
10 Pemahaman itu berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya (on going process of development)
Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang).
11 Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif
Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengar, mencatat, menghafal)
12 Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri
Pengetahuan adalah fakta, konsep, atau hukum yang berada diluar diri manusia
13 Pengetahuan tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentative incomplete)
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
14 Siswa diminta bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
15 Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan
Proses pembelajaran tidak memerhatikan pengalaman siswa
16 Hasil belajar diukur dengan berbagai cara proses bekerja hasil karya, penampilan, rekaman tes
Hasil belajar hanya diukur dengan tes
17 Pembelajaran terjadi diberbagai tempat, konteks, dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
18 Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek
Sangsi adalah hukuman dari perilaku jelek
19 Perilaku baik berdasarkan motivasi instrinsik Perilaku baik berdasar dari motivasi ekstrinsik
20 Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
Seseorang berprilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu
Perbedaan CTL dengan pengajaran konvensional, juga dapat dibedakan
melalui strategi-strategi yang terkandung di dalamnya. Strategi CTL berisi
kooperatif, proyek pengetahuan dasar, masalah pengetahuan dasar, perkembangan
portofolio, penilaian sebenarnya, berbagai pendekatan disipliner, pembelajaran
menggunakan komputer, pembelajaran yang memudahkan guru siap dalam
bimbingan dan pelatihan, tanggung jawab atas pembelajaran siswa,
melangsungkan komunitas pembelajaran, memberikan umpan balik, dan dorongan
kepada siswa. Sedangkan pembelajaran dan pengajaran konvensional berisi modul
pendidikan teknologi, demonstrasi guru, diskusi guru, tugas individu, penilaian
29
tradisional, menggunakan papan buletin dan poster, dan menggunakan papan tulis
dalam kegiatan pembelajaran.38
8. Evaluasi pembelajaran CTL
Adapun evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran CTL antara lain.
1) Penilaian kinerja
Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai
terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam penilaian kinerja yaitu identifikasi semua aspek penting.
Tuliskan semua kemampuan khusus yang diperlukan, usahakan kemampuan yang
akan dinilai dapat diamati dan tidak terlalu banyak. Urutkan kemampuan yang
akan dinilai berdasarkan urutan yang akan diamati.
2) Penilaian tes tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis yang
digunakan adalah tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk
kemampuan mengingat dan memahami. Dalam menyusun instrumen penilaian
tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut yaitu materi, konstruksi, dan
bahasa.
9. Hasil Belajar
Pengertian belajar menurut konstruktivisme, adalah perubahan proses
mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialami peserta
didik sebagai hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang
mereka peroleh sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam
pikirannya. Belajar atau juga yang disebut dengan learning, adalah perubahan
yang secara relatif berlangsung lama pada prilaku yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman.39
38 John L. Scott, “Implementing Contextual Teaching and Learning: Case Study of David,
a High School Technology Education Novice Teacher”, (University of Georgia, 2003) dari: http://www.coe.uga.edu/ctl/casestudy/scott.pdf. Juli 2008, hal. 13-14.
39 Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan lingkungan, (jakarta: KIZI BROTHER’S, 2006) hal. 76.
30
Belajar menurut Muhibbin Syah adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis
dan jenjang pendidikan.40 Belajar merupakan tahap perubahan seluruh tingkah
laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Belajar bukan sekedar penguasaan
bahan, akan tetapi terjadinya perubahan tingkah laku anak sehingga terbentuk
suatu kepribadian yang baik.41
Proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni
penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan
yang memiliki makna bagi subjek didik. Aktivitas belajar dapat dikatakan efektif
bila proses pembelajaran telah dapat mewujudkan sasaran atau hasil belajar yang
beranekaragam. Belajar merupakan tingkah laku sebagai hasil belajar yang terjadi
melalui usaha dengan mendengar, membaca, mengikuti petunjuk, mengamati,
memikirkan, mengahayati, meniru, melatih dan mencoba sendiri dengan
penglaman atau latihan. Jadi perubahan perilaku akibat kematangan atau
pertumbuhan fisik itu bukan hasil belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan aktual yang berupa penguasaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan yang dicapai peserta didik sebagai hasil dari suatu
yang dipelajarinya. Indikator hasil belajar merupakan terget pencapaian
kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi.42
Hasil belajar yang dicapai siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan
instruksional yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh
kamampuan guru sebagai perancang (designer) belajar-mengajar.
40 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), hal. 89. 41 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hal. 21. 42 Ahmat Sofian, dkk, Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta:UIN Jakarta
Press, 2006), hal. 13.
31
Bloom dalam Ahmad Sofian mengklasifikasi hasil belajar secara garis
besar terdiri dari.43
a. Ranah kognitif, yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari Hafalan (C1), pemahaman (C2), aplikasi/penerapan (C3), analisis (C4),
sintesis (C5), dan evaluasi (C6).
1) Hafalan (C1) meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari.
2) Pemahaman (C2) meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang
diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram, atau grafik,
menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau
sebaliknya.
3) Penerapan (C3) meliputi kemampuan menggunakan prinsip, aturan,
metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada situasi konkrit.
4) Analisis (C4) meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang
dihadapi menjadi komponen-komponennya, sehingga struktur informasi
serta hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas.
5) Sintesis (C5) meliputi kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian
yang terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu.
6) Evaluasi (C6) meliputi kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu
pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang
ditetapkan.
b. Ranah afektif dirinci oleh kratwohl dkk dalam ahmad sofyan menjadi lima
jenjang,44 yaitu perhatian/penerimaan (receiving), tanggapan (responding),
penilaian/penghargaan (valuing), pengorganisasian (organization), dan
karakterisasi terhadap suatu nilai atau beberapa nilai (characterization by a
value or value complex).
1) Penerimaan (receiving) merupakan kepekaan atau keinginan menerima
atau memperhatikan fenomena dan stimuli, menunjukkan perhatian yang
terkontrol dan terseleksi.
43 Ibid, hal. 14-27. 44 Ibid, hal. 15-17.
32
2) Responsi (responding) menunjukkan perhatian aktif, melakukan sesuatu
fenomena, setuju, ingin dan puas menanggapi.
3) Penilaian (valuing) menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung
nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai yang pasti.
4) Pengorganisasian (organization) seperti mengorganisasikan nilai-nilai
yang relevan ke dalam suatu sistem.
5) Pembentukan karakter (charecterization) menginternalisasi nilai-nilai
menjadi karakter.
c. Ranah psikomotorik menurut Dave dalam Uzer Usman mengklasifikasi dalam
lima kategori, yaitu peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan
pengalamiahan.45 Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu.46
Dari pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan aktual yang berupa penguasaan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang dicapai peserta didik sebagai hasil dari sesuatu yang dipelajarinya.
Penguasaan konsep dapat dilihat melalui tes hasil belajar berupa angka-angka,
sedangkan sikap dapat teraktualisasikan melalui kepekaannya terhadap kejadian
yang terjadi disekitarnya, begitupun dalam hal keterampilan.
Pengukuran hasil belajar merupakan bagian penting dalam proses
mengajar, karena dengan pengukuran tersebut dapat ditentukan tingat
keberhasilan suatu program sekaligus juga dapat diukur hasil-hasil dicapai oleh
suatu program dengan baik untuk menilai hasil belajar yang beranekaragam dapat
diukur dengan menggunakan alat bantu atau teknik evaluasi, yang biasanya
berupa tes yang disusun berdasarkan tujuan instruksional yang hendak dicapai.
45 Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 36-37.
46 Ahmad Sofyan, dkk.,Op. Cit, hal. 23.
33
10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang diinginkan berhubungan dengan keyakinan bagaimana
prosesnya berlangsung. Pandangan mengenai proses belajar bukan saja
menentukan hasilnya tapi juga model evaluasi yang dianjurkan untuk
digunakan.47 Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat
berlangsung wajar. Kadang-kadang lancar dan kadang-kadang tidak, kadang-
kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit.
Dalam hal semangat kadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk
mengadakan konsentrasi. Demikian diantara kenyataan yang sering kita jumpa
pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan
aktivitas belajar mengajar.
Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor
yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar dari dalam diri orang yang belajar
dan ada pula dari luar dirinya. Zikri Neni dalam bukunya menjelaskan bahwa hasil
belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal.48
Jadi, secara umum, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan
prestasi belajar terbagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berikut ini
penulis akan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan kedua faktor tersebut.
1) Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang dalam hal ini
dalam diri siswa. Faktor ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:49
a) Faktor Fisiologis
Faktor ini ditinjau berdasarkan keadaan jasmani. Kondisi umum jasmani
dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh
dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam
mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai
47 Depdiknas Pustekinkom, Jurnal Teknodik (No. 17/IX/Teknodik, Desember 2005) hal
178. 48 Zikri Neni Iska, Op. Cit, hal. 85. 49 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1,
hal.131-138.
34
pusing- pusing kepala misalnya, dapat menurunkan ranah cipta kognitif sehingga
materi yang dipelajarinya kurang atau tidak berbekas.
Jadi orang yang sehat akan berbeda dengan pengaruhnya terhadap belajar
dibandingkan dengan jasmani yang kurang sehat. Kondisi fisiologi siswa terdiri
atas kondisi kesehatan dan kebugaran fisik serta kondisi panca inderanya,
terutama sekali indera penglihatan dan pendengaran.
Apabila seseorang siswa memiliki kondisi fisiologi yang kurang baik
seperti indera pendengaran dan penglihatannya kurang baik, maka hampir dapat
dipastikan siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam belajar, sebagaimana
telah disebutkan pada awal penulisan. Jika hal tersebut tidak segera di tindak
lanjuti maka akan berpengaruh terhadap prestasi belajar yang akan diperoleh
siswa tersebut.
b) Faktor Psikologis
Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi belajar menyebutkan, yang
termasuk ke dalam faktor psikologis diantaranya adalah motivasi, minat, dan
bakat.50 Apabila seseorang memiliki motivasi, minat, dan bakat maka ia akan
terpacu untuk terus belajar. Dengan kata lain ia memiliki semangat yang luar biasa
untuk terus belajar. Akan tetapi sebaliknya apabila keadaan individunya seperti
kurang sehat, gangguan pada inderanya, dan lain-lain, maka hal tersebut sedikit
banyak akan mempengaruhi kegiatan belajarnya.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini
terdiri dari faktor-faktor lingkungan dan faktor-faktor Intsrumental.51
a) Faktor-Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : 52
(1) Lingkungan Sosial
Faktor linkingan sosial juga bisa berwujud manusia dan reprentasinya
termasuk budayanya akan mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar
50 Ibid, hal. 132. 51Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, hal. 59. 52 Muhibbin Syah, op.cit, hal.138 – 140.
35
siswa. Lingungan sekolah seperti guru, para staf administrasi, dan teman-
teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para
guru yang selalu menunjukan sikap dan prilaku yang simpatik dan
memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal
belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya
dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Selanjutnya juga yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah
masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan disekitar
perkampungan siswa tersebut. Kondisi masarakat dilingkungan kumuh yang
serba kekurangan dan anak-anak penganggur misalnya akan sangat
mempengaruhi aktifitas belajar siswa. Paling tidak siswa tersebut akan
menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau
meminjam alat- alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimiliki.
(2) Lingkungan Non Sosial
Lingkungan non sosial yang dimaksud adalah hal-hal yang dipandang
turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa yang tak terhitung
jumlahnya misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang
atau malam), gedung sekolah dan letaknya, alat-alat sekolah yang digunakan
siswa untuk belajar, tempat tinggal siswa dan letak tempat tinggal tersebut.
b) Faktor-Faktor Instrumental
Faktor Instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana
pengajaran, guru, dan kurikulum pelajaran serta strategi belajar mengajar yang
digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.53 Banyak psikolog
beranggapan bahwa belajar merupakan suatu proses yang asosiatif, yaitu asosiasi
atau koneksi antara suatu rangsang tertentu.
11. Hubungan Pendekatan CTL dengan Hasil Belajar
Salah satu cara belajar-mengajar yang menekankan berbagai kegiatan dan
tindakan adalah menggunakan pendekatan tertentu dalam belajar-mengajar karena
pendekatan dalam belajar-mengajar pada hakekatnya merupakan suatu upaya
53 Alisuf Sabri, op.cit., hal. 59.
36
dalam mengembangkan keaktifan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dan
guru.
Terdapat kecendrungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali
pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
sacara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalamai” sendiri apa
yang dialaminya, bukan “mengetahi”-nya. Pembelajaran yang berorientasi target
penguasaan materi terbukti berhasil dari kompetensi “mengingat” jangka pendek,
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang, pendekatan CTL adalah suatu pendekatan pengajaran yang
karakteristiknya memenuhi harapan itu.
Kuatnya arus globalisasi yang terus menerus terjadi menyebabkan nilai-
nilai yang menjadi pondasi pertahanan peserta didik akan runtuh. Dengan
penanaman pendidikan nilai dimaksudkan akan menambah ruh bagi para peserta
didik untuk menghadirkan kepekaan terhadap apa yang terjadi di lingkungan
sekitar dan memberi arahan untuk bisa berkontribusi terhadap lingkungannya.
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian dengan penerapan CTL memberikan hasil bahwa
pembelajaran CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan menunjukkan
sikap yang positif, salah satunya seperti dalam penelitian Tri Murtono dengan
judul Keefektifan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
Terhadap Penalaran Matematika Pada Materi Komposisi Fungsi dan Invers
Fungsi Pada Siswa Kelas XI 1A SMA Negeri Semarang Tahun Ajaran 2006/2007.
Penelitian tersebut memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah
pembelajaran melalui pendekatan CTL.54
Lina Rahmawati melakukan penelitian mengenai efektivitas pembelajaran
dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam meningkatkan hasil
54 Tri Murtono, Keefektifan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
Terhadap Penalaran Matematika Pada Materi Komposisi Fungsi dan Invers Fungsi Pada Siswa Kelas XI 1A SMA Negeri Semarang Tahun Ajaran 2006/2007, (skripsi Universitas Negeri Semarang, 2007), diakses pada tanggal 12 Februari dari http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH0134/ce1e0081.dir/doc.pdf
37
belajar siswa pada konsep pengelolaan lingkungan terintegrasi nilai. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa CTL cukup efektif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.55
Penelitian Eko Suseno mengenai Keefektifan CTL (Contextual Teaching
and Learning) Terhadap Pemahaman Konsep Siswa SMK Pelita Nusantara 2
Semarang Pada Pokok Bahasan Trigonometri. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa pendekatan kontekstual memberikan dampak positif bagi siswa dalam
proses belajar mengajar.56
Hasil penelitian Astri Rama Yulia mengenai pengaruh pembelajaran kimia
bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.
Penelitian tersebut menunjukkan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa
dengan menggunakan pendekatan kontekstual serta didapatkan respon yang baik
dari siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai.57
C. Kerangka Berpikir
Belajar merupakan faktor yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia belajar menjadikan manusia sebagai makhluk unik yang berbeda dengan
makhluk lain. Belajar merupakan perubahan yang relatif permanen pada perilaku,
pengetahuan, atau keterampilan.
Proses belajar setidaknya meliputi tiga tahapan, yaitu tahapan input, proses,
dan output. Ketiga tahapan ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar belajar (output), disamping
kualitas input-nya, adalah proses pembelajarannya. Untuk mendapatkan hasil
belajar yang maksimal maka diperlukan sebuah pendekatan yang baik dan
diharapkan nantinya akan menciptakan prestasi.
55Lina Rahmawati, efektivitas pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and
Learning dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep pengelolaan lingkungan terintegrasi nilai, (Skripsi UIN Jakarta. 2009).
56Eko Suseno, Keefektifan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Pemahaman Konsep Siswa SMK Pelita Nusantara 2 Semarang Pada Pokok Bahasan Trigonometri (skripsi Universitas Negeri Semarang, 2007), diakses pada tanggal 12 Februari dari http://www.muhfida.com/modelpembelajaran.html
57Astri, pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa, (skripsi UIN Jakarta, 2009).
38
Sebagai ilmu pengetahuan empiris, perkembangan fisika selalu diawali
dari sebuah permasalahan. Berawal dari permasalah tersebut, seseorang akan
melakukan observasi yang kemudian akan dilanjutkan oleh kegiatan-kegiatan
yang lain sehingga menghasilkan sebuah teori baru. Berdasarkan kenyataan itu,
maka para pakar pendidikan mulai merumuskan sebuah pendekatan pembelajaran
yang sesuai dengan karakter fisika tersebut. Pengembangan pendekatan
pemebelajaran ini didasarkan pada kegagalan pendekatan pembelajaran
konvensional yang hanya dapat membantu siswa memiliki hapalan jangka pendek
saja. Pembelajaran konvensional membuat siswa tidak bisa menghubungkan
pengetahuan yang diperoleh di sekolah dengan pemecahan masalah yang dihadapi
siswa pada kehidupan sehari-hari mereka. Maka lahirlah pendekatan pembelajaran
melalui Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai sebuah solusi terhadap
permasalah tersebut.
Disamping itu, setiap proses pembelajaran harus didesain sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan karakteristik materi yang dipelajari. Karena
ketidaksesuaian pembelajaran yang dilakukan, berkembanglah persepsi pada
siswa bahwa fisika merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan. Untuk
mengatasi ini, pendekatan CTL berupaya memberikan solusi untuk mengatasi
masalah ini. CTL menjamin keterlibatan siswa dalam pembelajaran sehingga
diharapkan pembelajaran akan berjalan lebih mudah dan menyenangkan.
Berdasarkan landasan teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan, maka
diduga terdapat pengaruh pembelajaran melalui pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa. Kerangka berpikir penelitian ini
dapat dilihat pada gambar bagan berikut ini berikut ini.
39
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
D. Pengajuan Hipotesis
Ho : Tidak terdapat pengaruh hasil belajar siswa antara siswa yang
diajar melalui pendekatan CTL dengan siswa yang diajar dengan
pendekatan konvensional.
Ha : Terdapat pengaruh hasil belajar siswa antara siswa yang diajar
melalui pendekatan CTL lebih tinggi dibandingkan dengan siswa
yang diajar dengan pendekatan konvensional.
Kualitas Proses Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) Proses Pembelajaran
Strategi Belajar Elanie B. Johnson
Konstruktivisme
Manusia
Belajar
Hasil Belajar Proses Input Output
Landasan Filosofi
Prestasi
31
BABIII
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2010 pada semester 2
tahun ajaran 2009/2010 di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi
exsperiment. Dalam eksperimen ini terdapat kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus (variabel
yang akan diuji akibatnya) yaitu metode pembelajaran CTL, sedangkan
kelompok kontrol dengan pembelajaran konvensional.
Desain penelitian yang digunakan ialah pretest-posttest control group
yang divisualisasikan sebagai berikut.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
A(kelompok Eksperimen) 01 X1 02
B(Kelompok kontrol) 01 X2 02
Berdasarkan desain penelitian di atas, kedua kelompok diberi tes awal
(pretest) dengan tes yang sama. Setelah diberi perlakuan yang berbeda, kedua
kelompok dites dengan tes yang sama sebagai tes akhir (posttest). Hasil kedua
tes akhir dibandingkan (diuji perbedaannya), demikian juga antara hasil tes
awal dengan tes akhir pada masing-masing kelompok. Perbedaan yang berarti
(signifikan) antara kedua tes awal dan tes akhir pada kelompok eksperimen
menunjukkan pengaruh dari perlakuan yang diberikan.
32
Alur penelitian secara singkat dapat dilihat pada bagan berikut.
Identifikasi Masalah
Gambar 3.1 Alur Penelitian
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah seluruh peserta didik SMP Al-Ikhlas
Cipete Jakarta Selatan, sedangkan sampelnya adalah kelas VIII sebanyak dua
kelas. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua sebagai kelas
control. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah proposive sampel.
Uji coba Instrumen Penyusunan Instrumen
Instrumen Penelitian
Penelitian
Aktivitas Pembelajaran CTL
Observasi
Post Test
Kelas Eksperimen
Pre Test
Kelas Kontrol
Pre Test
Aktivitas Pembelajaran Konvensional
Post Test
Hasi dan Pembahasan
Laporan
33
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua cara pengumpulan data yaitu melalui tes
soal. Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu ditentukan sumber data,
kemudian jenis data, teknik pengumpulan, dan instrumen yang digunakan.
Secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan data
Sumber
Data Jenis Data
Teknik
Pengumpulan Data Instrumen
Siswa
Hasil belajar siswa dalam
pembelajaran CTL
Melaksanakan tes
awal Butir pilihan
ganda Hasil belajar siswa setelah
terlibat dalam pembelajaran
CTL
Melaksanakan tes
akhir
Proses PBM observasi Lembar
observasi
E. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu, Variabel independen (variabel
bebas) adalah pendekatan CTL dan Variabel dependen (variabel terikat)
adalah hasil belajar.
Tabel 3.3 Variabel Penelitian
Variabel
Penelitian Definisi Konseptual Definisi Operasional
Pendekatan CTL
(Variabel X)
- Pendekatan lebih
menekankan pada strategi
dalam perencanaan
- CTL adalah konsep belajar
yang membantu guru
Guru merancang
pembelajaran sesuai
dengan pembelajaran CTL,
kemudian keberhasilan
siswa diukur dari hasil
34
mangaitkan antara materi
yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata peserta
didik dan mendorong
peserta didik membuat
hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki
dengan penerapan dalam
kehidupan mereka sehari-
hari.
belajar.
Hasil belajar
siswa (Variabel
Y)
Hasil belajar merupakan
peristiwa yang bersifat internal
pada diri seseorang. Peristiwa
tersebut dimulai dari adanya
pengetahuan untuk kemudian
berpengaruh pada perilaku.
Dengan demikian, perilaku
belajar seseorang didasarkan
pada tingkat pengetahuan yang
dapat diketahui melalui tes dan
pada akhirnya memunculkan
hasil belajar.
Hasil belajar dilihat dari
aspek kognitif
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Tes (kognitif)
Tes kognitif berupa tes tertulis yang diberikan kepada responden
yang termuat dalam bentuk soal objektif dengan empat pilihan. Tes
pengetahuan ini digunakan untuk mengetahui penguasaan peserta didik
terhadap konsep getaran dan gelombang.
35
Langkah penyusunan tes kognitif adalah penyusunan kisi-kisi,
konsultasi dengan pembimbing, dan uji coba soal. Kisi-kisi yang disusun
mencakup materi, indikator, dan jenjang kognisi. Lembar soal tes yang
digunakan dibuat dalam bentuk pilihan ganda yang difokuskan pada
pemahaman konsep. Konsultasi dengan pembimbing dilakukan untuk
mendapat validitas isi. Aspek yang ditelaah meliputi kesesuaian indikator
dengan butir soal, aspek bahasa, dan aspek materi.
2. Instrumen Nontes
Penggunaan instrumen nontes ini bertujuan agar kesimpulan yang
dapat diperoleh dari penelitian ini lebih valid dan objektif dibandingkan
jika hanya menggunakan satu instrumen tes saja. Instrumen nontes yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Sebagaimana
instrumen tes, instrumen nontes juga harus memenuhi kriteria kelayakan.
Hanya saja kriteria yang harus dipenuhi oleh instrumen nontes berbeda
dengan instrumen tes. Begitu pula, berbeda dengan instrumen tes yang
pengujiannya menggunakan perhitungan-perhitungan statistik, instrumen
nontes lembar observasi ini pengujian kelayakannya cukup dengan
pertimbangan ahli saja.1 Pertimbangan para ahli ini berhubungan dengan
validitas isi yang berkaitan dengan butir-butir pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan kepada siswa.2
Uji kelayakan ini dilakukan oleh dosen pembimbing dengan
pertimbangan kajian teoretis yang dilakukan penulis. Setelah diajukan
kepada dosen pembimbing dan beberapa perbaikan, akhirnya instrumen
nontes lembar observasi ini dianggap layak untuk digunakan. Berikut ini
adalah aspek-aspek yang diuji kelayakannya oleh dosen pembimbing
beserta kriterianya.
1 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 123.
2 Yanti Herlanti, Op. Cit., h. 32.
36
Tabel 3.4 Lembar Uji Validitas Instrumen Nontes
No Aspek yang Diuji Kriteria
Baik Cukup Kurang
1 Pengembangan indikator dari
setiap tahap pembelajarannya
2 Keterwakilan semua tahap
pembelajaran oleh indikator
yang dikembangkan
3 Penskoran terhadap tiap-tiap
indikator
4 Pemilihan kata dan kalimat
dalam pengembangan indikator
5 Kejelasan dan keefektifan
bahasa yang digu
nakan
Saran:
……………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………................
G. Uji Coba Instrumen Tes
Analisis uji coba soal tes objektif menggunakan program ANATES,
instrumen yang diajukan sebanyak 40 butir, setelah dianalisis kembali dengan
dosen pembimbing akhirnya didapat 20 soal valid dan dijadikan instrument
untuk penelitian.
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti
37
secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh
mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang
validitas yang dimaksud.
2. Reliabilitas Tes
Reliabilitas instrumen atau alat evaluasi dalam mengukur ketepatan
peserta didik dalam menjawab alat evaluasi itu. Jika alat evaluasi itu
reliabel, maka hasil hasil dari dua kali atau lebih pengevaluasian dengan
dua atau lebih alat evaluasi yang senilai (equivalen) pada masing-masing
pengetesan, akan serupa. Suatu alat evaluasi (test atau non test) dikatakan
baik jika antara lain reliabelnya tinggi.
3. Tingkat Kesukaran
Melihat tingkat kesukaran butir soal berdasarkan pada kelompok
atas dan kelompok bawah peserta didik yang telah disusun dengan
menggunakan rumus.
P =
Keterangan:
P = indeks tingkat kesukaran
B = jumlah peserta didik yang menjawan soal benar
JS = jumlah seluruh peserta didik peserta tes
Kriteria tingkat kesukaran:
a. P antara 0,00 sampai 0,30 adalah : soal sukar
b. P antara 0,30 sampai 0,70 adalah : soal sedang
c. P antara 0,70 sampai 1,00 adalah : soal mudah
38
4. Daya pembeda
Penghitungan daya pembeda setiap butir soal menggunakan rumus
berikut.
D =
Keterangan:
D = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu benar
BB
= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu
benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria daya pembeda:
D = 0,00 – 0,20 : jelek
D = 0,20 – 0,40 : cukup
D = 0,40 – 0,70 : baik
D = 0,70 – 1,00 : baik sekali
H. Teknik analisis data
Sebelum menentukan teknik analisis yang akan digunakan, terlebih
dahulu memeriksa keabsahan sampel yaitu dengan uji normalitas dan uji
homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis.
Pengelolaan dan analisis data menggunakan uji statistik dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut.
a. Uji Prasyarat
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data adalah
sebagai berikut.
39
1. Menentukan distribusi frekuensi
kuensi dari data nilai pretest dan
postes
i dari skor terendah sampai skor tertinggi.
tinggi
3) g interval kelas dengan rumus sebagai berikut:
Menentukan distribusi fre
t dari kelompok eksperimen dan kontrol dengan langkah-
langkah sebagai berikut3.
1) Mengurutkan data nila
2) Mengurutkan rentang data (range) dengan rumus sebagai berikut.
R = H – L + 1
Keterangan:
R = Range
H = skor ter
L = skor terendah
Menentukan panjan
P = , dimana R adalah total range dan i adalah interval kelas
4)
ng, dengan rumus:
Membuat tabel distribusi frekuensi
5) Menentukan mean atau rata-rata hitu
Mx = ∑∑
Ketera ang n:
ata-rata hitung
rkalian antara midpoint dari masing-
mas
n juga N
6) Me dus dicari dengan
Mx = mean / r
∑ = jumlah dari hasil pe
ing interval dengan frekuensinya
∑ = jumlah frekuensi, bisa digunaka
nentukan modus atau data terbanyak. Mo4rumus sebagai berikut .
Mo = b + p 1 1 2
Keterangan:
Mo = Modus
odus
b = batas bawah kelas m
p = panjang kelas
3 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal 37‐58 4 Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 1996), edisi 6, hal 77
40
b1 = frekuensi kelas modus dik urangi frekuensi kelas interval
las yang lebih kecil sebelum tanda kelas
b2
tanda kelas yang lebih besar sebelum tanda kelas
7) Menen
Me = b
dengan tanda ke
modus.
= frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval
dengan
modus.
tukan median dengan rumus.
+ p 12
Keterangan:
ian
s bawah kelas median
ase
rekuensi dengan tanda kelas lebih kecil
edian
2. Me tuka
Gain adalah selisih antara nilai postest dan pretest, gain
pemahaman atau penguasaan konsep siswa
setelah
Me = med
b = bata
n = number of c
p = panjang kelas
F = jumlah semua f
dari tanda kelas m
f = frekuensi kelas median
nen n Normal Gain
menunjukkan peningkatan
pembelajaran berlangsung. Sedangkan normal gain dicari
dengan menggunakan rumus5.
N Gain = Postest PretestSkor ideal Pretest
Terdapat tiga kategorisasi perolehan skor gain ternormalisasi, yaitu.
: nilai G ≥ 0,70
g
g-tinggi
g-sedang : nilai 0,30 ≤ G < 0,30
-rendah : nilai G < 0,30
5 David E. Meltzer, “The Realitionship Betweem Mathemathics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physic:A Possible “Hidden Variable” in Diagnotic Pretest Scores”, dari http://physics.ia.state.edu/per/docs/addendum_on_normalized_gain.pdf.
41
3.
ilakukan untuk mengetahui apakah sampel
ng berdistribusi normal atau tidak.
yang digunakan adalah uji Liliefors.6 Dengan langkah-
langka
l tidak berasal dari populasi berdistribusi
2)
3)
Uji Normalitas
Uji normalitas data d
yang diteliti berasal dari populasi ya
Uji kenormalan
h sebagai berikut.
1) Merumuskan Hipotesis
Ho : data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
Ha : data sampe
normal
Urutkan data sampel dari kecil ke besar
Tentukan nilai Z dari tiap-tiap data, dengan rumus Z =
gan: Keteran
pangan baku data tunggal
4) uk masing-masing nilai Z berdasarkan
tabel Z sebut dengan F (Z) dengan aturan.
l
g besar dan bandingkan
dengan mengacu kepada
xi = data tunggal
x = rata-rata data tunggal
S = sim
Tentukan besar peluang unt
Jika Z > 0, maka F (Z) = 0,5 + nilai tabe
Jika Z < 0, maka F (Z) = 1 – (0,5 + nilai tabel)
5) Tentukan nilai Lo dengan rumus yang palin
dengan nilai Lt dari tabel Lilliefors, yaitu
nilai kritis sebagai berikut.
Ltabel = 0,886√
Keterangan:
0,0886 = nilai kritis L untuk uji Lilliefors dengan N > 30
6) ia pengujiannya adalah sebagai berikut.
t
N = Number of case
Adapun kriter
Tolak Ho, jika Lo ≥ Lt
Terima Ho, jika Lo ≥ L
6 Supardi dan Darwyan Syah, Pengantar Satistik Pendidikan, (Jakarta: Diadit Media, 2009), hal 83
42
4. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara
dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas dilakukan dengan melihat
ogenan populasi. Uji homogenitas dengan
mengg
keadaan kehom
unakan uji fisher dengan rumus.
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛== 2
2
aan uji F tersebut dijelaskan
sebagai berikut ini.
V1 = varians besar
iasi standar data varians besar
data varians kecil
teria pengu
jika Fhitung lak (data memiliki
varians homogen).
Ha ditolak (data tidak
igunakan untuk mengetahui adanya
pengaruh pembelajaran melalui pendekatan CTL terhadap hasil belajar
lisis dalam penelitian ini menggunakan rumus “t” test.7
21
2
1
SS
VV
F
Maksud dari setiap simbol pada persam
V2 = varians kecil
S1 = dev
S2 = deviasi standar
Kri jian uji F adalah sebagai berikut.
1) < Ftabel, maka Ha diterima dan Ho dito
2) jika Fhitung > Ftabel,, maka Hoditerima dan
memiliki vaians homogen)
b. Uji Analisis
Uji analisis (hipotesis) d
siswa. Uji ana
t =
dimana S =
7 Op. Cit. Sudjana, hal 275
43
1
keterangan:
= elajar kelas eksp rata-rata hasil b erimen
2 = rata-rata hasil belajar kelas kontrol
1 = jumalah siswa kelas eksperimen
= jumlah siswa kelas kontrol
1 erimen
22 = variabel kelas kontrol
Adapun kriteria pengujian untuk uji
Ho
H
U elajaran CTL yang digunakan efektif atau
tidak dalam penelitian ini maka digunakan tafsiran presentase efektivitas
8
Tafsiran
2
2 = variabel kelas eksp
t ini adalah sebagai berikut.
diterima jika thitung < ttabel
o ditolak jika thitung > ttabel
ntuk mengetahui apakah pemb
untuk rata-rata N-Gain yaitu.
Tabel 3.4 Persentase N-Gain
Persentase
< 40%
40% - 55%
56% - 75%
Tidak efektif
Kurang efektif
76% - 10
Cukup efektif
ektif 0% ef
I. Teknik Analisis Data Hasil Observasi
Data hasil observasi akan dianalisis secar kriptif. Hal ini
dimaksudkan dapatkan gambaran g pelaksanaan
pembelajaran di kelas selama diberi perlakukan berupa pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) pada masing-masing kelompok.
a kualitatif des
untuk men umum tentan
8 Suharsimi Arikunto, Managemen Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hal 142
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Pada subbab deskripsi data ini dijelaskan gambaran umum dari data
yang telah diperoleh. Data-data yang dideskripsikan di sini adalah data hasil
pretest dan posttest dari kedua kelas. Gambaran tentang data-data ini meliputi
nilai rata-rata, median, modus, dan nilai deviasi standar.
1. Hasil Pretest
a. Kelas VIII A
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian mengenai tes hasil
belajar yang diperoleh pada pretest oleh kelas eksperimen, dari 30
siswa yang dijadikan sampel diperoleh nilai tertinggi 60 dan nilai
terendah 30. Hasil yang diperoleh pada pretest oleh siswa kelas VIII A
sebagai kelas eksperimen dari penelitian ini disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi berikut ini.
Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelas VIII A
Kelas Frekuensi Frekuensi Relatif
30 - 35 4 13.33 %
36 - 41 6 20.00 %
42 - 47 4 13.33 %
48 - 53 9 30.00 %
54 - 59 3 10.00 %
60 - 65 4 13.33 %
Jumlah (∑) 30 100 %
Perhitungan-perhitungan untuk menentukan tabel distribusi
frekuensi tersebut terdapat pada Lampiran 4. Berdasarkan tabel
distribusi frekuensi tersebut terlihat bahwa skor pretest yang paling
banyak diperoleh siswa kelas eksperimen terletak pada interval 48 –
53 dengan frekuensi relatif 30,00%. Berdasarkan tabel frekuensi diatas
41
dapat dibuat sebuah diagram batang yang disajikan pada Gambar 4.1
berikut ini.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
30-35 36-41 42-47 48-53 54-59 60-65
Frek
uens
i
Kelas
Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Pretest Kelas VIII A
Berdasarkan perhitungan-perhitungan statistik, maka didapat
beberapa nilai pemusatan dan penyebaran data dari nilai pretest
tersebut yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest
Kelas VIII A
No Pemusatan dan Penyebaran Data Nilai
1 Rata-rata (Mean, X ) 47,10
2 Median (Median, Me) 53,61
3 Modus (Mode, Mo) 50,20
4 Deviasi Standar (Standar Deviation, S) 9,45
b. Kelas VIII B
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian mengenai tes hasil
belajar yang diperoleh pada pretest oleh kelas kontrol, dari 30 siswa
yang dijadikan sampel diperoleh nilai tertinggi 55 dan nilai terendah
20. Hasil yang diperoleh pada pretest oleh siswa kelas VIII B sebagai
kelas kontrol dari penelitian ini disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi berikut ini.
42
Tabel 4.3 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil pretest Kelas VIII B
Kelas Frekuensi Frekuensi Relatif 20 - 25 6 20.00 % 26 - 31 9 30.00 % 32 - 37 7 23.33 % 38 - 43 4 13.33 % 44 - 49 2 6.67 % 50 - 55 2 6.67 % Jumlah (∑) 30 100 %
Perhitungan-perhitungan untuk menentukan tabel distribusi
frekuensi tersebut terdapat pada Lampiran 5. Berdasarkan tabel
distribusi frekuensi tersebut terlihat bahwa skor yang paling banyak
diperoleh siswa kelas kontrol terletak pada interval 26 – 31 dengan
frekuensi relatif 30.00%. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi
tersebut dapat dibuat sebuah diagram batang yang disajikan pada
Gambar 4.2 berikut ini.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
20-25 26-31 32-37 38-43 44-49 50-55
Frek
uens
i
Kelas
Gambar 4.2 Diagram Batang Hasil pretest Kelas VIII B
Berdasarkan perhitungan-perhitungan statistik, maka didapat
beberapa nilai pemusatan dan penyebaran data dari nilai pretest
tersebut yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
43
Tabel 4.4 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest
Kelas VIII B
No Pemusatan dan Penyebaran Data Nilai
1 Rata-rata (Mean, X ) 33,10
2 Median (Median, Me) 31,50
3 Modus (Mode, Mo) 29,10
4 Deviasi Standar (Standar Deviation, S) 8,72
2. Hasil Posttest
a. Kelas VIII A
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian mengenai tes hasil
belajar yang diperoleh pada postest kelas eksperimen, dari 30 siswa
yang dijadikan sampel diperoleh nilai tertinggi 85 dan nilai terendah
40. Hasil yang diperoleh pada posttest oleh siswa kelas VIII A
sebagai kelas eksperimen dari penelitian ini disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi berikut ini.
Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelas VIII A
Kelas Frekuensi Frekuensi Relatif
40 - 47 3 10.00 % 48 - 55 9 30.00 % 56 - 63 4 13.33 % 64 - 71 5 16.67 % 72 - 79 7 23.33 % 80 - 87 2 6.67 % Jumlah (∑) 30 100 %
Perhitungan-perhitungan untuk menentukan tabel distribusi
frekuensi tersebut terdapat pada Lampiran 6. Berdasarkan tabel
distribusi frekuensi tersebut terlihat bahwa skor yang paling banyak
diperoleh siswa kelas eksperimen terletak pada interval 48 – 55 yaitu
sebanyak 30,00%. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut
44
dapat dibuat sebuah diagram batang yang disajikan pada Gambar 4.3
berikut ini.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
40 - 47 48 - 55 56 - 63 64 - 71 72 - 79 80 - 87
Frek
uens
i
Kelas
Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil posttest Kelas VIII A
Berdasarkan perhitungan-perhitungan statistik, maka didapat
beberapa nilai pemusatan dan penyebaran data dari nilai posttest
tersebut yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.6 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest
Kelas VIII A
No Pemusatan dan Penyebaran Data Nilai
1 Rata-rata (Mean, X ) 62,17
2 Median (Median, Me) 58,14
3 Modus (Mode, Mo) 51,82
4 Deviasi Standar (Standar Deviation, S) 12,31
b. Kelas VIII B
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian tes hasil belajar
yang diperoleh pada postest oleh kelas kontrol, dari 30 siswa yang
dijadikan sampel diperoleh nilai tertinggi 75 dan nilai terendah 30.
Hasil yang diperoleh pada posttest oleh siswa kelas VIII B sebagai
45
kelas kontrol dari penelitian ini disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi berikut ini.
Tabel 4.7 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelas VIII B
Kelas Frekuensi Frekuensi Relatif
30 - 37 3 10.00 % 38 - 45 6 20.00 % 46 - 53 5 16.67 % 54 - 61 10 33.33 % 62 - 69 4 13.33 % 70 - 77 2 6.67 % Jumlah (∑) 30 100
Perhitungan-perhitungan untuk menentukan tabel distribusi
frekuensi tersebut terdapat pada Lampiran 7. Berdasarkan tabel
distribusi frekuensi tersebut terlihat bahwa skor yang paling banyak
diperoleh siswa kelas eksperimen terletak pada interval 54 – 61 yaitu
sebanyak 33,33%. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut
dapat dibuat sebuah diagram batang yang disajikan pada Gambar 4.4
berikut ini.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
30-37 38-45 46-53 54-61 62-69 70-77
Frek
uens
i
Kelas
Gambar 4.4 Diagram Batang Hasil posttest Kelas VIII B
46
Berdasarkan perhitungan-perhitungan statistik, maka didapat
beberapa nilai pemusatan dan penyebaran data dari nilai posttest
tersebut yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.8 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest
Kelas VIII B
No Pemusatan dan Penyebaran Data Nilai
1 Rata-rata (Mean, X ) 57,70
2 Median (Median, Me) 54,30
3 Modus (Mode, Mo) 57,10
4 Deviasi Standar (Standar Deviation, S) 11,24
3. Rekapitulasi
Berikut ini adalah tabel rekapitulasi data yang diperoleh selama
penelitian.
Tabel 4.15 Rekapitulasi Data Hasil Penelitian
Data Kelas VIII A
(Eksperimen)
Kelas VIII B
(Kontrol)
Pretest
Mean 47,10 33,10
Median 53,61 31,50
Modus 50,20 29,10
Deviasi Standar 9,54 8,72
Posttest
Mean 62,17 52,70
Median 58,14 54,30
Modus 51,82 57,10
Deviasi Standar 12,31 11,24
47
B. Analisis Data
Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yang
dianalisis adalah perbedaan hasil belajar. Oleh karena itu, yang dianalisis
untuk keperluan pengujian hipotesis hanya nilai posttest yang diperoleh oleh
kedua kelas. Berikut ini adalah analisis data yang meliputi uji prasyarat
analisis statistik dan uji hipotesisnya.
1. Uji Prasyarat Analisis Statistik
a. Uji Normalitas
Pengujian uji normalitas dilakukan terhadap dua buah data yaitu
data nilai posttest Kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan data
nilai posttest Kelas kontrol sebagai kelas kontrol. Untuk menguji
normalitas kedua data digunakan rumus Uji Kai Kuadrat (chi square
test). Perhitungan uji normalitas ini disajikan pada Lampiran 8.
Berikut ini adalah hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut.
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kai Kuadrat
No Data Nilai
X2hitung
Nilai
X2tabel
Keputusan
1 Nilai Posttest Kelas
VIII A (Eksperimen)
6,5988 11,34 Data berdistribusi
normal
2 Nilai Posttest Kelas
VIII B (Kontrol)
2,7704 11,34 Data berdistribusi
normal
Nilai X2tabel diambil berdasarkan nilai pada tabel konsultasi kai
kuadrat pada taraf signifikansi 5%. Kolom keputusan dibuat
didasarkan pada ketentuan pengujian hipotesis normalitas yaitu jika
X2hitung ≤ X2
tabel maka dinyatakan data berdistribusi normal. Sebaliknya
jika X2hitung > X2
tabel maka data dinyatakan tidak berdistribusi normal.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada nilai X2hitung kedua data lebih
kecil dari nilai X2tabel sehingga dinyatakan bahwa kedua data
berdistribusi normal.
48
b. Uji Homogenitas
Sama halnya yang dilakukan pada uji normalitas, uji
homogenitas juga diperlukan sebagai uji prasarat analisis statistik
terhadap kedua data nilai posttest. Pengujian homogenitas terhadap
kedua data menggunakan Uji F yang disajikan pada Lampiran 9.
Berikut ini adalah hasilnya.
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas
No Data Nilai
Varians
Nilai
Fhitung
Nilai
Ftabel Keputusan
1 Nilai Posttest
Kelas VIII A
(Eksperimen)
151,5361
1,1990 1,885 Kedua data
homogen 2 Nilai Posttest
Kelas VIII B
(Kontrol)
126,3376
Sama halnya dengan penentuan keputusan pada uji normalitas,
pada uji homogenitas juga didasarkan pada ketentuan pengujian
hipotesis homogenitas yaitu jika nilai Fhitung ≤ Ftabel maka dinyatakan
bahwa kedua data memiliki varians yang homogen, sebaliknya jika
nilai Fhitung > Ftabel maka dinyatakan bahwa kedua data tidak memiliki
varians yang homogen. Tampak bahwa hasil perhitungan tersebut nilai
Fhitung < Ftabel sehingga dinyatakan bahwa kedua data memiliki varians
yang homogen.
49
2. Uji Hipotesis
Berdasarkan uji prasyarat analisis statistik, diperoleh bahwa kedua
data berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, pengujian
hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Uji t. Untuk
menentukan nilai thitung digunakan rumus berikut ini.
Perhitungan untuk menentukan nilai thitung disajikan pada Lampiran
10. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh bahwa nilai thitung adalah
3,130. Nilai ttabel pada taraf signifikansi 1% adalah 2,684 sedangkan pada
taraf signifikansi 5% adalah 2,012.
Berdasarkan perolehan nilai tersebut, tampak bahwa nilai thitung > ttabel
baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5%. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa yang menggunakan
pendekatan CTL lebih baik dari pada yang menggunakan pendekatan
konvesional.
21
21
11nn
dsg
XXt+
−=
3. Analisis Data Hasil Observasi
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan observasi
untuk mengetahui tingkat ketercapaian proses pembelajaran. Oleh karena
itu, semua indikator yang diobservasi dalam penelitian ini dikembangkan
dari setiap tahap pembelajaran yang memiliki lima tahap pembelajaran.
Berdasarkan lima tahap pembelajaran ini dikembangkanlah menjadi
masing-masing 17 indikator yang akan diobservasi.
Pengembangan indikator ini terdapat pada Lampiran 2 sedangkan
data hasil observasinya terdapat pada Lampiran 11. Pengembangan
indikator dari setiap pembelajaran tidak selalu sama jumlahnya, melainkan
bergantung pada proporsi tahap pembelajaran tersebut terhadap
keseluruhan proses pembelajaran. Sebagai contoh, Tahap I dikembangkan
menjadi tiga indikator sedangkan Tahap II-nya hanya dikembangkan
50
menjadi dua indikator. Berikut ini adalah ringkasan data hasil obervasi
tersebut.
Tabel 4.18 Data Hasil Observasi
No Tahap Pembelajaran
Jumlah
Indikator
yang
Tercapai
Jumlah
Indikator
yang Tidak
Tercapai
CTL
1 Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa 11 1
2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan
keterampilan 15 1
3 Membimbing pelatihan 12 4
4 Memeriksa pemahaman siswa dan
memberikan umpan balik 9 7
5 Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk latihan lanjutan dan penerapan 0 8
Jumlah 47
(69,12%)
21
(30,88%)
Jika disajikan dalam setiap pertemuan, maka data hasil observasi
tentang ketercapaian proses pembelajaran berdasarkan ketercapaian setiap
indikatornya ditampilkan pada Tabel 4.19 berikut ini. Nilai persentase
diperoleh dari perbandingan jumlah indikator yang tercapai dengan jumlah
indikator seluruhnya.
Tabel 4.19 Ketercapaian Proses Pembelajaran pada Setiap Pertemuan
Model
Pembelajaran
Jumlah Indikator yang tercapai pada
Pertemuan Ke- Jumlah
2 3 4 5
CTL 11 12 12 12 47
64,71 % 70,59 % 70,59 % 70,59 % 69,12 %
51
C. Interpretasi Data
1. Hasil Pretest
Perolehan nilai pretest pada kedua kelas, walaupun terdapat
perbedaan, namun tidak terlalu besar. Dalam hal ini, Kelas VIII A sebagai
eksperimen pada penelitian ini, memperoleh nilai rata-rata yang sedikit
lebih besar dari pada Kelas VIII B. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan rata-rata siswa kelas VIII A sedikit lebih tinggi dari pada
siswa kelas VIII B. Namun demikian, karena perbedaan rata-rata kedua
kelas tidak terlalu besar maka dapat disimpulkan kedua kelas memiliki
keragaman kemampuan yang homogen. Hal ini diperkuat dengan hasil uji
statistik untuk mengetahui perbedaan nilai pretest kedua kelas. Uji statistik
perbandingan tersebut terdapat pada Lampiran 12 dan hasilnya adalah
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest Kelas
VIII A dan Kelas VIII B. Dengan demikian, pengambilan kedua kelas ini
sebagai sampel penelitian adalah layak.
Sebaliknya, nilai deviasi standar yang diperoleh kelas VIII A lebih
besar dari pada Kelas VIII B. Hal ini menunjukkan bahwa di kelas VIII B,
keragaman kemampuan siswa-siswanya lebih merata dari pada siswa kelas
VIII A.
2. Hasil Posttest
Pada hasil perolehan posttest Kelas VIII A sebagai kelas eksperimen
mencapai rata-rata yang lebih tinggi dari pada rata-rata Kelas VIII B
sebagai kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil
belajar siswa Kelas VIII A setelah diberikan perlakuan berupa penerapan
pembelajaran melalui pendekatan CTL lebih tinggi dari pada peningkatan
hasil belajar siswa Kelas VIII B yang diberi perlakuan berupa penerapan
pembelajaran konvensional.
Hasil perolehan posttest pada kelas eksperimen mencapai rata-rata
yang lebih tinggi dari pada rata-rata kelas kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen setelah diberikan
52
perlakuan berupa penerapan pembelajaran melalui pendekatan CTL lebih
tinggi dari pada peningkatan hasil belajar siswa kelas kontrol yang diberi
perlakuan berupa penerapan model konvensional.
Ternyata perolehan nilai rata-rata yang lebih tinggi oleh kelas
eksperimen diikuti dengan peningkatan nilai deviasi standar. Sehingga nilai
deviasi standarnya justru lebih besar dari pada nilai standar deviasi kontrol.
Fakta ini menunjukkan bahwa keragaman kemampuan siswa kelas
eksperimen setelah diberikan perlakuan berupa pendekatan CTL lebih tidak
merata dari pada kelas kontrol setelah diberi perlakuan berupa penerapan
konvensional. Berbeda dengan itu, kelas kontrol walaupun keragaman
kemampuannya lebih merata dari pada kelas eksperimen setelah diberikan
perlakuan, namun peningkatan kemampuannya lebih kecil dari pada kelas
eksperimen.
Walaupun pembelajaran pada kelas eksperimen tersebut belum bisa
dikatakan berhasil dengan sangat baik, karena capaian hasil belajarnya
masih relatif rendah, namun proses pembelajaran di kelas eksperimen sudah
lebih baik. Pernyataan ini diperkuat dengan data hasil observasi yang
menyatakan bahwa persentase ketercapaian proses pembelajaran kelas
eksperimen yang mencapai 69,12%.
3. Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi, pelaksanaan pembelajaran di kelas yang
menggunakan pendekatan CTL berlangsung baik, hal tersebut dapat dilihat
dari persentase pencapaian indikator pada setiap pertemuan. Pencapaian
indikator pada pertemuan kedua yaitu sebesar 64,71%. Banyaknya
indikator yang tercapai pada pertemuan kedua yaitu sebanyak 11 indikator
dan indikator yang tidak tercapai sebanyak 6. Pada pertemuan pertama ini
dapat dikatakan pembelajaran yang telah dilakukan berlangsung baik
karena pencapaian indikator mencapai 64,71%.
Pada pertemuan ketiga, persentase pencapaian yaitu sebesar 70,59%.
Pada pertemuan ini mengalami peningkatan sekitar 5,88% dari pertemuan
53
sebelumnya. Banyaknya indikator yang tercapai pada pertemuan ketiga
yaitu sebanyak 12 indikator, indikator yang tidak tercapai sebanyak 5.
Pada pertemuan kedua ini dapat dikatakan pembelajaran yang telah
dilakukan berlangsung baik karena pencapaian indikator mencapai
70,59%.
Pada pertemuan keempat, persentase pencapaian yaitu sebesar
70,59%. Pada pertemuan ini tidak mengalami kenaikan dan tidak
mengalami penurunan tetapi sama dengan pertemuan sebelumnya.
Banyaknya indikator yang tercapai pada pertemuan keempat yaitu
sebanyak 12 indikator dan indikator yang tidak tercapai sebanyak 5
indikator. Pada pertemuan keempat ini dapat dikatakan pembelajaran yang
telah dilakukan berlangsung baik karena pencapaian indikator mencapai
70,59%.
Pada pertemuan kelima, persentase pencapaian yaitu sebesar 70,59%. Pada
pertemuan ini tidak mengalami kenaikan dan tidak mengalami penurunan
tetapi sama dengan pertemuan sebelumnya. Banyaknya indikator yang
tercapai pada pertemuan keempat yaitu sebanyak 12 indikator dan
indikator yang tidak tercapai sebanyak 5 indikator. Pada pertemuan
keempat ini dapat dikatakan pembelajaran yang telah dilakukan
berlangsung baik karena pencapaian indikator mencapai 70,59%.
Dari kelima pertemuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pencapaian
indikator berlangsung stabil dan ada penignkatan meskipun tidak pada
beberapa pertemuan terakhir. Hal itu dapat terlihat dari persentase
ketercapaian indikator dari angka 64,71% pada pertemuan kedua
meningkat menjadi 70,59% pada pertemuan ketiga, keempat dan kelima.
4. Hasil Uji Hipotesis
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara hasil belajar melalui pendekatan CTL. Artinya, terdapat
pengaruh pembelajaran melalui pendekatan CTL terhadap hasil belajar
siswa.
54
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan tes tertulis di awal pembelajaran, yang selanjutnya dilakukan uji
kesamaan dua rata-rata pretest diketahui bahwa hasil belajar siswa kedua kelas
penelitian pada materi pokok Getaran dan Gelombang menunjukan bahwa
tidak adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa siswa
pada kedua kelompok penelitian memiliki pengetahuan yang sama tentang
materi pokok Getaran dan Gelombang.
Penggunaan pendekatan CTL dalam pembelajaran pada kelas eksperimen dan
konvensional pada kelas kontrol telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa
khususnya fisika pada materi pokok Getaran dan Gelombang. Akan tetapi
penggunaan pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik
jika dibandingkan dengan yang menggunakan konvensional. Hal ini
dibuktikan dari hasil nilai rata-rata posttest yang lebih tinggi pada kelas
eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol dan hasil uji hipotesis dengan
menggunakan uji-t diperoleh thitung > ttabel pada taraf signifikansi 5%, hal ini
menunjukan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran melalui pendekatan CTL
terhadap hasil belajar siswa.
Temuan yang diperoleh selama penelitian adalah bahwa hasil belajar siswa
pada kelas eksperimen dinyatakan kurang berhasil, walaupun hasil uji
hipotesis menunjukan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran melalui
pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa. Setidaknya indikasi yang
menunjukkan hal ini adalah rata-rata nilai posttest yang tidak terlalu tinggi
yaitu sekitar 61,83. CTL dianggap sebagai pendekatan pembelajaran yang
memiliki keunggulan tertentu dan juga memiliki kelemahan. Hal ini yang
diduga menjadi salah satu penyebab bahwa hasil belajar siswa kurang berhasil,
diantaranya keterbatasan waktu sehingga pembelajaran kurang mksimal,
karakter siswa yang cenderung terbiasa dengan penggunaan model
pembelajaran yang sederhana, karakter siswa di sekolah yang dijadikan tempat
penelitian ini cenderung masih merasa lebih nyaman dengan metode
pembelajaran yang sederhana yang dekat dengan pengajaran konvensional
berupa ceramah dan sebagainya. Sedangkan CTL sendiri menuntut siswa
55
untuk lebih melibatkan dirinya dan lebih aktif dalam pembelajaran. Oleh
karena itu, sebaiknya sebelum diberikan perlakuan, pada kelas yang akan
menerapkan CTL, dibiasakan menggunakan CTL selama beberapa waktu
sebelum dilakukan penelitian sampai mereka terbiasa dengan karakter
pendekatan ini (CTL).
Perlunya pembiasaan ini dapat dianalogikan dengan hukum latihan (The Law
of Exercise) yang dikemukkaan oleh Edward Lee Thorndike, salah satu konsep
yang mendasari teori belajar behaviorisme. Menurutnya, semakin sering
sebuah tingkah laku diulang, dilatih, atau digunakan, maka asosiasi-asosiasi
yang mendasari tingkah laku tersebut semakin kuat. Sebaliknya, jika semakin
jarang digunakan, maka asosiasi tersebut semakin lemah. Berdasarkan analogi
ini, maka dapat dikatakan jika sebuah model pembelajaran baru terus
dibiasakan maka siswa juga pada akhirnya terbiasa dan merasa nyaman
dengan model tersebut.1 Karena pembiasaan ini akan memperkuat asosiasi-
asosiasi yang mendasari perilaku siswa untuk mengikuti proses pembelajaran
dari model yang baru tersebut dengan cara memberikan respons yang sesuai
dengan yang diharapkan.
Pada penerapan pembelajaran melalui pendekatan CTL, meskipun guru tidak
berperan secara maksimal, namun guru tetap mengontrol kinerja siswa. Pada
pertemuan pertama aktivitas belajar siswa yang diajar dengan melalui
pendekatan CTL masih belum tercapai dengan optimal, mungkin karena
mereka merasa belum terbiasa dengan pendekatan belajar yang baru mereka
hadapi. Dalam diskusi kelompok masih banyak siswa yang sibuk mengobrol,
bercanda, mengganggu kelompok yang lainnya dan tidak serius dalam
mengikuti prosedur yang dicantumkan dalam lembar kerja siswa (LKS). Pada
saat disuruh mempersentasikan hasil temuannya didepan kelas mereka masih
saling mengandalkan, dan siswa yang bertanya maupun yang menanggapi
hasil kelompok lain masih sedikit dan terbatas hanya pada siswa yang
memiliki kemampuan lebih dan memiliki keberanian. Hal ini disebabkan oleh
1 Artikel diakses pada tanggal 2 Desember dari http://wangmuba.com/2009/02/21/teori-
psikologi-belajar-dan-aplikasinya-dalam-pendidikan/
56
kebiasaan siswa sebelumnya, yaitu siswa lebih sering mendengarkan
penjelasan dan hanya mencatat informasi yang disampaikan oleh guru tanpa
mereka mencoba menggali dan mencari informasi sendiri.
Pada pertemuan selanjutnya, selama proses pembelajaran siswa terlihat lebih
serius dalam mengikuti pembelajaran, mereka melaksanakan penyelidikan
dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ada, selain itu juga mereka
sangat antusias dan bersemangat dalam menyampaikan ide dan gagasannya,
mereka juga aktif dan serius dalam mencari data-data atau informasi untuk
membuktikan hipotesis, antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya
berinteraksi dengan baik. Hal ini bisa dilihat dalam lembar hasil observasi
yang menunjukan peningkatan persentase pencapaian pembelajaran dari mulai
pertemuan kedua yang masih rendah hingga pertemuan selanjutnya yang mulai
meningkat hingga pertemuan terakhir.
Metode pembelajaran melalui pendekatan CTL merupakan pembelajaran yang
berlandaskan pada teori belajar kontruktivisme, yang pada prinsipnya siswa
akan membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungan sekitarnya. Pendekatan CTL merupakan suatu inovasi
pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami
makna teori secara mendalam melalui pengalaman nyata. Dalam pendekatan
CTL, siswa dihadapkan pada satu persoalan atau mencari jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses belajar mengajar. Dalam
pokok bahasan Getaran dan Gelombang itu dibagi menjadi 4 kali pertemuan.
Awalnya guru memberikan sebuah konsep permasalahan yang nantinya akan
ditemukan penyelesaiannya oleh siswa melalui pendekatan pembelajaran
tersebut, setiap kelompok merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis,
mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan.
Perlu diperhatikan juga bahwa pendekatan CTL mempunyai beberapa
indikator keberhasilan, diantaranya adalah mengembangkan kemampuan siswa
melihat perkiraan, proses berpikir dalam memecahkan masalah sebuah
permasalahan, mengemukakan pendapat, melontarkan pertanyaan,
memberikan kesempatan kepada anggota lainnya untuk beragumen, dan
57
kerjasama siswa dalam proses belajar. Jika peneliti melihat bahwa siswa telah
memenuhi indikator tersebut, dengan demikian dapat dikategorikan metode
pembelajaran tersebut berhasil diterapkan.
Dari data yang telah dipaparkan pada deskripsi data, dapat dilihat bahwa hasil
belajar siswa yang diajarkan dengan pendekatan CTL lebih tinggi daripada
siswa yang diajarkan dengan metode konvensional. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, hal ini disebabkan karena siswa yang diajar dengan pendekatan
CTL mempunyai kesempatan lebih aktif dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Pendekatan CTL juga melatih siswa untuk memadukan antara
konsep yang telah diperoleh dari penjelasan guru dikelas dengan konsep yang
didapat oleh mereka sendiri di kehidupan nyata, baik dari buku-buku maupun
internet. Dalam hal ini siswa juga diajarkan untuk dapat bekerja sama secara
berkelompok untuk dapat memecahkan masalah dan membuat alternative
untuk mengatasi permasalahan atau topik yang sedang dikaji.
Berdasarkan hasil pengamatan langsung yang didukung dengan lembar
observasi, menunjukkan komponen-komponen pendekatan CTL pada pokok
bahasan sebagai berikut:
1. Konstruktivisme
Data hasil pengamatan mengenai penerapan model konstruktivisme di
kelas menunjukkan bahwa siswa masih kurang mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri sehingga guru harus mengarahkan siswa
dengan berbagai pertanyaan.
2. Bertanya
Selama penelitian berlangsung dapat diamati bahwa bertanya tidak hanya
terjadi antara guru dengan siswa, tetapi juga terjadi antara siswa dengan
siswa pada pelaksanaan praktikum dan diskusi. Pertanyaan yang diajukan
guru bukan hanya untuk mengajak siswa terlibat dalam proses
pembelajaran tetapi juga digunakan siswa dalam menemukan konsep
materi pelajaran.
58
3. Menemukan
Kualitas menemukan cendrung baik. Artinya sebagian siswa mampu
menemukan konsep materi pelajaran dengan bantuan media.
4. Masyarakat belajar
Data hasil pengamatan komponen masyarakat belajar menunjukkan bahwa
kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompoknya untuk memecahkan
masalah cukup bagus. Secara bergantian siswa melaksanakan tugas
masing-masing seperti mengambil alat dan bahan, mengamati perubahan
yang terjadi, mencatat hasil pengamatan serta memecahkan persoalan
dalam LKS. Siswa yang terpilih mengkomunikasikan hasil kerja kelompok
berusaha semaksimal mungkin untuk mempresentasikan dengan sebaik-
baiknya.
5. Pemodelan
Kualitas penerapan pemodelan, cendrung baik. Artinya guru bukan satu-
satunya model dalam pembelajaran tetapi dengan bantuan media serta
siswa dapat dijadikan model dalam mendemonstrasikan keterampilan.
6. Refleksi
Hasil observasi terhadap komponen refleksi sebagian besar siswa belum
menarik kesimpulan dan menelaah terhadap materi yang telah dipelajari.
Agar pemahaman siswa seragam maka diakhir pembelajaran guru
mengarahkan siswa untuk memantapkan pemahaman mereka tentang
materi yang dipelajari.
7. Penilaian autentik
Kualitas komponen penilaian sebenarnya cukup baik. Guru sudah
melaksanakan penilaian sebenarnya untuk melihat kemajuan belajar siswa.
Senada dengan hal itu, Elanie B. Johnson berpendapat bahwa penilaian
uatentik mengajak para siswa untuk menggunakan pengetahuan akademik
dalam konteks dunia nyata untuk tujuan bermakna.2
2 Elanie B. Johnson, Contextual Teaching and Learning (CTL), (bandung: Mizan Media Utama, 2007), h. 288
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka kesimpulan yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan terhadap hasil belajar kedua
kelas yang ditunjukkan dengan perolehan nilai posttest diperoleh kesimpulan
bahwa hasil belajar fisika siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada siswa
Kelas kontrol.
2. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa rata-
rata pemahaman konsep siswa melalui pendekatan CTL (Contextual Teaching
and Learning) pada Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang di SMP Al-
Ikhlas Cipete Jakarta Selatan lebih baik dibandingkan dengan rata-rata
pemahaman konsep siswa dengan penerapan pembelajaran konvensional.
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran melalui
pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa.
B. Saran
Berdasarkan temuan-temuan selama penelitian, penulis mengajukan
beberapa saran sebagai perbaikan di masa mendatang.
1. Salah satu yang yang menyebabkan temuan penelitian ini adalah karena jadwal
pelajaran fisika di Kelas kontrol selalu ditempatkan pada jam terakhir dan
setelah pelajaran eksakta lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya diperhatikan
pengaturan jadwal pelajaran supaya siswa tetap merasa nyaman dan tidak
bosan. Disarankan bahwa pelajaran-pelajaran eksakta jangan diberikan pada
hari yang sama dan berurutan. Hal ini akan menjadikan siswa jenuh dan bosan.
Di samping itu, hendaknya pelajaran eksakta terutama fisika tidak ditempatkan
pada jam-jam terakhir.
2. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, sebaiknya sebelum
melakukan penelitian, pada kelas yang akan menggunakan CTL dilakukan
63
pembiasaan penerapan CTL. Misalnya, dalam beberapa pertemuan sebelum
penelitian, pada kelas tersebut diterapkan CTL sehingga pada waktu penelitian
mereka sudah terbiasa dan tidak kesulitan mengikuti proses pembelajaran.
3. Supaya lebih objektif dan tepat sasaran sebaiknya melibatkan observer lain
untuk keperluan observasi. Sehingga peneliti bisa lebih terfokus pada
pemberian perlakuan tanpa harus membagi konsentrasinya untuk melakukan
observasi.
4. Perlu andanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA Agustin, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual (ESQ). Jakarta: ARGA, 2005. Anoim. ”Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual”. diakases dari
http://219.94.96.174/sainsmath2002/pedagogi%20ubahsuai/Kontekstual.pdf, agustus 2008.
Anonim. “Kaedah Pembelajaran Kontekstual”. diakses dari http://www.tutor.com.my/lada/tourism/edu-kontekstual.htm, agustus 2008.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Astri, “pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa”. (skripsi UIN Jakarta, 2009).
Baden, Maggi Savin dan Claire Howell Major. Foundation of Problem-based Learning. London: SRHE, tt.
Bandono. “Contextual Teaching and Learning”, diakses dari: http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl.php. Maret 2008.
Hamdani, Saepul. “Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Pembelajaran Matematika”, DIDAKSI Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan (Volume 3 Nomor 1, Juni 2004). Surabaya: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya, 2004.
Herlanti, Yanti. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta: Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Isjoni “Sejarah Pembelajaran Kontekstual”. berita diakses pada tanggal 14 Februari 2010 dari www.riaupos.com.
Iska, Zikri Neni. Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan. Jakarta: Kizi Brother’s, 2006.
Johnson, Elanie B. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizal Learning Center (MLC), 2009.
Joyce, Bruce, dkk. Models of Teaching (Model-model Pengajaran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Kountur, Ronny. Metode Penelitian Edisi Revisi. Jakarta: PPM, 2007. Kro’s Report, Theories of Human Learning. The Koron Exploration Department,
tt. Masidjo, ign., Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta:
Kanisius, 1995. Murtono, Tri. “Keefektifan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) Terhadap Penalaran Matematika Pada Materi Komposisi
66
67
Fungsi dan Invers Fungsi Pada Siswa Kelas XI 1A SMA Negeri Semarang Tahun Ajaran 2006/2007”. (skripsi Universitas Negeri Semarang, 2007), diakses pada tanggal 12 Februari dari http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH0134/ce1e0081.dir/doc.pdf.
Muslich, Masnur. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Pendidikan, Depdiknas Pustekinkom. Jurnal Teknodik (No. 17/IX/Teknodik, Desember 2005). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, 2005.
Pendidikan, Pustekinkom Depdiknas. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (vol. 15 No. 2, maret 2009). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, 2009.
Phillips, Jr., John L. The Origins of Intellect: Piaget’s Theory. San Francisco: W.H. Freeman and Company, 1969.
Rahmawati, Lina. “Efektivitas pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep pengelolaan lingkungan terintegrasi nilai”. (Skripsi UIN Jakarta. 2009).
Research Council, National. Inquiri and The National Science Education Standards: A Guided for Teaching and Learning, (Washington DC: National Academy Press, 2000).
Rianto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Madia Group, 2009.
Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan Cet.2. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2006. Santrock, John W. Educational Psychology, 2nd Edition. New York: The
McGraw Hill Companies, Inc., 2004. Scott, John L. “Implementing Contextual Teaching and Learning: Case Study of
David, a High School Technology Education Novice Teacher”, (University of Georgia, 2003), diakses pada tanggal 23 april dari: http://www.coe.uga.edu/ctl/casestudy/scott.pdf. Juli 2008.
Smith, Mark K., dkk. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka, 2009.
Sofyan, Ahmad, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Subana, M. dan Sudrajat. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Sudjiono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan Cet. Ke-10. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
68
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Supardi, dkk. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Diadit Media, 2009. Suseno, Eko. “Keefektifan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap
Pemahaman Konsep Siswa SMK Pelita Nusantara 2 Semarang Pada Pokok Bahasan Trigonometri”. (skripsi Universitas Negeri Semarang, 2007), diakses pada tanggal 12 Februari dari http://www.muhfida.com/modelpembelajaran.html.
Syah Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar Cet. I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Trianto. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik:
Konsep, Landasan Teoretis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.
Usman, M. Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Usman, Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
69 Lampiran 1A
RENCANA PELAKSANAAN PENGAJARAN
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
Nama Sekolah : SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan
Mata Pelajaran : IPA (Fisika)
Kelas/Semester : VIII/II
Tahun Ajaran : 2009-2010
Materi Pokok : Getaran dan Gelombang
A. Standar Kompetensi
Menerapkan konsep getaran dan gelombang untuk memahami keterkaitannya terhadap gejala
alam dalam kehiidupan sehari-hari
B. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan Konsep Getaran dan Gelombang serta Parameter-parameternya
C. Konsep
Getaran dan Gelombang
D. Indikator
1. Menyebutkan pengertian getaran dan peristiwa getaran dalam fisika
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi getaran
3. Menyelidiki pengaruh getaran terhadap suatu benda
4. Mengukur banyaknya getaran yang terjadi pada suatu benda
E. Tujuan Pembelajaran
Siswa memahami konsep dan dapat mengerjakan soal yang berhubungan dengan Pengertian
Getaran
F. Alokasi Waktu
10 x 45 menit (10 Jam Pelajaran)
6 pertemuan
G. Model/Pendekatan/Metode Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL)
Metode pembelajaran : bertanya, diskusi, demonstrasi, dan praktikum
70 H. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Ke-1
Pengantar pembelajaran
Pretest
Pertemuan Ke-2 No Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Pendahuluan 15 menit Memulai pembelajaran dengan
mengucapkan salam dan melakukan absensi siswa
Mengulang materi pada pertemuan sebelumnya tentang Getaran dan Gelombang secara singkat dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Misalnya dengan menanyakan “jika sebuah benda dipukul apa yang akan terjadi?”
Menjelaskan peta konsep Menjelaskan materi tentang pengertian
getaran
Menjawab salam dan absensi
Menjawab pertanyaan
guru berkaitan dengan materi sebelumnya tentang getaran
Menyimak dan mencatat Menyimak dan mencatat
2 Kembangkan pemikiran siswa tentang belajar lebih bermakna
15 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan sebagainya
Menyajikan permasalahan yang akan dijadikan bahan pengamatan selama pembelajaran
Memberikan stimulus kepada siswa dengan menanyakan jawaban sederhana dari kedua permasalahan di atas - Ketika suatu benda dipukul,
disekitar kita terasa bergetar. Apa yang menyebabkan benda tersebut bergetar?
- Apa contoh getaran yang anda ketahui dalam kehidupan sehari-hari?
Menginventarisasi jawaban yang diberikan oleh siswa
Menyimak dan mencatat Menyimak dan mencatat
Memberikan respon
terhadap stimulus yang diberikan guru dengan menjawab pertanyaan-pertanyaannya
Secara aktif terlibat dalam
diskusi itu
3 Kegiatan inkuiri 10 menit Menjelaskan apa yang terkandung dalam getaran
Mengarahkan siswa memikirkan kembali tentang gejala alam yang berhubungan dengan getaran
Berpikir apa penyebab getaran itu
Menemukan gejala alam yang pernah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
4 Kembangkan sifat ingin tahu siswa
10 menit Menjelaskan permasalahan tentang materi berupa akibat getaran terlalu keras
Bertanya seputar permasalahan tersebut
5 Ciptakan masyarakat belajar
5 menit Membimbing siswa membentuk kelompok
Memberikan LKS yang telah disiapkan
Membentuk kelompok diskusi
Bekerjasama menjawab LKS yang diberikan
6 Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
10 menit Mendemonstrasikan melalui alat peraga atau mempresentasikan melalui media tentang getaran
Memberi kesempatan kepada siswa memperagakan didepan kelas
Menyimak peragaan yang diperlihatkan guru
Beberapa siswa mencoba untuk mendemonstrasikan kepada teman-teman tentang alat yang
71
dipergakan guru sebelumnya
7 Melakukan refleksi
5 menit Mereview kembali materi yang telah disampaikan sebelumnya
Menyimak dan mendengarkan guru
8 Melakukan penilaian yang sebenarnya
10 menit Memberikan penghargaan kepada kelompok melakukan percobaan dengan benar, berupa kepuasan dan pujian
Menyimak dan mendengarkan guru
9 Penutupan 10 menit Menyimpulkan materi pembelajaran dan memberikan stimulus kepada siswa untuk mengerjakan tugas penyelidikannya
Memberikan pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi berikutnya
Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam
Menyimak dan mencatat yang diperlukan
Mencatat dan
merencanakan pengerjaan PR tersebut
Menjawab salam
I. Sumber Pembelajaran
Kangenan, Marten. Fisika Untuk SMP Kelas VIII 2B. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Ruwanto, Bambang. Asas-asas Fisika SMA Kelas VIII 2B. Jakarta: Yudhistira, 2007.
Tipler, Paul A. Fisika untuk Sains dan Teknik Alih Bahasa oleh Lea Prasetio dan Rahmad W
Adi. Jakarta: Erlangga, 1998.
J. Alat Pembelajaran
Alat presentasi berupa papan tulis dan lembar kerja siswa
K. Penilaian
Pekerjaan Rumah
72
RENCANA PELAKSANAAN PENGAJARAN
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
Nama Sekolah : SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan
Mata Pelajaran : IPA (Fisika)
Kelas/Semester : VIII/II
Tahun Ajaran : 2009-2010
Materi Pokok : Getaran dan Gelombang
A. Standar Kompetensi
Menerapkan konsep getaran dan gelombang untuk memahami keterkaitannya terhadap gejala
alam dalam kehiidupan sehari-hari
B. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan Konsep Getaran dan Gelombang serta Parameter-parameternya
C. Konsep
Getaran dan Gelombang
D. Indikator
1. Menunjukkan pengertian periode dan frekuensi getaran
2. Menjelaskan periode dan frekuensi getaran terhadap benda
3. Meramalkan periode dan frekuensi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
4. Menganalisis periode dan frekuensi getaran terhadap benda
E. Tujuan Pembelajaran
Siswa memahami konsep dan dapat mengerjakan soal yang berhubungan dengan periode dan
frekuensi getaran
F. Alokasi Waktu
10 x 45 menit (10 Jam Pelajaran)
6 pertemuan
G. Model/Pendekatan/Metode Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL)
Metode pembelajaran : bertanya, diskusi, demonstrasi, dan praktikum
73 H. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Ke-3 No Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Pendahuluan 15 menit Memulai pembelajaran dengan
mengucapkan salam dan melakukan absensi siswa
Mengulang materi pada pertemuan sebelumnya tentang Getaran secara singkat dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Misalnya dengan menanyakan “apa kalian pernah mendengar kata periode dan frekuensi, coba jelaskan?”
Memeriksa pekerjaan rumah siswa yang diberikan pada pertemuan sebelumnya
Memeriksa perkembangan penyelidikan masalah yang diberikan pada pertemuan pertama
Menjelaskan materi tentang pengertian periode dan frekuensi
Menjawab salam dan absensi
Menjawab pertanyaan
guru berkaitan dengan materi sebelumnya tentang getaran
Mengumpulkan pekerjaan rumah yang diberikan sebelumnya
Mendengarkan guru Menyimak dan mencatat
2 Kembangkan pemikiran siswa tentang belajar lebih bermakna
15 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan sebagainya
Menyajikan permasalahan yang akan dijadikan bahan pengamatan selama pembelajaran
Memberikan stimulus kepada siswa dengan menanyakan jawaban sederhana dari kedua permasalahan di atas - Apa hubungan periode dan frekuensi
getaran? - Sebutkan contoh periode dan frekuensi
dalam kehidupan sehari-hari? Menginventarisasi jawaban yang diberikan
oleh siswa
Menyimak dan mencatat Menyimak dan mencatat
Memberikan respon
terhadap stimulus yang diberikan guru dengan menjawab pertanyaan-pertanyaannya
Secara aktif terlibat
dalam diskusi itu
3 Kegiatan inkuiri
10 menit Menjelaskan bagaimana cara mengukur periode dan frekuensi
Mengarahkan siswa memikirkan kembali
tentang gejala alam yang berhubungan dengan periode dan frekuensi suatu benda
Mencari tahu cara mengukur periode dan frekuensi
Menemukan gejala alam yang pernah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
4 Kembangkan sifat ingin tahu siswa
10 menit Menjelaskan permasalahan tentang banyaknya periode dan frekuensi yang dilakukan suatu benda
Bertanya seputar permasalahan tersebut
5 Ciptakan masyarakat belajar
5 menit Membimbing siswa membentuk kelompok Memberikan LKS yang telah disiapkan
Membentuk kelompok diskusi
Bekerjasama menjawab LKS yang diberikan
6 Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
10 menit Mendemonstrasikan melalui alat peraga atau mempresentasikan melalui media tentang banyaknya periode dan frekuensi yang dilakukan benda (contoh: ayunan bandul)
Memberi kesempatan kepada siswa memperagakan didepan kelas
Menyimak peragaan yang diperlihatkan guru
Beberapa siswa mencoba untuk mendemonstrasikan kepada teman-teman tentang alat yang dipergakan guru sebelumnya
74
7 Melakukan refleksi
5 menit Mereview kembali materi yang telah disampaikan sebelumnya
Menyimak dan mendengarkan guru
8 Melakukan penilaian yang sebenarnya
10 menit Memberikan penghargaan kepada kelompok melakukan percobaan dengan benar, berupa kepuasan dan pujian
Menyimak dan mendengarkan guru
9 Penutupan 10 menit Menyimpulkan materi pembelajaran dan memberikan stimulus kepada siswa untuk mengerjakan tugas penyelidikannya
Memberikan pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi berikutnya
Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam
Menyimak dan mencatat yang diperlukan
Mencatat dan
merencanakan pengerjaan PR tersebut
Menjawab salam
I. Sumber Pembelajaran
Kangenan, Marten. Fisika Untuk SMP Kelas VIII 2B. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Ruwanto, Bambang. Asas-asas Fisika SMA Kelas VIII 2B. Jakarta: Yudhistira, 2007.
Tipler, Paul A. Fisika untuk Sains dan Teknik Alih Bahasa oleh Lea Prasetio dan Rahmad W
Adi. Jakarta: Erlangga, 1998.
J. Alat Pembelajaran
Alat presentasi berupa papan tulis dan lembar kerja siswa
K. Penilaian
Pekerjaan Rumah
75
RENCANA PELAKSANAAN PENGAJARAN
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
Nama Sekolah : SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan
Mata Pelajaran : IPA (Fisika)
Kelas/Semester : VIII/II
Tahun Ajaran : 2009-2010
Materi Pokok : Getaran dan Gelombang
A. Standar Kompetensi
Menerapkan konsep getaran dan gelombang untuk memahami keterkaitannya terhadap gejala
alam dalam kehiidupan sehari-hari
B. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan Konsep Getaran dan Gelombang serta Parameter-parameternya
C. Konsep
Getaran dan Gelombang
D. Indikator
a. Menunjukkan definisi macam-macam gelombang dalam fisika
b. Menjelaskan besaran-besaran yang dimiliki oleh gelombang
c. Menerapkan persamaan gelombang yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
d. Menganalisis pengaruh gelombang dalam kehidupan sehari-hari
E. Tujuan Pembelajaran
Siswa memahami konsep dan dapat mengerjakan soal yang berhubungan dengan Pengertian
Gelombang dan macam-macam gelombang
F. Alokasi Waktu
10 x 45 menit (10 Jam Pelajaran)
6 pertemuan
G. Model/Pendekatan/Metode Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL)
Metode pembelajaran : bertanya, diskusi, demonstrasi, dan praktikum
76 H. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Ke-4 No Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Pendahuluan 15 menit Memulai pembelajaran dengan
mengucapkan salam dan melakukan absensi siswa
Mengulang materi pada pertemuan sebelumnya tentang Getaran secara singkat dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa. Misalnya dengan menanyakan “apa yang kalian ketahui tentang gelombang, sebutkan akibat dari gelombang?”
Memeriksa pekerjaan rumah siswa yang diberikan pada pertemuan sebelumnya
Memeriksa perkembangan penyelidikan masalah yang diberikan pada pertemuan pertama
Menjelaskan materi tentang pengertian gelombang
Menjawab salam dan absensi
Menjawab pertanyaan guru
berkaitan dengan materi sebelumnya tentang getaran
Mengumpulkan pekerjaan rumah yang diberikan sebelumnya
Mendengarkan guru Menyimak dan mencatat
2 Kembangkan pemikiran siswa tentang belajar lebih bermakna
15 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan sebagainya
Menyajikan permasalahan yang akan dijadikan bahan pengamatan selama pembelajaran
Memberikan stimulus kepada siswa dengan menanyakan jawaban sederhana dari kedua permasalahan di atas - Sebutkan penyebab terjadinya
gelombang? - Sebutkan contoh gelombang dalam
kehidupan sehari-hari? Menginventarisasi jawaban yang
diberikan oleh siswa
Menyimak dan mencatat Menyimak dan mencatat
Memberikan respon
terhadap stimulus yang diberikan guru dengan menjawab pertanyaan-pertanyaannya
Secara aktif terlibat dalam
diskusi itu
3 Kegiatan inkuiri
10 menit Menjelaskan bagaimana cara mengukur yang berkecepatan tinggi
Mengarahkan siswa memikirkan kembali tentang gejala alam yang berhubungan dengan gelombang
Mencari tahu cara mengukur gelombang tersebut
Menemukan gejala alam yang pernah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
4 Kembangkan sifat ingin tahu siswa
10 menit Menjelaskan permasalahan tentang gelombang dalam kehidupan nyata
Bertanya seputar permasalahan tersebut
5 Ciptakan masyarakat belajar
5 menit Membimbing siswa membentuk kelompok
Memberikan LKS yang telah disiapkan
Membentuk kelompok diskusi
Bekerjasama menjawab LKS yang diberikan
6 Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
10 menit Mendemonstrasikan melalui alat peraga atau mempresentasikan melalui media tentang contoh gelombang sederhana yang dilakukan benda (contoh: gerak naik turun seutas tali)
Memberi kesempatan kepada siswa memperagakan didepan kelas
Menyimak peragaan yang diperlihatkan guru
Beberapa siswa mencoba untuk mendemonstrasikan kepada teman-teman tentang alat yang dipergakan guru sebelumnya
77
7 Melakukan refleksi
5 menit Mereview kembali materi yang telah disampaikan sebelumnya
Menyimak dan mendengarkan guru
8 Melakukan penilaian yang sebenarnya
10 menit Memberikan penghargaan kepada kelompok melakukan percobaan dengan benar, berupa kepuasan dan pujian
Menyimak dan mendengarkan guru
9 Penutupan 10 menit Menyimpulkan materi pembelajaran dan memberikan stimulus kepada siswa untuk mengerjakan tugas penyelidikannya
Memberikan pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi berikutnya
Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam
Menyimak dan mencatat yang diperlukan
Mencatat dan
merencanakan pengerjaan PR tersebut
Menjawab salam
Pertemuan Ke-5
Diskusi kelas dengan melakukan tanya jawab tentang materi sebelumnya yang belum dipahami
dan mencari solusi mengenai pemecahan masalah yang telah dilakukan.
Review secara keseluruhan tentang getaran dan gelombang.
Pertemuan Ke-6
Posttest.
I. Sumber Pembelajaran
Kangenan, Marten. Fisika Untuk SMP Kelas VIII 2B. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Ruwanto, Bambang. Asas-asas Fisika SMA Kelas VIII 2B. Jakarta: Yudhistira, 2007.
Tipler, Paul A. Fisika untuk Sains dan Teknik Alih Bahasa oleh Lea Prasetio dan Rahmad W
Adi. Jakarta: Erlangga, 1998.
J. Alat Pembelajaran
Alat presentasi berupa papan tulis dan lembar kerja siswa
K. Penilaian
Tes objektif posttest
78
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(KONVENSIONAL)
Nama Sekolah : SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan
Mata Pelajaran : IPA (Fisika)
Kelas/Semester : VIII/II
Tahun Ajaran : 2009-2010
Materi Pokok : Getaran dan Gelombang
A. Standar Kompetensi
Menerapkan konsep getaran dan gelombang untuk memahami keterkaitannya terhadap gejala
alam dalam kehiidupan sehari-hari
B. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan Konsep Getaran dan Gelombang serta Parameter-parameternya
C. Konsep
Getaran dan Gelombang
D. Indikator
a. Menyebutkan pengertian getaran dan peristiwa getaran dalam fisika
b. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi getaran
c. Menyelidiki pengaruh getaran terhadap suatu benda
d. Mengukur banyaknya getaran yang terjadi pada suatu benda
E. Tujuan Pembelajaran
Siswa memahami konsep dan dapat mengerjakan soal yang berhubungan dengan Pengertian
Gelombang dan macam-macam gelombang
F. Alokasi Waktu
10 x 45 menit (10 Jam Pelajaran)
6 pertemuan
G. Model/Pendekatan/Metode Pembelajaran
Konvensional
Metode pembelajaran : Ceramah, diskusi, tanya jawab.
79 H. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Ke-1
Pengantar pembelajaran
Pretest
Pertemuan Ke-2 No Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Pendahuluan 10 menit Memulai pembelajaran dengan
mengucapkan salam dan melakukan absensi siswa
Memeriksa pekerjaan rumah siswa yang diberikan pada pertemuan sebelumnya
Menjelaskan materi tentang pengertian getaran
Menjawab salam dan absensi
Menjawab pertanyaan guru
berkaitan dengan materi sebelumnya tentang getaran
Mendengarkan guru Menyimak dan mencatat
2 Inti 25 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan sebagainya
Menginventarisasi jawaban yang diberikan oleh siswa
Menjelaskan bagaimana cara mengukur getaran
Mengarahkan siswa memikirkan kembali tentang gejala alam yang berhubungan dengan getaran
Menyimak dan mencatat Menyimak dan mencatat
Mencari tahu cara
mengukur getaran tersebut Menyimak dan mencatat
yang diperlukan
3 Penutup 10 menit Memberikan pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi berikutnya
Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam
Menyimak dan mencatat yang diperlukan
Mencatat dan merencanakan pengerjaan PR tersebut
Menjawab salam
I. Sumber Pembelajaran
Kangenan, Marten. Fisika Untuk SMP Kelas VIII 2B. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Ruwanto, Bambang. Asas-asas Fisika SMA Kelas VIII 2B. Jakarta: Yudhistira, 2007.
Tipler, Paul A. Fisika untuk Sains dan Teknik Alih Bahasa oleh Lea Prasetio dan Rahmad W
Adi. Jakarta: Erlangga, 1998.
J. Alat Pembelajaran
Alat presentasi berupa papan tulis dan lembar kerja siswa
K. Penilaian
Tes objektif posttest
80
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(KONVENSIONAL)
Nama Sekolah : SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan
Mata Pelajaran : IPA (Fisika)
Kelas/Semester : VIII/II
Tahun Ajaran : 2009-2010
Materi Pokok : Getaran dan Gelombang
A. Standar Kompetensi
Menerapkan konsep getaran dan gelombang untuk memahami keterkaitannya terhadap gejala
alam dalam kehiidupan sehari-hari
B. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan Konsep Getaran dan Gelombang serta Parameter-parameternya
C. Konsep
Getaran dan Gelombang
D. Indikator
a. Menunjukkan pengertian periode dan frekuensi getaran
b. Menjelaskan periode dan frekuensi getaran terhadap benda
c. Meramalkan periode dan frekuensi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
d. Menganalisis periode dan frekuensi getaran terhadap benda
E. Tujuan Pembelajaran
Siswa memahami konsep dan dapat mengerjakan soal yang berhubungan dengan Pengertian
Gelombang dan macam-macam gelombang
F. Alokasi Waktu
10 x 45 menit (10 Jam Pelajaran)
6 pertemuan
G. Model/Pendekatan/Metode Pembelajaran
Konvensional
Metode pembelajaran : Ceramah, diskusi, tanya jawab.
81 H. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Ke-3 No Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Pendahuluan 10 menit Memulai pembelajaran dengan
mengucapkan salam dan melakukan absensi siswa
Menjelaskan materi tentang pengertian periode dan frekuensi
Menjawab salam dan absensi
Mendengarkan guru
Menyimak dan mencatat
2 Inti 25 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan sebagainya
Menginventarisasi jawaban yang diberikan oleh siswa
Memberikan stimulus kepada siswa dengan menanyakan jawaban sederhana dari kedua permasalahan di atas - Apa hubungan periode dan frekuensi
getaran? - Sebutkan contoh periode dan
frekuensi dalam kehidupan sehari-hari?
Menyimak dan mencatat Menyimak dan mencatat
Menyimak dan mencatat
yang diperlukan
3 Penutup 10 menit Memberikan pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi berikutnya
Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam
Menyimak dan mencatat yang diperlukan
Menjawab salam
I. Sumber Pembelajaran
Kangenan, Marten. Fisika Untuk SMP Kelas VIII 2B. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Ruwanto, Bambang. Asas-asas Fisika SMA Kelas VIII 2B. Jakarta: Yudhistira, 2007.
Tipler, Paul A. Fisika untuk Sains dan Teknik Alih Bahasa oleh Lea Prasetio dan Rahmad W
Adi. Jakarta: Erlangga, 1998.
J. Alat Pembelajaran
Alat presentasi berupa papan tulis dan lembar kerja siswa
K. Penilaian
Tes objektif posttest
82
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(KONVENSIONAL)
Nama Sekolah : SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan
Mata Pelajaran : IPA (Fisika)
Kelas/Semester : VIII/II
Tahun Ajaran : 2009-2010
Materi Pokok : Getaran dan Gelombang
A. Standar Kompetensi
Menerapkan konsep getaran dan gelombang untuk memahami keterkaitannya terhadap gejala
alam dalam kehiidupan sehari-hari
B. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan Konsep Getaran dan Gelombang serta Parameter-parameternya
C. Konsep
Getaran dan Gelombang
D. Indikator
a. Menunjukkan definisi macam-macam gelombang dalam fisika
b. Menjelaskan besaran-besaran yang dimiliki oleh gelombang
c. Menerapkan persamaan gelombang yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
d. Menganalisis pengaruh gelombang dalam kehidupan sehari-hari
E. Tujuan Pembelajaran
Siswa memahami konsep dan dapat mengerjakan soal yang berhubungan dengan Pengertian
Gelombang dan macam-macam gelombang
F. Alokasi Waktu
10 x 45 menit (10 Jam Pelajaran)
6 pertemuan
G. Model/Pendekatan/Metode Pembelajaran
Konvensional
Metode pembelajaran : Ceramah, diskusi, tanya jawab.
83 H. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan Ke-4 No Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Pendahuluan 10 menit Memulai pembelajaran dengan
mengucapkan salam dan melakukan absensi siswa
Menjelaskan materi tentang Gelombang
Menjawab salam dan absensi
Mendengarkan guru
Menyimak dan mencatat
2 Inti 25 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan sebagainya
Menginventarisasi jawaban yang diberikan oleh siswa
Menjelaskan bagaimana cara mengukur gelombang yang berkecepatan tinggi
Mengarahkan siswa memikirkan kembali tentang gejala alam yang berhubungan dengan gelombang
Menyimak dan mencatat Menyimak dan mencatat
Mencari tahu cara
mengukur gelombang tersebut
Menyimak dan mencatat yang diperlukan
3 Penutup 10 menit Memberikan pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi berikutnya
Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam
Menyimak dan mencatat yang diperlukan
Menjawab salam
Pertemuan Ke-5
Diskusi kelas dengan melakukan tanya jawab tentang materi sebelumnya yang belum dipahami
dan mencari solusi mengenai pemecahan masalah yang telah dilakukan.
Review secara keseluruhan tentang getaran dan gelombang.
Pertemuan Ke-6
Posttest.
I. Sumber Pembelajaran
Kangenan, Marten. Fisika Untuk SMP Kelas VIII 2B. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.
Ruwanto, Bambang. Asas-asas Fisika SMA Kelas VIII 2B. Jakarta: Yudhistira, 2007.
Tipler, Paul A. Fisika untuk Sains dan Teknik Alih Bahasa oleh Lea Prasetio dan Rahmad W
Adi. Jakarta: Erlangga, 1998.
J. Alat Pembelajaran
Alat presentasi berupa papan tulis dan lembar kerja siswa
K. Penilaian
Tes objektif posttest
84 Lampiran 1B
LEMBAR KERJA SISWA
(CTL 01)
Tujuan Memahami Getaran yang terjadi pada suatu benda Langkah-langkah Kerja 1. Jelaskan apa itu getaran
a. ketika paku dipukul maka akan terjadi getaran, lelaskan
apa itu getaran? b. Ceritakan secara singkat tentang gambar disamping!
a. Apakah pada stir mobil bisa terjadi getaran. Jelaskan! b. Kalau terjadi getaran, apa penyebabnya?
2. Lihat gambar disamping. Apa yang Dimaksud dengan getaran. Tunjukkan Gerak bandul Benda 1 getaran penuh 2,5 getaran, 3 getaran? ………………………………………….. ………………………………………….. ………………………………………….. ………………………………………….. ………………………………………….. …………………………………………..
Tugas Tuliskan hasil dari kegiatan yang telah dilakukan dan kesimpulan yang diperoleh untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
85
LEMBAR KERJA SISWA
(CTL 02)
Tujuan Memahami periode dan frekuensi
Langkah-langkah Kerja 1. perhatikan gambar disamping. Susunlah bahan dan yang telah
tersedia seperti gambar disamping (buatlah bandul sederhana). Bacalah teori tentang periode dan frekuensi. a. Dari gambar disamping, apa yang dimaksud dengan periode
dan frekuensi? b. Apa hubungan antara periode dan frekuensi tersebut?
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… 2. Perhatikan gambar disamping. Jika pegas
tersebut melakukan 100 getaran dalam waktu 5 sekon hitunglah periode dan frekuensinya? …………………………………………… …………………………………………… …………………………………………… …………………………………………… …………………………………………… …………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Tugas Tuliskan hasil kerja dan kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan untuk dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya!
86
LEMBAR KERJA SISWA
(CTL 03)
Tujuan Memahami konsep gelombang
1. Tuliskan contoh gelombang yang kalian ketahui minimal 10 macam gelombang yang ada dalam kehidupan sehari-hari. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… 2. Perhatikan gambar disamping. Gambar
Apakah menurut kalian? Apa yang Kalian ketahui tentang gelombang seperti itu? Jelaskan! …………………………………………… …………………………………………… …………………………………………… ……………………………………………. ……………………………………………. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
3. Menurut simulasi gambar disamping. Sebutkan perbedaan gelombang angin dan gelombang sunami yang kalian ketahui? ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
4. perhatikan gambar disamping. Sebutkan apa yang dimaksud 1 gelombang pada tali tersebut? ………………………………………………… ………………………………………………… …………………………………………………
Tugas
Tuliskan hasil dan kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Kumpulkan pada pertemuan selanjutnya.
129
Lampiran 10
Uji Hipotesis
Karena kedua data yang akan diuji perbedaannya bersifat normal dan
homogen (Lampiran 8 dan 9), maka rumus uji t yang digunakan adalah:
21
21
11nn
dsg
XXt+
−=
dimana:
1X = rata-rata data kelas eksperimen
2X = rata-rata data kelas kontrol
dsg = nilai deviasi standar gabungan data kelas eksperimen dan kelas kontrol
n1 = jumlah data kelas eksperimen
n2 = jumlah data kelas kontrol
Kriteria penentuan keputusan uji t adalah:
a. jika thitung > ttabel maka Ha diterima dan Ho ditolak
b. jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak.
Langkah-langkah menentukan nilai thitung adalah sebagai berikut.
1. Menentukan nilai-nilai yang telah diketahui.
Dari nilai posttest diperoleh:
1X = 62,17
2X = 52,70
V1 = S12 = (12,31)2 = 151,536
V2 = S22 = (11,24)2 = 126,337
130
2. Menentukan nilai deviasi standar gabungan (dsg) dengan rumus berikut ini.
( ) ( )
( ) ( )
78,1193,138
5894,8057
5857,366337,4394
2303033,12613053,151130
211
21
2211
==
=
+=
−+−+−
=
−+−+−
=nn
VnVndsg
3. Menentukan nilai thitung berdasarkan rumus data-data yang telah diperoleh.
13,303,347,9
257,078,1153,0
033,0033,078,1153,0
301
30178,11
17,6270,62
11
21
21
=
=
×=
+=
+
−=
+
−=
nndsg
XXthitung
4. Menentukan nilai ttabel
Derajat kebebasan untuk mencari nilai ttabel adalah:
dk = n1 + n2 – 2 = 30 + 30 – 2 = 58
pada taraf signifikansi 5% nilai ttabel diperoleh dengan interpolasi.
t(0,95)(40) = 2,021
t(0,95)(60) = 2,000
131
dengan interpolasi diperoleh nilai ttabel untuk dk = 58 sebagai berikut.
( )( )
012,2009,0021,2
)000,2021,2(4018021,25895,0
=−=
−−=t
Dengan cara interpolasi yang sama, maka nilai ttabel pada taraf signifikansi 1%
adalah:
t(0,99)(40) = 2,704
t(0,95)(60) = 2,660
jadi nilai ttabel dengan dk = 58 diperoleh
( )( )
684,20198,0704,2
)660,2704,2(4018704,25895,0
=−=
−−=t
5. Menguji Hipotesis
Karena baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5% nilai thitung > ttabel, maka Ha
diterima dan Ho ditolak.
6. Memberikan interpretasi
Berdasarkan hasil uji hipotesis di atas, pada taraf kepercayaan 95% dan 99%,
dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan
pembelajaran melalui pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa.
132 Lampiran 11
Data Hasil Observasi CTL
Tahap Indikator Ke-
Pertemuan Ke- Jumlah Indikator
< 50 %
Jumlah Indikator ≥ 50 %
2 3 4 5 < 50 % ≥ 50 % < 50 % ≥ 50 % < 50 % ≥ 50 % < 50 % ≥ 50 %
I 1 √ √ √ √
1 11 2 √ √ √ √ 3 √ √ √ √
II
4 √ √ √ √
1 15 5 √ √ √ √ 6 √ √ √ √ 7 √ √ √ √
III
8 √ √ √ √
4 12 9 √ √ √ √ 10 √ √ √ √ 11 √ √ √ √
IV
12 √ √ √ √
7 9 13 √ √ √ √ 14 √ √ √ √ 15 √ √ √ √
V 16 √ √ √ √ 8 0 17 √ √ √ √ Jumlah 6 11 5 12 5 12 5 12 21 47
Jumlah Total Indikator 17 17 17 17 68
Persentase (%) 32,29 64,71 29,41 70,59 29,41 70,59 29,41 70,59 30,88 69,12 Keterangan:
Maksud dari < 50% adalah bahwa jumlah siswa yang melakukan indikator ini kurang dari setengah jumlah yang diharapkan (indikator dianggap tidak
tercapai) sedangkan jika lebih dari atau sama dengan jumlah yang diharapkan maka ≥ 50% (indikator dianggap tercapai).
133
Lampiran 12
Uji Kemohogenan Kedua Kelas Eksperimen dan Kontrol
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas eksperimen
homogen atau tidak. Hal ini yang menjadi dasar untuk menentukan pengambilan
sampel penelitian. Untuk menguji kehomogenan kedua kelas, dilakukan uji
statistik perbandingan terhadap nilai pretest kedua kelas. Sebelum melakukan uji
statistik perbandingan tersebut, dilakukan uji prasyarat statistik untuk menentukan
rumus statistik yang digunakan.
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data menggunakan rumus kai kuadrat Tabel berikut ini adalah
tabel bantu untuk mencari nilai X2hitung pretest dari kedua kelas.
KELAS VIII A
Kelas fi.xi Xi fi. Xi2 batas kelas
Z batas kelas
luas Z tabel Ei Oi (Oi -
Ei)^2/Ei 29.5 -1.84
30 - 35 130 32.5 4225 0.0783 2.3490 4 1.1604 35.5 -1.22
36 - 41 231 38.5 8893.5 0.1664 4.9920 6 0.2035 41.5 -0.59
42 - 47 178 44.5 7921 0.2384 7.1520 4 1.3891 47.5 0.04
48 - 53 454.5 50.5 22952.25 0.2326 6.9780 9 0.5859 53.5 0.67
54 - 59 169.5 56.5 9576.75 0.1546 4.6380 3 0.5785 59.5 1.30
60 - 65 250 62.5 15625 0.07 2.1000 4 1.7190 65.5 1.93
66 - 71 Jumlah 1413 285 69193.5 X2 5.6365
Nilai X2tabel untuk derajat kebebasan (dk) = 3 adalah 11,34. Sehingga diperoleh
bahwa X2hitung > X2
tabel. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data pretest
Kelas VIII A tidak berdistribusi normal.
134
KELAS VIII B
Kelas fi.xi xi fi. Xi2 batas kelas
Z batas kelas
luas Z tabel Ei Oi (Oi -
Ei)^2/Ei 19.5 -1.56
20 - 25 135 22.5 3037.5 0.1328 3.9840 6 1.0201 25.5 -0.87
26 - 31 256.5 28.5 7310.25 0.2364 7.0920 9 0.5133 31.5 -0.18
32 - 37 241.5 34.5 8331.75 0.2629 7.8870 7 0.0998 37.5 0.50
38 - 43 162 40.5 6561 0.1915 5.7450 4 0.5300 43.5 1.19
44 - 49 93 46.5 4324.5 0.0869 2.6070 2 0.1413 49.5 1.88
50 - 55 105 52.5 5512.5 0.025 0.7500 2 2.0833 55.5 2.57
56 - 65
Jumlah 993 225 35077.5 X2 4.3879
Nilai X2tabel untuk derajat kebebasan (dk) = 3 adalah 11,34. Sehingga diperoleh
bahwa X2hitung < X2
tabel. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data pretest
Kelas VIII B berdistribusi normal.
2. Uji Homogentias
Untuk menguji homogenitas kedua data digunakan uji F yang dinyatakan
dengan rumus berikut ini.
2
1
VVF =
Dari Lampiran 6 dan Lampiran 7 diperoleh bahwa nilai deviasi standar pretest
kelas VIII A adalah 12,31, sedangkan nilai deviasi standar pretest kelas VIII
B adalah 11,24. Sehingga nilai Fhitung adalah sebagai berikut.
197,172,854,9
2
22
21
2
1
=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛==
SS
VV
F
135
Nilai Ftabel untuk derjarat kebebasan (dk) = (29,30) adalah 1,890. Sehingga
diperoleh bahwa Fhitung < Ftabel. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan
bahwa kedua data memiliki varians yang homogen.
87 Lampiran 2A
INSTRUMEN TES
Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan Konsep Getaran dan Gelombang serta Parameter-parameternya Materi Pokok : Getaran dan Gelombang Kelas : VIII Jenis Tes : pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban Jumlah Soal : 40 soal
A. Kisi-kisi Instrumen Tes
No Indikator Materi Aspek Kognitif
Jumlah C1 C2 C3 C4 1 1. Menyebutkan pengertian getaran dan peristiwa getaran dalam fisika
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi getaran 3. Menyelidiki pengaruh getaran terhadap suatu benda 4. Mengukur banyaknya getaran yang terjadi pada suatu benda
Pengertian Getaran
1*,2 3*,4 5,6*,7 8,9*,10* 10
2 5. Menunjukkan pengertian periode dan frekuensi getaran 6. Menjelaskan periode dan frekuensi getaran terhadap benda 7. Meramalkan periode dan frekuensi yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari 8. Menganalisis periode dan frekuensi getaran terhadap benda
Periode dan Frekuensi Getaran 11*,12 13,14* 15,16*,17* 18*,19,20 10
3 9. Menunjukkan definisi macam-macam gelombang dalam fisika 10. Menjelaskan besaran-besaran yang dimiliki oleh gelombang 11. Menerapkan persamaan gelombang yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari 12. Menganalisis pengaruh gelombang dalam kehidupan sehari-hari
Pengertain Gelombang dan macam-macam gelombang
21*,22 23,24* 25*,26,27 28*,29*,30 10
4 13. Menyebutkan pengertian besaran-besaran gelombang 14. Menghubungkan besaran-besaran gelombang dalam kehidupan
sehari-hari 15. Menyelidiki karakteristik, periode, frekuensi dan cepat rambat
gelombang 16. Menghitung hubungan besaran-besaran yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari
Besaran-besaran Gelombang
31,32* 33,34* 35*,36*,37 38*,39,40 10
Jumlah 8 8 12 12 40 Keterangan: *Nomor butir soal yang tidak dipakai dalam penelitian berdasarkan uji coba yang dilakukan.
88 Lampiran 2B
B. Bentuk Soal, Kunci Jawaban, dan Tingkat Kognitif yang Diukur
Submateri Indikator Butir Soal Kunci Jawaban
Tingkat Kognitif
Pengertian getaran
Menyebutkan pengertian getaran dan peristiwa getaran dalam fisika
1. Getaran adalah…. a. gerakan secara periodik melalui titik keseimbangan b. gerakan bolak-balik secara periodik melalui titik keseimbangan c. jarak yang terjauh yang dapat ditempuh oleh benda d. simpangan terbesar dari suatu benda
b C1
2. Benda yang bergetar berbeda dengan benda yang bergerak. Salah satu peristiwa getaran dibawah ini adalah…. a. batu yang dilempar ke atas c. menyetrika pakaian b. menulis d. meja yang dipukul
d C1
Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi getaran
3. Perhatikan gambar disamping. Jika bola diayunkan, maka urutan 1 getaran yang benar adalah…. a. P – Q – R – Q – P b. P – Q – R – Q c. Q – R – Q P R d. P – R – P Q
a C2
4. Jarak terjauh yang dapat ditempuh oleh benda dari titik seimbangnya disebut…. a. besaran c. simpangan b. periode d. amplitudo
c C2
Menyelidiki pengaruh getaran terhadap suatu benda
5. Ujung sebuah tali mendatar digetarkan naik-turun dengan waktu getar (periode) 2 sekon. Banyak getaran yang terjadi dalam 60 sekon adalah…. a. getaran c. 30 getaran b. 2 getaran d. 120 getaran
c C3
6. Sebuah slinki mendatar di atas meja digetarkan maju-mundur dengan frekuensi 2 Hz. Selang waktu untuk menempuh 150 getaran adalah…. a. 600 s c. 150 s b. 300 s d. 75 s
d C3
89
7. Perhatikan gambar di samping! Jika bola diayunkan dan bola tersebut bergetar sebanyak 20 getaran selama 2 sekon, maka banyaknya getaran jika bola berayun selama 17 sekon adalah…. a. 340 s b. 85 s b. 170 s d. 270 s
b C3
Mengukur banyaknya getaran yang terjadi pada suatu benda
8. Perhatikan gambar di bawah ini. a
b c
Jika waktu untuk menempuh ac adalah 0,05 sekon, jumlah getaran yang terjadi dalam 2 sekon adalah…. a. 10 c. 20 b. 5 d. 25
a C4
9. Suatu benda bergetar di antara dua titik yang berjarak 30 cm. Benda itu melakukan 50 getaran dalam waktu 25 s, simpangan terjauh yang dilakukan getaran benda tersebut adalah…. a. 0,2 cm c. 15 cm b. 10 cm d. 30 cm
c C4
10. Pada ba dul sederhana disamping, waktu untuk menempuh AB n adalah sekon. Selang waktu yang diperlukan untuk menempuh satu getaran adalah…. a. 0,05 sekon c. 0,2 sekon A C b. 0,1 sekon d. 0,4 sekon B
c C4
Periode dan Frekuensi Getaran
Menunjukkan definisi macam-macam gelombang dalam fisika
11. Selang waktu yang diperlukan untuk menempuh 1 getaran disebut…. a. periode c. amplitudo b. frekuensi d. simpangan
a C1
12. Frekuensi getaran adalah…. a. jarak terjauh yang dapat ditempuh dari titik keseimbangan b. simpangan terbesar dari suatu getaran c. selang waktu yang perlukan untuk melakukan 1 getaran d. banyaknya getaran yang dilakukan benda dalam 1 sekon
d C1
90
Menjelaskan periode dan frekuensi getaran terhadap benda
13. Periode getaran pada ayunan sederhana bergantung pada (1) Amplitudo, (2) Massa benda, (3) Panjang tali. Pernyataan yang benar adalah…. a. (1) dan (2) c. (3) dan (1) b. (3) saja d. (3) dan (2)
b C2
14. Hubung n antara periode (T) dan frekuensi (f) yang benar adalah…. aa. T = c. f = T
b. T = f d. T = f . T
a C2
Meramalkan periode dan frekuensi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
15. Perhatikan tabel percobaan ayunan bandul di bawah ini! Percobaan ke Amplitudo Periode Frekuensi
1 2
5 cm 10 cm
0,5 s ….
2 Hz ….
Besarnya periode dan frekuensi pada percobaan ke-2 secara berurutan adalah…. a. 0,5 s dan 2 Hz c. 1,0 s dan 1 Hz b. 0,5 s dan 4 Hz d. 1,0 s dan 4 Hz
a C3
16. Suatu benda yang bergetar dengan frekuensi 5 Hz, maka periodenya adalah…. a. 0,1 sekon c. 0,2 sekon b. 1,0 sekon d. 1,2 sekon
c C3
17. Periode sebuah getaran detik. Maka frekuensinya adalah…. a. 0,4 Hz c. 4,0 Hz b. 2,0 Hz d. 2,5 Hz
d C3
Menganalisis periode dan frekuensi getaran terhadap benda
18. Pada Bandul sederha a disamping, bergerak dari P ke R nmem rlukan waktu e sekon. Periode ayuna ini adalah…. n
a. detik c.
b.
detik
detik d. detik P R Q
a C4
19. Sebuah penggaris plastik melakukan 40 getaran dalam waktu 1 menit. Frekuensi penggaris tersebut adalah…. a. 0,67 Hz c. 40 Hz b. 1,50 Hz d. 60 Hz
a C4
91
20. Suatu benda bergetar di atas sebuah meja. kemudian benda itu melakukan 100 kali getaran dalam waktu 50 sekon. Frekuensi getaran tersebut adalah…. a. 0,4 Hz c. 1,6 Hz b. 0,8 Hz d. 2,0 Hz
d C4
Pengertain Gelombang dan macam-macam gelombang
Menunjukkan definisi macam-macam gelombang dalam fisika
21. Gelombang yang arah rambatnya tegak lurus terhadap arah getarannya disebut gelombang…. a. longitudinal c. transversal b. mekanik d. elektromagnetik
c C1
22. Gelombang yang memerlukan medium dalam perambatannya adalah…. a. gelombang transversal c. gelombang elektromagnetik b. gelombang mekanik d. gelombang bunyi
b C1
Menjelaskan besaran-besaran yang dimiliki oleh gelombang
23. Perbedaan dasar antara gelombang transversal dan gelombang longitudinal adalah perbedaan dalam…. a. amplitudo c. frekuensi b. arah rambat terhadap arah getaran d. medium yang dilaluinya
b C2
24. Ketika amplitudo suatu gelombang periodik bertambah, maka panjang gelombangnya akan…. a. berkurang c. tetap sama b. bertambah d. bisa bertambah atau berkurang
c C2
Menerapkan persamaan gelombang yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
25. Pada gambar berikut ditunjukkan grafik simpangan terhadap waktu dari sebuah gelombang.
meter 2 4 6 8 10 12 14
Panjang 1 gelombang adalah…. a. 12 m c. 8 m b. 14 m d. 10 m
a C3
26. Sebuah sumber getar membentuk 20 gelombang dalam 4 detik. Periodenya adalah…. a. 0,2 detik c. 4 detik b. 0,05 detik d. 5 detik
a C3
27. Jika suatu gelombang memiliki frekuensi 150 Hz, maka periodenya adalah…. a. 70 s c. 0,7 s b. 0,007 s d. 0,07 s
b C3
92
Menganalisis pengaruh gelombang dalam kehidupan sehari-hari
28. Perhatikan gambar dibawah ini! 8 m
4 m
Amplitudo dari gelombang yang ditampilkan pada gambar di atas sebesar…. a. 6 m c. 2 m b. 4 m d. 8 m
c C4
29. Perhatikan gambar di samping! 36 m Dalam selang waktu tertentu terjadi gelombang air laut, panjang gelombang adalah…. a. 12 m c. 36 m b. 48 m d. 24 m
d C4
30. Perhatikan gambar dibawah ini! 12 meter
A B D E F C
Panjang gelombang dari suatu gelombang periodik yang ditunjukkan pada gambar di atas adalah 6,0 meter. Jarak dari titik B ke titik C adalah…. a. 250 cm c. 150 cm b. 200 cm d. 300 cm
c C4
Besaran-besaran Gelombang
Menyebutkan pengertian besaran-besaran gelombang
31. Selang waktu yang diperlukan untuk menempuh satu gelombang disebut…. a. frekuensi gelombang c. cepat rambat gelombang b. periode gelombang d. panjang gelombang
b C1
32. Jarak yang ditempuh gelombang dalam suatu selang waktu tertentu disebut…. a. cepat rambat gelombang c. frekuensi gelombang b. periode gelombang d panjang gelombang .
a C1
Menghubungkan besaran-besaran gelombang dalam kehidupan sehari-hari
33. Hubungan antara panjang gelombang ( ), frekuensi (f), dan cepat rambat (v) dari suatu gelombang adalah…. a. f = v b. v = λ f c. = d. λ = v f
b C2
93
34. Satu mbah gelombang sama dengan…. lea. c .
b. d.
d C2
Menyelidiki karakteristik, periode, frekuensi dan cepat rambat gelombang
35. Sebuah sumber getar membentuk 20 gelombang dalam 4 detik. Periodenya adalah…. c. 0,2 detik c. 4 detik d. 0,05 detik d. 5 detik
a C3
36. Suatu gelombang panjangnya 0,75 m dan cepat rambatnya 150 m/s. Frekuensinya adalah…. a. 20 Hz c. 200 Hz b. 50 Hz d. 225 Hz
c C3
37. Suatu gelombang memiliki frekuensi 200 Hz dan panjang gelombang 0,5 m. Cepat rambat gelombangnya adalah…. a. 4 m/s c. 100 m/s b. 10 m/s d. 10.000 m/s
c C3
Menghitung hubungan besaran-besaran yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
38. Dalam waktu 2,5 sekon terdapat 750 gelombang yang melewati suatu titik. Jika panjang gelombangnya 0,5 m, maka…. a. periodenya adalah 0,0033 sekon c. cepat rambatnya adalah 300 m/s b. frekuensinya adalah 150 Hz d. frekuensinya adalah 375 Hz
b C4
39. Perhatikan gambar di bawah ini! S
P Q
10 m
Seorang guru mendemonstrasikan contoh gelombang tali yang diikatkan pada sebuah tiang. Sang guru tersebut menggetarkan ujung tali sehingga panjang tali terbentuk gelombang. Jika waktu untuk gelombang merambat dari titik P ke S adalah 2 sekon, Cepat rambat gelombang sepanjang tali adalah…. a. 1 m/s c. 2 m/s b. 1,25 m/s d. 2,5 m/s
d C4
40. Cepat rambat gelombang transversal dalam seutas tali adalah 12 m/s. Jika frekuensi sumber yang menghasilkan gelombang ini adalah 4,0 Hz, maka panjang gelombangnya adalah…. a. 0,33 m c. 4,0 m b. 3,0 m d. 48 m
b C4
94 Lampiran 2C
INSTRUMEN NONTES (LEMBAR OBSERVASI)
Lembar Observasi Contextual Teaching and Learning (CTL)
No Tahap-tahap pembelajaran Indikator Skor
< 50 % ≥ 50%
1 Tahap 1 Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa
1. Siswa memahami tujuan pembelajaran 2. Dapat menghubungkan materi sebelumnya yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. 3. Menunjukkan ketertarikan dan memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan dalam pembelajaran.
2 Tahap 2 Mendemonstrasikan pe-ngetahuan
dan keterampilan
1. Memahami penjelasan guru. 2. memperhatikan peragaan yang dilakukan guru. 3. Jika melakukan kesalahan, akan segera memperbaikinya dengan bimbingan guru. 4. Meniru peragaan yang dilakukan guru dengan benar.
3 Tahap 3 Membimbing pelatihan
1. Secara aktif terlibat dalam pelatihan. 2. Melakukan instruksi pelatihan dengan benar. 3. Tidak merasa bosan dengan pelatihan yang diberikan. 4. Mengumpulkan tugas (hasil kerja LKS) tepat waktu.
4 Tahap 4 Memeriksa pemahaman siswa dan
memberikan umpan balik
1. Menunjukkan pemahaman terhadap materi pelajaran dengan merespons pertanyaan guru dengan benar 2. Menerima umpan balik yang diberikan guru. 3. Lebih memusatkan perhatiannya pada proses bukan pada hasil. 4. Memberikan umpan balik terhadap dirinya sendiri dengan memberikan penilaian terhadap kinerjanya
sendiri.
5 Tahap 5 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk latihan lanjutan dan
penerapan
1. Mengerjakan tugas rumah yang diberikan guru pada akhir pembelajaran. 2. Mengumpulkan hasil tugas rumahnya tepat waktu.
Keterangan: < 50 % = jumlah siswa melakukannya kurang dari setengah dari jumlah yang diharapkan. > 50 % = jumlah siswa melakukannya lebih dari atau sama dengan setengah dari jumlah yang diharapkan.
95 Lampiran 2D
LEMBAR UJI VALIDITAS
INSTRUMEN NONTES LEMBAR OBSERVASI
No Aspek yang Diuji Kriteria
Baik Cukup Kurang
1 Pengembangan indikator dari setiap
tahap pembelajarannya
2 Keterwakilan semua tahap
pembelajaran oleh indikator yang
dikembangkan
3 Penskoran terhadap tiap-tiap indikator
4 Pemilihan kata dan kalimat dalam
pengembangan indikator
5 Kejelasan dan keefektifan bahasa
yang digunakan
Saran:
Jakarta, Februari 2010 Penguji Validitas/ Dosen Pembimbing I Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd
96
Lampiran 3A
UJI VALIDITAS Perhitungan uji validitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasional point
biserial berdasarkan rumus berikut ini.
qp
SDMM
t
tp −=pbir
Dimana:
rpbi = indeks point biserial
Mp = Mean (rata-rata) skor yang dijawab betul oleh testee (peserta tes) pada
butir soal yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara
keseluruhan.
Mt = Mean (rata-rata) skor yang dijawab salah oleh testee (peserta tes) pada
butir soal yang sedang dicari korelasinya dengan tes secara
keseluruhan.
SDt = Deviasi standar skor total.
p = proporsi testee yang menjawab betul terhadap butir soal yang sedang
diuji validitasnya.
q = proporsi testee yang menjawab salah terhadap butir soal yang sedang
diuji validitasnya
Untuk keperluan perhitungan nilai point biserial tersebut maka dibuatlah tabel
bantu perhitungan uji validitas. Berikut ini adalah ringkasan tabel perhitungan
untuk menguji validitas instrumen.
97
Tabel Uji Validitas Lihat di excel
98
Lampiran 3B Perhitungan Reliabilitas
Untuk keperluan perhitungan reliabilitas instrumen tes ini, digunakan rumus Spearman-Brown berikut ini.
( )
21
21
r1N1
rNr n ⋅−+
⋅=
dimana: rn = koefisien korelasi seluruh tes N = perbandingan antara panjang tes secara keseluruhan dengan panjang
tes yang dikorelasikan r½ = koefisien korelasi antara sebagian tes dengan bagian tes lainnya Tabel berikut ini adalah ringkasan perhitungan realibilitas instrumen.
Tabel Perhitungan Reliabilitas Metode Ganjil-Genap Subjek X Y XY X2 Y2
Afifah 11 13 143 121 169
Agung Nugraha 10 12 120 100 144 Angga Firmansyah 10 11 110 100 121 Arif Widodo 8 12 96 64 144 Brian Luba 13 11 143 169 121 Coiru Santoso 9 9 81 81 81 Danu Harisanto 11 9 99 121 81 Diena Natoqoh 9 10 90 81 100 Eriza Unzira 11 6 66 121 36 Fachrul Rizky 8 8 64 64 64 Faizal Alim 9 8 72 81 64 Fauzul Akbar 9 6 54 81 36 Feni Dwi A. 8 5 40 64 25 Fitri Yuandita 9 5 45 81 25 Gusti Randa 5 7 35 25 49 Hari Listiadi 5 10 50 25 100 Heru Aprianto 3 9 27 9 81 Ika Puji Astuti 8 5 40 64 25 Imam Fauzi 9 7 63 81 49 Irviani Mulia 7 6 42 49 36 Kahfi Abdilah 7 8 56 49 64 Kiki Fidi A. 7 4 28 49 16 Lisa Novianti 4 6 24 16 36 Maya Sari 6 6 36 36 36 Muhammad Rizki 4 5 20 16 25 Nadya Suryani 5 5 25 25 25 Pratiwi 4 2 8 16 4 Resti Aida 5 2 10 25 4 Tiara Ameli 6 1 6 36 1 Zulfikar Rahman 6 1 6 36 1
Σ 226 209 1699 1886 1763
99
r1/2
1/2 0.52
rn 0.688319
Dimana:
X : skor total subjek pada item bernomor ganjil Y : skor total subjek pada item bernomor genap
Dari perhitungan tersebut diperoleh bahwa nilai reliabilitas instrumen ini adalah 0,68. Nilai ini termasuk kategori cukup. (Perhitungan ini dengan menggunakan bantuan program aplikasi Microsoft Office Excel 2007).
100
Lampiran 3C
Perhitungan Derajat Kesukaran Untuk menghitung derajat kesukaran digunakan rumus berikut ini.
% 100nnWW
DK HL
HL ×++
=
dimana: DK = derajat kesukaran (degrees of difficulty) WL = jumlah individu kelompok bawah yang tidak menjawab atau menjawab salah pada item tertentu WH = jumlah individu kelompok atas yang tidak menjawab atau menjawab salah pada item tertentu nL = jumlah kelompok bawah nH = jumlah kelompok atas Kategorisasi derajat kesukaran berdasarkan ketentuan berikut ini.
Mudah : DK ≥ 0,70
Sedang : 0,30 < DK < 0,70
Sukar : DK ≤ 0,30
Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan derajat kesukarannya.
101
Tabel Perhitungan Derajat Kesukaran Lihat di Excel
102
WL = jumlah individu kelompok bawah yang tidak menjawab atau menjawab salah pada item tertentu WH = jumlah individu kelompok atas yang tidak menjawab atau menjawab salah pada item tertentu
Lampiran 3D Daya Beda
Untuk menghitung daya beda setiap soal digunakan rumus berikut ini.
Maksud dari setiap simbol dari persamaan di atas adalah sebagai berikut. DB = Daya Beda (discriminating power, DP)
n = jumlah kelompok atas atau kelompok bawah Kategorisasi Daya Beda:Drop : DB < 0 Buruk : 0 ≤ DB < 0,20 Cukup : 0,20 ≤ DB < 0,40
Baik : 0,40 ≤ DB < 0,70 Baik Sekali : 0,70 ≤ DB < 1,00
nWW
DB HL −=
103
Tabel Perhitungan Daya Beda Lihat di Excel
104
Lampiran 3E Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes
Item No Validitas Taraf Kesukaran Daya Pembeda Kesimpulan
1 Valid Mdh Jelek Tidak dipakai 2 Valid Sdg Baik Dipakai 3 Valid Sdg Cukup Tidak dipakai 4 Valid Sdg Baik sekali Dipakai 5 Valid Sdg Jelek Dipakai 6 Valid Sdg Jelek Tidak dipakai 7 Valid Sdg Baik Dipakai 8 Valid Sdg Baik Dipakai 9 Valid Skr Cukup Tidak dipakai
10 Valid Sdg Jelek Tidak dipakai 11 Valid Skr Cukup Tidak dipakai 12 Valid Sdg Baik Dipakai 13 Tidak Valid Skr Cukup Dipakai 14 Tidak Valid Skr Jelek Tidak dipakai 15 Valid Sdg Baik sekali Dipakai 16 Valid Skr Jelek Tidak dipakai 17 Valid Sdg Jelek Tidak dipakai 18 Valid Skr Jelek Tidak dipakai 19 Valid Sdg Baik sekali Dipakai 20 Valid Skr Cukup Dipakai 21 Valid Sdg Cukup Tidak dipakai 22 Valid Sdg Baik sekali Dipakai 23 Valid Skr Jelek Dipakai 24 Tidak Valid Skr Jelek Tidak dipakai 25 Tidak Valid Skr Jelek Tidak dipakai 26 Valid Sdg Cukup Dipakai 27 Valid Sdg Cukup Dipakai 28 Valid Sdg Cukup Tidak dipakai 29 Tidak Valid Skr Cukup Tidak dipakai 30 Valid Sdg Baik Dipakai 31 Valid Sdg Baik sekali Dipakai 32 Valid Sdg Jelek Tidak dipakai 33 Valid Skr Cukup Dipakai 34 Tidak Valid Skr Cukup Tidak dipakai 35 Tidak Valid Skr Jelek Tidak dipakai 36 Valid Sdg Baik sekali Tidak dipakai 37 Valid Sdg Cukup Dipakai 38 Tidak Valid Skr Buang Tidak dipakai 39 Valid Skr Cukup Dipakai 40 Valid Skr Baik Dipakai
Penetapan keputusan disamping didasarkan pada kriteria-kriteria tersebut juga didasarkan pada keterpenuhan indikator. Artinya, setiap indikator diwakili oleh satu atau lebih soal.
Lampiran 4
Hasil Pretest Kelas VIIIA
Hasil pretest dari kelas VIIIA adalah sebagai berikut.
35 50 45 60 40
40 60 50 45 50
35 55 50 50 55
40 40 40 50 30
60 45 50 60 55
45 50 50 40 30
Dari sana diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 60 dan nilai minimum
(Xmin) adalah 30. Sehingga dapat dibuat sebuah tabel distribusi frekuensi setelah
terlebih dahulu menentukan nilai rentang (R), banyaknya kelas (K), dan panjang
kelas (P). Nilai ketiganya diperoleh berdasarkan perhitungan berikut ini.
a. Rentang (R)
303060
minmax
=−=−= XXR
b. Banyaknya Kelas (K)
688,5
88,4148,13,3130log3,31
log3,31
≈=
+=×+=
+=+= nK
Sehingga banyaknya kelas adalah 6
c. Panjang Kelas (P)
610,588,5
30
=
=
=KRP
≈
Sehingga panjang kelasnya adalah
6.
Tabel distribusinya adalah sebagai berikut.
Kelas Batas
kelas fi xi xi
2 fi . xi fi . xi2
30 - 35 29,5 4 32.50 1056.25 130.00 4225.00
36 - 41 35,5 6 38.50 1482.25 231.00 8893.50
42 - 47 41,5 4 44.50 1980.25 178.00 7921.00
48 - 53 47,5 9 50.50 2550.25 454.50 22952.25
54 - 59 53,5 3 56.50 3192.25 169.50 9576.75
60 - 65 59,5 4 62.50 3906.25 250.00 15625.00
Jumlah (Σ) 267 30 285.00 14167.50 1413.00 69193.50
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut maka dapat ditentukan nilai rata-
rata ( X ), median (Me), modus (Mo), dan deviasi standar (S) nilai pretest ini.
Berikut ini adalah perhitungan untuk menentukan nilai-nilai tersebut.
a. Rata-rata ( X )
1,4730
1413
=
=
⋅=∑∑
i
ii
fxf
X
b. Median (Me)
Nilai median ditentukan dengan rumus statistik berikut ini.
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+=
f
FnPbMe 2
1
Dimana:
b = batas bawah kelas median = 47,5
P = panjang kelas = 6
n = banyaknya data = 30
F = nilai frekuensi kumulatif sebelum kelas median = 4 + 6 + 4 = 14
f = nilai frekuensi kelas median = 9
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan nilai Median dari hasil
pretest ini adalah sebagai berikut.
( )
611,5311,65,47
11,065,47
9
1430.21
65,47
=+=
×+=
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+=Me
c. Modus (Mo)
Nilai modus ditentukan dengan menggunakan rumus statistik berikut ini.
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
+=21
1
bbb
PbMo
Dimana:
b = batas bawah kelas median = 47,5
P = panjang kelas = 6
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas sebelumnya = 9 – 4 = 5
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas sesudahnya = 9 – 3 = 6
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan nilai modus dari hasil
pretest ini adalah sebagai berikut.
( )
20,5070,25,47
45,065,4765
565,47
=+=
×+=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
++=Mo
d. Deviasi Standar (S)
Nilai deviasi standar ditentukan dengan rumus statistika berikut ini.
( )
( )
54,908,9129
2,264129
3,665525,6919329
3019965695,69193
13030
14135,69193
1
..
2
2
2
==
=
−=
−=
−
−=
−
−
=∑
∑∑∑
i
i
iiii
ffxf
xfS
i
Lampiran 5
Hasil Pretest Kelas VIIIB
Hasil pretest dari kelas VIIIB adalah sebagai berikut.
30 45 30 20 70
45 25 35 30 30
35 35 25 20 30
30 40 30 30 35
55 25 30 35 40
40 25 35 35 40
Dari sana diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 55 dan nilai minimum
(Xmin) adalah 20. Sehingga dapat dibuat sebuah tabel distribusi frekuensi setelah
terlebih dahulu menentukan nilai rentang (R), banyaknya kelas (K), dan panjang
kelas (P). Nilai ketiganya diperoleh berdasarkan perhitungan berikut ini.
a. Rentang (R) c. Panjang Kelas (P)
696,588,5
35
≈=
=
=KRP
352055
=−=
minmax −= XXR
b. Banyaknya Kelas (K)
688,5
88,4148,13,3130log3,31
log3,31
≈=
+=×+=
+=+= nK
Sehingga panjang kelasnya adalah
6.
Sehingga banyaknya kelas adalah 6
Tabel distribusinya adalah sebagai berikut.
Kelas Batas
kelas fi xi xi
2 fi . xi fi . xi2
20 - 25 19,5 6 22.50 506.25 135.00 3037.50
26 - 31 25,5 9 28.50 812.25 256.50 7310.25
32 - 37 31,5 7 34.50 1190.25 241.50 8331.75
38 - 43 37,5 4 40.50 1640.25 162.00 6561.00
44 - 49 43,5 2 46.50 2162.25 93.00 4324.50
50 - 55 49,5 2 52.50 2756.25 105.00 5512.50
Jumlah (Σ) 207 30 225.00 9067.50 993.00 35077.50
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut maka dapat ditentukan nilai rata-
rata ( X ), median (Me), modus (Mo), dan deviasi standar (S) nilai pretest ini.
Berikut ini adalah perhitungan untuk menentukan nilai-nilai tersebut.
a. Rata-rata ( X )
10,3330993
=
=
⋅=∑∑
i
ii
fxf
X
b. Median (Me)
Nilai median ditentukan dengan rumus statistik berikut ini.
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+=
f
FnPbMe 2
1
Dimana:
b = batas bawah kelas median = 25,5
P = panjang kelas = 6
n = banyaknya data = 30
F = nilai frekuensi kumulatif sebelum kelas median = 6 + 0 = 6
f = nilai frekuensi kelas median = 9
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan nilai Median dari hasil
pretest ini adalah sebagai berikut.
( )
50,3165,25
165,25
9
630.21
65,25
=+=
×+=
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+=Me
c. Modus (Mo)
Nilai modus ditentukan dengan menggunakan rumus statistik berikut ini.
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
+=21
1
bbb
PbMo
Dimana:
b = batas bawah kelas median = 25,5
P = panjang kelas = 6
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas sebelumnya = 9 – 6 = 3
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas sesudahnya = 9 – 7 = 2
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan nilai modus dari hasil
pretest ini adalah sebagai berikut.
( )
10,2960,35,25
60,065,2523
365,25
=+=
×+=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
++=Mo
d. Deviasi Standar (S)
Nilai deviasi standar ditentukan dengan rumus statistika berikut ini.
( )
( )
72,818,7629
2,220929
3,328685,3507729
309860495,35077
13030
9935,35077
1
..
2
2
2
==
=
−=
−=
−
−=
−
−
=∑
∑∑∑
i
i
iiii
ffxf
xfS
i
Lampiran 6
Hasil Posttest Kelas VIII A
Hasil pretest dari kelas VIII A adalah sebagai berikut.
60 75 50 75 50
70 50 75 60 55
85 65 50 60 50
70 50 75 50 85
40 75 45 70 75
50 60 65 40 75
Dari sana diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 85 dan nilai minimum
(Xmin) adalah 40. Sehingga dapat dibuat sebuah tabel distribusi frekuensi setelah
terlebih dahulu menentukan nilai rentang (R), banyaknya kelas (K), dan panjang
kelas (P). Nilai ketiganya diperoleh berdasarkan perhitungan berikut ini.
a. Rentang (R) c. Panjang Kelas (P)
85,7
645
≈=
=
=KRP
454085
=−=
minmax −= XXR
b. Banyaknya Kelas (K)
688,5
88,4148,13,3130log3,31
log3,31
≈=
+=×+=
+=+= nK
Sehingga panjang kelasnya adalah
8.
Sehingga banyaknya kelas adalah 6
Tabel distribusinya adalah sebagai berikut.
Kelas Batas
Kelas fi xi xi
2 fi . xi fi . xi2
40 - 47 39,5 3 43.50 1892.25 130.50 5676.75
48 - 55 47,5 9 51.50 2652.25 463.50 23870.25
56 - 63 55,5 4 59.50 3540.25 238.00 14161.00
64 - 71 63,5 5 67.50 4556.25 337.50 22781.25
72 - 79 71,5 7 75.50 5700.25 528.50 39901.75
80 - 87 79,5 2 83.50 6972.25 167.00 13944.50
Jumlah (Σ) 287 30 381.00 25313.50 1865.00 120335.50
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut maka dapat ditentukan nilai rata-
rata ( X ), median (Me), modus (Mo), dan deviasi standar (S) nilai postest ini.
Berikut ini adalah perhitungan untuk menentukan nilai-nilai tersebut.
a. Rata-rata ( X )
17,6230
1865
=
=
⋅=∑∑
i
ii
fxf
X
b. Median (Me)
Nilai median ditentukan dengan rumus statistik berikut ini.
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+=
f
FnPbMe 2
1
Dimana:
b = batas bawah kelas median = 47,5
P = panjang kelas = 8
n = banyaknya data = 30
F = nilai frekuensi kumulatif sebelum kelas median = 3
f = nilai frekuensi kelas median = 9
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan nilai Median dari hasil
postest ini adalah sebagai berikut.
( )
14,5864,105,47
33,185,47
9
330.21
85,47
=+=
×+=
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+=Me
c. Modus (Mo)
Nilai modus ditentukan dengan menggunakan rumus statistik berikut ini.
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
+=21
1
bbb
PbMo
Dimana:
b = batas bawah kelas median = 47,5
P = panjang kelas = 8
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas sebelumnya = 9 – 3 = 6
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas sesudahnya = 9 – 4 = 5
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan nilai modus dari hasil
pretest ini adalah sebagai berikut.
( )
82,5132,45,47
54,085,4756
685,47
=+=
×+=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
++=Mo
d. Deviasi Standar (S)
Nilai deviasi standar ditentukan dengan rumus statistika berikut ini.
( )
( )
31,12`54,151
2967,4394
2983,1159405,120335
2930
34782255,120335
13030
18655,120335
1
..
2
2
2
==
=
−=
−=
−
−=
−
−
=∑
∑∑∑
i
i
iiii
ffxf
xfS
i
Lampiran 7
Hasil Posttest Kelas VIII B
Hasil postest dari kelas VIII B adalah sebagai berikut.
50 75 40 40 70
30 50 50 55 65
35 60 40 45 45
55 65 30 65 60
50 65 60 50 55
55 55 55 45 55
Dari sana diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 75 dan nilai minimum
(Xmin) adalah 30. Sehingga dapat dibuat sebuah tabel distribusi frekuensi setelah
terlebih dahulu menentukan nilai rentang (R), banyaknya kelas (K), dan panjang
kelas (P). Nilai ketiganya diperoleh berdasarkan perhitungan berikut ini.
a. Rentang (R) c. Panjang Kelas (P)
85,7
645
≈=
=
=KRP
453075
=−=
minmax −= XXR
b. Banyaknya Kelas (K)
688,5
88,4148,13,3130log3,31
log3,31
≈=
+=×+=
+=+= nK
Sehingga panjang kelasnya adalah
8.
Sehingga banyaknya kelas adalah 6
Tabel distribusinya adalah sebagai berikut.
Kelas
Batas
Kelas fi xi xi2 fixi fixi
2
30 - 37 29,5 3 33.50 1122.25 100.50 3366.75
38 - 45 37,5 6 41.50 1722.25 249.00 10333.50
46 - 53 45,5 5 49.50 2450.25 247.50 12251.25
54 - 61 53,5 10 57.50 3306.25 575.00 33062.50
62 - 69 61,5 4 65.50 4290.25 262.00 17161.00
70 - 77 69,5 2 73.50 5402.25 147.00 10804.50
Jumlah (Σ) 30 321.00 18293.50 1581.00 86979.50
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut maka dapat ditentukan nilai rata-
rata ( X ), median (Me), modus (Mo), dan deviasi standar (S) nilai postest ini.
Berikut ini adalah perhitungan untuk menentukan nilai-nilai tersebut.
a. Rata-rata ( X )
70,5230
1581
=
=
⋅=∑∑
i
ii
fxf
X
b. Median (Me)
Nilai median ditentukan dengan rumus statistik berikut ini.
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+=
f
FnPbMe 2
1
Dimana:
b = batas bawah kelas median = 53,5
P = panjang kelas = 8
n = banyaknya data = 30
F = nilai frekuensi kumulatif sebelum kelas median = 5 + 6 + 3 = 14
f = nilai frekuensi kelas median = 10
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan nilai Median dari hasil
postest ini adalah sebagai berikut.
( )
30,5480,05,53
10,085,53
10
1430.21
85,53
=+=
×+=
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ −+=Me
c. Modus (Mo)
Nilai modus ditentukan dengan menggunakan rumus statistik berikut ini.
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
+=21
1
bbb
PbMo
Dimana:
b = batas bawah kelas median = 53,5
P = panjang kelas = 8
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas sebelumnya = 10 – 5 = 5
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi
kelas sesudahnya = 10 – 4 = 6
Berdasarkan data tersebut, maka dapat ditentukan nilai modus dari hasil
postest ini adalah sebagai berikut.
( )
10,5760,35,53
45,085,5365
585,53
=+=
×+=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
++=Mo
d. eviasi Standar (S)
itentukan dengan rumus statistika berikut ini.
D
Nilai deviasi standar d
( )
( )
24,1123,126
298,3660
2970,833185,86979
2930
24995615,86979
13030
15815,86979
1
. 2
.
2
2
==
=
−=
−=
−
−=
−
−
=∑
∑∑∑
i
i
iiii
ff
xfS
i
xf
121
Lampiran 8
Uji Normalitas Hasil Belajar (Posttest)
Uji normalitas menggunakan rumus kai kuadrat (chi square), yaitu:
( )∑ −=
i
i
EEO
X2
12
Dimana: Oi : frekuensi observasi
Ei : frekuensi ekspektasi (harapan)
Kriteria pengujian nilai kai kuadrat didasarkan pada ketentuan berikut ini.
a. jika X2hitung ≤ X2
tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak (Data berdistribusi
normal)
b. jika X2hitung > X2
tabel,, maka Ho diterima dan Ha ditolak (data tidak berdistribusi
normal)
A. Kelas VIII A
Perolehan Nilai Posttest Kelas VIII A
60 75 50 75 50
70 50 75 60 55
85 65 50 60 50
70 50 75 50 85
40 75 45 70 75
50 60 65 40 75
122
Tabel Bantu Kai Kuadrat Kelas VIII A
Kelas fi.xi Xi fi. Xi2 batas
kelas
Z batas
kelas
luas Z
tabel Ei Oi
(Oi -
Ei)^2/Ei
39.5 -1.84
40 - 47 130.5 43.5 5676.75 0.0841 2.5230 3 0.0902
47.5 -1.19
48 - 55 463.5 51.5 23870.25 0.1776 5.3280 9 2.5307
55.5 -0.54
56 - 63 238 59.5 14161 0.2492 7.4760 4 1.6162
63.5 0.11
64 - 71 337.5 67.5 22781.25 0.2326 6.9780 5 0.5607
71.5 0.76
72 - 79 528.5 75.5 39901.75 0.1443 4.3290 7 1.6480
79.5 1.41
80 - 87 167 83.5 13944.5 0.0506 1.5180 2 0.1530
85.5 1.90
86 - 93
Jumlah 1865 381 120335.5 X2 6.5988
Langkah-langkah penentuan nilai-nilai pada kolom tabel bantu tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Membuat tabel distribusi frekuensi seperti pada Lampiran 4, 5, 6, dan 7.
2. Menentukan z batas kelas dengan rumus:
SXz - Kelas Batas
=
Dimana X adalah nilai rata-rata dan S adalah nilai deviasi standar.
3. Menentukan luas z tabel.
z batas kelas 1,84 1,19 0,54 0,11 0,76 1,41 1,90
Luas z tabel 0,4671 0,3830 0,2054 0,0438 0,2764 0,4207 0,4713
Luas z tabel masing-masing kelas adalah sebagai berikut.
a. Kelas 40 – 47
z = 0,4671 – 0,3830 = 0,0841
123
b. Kelas 48 – 55
z = 0,3830 – 0,2054 = 0,1776
c. Kelas 56 – 63
z = 0,2054 + 0,0438 = 0,2492
d. Kelas 64 – 71
z = 0,2764 – 0,0438 = 0,2326
e. Kelas 72 – 79
z = 0,4207 – 0,2764 = 0,1443
f. Kelas 80 – 87
z = 0,4713 – 0,4207 = 0,0506
4. Menghitung nilai Ei (frekuensi ekspektasi) dengan menggunakan rumus:
tabel luas zfE ii ×=∑
5. Menentukan nilai kai kuadrat tiap-tiap kelas berdasarkan rumus berikut ini.
( )i
ii
EEO
X2
2 −=
6. Menentukan jumlah kai kuadrat hitung (X2hitung) dengan menjumlahkan nilai
kai kuadrat tiap-tiap kelas.
7. Menguji hipotesis normalitas.
Nilai X2tabel dengan derajat kebebasan (dk) = 3 adalah 11,34. Untuk menguji
normalitas data dibandingkan X2hitung dengan X2
tabel . Didapat bahwa X2hitung <
X2tabel . Sehingga Ha diterima dan Ho ditolak (data berdistribusi normal).
B. Kelas VIII B
Perolehan Nilai Posttest Kelas VIII B
50 75 40 40 70
30 50 50 55 65
35 60 40 45 45
55 65 30 65 60
50 65 60 50 55
55 55 55 45 55
124
Tabel Bantu Kai Kuadrat Kelas VIII B
Kelas fi.xi xi fi. Xi2 batas
kelas
Z batas
kelas
luas Z
tabel Ei Oi
(Oi -
Ei)^2/Ei
29.5 -2.06
30 - 37 100.5 33.5 3366.75 0.0688 2.0640 3 0.4245
37.5 -1.35
38 - 45 249 41.5 10333.5 0.1726 5.1780 6 0.1305
45.5 -0.64
46 - 53 247.5 49.5 12251.25 0.2668 8.0040 5 1.1274
53.5 0.07
54 - 61 575 57.5 33062.5 0.2544 7.6320 10 0.7347
61.5 0.78
62 - 69 262 65.5 17161 0.1509 4.5270 4 0.0613
69.5 1.50
70 - 77 147 73.5 10804.5 0.0456 1.3680 2 0.2920
75.5 2.03
76 - 87
Jumlah 1581 321 86979.5 X2 2.7704
Langkah-langkah penentuan nilai-nilai pada kolom tabel bantu tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Membuat tabel distribusi frekuensi seperti pada Lampiran 4, 5, 6, dan 7.
2. Menentukan z batas kelas dengan rumus:
SXz - Kelas Batas
=
Dimana X adalah nilai rata-rata dan S adalah nilai deviasi standar.
3. Menentukan luas z tabel.
z batas kelas 2,06 1,35 0,64 0,07 0,78 1,50 2,03
Luas z tabel 0,4803 0,4115 0,2389 0,0279 0,2823 0,4332 0,4788
Luas z tabel masing-masing kelas adalah sebagai berikut.
a. Kelas 30 – 37
z = 0,4803 – 0,4115 = 0,0688
125
b. Kelas 38 – 45
z = 0,4115 – 0,2389 = 0,1726
c. Kelas 46 – 53
z = 0,2389 + 0,0279 = 0,2668
d. Kelas 54 – 61
z = 0,2823 – 0,0279 = 0,2544
e. Kelas 62 – 69
z = 0,4332 – 0,2823 = 0,1509
f. Kelas 70 – 77
z = 0,4788 – 0,4332 = 0,0456
4. Menghitung nilai Ei (frekuensi ekspektasi) dengan menggunakan rumus:
tabel luas zfE ii ×=∑
5. Menentukan nilai kai kuadrat tiap-tiap kelas berdasarkan rumus:
( )i
ii
EEO
X2
2 −=
6. Menentukan jumlah kai kuadrat hitung (X2hitung) dengan menjumlahkan nilai
kai kuadrat tiap-tiap kelas.
7. Menguji hipotesis normalitas.
Nilai X2tabel dengan derajat kebebasan (dk) = 3 adalah 11,34. Untuk menguji
normalitas data dibandingkan X2hitung dengan X2
tabel . Didapat bahwa X2hitung <
X2tabel . Sehingga Ha diterima dan Ho ditolak (data berdistribusi normal).
126
Lampiran 9
Uji Homogenitas Hasil Belajar (Posttest)
Untuk menguji homogenitas varians kedua data hasil posttest digunakan uji
F berdasarkan rumus berikut ini.
2
1
VV
F =
dimana:
V1 : varians besar atau nilai kuadrat deviasi standar data kelompok yang
mempunyai deviasi standar terbesar.
V2 : varians kecil atau nilai kuadrat deviasi standar data kelompok yang
mempuyai deviasi standar terkecil.
Kriteria pengujian uji F didasarkan pada ketentuan berikut ini.
a. jika Fhitung ≤ Ftabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak (data memiliki varians
yang homogen)
b. jika Fhitung > Ftabel,, maka Hoditerima dan Ha ditolak (data memiliki varians
yang tidak homogen).
A. Tabel Bantu Uji F
Tabel Bantu Uji F Kelas VIII A
Kelas Batas
Kelas fi xi xi
2 fi . xi fi . xi2
40 - 47 39,5 3 43.50 1892.25 130.50 5676.75
48 - 55 47,5 9 51.50 2652.25 463.50 23870.25
56 - 63 55,5 4 59.50 3540.25 238.00 14161.00
64 - 71 63,5 5 67.50 4556.25 337.50 22781.25
72 - 79 71,5 7 75.50 5700.25 528.50 39901.75
80 - 87 79,5 2 83.50 6972.25 167.00 13944.50
Jumlah (Σ) 287 30 381.00 25313.50 1865.00 120335.50
127
Tabel Bantu Uji F Kelas VIII B
Kelas
Batas
Kelas fi xi xi2 fixi fixi
2
30 - 37 29,5 3 33.50 1122.25 100.50 3366.75
38 - 45 37,5 6 41.50 1722.25 249.00 10333.50
46 - 53 45,5 5 49.50 2450.25 247.50 12251.25
54 - 61 53,5 10 57.50 3306.25 575.00 33062.50
62 - 69 61,5 4 65.50 4290.25 262.00 17161.00
70 - 77 69,5 2 73.50 5402.25 147.00 10804.50
Jumlah (Σ) 297 30 321.00 18293.50 1581.00 86979.50
B. Perhitungan Nilai Deviasi Standar
1. Kelas VIII A
( )
( )
31,12`54,151
2967,4394
2983,1159405,120335
2930
34782255,120335
13030
18655,120335
1
..
2
2
2
1
==
=
−=
−=
−
−=
−
−
=∑
∑∑∑
i
i
iiii
ffxf
xfS
i
128
2. Kelas VIII B
( )
( )
24,1123,126
2980,3660
297,1179385,121599
2930
35381615,121599
13030
18815,121599
1
..
2
2
2
2
==
=
−=
−=
−
−=
−
−
=∑
∑∑∑
i
i
iiii
ffxf
xfS
i
C. Menentukan Nilai Fhitung dan Menguji Hipotesis Homogenitas
Berdasarkan nilai deviasi standar kedua data, maka nilai Fhitung-nya
adalah:
( )( )
199,13376,1265361,151
24,1131,12
2
2
22
21
2
1
=
=
=
==SS
VV
Fhitung
Untuk menguji homogenitas, maka harus membandingkan Fhitung dengan
Ftabel. Didapat bahwa derajat kebebasannya adalah (29;30), sehingga nilai Ftabel
= 1,890 . Terlihat bahwa Fhitung < Ftabel, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak
(kedua data memiliki varians yang homogen).