wew i.docx

36
UNIVERSITAS MULAWARMAN FAKULTAS TEKNIK PS S1 TEKNIK PERTAMBANGAN PROPOSAL SKRIPSI Nama : Rendi Satria NIM : 0909055025 Peminatan : Penirisan Judul Skripsi : Studi Sistem Penirisan Tambang Batubara Pada Pit X Pembimbing 1 : Dr. Ir. Harjuni Hasan, M.Si. Pembimbing 2 : Agus Winarno, ST.MT 1. Judul Skripsi Studi Sistem Penirisan Tambang Batubara Pada Pit X 2. Latar Belakang Masalah Penirisan merupakan salah satu masalah vital dalam kegiatan penambangan. Penirisan tambang adalah upaya 1

Transcript of wew i.docx

Page 1: wew i.docx

UNIVERSITAS MULAWARMAN

FAKULTAS TEKNIK

PS S1 TEKNIK PERTAMBANGAN

PROPOSAL

SKRIPSI

Nama : Rendi Satria

NIM : 0909055025

Peminatan : Penirisan

Judul Skripsi : Studi Sistem Penirisan Tambang Batubara Pada Pit X

Pembimbing 1 : Dr. Ir. Harjuni Hasan, M.Si.

Pembimbing 2 : Agus Winarno, ST.MT

Dilaksanakan : Semester Ganjil 2013/2014

1. Judul Skripsi

Studi Sistem Penirisan Tambang Batubara Pada Pit X

2. Latar Belakang Masalah

Penirisan merupakan salah satu masalah vital dalam kegiatan penambangan.

Penirisan tambang adalah upaya melakukan pengeringan permukaan kerja

tambang, sehingga kegiatan operasi penambangan ataupun peralatan tambang tidak

terganggu yang efektif dan efisien. Dengan demikian aliran air yang masuk ke

dalam suatu bukaan oleh air. Proses ini secara umum bertujuan untuk mengatur

aliran air yang berpengaruh terhadap kegiatan penambangan. Untuk mencapai hasil

yang optimal dalam kegiatan penambangan maka diperlukan suatu sistem penirisan

1

Page 2: wew i.docx

tambang (pit) tidak akan mengganggu proses penambangan yang sedang

dilakukan.

Air yang masuk ke dalam pit umumnya berasal dari air tanah (ground water) dan

limpasan air hujan, untuk itu cara penanganan yang biasa dilakukan adalah :

menghambat masuknya air dari luar pit dengan cara membuat saluran air

dipermukaan dan membuat sumuran di dalam pit untuk mengatasi air yang berasal

dari pit itu sendiri kemudian memompanya ke permukaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji atau mengevaluasi sistem penirisan

tambang agar berfungsi secara efektif dan efisien, sehingga dapat mencapai hasil

yang optimal.

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui luas daerah tangkapan air hujan (catchment area) yang

direncanakan

2. Mengetahui debit limpasan permukaan.

3. Mengevaluasi dimensi sumuran (sump), saluran air, dan kolam pengendapan

(settling pond) yang digunakan.

4. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang akan di bahas yaitu

mengkaji atau mengevaluasi sistem penirisan tambang yang ada agar dapat

berfungsi secara efektif dan efisien, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.

2

Page 3: wew i.docx

5. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui luas catchment area yang digunakan pada pit (bukaan)

2. Konsentrasi perhitungan debit hanya pada aliran air permukaan.

3. Penelitian ini akan mengevaluasi dimensi sumuran (sump), saluran air, dan kolam

pengendapan (settling pond).

4. Penelitian tidak mengkaji masalah ekonomi, akan tetapi lebih bersifat teknis.

6. Landasan Teori

6.1 Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh pada satu luas, dinyatakan dalam millimeter

(mm). Jadi 1 mm berarti pada luas 1 m2 jumlah air hujan yang jatuh sebanyak 1 liter.

Berdasarkan pergerakan udara lembab penyebab hujan, maka hujan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Hujan Konvektif. Hujan jenis ini diakibatkan oleh naiknya udara panas ke daerah

udara dingin. Udara panas tersebut mengalami pendinginan, terjadi kondensasi.

Hujan tipe ini umumnya berjangka waktu pendek, daerah hujannya terbatas, dan

intensitas hujannya bervariasi dari hujan sangat ringan sampai hujan sangat deras.

Tipe hujan semacam ini sering dijumpai di daerah khatulistiwa.

2) Hujan Orografis. Hujan jenis ini terjadi di daerah pegunungan dan disebabkan oleh

naiknya massa udara lembab karena punggung pegunungan. Ciri-ciri hujan ini

adalah curah hujan yang relatif kecil tetapi dalam waktu yang lama. Hujan ini nyaris

terjadi sepanjang hari. Tipe hujan ini dapat ditemui di daerah Bogor dan wilayah

kerja PT Freeport Indonesia di daerah Grasberg.

3) Hujan Siklon. Tipe hujan ini berkaitan dengan front udara. Terjadi karena pertemuan

front udara panas dan front udara dingin. Ciri-ciri hujan jenis ini adalah : curah

3

Page 4: wew i.docx

hujannya tinggi, terjadi dalam waktu yang relatif singkat, biasanya disertai dengan

badai atau angin siklon.

Air yang jatuh pada daerah penambangan merupakan air yang berasal dari hujan,

sehingga besar kecilnya curah hujan yang terjadi didaerah penambangan tersebut akan

mempengaruhi banyak sedikitnya air tambang yang harus diatasi dan dikendalikan.

Karena curah hujan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sistem penyaliran daerah

penambangan, maka diperlukan data dan curah hujan yang dapat mewakili untuk

menganalisa perilaku curah hujan yang terjadi. Hujan juga dapat diklasifikasikan

berdasarkan derajat dan intensitasnya.

Tabel 6.1 Derajat dan Intensitas hujan

Derajat Hujan Intensitas Curah Hujan Kondisi

Hujan Sangat Lemah 0,02Tanah agak basah atau

dibasahi sedikit

Hujan Lemah 0,02-0,05Tanah menjadi basah

semuanya

Hujan Normal 0,05-0,25 Bunyi curah hujan terdengar

Hujan Deras 0,25-1,00

Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan terdengar bunyi dari

genangan

Hujan Sangat Deras 1,00Hujan seperti ditumpahkan,

seluruh drainase meluap

Tabel 6.2 Keadaan dan Intensitas curah hujan

Keadaan Curah HujanCurah Hujan (mm)

1 jam 24 jam

Hujan Sangat Ringan <1 <5

Hujan Ringan 1-5 5-20

Hujan Normal 5-10 20-50

Hujan Lebat 10-20 50-100

Hujan Sangat Lebat >20 >100

4

Sumber : Rudi Sayoga, 1999

Sumber : Diklat Perencanaan Tambang, 2001

Page 5: wew i.docx

Pengukuran curah hujan di daerah penambangan dilakukan dengan menggunakan alat

penakar hujan biasa dan alat penakar hujan otomatis. Alat penakar hujan biasa,

pengukuran umumnya dilakukan sekali dalam sehari dan biasanya dilakukan pada pagi

hari dengan demikian akan dihasilkan curah hujan harian, sedangkan alat penakar hujan

otomatis dimana pencatatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga di hasilkan

data intensitas huajn yang akurat. Dalam pengukuran alat harus diletakkan di tempat

yang terbuka yang bebas dari pengaruh pohon-pohon dan gedung serta sedapat mungkin

dihindari tempat dengan angin yang kencang.

Data curah hujan umumnya disajikan dalam data curah hujan harian, bulanan dan

tahunan. Analisis data curah hujan sangat bergantung kegunaan hasil analisis, pada

umumnya diperlukan data pengukuran jangka panjang karena komponen cuaca dan

hidrologi mempunyai sifat periodik :

6.1.1 Periode Ulang Hujan

Curah hujan akan menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan. Hal ini terlihat data

yang dianalisis mencakup suatu jangka waktu yang panjang (misal 30 tahun). Sehubung

dengan hal tersebut dalam analisis curah hujan dikenal istilah periode kemungkinan

ulang (return period), yang berarti kemungkinan/probabilitas periode terulangnya suatu

tingkat curah hujan tertentu, satuan periode ualng adalah tahun.

Dalam perancangan suatu sistem penyaliran tambang, salah satu kriteria perancangan

adalah hujan rencana, yaitu curah hujan dengan periode ulang tertentu atau curah hujan

yang memiliki kemungkinan akan terjadi sekali dalam jangka waktu tertentu. Curah

hujan rencana merupakan curah hujan jangka pendek yang menunjukkan tingkat

derasnya hujan.

5

Page 6: wew i.docx

Tabel 6.3 Periode ulang hujan rencana

Lokasi Periode Ulang Hujan (tahun)

Daerah Terbuka 0,5

Sarana Tambang 2-5

Lereng Tambang dan Penimbunan 5-10

Sumuran Utama 10-25

Penyaliran Keliling Tambang 25

Pemindahan Aliran Sungai 100

6.1.2 Curah Hujan Rencana

Curah hujan rencana adalah curah hujan dengan periode ulang tertentu atau curah hujan

yang memiliki kemungkinan akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu.

Salah satu cara pengolahan data curah hujan untuk mendapatkan besar curah hujan

rencana adalah dengan menggunakan metode gumbel yang didasarkan atas distribusi

harga ekstrim (extreme value distribution). Jika T adalah periode ulang, n adalah jumlah

data hujan, m adalah rangking data dari terbesar ke terkecil, maka :

XT=X+(Y T−Y M

Sm)S

dimana :XT = curah hujan untuk perioda ulang T (mm)X = curah hujan rata-rata dari (mm)S = Standar DeviasiYT = reduksi variatYm = ym (reduced mean ) rata-rataSm = Standar Deviasi dari ym (reduced mean )

Adapun langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mencari rata-rata X nilai data, dengan rumus:

X=Σf i . x i

Σf i

6

Sumber : Awang Suwandhi, 2004

...……………………...(6.1)

...........……………………...(6.2)

Page 7: wew i.docx

dimana :X = nilai rata-rata hitung variatfi = frekuensi xi = nilai variat

2. Mencari standar deviasi (S), dengan rumus :

a. Untuk data tunggal

- Bila jumlah data lebih besar dari 30

S=√ Σ ( xi−X )2

n

- Bila jumlah data lebih kecil sama dengan 30

S=√ Σ ( xi−X )2

(n−1 )

b. Untuk data kelompok

- Bila jumlah data lebih besar dari 30

S=√ Σ ( f i (( x i−X )2))n

- Bila jumlah data lebih kecil sama dengan 30

S=√ Σ ( f i (( x i−X )2))(n−1 )

dimana :S = standar deviasi

7

...……………………...(6.3)

...……………………...(6.4)

...……………………...(6.5)

...……………………...(6.6)

Page 8: wew i.docx

X = nilai rata-rata hitung variat fi = frekuensixi = nilai variatn = jumlah data

3. Mencari reduksi variat

Y T=−ln {−ln [ (T−1)T ]}

dimana :YT = reduksi variatT = periode ulang hujan

4. Mencari koreksi rata-rata (reduced mean) dihitung dengan menggunakan rumus :

ym=−ln {−ln [ (n+1)−mn+1 ]}

dimana :ym = Koreksi rata-rata (reduced mean)n = Jumlah data m = Urutan data

5. Mencari nilai rata-rata reduced mean dapat dihitung dengan rumus :

Y M=Σym

n

dimana :YM = Nilai rata-rata ym

ym = Koreksi rata-rata (reduced mean)n = Jumlah data

6. Mencari standar deviasi dari ym dengan menggunakan rumus :

Sm=√ Σ ( ym−Y M )2

(n−1 )

8

...…………………...(6.7)

.....………………...(6.8)

……...……………………...(6.9)

….…………………...(6.10)

Page 9: wew i.docx

dimana :Sm = standar deviasi dari ym

ym = koreksi rata-rata (reduced mean)YM = nilai rata-rata ym

n = jumlah data

6.2 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment area)

Catchment area atau daerah tangkapan hujan ditentukan berdasarkan kondisi topografi

daerah yang akan diteliti. Daerah tangkapan hujan ini biasanya dibatasi oleh

pegunungan dan bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan. Luas

daerah tangkapan hujan diukur pada peta kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari

titik-titik yang tertinggi di sekeliling tambang dan membentuk poligon tertutup, dengan

melihat kemungkinan arah mengalirnya air, maka luas dihitung berdasarkan batas

poligon tersebut. Semua air yang mengalir di permukaan belum tentu menjadi sumber

air dari suatu sistem penyaliran. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan hujan

yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi

serta keadaan geologi.

6.3 Debit Limpasan

Air limpasan disebut juga air permukaan, yaitu air hujan yang mengalir diatas

permukaan tanah. Besarnya air limpasan adalah besarnya curah hujan dikurangi oleh

besarnya penyerapan (infiltrasi) dan penguapan (evaporasi). Bila curah hujan

melampaui kapasitas infiltrasi, maka limpasan air permukaan akan segera meningkat

sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan. Besarnya air limpasan tergantung

oleh beberapa faktor, sehingga tidak semua air hujan yang jatuh ke permukaan bumi

akan menjadi sumber bagi sistem penyaliran dan kolam pengendapan.

Untuk menghitung debit limpasan air permukaan suatu daerah dapat digunakan dengan

pendekatan “Metode Rasional” :

Q = 0.278 x C x I x A

9

……….…………………...(6.11)

Page 10: wew i.docx

dimana : Q = Debit air limpasan (m3 /s)C = Koefisien limpasan I = Intensitas curah hujan (mm/jam)A = Luas catchment area (km2)

6.4 Koefisien Limpasan (C)

Koefisien limpasan merupakan salah satu penentu hasil perhitungan dimana merupakan

parameter yang menggambarkan hubungan curah hujan yang masuk menjadi limpasan

langsung di permukaan. Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan

tanah, kemiringan, intensitas dan lamanya hujan. Beberapa perkiraan koefisien limpasan

terlihat pada Tabel 6.4

Tabel 6.4 Koefisien limpasan

Kemiringan (%) Tutupan Koefisien Limpasan (C)

< 3 %(datar)

Sawah, rawa 0.2Hutan, perkebunan 0.3Perumahan dengan kebun 0.4

3% - 15 %(sedang)

Hutan, perkebunan 0.4Perumahan 0.5Tumbuhan yang jarang 0.6

Tanpa tumbuhan, daerahpenimbunan

0.7

> 15 %(curam)

Hutan 0.6Perumahan, kebun 0.7Tumbuhan yang jarang 0.8

Tanpa tumbuhan, daerah tambang 0.9

6.5 Intensitas Hujan Rencana

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan dalam jangka waktu tertentu, dan

dinyatakan dalam millimeter (mm) persatuan waktu. Intensitas curah hujan dapat

digunakan untuk menghitung debit air limpasan. Besarnya intensitas dapat ditentukan

10

Sumber : Rudi Sayoga, 1999

Page 11: wew i.docx

secara langsung jika ada rekaman durasi hujan setiap harinya yang diukur dengan alat

penakar hujan otomatis. Perhitungan intensitas hujan dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus Mononobe :

I=( R24 )24 (24

t )23

dimana : I = Intensitas curah hujan (mm/jam)R24 = Besar hujan harian dalam 24 jam (mm) t = Lama/durasi waktu hujan (jam)

Perhitungan intensitas curah hujan bertujuan untuk mendapatkan curah hujan yang

sesuai, yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar perencanaan debit limpasan hujan

pada daerah penelitian. Untuk pengolahan data curah hujan menjadi intensitas curah

hujan dapat digunakan cara statistik dari pengamatan durasi yang terjadi (Rudi

Sayoga,1999).

6.6 Laju Erosi

Erosi merupakan proses pengikisan dan pemindahan partikel tanah ataupun dari tempat

asalnya, disebabkan oleh faktor hujan maupun angin. Dimana akibat dari adanya

pengikisan tersebut, tanah atau batuan lunak yang telah tercampur oleh air akan menjadi

material lumpur. Sehingga, dengan memperhitungkan besarnya erosi yang terjadi dalam

satuan luas area tertentu maka akan diperoleh besar volume lumpur yang mungkin

masuk ke dalam pit. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan jumlah tanah yang

hilang akibat erosi berikut :

A = R x K x L x S x C x P

dimana :A = Kehilangan tanah rata-rata tahunan (ton/Ha/Tahun)R = Faktor Erosivitas curah hujan tahunan (MJ/Jam/Ha/Tahun)K = Faktor Erodibilitas tanah (Ton/Jam/MJ)L = Faktor panjang lereng

11

...…………………….(6.13)

……………………...(6.12)

Page 12: wew i.docx

S = Faktor kemiringan lerengC = Faktor vegetasi penutup tanahP = Faktor tindakan konservasi tanah

Erosivitas Curah Hujan (R)

Erosivitas curah hujan (R) adalah kemampuan air hujan untuk mengikis dan

memindahkan tanah atau batuan. Energi kinetik yang bekerja pada butiran-butiran air

yang jatuh di permukaan tanah dapat mengakibatkan terjadi erosi tanah atau batuan

tersebut. Nilai erosivitas curah hujan dapat di hitung dengan rumus :

R = 0,41 x XT 1,09

dimana :XT = Curah hujan harian (mm)

Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas tanah (K) adalah daya tahan tanah atau batuan terhadap erosi. Faktor ini

sangat bergantung pada komposisi tanah tersebut.

Faktor Panjang Lereng (L) dan Faktor Kemiringan Lereng (S)

Dalam perhitungan erosi untuk berbagai kondisi lereng, nilai faktor panjang lereng

harus memperhitungkan standar percobaan USLE membuat suatu persamaan empirik

untuk menentukan faktor panjang lereng sebagai berikut :

L = [ l22 ]

m

dimana :L = Faktor panjang lereng (tanpa satuan)l = panjang lereng (m)m = 0.5 bila kemiringan > 5%

0.4 bila kemiringan > 3.5%-4.5% 0.3 bila kemiringan > 1%-3% 0.2 bila kemiringan < 1%

Untuk faktor kemiringan lereng (S), yaitu :

12

……..………………….(6.14)

……...……………………(6.15)

……...………(6.16)

Page 13: wew i.docx

S = (0,43 + (0,30 x s) + (0,043 x s2))/6,613

dimana :S = Faktor kemiringan lerengs = Persen nilai dari sudut kemiringan lereng

Faktor Vegetasi Tanah (C) dan Faktor Tindakan Konservasi (P)

Daerah tambang merupakan daerah terbuka tanpa adanya tumbuhan, sehingga nilai

faktor C = 1,0. Dan daerah tambang juga tidak dilakukan konservasi terhadap tanah,

sehingga nilai faktor P = 1,0

6.7 Sumuran (Sump)

Sumuran berfungsi sebagai penampung air sebelum dipompa keluar tambang. Dengan

demikian dimensi, sumuran ini sangat tergantung dari jumlah air yang masuk serta

keluar dari sumuran. Jumlah air yang masuk kedalam sumuran merupakan jumlah air

yang dialirkan oleh saluran-saluran jumlah limpasan permukaan yang langsunng

mengalir ke sumuran dan curah hujan yang jatuh di sumuran.

Tata letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang disesuaikan

dengan geografis daerah tambang dan kesetabilan lereng tambang. Sump sendiri

berdasarkan fungsi dan penempatannya, dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :

1. Sump Temporer dibuat pada daerah front tambang, baik secara terencana yang

digambarkan pada peta jangka pendek atau tidak terencana sebelumnya. Jangka

waktu penggunaan sump ini relatif singkat.

2. Sump Tandem dibuat secara terencana dalam pemilihan lokasi maupun volumenya.

Penempatannya pada jenjang tambang dan biasanya di bagian lereng tepi tambang.

Fungsi utama dari sump ini sendiri adalah sebagai tempat limpahan pertama air dari

dasar tambang dikarenakan keterbatasan kemampuan pompa, selain itu juga

berfungsi sebagai tempat pengendapan lumpur awal sebelum dibuang kekolam

pengendapan lumpur.

3. Main Sump dibuat sebagai penampungan air terakhir dan dapat digunakan sebagai

cadangan air untuk digunakan dalam pengamanan kebakaran. Pada umumnya sump

ini dibuat di elevasi terendah dalam tambang (dasar tambang).

13

Page 14: wew i.docx

Volume sump yang paling optimum bisa didapatkan dari selisih terbesar antara volume

air limpasan dengan volume pemompaan.

Vol.sump = Vol.total inflow (m3/day) – Vol.pemompaan (m3/day)

Vol.total inflow (m3/day) = Vol.limpasan (m3/day) + Vol.lumpur (m3/day)

Vol.limpasan :

Vol. limpasan =

C .R24 . A

1000

dimana :C = Koefisien limpasanR24 = Curah hujan harian rencana (mm)A = Luas catchment area (m2)

Vol. pemompaan = debit pemompaan (m3/s) x 3600 (s/hour) x waktu operasi pompa

per hari (hour/day)

Secara umum bentu sump adalah seperti limas segiempat seperti Gambar 6.1 dibawah ini :

Gambar 6.1 Bentuk sump secara umum

14

…...……..(6.17)

………………………(6.19)

…..(6.18)

………………………………………..……..…..……......(6.20)

X

X’

Y Y’

H

45o

Page 15: wew i.docx

Perhitungan volume sump dengan bentuk seperti itu adalah sebagai berikut :

Luas atas (LA) = X.Y

Luas bawah (LB) = X’.Y’

Volume sump = 1/3.H.(LA+LB+((LA.LB)^0,5))

6.8 Pompa

A. Klasifikasi Pompa.

Jenis-jenis pompa adalah sebagai berikut (Sularso & Haruo Tahara, 1994) :

a. Pompa Torak, merupakan jenis pompa dimana energi pemompaannya dihasilkan

secara periodik oleh suatu gaya berupa torak.

b. Pompa Sentrifugal, adalah jenis pompa yang mempunyai sebuah impeler (baling-

baling) untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang lain. Jenis

pompa ini terbagi lagi sebagai berikut :

- Pompa Volut, yaitu pompa dimana aliran yang keluar dari impeler ditampung di

dalam volut (rumah siput), yang selanjutnya akan mengalirkan nosel keluar.

- Pompa Difuser, yaitu pompa yang memiliki difuser yang dipasang mengelilingi

impeler, Fungsi difuser adalah untuk menurunkan kecepatan aliran yang keluar

dari impeler, sehingga energi kinetik aliran dapat diubah menjadi energi tekanan

secara efisien.

c. Pompa Aliran Campur. Jenis pompa ini dibagi lagi sebagai berikut :

- Pompa Aliran Campur Jenis Volut, yakni pompa yang menggunakan rumah volut

untuk menampung langsung aliran yang keluar dari impeler.

- Pompa Aliran Campur Jenis Difuser, yakni pompa yang menggunakan rumah

difuser untuk menampung langsung aliran yang keluar dari impeler.

d. Pompa Aliran Aksial, merupakan pompa yang alirannya mempunyai arah aksial

(sejajar poros), dan biasanya digunakan untuk julang yang rendah.

B. Head (Julang) Pompa

1. Head Total Pompa

15

.………………………....…………………..(6.21)

...…............................…..…………………..(6.22)

…..……………..(6.23)

Page 16: wew i.docx

Untuk mengalirkan air yang direncanakan, maka “Head Total” pompa harus ditentukan

dari situasi dan kondisi pompa serta instalasi pemipaan yang akan dilayani oleh pompa

itu sendiri.

H = ha + hp + hl + V 2

2g

dimana :H = Head Total Pompa (mtr)ha = Head statis à perbedaan tinggi antara muka air disisi keluar dan disisi isap (mtr)hp = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (hp2-hp1)hl = Kerugian yang terjadi pada pipa (belokan, sambungan, dll) (m)V2/2g = Head kecepatan keluarg = Percepatan gravitasi bumi (9,8 m/det2)

2. "Head" Kerugian

Head untuk mengatasi kerugian-kerugian yg terjadi pada pipa lurus, belokan pipa,

katup, dll.

a. "Head“ Kerugian gesek pada pipa lurus

hf=10,666xQ1,85

C1,85 xD4,85xL

dimana : hf = Kerugian gesek pada pipa lurus (mtr)

C = Koef. Kondisi pipa Q = Laju aliran (m3/det) D = Diameter pipa (m)

L = Panjang pipa (m)

b. "Head“ Kerugian akibat pembesaran pipa secara gradual

hf=f(V 1−V 2 )

2

2g

dimana :hf = Kerugian gesek pada pipa gradual (mtr)V1 = Kec. Rata2 pada penampang kecil (mtr/det)V2 = Kec. Rata2 pada penampang besar (mtr/det

16

...…………………..(6.24)

...…………………………..(6.25)

...……….………………..(6.26)

Page 17: wew i.docx

f = Koef. Kerugiang = Perc. Gravitasi (9,8 m3/det2)

V= Q1

4πD2 atau πr2

dimana :V = Kec. Aliran (mtr/det)Q = Debit Aliran (m3/det)D = Diameter pipa (m)r = Jari-jari (m)

c. “Head“ kerugian gesek pada belokan dan sambungan

hf=fV 2

2 g pi

dimana :hf = Kerugian gesek (mtr)f = Koef. Kerugiang = erc. Gravitasi (9,8 m3/det2)

d. "Head" Kecepatan Keluar

Vf=V 2

2 g

dimana :V = Kec. Aliran (m/det)g = Perc. Gravitasi (9,8 m3/det2)

e. "Head" pembesaran pipa secara tiba-tiba

hf=f(V 1−V 2 )

2

2g

dimana : hf = Kerugian gesek pada pipa gradual (mtr)V1 = Kec. Rata2 pada penampang kecil (mtr/det)V2 = Kec. Rata2 pada penampang besar (mtr/det)f = Koef. Kerugian

17

...…………………..(6.27)

...…………………………..(6.28)

................…………………..(6.29)

............…………………..(6.30)

Page 18: wew i.docx

g = Perc. Gravitasi (9,8 m3/det2)

Untuk pembesaran penampang secara mendadak f = 1

f. "Head" pengecilan pipa secara tiba-tiba

hf=fV 2

2

2 g

dimana : hf = Kerugian gesek pada pipa gradual (mtr)V2 = Kec. Rata2 pada penampang kecil (mtr/det)f = Koef. Kerugian g = Perc. Gravitasi (9,8 m3/det2)

g. Julang kerugian di katup

hv=f vV 2

2 g

dimana : hv = Kerugian head katup (m)fv = Koef. KerugianV = Kecepatan rata-rata di penampang katup (m/s)g = Percepatan grafitasi (m/s2)

h. Debit Aktual Pompa

Debit nyata yang mampu dikeluarkan oleh pompa, dicari dengan rumus sebagai

berikut :

Q2=Q1 xH2

H1

dimana :Q1 = Debit pompa dari pabrik (m3/s)Q2 = Debit pompa setelah dikoreksi (m3/s)H1 = Head dari pabrik (belum dikoreksi), (m)

18

...…………………………....(6.31)

...…………..………………..(6.32)

...…………………………..(6.33)

Page 19: wew i.docx

H2 = Head total perhitungan (m)

6.9 Saluran Air

Saluran air (paritan) di tambang berfungsi untuk menampung limpasan permukaan pada

suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat pengumpulan (sumuran) atau tempat

lainnya.

Jenis aliran yang dipakai pada penentuan saluran mengikuti asumsi bahwa aliran

tersebut seragam, debit dan kecepatannya sama sepanjang saluran tersebut. Salah satu

parameter penting yang diperlukan dalam perancangan saluran adalah debit yang

memasuki suatu daerah.

Dalam merancang bentuk dan dimensi saluran air perlu dilakukan analisis sehingga

saluran air tersebut memenuhi hal-hal sebagai berikut :

Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan.

Kecepatan air sedemikian sehingga tidak terjadi pengendapan (sedimentasi).

Kecepatan air sedemikian sehingga tidak merusak saluran.

Kemudahan dalam penggalian

Bentuk tabel penampang saluran air umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe

material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Perhitungan

kapasitas pengaliran suatu saluran air dapat juga dilakukan dengan menggunakan

rumus Manning (Rudi Sayoga,1999) :

Q = (1/n) R2/3 S1/2 A

atau

Q = {(A)5/3 S1/2} / np2/3

dimana :Q = debit (m3/s)R = jari-jari hidrolik (A/P)S = kemiringan rata-rata A = luas penampang saluran P = keliling basah

19

...…...…………..……(6.35)

...……………………(6.34)

Page 20: wew i.docx

n = koefisien kekasaran Manning Beberapa harga n pada koefisien kekasaran Manning

adalah sebagai berikut :

Tabel 6.5 Koefisien kekasaran Manning

Tipe dinding saluran n

Semen 0.010-0.014Beton 0.011-0.016Bata 0.012-0.020Besi 0.013-0.017

Tanah 0.020-0.030Gravel 0.022-0.035

Tanah yang ditanami 0.025-0.040

Untuk bentuk saluran yang akan dibuat ada beberapa macam bentuk dengan

perhitungan geometrinya sebagai berikut :

Gambar 6.2 Geometrik penampang saluran

Bentuk penampang saluran yang sering digunakan dan umum dipakai adalah bentuk

trapesium, sebab mudah dalam pembuatannnya, murah, efisien dan mudah dalam

perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut

20

Sumber : Rudi Sayoga, 1999

Page 21: wew i.docx

keadaan daerah.

6.10 Kolam Pengendapan (Settling Pond)

Kolam pengendapan (settling pond) adalah suatu daerah yang khusus untuk

menampung air limpasan sebelum dibuang langsung menuju daerah pengaliran umum.

Sedangkan kolam pengendapan untuk daerah penambangan yaitu kolam yang dibuat

untuk menampung dan mengendapkan air limpasan yang berasal dari daerah

penambangan maupun daerah sekitar penambangan sebelum air tersebut dibuang

langsung menuju tempat penampungan air umum seperti sungai maupun danau.

Disamping tempat pengendapan settling pond juga dapat berfungsi sebagai tempat

pengontrol kualitas dari air yang akan dialirkan keluar kolam pengendapan. Dengan

adanya kolam pengendapan diharapkan semua air yang keluar dari daerah penambangan

benar-benar air yang sudah memenuhi ambang batas yang diijinkan oleh perusahaan,

sehingga nantinya dengan adanya penambangan ini tidak ada keluhan dari masyarakat

dan juga mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

Dalam penentuan dimensi kolam pengendapan perlu diketahui beberapa hal yang

mendukung kolam tersebut diantaranya volume air yang akan ditampung, butiran yang

tersuspensi dan kecepatan waktu pengendapan (Awang Suwandhi, 2004).

Kecepatan padatan tersuspensi tergantung pada diameter partikel dalam padatan yang

lolos keluar dari kolam pengendapan sehingga kecepatan pengendapan dapat dihitung

dengan menggunakan rumus ”Stokes”, yaitu :

Vt =

g . D2 . (SG−1 )18 v

dimana :Vt = Kecepatan pengendapan partikel (m/dtk)g = Percepatan gravitasi (m/dtk2)SG = Berat jenis partikel padatan v = Viskositas kinematika air (m/dtk2)

21

...………………..……….(6.36)

Page 22: wew i.docx

D = Diameter partikel padatan (m)

Sedangkan luas kolam pengendapan ditentukan dari volume total air tersuspensi dan

kecepatan partikel padatan tersebut untuk mengendap. Luas kolam pengendapan

merupakan perbandingan antara volume air total dengan kecepatan pengendapan, yaitu :

A= QVt

dimana :A = Luas kolam pengendapan (m2)Q = Volume air yang ditampung (m3/dtk)Vt = Kecepatan partikel tersuspensi (m/dtk)

Gambar 6.3 dan 6.4 di bawah ini merupakan contoh rancangan kolam pengendapan

pada pertambangan mineral dan batubara (Waterman Sulistyana B, 2010).

22

...…………..………………...(6.37)

1 4

A

A’ A’

A

2

A A’

1 2 4

3

Page 23: wew i.docx

Gambar 6.3 Sketsa kolam pengendapan

Gambar 6.4 Bentuk kolam pengendapan

7. Metodologi

Metode yang digunakan dalam penulisan yaitu dengan pendekatan masalah yang berupa

pengambilan bahan, baik berupa dasar teori maupun data-data objek yang diamati.

Adapun tahapan dalam pengerjaan sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang

penelitian, termasuk juga kajian yang telah dilakukan sebelumnya. Dan dilakukan

studi terhadap literatur-literatur yang terkait dengan penelitian ini

2. Observasi Lapangan

Tujuannya yaitu penulis dapat melihat kondisi di lapangan secara langsung,

sehingga dapat mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian, dengan

melakukan pengamatan langsung di lapangan

3. Pengambilan Data

Pelaksanaan untuk memperoleh data yang diperlukan dari berbagai sumber dalam

23

A B C

a l

l

l

l

l a

n

Page 24: wew i.docx

penyusunan skripsi

4. Pengelompokan Data

- Mengumpulkan dan mengelompokkan data agar lebih mudah dianalisis

- Mengetahui keakuratan data sehingga kerja menjadi efisien

5. Pengolahan Data

Dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap data yang telah diperoleh

kemudian disajikan dalam bentuk tabel

6. Analisa Hasil Pengolahan Data

Dilakukan dengan tujuan, untuk memperoleh kesimpulan sementara

7. Kesimpulan

Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan dengan permasalahan

yang diteliti. Kesimpulan merupakan hasil akhir dari semua masalah yang dibahas.

24

Page 25: wew i.docx

Gambar 7.1 Diagram alir penelitian

25

Studi Literatur

Observasi Lapangan

Pengambilan dan Pengelompokkan Data

Sumuran (Sump)

Peta Topo

Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

Data Curah Hujan

Saluran Air

Kesimpulan

Curah Hujan Rencana

Intensitas Hujan

Volume Limpasan

Pembahasan

Kolam Pengendapan (Settling Pond)

Debit Limpasan outpit

Data dan Spesifikasi Pompa

Debit Aktual Pompa

Volume Pemompaan

Debit Limpasan inpit

Debit Limpasan

Page 26: wew i.docx

8. Relevansi

Dalam melaksanakan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan hasil :

1. Mengetahui dimensi sumuran (sump), saluran air, kolam pengendapan (settling

pond) yang sesuai untuk digunakan.

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada

mahasiswa pertambangan khususnya mengenai sistem penirisan tambang.

9. Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal kegiatan penelitian yaitu :

KegiatanMinggu Keterangan

1 2 3 4 5 6

Pelaksanaan di lapangan

disesuaikan dengan

kondisi tempat penelitian

 

Observasi lapangan dan

perencanaan penelitian            

Penelitian dan

pengambilan data            

Pengolahan data            

Penyusunan skripsi            

Tabel 9.1 Jadwal kegiatan

10. Daftar Pustaka

1. Anas, A.W., 2011, Analisis Penyaliran Tambang Pada Pit Batu Dinding Di PT.

RPP Job Site Anugerah Bara Kaltim Loajanan Kalimantan Timur, Jurusan

Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, Samarinda.

2. Balfas, M.D., 2011, Buku Panduan Skripsi/Tugas Akhir, Seminar, dan Praktek

Kerja Lapangan, Universitas Mulawarman, Samarinda

3. Diklat Perencanaan Tambang., 2001, Penirisan Tambang, Pusat Pendidikan dan

Latihan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.

26

Page 27: wew i.docx

4. Hasan, Harjuni., 2013, Diktat Kuliah Penirisan Tambang, Program Studi

Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, Samarinda.

5. Sayoga, Rudy., 1999, Sistem Penyaliran Tambang, Jurusan Teknik

Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

6. Suwandhi, Awang., 2004, Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang. Diktat

Diklat Perencanaan Tambang Terbuka Bandung, Unisba, Bandung.

7. Syarif, Irvan., 2010, Rancangan Sistem Penyaliran Tambang Pit T07 Site Lati

PT. Berau Coal, Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas

Mulawarman, Samarinda.

8. Waterman, S.B., 2010, Perencanaan Tambang, Jurusan Teknik Pertambangan,

UPN “Veteran” Jogjakarta , Jogjakarta.

9. Winarno, Agus., 2012, Diktat Kuliah Penirisan Tambang, Program Studi

Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, Samarinda

27