Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

197
1 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Transcript of Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

Page 1: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

1

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 2: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

2 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Visi Perekonomian Indonesia 2030

Cetakan Pertama, Mei 2009Badan Penerbit Ekonomi Pembangunan (BPEP) UNSJl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Solo, 57136. Telp/Fax +62271-668607, 668609

Editor: Lukman Hakim, Dwi Prasetyani, Hery Sulistyo JNSDesain Sampul: LestudePenata Letak: elha

Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isibuku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

Perpusatakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Visi Perekonomian Indonesia 2030 /Lukman Hakim, DwiPrasetyani, Hery Sulistyo JNS, Cetakan 1,Solo: BPEP, 2009.vii + 200 hlm: 14 cm x 21 cmISBN 978-979-17320-0-0

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 3: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

3

Buku ini didedikasikan kepadaGuru dan Kolega Kami Yang Telah Purna Tugas

Prof. Dr. Suharno TS, SUDrs. Darustam, BSc

Drs. SuhardiDra. Kustini

Dra. GAA. Susilowati, SUDrs. Sri Mulyono, MSi

Semoga semangat perjuangannya dalam pendidikan danpengembangan ilmu ekonomi dapat menginspirasi kami

untuk terus melanjutkannya

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 4: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

4 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Daftar Isi

Daftar Isi vTentang Penulis viSumber Tulisan viiiPengantar Editor ixKata Pengantar x

1. Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030 1Lukman HakimHery Sulistyo JNS

2. Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter 31Lukman HakimSiti AisyahHery Sulistyo JNS

3. Reformulasi DAU Mendorong Pembangunan Daerah 49MulyantoLukman Hakim

4. Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan 67Akhmad DaerobiHery Sulisyo JNSTetuko Rawidyo Putro

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 5: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

5

5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasidan Kemiskinan 105Bhimo Rizky Samudro

6. PerencanaanTenaga Kerja Daerah 121SutomoYunastiti PurwaningsihYuliana Kartikasari

7. Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah 149SumardiDwi Prasetyani

Index 183

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 6: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

6 Visi Perekonomian Indonesia 2030

AKHMAD DAEROBI adalah dosen Jurusan Ekonomi PembangunanUNS. Lahir di Salatiga dan menyelesaikan S-1 di Jurusan EkonomiPembangunan Fak. Ekonomi UNS. Gelar S-2 diperoleh dari Pro-gram Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran (Unpad). Saat initengah mengambil S-3 di Universitas Diponegoro.

BHIMO RIZKY SAMUDRO adalah dosen Jurusan EkonomiPembangunan UNS. Lahir di Yogyakarta dan mendapatkan gelarS-1 dan S-2 dari Jurusan Ilmu Ekonomi & Studi Pembangunan(IESP) Fak. Ekonomi UGM. Ketika buku ini ditulis tengah melakukanpersiapan studi lanjut di Curtin University of Technology, Austra-lia.

DWI PRASETYANI adalah dosen Jurusan Ekonomi PembangunanUNS. Lahir di Boyolali dan memperoleh gelar S-1 dari Jurusan EkonomiPembangunan Fak. Ekonomi UNS. Menyelesaikan S-2 pada Pro-gram Magister Ekonomika Pembangunan UGM. Saat ini, menjabatsebagai Sekretaris Jurusan Program Studi Ekonomi PembangunanNon Reguler UNS.

HERY SULSITYO JNS adalah dosen Jurusan Ekonomi PembangunanUNS. Lahir di Palu dan menyelesaikan S-1 dari Jurusan Ilmu Ekonomi(IE) Fak. Ekonomi UGM. Saat ini tengah menempuh S-2 di ProgramPascasarjana Universitas Indonesia (UI).

LUKMAN HAKIM adalah dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan UNS.Lahir di Ambarawa dan mendapatkan gelar S-1 dan S-2 dari JurusanIlmu Ekonomi & Studi Pembangunan (IESP) Fak. Ekonomi UGM.Ketika buku ini diterbitkan tengah menyelesaikan S-3 di UniversitiUtara Malaysia, Malaysia.

MULYANTO adalah dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan UNS.Lahir di Klaten dan menyelesaikan S-1 pada Ilmu Ekonomi danStudi Pembangunan (IESP) Fak. Ekonomi UNS. Gelar S-2 diperolehdari Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI). Saat initengah mengambil S-3 di Universitas Diponegoro.

Tentang Penulis

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 7: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

7

SITI AISYAH TRI RAHAYU adalah dosen Jurusan EkonomiPembangunan UNS. Lahir di Cilacap dan mendapatkan gelar S-1dan S-2 dari Jurusan Ilmu Ekonomi & Studi Pembangunan (IESP)Fak. Ekonomi UGM. Saat ini tengah menyelesaikanS-3 di Universi-tas Gadjah Mada.

SUMARDI adalah dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan UNS. Lahirdi Klaten dan menyelesaikan S-1 dari Jurusan Ilmu Ekonomi danStudi Pembangunan (IESP) Fak. Ekonomi UNS. Saat ini menempuhS-2 di Program Pascasarjana UNS.

SUTOMO adalah dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan UNS. Lahirdi Boyolali dan mendapatkan gelar S-1 pada Ilmu Ekonomi danStudi Pembangunan (IESP) Fak. Ekonomi UNS. Gelar S-2 diperolehdari Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI). Saat initengah menjabat sebagai Pembantu Dekan I Fak. Ekonomi UNS.

TETUKO RAWIDYO PUTRO adalah dosen Jurusan EkonomiPembangunan UNS. Lahir di Yogyakarta dan menyelesaikan S-1 diIlmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fak. Ekonomi Uni-versitas Airlangga (Unair). Gelar S-2 diperoleh dari ProgramPascasarjana UGM. Saat ini tengah mengambil S-3 di UniversitasGadjah Mada.

YUNASTITI PURWANINGSIH adalah dosen Jurusan EkonomiPembangunan UNS. Lahir di Surakarta dan mendapatkan gelar S-1 dan S-2 dari UGM. Saat ini tengah menyelesaikan S-3 di Univer-sitas Gadjah Mada.

YULIANA KARTIKASARI adalah lulusan Jurusan EkonomiPembangunan FE UNS.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 8: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

8 Visi Perekonomian Indonesia 2030

1. Bangsa Maritim Sejahtera dan Merata: Visi Indonesia 2030,merupakan makalah yang tulis dalam rangka Lomba SkenarioPerencanaan Pembangunan yang diselenggarakan oleh BankIndonesia, 2006.

2. Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Monetermerupakan makalah dalam rangka Lomba Simulasi Inflasi yangdilakukan oleh Bank Indonesia, 2006, mendapatkan penghargaanperingkat ke-empat.

3. Reformulasi DAU Mendorong Pembangunan Daerah merupakanmakalah dalam rangka Lomba Reformulasi DAU yangdiselenggarakan oleh LPEM UI dan Depdagri, 2005, yangmendapatkan perhargaan sebagai pemenang pertama.

4. Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan merupakanmakalah yang dipresentasikan dalam Konferensi InternasionalIRSA 2006, di Malang

5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasi dankemiskinan, makalah ini pernah dipresentasikan pada KonferensiInternasional IRSA 2006, di Malang.

6. Perencanaan Tenaga Daerah merupakan kertas kerja yangdisampaikan pada forum diskusi Dewan Pengupahan KotaSurakarta pada tahun 2007.

7. Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah, merupakan kertaskerja yang telah disampaikan di beberapa Kab/Kota antara laindi Kota Dumai, Kota Surakarta, Kabupaten Sragen,Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, KabupatenKlaten, Kabupaten Jepara, Kabupaten Mamuju Utara danKabupaten Mamasa.

Sumber Tulisan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 9: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

9

Menumbuhkan tradisi intelektual pada sebuah perguruan tinggibukan perkara mudah.Tradisi intelektual biasanya diwujudkan dalamtradisi riset yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal atau buku.Sudah banyak jurnal yang dimiliki perguruan tinggi baik yang telahmaupun belum terakreditasi. Namun yang masih relatif terabaikanadalah buku tematik yang menyoal masalah tertentu. Penerbitanbuku ini dalam rangka mengisi kekosongan itu.

Sejak tahun 2005, banyak dosen di lingkungan Jurusan EkonomiPembangunan menulis paper dalam rangka lomba ataupunkonferensi nasional maupun internasional. Beberapa dari paper itumendapatkan penghargaan. Namun sebagian besar kalangan civi-tas akademika di lingkungan internal maupun eksternal tidak pernahmengetahuinya. Agar makalah-makalah tersebut dapat juga disimakoleh civitas akademika, maka kami menerbitkannya dalam bentukbuku ini.

Buku ini berisi 7 (tujuh) artikel terpilih yang mencakup topikperencanan, moneter, fiskal daerah, pertanian, kemiskinan,lingkungan, dan ketenagakerjaan. Tulisan-tulisan ini diharapkandapat memberikan visi bagi pembangunan Indonesia, sesuai denganjudul buku ini “Visi Perekonomian Indonesia 2030”.

Terakhir, buku ini didedikasikan kepada guru dan sekaligus kolegapada Jurusan Ekonomi Pembangunan yang telah memasuki masapurna tugas yakni Prof. Dr. Suharno TS, SU, Drs. Darustam, BSc,Drs. Suhardi, Dra. Kustini, Dra, GAA Susilowati, SU, Drs. Sri Mulyono,MSi. Semoga semangat perjuangannya dalam bidang ekonomi dapatmenginspirasi kami untuk terus melanjutkannya.

Solo, Mei 2009

LH, DP, HS

Pengantar Editor

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 10: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

10 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Prakarsa untuk menerbitkan beberapa karya ilmiah rekan-rekandosen Jurusan Ekonomi Pembangunan (JEP) FE UNS patutdidukung sepenuhnya. Banyak karya-karya dosen baik dalam rangkariset maupun presentasi illmiah pada skala lokal, regional, maupuninternasional hanya tersimpan di dalam arsip. Dan tidakada upayauntuk mempublikasikannya. Hal ini patut disayangkan, karenaseharusnya karya-karya ilmiah itu dapat diseminasikan kepadapublik sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dan upayamenjawab masalah yang dihadapi oleh bangsa ini. Oleh sebab itu,penerbitan kumpulan artikel ini merupakan salah satu caramensosialisasikan ide dan wacana kepada masyarakat luas.

Selain itu, penerbitan buku ini juga dapat menjadi barometertradisi intelektual di kalangan para dosen. Ini sekaligus akan memacupenumbuhkembangan tradisi riset dan menulis pada civitasakademika yang merupakan bagian tak terpisahkan sebagai insanakademis. Kami bertekad setiap tahun Jurusan EkonomiPembangunan dapat memfasilitasi penerbitan karya-karya ilmiahdosen dalam bentuk buku seperti ini.

Akhirnya pada kesempatan ini, kami selaku pimpinan JurusanEkonomi Pembangunan FE UNS mengucapkan selamat ataspenerbitan buku ini dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihakyang membantu kelancarannya.

Solo, Mei 2009

Ketua Jurusan

Drs. Kresno Sarosa Pribadi, MSi

Kata Pengantar Kajur

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 11: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

11

Kata Pengantar DekanSelaku pimpinan Fakultas Ekonomi UNS, kami menyambut baik

penerbitan buku “Visi Perekonomian Indonesia 2030” . Ini merupakanlangkah tepat untuk memulai menerbitkan karya-karya ilmiah civi-tas akademika dalam bentuk buku. Dengan ini semoga buahpemikiran dari kalangan kampus dapat tersosialisasi pada seluruhpihak pemangku kepentingan (stakeholders).

Demikian halnya, dengan judul buku “Visi Perekonomian Indo-nesia 2030” juga mempunyai makna yang dalam. Mengingat sejaklahirnya Undang-undang No 25/2004 tentang Sistem PerencanaanPembangunan Nasional (SPPN) pemerintah pada tingkat nasionalmaupun daerah harus mempunyai Rencana Pembangunan JangkaPanjang (PRJP) 20 tahunan. Belum banyak akademisi maupun pakaryang membahas topik visi ekonomi Indonesia dalam jangka panjangsecara komprehensif. Oleh sebab itu, buku ini diharapkan dapatmengisi kekosongan itu. Dalam buku ini visi perekonomian masadepan ditinjau dari berbagai aspek diantaranya adalah scenarioplanning, moneter, pembangunan daerah, lingkungan danketenagakerjaan.

Terakhir, selaku pimipinan Fakultas Ekonomi UNS, kami berharapbuku ini dapat menginspirasi kolega-kolega yang lain agar selalumenerbitkan hasil-hasil riset mereka, sehingga kemanfaatannyadapat dirasakan oleh masyarakat luas.

Solo, Mei 2009

Dekan

Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 12: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

12 Visi Perekonomian Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 13: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

13

1 BANGSA MARITIM SEJAHTERA &MERATA: VISI INDONESIA 2030

LUKMAN HAKIMHERY SULISTYO JNS

PENDAHULUAN

Perubahan orientasi pembangunan dari paradigma daratanmenjadi lautan, mutlak dilakukan pada Pembangunan JangkaPanjang (PJP) 20 tahun yang akan datang. Indonesia adalah bangsayang mempunyai luas wilayah 2/3 persen atau 3.302.498 jutakm2 adalah lautan, sisanya 1/3 persen atau 1.890.754 km2 adalahdaratan. Dominasi lautan itu menyebabkan Indonesia menjadinegara kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 18.110 buah.Namun selama ini, orientasi pembangunan yang dijalankan olehpemerintah adalah membangun daratan dan melupakan lautan.Peristiwa dua tahun terakhir ini khususnya gempa di berbagaidaerah dan sebagian terjadi Tsunami mengingatkan kita bahwakita hidup di daerah kepulauan yang rentan terhadap bencana-bencana itu.

Selama pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang (PJP) tahappertama yang dijalankan sejak tahun 1969 sampai dengan 1994dan diteruskan hingga saat ini lebih memfokuskan kepada paradigmadaratan dari pada lautan. Paradigma pembangunan yang dominanselama itu adalah memfokuskan tranformasi struktural dari sektorpertanian ke industri dan jasa. Cetak biru tranformasi struktural iniberasal dari pemikiran Barat yang telah diterapkan diberbagai negaranegara yang dominasi wilayahnya adalah daratan seperti Eropadan Amerika Serikat. Tentu saja hal ini menyebabkan cetak birupembangunan “ daratan” itu tidak sesuai dengan keadaan Indonesiayang didominasi oleh kelauatan. Maka pemahaman di mana kitaberdiri dan hidup menjadi sangat penting dalam penyusunanRencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2030.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 14: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

14 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Pada masa akhir kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputritahun 2004 terlahir salah satu undang-undang yang sangat pentingdalam bidang perencanaan pembangunan yakni Undang-undangNomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan PembangunanNasional (SPPN). Undang-undang SPPN ini merupakan tonggakbersejarah bagi perencanaan pembangunan di Indonesia. Jika padasistem perencanaan sebelumnya hanya berdasarkan atasKeputusan Presiden atau Keputusan Menteri, maka dengan UUSPPN ini, sistem perencanaan pembangunan dipayungi oleh undang-undang. Ini menyebabkan posisi perencanaan pembangunan sertalembaga pelaksanan menjadi semakin kuat. Apabila pada masareformasi yang lalu, posisi lembaga perencanaan pembangunanBappenas dan Bappeda sempat terabaikan, dengan UU SPPNmenjadi semakin kokoh seperti halnya pada masa Orde Baru.

UU SPPN ini mengatur perencanaan pembangunan berjangkayakni jangka pendek (satu tahun) yang disebut dengan RencanaKerja Pemerintah (RKP), jangka menengah (lima tahun) atauRencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan jangkapanjang (20 tahun) yang dinamakan Rencana Pembangunan JangkaPanjang (RPJP) baik untuk tingkat nasional maupun daerah. Dalamsejarah pembangunan Indonesia, perencanan pembangunanberjangka sudah kerap dilakukan baik pada masa DemokrasiParlementer, Demokrasi Terpimpin sampai dengan Orde Baru.Pembangunan berjangka menengah atau lima tahunan yang telahditerapkan pada masa sebelum Orde Baru adalah Rencana Juanda1956 s/d 1960; Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961s/d 1969. Namun karena ketiadaan dukungan dana pembiayaanyang memadai dan juga adanya ketidakstabilan politik, maka keduaperencanaan itu tidak berjalan secara optimal (Kunarjo 1992: 10).

Perencanaan pembangunan yang berjalan secara optimal adalahpada masa Orde Baru, yakni 1969 s/d 1973 (Repelita I); 1973/74s/d 1978/79 (Repelita II); 1979/1980 s/d 1982/1983 (RepelitaIII); 1983/1984 s/d 1988/1989 (Repelita IV); 1989/1990 s/d 1993/1994. Rangkaian Repelita dari tahun 1969 sampai 1994 itu disebutRencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) I di mana dasar

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 15: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

15

normatifnya terdapat di GBHN yang ditetapkan oleh MajelisPermusyawaratan Rakyat (MPR) tiap 5 tahun sekali. Tidak dapatdipungkiri bahwa kesinambungan Pembangunan Jangka Panjang Iini karena faktor stabilitas politik Pemerintah Orde Baru di bawahpimpinan Presiden Soeharto yang dalam kurun waktu itu berkuasa.Hipotesis adanya ketidakstabilan politik akan menghancurkan sistemperencanaan terbukti dengan RPJP ke-2 yang sudah dicanangkanoleh Pemerintah Orde Baru mulai tahun 1994/1995 sampai 2014/2015, namun seiring dengan jatuhnya regim Orde Baru pada tahun1998 menyusul adanya krisis ekonomi 1997 menyebabkan RPJPke-2 “Orde Baru” itu terhenti.

Berdasarkan pengalaman seperti itu, jelas bahwa RPJP akandapat diterapkan jika prasyarat stabilitas politik terpenuhi. Dengankata lain selama kurun waktu itu penguasa tidak pernah ganti,seperti halnya Pemerintah Orde Baru. Situasi ini tidak memungkinkanpada masa sistem presidensial yang dibatasi hanya dua periode.Dengan sistem presidensial murni yang berlaku dewasa ini, menurutSilalahi (2005) Presiden terpilih tidak perlu menyusun RPJP, melainkancukup Rencana Pembangunan Lima Tahun saja. Dalam sistempresidensial ini, UUD sudah dapat dianggap sebagai RPJP, karenadari pembukaan sampai pasal-pasalnya merupakan arah danpedoman pembangunan nasional. Penyusunan RPJP dapatdiinterpretasikan sebagai pemaksaan terhadap presiden terpilihuntuk menuruti policy presiden sebelumnya (pembuat RPJP).

Sementera itu, menanggapi pandangan ini, Rachbini (2005) –Ketua Pansus RPJP DPR RI – lebih mengedepankan azas manfaat.Menurutnya RPJP merupakan penjabaran visioner yang akanmembantu menjabarkan secara lebih komprehensif dan lebihsistematis UUD 1945. Pada prinsipnya UUD 1945 tidak melarangupaya menjelaskan konsep masa depan yang disusun dalam bentukUndang-undang. Bahkan dengan ini justru baik pemerintah maupunDPR dapat bersama-sama merancang sebuah masa depan secaralebih holistik. Rancangan masa depan yang menjangkau 20 tahundalam bentuk visi dan misi sangat diperlukan oleh Indonesia sepertidilakukan oleh negara lain antar lain Malaysia, Korea dan China.

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 16: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

16 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Permasalahannya dalam draft RPJP kedua yang disampaikanoleh Pemerintah kepada DPR tetap mengedepankan pada paradigmadaratan. Ini menandakan bahwa diantara kita belum sepenuhnyamelihat arti pentingya lautan bagi bangsa ini. Demikian jugapendekatan yang dipakai oleh Sastrosoenarto (2006) yangmenyusun buku cukup komprehensif tentang visi Indonesia 2030,namun tetap mendasarkan pada pendekatan daratan. Oleh sebabitu, diperlukan sebuah pemikiran alternatif yang justru melihatmasalah laut sebagai faktor paling penting dalam mengembangkanIndonesia di masa yang akan datang. Termasuk dalam penyusunanskenario dan visi Indonesia tahun 2030 ini diupayakan untukmengacu paradigma kemaritiman.

METODOLOGI

Referensi utama dalam penyusunan skenario dan visi Indonesia2030 adalah beberapa literatur pokok dalam manajemen strategisyang biasanya mengambil kasus pada tingkat korporat (Miller, 1998).Beberapa korporat yang merupakan pioner dalam penyusunan visi,misi dan skenario dalam jangka panjang antara lain adalah GeneralElectric perusahaan yang bergerak dalam bidang perkakas elektronikdari Amerika Serikat dan dan perusahaan minyak Belanda RoyalDutch/Shell. Shell misalnya, sejak tahun dekade tahun 1960-anhingga tahun 2000-an ini konsisten membuat skenario 25 tahunan(Ringland, 1998). Dalam “Shell Global Scenarios to 2030”, Shellmempersiapkan diri menghadapi era penggunaan Hydrogen sebagaibahan bakar utama pada masa depan. Shell mempunyai tigaskenario global untuk tahun 2030 (Bentham, 2006) yaitu:

1. Rendahnya kepercayaan terhadap globalisasi (low trustglobalization) yakni suasana di mana sebagian masyarakat mulaimeragukan perdagangan bebas pada era yang bersifat legalistik(legalistic world);

2. Membuka pintu (open doors) yakni meningkatnya kepercayaanmasyarakat terhadap investor pada era yang pragmatik(pragmatic world);

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 17: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

17

3. Bendera (flags) yakni menguatnya negara bangsa yang bersifatdogmatik (dogmatic world).

Dalam perkembangannya, penyusunan skenario tidak hanyaditerapkan pada perusahaan MNC, melainkan juga diimplementasikandi suatu negara. Sebagai contoh Klinec (2004) menyusun empatskenario untuk Slovakia yang terdiri atas:

1. “Industrial Periphery”, di mana terdapat pengembangan industridan pasar dalam sistem politik yang partisan dan maraknyakorupsi.

2. “Information Express”, di mana terdapat pengembagan teknologiinformasi dan pasar dalam sistem demokrasi parlementer danmenguatnya masyarakat madani.

3. “Problematic Child”, di mana terdapat pengembangan industridan momentum ekonomi dalam sistem politik yang partisan danmaraknya korupsi.

4. “Grey Mouse”, di mana terdapat pengembangan industri generasiketiga dan pasar dalam sistem demokrasi parlementer danmenguatnya masyarakat madani.

Penyusunan skenario untuk suatu negara yang lebih kompre-hensif dilakukan oleh City of London (2006) untuk India dan Chinatahun 2015. Studi ini dilakukan untuk mengukur dampakperekonomian kedua negara tersebut terhadap perkembanganKota London:

Tiga skenario India 2015 adalah

1. “The Elephant Breaks Its Chains”, di mana terdapat akselerasiliberalisasi ekonomi dan semakin kuatnya penerapan systempemerintahan terpusat. Ini merupakan skenario revolusioner.

2. “The Elephant Lumbers Along”, di mana meneruskan liberalisasiekonomi dan sistem pemerintahan mengarah lebih federatif .Ini merupakan scenario evolusioner

3. “The Elephant Retreats to the Woods”, dimana mengurangiliberalisasi ekonomi tetapi menggabungkan pemerintahan yang

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 18: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

18 Visi Perekonomian Indonesia 2030

lebih federal dan sistem subsidi. Ini akan berdampak terhadapmenurunnya pertumbuhan ekonomi.

Berikut ini adalah tiga skenario untuk China:

1.“The Crane Flies Against the Wind”, dimana institusi negaradan bisnis semakin adaptif dan efektif, tetapi China dipandangsebagai ancaman ekonomi dan sumber ketidakstabilan olehdunia luar. Ini merupakan skenario revolusioner.

2. “The Lion Leads the Dance”, dimana institusi negara dan bisnissemakin adaptif dan efektif dan China dipandang sebagai sumberpeluang dan kekayaan. Ini merupakan skenario evolusioner.

3. “The Dragon Breathes Fire”, dimana kegagalan tata kelolabertemu dengan kompleksitas tantangan pertumbuhan danChina dipandang sebagai ancaman ekonomi dan sumberketidakstabilan. Skenario ini menggambarkan bahwa dalamjangka panjang akan perekonomian China akan tereduksi.

Berdasarkan referensi di atas, maka dalam menyusun skenariodan visi Indonesia 2030 adalah pertama, menguraikan modal dasarpembangunan yang merupakan beberapa capaian yang merupakanproduk kebijakan pada masa sebelumnya yang merupakan prasyaratkesinambungan pembangunan ke depan. Kedua, menjelaskantentang potret pembangunan yang berisi cerita sukses maupunketidakberhasilan. Ketiga, adalah menjelaskan tentang tantanganutama yang akan dihadapi Indonesia 2030 baik secara eksternalmaupun internal. Keempat, menjelaskan tentang faktor utamapenggerak perubahan yang merupakan respons terhadap adanyatantangan eksternal dan internal. Kelima, adalah menjabarkanSkenario Indonesia 2030. Keenam, adalah penjabaran Visi Indonesia2030. Ketujuh, menguraikan peran pemerintah dan Bank Indonesiadalam mewujudkan Visi Indonesia 2030.

MODAL DASAR PEMBANGUNAN

Modal dasar pembangunan ini dimaksudkan bahwa selama inisudah banyak program pemerintah sudah cukup berhasil dan akanmenjadi modal dasar bagi pembangunan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 19: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

19

Demografis

Salah satu keberhasilan dari pembangunan era sebelumnya,yang paling mononjol adalah pengendalian jumlah penduduk.Diberbagai negara sedang berkembang, kelebihan jumlah pendudukmasih menjadi persoalan besar, namun di Indonesika sudah tidakmenjadi masalah. Berbagai program sejak era Orde Baru sepertiKeluarga Berencana, Puskesmas, Posyandu telah diterapkan secarakonsisten dalam menekan peningkatan pertumbuhan penduduk.Berdasarkan data Sensus tahun 1980, 1990, dan 2000 jumlahpenduduk Indonesia memang mengalami peningkatan. Pada tahun1980 jumlah penduduk Indonesia adalah 146 juta, pada tahun1990 dan 2000 masing-masing mengalami peningkatan menjadi178 juta 203 juta orang. Namun jika dilihat dari sudut pertumbuhanpenduduk antara tahun 1980-1990 dan 1990-2000 mengalamipenurunan yang cukup drastis. Yakni pada tahun 1980-1990pertumbuhan penduduk adalah sebesar 1,95%, sementara padatahun 1990-2000 mengalami penurunan menjadi 1,35% (Hull,2001:104). Pertumbuhan penduduk yang rendah ini merupakanprasyarat bagi pembangunan 25 tahun yang akan datang.

Stabilitas Harga

Capaian yang cukup monumental sejak Orde Baru adalah dalamkebijakan stabilitas harga, terutama beras. Karena sejak awalOrde Baru telah disadari bahwa harga beras merupakan determinanutama bagi kenaikan inflasi (Nasution, 1983:8). Pendirian BadanUrusan Logistik (Bulog) merupakan sebuah tindakan yang tepatuntuk mengendalikan pasok beras dan komoditi pangan yang lain.Lembaga ini telah berhasil memelihara ketersediaan komoditi panganyang menjadi prasyarat mutlak bagi kesinambungan pembangunan.Dengan didukung oleh perpaduan kebijakan fiscal dan moneteryang tepat, ketersediaan pangan mendorong stabilitas harga yangbertahan cukup lama, bahkan pada era sebelum krisis, inflasi dapatditekan di bawah dua dijid selama hampir 20 tahun (Hill, 1996:32)

Demokrasi

Demokrasi yang seutuhnya baru diterapkan sejak lengsernyaPresiden Soeharto dan menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 20: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

20 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Presiden BJ Habibie. Pada masa transisi Presiden BJ Habibie dapatmenerapkan suasana demokratis salah satunya adalah adanyakebebasan pers. Kebijakan ini diteruskan oleh Presiden AbdurrahmanWahid, Presiden Megawati, dan Presiden Soesilo BambangYudhoyono yang merupakan Presiden pertama Indonesia yangterpilih melalui proses pemilihan langsung. Jika pada era Orde Barupengendalian pemerintah menggunakan pendekatan top down danotoritarian, maka pada era Reformasi ini lebih mengedepanpendekatan bottom up dan menggunakan cara partisipatif. Jikapada Orde Baru lebih kental dengan cara penyelesaikan kekuatanmiliter, maka pada era reformas lebih menerapkan cara-cara dialogisdalam menyelesaikan masalah. Salah satu keberhasilan yangmonumental pada era ini adalah penyelesaian masalah Aceh, denganpendekatan dialogis persoalan ketidakpuasan daerah dapatdiselesaikan dengan baik. Dengan demokrasi akan menjamin adanyatransparansi dan akuntabilitas dalam penerapan tata kelola yangbaik (good governance) secara berkesinambungan.

POTRET PEMBANGUNAN

Potret pembangunan akan menguraikan perkembanganpembangunan bangsa yang sudah berjalan hingga dewasa ini.Tentu saja karena sebuah potret tentu saja ada merupakan ceritasukses maupun ketidakberhasilan.

Transformasi Ekonomi

Tranformasi struktural adalah pergeseran struktur ekonomi dariwaktu ke waktu. Diukur dari besarnya share sektor ekonomiterhadap pembentukan PDB. Pada tahun 1968 sumbangan sektorpertanian terhadap PDB mencapai 51%, sedangkan sumbangansektor industri hanya sekitar 8,5%, sektor pertambangan danpenggalin hanya menyumbang sekitar 4,2%, dan sektor jasa sudahmencapai 36,3%. Pada tahun 1978 sumbangan sektor pertaniansudah mulai menurun hingga 30,5%, sedangkan sektor industrimeningkat 9,6% dan sektor jasa menjadi 38%. Sementara itu,

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 21: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

21

yang mengalami peningkatan pesat adalah sektor pertambanganmencapai 12,3%. Pada era ini sektor pertambangan terutamaminyak bumi menjadi penggerak ekonomi, kendati pun pada tahun-tahun berikutnya mengalami kecenderungan menurun. Pada tahun1988, sumbangan sektor pertanian menurun hingga 24,1%,demikian halnya sektor pertambangan juga menurun menjadi 12,1%.Sebaliknya, sektor industri dan jasa mengalami peningkatan yangcukup signifikan yakni masing-masing menjadi 18,5% dan 45,3%.

Situasi ini seperti ini tampaknya terus berlanjut ketika krisisekonomi melanda pada tahun 1997/1998. Pada tahun 1998 dan2004 sumbangan sektor pertanian terhadap PDB semakin merosotmasing-masing adalah 17,4% dan 15,4%. Sumbangan sektorpertambangan juga merosot pada kedua tahun itu yakni 8,2%dan 8,6%. Sementara itu, sektor industri justru mengalamipeningkatan pesat setelah krisis dari 23,9% (1998) menjadi 28,3%(2004), sebaliknya terdapat penurunan sektor jasa dari 50,3%(1998) menjadi 47,7% (2004).

Berdasarkan jabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa peranansektor pertanian dan pertambangan semakin menurun, sebaliknyaperanan sektor industri dan jasa semakin menguat. Ini menandakanbahwa proses tranformasi sudah berjalan dari sektor primer kesekunder dan tersier, masalahnya apakah pergeseran itu karenasektor primer sudah kuat atau karena dipaksa oleh keadaan. Karenasejaktinya sektor pertanian masih tetap lemah hingga dewasa ini,terutama pada tanaman pangan. Seperti ditunjukkan dengan masihtingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan panganini.

Dominasi Konsumsi Masyarakat.

Apabila dilihat dari sudut pengeluaran, maka sumbangan konsumsirumah tangga terhadap pembentukan PDB adalah paling besarsejak tahun 1968 hingga 2004. Pada tahun 1968, konsumsimencapai 88,4%, kemudian mengalami penurunan menjadi 65,59%(1978); 57% (1988); 58,5% (1993). Pada mulai krisis ekonomi

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 22: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

22 Visi Perekonomian Indonesia 2030

peranan konsumsi meningkat lagi menjadi 67,8% (1998) dan 66,5%(2004). Ini menunjukkan bahwa potret ekonomi Indonesia adalahsesungguhnya pertumbuhan ekonomi yang digerakkan olehkonsumsi masyarakat atau growth driven by consumption.Sementara itu, peranan investasi dan ekspor cukup tinggi sebelumkrisis yakni pada tahun 1993 masing-masing mencapai 29,5% dan26,8%. Setelah krisis investasi sempat merosot menjadi 16,4%(1998), kemudian mengalami peningkatan menjadi 21,3% (2004).Sebaliknya, pada masa krisis ekspor mengalami peningkatan yangtajam menjadi 53% (1998), kemudian mulai menurun menjadi 30,9%(2004).

Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi

Kemiskinan tetap menjadi masalah utama bangsa ini, kendatipun jumlah orang miskin memang semakin menurun. Pada tahun1970 jumlah penduduk miskin sebanyak 70 juta jiwa atau sekitar60% dari seluruh penduduk menurun menjadi hanya sekitar 36,1juta jiwa atau sekitar 16,6 pada tahun 2004. Menurut laporanterbaru, pada tahun 2005/2006 kemiskinan mengalami peningkatanlagi, sebagai dampak kenaikan kenaikan BBM yang sangat tinggipada bulan Oktober 2005, diperkirakan menjadi di atas 20%.Sementara jika dilihat dari sudut kesenjangan ekonomi masih relatiftinggi, karena sejak tahun 1976 hingga tahun 2004 nilai indeks ginihanya bergerak antara 0,32-0,34.

Sumber Daya Alam

Pada hakekatnya sumber daya alam (SDA) adalah komoditiyang tidak dapat terbaharui. Jika tidak ditemukan sumber-sumberyang baru, maka kandungan SDM akan semakin habis. Dari datayang tersedia terlihat bahwa untuk SDA minyak bumi semakinberkurang jika pada tahun 1998 cadangan minyak bumi adalah9.825 juta barel, pada tahun 2002 diperkirakan menjadi 9.726,5juta barel. Sementara itu, komoditi lain sebagai gas alam, batu

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 23: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

23

bara, bauksit, timah, emas, perak dan nikel cadangan yang tersediajuga cenderung menurun.

Kegagalan Alih Teknologi

Dengan memimjam analisis Yoshihara Kunio (1986) bahwa yangterjadi di Indonesia dan Negara Asia Tenggara yang lain adalahKapitalisme Semu (Erzats Capitalism) itu menunjukkankebenarannya. Kapitalisme semu merujuk bahwa bangsa ini tidakdapat membuat produk komositi berdasarkan nilai tambah industri,melainkan hanya perdagangan saja. Misalnya dalam industriotomotif, tidak ada pernah ada usaha membuat nilai tambah industriyang ada hanyalah Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) yangmengimpor barang, asembling dan menjualnya di sini. Kendati punperkembangan baru menunjukkan, bahwa sebagian prinsipal sudahmulai merelokasi perusahaannya ke Indonesia, namun tetap tidakterjadi alih teknologi kepada bangsa ini. Di sini termasuk kegagalandalam industri peswat terbang untuk menjual produknya. Dalammengembangan industri petrokimia yang terintegrasi juga mengalamikegagalam seperti yang dialami proyek Golden Key dan ChandraAsri.

Lemahnya Kewirausahaan

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar pengusahabaik yang termasuk pribumi maupun non pribumi di Indonesia adalahbesar karena fasilitas. Pada tahun 1969, melalui program KreditInvestasi pemerintah menumbuhkan pengusaha konglomerat nonpribumi, kemudian melalui program Tim Kepres 10/1980 pemerintahmengembangkan pengusaha besar pribumi. Pada mulanya sebagianbesar mereka bergerak sebagai kontraktor proyek-proyekpemerintah. Kemudian setelah Pakto 1988, mereka masuk dalambisnis perbankan dan keuangan yang membuka akses untukmendapatkan pinjaman dari luar negeri. Namun karena sebagianusaha mereka dalam kondisi tidak sehat dan rentan terhadapgoncangan eksternal, maka ketika terjadi krisis kawasan, imperium

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 24: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

24 Visi Perekonomian Indonesia 2030

konglomerat itu menjadi hancur. Lagi-lagi pemerintah mengeluarkandana yang besar untuk merekapitalisasi dengan berbagai carauntuk menyehatkan usaha para konglomerat itu. Sementara krisisjuga semakin memaksa sebagian masyarakat dalam rangkamempertahankan hidupnya berjubel di sektor perdagangan informaldalam wujud pedagang kali lima (PKL). Dengan kata lain dapatdikatakan sangat besar biaya yang dikeluarkan oleh bangsa iniuntuk menolong eksistensi para pengusaha-pengusaha besar itu,namun masyarak kecil belum mendapatkan perhatian yang memadai.

Perusahaan Negara

Perusahaan negara memegang peranan penting dalampembangunan nasional. Hingga saat ini terdapat sekitar 150perusahaan negara. Peran dan posisi perusahaan negara sangatstrategis karena menjadi sumber pendapatan negara dan agenpembangunan. Persoalan yang dihadapi adalah sebagian besarperusahaan negara dalam kondisi tidak efisien, kendatipun merekamemegang hak monopoli alamiah. Ketidakefisiennya itu lebih banyakbersumber pada masalah manajerial dan besarnya moral hazarddalam mengelola BUMN. Dorongan untuk melakukan privatisasimenjadi salah satu pilihan, karena akan memaksa BUMN dikelolasecara lebih profesional, tranparan dan akuntabel. Hingga saat inibaru sekitar sepuluh BUMN yang sudah melakukan privatisasi.Namunprivatisasi juga menimbulkan masalah tersendiri, karenamemindahkan hal monopoli BUMN kepada pihak asing seperti yangterjadi dalam kasus Indosat dan Telkom.

Kondisi Infrastruktur

Perkembangan infrastruktur di Indonesia relatif stagnan. Hanyainfratruktur jalan dan telekomunikasi yang menunjukkan tren positif.Sementara perkembangan infrastruktur lisrik dan air bersihmengalami stagnasi. Minimnya dana yang dialokasikan untukpembangunan infrastruktur mengakibatkan perkembangan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 25: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

25

infrastruktur relatif stagnan. Penelitian Bappenas (2003) tentangpembiayaan infrastruktur berhasil menjelaskan peranan investasiinfrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.Pengeluaran investasi infrastrutur sebesar 102,2 triliun akanmenyebabakan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satupersen.

Secara umum perkembangan infrastruktur jalan setelah krisismasih menunjukkan tren positif meskipun sedikit lambat.Pertambahan panjang jalan selama periode 1968-1993 rata-ratasebesar 5,9 persen per tahun. Pada periode 1993-1998pertambahan panjang jalan rata-rata menurun menjadi 0,6 persenper tahun. Sementara pada periode 1998-2003 rata-ratapertambahan panjang jalan meningkat menjadi 0,8 persen pertahun atau mencapai 370.576 km .

Berbeda dengan perkembangan infrastruktur jalan, infrastrukturtelekomunikasi dalam periode 1993-2003 mengalami peningkatanyang pesat dibandingkan periode 1968-1993. Pada akhir tahun1993 terdapat sekitar 1.848.678 SST (Satuan SambunganTelepon). Jumlah tersebut meningkat pesat, sampai dengan akhirtahun 1998 jumlah pemakai telepon mejadi 5.022.925 SST danpada akhir tahun 2003 pemakai sambungan telepon di Indonesiatelah mencapai 8.271.531 SST.

Sementara itu, tren positif yang melambat juga diikuti olehperkembangan infrastruktur energi dan air bersih. Setelah krisisekonomi 1997 pertumbuhan daya listrik terpasang rata-ratameningkat 1 persen per tahun. Sementara kubik air bersih tersalurrelatif stagnan.

Secara umum, pembangunan infrastruktur memiliki dua manfaatterhadap pembangunan ekonomi yaitu: manfaat terhadappertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Manfaatterhadap pertumbuhan ekonomi dibedakan dalam bentuk manfaatjangka pendek dan jagka panjang. Manfaat jangka pendekpembangunan infrastruktur adalah adanya peningkatan pendapatanmasyarakat dana penyerapan tenaga kerja secara massal (Howe

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 26: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

26 Visi Perekonomian Indonesia 2030

dan Richards, 1984). Sementara manfaat jangka panjangpembangunan infrstruktur adalah dapat menstimulasi pertumbuhanekonomi suatu negara. Kualitas infrastruktur yang memadai menjadifaktor penarik investasi yang selanjutnya menjadi motor dalampeningkatan produktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.Pertumbuhan ekonomi yang mantap selanjutnya menjadi prasyaratutama dalam pembangunan ekonomi (Musika dan Baden, 1997).Kondisi infrastruktur yang memprihatinkan berpotensi berdampaknegatif terhadap perkembangan ekonomi Indonesia.

TANTANGAN UTAMA

Setiap negara pasti mempunyai tantangan utama baik yangbersifat eksternal maupun internal. Untuk Indonesia tantanganeksternal yang utama adalah globalisasi ekonomi. Ini merupakansalah satu konsekuensi telah terintegrasinya sistem ekonomiIndonesia dengan sistem kapitalisme dunia. Sementara tantanganinternalnya adalah proses desentralisasi yang tengah berlangsungdimana secara faktual masih terjadi tarik menarik antara kelompok“pro sentralisasi dan “pro desentralisasi”. Kedua tantangan utamaini yang nanti akan menjadi persoalan pokok yang mengendalaipilihan skenario Indonesia 2030.

Globalisasi Ekonomi

Tantangan eksternal terbesar yang dihadapi oleh Indonesiaadalah era perdagangan bebas. Beberapa skema globalisasiperdagangan sudah diratifikasi oleh pemerintah misalnya sepertiAsean Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Economic Cooperation(APEC), dan World Trade Organization (WTO). Sesuai dengankesepakatan yang sudah disepakati oleh para pimpinan negarasejak dekade 1990-an, lembaga kerjasama perdagangan multilateralitu sudah ditentukan penanggalan pelaksanaannya. Untuk AFTAdisepakati tahun 2003 yang lalu sudah harus diterapkan olehanggotannya. Sementara itu penanggalan APEC dibedakan untuk

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 27: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

27

negara industri dan negara sedang berkembang. Untuk negaraindustri seperti Jepang, Australia dan Amerika Serikat, perdaganganbebas sudah harus dilakukan pada tahun 2010, sementara untuknegara sedang berkembangan baru tahun 2020.

Desentralisasi

Desentralisasi daerah merupakan tantangan internal terbesaryang dihadapi oleh Bangsa ini. Sejak keluarnya Undang-undangNo 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan No 25/1999 tentangPerimbangan Keungan Pusat dan Daerah dimulailah eradesentralisasi yang lebih dikenal dengan otonomi daerah. Paketundang-undang otonomi daerah itu memberikan kewenangan yangluas kepada DPRD dan Pemerintah Kabupaten/Kota, sebaliknyajustru memberikan kewenangan yang sempit kepada DPRD danPemerintah Propinsi. Di sini dapat dinyatakan bahwa kedua undang-undang itu benar-benar “pro desentralisasi”. Namun rupa-rupanyaimplementasi kedua undang-undang itu tidak berlangsung lama,karena banyak pihak yang tidak puas dan mendorong amandementerhadap paket undang-undang otonomi daerah. Pada akhirPemerintahan Presiden Megawati disahkan Undang-undang No 32/2004 yang menggantikan Undang-undang No 22/1999, danUndang-undang 33/2004 yang menggantikan Undang-undang No25/1999. Dengan kedua undang-undang itu kewenangan yangluas Pemerintahan Kab/Kota mulai dikurangi, peranan PemerintahPusat dan Propinsi kembali diperkuat. Tidak hanya itu, ternyatabersamaan dengan kedua undang-undang itu juga dikeluarkanUndang-undang No 25/2004 tentang Sistem PerencanaanPembangunan Nasional (SPPN) yang memperkuat kembali eksistensilembaga perencanaan Bappenas dan Bappeda, yang sebelumnyasempat terabaikan. Dengan menguatnya peranan lembagaperencana ini, akan mereduksi perencanaan partisipatif, sebaliknyajustru akan memperkuat kembalai perencanaan teknokratik. Di sinidapat dinyatakan bahwa ketiga paket undang-undang otonomidaerah yang baru ini lebih bersifat “pro sentralisasi”. Atau dengan

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 28: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

28 Visi Perekonomian Indonesia 2030

kata lain terbitnya paket undang-undang itu merupakan tandakemenangan kepentingan pihak “pro sentralisasi” terhadap “prodesentralisasi”.

FAKTOR UTAMA PENGGERAK PERUBAHAN

Faktor utama penggerak perubahan merupakan faktor pentingyang akan menentukan kodisi lingkungan pembangunan nasionalIndonesia. Terkait dengan tantangan global di atas terdapat duapertanyaan mendasar yang akan menentukan arah pembangunannasional Indonesia. Dua pertanyaan mendasar tersebut adalah:

1. Seberapa aktif Indonesia berpartisipasi dalam globalisasiekonomi ?

Tren globalisasi dalam perekonomian kapitalis modern justrumenimbulkan paradoks dalam kegiatan perekonomian. Melaluiglobalisasi aksesibilitas kegiatan ekonomi dunia tidak terbatas olehsekat-sekat administratif antar negara. Akibatnya, globalisasi telahmenimbulkan fenomena keterkaitan antara kegiatan perekonomiansuatu negara dengan negara lainnya. Namun fenomena liberaltersebut menyababkan terjadinya suatu paradoks. Paradoks yangterjadi dalam perekonomian yang mengglobal saat ini yaitukenyataan bahwa peran negara dalam perekonomian meningkat.Sejalan dengan itu, Devine (1995) menyebutkan bahwa perannegara telah meningkat selama abad keduapuluh, tidak terkecualisetelah ditemukannya liberalisme ekonomi sejak tahun 1980. Perantersebut tidak terlepas dari upaya masing-masing negara untukmelindungi hak-hak ekonomi penduduk dari dampak globalisasiekonomi.

Perlindungan yang dilakukan terhadap aktivitas perekonomiandi suatu negara bervariasi satu dengan yang lain. Terdapat suatunegara yang sangat protektif terhadap kepentingan ekonominyadengan melakukan restriksi di pasar keuangan serta pasar barangdan jasa. Namun terdapat juga negara yang paling moderat yaitunegara yang hanya menjaga kestabilan perekonomian negara dari

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 29: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

29

guncangan perekonomian global. Indonesia sebagai negara kecildan terbuka melakukan upaya perlindungan terhadap aktivitasekonomi penduduk dengan mempertahankan diri dari syok globalisasimelalui penguatan fundamental perekonomiannya.

Untuk menjaga stabilitas perekonomian dalam menghadapiglobalisasi, maka pengelolaan perekonomian (negara)Indonesia saatini lebih diprioritaskan pada penguatan fundamen perekonomiandibandingkan dengan usaha pencapaian target jangka panjangseperti pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal itu dipicu olehpenyebab utama krisis ekonomi Indonesia di akhir dasawarsa laluyang diyakini disebabkan oleh rapuhnya fundamen perekonomianIndonesia. Fundamen ekonomi yang kuat diharapkan memberijaminan terhadap segala syok akibat instabilitas perekonomianinternal dan eksternal (globalisasi ekonomi). Kestabilan tersebutdiharapkan mampu memberikan iklim yang kondusif bagi seluruhpelaku ekonomi dalam melakukan aktivitas kegiatan ekonomi.

Pencapaian fundamen ekonomi yang kuat tidak dapat dilepaskandari peran pemerintah sebagai stabilisator perekonomian. Peranpemerintah dilakukan oleh dua lembaga tinggi negara yaitu BankIndonesia (BI) dan Pemerintah Republik Indonesia yang secarateknis dilaksanakan oleh tim ekonomi yang dipimpin oleh MenkoPerekonomian. BI secara umum bertugas sebagai stabilisatorkeseimbangan moneter dan pasar sektor keuangan di Indonesiakhususnya perbankan. Sementara PRI bertugas meningkatkan danmendorong aktivitas di sektor riil baik dari sisi permintaan danpenawaran.

Aktivitas pengembangan sektor riil dilakukan melalui strategipengembangan sektoral baik sektor primer, sekunder dan tersierserta melalui kebijakan perdagangan luar negeri yang bebas danaktif. Pengembangan pembangunan sektoral di Indonesia dalammenghadapi globalisasi belum optimal. Pasang surut industri diIndonesia menunjukkan belum kuatnya fundamen pengembangansektoral di Indonesia. Sementara itu, di sisi perdagangan luar negeriIndonesia merupakan salah satu negara yang aktif dalam

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 30: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

30 Visi Perekonomian Indonesia 2030

perdagangan internasional. Kondisi tersebut ditunjukkan melaluikeaktifan Indonesia dalam melakukan ratifikasi terhadap beberapaaturan perdagangan bebas yang diprakarsai oleh WTO. RatifikasiTRIPs (Trade Revealedl Intellectual Property Rights) merupakankomitmen Indonesia dalam berpartisipasi aktif di perdagangan bebas.Hal tersebut merupakan wujud nyata peran aktif Indonesia jikadibandingkan dengan Cina, India dan Korea Selatan yang tidakmeratifikasi perjanjian tersebut. Meskipun demikian, komitmenperdagangan bebas di Indonesia belum berjalan optimal seiringdengan banyaknya hambatan tarif dan non tarif yang diberlakukanoleh Indonesia dalam melindungi beberapa sektor usaha.

Dari sisi penawaran penciptaan iklim usaha yang menarik menjadiprioritas utama. Hasil survei “Cost Doing Business 2006” yangdilakukan oleh Bank Dunia menyebutkan bahwa pengusahaIndonesia memerlukan waktu sekitar 151 hari, melalui 12 prosedurserta biaya yang dikeluarkan mencapai 101,7 persen daripendapatan per kapita. Dari aspek perburuhan Indonesia menempatipososi teratas pemberian uang pesangon, yang mencapai 145 kaligaji per minggu. Untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintahmendorong pemberlakuan OSS (one stop services) di daerah-daerah. Sementara untuk menciptakan iklim usaha bagi sektorindustri, pemerintah mulai melakukan revisi terhadap aturanperburuhan untuk menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel.

Saat ini peran stabilitas sektor moneter dan pasar keuanganyang dilakukan oleh BI bermuara pada tujuan tercapainya kestabilanharga melalui pengendalian inflasi. Sementara peran PRI bermuarapada peningkatan lingkungan investasi dan aktivitas sektor riilyang kondusif guna meningkatkan taraf hidup penduduk. Peran BIdan PRI saat ini merupakan implementasi teori ekonomi yangdikemukakan oleh ekonom-ekonom New-Keynesian. Peran negarayang cukup besar di banyak negara di dunia menyebabkan mazhabekonomi ini merupakan mazhab ekonomi yang banyak digunakandi berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 31: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

31

Hal khusus yang membedakan mazhab ini adalah di sisipermintaan agregat terutama unsur kebijakan moneter. Sementaradi sisi penawaran tidak terlalu banyak berbeda dengan mazhab-mazhab sebelumnya. Hal itu disebabkan prinsip dikotomi klasikyang masih dipegang dalam teori ini. Dalam praktiknya,perkembangan teori New-Keynesian yang memiliki outcome berupakestabilan inflasi, sehingga teori New-Keynesian ini lebih banyakberhubungan dengan kebijakan moneter. Perkembangan teori inijuga diikuti perkembangan institusi pendukungnya terutamaindependensi bank sentral. Sementara itu, secara umum kebijakanekonomi yang menggunakan mazhab ini dikenal dengan kebijakanpenargetan inflasi.

2. Seberapa desentralistis praktik Otonomi Daerah diIndonesia?

Demokratisasi yang semakin meningkat pasca jatuhnya rezimSuharto menjadi fenomena internal di Indonesia. Indikasimeningkatnya demokratisasi di Indonesia ditandai melalui beberapapraktik tata kelola pemerintahan. Beberapa praktik tersebut antaralain yaitu: pemilihan umum langsung (kepala negara/pemerintahan,gubernur, dan bupati/walikota), berkembangnya konsepdesentralisasi serta peningkatan peran dan partisipasi masyarakatdalam perencanaan sampai dengan pengawasan terhadap kinerjaaparatur pemerintah. Prinsip desentralisasi memegang peranankunci untuk menjaga demokratisasi di Indonesia.

Semangat sistem desentralisasi diaplikasikan melalui penyerahanwewenang kepada Pemerintah Daerah dengan tujuanmengembangkan daerahnya masing-masing seoptimal mungkindengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di daerah.Sehingga, tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi di daerah lebihbanyak ditentukan oleh kreativitas daerah yang bersangkutan.Kreativitas tersebut tidak terlepas dari peran masyarakat dalamperencanaan sampai dengan monitoring hasil-hasil pembangunanekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi menggambarkan

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 32: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

32 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Gra

fik

1. S

ken

ari

o P

erenca

naan

Indones

ia 2

030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 33: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

33

tingginya aktivitas perekomian di daerah tersebut. Pengembanganekonomi daerah berdasar prinsip desentralisasi diharapkan tidakmelupakan kondisi riil Indonesia dalam menghadapi globalisasiekonomi. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan demokratisasiyang hakiki dalam masyarakat. Demokratisasi yang hakiki mencakupkebebasan yang tidak mengganggu hak orang lain.

SKENARIO INDONESIA 2030

Berdasar dua pertanyaan faktor utama penggerak perubahan,diperoleh beberapa kemungkinan skenario berikut ini (Grafik 1):

1. Garuda Tangguh Terbang ke Angkasa

Filosofi skenario ini menggambarkan kebijakan pemerintah yangaktif berpartisipasi melalui kebijakan liberalisasi perekonomian melaluikebijakan penghapusan hambatan globalisasi ekonomi dengan tatakelola pemerintahan yang memberikan peran besar pada masyarakatmelalui prinsip desentralisasi. Ini merupakan skenario revolusioner.

2. Garuda Bebas Melintas Samudera

Filosofi skenario ini menggambarkan arah kebijakan pemerintahyang aktif berpartisipasi dalam kebijakan liberalisasi perekonomianyang ditandai dengan penghapusan hambatan globalisasi ekonomidalam tata kelola pemerintahan yang sentralistis. Ini merupakanskenario evolusioner.

3. Garuda Bebas Menantang Angin

Filosofi skenario ini menggambarkan pengelolaan pemerintahanyang mandiri dengan melakukan pembatasan terhadap globalisasiekonomi melalui penerapan konsep dan prinsip desentralisasi.Dengan skenario ini pertumbuhan ekonomi akan bergerak lebihmelambat.

Implikasi skenario tersebut selama 20 tahun ke depan terhadapperekonomian dan politik di Indonesia berdasarkan rentang waktu2005-2010, 2011-2020, 2021-2030 ditunjukkan oleh tabel 1 di

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 34: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

34 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Tabel 1

. In

dik

ato

r P

enti

ng d

ala

m S

kenari

o I

ndonesi

a 2

030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 35: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

35

bawah ini. Rentang waktu tersebut didasarkan pada kesepakatanpemimpin-pemimpin negara kerjasama Asia-Pasifik di Bogor tahun1994. Rentang waktu pertama menunjukkan kondisi Indonesia padamasa transisi bidang ekonomi dan politik menuju pasar bebasperdagangan luar negeri dan investasi yang distimulasi oleh negaraindustri maju 2010 di Asia Pasifik serta diikuti oleh sikluskepemimpinan yang demokratis melalui pemilu 2009. Rentang waktukedua menggambarkan kesiapan Indonesia sebagai salah satunegara sedang berkembang yang mengikuti liberalisasi perdagangandan investasi diiikuti dua kali proses pemilihan umum (2014 dan2019). Rentang waktu ketiga menggambarkan Indonesia pascaliberalisasi perdagangan dan investasi dan disertai oleh pemilihanumum tahun 2024.

VISI INDONESIA 2030

Pilihan strategi evolusioner merupakan pilihan strategi yangdihadapi Indonesia dalam menjawab dua pertanyaan besar di atas.Arah pengembangan strategi tersebut adalah revitalisasi sektormaritim di Indonesia. Revitalisasi maritim merupakan jawabanterhadap dua fenomena yang dihadapi Indonesia yaitu desentralisasidan globalisasi ekonomi. Melalui pengembangan sektor maritim,laut tidak lagi dianggap sebagai pemisah antara satu daerah dengandaerah yang lain. Ketika laut tidak dianggap sebagai pemisahkecendurangan sentralisasi kekuasaan dapat diminamilisir. Negarakepulauan terluas di dunia merupakan keunggulan absolut yangdimiliki Indonesia. Revitalisasi sektor maritim merupakan salah satumetode mengubah keunggulan absolut menjadi keunggulankompetitif.

Pembentukkan pusat pertumbuhan ekonomi baru di sepanjangpantai timur Sumatera, pantai barat dan selatan Kalimantan, pantaiutara Jawa, pantai salatan Sulawesi dan Maluku merupakan bentukrevitalisasi sektor maritim di Indonesia. Untuk memeratakanpembangunan kualitas infrastruktur ditingkatkan melalui konseptransportasi intermoda. Melalui sistem ini daerah lain akan

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 36: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

36 Visi Perekonomian Indonesia 2030

mendapatkan kesempatan yang merata dalam pengembanganekonomi daerah.

Namun, Infrastruktur kelautan Indonesia yang kurang memadaimenyebabkan pengembangan ekonomi berbasiskan sektor maritimmerupakan langkah evolusioner. Diperlukan waktu relatif lama untukmengembangkan potensi maritim Indonesia secara optimal. Dalamhal ini laut digunakan sebagai sarana perekat keterkaitanpengembangan sektoral dan kewilayahan di Indonesia. Saranadan prasarana perhubungan tidak hanya difokuskan pada saranadan prsaran transportasi kelautan akan tetapi merupakan suatujaringan transportasi antar moda yang menyatukan Indonesia baikdarat (jalan dan rel), laut serta udara.

Pengembangan sektor maritim diarahkan ke laut-laut di tengahkawasan Indonesia seperti selat malaka, laut jawa, selat makasar,laut banda, laut maluku sampai dengan laut arafura. Selain itu,fakta menunjukkan bahwa sebagian besar ibukota propinsi terletakdi daerah yang menghadap ke laut-laut di tengah kawasan perairanIndonesia. Banda Aceh, Medan, Palembang, DKI Jakarta, Semarang,Pontianak, Banjarmasin, Makasar, Kendari sampai dengan Ambondan Sorong merupakan ibukota propinsi yang menghadap ke lautandi kawasan tengah Indonesia. Berikut ini gambaran peta Indonesiaguna memberikan gambaran detiil mengenai arah pengembanganIndonesia berdasarkan konsep negara Maritim.

Berdasarkan kondisi eksisting di atas, skenario “Garuda MelintasiSamudera” merupakan skenario paling tepat untuk pengembanganIndonesia 2030. Berdasarkan skenario tersebut dibentuk visiIndonesia yaitu: “Bangsa Maritim yang Sejahtera dan Merata:Visi Indonesia 2030”.

PERAN PEMERINTAH DAN BI

Berdasarkan visi di atas terdapat beberapa peran yang dapatdijalankan oleh pemerintah untuk mencapai visi tersebut. Khususnyadi bidang ekonomi terdapat dua pilar utama yang diharapkan dapat

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 37: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

37

menjaga dan memelihara harapan tercapainya visi tersebut. Duapilar utama tersebut adalah Pemerintah Republik Indonesia danBank Indonesia (BI). Pemerintah berperananan untuk mendorongdan memberikan stimulan terhadap sektor riil yang difokuskan padayang terdiri dari aspek investasi dan iklim usaha yang kondusif dankebijakan perdagangan luar negeri. Sementara itu, BI melaluicapaian tujuan yaitu menjaga stabilitas sistem keuangan, nilaitukar dan inflasi melalui kebijakan moneter dan pengaturanperbankan. Secara terperinci peran-peran tersebut dijelaskan padabagian berikut.

Visi Pemerintah

Visi Pemerintah harus dapat mendorong terwujudnyapengembangan Indonesia berbasiskan sektor maritim dalammenghadapi globalisasi ekonomi. Di sini peran pemerintah sebagaipenggerak pembangunan. Selain itu, yang tidak kalah pentingadalah bagaimana kiprah pemerintah dalam memberikan pelayanankepada masyarakat. Sebagai pelayan masyarakat yang baikpemerintah harus dapat menjamin terciptanya tata kelola yangbaik (good governance) dan mendorong proses secara transparandan akuntabel. Maka secara ringkas Visi Pemerintah adalahMengelola Pemerintahan dan Melayani Masyarakat dalam RangkaMewujudkan Indonesia 2030 Negara Maritim Yang Sejahtera danMerata.

Program pengembangan dalam rangka mendorong transformasisektor primer, sekunder dan tersier yang berwawasan maritim melaluipembuatan rencana pengembangan pusat pertumbuhan baru yangdifokuskan di daerah lautan di kawasan tengah Indonesia. Rencanapengembangan tersebut di tunjukkan melalui 2 pilar utama yaitu:

1. Investasi melalui penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif

Menggunakan konsep pengukuran penciptaan iklim usaha yangdilakukan oleh Bank Dunia, menciptakan iklim usaha yang baikmencakup beberapa aspek yaitu:

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 38: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

38 Visi Perekonomian Indonesia 2030

a. Penyediaan infrastruktur yang memadai baik di sisi pantai yangmenjadi pusat pertumbuhan maupun daerah padalaman melaluirancangan kebijakan infrastruktur yang komprehensif. Kebijakantersebut antara lain yaitu penciptaan sistem transportasiberbasis intermoda, sistem distribusi dan pengelolaaninfrastruktur energi yang efisien dan efektif, sistem jaringantelekomunikasi yang mampu menjangkau seluruh wilayahIndonesia secara merata dan penyediaan air bersih yangmemadai. Hal-hal tersebut merupakan infrastruktur penting yangdibutuhkan oleh investor dalam berusaha.

b. Penciptaan pasar tenaga kerja yang fleksibel melalui perubahanUU ketenagakerjaan.

c. Pengembangan sektor primer, sekunder dan tersier yangberhubungan satu dengan yang lain melalui konsep inter-bussines relations and networking baik antara penyedia bahanmentah, baku maupun jadi. Selain itu, konsep ini dapatdiaplikasikan antar daerah.

d. Penciptaan regulasi yang kondusif bagi investor. Penciptaankonsep OSS (one stop services) menjadi salah satu solusialternatif.

e. Aspek kepastian hukum dan legalitas yang didukung oleh aparathukum yang handal untuk mencegah terjadinya pungutan aparatkepada pengusaha maupun penyuapan pengusaha kepadaaparat.

2. Kebijakan perdagangan luar negeri

Konsep pengembangan perdagangan luar negeri diarahkan padapengembangan produk non-migas yang memiliki keunggulan absolutdan komparatif. Selain itu, pengetahuan pengusaha lokal terhadapmekanisme ekspor-impor penting disosialisasikan untuk menghindarihambatan prosedur ekspor-impor yang dihadapi. Pemeliharaankualitas barang merupakan pengetahuan yang selalu diberikanoleh pemerintah untuk menjaga kepercayaan pembeli luar negeri.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 39: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

39

Peran Bank Indonesia

Dalam mendukung terwujudnya visi Indonesia tersebut, perananBank Indonesia sangatlah penting dan strategis. Peranan BankIndonesia adalah mempertahankan stabilias tidak saja berfungsimenjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan, namun banksentral juga berkewajiban mempertahankan kestabilan nilai tukardan inflasi (Brealey, 2001; Warjiyo, 2004). Stabilitas sistemkeuangan merupakan prasyarat bagi pembangunan berkelanjutan,tanpa itu akan terjadi krisis ekonomi berkepanjangan seperti yangkita alami beberapa waktu yang lalu. Menghadapi globalisasiekonomi, stabilitas sistem keuangan menjadi penting bagi suatunegara. Mobilitas modal dan uang dari suatu negara ke negaralainnya berpotensi menjadi faktor penyebab instabilitas sistemkeuangan khususnya dan sistem ekonomi pada umumnya. Di dalamsuatu sistem ekonomi dimana suatu sistem keuangan merupakanbagian paling vital, peran Bank Sentral khususnya Bank Indonesiamenjadi strategis. Berdasarkan hal itu maka Visi Bank Indonesiaadalah Memelihara Stabilitas Sistem Keuangan dan Moneter dalamRangka Mewujudkan Indonesia 2030 Negara Maritim Yang Sejahteradan Merata.

Konsentrasi utama kredit pada sektor maritim baik dalam sektorprimer, sektor sekunder maupun sektor tersier yang terkait bidangperikanan dan kelautan belum optimal. Bank Indonesia telahkehilangan fungsinya sebagai Agent of Development sejakindependensi Bank Indonesia diperkenalkan pada tahun 1999.Namun sebagai wujud tanggung jawab sosial Bank Indonesiamemberikan informasi kepada perbankan dan lembaga keuanganmengenai prospek pengembangan ekonomi di bidang maritim(perikanan dan kelautan). Berbagai contoh informasi yang sifatnyaumum yang disajikan dalam SIPUK juga bermanfaat bagi setiappemerintah daerah untuk mengembangkan komoditas khususnyadan sektor ekonomi maritim pada umumnya. Sehingga peran BankIndonesia selain sebagai menjaga stabilitas nasional dalam bentukkestabilan harga juga berperan dalam mendorong optimalisasipelaksanaan desentralisasi di Indonesia.

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 40: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

40 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Pelaksanaan sistem desentralisasi yang optimal denganmenghilangkan paradigma bahwa prestasi daerah ditunjukkan olehpendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi merupakan salah satufaktor penting untuk mengurangi potensi inflasi regional yang berasaldari sisi penawaran. Melalui sistem informasi (SIPUK), pemerintahdiajak berkreasi dengan membangun paradigma bahwapengembangan potensi daerah tidak semata dilihat dari besarnya(PAD) namun lebih banyak dilihat dalam bentuk pengembanganpotensi daerah itu. Melalui pendektan ini diharapkan Bank Indonesiadapat meminimalisasi potensi inflasi yang disebabkan biaya tinggidari pungutan pemerintah daerah guna mencapai target-targetPAD.

Era ke depan perhatian yang lebih besar terhadap analisispeluang usaha di sektor perikanan dan kelautan (maritim) dapatmenjadi wujud nyata lainnya peran BI untuk mewujudkan visiIndonesia 2030 yang berbasiskan sektor maritim. Melalui peran-peran tersebut BI dapat mengurangi dampak negatif dari faktorutama penggerak perubahan yaitu globalisasi dan desentralisasi.Melalui tugas utamanya Bank Indonesia dapat menguatkanfundamen ekonomi Indonesia, sementara melalui tanggung jawabsosialnya Bank Indonesia dapat menginspirasi pemerintah daerahdalam meningkatkan perekonomian daerah serta meredam potensiinflasi daerah akibat cara pandang yang belum tepat mengenaidesentralisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bentham, Jeremy. (2006). Shell Global Scenario 2030. Royall DutchShell. 30 August.

Brealey, R.A.et.al. (2001). Financial Stability and Central Banks: AGlobal Perspective. London: Routledge.

City of London. (2006). Scenario Scenarios for India and China2015: Implications for the City of London.”City of London, Oktober.

Devine, P. (1995). Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi.Yogyakarta: Tiara Wacana.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 41: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

41

Dikun, S. (ed). (2003). Infrastruktur di Indonesia. Jakarta:Bappenas

Hil, Hal. (2000). Indonesian Economy. Cambridge: CambridgeUniversity Press.

Hitt, M.A, Ireland, R.D, Hoskisson, R.E. (2001). StrategicManagement: Competitiveness and Globalization. Cincinnati:South-Western College Publishing.

Howe, J. and Richards, P. 1984). Rural Roads and PovertyAlleviation. London: Intermediate Technology Publications

Hull, T H. (2001). First Results From the 2000 Population Census.Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37(1) 103-112.

Klinec, I. (2004). Strategic Thinking in the Information Age andthe Art of Scenario Designing. Makalah dipresentasikan dalamThe First Prague Workshop On Futures Studies MethodologyCESES, Charles University, Prague September 16-18.

Kunarjo, (1992). Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan.Jakarta: UI Press.

Masika, R dan Baden, S. (1997). Infrastructure and Poverty: AGender Analysis.Report Paper for Swedish InternationalDevelopment Cooperation Agency (SIDA).

Miller, A. (1998). Strategic Management. Boston: McGraw-Hill.

Nasution, A.(1983). Financial Institutions and Policies in Indonesia.Singapore: ISEAS.

Pearce, H. J. A dan Robinson JR, R.B. (2000). StrategicManagement: Formulation, Implementation, and Control.Boston: McGraw-Hill.

Rachbini, D. J. (2005). RUU Rencanan Pembangunan 2005-2030.Kompas, 23 Agustus.

Ringland, G. (1998). Linking Scenario to Corporate Planning. Mimeo.SAMI Consulting, London.

Sastrosoenarto, H. (2006). Industrialisasi Sektor PembangunanSektor Pertanian dan Jasa Menuju Visi 2030. Jakarta: Gramedia.

Bangsa Maritim Sejahtera & Merata: Visi Indonesia 2030

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 42: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

42 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Silalahi, H. T. (2005). Rencana Pembangunan 2005-2030. Kompas,3 Agustus.

Warjiyo, P (ed). (2004). Bank Indonesia: Bank Sentral RepublikIndonesia Sebuah Pengantar. Jakarta: PPSK BI.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 43: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

43

LATAR BELAKANG

Pentargetan inflasi (inflation targeting) merupakan paradigmabaru mekanisme transmisi kebijakan moneter yang mendapatkanperhatian serius dewasa ini. Negara yang pertama kali menerapkanIT adalah New Zealand (1990), kemudian diikuti oleh beberapanegara maju yang lain antara lain Canada (1991), Israel (1991),Inggris (1992), Australia (1993), Finlandia (1993), Swedia (1993),dan, Spanyol (1995). Beberapa ahli mendukung konsep ini, karenadibandingkan pentargetan GDP, pentargeran inflasi jauh lebih mudahditerapkan oleh otorias moneter dan gampang dipahami oleh publik.Namun dari sudut efektifitas, peranan pentargetan inflasi dalammendorong perkembangan perekonomian masih dipersoalkan(Bernanke dan Miskhin, 1997: 113). Bahkan menurut studi mutakhirdari Ball dan Niamh (2003), pengaruh IT terhadap pertumbuhanekonomi bagi negara yang menerapkannya nyaris tidak ada. Studiitu lebih jauh menyimpulkan bahwa penerapan IT di berbagainegara lebih bermuatan politis dari pada ekonomis. Kendati pundemikian, hal itu tidak mengurangi daya tarik bank sentral di negara-negara lain untuk mencoba menerapkan IT, termasuk BankIndonesia.

IT merupakan mekanisme transmisi kebijakan moneter (MTM)yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pengumumantarget inflasi jangka menengah kepada publik; (2) ada lembagayang komit menjaga stabiltias harga; (3) penerapan strategi iklusifdengan mengurangi peranan sasaran antara seperti pertumbuhan

2 PENTARGETAN INFLASI:PARADIGMA BARU KEBIJAKANMONETER

LUKMAN HAKIMSITI AISYAH TRHERY SULISTYO JNS

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 44: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

44 Visi Perekonomian Indonesia 2030

uang; (4) meningkatkan transparansi kebijakan moneter melaluikomunikasi kepada publik dan masyarakat tentang rencana dantujuan kebijakan moneter; (5) meningkatkan akuntabilitas banksentral dalam menetapkan inflasi; (6) berkurangnya dominasikebijakan fiskal (Debelle, 1997; Masson, et al, 1998; Mishkin, 1999;Carare, et al, 2002).

Berdasarkan karakteristik itu, dapat dinyatakan bahwa ITmerupakan sebuah alternatif baru dari mekanisme transmisikebijakan moneter yang menggabungkan masalah moneter,informasi dan kelambagaan. Namun secara teknikal, IT dapatdigolongkan dalam kelompok pendekatan harga (price setting),karena menggunakan suku bunga jangka pendek sebagai sasaranoperasionalnya. Di sinilah perbedaannya dengan pendekatankuantitas (quantity setting), di mana menggunakan jumlah uangberedar sebagai sasaran operasionalnya. Atau dengan kata lain,IT merupakan rival dari pendekatan kuantitas dalam MTM yangsebelum dekade 1990-an mendominasi pengelolaan sektor moneterdi seluruh dunia. Pendekatan kuantitas diasosiasikan merupakanrepresentasi dari paham moneteris, sementara pendekatan hargamerupakan turunan dari paham New-Keynesian. Berarti pilihanterhadap penerapan IT merupakan pergerseran paradigma (shiftof paradigm) dari moneterisme ke New-Keynesian (Junggun, 1999).

Tiap-tiap negara yang menerapkan IT mempunyai argumentasisendiri-sendiri. Demikian halnya alasan BI menerapkan IT,setidaknya ada dua argumen. Pertama, memang diperlukanparadigma baru mekanisme transmisi kebijakan moneter (MTM),menyusul kesulitan Bank Indonesia mengendalikan besaran moneterpada dekade 1990-an. Berkaitan dengan argumen itu, Boediono(1998) menjelaskan bahwa dengan MTM lama itu tidak sesuaidengan kenyataan. Karena sekitar 70% dari M0 adalah uang kartalyang sangat diperlukan oleh masyarakat, sementara 30% sisanyatidak mudah dipengaruhi oleh BI. Maka tidak jarang jika targetpertumbuhan jumlah uang beredar sering tidak tercapai. Inimendorong agar ditemukan cara lain dalam mengendalikan besaran

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 45: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

45

ekonomi, salah satu alternatifnya adalah menggunakan IT. Kedua,karena telah terpunuhinya prasyarat untuk menerapkan IT yaituadanya independensi bank sentral yang tercantum dalam Undang-undang No 23/1999. Dalam undang-undang itu juga ditegaskanbahwa tugas utama BI adalah mengendalikan nilai tukar rupiah,tujuan ini kemungkinan akan mudah dicapai jika BI menerapkan IT(Alamsyah,et.al, 2000:223).

Persoalannya adalah apakah BI akan menerapkan IT secaraketat, dengan mengabaikan sama sekali peranan jumlah uangberedar? Beberapa studi inflasi mutakhir telah banyak manjawabpersoalan ini salah satunya adalah Ramakrishnan dan Vamvakidis(2002). Studi itu menunjukkan bahwa nilai tukar, inflasi luar negeri,dan pertumbuhan uang beredar berpengaruh terhadap inflasidibandingkan dengan output gap dan suku bunga PUAB. Di sinijustru terlihat bahwa variabel-variabel IT yang bersifat Keynesiantidak berpengaruh terhadap inflasi, sementara variabel-variabelnon IT yang moneteris justru berpengaruh lebih kuat.

Berdasarkan hal itu dalam melakukan peramalan inflasi diperlukanmodel yang merupakan sinergi terhadap pandangan monetarisdan New-Keynesian. Sikap ini diambil karena bagi negara sedangberkembang di mana masih terjadinya ketidaksempurnaan pasar,memaksa bersifat ekletik atau mengambil hal-hal yang baik dancocok dari sebuah paradigma. Berkaitan dengan itu, dalam studiperamalan ini akan memadukan pendekatan moneteris dan NewKeynesian seperti pernah dilakukan oleh Odusola dan Akinlo (2001);dan Steven Morling (2002) dengan menggunakan metode StructuralVector Autoregressions (SVAR). Tujuan dari studi ini adalahmelakukan proyeksi inflasi 2005 dengan menggunakan pendekatansinergis antara paham monetarisme dan Keynesian.

TINJAUAN TEORITIS

Berdasakan tujuan di atas, studi ini akan memadukan pendekatanNew-Keynesian dan Moneterisme. Pada dasarnya IT berkembang

Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 46: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

46 Visi Perekonomian Indonesia 2030

pada tradisi New-Keynesian. Permodelan IT setidaknya harusmengandung dua komponen. Pertama, ekspektasi pengembangankurva Phillips (augmented Phillips Curve). Ini merupakan standarmodel makroekonomi yang mengasumsikan ketegaran harga (stickyprice). Kedua, model permintaan agregat yang menunjukkanpengaruh kebijakan moneter terhadap makro. ekonomi (Walsh,2002:334). Sementara itu, pandangan moneteris seperti diwakilioleh Model St. Louis menganggap bahwa penawaran uangberpengaruh terhadap pengeluaran masyarakat (total spending).Perubahan pengeluaran masuarakat itu akan berpengaruh terhadapoutput, inflasi dan penganggungan (Andersen dan Carlson, 1970;King dan Wolman, 1996; Bank of Korea, 1998). Berdasarkan halitu, kami mengajukan model yang mensinergikan paham New-Keynsian dan monetaris yang sesuai dengan struktur sistem finansialnegara sedang berkembang seperti Indonesia, diformulasikansebagai berikut:

Di mana mt adalah log dari penawaran uang (monetary base);yt adalah log dari output gap; it adalah suku bunga pasar uangantar bank (PUAB); et adalah log dari nilai tukar nominal; dan padalah inflasi. Persamaan ke-1 menunjukkan bahwa varibelpanawaran uang (M0) adalah sesuatu yang otonomus. Artinyakeberadaan variabel ini tidak dipengaruhi oleh varibel lain, melainkanoleh kebijakan bank sentral (Morling, 2002:50). Sementara itu,untuk persamaan ke-2, outputgap dipengaruhi oleh penawaranuang. Untuk persamaan ke-3, suku bunga dipengaruhi oleh

mt=β1εms (1)

yt= α1m + α2yt-1 (2)

it=γ1m1+ γ2y1 + γ3i1 (3)

et=δ1m + δ1y+ δ1i (4)

pt=ν1m+ ν1y+ ν1i+ ν1e (5)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 47: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

47

penawaran uang dan output gap. Persamaan ke-4, nilai tukardipengaruhi oleh penawaran uang, output gap dan suku bunga.Sementara itu, persamaan ke-5, merupakan inti dari studi ini,inflasi dipengaruhi oleh penawaran uang, output gap, suku bunga,dan nilai tukar.

METODE PENELITIAN

Structural Vector Autoregression (SVAR) merupakanpenyempurnaan dari metode Vector Autoregressions (VAR). VARpertama kali diperkenalkan oleh Christopher Sims pada tahun 1980.VAR merupakan metode yang dimaksudkan sebagai kritik atasmodel makroekonomi yang mapan pada waktu itu misalnya modelFRB-MIT terdiri atas 200 lebih persamaan struktural dan 90 variebeleksogen. Menurut Sim (1980a, 1980b) sesungguhnya untukmemahami perekonomian cukup diperlukan beberapa variabel utamasaja, yang semuanya merupakan variabel endogen, maka di dalamVAR jumlah variabel yang dipergunakan sangatlah minimal yaknitidak lebih dari 6 variabel.

Selain itu, salah satu kritik yang radikal adalah menekankanbahwa VAR merupakan “pendekatan tanpa teori” (atheoriticalapproach). VAR dapat saja dipakai oleh sebuah estimasi yangbelum atau bahkan tidak ada teorinya. Sepertinya dalam melihathubungan antara turis dan teroris di Italia yang dilakukan olehEnders (1995). Persoalannya adalah kekuatan ilmu ekonomi terhadaphasil estimasi ekonometri terletak pada sejauhmana hasil itumembuktikan kebenaran teori, maka menjadi aneh kalau sebuahmetode ekonometri justru meninggalkan teori ekonomi atau bersifatateoritik. Kritik ini mendorong Sims (1986) untuk melengkapi analisisVAR-nya dengan menggunakan persaamaan struktural, yangkemudian dikenal sebagai Structural VAR (SVAR).

Pada mulanya VAR dan SVAR hanyalah dianggap sebagai alatuntuk meramal (forcasting). Namun dalam perkembangannya VARdan SVAR menjadi alat yang paling banyak dipakai untuk menganalisi

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 48: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

48 Visi Perekonomian Indonesia 2030

pengaruh kebijakan moneter diantaranya adalah Bernanke danBlinder (1992); Gordon dan Leeper (1994; 1233-1245); Leeper(1997); Cushman dan Zha (1997); Ramaswamy dan Slok (1998:379); Widyasanti (2004).

Bukan hanya itu sebagian besar, analisis moneter di berbagainegara dewasa ini menggunakan metode VAR seperti dalam Kemin(1998), Mahadewa dan Sterne (2000) maupun dalam Warjiyo danAgung (2002). Begitu luasnya penerapan metode VAR sebagaialat estimasi dan peramalan ekonomi, Epstein (1987) menengaraibahwa VAR merupakan generasi terakhir dari permodelanekonometri time series. Sementara itu, McCallum (2005)menganggap bahwa VAR dan SVAR merupakan temuan pentingdekade 1980-an dalam bidang ekonometri dan khususnya studiekonomi moneter sejajar dengan tema-tema besar ekonomi antaraseperti indepensi bank sentral, pentargetan inflasi, dan New-Keynesian model.

Model

Model SVAR yang dipergunakan dalam studi ini adalah sebagiberikut:

t

n

0itit BXAX µ+= ∑

=

(6)

Di mana X merupakan (n x 1) vektor observasi pada waktu tdari variable-variabel ekonomi yang diestimasi yakni m=penawaranuang, gap=output gap, i=suku bunga PUAB, e=nilai tukar, dan p=inflasi. Sementara itu, A adalah koefisien matrik dari variable yangdiestimasi secara berurutan, sementara ut adalah vector penganggudan B adalah koefisien matriks (n x n) yang berhubunganpengganggu terhadap vector X.

Bentuk ringkas (reduce form) dari sistem di atas dapat ditulismenjadi :

µε

∑ ε=

+==

tt

n

1tt1tit

G

XCX(7)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 49: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

49

Di mana C=(1-A0)-1Ai dan G=(1-A0)

-1B. Formula ini merupakanbentuk estimasi dari VAR. Dari sini dapat diturunkan impulse respons,variance decomposition dan structural VAR. Tetapi untuk keperluananalisis kebijakan, restriksi di matrik A dan B harus dilakukan. Agardapat mentranformasi faktor gangguan persamaan struktural (µ)menjadi faktor gangguan di persamaan ringkas (e ), makadiasumsikan bahwa B adalah matriks diagonal dari matrik A yangberbentuk triangular.

Hubungan antara ganggungan persamaan struktural danpersamaan ringkas dapat ditulis sebagai berikut:

( )εµ −= −

t01

t AB 1 (8)

Jika B adalah matriks identitas, maka untuk menghitunggangguan persamaan struktural harus memiliki cukup informasielemen A yang bukan nol dan pengetahuan n varian dari vector µ.Informasi akan diperoleh jika terdiri atas n(n+1)/2 jarak antarakovarian sample dari kovarian matriks persamaan ringkas. Karenamatriks A adalah triangular dan B adalah matriks identitas makadapat diinterpretasikan bahwa jumlah elemen bukan nol tidak bolehmelebihi dari n(n-1)/2 dari degree of freedom sebagai syaratperhitungan. Konklusi dari masalah di atas dapat dikemukan dalamformula :

!tt )A1(M)A1(Z

∧∧∧

−−= (9)

Di mana Z^= µµ’ dan M= (See’)/T yang merupakan estimasidan residual dari matriks kovarian sebagai akibat adanya shock

+

=

εεε

εε

µµµ

µµ

0

e

i

gap

m

54535251

434241

3231

21

0

0

0

0

0

p

e

i

gap

m

101001000100001

aaaaaaa

aaa

pei

gapm

(10)

Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 50: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

50 Visi Perekonomian Indonesia 2030

pada tahap pertama. Sementara A adalah matrik kovarian dan Zadalah diagonalnya.

Sebelum mengestimasi persamaan (8) di atas, terlebih dahulukita harus memasukkan persamaan struktural yang dimaksud dalamstudi ini, baik ada atau tidak restriksi. Dalam studi ini tidak adarestriksi seperti terlihat dalam matriks (10) di bawah ini:

Uji standar yang disyaratkan sebelum estimasi VAR dilakukanadalah penetapan tingkat kelambanan yang optimal. Beberapapenelitian mutakhir tentang VAR untuk menetapkan tingkatkelambanan yang optimal menggunakan Akaike Information Criteria(AIC) dan Schwarz Criteria (SC) Untuk menetapkan tingkatkelambanan yang paling optimal, model VAR harus diestimasi denganberbeda-beda tingkat kelambanannya, kemudian dibandingkan nilaiAIC dan SC-nya, nilai yang paling rendah yang dipakai sebagaipatokan pada tingkat kelambanan paling optimal (Greene, 2000;717). Penelitian ini nantinya akan menguji tingkat kelambananyang paling optimal dari tingkat kelambanan 2, 3, dan 4.

Untuk kepentingan simulasi tidak dapat disajikan dalam bentukskenario. Karena di dalam metode VAR tidak terdapat variabeleksogen, melainkan semua variabel endogen. Maka perbandinganhasil peramalan hanya membandingkan hasil pendekatandeterministik dan stochastik. Pendekatan deterministik adalahsemua persamaan dalam model semua variabel adalah hasil (pointestimates) yang tetap dan semua variabel eksogen dianggapkonstan selama periode penelitian. Sementara itu, pendekatanstochastik adalah memperhitungkan masalah residual dan variabeleksogen secara acak dianggap berubah (Eviews, 2000).

Sudah menjadi kesepakaan, karena data makro ekonomi yangdigunakan dalam analisis time series biasanya tidak stasioner, makaperlu dilakukan uji akar-akar unit. Namun menurut Sims (1980a)dalam mengoperasikan metode VAR tidak dianjurkan menggunakanbentuk turunan pertama. Karena tujuan dari analisis VAR adalahuntuk melihat hubungan antar variabel dan bukan mencariparameter estimasti. Alasannya adalah jika data turunan pertama

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 51: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

51

digunakan dapat menghilangkan informasi penting tentanghubungan variabel-variabel dalam sebuah sistem. Oleh karena itu,dalam studi ini tidak akan digunakan turunan pertama dalammengoperasikan metode VAR. Selain itu, bentuk yang data yangdianjurkan adalah dalam bentuk persentase, maka beberapa variabelseperti output gap, nilai tukar, jumlah uang beredar diubah dalambentuk logaritma.

Periode penelitian diambil pada masa krisis yakni 1998-2004.Argumentasinya adalah karena periode itu merupakan efektif daripelaksanaan sistem nilai tukar mengambang (flexible exchangerate) yang di mulai pada Agustus 1997. Sementara itu, data yangdipergunakan merupakan terbitan BPS dan BI dengan diskripsivariabel sebagai berikut

HASIL DAN ANALISIS

Uji Prasyarat

Seperti telah disinggung di muka, untuk menetapkan tingkatkelambanan yang optimal dilakukan uji Akaike Criteria dan SchwarzCriteria dengan memasukkan lag 2, 3 dan 4. Dari ketiga lag ituternyata yang paling rendah adalah lag 4, maka dalam analisisSVAR ini menggunakan lag 4. Ini dapat diartikan sebuah kebijakan(shock) akan berdampak kepada masyarakat luas setelah 4 kuartalatau satu tahun. Berdasarkan hasil analisis dengan lag-4 itu, berikut

Variabel Deskripsi

p Inflasi akumulatif tiga bulan m Base money (M0) i Suku bunga pasar uang antar bank over night (PUAB) e Nilai tukar rupiah terhadap dollar nominal y Output gap diturunkan dari GDP tahun dasar 2002

dengan metode Hodrick-Prescott filter.

Tabel 1. Deskripsi Variabel

Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 52: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

52 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Tabel 2. Penetapan Lag Optimal

Lag Akaike Information

Criteria

Schwarz Criteria

Log Likelihood (d.f. adjusted)

2 -3.524556 -0.907726 104.3438 3 -8.974185 -5.167886 205.6386 4 -10.42344 -5.427670 250.9281

ini berturut-turut akan dibahas impulse respons dan hasil estimasiSVAR.

Impulse Response

Impulse response diartikan sebagai respons dari sebuah variabeljika mendapatkan shock dari variabel-variabel lain. Poros horisontalmenunjukkan waktu dan poros vertikal merupakan tingkat responsdalam persen. Karena menggunakan tingkat kelambanan 4, berartirespons terjadi setelah 4 kuartal. Tujuan dari studi ini adalah melihatrespons inflasi terhadap shock variabel-variabel lain, maka grafikyang ditampilkan hanyalah untuk kepentingan itu. Dari grafik 1 diatas terlihat bahwa respons inflasi dari yang paling kuat sampaiyang paling rendah secara berturut-turut ditunjukkan oleh nilaitukar (log e); penawaran uang (log m); suku bunga (R), inflasi (p)dan output gap (log gap). Bahkan di sini respons inflasi terhadapoutput gap di bawah base-line atau justru negatif. Maka inimembenarkan studi Ramkrishnan dan Vamvakidis (2002) yangmenyimpulkan bahwa nilai tukar dan penawaran uang mempunyaipengaruh positif terhadap inflasi, sedangkan output gap memilikidampak negatif terhadap inflasi.

Structural VAR

Hasil estimasi SVAR menunjukkan sesuatu yang penting sesuaidengan tujuan studi ini. Kendatipun dari sudut statistik tidak terlalu

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 53: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

53

Gra

fik1

. Im

pu

lse R

esp

on

se

Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter

Log Likelihood (d.f. adjusted)

104.3438 86

250.9281

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 54: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

54 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Tabel 3

. Hasi

l Est

imas

i SV

AR

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 55: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

55

menggembirakan, seperti ditunjukkan hanya sedikit hubungan antarvariabel yang signifikan. Hubungan variabel yang mewakili modelmonetaris St.Louis seperti terlihat pada persamaan (2) hubunganvariabelnya tidak sesuai teori dan tidak signifikan. Secara teorissemestinya hubungan antara penawaran uang (logm) denganoutput gap (loggap) adalah positif, namun dari hasil estimasi negatif.

Pada persamaan (3), secara statistik hubungan antar varibeltidak ada yang signifikan. Secara teoritis hubungan antarapenawaran uang (logm) terhadap suku bunga sesuai dengan teoriyaitu negatif atau jika jumlah uang beredar meningkat maka sukubunga akan menurun. Sementara itu, pada persamaan (4) yangmenarik adalah hubungan antara suku bunga (R) terhadap nilaitukar yang siginifan dan sesuai dengan teori. Yakni jika suku bunganaik, maka nilai tukar akan mengalami apresiasi (Mishkin, 1995:5).

Persamaan (5) yang merupakan inti dari pembahasan studi inimenunjukkan kesesuaian dengan tujuan dari studi ini. Pengaruhpenawaran uang dan nilai tukar terhadap inflasi signifikan dansesuai dengan teori, semengara pengaruh output gap (loggap)dan suku bunga (R) terhadap inflasi tidak signifikan. Temuan inisama dengan temuan Ramakrishnan dan Vamvakidis (2002) yaknipengaruh penawaran uang dan nilai tukar terhadap inflasi sangatlahkuat. Sementara justru variabel New-Keynesian yakni output gapdan suku bunga tidak mempunyai kuat pengaruhnya terhadapinflasi.

SIMULASI PROYEKSI INFLASI

Seperti telah disebutkan di muka, Metode VAR mengasumsikanseluruh variabelnya endogen, sehingga tidak ada eksogenitas didalamnya yang dapat dianggap sebagai variabel kebijakan. Maka,dengan metode ini tidak ada skenario kenaikan variabel eksogen,sebaliknya yang ada adalah proyeksi biasa dengan asumsi semuavariabel tetap. Ada dua pendekatan proyeksi inflasi yaknideterminstik dan stochastik. Pendekatan deterministik dapat

Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 56: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

56 Visi Perekonomian Indonesia 2030

dianggap sebagai pendekatan pesimis, sedangkan stochastikmerupakan optimis.

Hasil simulasi pesimis adalah tahun 2005, tingkat inflasi padakuartal pertama mencapai 6,55%. Pada kuartal ke-2 diperkirakanmencapai 2,67%, sementara diperkirakan pada kuartal ke-3 dan 4justru mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,6 dan -0,29.Berdasarkan perkiraan inflasi kuartalan itu dapat diproyeksikaninflasi pada tahun 2005 menurut simulasi pesimis adalah sebesar8,29%.

Sementara itu, simulasi optimis tingkat inflasi pada tahun 2005lebih rendah dari pada simulasi pesimis. Tingkat inflasi pada kuartalpertama mencapai 6,23%, kemudian pada kuartal ke-2 diperkirakan5.13%. Pada kuartal ke-3 diperkirakan akan terjadi deflasi sebesar–8,68%, dan pada kuartal ke-4 kembali inflasi mencapai 1,15%.Maka jika inflasi kuartalan itu dijumlah, inflasi total pada tahun2005 diperkirakan hanya mencapai 3,83%.

KESIMPULAN

Dari hasil studi ini “Proyeksi Inflasi 2005: Sinergi antaraPendekatan New-Keynesian dan Monetaris” menghasilkankesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil impulse response dan SVAR di atas dapatdinyatakan bahwa variabel-variabel moneteris relatif lebih kuat

Kuartal Simulasi Pesimis Simulasi Optimis

2005:1 6.551073 6.231073 2005:2 2.676809 5.131608 2005:3 -0.633184 -8.685654 2005:4 -0.298725 1.159842 Total 8.295973 3.836869

Tabel 4. Simulasi Model

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 57: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

57

mempengaruhi inflasi dari pada variabel New-Keynesian. Iniberarti dalam menerapkan IT, tetap harus diperhatikan variabel-variabel kuantitatif seperti jumlah uang beredar.

2. Hasil simulasi proyeksi inflasi terdapat dua angka perhitunganyakni perhitungan pesimis dan optimis. Menurut pendekatanpesimis inflasi pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 8,29%dan perhitungan optimis mencapai 3,83%.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, H. Joseph, C. Agung J. dan Zulverdy D. (2000).Fremework for Implementing Inflation Targeting in Indonesia.Dalam C. Joseph dan A.H.Gunawan. Monetary Policy andInflation Targeting in Emerging Economies. Jakarta: BI-IMF.

Andersen, L.C. dan Carlson, K. M. (1970). A Moneterist Model forEconomic Stabilization. Review, Federal Reserve Bank of St.Louis, April.

Ball, La. dan Niamh Sheridan. (2003). Does Inflation TargetingMatter? IMF Working Paper, No. WP/03/129.

Bank of Korea. (1998). Korea’s Experience of the monetarytransmission mechanism. Dalam S. Kemin (ed). TransmissionMechanism of Monetary Policy. BIS Policy Paper 3, 140-154.

Bernanke, B.S. dan Blinder A.S. (1992). The Federal Fund Rateand the Channels of Monetary Transmission. AmericanEconomic Review, 82 (September), 901-21.

Bernanke, B.S dan Miskhin, F.S. (1997). Inflation Targeting: ANew Framework for Monetary Policy ? Journal of EconomicPerspectives, 11 (2) 97-148.

Boediono. (1998). Merenungkan Kembali Mekanisme TransmisiMoneter di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,1 (1),1-4.

Carare, A, Schaechter, A. Stone, M. dan Zelmer M. (2002).Establishing Initial Conditions in Support of Inflation Targeting.IMF Working Paper. No WP/02/102.

Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter

Optimis

8.685654

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 58: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

58 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Cushman, D.O. dan Zha, T. (1997). Identifying Monetary Policy ina Small Open Economy under Flexible Exchage Rates. Journalof Monetary Economics, 39, 433-448.

Debelle, G. (1997). Inflation Targeting in Practice. IMF WorkingPaper. No. WP/97/35.

Enders, W. (1995). Applied Econometric Time Series. New York:John Wiley.

Epstein, R.J. (1987). A History of Econometrics. New York: ElsevierScience Publishers BV.

Eviews. (2000). Eviews 4: User’s Guide. Irvine: QuantitativeMicro Software.

Gordon, D. B dan Leeper, E. M. (1994). The Dynamic Impacts ofMonetary Policy: An Exercises in Tentative Identification. Journalof Political Economy, 102 (6) 1228-1247.

Greene, W. H. (2000). Econometric Analysis. New Jersey : PrenticeHall.

Oh, J. (1999). Inflation Targeting, Monetary TransmissionMechanism and Policy Rules in Korea. Economic Papers TheBank of Korea. 2 (1), 102-148.

Kemin, S. (ed). (1998). Transmission Mechanism of MonetaryPolicy. BIS Policy Paper No.3. Basle: BIS.

King, R.G dan Wolman, A.L . (1996). nflation Targeting in a St.Louis Model for the 21st Century. Review, Federal Reserve Bankof St. Louis, May/June.

Leeper, E. M. (1997). Narrative and VAR Approaches to MonetaryPolicy: Common Indentification Problems. Journal of MonetaryEconomics, 40 641-657.

Mahadewa, L dan Sterne, G (ed). (2000). Monetary PolicyFramework in a Global Context. London: Rautledge.

Masson, P. Savastano, M.A. and Sharma S. (1998). Can InflationTargeting Be A Framework for Monetary Policy in DevelopingCountries. Finance and Development, March.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 59: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

59

McCallum, B.T. (2005). What Have We Learned Since October1979. Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, March/April.

Mishkin, F.S. (1999). International Experiences with DifferentMonetary Policy Regimes. NBER Working Paper Series No.7044.March.

Mishkin, F.S, (1995). Symposium on the Monetary TransmissionMechanism. Journal of Economic Perspectives, 9 (4) 3-10.

Morling, S. (2002). Output Adjustment in Developing Countries: AStruktural VAR Approach. The Developing Economies, XL-1,March.

Odusola, A.F. dan Akinlo, A.E. (2001). Output, Inflation, andExchange Rate in Developing Countries: An Application ToNigeria. The Developing Economies, XXXIX (2).

Pindyck, RS dan Daniel L. Rubinfeld. (1998). Econometric Model &Economic Forecast. NewYork: Mc Graw-Hill.

Ramakrishnan, U dan Vamvakidis, A. (2002). Forcasting Inflationin Indonesia. IMF Working Paper, No. WP/02/111, June.

Ramaswamy, R. dan Slok T. (1998). The Real Effect of MonetaryPolicy in the European Union: What Are The Differences ? IMFStaff Papers, 45 (2) 374-396.

Sims,C.A. (1980a). Macroeconomic and Realty. Econometrica.48(1) 1- 48.

Sims,C.A.(1980b).Comparison of Interwar and Postwar BusinessCycles: Monetarism Reconsidered. American Economic Review,70 (May) 250-257.

Sims, C.A. (1986). Are Forcesting Models Usable for Policy Analysis.Quartely Review, Federal Reserve Bank of Minneapolis, 10(1).

Walsh, C.E. (2002). Teaching Inflation Targeting: An Analysis forIntermediate Macro. Journal of Economic Education, Fall.

Warjiyo, P dan Agung, J.(ed). (2002). Transmission Mechanismsof Monetary Policy in Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

Pentargetan Inflasi: Paradigma Baru Kebijakan Moneter

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 60: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

60 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Widyasanti, A. A. (2004). A Calibrated Model of Inflation Targetingfor an Emerging Economy: The Case of Indonesia. Paper inDepartment of Economics, University of Melbourne, Australia.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 61: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

61

PENDAHULUAN

Dengan ditetapkannya UU No.25/1999 tentang PemerintahanDaerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan Daerah; ada nuansa baru di dalampengelolaan Keuangan Daerah yang disesuiakan dengan potensi,kondisi dan kebutuhan Daerah. Dengan paradigma baru tersebut,struktur APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)mengalami perubahan dengan masuknya pos Dana Perimbanganyang terdiri atas: (i) Pos Bagi Hasil Daerah; (ii) Pos DAU (DanaAlokasi Umum); dan (iii) Pos DAK (Dana Alokasi Khusus). Denganparadigma tersebut, salah satu konsekuensi logis dari pemberlakuanUU No.25/1999 adalah dihapuskannya konsep/pos SDO (SubsidiDaerah Otonom) atau DRD (Dana Rutin Daerah) dan DI (DanaInpres) atau DPD (Dana Pembangunan Daerah) yang dilaksanakandengan mekanisme Inpres (Instruksi Presiden); digantikan dengan‘satu’ paket transfer yang dikenal dengan istilah DAU (Dana AlokasiUmum), yang penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepadamasing-masing Daerah.

Dari penjelasan di atas, DAU (Dana Alokasi Umum) secara umumdapat dikatakan sebagai block grant transfer dari PemerintahPusat ke Pemerintah Daerah (Pemerintah Propinsi dan PemerintahKabupaten/Kota) yang nilainya ditentukan oleh besarnya bobotdaerah yang dihasilkan dari serangkaian perhitungan atas dasarsejumlah variabel atau data dasar yang bersifat nasionalsebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.25/1999. Tujuanpenetapan DAU adalah untuk mengurangi ketimpangan horizontaldan juga untuk menyediakan penyeimbang fiskal (equalizing factor)

3 REFORMULASI DAUMENDORONG PEMBANGUNANDAERAHMULYANTOLUKMAN HAKIM

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 62: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

62 Visi Perekonomian Indonesia 2030

antar daerah; dengan memperhatikan potensi daerah, luas wilayah,keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatanmasyarakat; sehingga perbedaan antar Daerah yang maju denganDaerah yang belum belum berkembang dapat diperkecil ataudiminimalisir.

Besarnya DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25% (dua puluhlima persen) dari PDN (Penerimaan Dalam Negeri) yang ditetapkandalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), setelahdikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepadaDaerah. Besarnya DAU untuk Propinsi sebesar 10% (sepuluhpersen), sedang untuk Kabupaten dan Kota sebesar 90% (sembilanpuluh persen). Selama era otonomi, tepatnya sejak 1 Januari20001; sudah 4 (empat) kali ditepkan Keppres (Keputusan Presiden),yang terkait dengan masalah DAU, yaitu: (i) Keppres Nomor 181Tahun 2000 tentang DAU Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2001; (ii) Keppres Nomor 131 Tahun 2001tentang DAU Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota TahunAnggaran 2002; (iii) Keppres Nomor 1 Tahun 2003 tentang DAUDaerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2003;serta (iv) Keppres Nomor 109 Tahun 2003 tentang DAU DaerahProvinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2004. Selama 4 (empat)tahun pelaksanaan DAU, sudah terjadi perubahan PP (PeraturanPemerintah) yang menjadi dasar bagi penyusunan rumusan/formulaDAU, yaitu dari: PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang DanaPerimbangan, dan kemudian diubah menjadi PP Nomor 84 Tahun2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 104Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan. Dua PP (PeraturanPemerintah) inilah yang menjadi dasar bagi penyusunan danperbaikan rumusan/formulasi DAU sekarang ini dan mungkin ditahun-tahun mendatang; selama belum terjadi amandementerhadap UU Nomor 25 Tahun 1999.

Berdasar pada Keppres di atas, jumlah DAU secara keseluruhanyang dialokasikan ke daerah selama tahun 2001-2004 masing-masing adalah: (i) sebesar Rp 60.516,70 miliar untuk tahun 2001,dengan rincian ke Provinsi sebesar Rp 6.051,67 miliar dan ke

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 63: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

63

Kabupaten/Kota sebesar Rp 54.465,00 miliar; (ii) sebesar Rp66.364,10 miliar untuk tahun 2002, dengan rincian ke Provinsisebesar Rp 6.634,4 miliar dan ke Kabupaten/Kota sebesar Rp59.727,70 miliar; (iii) sebesar Rp 76.978,00 miliar untuk tahun2003 atau meningkat sebesar 11,4% dibanding DAU tahun 2002,dengan rincian ke Provinsi sebesar Rp 7.697,80 miliar dan keKabupaten/Kota sebesar Rp 69.280,20 miliar; serta (iv) sebesarRp 82.130,94 miliar untuk tahun 2004, dengan rincian ke Provinsisebesar Rp 8.213,1 miliar dan ke Kabupaten/Kota sebesar Rp73.917,85 miliar. Besarnnya DAU tersebut, tidak sepenuhnyadidasarkan pada suatu faktor formula/rumusan yang ditetapkantetapi masih ada faktor lain berupa faktor penyeimbang dan faktorlumpsum. Hal inilah yang menjadi pemikiran ke depan bahwa hasilperhitungan DAU sebaiknya yang benar-benar dihasilkan dari suatufaktor formula tertentu yang disepakati oleh banyak pihak. Termasukkemungkinan tidak adanya DAU bagi suatu Provinsi atauKabupaten/Kota jika ternyata ditemukan bahwa kebutuhan fiskal(fiscal need) memang nyata-nyata lebih kecil dibanding dengankapasitas fiskal (fiscal capacity). Tulisan ini akan mengkaji perjalananperumusan DAU selama ini, yang kemudian dilanjutkan denganusulan perubahan terhadap rumusan, serta diakhiri dengan penutup.

TINJAUAN PERKEMBANGAN RUMUSAN DAU

Sebagaimana yang banyak disebutkan bahwa tujuanpengalokasikan DAU, selain dalam kerangka otonomi pemerintahandi tingkat Daerah, juga untuk pemerataan kemampuan penyediaanpelayanan publik di antara pemerintahan Daerah di Indonesia. Disamping itu, juga bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antarDaerah sebagai akibat dari pembagian Dana Bagi Hasil Daerah,khusunya dari SDA (Sumber Daya Alam) yang hanyamenguntungkan pada Daerah-Daerah tertentu. Oleh karena itu,formula/rumusan DAU disusun dengan lebih mempertimbangkanpada sisi kemampuan keuangan (fiscal capacity) dan kebutuhanDaerah (fiscal need). Dengan kata lain, bahwa kebutuhan DAU

Reformulasi DAUMendorong Pembangunan Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 64: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

64 Visi Perekonomian Indonesia 2030

suatu Daerah ditentukan atas besar kecilnya kesenjangan fiskal(fiscal gap) suatu Daerah; yang merupakan selisih antara kebutuhanDaerah (fiscal need) dengan potensi Daerah (fiscal capacity).Pada bagian berikut akan dipaparkan sekilas perkembangan rumusanDAU dari tahun 2001-2003. Tidak dibahasnya rumusan DAU tahun2004, semata-mata dikarenakan belum didapatkannya informasimengenai rumusan DAU untuk tahun tersebut secara lengkap danakurat.

DAU Tahun 2001

DAU tahun 2001, didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu: (i)dipenuhinya norma hukum dalam UU No.25/1999; (ii) adanyakejelasan hubungan antar kebutuhan Daerah dan potensi Daerah;(iii) besarnya DAU paling tidak sama dengan besarnya SDO/DRD(Dana Rutin Daerah) dan DI/DPD (Dana Pembangunan Daerah);(iv) adanya unsur kemudahan di dalam memahami rumus penentubesaran DAU; serta (v) rumus didasarkan atas variabel-variabeldatanya tersedia dan akurat. Secara umum besaran DAU padatahun 2001, didapatkan dari penjumlahan atas 3 (tiga) faktor,yaitu:

a. FP (Faktor Penyeimbang), yaitu suatu mekanisme untukmencegah penurunan kapasitas pemerintah Daerah dalammembiayai kewajiban-kewajiban yang tidak diduga sebelumnya,termasuk untuk mengantisipasi permasalahan pendanaan yangmuncul akibat terjadinya transfer pegawai dari Pemerintah Pusatke Pemerintah Daerah. Tranfer pegawai tersebut dilakukan,mengingat terjadinya likuidasi dari beberapa fungsi dekonsentrasiPemerintah Pusat (kanwil, kandep): seperti: departementransmigrasi, pariwisata dan budaya, koperasi, sosial,penerangan, dan pekerjaan umum.

b. FF (Faktor Formula), yaitu faktor rumusan DAU yang berisivariabel-variabel yang sesuai dengan amanat UU No.25/1999,yang kemudian secara lebih jelas dituangkan dalam PP No.104/

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 65: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

65

2000 tentang Dana Perimbangan. Variabel-variabel ini, secaraumum meliputi:

- Potensi Penerimaan, yang terdiri dari: PDRB Primer (PDRBsektor SDA: Sumber Daya Alam); PDRB Non-Primer (PDRBsektor industri dan jasa lainnya); dan Angkatan Kerja(Penduduk Usia Produktif).

- Kebutuhan Daerah, yang terdiri dari: Jumlah Penduduk, LuasWilayah, Indeks Harga Bangunan, Jumlah Penduduk Miskin.

c. FL (Faktor Lumpsum), yaitu suatu mekanisme untuk membagihabis total DAU yang sudah dianggarkan dalam APBN ke Daerah-Daerah.

Di samping alokasi DAU yang sudah didistribusikan kepadaDaerah-Daerah dengan skema pencairan 1/12 untuk setiapbulannya, juga terdapat dana tambahan yang diberikan kepadabeberapa Pemerintah Daerah untuk mengantisipasi tingginya biayatransfer pegawai dari Pusat ke Daerah, lambatnya peralihankewenangan dari Provinsi ke Kabupaten/Kota, serta terjadinyakenaikan gaji PNS (Pegawai Negeri Sipil). Dana tambahan tersebutdiberikan dalam bentuk Dana Kontijensi Tahap I, Dana KontijensiTahap II, dan Dana Talangan.

DAU Tahun 2002

Dengan ditemukannya beberapa kelemahan yang terdapat dalamformulasi DAU tahun 2001, Pemerintah telah meninjau kembaliformulasi DAU; termasuk mereformulasikan kembali untukperhitungan DAU tahun 2002. Reformulasi DAU tahun 2002,didasarkan atas beberapa hal, yaitu: (i) Dalam Keppres Nomor181 Tahun 2000 secara eksplisit menyatakan bahwa penetapanDAU tahun 2001 hanya berlaku untuk satu tahun yang bersangkutandan tidak terkait dengan penghitungan DAU tahun 2002 dan tahun-tahun selanjutnya; (ii) Rapat DPOD tanggal 18 Desember 2000,yang menyatakan bahwa formulasi DAU tahun 2001 masih banyakditemukan kelemahannya, sehinga perlu dilakukan perbaikan-

Reformulasi DAUMendorong Pembangunan Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 66: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

66 Visi Perekonomian Indonesia 2030

perbaikan guna menyempurnakan formulasi DAU tahun 2002 dantahun-tahun berikutnya; (iii) Kesepakatan dalam Tim Kecil DanaPerimbangan Panitia Anggaran DPR RI tanggal 28 Maret 2001yang menyatakan bahwa perlu dilakukan penyempurnaan formuladan distribusi DAU tahun 2002 dengan tujuan untuk mengurangicelah fiskal (fiscal gap) antar Daerah serta dapat lebih mencerminkanasa keadilan dan pemerataan.

Berdasar pada permasalahan di atas, beberapa ketentuan yangmenjadi dasar bagi penyusunan formulasi DAU tahun 2002, yaitu:(i) Tetap mengacu pada kaidah-kaidah dasar dalam UU No.25/1999, dimana DAU akan dialokasikan dengan menggunakan bobotDaerah yang dihitung dengan formula yang didasarkan ataspertimbangan kebutuhan dan potensi Daerah yang diwujudkanatas beberapa indikator/variabel yang dipergunakan dalammemperkirakan besarnya kebutuhan dan potensi penerimaanDaerah; (ii) Formula DAU tetap menggunakan celah fiskal (fiscalgap), yaitu kebutuhan pembiayaan (fiscal need) dibandingkandengan potensi penerimaan (fiscal capacity); (iii) Pendekatan FiscalGap memungkinkan adanya Daerah yang relatif sudah dianggapmampu dari segi kapasitas keuangan, dan seharusnya tidak lagimemerlukan alokasi DAU; (iv) Mengacu pada variabel-variabel yangdipertimbangkan dalam UU No.25/1999, tetapi sekaligus membukakemungkinan penambahan beberapa variabel baru yang merupakanpenyempurnaan dari variabel formula DAU dalam PP Nomor 104Tahun 2000, tanpa menyimpang dari UU itu sendiri; (v) FormulaDAU harus sederhana dalam artian dapat dijelaskan dan mudahdipahami serta dimengerti oleh semua pihak yang berkepentingan;(vi) Akurasi data baik untuk variabel fiscal need maupun fiscalcapacity yang akan digunakan untuk penghitungan DAU harusmenjadi perhatian utama; (vii) Salah satu misi atau tujuankeberadaan DAU adalah sebagai transfer yang menyeimbangkankemampuan keuangan antar Daerah (equalization grant), yangsecara teknis akan menghasilkan suatu indeks koefisien variasipenerimaan per kapita yang sekecil mungkin.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 67: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

67

DAU Tahun 2003

Dalam perhitungan DAU tahun 2003 menitik beratkan padahasil rapat Panitia Anggaran DPR RI dengan Pemerintah tanggal10 Juli 2002, yang telah menetapkan bahwa salah satu kebijakandalam formulasi dan perhitungan DAU 2003 berupa penyempurnaanformula dan perhitungan DAU yang dilakukan dengan: (i)meningkatkan akurasi data; (ii) secara berangsur-angsur mengurangiperan AM (Alokasi Minimum) untuk memperbesar dana yangdialokasikan untuk mengoreksi kesenjangan antar Daerah; (iii)diupayakan untuk tetap menjaga agar tidak ada Daerah yangakan menerima DAU tahun 2003 lebih kecil atau minimal samadengan DAU tahun 2002 ditambah Dana Penyeimbang.

Secara ringkas, persamaan dan perbedaan antara formulasibesaran DAU tahun 2001, 2002, dan 2003; selengkapnya dapatdilihat pada tabel 1.

USULAN PERUBAHAN RUMUSAN DAU

Usulan terhadap rumusan DAU yang akan dibahas di sini hanyadikaitkan dengan faktor formula DAU (baca KF: Kesenjangan Fiskal),yang ke depan sebaiknya menjadi dasar bagi penentuan danperhitungan besaran DAU, dengan seminimal mungkin memasukkanfaktor-faktor lain selain faktor formula, seperti faktor penyeimbangdan faktor lump sum. Usulan perubahan rumusan DAU dalam tulisanini, didasarkan pada penjabaran lebih lanjut atas atas formulasiDAU tahun 2003 yang dipandang sudah lebih baik dibanding denganmodel-model formula DAU untuk tahun-tahun sebelumnya. Disamping itu, juga tetap mempertimbangkan PP Nomor 84 Tahun2001 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 104 Tahun 2000tentang Dana Perimbangan, yang merinci Kebutuhan WilayahOtonomi Daerah dan Potensi Ekonomi Daerah untuk menghasilkanbesaran DAU, dimana Kebutuhan DAU suatu Daerah yang seringdiistilahkan dengan KF (Kesenjangan Fiskal) adalah KebutuhanWilayah Otonomi Daerah (fiscal need) dikurangi dengan PotensiEkonomi Daerah (fiscal capacity). Selanjutnya untuk menghitung

Reformulasi DAUMendorong Pembangunan Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 68: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

68 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Tabel 1

.Perb

an

din

gan

Perh

itu

ng

an

Besa

ran

DA

U, T

ah

un

20

01

- 2

00

3

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 69: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

69

Bobot DAU Daerah, dapat dihasilkan dengan membandingkanKebutuhan DAU suatu Daerah (KF: Kesenjangan Fiskal) denganTotal Kebutuhan DAU, baik untuk Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Akhirnya besarnya DAU Provinsi maupun Kabupaten/Kotadapat dihasilkan dengan mengalikan Bobot DAU dengan besarnyanilai DAU yang akan dialokasikan ke Provinsi dan Kabupaten/Kotayang bersumber dari PDN (Penerimaan Dalam Negeri) netto dalamAPBN.

Kebutuhan Wilayah Otonomi Daerah yang sering diistilahkandengan Kebutuhan Fiskal (fiscal need) atau disingkat dengan KbF;dalam Formulasi DAU tahun 2003 dirumuskan sebagai berikut:

KbF = PDR x ( 0,4.IJP + 0,1.ILW + 0,0.IKP + 0,1.IKR +0,4.IKK ) .........................................................(1)

DimanaKbF : Kebutuhan FiskalPDR : Pengeluaran Daerah Rata-RataIJP : Indeks Jumlah PendudukILW : Indeks Luas WilayahIKP : Indeks Kepadatan PendudukIKR : Indeks Kemiskinan RelatifIKK : Indeks Kemahalan Konstruksi

Sementara itu, Potensi Ekonomi Daerah yang sering diistilahkandengan Kapasitas Fiskal (fiscal capacity) atau disingkat denganKpF; dalam Formulasi DAU tahun 2003 dirumuskan sebagai berikut:

KpF = PADÙ + ( PBB + BPHTB + PPh + 0,75.SDA ).......... (2)

DimanaKpF : Kapasitas FiskalPADÙ : Pendapatan Asli Daerah (diestimasi dari PDRB sektor jasa)PBB : Bagi Hasil dari Pajak Bumi dan BangunanBPHTB: Bagi Hasil dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

BangunanPPh : Bagi Hasil dari Pajak Penghasilan Orang PribadiSDA : Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam

Reformulasi DAUMendorong Pembangunan Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 70: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

70 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Terakhir, Kesenjangan Fiskal (KF) adalah selisih dari KebutuhanWilayah Otonomi Daerah (KbF: Kebutuhan Fiskal) dengan PotensiEkonomi Daerah (KpF: Kapasitas Fiskal), atau secara matematisdirumuskan:

KF = KbF - KpF ......................................................(3)DimanaKF : Kesenjangan FiskalKbF : Kebutuhan FiskalKpF : Kapasitas Fiskal

Usulan Perubahan Formula

Usulan perubahan rumusan DAU dalam tulisan ini, hanyadititikberatkan pada upaya untuk memodifikasi bagian KebutuhanFiskal (KbF); khususnya pada variabel IJP (Indeks Jumlah Penduduk)dan IKR (Indeks Kemiskinan Relatif). IJP dan IKR akan dimodifikasidengan memasukkan variabel pembentuk IPM (Indeks PembangunanManusia) atau HDI (Human Development Index), dimana datauntuk tahun 1999 telah tersedia, baik di tingkat Provinsi maupundi tingkat Kabupaten/Kota dalam publikasi yang diterbitkan ataskerjasama antara BPS, BAPPENAS, dan UNDP pada tahun 2001dengan judul: “Indonesia Human Development Report : Towards aNew Consensus, Democracy and Human Development in Indonesia”.Publikasi ini juga sudah diperbaharui melalui publikasi yang berjudul:“Human Development Report 2004: The Economics of Democracy,Financing Human Development in Indonesia”. Artinya, jika data inikelak bisa dimasukkan ke dalam rumusan DAU di masa-masamendatang, maka kebutuhan DAU juga sangat terkait denganupaya peningkatan IPM (Indeks Pengembangan Manusia) yang didalamnya menyangkut aspek kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

Data tahun 1999 yang berupa Lamanya Tahun Sekolah (ILS:Indeks Lama Sekolah), Angka Harapan Hidup (IHH: Indeks HarapanHidup), dan Angka Melek Huruf (IMH: Indeks Melek Huruf); akandimasukkan dalam rumusan pada bagian Kebutuhan Wilayah Otonomi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 71: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

71

(KbF: Kebutuhan Fiskal), yang secara lengkap dirumuskan sebagaiberikut:

KbF = PDR x ( [ 0,4. ( 0,6.IJP + 0,4.ILS ) ] + [ 0,1. ( 0,3.IKR+ 0,4.IMH + 0,3.IHH ) ] + 0,1.ILW + 0,4.IHB ) (4)

DimanaKbF : Kebutuhan FiskalPDR : Pengeluaran Daerah Rata-Rata

- Besaran ini sesuai dengan data mentah sebesar Rp425,71 miliar.

IJP : Indeks Jumlah Penduduk- Merupakan rasio antara Penduduk suatu Daerah

dengan Rata-rata Penduduk secara Nasional (samadengan konsep sebelumnya).

- Bobot 0,6 dihasilkan dari pertimbangan koefisienvariasi.

ILS : Indeks Lama Sekolah- Merupakan rasio antara Rata-rata Tahun Lama Sekolah

secara Nasional dengan Lama Tahun Sekolah di suatuDaerah

- Bobot 0,4 dihasilkan dari pertimbangan koefisienvariasi.

IKR : Indeks Kemiskian Relatif- Konsep sama dengan model-model sebelumnya, yaitu

dicari secara bertahap dari perhitungan HCI (HeadCount Index), IG (Income Gap), dan terakhir barumenghitung IKR.

- Bobot 0,3 dihasilkan dari pertimbangan koefisienvariasi.

IMH : Indeks Melek Huruf- Merupakan rasio antara Rata-rata Persentase Melek

Huruf secara Nasional dengan Persentase Melek Hurufdi suatu Daerah.

- Bobot 0,4 dihasilkan dari pertimbangan koefisienvariasi.

Reformulasi DAUMendorong Pembangunan Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 72: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

72 Visi Perekonomian Indonesia 2030

IHH : Indeks Harapan Hidup- Merupakan rasio antara Rata-rata Tahun Haraapan

Hidup secara Nasional dengan Tahun Harapan Hidupdi suatu Daerah.

- Bobot 0,3 dihasilkan dari pertimbangan koefisienvariasi.

ILW : Indeks Luas Wilayah- Merupakan rasio antara Luas Wilayah dengan Rata-

rata Luas Wilayah secara Nasional (sama dengankonsep sebelumnya).

IHB : Indeks Harga Bangunan- Merupakan rasio antara Indeks Harga Bangunan

dengan Rata-rata Indeks Harga Bangunan secaraNasional (sama dengan konsep sebelumnya).

Angka Cetak Tebal, bobot secara makro yang besarnya masing-masing 0,4; 0,1; 0,1; dan 0,4 sama dengan model-model yangsebelumnya diterapkan, khususnya untuk rumusan DAU tahun 2003.

Sementara itu, Potensi Ekonomi Daerah yang sering diistilahkandengan Kapasitas Fiskal (fiscal capacity) atau disingkat denganKpF; dalam usulan formulasi DAU saat ini, tidak mengalamiperubahan secara berarti; atau selengkapnya dirumuskan sebagaiberikut:

KpF = PADÙ + ( PBB + BPHTB + PPh + 0,75.SDA ).........(5)

Dimana

KpF : Kapasitas Fiskal

PADÙ : Pendapatan Asli Daerah (diestimasi dari PDRB sektorjasa)

Hasil regresi didapatkan

PADÙ = -34,31360 + 0,013290 PDRB Jasa

Karena konstantanya negatif dan dianggap tidak signifikan (hasilt-statistic sebesar –1,57 (probabilitas sebesar 12,75%); makauntuk estimasi hanya digunakan besarnya koefisien regresinyasaja, yaitu sebesar 0,013290.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 73: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

73

PBB : Bagi Hasil dari Pajak Bumi dan BangunanBPHTB: Bagi Hasil dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

BangunanPPh : Bagi Hasil dari Pajak Penghasilan Orang PribadiSDA : Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam

Proses selanjunya sama, yaitu menetukan besarnyaKesenjangan Fiskal (KF), yang merupakan selisih dari KebutuhanWilayah Otonomi Daerah (KbF: Kebutuhan Fiskal) dengan PotensiEkonomi Daerah (KpF: Kapasitas Fiskal), atau secara matematisdirumuskan:

KF = KbF - KpF ....................................................(6)

HASIL SIMULASI

Setelah dilakukan serangkaian simulasi, yang dalam tulisan inibaru diujicobakan pada tingkat propinsi, dihasilkan perbandinganperolehan DAU selama tahun 2001-2003, seperti terlihap padatabel 2.Dari tabel 2 dapat dilihat adanya 5 (lima) provinsi yangtidak mendapatkan alokasi dana dari DAU, yang dikarenakankebutuhan fiskal daerahnya (fiscal need) lebih rendah disbandingdengan kapsitas fiskalnya (fiscal capacity), sehingga menghasilkankesenjangan fikcal (fiscal gap) yang negatip. Kelima daerah/provinsitersebut adalah: (1) Provinsi Riau; (2) Provinsi DKI Jakarta; (3)Provinsi Jawa Barat; (4) Provinsi Jawa Timur; serta (5) ProvinsiKalimantan Timur.

Di samping itu, dapat juga kita lihat bahwa besaran DAU untuktahun 2003 hampir mendekati dengan besarnya alokasi anggaranDAU menurut Keppres, dengan koefisien variasi yang hampir samayaitu 0,52 (hasil Keppres) dibanding dengan 0,62 (hasil simulasi).Perbedaan menyolok justru terletak pada daerah-daerah ataupropinsi yang HDI/IPM-nya juga mengalami perbedaan secarameyakinkan bila dilihat dari besaran variabel-variabel pembentukHDI/IPM, khususnya variable: Rata-rata Lama Sekolah (ILS: IndeksLama Sekolah); Angka Harapan Hidup (IHH: Indeks Harapan Hidup),dan Angka Melek Huruf (IMH: Indeks Melek Huruf). Sementara

Reformulasi DAUMendorong Pembangunan Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 74: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

74 Visi Perekonomian Indonesia 2030

DAU Tahun 2001 DAU Tahun 2002 DAU Tahun 2003

No.

Provinsi

Keppres Simulasi Keppres Simulasi Keppres Simulasi

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

01. DI Aceh 165.80 74.36 150.56 88.27 76.12 98.32

02. Sumut 264.42 139.99 260.61 166.18 301.75 185.09

03. Sumbar 140.73 156.73 193.52 186.07 227.63 207.23

04. Riau 251.94 - 110.71 - 74.21 -

05. Jambi 109.29 246.25 181.92 292.33 209.25 325.59

06. Sumsel 153.17 134.04 211.53 159.13 231.93 177.23

07. Bengkulu 82.74 237.14 162.56 281.52 208.84 313.55

08. Lampung 180.30 195.59 211.11 232.19 252.78 258.61

09. DKI Jakarta 587.17 - 535.70 - 734.89 -

10. Jabar 521.23 - 393.88 - 429.57 -

11. Jateng 647.21 139.09 560.63 165.12 509.87 183.90

12. DI Yogya 110.36 183.00 214.48 217.25 201.96 241.97

13. Jatim 449.57 - 453.21 - 414.32 -

14. Kalbar 194.38 301.34 228.28 357.73 272.91 398.43

15. Kalteng 153.31 287.83 204.84 341.69 253.60 380.57

16. Kalsel 122.52 196.62 161.80 233.41 201.09 259.97

17. Kaltim 257.11 - 96.96 - 76.41 -

18. Sulut 75.58 246.49 233.47 292.62 206.65 325.91

19. Sulteng 126.45 277.30 190.52 329.19 240.70 366.64

20. Sulsel 232.73 255.71 257.41 303.57 299.05 338.11

21. Sultra 101.38 273.21 179.37 324.33 226.43 361.24

22. Bali 91.17 162.38 168.17 192.77 184.87 214.70

23. NTB 122.61 277.09 193.80 328.94 223.95 366.37

24. NTT 150.93 324.14 244.03 384.79 283.04 428.57

25. Maluku 101.29 274.39 191.71 325.74 248.37 362.80

26. Irja / Papua 101.29 523.54 345.53 621.52 395.16 692.23

27. Maluku Utara 74.11 262.25 144.28 311.33 200.96 346.75

28. Banten 142.15 134.96 155.59 160.21 171.86 178.44 29. Bangka

Belitung 65.64 269.18 146.22 319.56 162.49 355.91

30. Gorontalo 45.35 249.31 129.04 295.96 177.13 329.64 Sum 5,821.93 5,821.93 6,911.44 6,911.42 7,697.79 7,697.77

Average / Mean 194.06 194.06 230.38 230.38 256.59 256.59

Minimum 45.35 0.00 96.96 0.00 74.21 0.00

Maximum 647.21 523.54 560.63 621.52 734.89 692.23

Coef. of Variation 0.80 0.62 0.50 0.62 0.52 0.62

Sumber : Keppres tentang DAU tahun 2001-2003; dan Hasil Simulasi Model DAU.

Tabel 2. Hasil Perbandingan Besaran DAU antara Keppresdan Simulasi, Tahun 2001-2003

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 75: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

75

Menurut Keppres No. Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003

Hasil Simulasi

(1) (2) (3) (4) (5) Kategori 5 (lima) Povinsi Peroleh DAU Terbesar

01. Jawa Tengah Jawa Tengah DKI Jakarta Irja/Papua 02. DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa Tengah Nusa Teng.

Timur 03. Jawa Barat Jawa Timur Jawa Barat Kalimantan

Barat 04. Jawa Timur Jawa Barat Jawa Timur Kalimantan

Tengah 05. Sumatera

Utara Irja/Papua Irja/Papua Sulawesi

Tengah Kategori 5 (lima) Povinsi Peroleh DAU Terkecil

26. Bengkulu Bangka Belitung

Banten Sumatera Utara

27. Sulawesi Utara

Maluku Utara Bangka Belitung

Jawa Tengah

28. Maluku Utara Gorontalo Kalimantan Timur

Banten

29. Bangka Belitung

Riau DI Aceh Sumatera Selatan

30. Gorontalo Kalimantan Timur

Riau DI Aceh

Indeks Williamson 0.9087 Sumber: Diolah dari tabel 2

Tabel 3. Hasil Perbandingan 5 (lima) Provinsi PenerimaDAU Terbesar dan Terkecil

itu, bila dilihat dari 5 (lima) besar Provinsi yang menduduki perolehanDAU tertinggi dan terendah dengan membandingkan antar hasilKeppres DAU dan hasil simulai dapat dipaparkan seperti tabel 3 .

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa jika indikator HDI/IPM menjadimasukan bagi perumusan model DAU, Provinsi-Provinsi Irian Jaya(Papua); Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT); Provinsi KalimantanBarat (Kalbar); Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng); serta ProvinsiSulawesi Tengah (Sulteng); merupakan 5 (lima) besar provinsiyang akan mendapatkan alokasi anggaran dari pos DAU yangcukup besar.

Reformulasi DAUMendorong Pembangunan Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 76: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

76 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Studi ini juga menghasilkan besaran DAU per penduduk hasilsimulasi; yang dari tahun 2001-2003 berturut-turut sebesar Rp93.764,11 pada tahun 2001; menjadi Rp 111.311,03 pada tahun2002; dan menjadi Rp 123.975,46 pada tahun 2003. Koefisienvariasi untuk simulasi ini adalah sebesar 1,05.

SIMPULAN

Apa-apa yang telah dipaparkan di muka, merupakan bagiankecil dari usaha untuk memberikan masukan terhadap berbagaiupaya di dalam menghasilkan rumusan/formulasi DAU di tahun-tahun mendatang yang dapat disepakai oleh banyak pihak; dengansemaksimal mungkin mempertimbangkan berbagai variabel riil dilapangan yang sering menjadi masukan dari para aparatur birokrasidi Pemerintahan Daerah.

Upaya untuk memodifikasi model DAU dengan memasukkan unsurpembentuk HDI (Human Developmen Index), yang dalam modelini menggunakan Indeks Lama Sekolah (ILS), Indeks Harapan Hidup(IHH), dan Indeks Melek Huruf (IMH), menghasilkan beberapakesimpulan yang menarik; dimana untuk daerah atau provinsi yangselama ini tertinggal dalam bidang ini (baca: pendidikan, kesehatandan ekonomi); akan mempunyai harapan mendapatkan alokasianggaran secara meyakinkan atau cukup besar. Provinsi-provinsiini meliputi: Provinsi Irian Jaya (Papua); Provinsi Nusa TenggaraTimur (NTT); Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar); Provinsi KalimantanTengah (Kalteng); serta Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng); dansebagaianya.

Sebagai catatan akhir, dengan digunakannya konsepKesenjangan Fiskal (fiscal gap); dalam model DAU ini terdapat 5(lima) provinsi yang tidak mendapatkan bagian anggaran dari posDAU, yaitu: (1) Provinsi Riau; (2) Provinsi DKI Jakarta; (3) ProvinsiJawa Barat; (4) Provinsi Jawa Timur; serta (5) Provinsi KalimantanTimur. Hal ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dimanakonsep DAU adalah untuk pemerataan pendapatan, khusunya bagi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 77: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

77

daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan fiskal besar, namuntidak mempunyai kemampuan pembiayaan secara memadahi.

DAFTAR PUSTAKA

BPS-Statistics Indonesia, Bappenas dan UNDP. (2001). IndonesiaHuman Development Report : Towards a New Consensus,Democracy and Human Development in Indonesia. Jakarta:BPS-Bappenas-UNDP.

Ditjen PKPD Depkeu RI. (2004). Bunga Rampai DesentralisasiFiskal. Jakarta: Penerbit Ditjen PKPD.

___________________________. Tinjauan PelaksanaanHubungan Keuangan Pusat dan Daerah, 2001-2003. Jakarta:Penerbit Ditjen PKPD.

Kadjatmiko. (2003). Kebijakan Perimbangan Keuangan Pusat danDaerah. Makalah disampaikan dalam kegiatan One Day Seminardan Workshop Otonomi Daerah yang diselenggarkan ataskerjasama antara LAPI ITB di Hotel Indonesia Jakarta, 10-11Desember.

PP (Peraturan Pemerintah) RI Nomor 104 Tahun 2000 tanggal 10Nopember 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran NegaraRI Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara RINomor 4021).

PP (Peraturan Pemerintah) RI Nomor 84 Tahun 2001 tanggal 31Desember 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan PemerintahNomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (LembaranNegara RI Tahun 2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran NegaraRI Nomor 4165).

Saragih, J P. (2003). Desentralisasi Fiskal dan Keuangan DaerahDalam Otonomi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Sidik, M.dkk (Ed). (2002). Dana Alokasi Umum : Konsep, Hambatan,dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit BukuKompas.

Reformulasi DAUMendorong Pembangunan Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 78: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

78 Visi Perekonomian Indonesia 2030

UU (Undang-Undang) RI Nomor 25 Tahun 1999 tentangPerimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Darah(Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, TambahanLembaran Negara RI Nomor 3848).

Yani, A. (2002). Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusatdan Daerah di Indonesia. Seri Keuangan Publik. Jakarta: PenerbitRajawali Pers.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 79: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

79

4 SEKTOR PERTANIAN DANPENGENTASAN KEMISKINAN

AKHMAD DAEROBIHERY SULISTYO JNSTETUKO RAWIDYO PUTRO

Pendahuluan

Kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan di antarapenduduk merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh hampirsemua negara sedang berkembang. Seringkali, negara-negara inidihadapkan pada dilemma klasik, orientasi pembangunan maudibawa kemana, apakah pertumbuhan ekonomi ataukahpemerataan pembangunan dan pengentasan kemiskinan warganya.Namun kenyataannya, terlepas dari orientasinya, kemiskinan danketimpangan pendapatan masih mewarnainya. Jazairy, dkk.(1992:7) mencatat, pada tahun 1988, negara sedang berkembangdengan pertumbuhan ekonomi tinggi; 20 persen penduduk termiskinmendapatkan proporsi pendapatan nasional antara 2 – 8,8 persendan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan berkisarantara 14 – 65 %. Sementara pada tahun yang sama, di negarasedang berkembang yang pertumbuhan ekonominya rendah; 20% penduduk termiskin mendapatkan proporsi pendapatan nasionalantara 3,4 – 7,0 % , dan penduduk yang berada di bawah gariskemiskinan berkisar antara 26 – 97 %.

Di Indonesia, sebagaimana di negara sedang berkembanglainnya, fenomena kemiskinan dan ketimpangan pendapatan,bukan sesuatu yang asing, baik di perkotaan maupun pedesaan.Dari beberapa kajian ekonomi, pedesaan merupakan daerah yangmengalami dampak terparah. Sehingga, fokus pembahasankemiskinan umumnya langsung menunjuk ke pedesaan. Sementara,sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian di bidangpertanian. Sejak tahun 1970 sampai dengan tahun 2004 jumlah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 80: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

80 Visi Perekonomian Indonesia 2030

penduduk miskin di desa lebih besar dibandingkan jumlah pendudukmiskin di perkotaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pusat-pusatkemiskinan sebagian besar berada di daerah perdesaan.

Alfian dkk. (1980:5) menjelaskan adanya kondisi realistis tentangkemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatugolongan masyarakat karena struktur sosial tidak dapat ikutmenggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnyatersedia bagi mereka. Yang termasuk golongan ini adalah petaniyang tidak memiliki tanah sendiri, petani pemilik tanah sempit yangtidak dapat mencukupi kebutuhan makan sendiri dan keluarganya,kaum buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih, dan pengusahatanpa modal. Selama periode 1963-2003 luas lahan yang dikuasairumah tangga pertanian berfluktuasi. Sejak tahun 1963-1983 lahanpertanian yang dikuasai rumah tangga pertanian meningkat dari12.884 ha menjadi 18.350 ha pada tahun 1983. Namun padatahun 1993 luas lahan yang dikuasai petani menurun menjadi 17.665dan meningkat drastis dan mencapai pada tingkat tertinggi padatahun 2003 yang mencapai 19.674 ha.

Bagi petani di pedesaan, yang bertumpu pada kegiatan agraris,sumberdaya tanah merupakan sumber pendapatan utama. Hal inikarena besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkanfaktor produksi lainnya (Mubyarto, 1994). Namun dalamkenyataannya, struktur pengusaan tanah menunjukkanketimpangan. Hal tersebut ditunjukkan oleh penurunan rata-rataluas lahan yang dikuasai oleh petani. Jika pada tahun 1963 rata-rata penguasaan lahan mencapai 1,1 ha pada tahun 2003 rata-rata penguasaan lahan menurun menjadi 0,8 ha. Bahkan di pulaujawa rata-rata penguasaan lahan oleh petani sampai dengan tahun2003 hanya mencapai 0,4 ha, lihat tabel 1.

Menurut Gunawan Wiradi dalam Peter Hagul (1992) terdapathubungan antara pengusaan tanah, sumber pendapatan, dandistribusi pendapatan. Menurutnya, golongan petani penggunatanah luas, mampu menginvestasikan surplusnya pada usaha-usaha padat modal, yang memberikan pendapatan relatif besar,

Tahun

1963

1973

1983

1993

2003Sumber: Statistik 60 tahun Indonesia Merdeka

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 81: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

81

seperti alat pengolah hasil pertanian dan berdagang untukmenghidupi keluarga. Sementara itu, petani yang menguasai tanahsempit, dan tunakisma mendapatkan tambahan penghasilan diluar usaha tani yang padat karya dan memberikan pendapatanrelatif rendah, seperti kerajinan tangan, bakul es, warung kecil,dan sebagainya. Semuanya ini mengimplikasikan, bahwa petaniluaslah yang lebih mempunyai jangkauan terhadap sumber besarnon pertanian, yang pada gilirannya melahirkan proses akumulasimodal dan investasi, baik di sektor pertanian maupun non pertanian.

Kondisi tersebut semakin diperparah oleh permasalahanpenduduk. Permaslahan penduduk yang dimaksud adalahpertambahan penduduk yang semakin besar. Akhirnya, lahanpersawahan semakin sempit, khususnya sawah pertanian padisawah. Sehingga masyarakat desa beralih ke sektor ekonomi laindi luar pertanian, antara lain industri, rumah tangga, jasa, danperdagangan. Namun, karena peluang bekerja dan bersuaha disektor non pertanian sangat terbatas, maka tingkat pendapatantetap rendah, sehingga terjadi gerak penduduk atau migrasi keluar desa.

Migrasi pada umumnya bergerak menuju wilayah perkotaan,karena wilayah ini dipandang memiliki peluang ekonomi relatiftinggi. Akibatnya, dampak adanya urabisasi, menyebabkantumbuhnya kota semu (quasi cities), yang ditandai oleh kepadatan

Tahun Jawa Luar Jawa Indonesia

1963 0.70 1.90 1.10

1973 0.60 1.50 1.00

1983 0.50 1.50 0.90

1993 0.50 1.20 0.80

2003 0.40 1.30 0.80 Sumber: Statistik 60 tahun Indonesia Merdeka

Tabel 1. Rata-rata Penguasaaan Lahan Rumah TanggaPertanian 1963-2003 (dalam persen)

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 82: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

82 Visi Perekonomian Indonesia 2030

penduduk tinggi, kekurangan infrastruktur, dualisme system socialekonomi, meluasnya pemukiman tanah, dan sebagainya. Implikasiakibatnya, kota tidak bisa merespons surplus tenaga kerja yangberasal dari pedesaan, dan pada gilirannya terjadi arus balik darikota ke desa. Sektor kehidupan di desa terpaksa harus meresponsarus balik, sehingga pedesaan mendapatkan tekanan lebih beratlagi.

Faktor lain yang ikut memperparah kondisi di pedesaan adalah,adanya konversi dari pertanian wsawah teknis ke pengguna lahannon pertanian, di antaranya digunakan untuk perumahan, industri,dan sarana–prasarana. Sebagai gambaran. Selama tahun 1983-1993, lahan sawah beririgasi di Pulau Jawa turun dari 1.824.000Ha menjadi 1.577.000. atau mengalami penurunan sebanyak247.000 Ha (BPS, 1995). Hal ini mengimplikasikan semakin sempitnyalahan subusr persawahan di pedesaan . Di tengah kondisi pedesaanyang suram, pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas lahanmelalui teknologi pertanian yang semakin intensif. Ini berartipenggunaan bibit unggul, pupuk kimia, dan pestisda semakinditingkatkan.

Serupa dengan kondisi nasional, Propinsi Jawa Tengah sebagaisalah satu propinsi penting di Indonesia mengalami permasalahanyang serupa. Jumlah Penduduk miskin di Jawa Tengah meningkatdengan pesat sejak krisis ekonomi tahun 1998. Sebagian besarpenduduk miskin di Propinsi Jawa Tengah terletak di daerahperdesaan. Sehingga jika pengurangan penduduk miskin menjadisalah satu sasaran pembangunan ekonomi, maka sudah selayaknyapengembangan sektor pertanian menjadi target utama programpembangunan di Propinsi Jawa Tengah. Di sisi lain keterbatasanlahan menyebabkan beberapa tahun belakangan ini luas lahanpertanian terus menurun. Pengalihan fungsi lahan dari fungsipertanian ke fungsi bangunan menjadi penyebab utamaberkurangnya lahan pertanian bagi masyarakat desa. Keterbatasantersebut mendorong Pemerintah Provinsi yang didukung olehPemerintah Kabupaten harus mendorong proses intensifikasipertanian selain untuk menjaga ketersediaan pangan juga menjadi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 83: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

83

sumber pendapatan masyarakat desa di Jawa Tengah yangsebagian besar masih berada di bawah garis kemiskinan.

Pertanian dalam Perspektif Ekonomi

Secara konseptual dalam perspektif ekonomi, peran sektorpertanian dapat dilihat dalam dua perspektif analisis yang tidakdapat terpisahkan yaitu perspektif mikroekonomi dan makroekonomi.Secara khusus, dalam perspektif mikroekonomi analisis sektorpertanian dipisahkan dalam analisis sisi permintaan dan penawaran.Sementara itu, dalam perspektif makroekonomi peran sektorpertanian dianalisis dalam perpektif umum yaitu peran sektorpertanian dalam mendukung kinerja makroekonomi. Peran sektorpertanian dalam perspektif makroekonomi dibedakan menjadi duaaspek penting. Aspek pertama adalah peran sektor pertanian dalammendukung kinerja makroekonomi serta peran sektor pertaniandalam mengentaskan kemiskinan. Peran sektor pertanian dalammendukung kinerja makroekonomi didekati melalui tiga indikatorpenting dalam makroekonomi yaitu pwertumbuhan ekonomi, inflasidan pengangguran. Tiga indikator tersebut merupakan ukurankinerja suatu perekonomian (Mankiw, 2003 dan Froyen, 2002).

Indikator pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kinerjapembangunan ekonomi dalam suatu perekonomian tertentu.Meskipun demikian, definisi pembangunan telah berkembang luas.Dalam perspektif modern pembangunan tidak sebatas pertumbuhanekonomi namun mencakup aspek yang lebih luas. Pembangunanekonomi diukur oleh indikator yang dikembangkan oleh UnitedNations Development Program (UNDP) yang terangkum dalam Indekspembangunan manusia yang meliputi aspek pendapatan (PDB danPDB perkapita), aspek angka harapan hidup dan lama menempuhpendidikan dasar. Perspektif mikroekonomi dan makroekonomibermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertaniansebagai salah satu sektor penyusun struktur ekonomi juga berperanpenting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perantersebut berupa ketersediaan jumlah produksi pertanian yangmemadai bagi konsumen, serta peningkatan pendapatan bagi

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 84: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

84 Visi Perekonomian Indonesia 2030

produsen. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh sektorpertanian, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sertakestabilan harga-harga umum yang disumbangkan oleh sektorpertanian menjadi indikator ekonomi peran sektor pertanian.Keterkaitan antara konsep-konsep ekonomi dengan konsep-konseppertanian melahirkan suatu sub kajian bidang ilmu baru yangselanjutnya disebut dengan ekonomi pertanian.

Kemiskinan

Secara konseptual dalam ilmu ekonomi terdapat berbagaipendekatan dalam mendefinisikan kemiskinan. Dalam pendekatanekonomi normatif Ellis dalam Effendi (1993) membedakan konsepkemiskinan dalam beberapa dimensi antara lain adalah:

1. Kemiskinan Ekonomi. Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikansuatu keadaan kekurangan sumber daya yang digunakan untukmeningkatkan kesejahteraan sekelompok orang-orang.Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkanpersediaan sumber daya yang tersedia pada kelompok itu danmembandingkannya dengan ukuran-ukuran baku. Sumber dayayang dimaksud dalam pengertian ini menakup konsep ekonomiyang luas tidak hanya merupakan pengertian finansial, tetapiperlu mempertimbangkan semua jenis kekayaan yang dapatmeningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Kemiskinan Politik. Kemiskinan politik menekankan pada derajadakses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan yang dimaksudmencakup tatanan sistem sosial politik yang dapat menentukanalokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang atautatanan sistem sosial yang menentukan alokasi sumber daya.Cara mendapatkan akses tersebut dapat melalui sistem politikformal, kontak-kontak informal dengan struktur kekuasaan yangmempunyai pengaruh pada kekuasaan ekonomi.

3. Kemiskinan Sosial. Kemiskinan sosial diartikan sebagai kemiskinankarena kekurangan jaringan sosial dan struktrur yang mendukunguntuk mendapatkan kesempatan agar produktifitas seseorangmeningkat. Dikatakan bahwa kemiskinan sosisal adalah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 85: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

85

kemiskinan yang disebabkan adanya faktor-faktor penghambatsehingga mencegah dan menghalangi seseorang untukmemanfaatkan kesempatan yang tersedia. Konsep kemiskinanyang menyangkut berbagai dimensi tersebut menyebabkan sulituntuk membangun pengertian yang benar-benar tepat mengenaikonsep kemiskinan. Pengertian kemiskinan dapat bermacam-macam tergantung dari sudut pandang mana konsep kemiskinantersebut didekati.

Sementara itu, berbeda dengan Ellis yang melihat kemiskinandalam beberapa dimensi, Rudolf S. Sinaga dan Benyamin dalamCahyono (1993) memberikan pengertian kemisikinan melaluipembedaan kemiskinan menjadi dua jenis yaitu: kemiskinan alamiahdan kemiskinan buatan. Kemiskinan alamiah didefinisikan sebagaikemiskinan yang disebabkan oleh sumber daya yang terbatas ataukarena tingkat perkembangan teknologi yang rendah. Dengan katalain ketidakmampuan seseorang atau komunitas dalam memenuhikebutuhan dan mengejar ketertinggalan teknologi menjadipenyebabnya. Sementara itu kemiskinan buatan didefinisikansebagai kemiskinan yang disebabkan oleh kelembagaan yang adadalam masyarakat membuat masyarakat sendiri tidak menguasaisarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata.

Dalam beberapa definisi lainnya, kemiskinan buatan juga disebutlebih populer dengan sebutan kemiskinan struktural. Menurut SeloSumardjan dalam Arsyad (1997) kemiskinan struktural sebagaikemiskinan yang diderita oleh masyarakat karena struktur sosialnya,sehingga tidak dapat menggunakan sumber-sumber pendapatanyang sebenarnya tersedia bagi mereka. Sehingga kemiskinan yangdimaksud bukanlah kemiskinan yang dialami seorang individu karenamalas atau sakit keras. Berdasarkan definisi Selo Sumardjankemiskinan tersebut digolongkan sebagai kemiskinan individual. Lebihlanjut Arsyad (1997) menyebutkan bahwa kemiskinan strukturaltersebut dapat disebabkan karena keadaan pemilikan sumber yangtidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, danketidakseimbangan kesempatan dalam berusaha dan memperoleh

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 86: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

86 Visi Perekonomian Indonesia 2030

pendapatan akan menyebabkan keikutsertaan yang tidak seimbangdalam pembangunan.

Beberapa ahli lainnya mendefinisikan kemiskinan dalamterminologi yang berbeda-beda. Menurut Sajogyo dalam Prayitno(1998) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu tingkatan kehidupanyang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimal yangditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan yang membuatorang cukup bekerja dan hidup sehat berdasar atas kebutuhanberas dan kebutuhan gizi. Sementara itu, menurut Emil Salim dalamCahyono (1993) kemiskinan merupakan keadaan penduduk yangmeliputi hal-hal yang tidak memiliki mutu tenaga kerja tinggi, jumlahmodal yang memadai, luas tanah dan sumber alam yang cukup,keaslian dan ketrampilan yang tinggi, konsisi fisik dan rohaniahyang baik, dan rangkuman hidup yang memungkinkan perubahandan kemajuan. Sementara itu, Menurut Soemitro dalam Prayitno(1998) kemiskinan ditandai dengan tingkat hidup rendah dantertekan. Ini merupakan akibat dari serangkaian keganjilan dankepincangan yang terdapat pada pertimbangan keadaan dasardan kerangka susunan masyarakat itu sendiri dan menyangkutbeberapa masalah, yaitu:

1. Keadaan faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat sebagaisumber produksi yang menyangkut sumber daya alam, modal,dan ketrampilan. Secara umum dapat dikatakan, negara-negaraberkembang termasuk Indonesia kekurangan modal danketrampilan.

2. Kepincangan sebagai sektor ekonomi, modal, dan penggunaanteknologi. Di masa lampau dilakukan paling intensif justru disektor-sektor yang terbatas yaitu sektor perkebunan danpertambangan.

Dalam beberapa literatur lain, beberapa ahli menjelaskanbeberapa penyebab kemiskinan. Menurut Kartasasmita (1999)kemiskinan disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab,yaitu:

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 87: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

87

1. Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendahmengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas danmenyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki.

2. Rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yangrendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir,dan prakarsa.

3. Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisipendidikan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itupula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinantersebut.

4. Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomitidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidupterpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau olehpelayanan pendidikan, kesehatan, dan gerak kemajuan yangdinikmati masyarakat lainnya.

Ada banyak penyebab kemiskinan dan tak ada satu jawabanyang mampu menjelaskan semuanya sekaligus. Ini ditunjukkanoleh adanya berbagai pendapat mengenai penyebab kemiskinansesuai dengan keadaan waktu dan tempat tertentu yang mencobamencari penyebab kemiskinan. Tetapi dapat disimpulkan bahwapenyebab kemiskinan antara lain:1. Kegagalan kepemilikan, terutama tanah dan modal.2. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan

prasarana.3. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.4. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat

dan sistem yang kurang mendukung.5. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara

sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern).6. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam

masyarakat.7. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang

mengelola sumber daya alam dan lingkungannya.

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 88: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

88 Visi Perekonomian Indonesia 2030

8. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (goodgovernance).

9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidakberwawasan lingkungan

Kenyataan kasat mata yang juga didukung oleh suara merekayang miskin (voice of the poor), menunjukkan bahwa kemiskinandisebabkan :

1. Keterbatasan pendapatan, modal dan sarana untuk memenuhikebutuhan dasar termasuk :a. Modal sumber daya manusia, misalnya pendidikan formal,

keterampilan dan kesehatan yang memadai.b. Modal produksi, misalnya lahan dan akses terhadap kredit.c. Modal sosial, misalnya jaringan sosial dan akses terhadap

kebijakan dan keputusan politik.d. Sarana fisik, misalnya akses terhadap prasarana dasar seperti

jalan, air bersih, listrik.e. Termasuk hidup di daerah terpencil.

2. Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi goncangan-goncangan karena :a. Krisis ekonomib. Kegagalan panen karena hama, banjir atau kekeringan.c. Kehilangan pekerjaan (PHK)d. Konflik sosial dan politik.e. Korban kekerasan sosial dan rumah tangga.f. Bencana alam.g. Musibah (jatuh sakit, kebakaran, kecurian atau ternak

terserang wabah penyakit).

3. Tidak adanya suara yang mewakili dan terpuruk dalamketidakberdayaan di dalam institusi negara dan masyarakatkarena :a. Tidak adanya kepastian hukumb. Tidak adanya perlindungan dari kejahatanc. Kesewenang-wenangan aparatd. Ancaman dan intimidasi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 89: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

89

e. Kebijakan publik yang tidak peka dan tidak mendukung upayapenanggulangan kemiskinan

f. Rendahnya posisi tawar masyarakat miskin

Selain penyebab kemiskinan di atas, terdapat beberapa polakemiskinan. Menurut Sumodiningrat (1999) terdapat beberapa polakemiskinan antara lain yaitu:

1. Presistent Poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atauturun-temurun. Daerah yang mengalami kemiskinan ini padaumumnya merupakan daerah kritis sumber daya alam atauterisolasi.

2. Cyclical Poverty, yaitu pola kemiskinan yang mengikuti polasiklus ekonomi secara keseluruhan.

3. Seasonal Poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang seringdijumpai pada kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan.

4. Accidental Poverty, yaitu kemiskinan karena terjadi bencanaalam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yangmenyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatumasyarakat.

Sementara dalam konsepsi ekonomi positif sebagaian besarekonom mendefinisikan kemiskinan sebagai kepemilikan pendudukakan konsumsi (atau aksesibilitas terhadap sumberdaya danpendapatan) di bawah ukuran kemiskinan tertentu (Behrman, 2002).Berikut ini akan dijelaskan beberapa konsep tentang ukurankemiskinan.

Ukuran Kemiskinan

Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan tidak mudahuntuk mengukurnya. Secara umum ada dua macam ukurankemiskinan yang biasa digunakan yaitu kemiskinan absolut dankemiskinan relatif (Arsyad, 1997):

Kemiskinan Absolut

Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan tingkatpendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan dibatasi padakebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 90: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

90 Visi Perekonomian Indonesia 2030

memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Bila pendapatantidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang tersebut dapatdikatakan miskin. Dengan kata lain, kemiskinan dapat diukur denganmembandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untukmemenuhi kebutuhan hidup. Tingkat pendapatan minimummerupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin atausering disebut sebagai garis batas kemiskinan. Kemiskinan absolutdimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yangcukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makan, pakaian,dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup (Todaro,1987). Masalah utama dalam konsep kemiskinan absolut adalahmenentukan tingkat komposisi dan tingkat kebutuhan minimumkarena hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan ,iklim dan berbagai faktor ekonomi lain. Konsep kemiskinan yangdidasarkan atas perkiraan kebutuhan dasar minimum merupakankonsep yang mudah dipahami tetapi garis kemiskinan obyektifsulit dilaksanakan karena banyak sekali faktor yangmempengaruhinya. Garis kemiskinan berbeda antara satu tempatdengan tempat lainnya sehingga tidak ada garis kemiskinan yangberlaku pasti dan umum.

Kemiskinan Relatif

Seseorang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yangdapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berartimiskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukanoleh keadaan sekitarnya, walaupun pendapatannya sudahmencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauhlebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, makaorang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Berdasarkankonsep kemiskinan relatif ini, garis kemiskinan akan mengalamiperubaahan bila tingkat hidup masyarakat berubah. Denganmenggunakan ukuran pendapatan, keadaan ini dikenal sebagaiketimpangan distribusi pendapatan. Semakin besar ketimpanganantara golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakinbesar pula jumlah penduduk yang dikategorikan miskin. Konsep

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 91: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

91

kemiskinan ini relatif bersifat dimamis, sehingga kemiskinan akanselalu ada.

Ukuran pendapatan juga bisa dihitung melalui pendekatanpendapatan. Pendekatan pendapatan untuk mengukur kemiskinanini mengasumsikan bahwa seseorang dan rumah tangga dikatakanmiskin jika pendapatan atau konsumsi minimumnya berada di bawahgaris kemiskinan. Ukuran-ukuran kemiskinan ini dihitung melalui(Coudouel, et.al, 2001):

a. Head Count Index

Head Count Index ini menghitung presentase orang yangada di bawah garis kemiskinan dalam kelompok masyarakattertentu.

b. Sen Poverty Index

Sen Poverty Index memasukkan dua faktor yaitu koefisienGini dan rasio H. Koefisien Gini mengukur ketimpangan antaraorang miskin. Apabila salah satu faktor-faktor tersebut naik,tingkat kemiskinan bertambah besar diukur dengan S.

c. Poverty Gap Index

Poverty Gap Index mengukur besarnya distribusi pendapatanorang miskin terhadap garis kemiskinan. Pembilang padapendekatan ini menunjukkan jurang kemiskinan (poverty gap),yaitu penjumlahan (sebanyak individu) dari kekuranganpendapatan orang miskin dari garis kemiskinan. Sedangkanpenyebut adalah jumlah individu di dalam perekonomian (n)dikalikan dengan nilai garis kemiskinan. Dengan ukuran ini,tingkat keparahan kemiskinan mulai terakomodasi. Ukurankemiskinan akan turun lebih cepat bila orang-orang yangdientaskan adalah rumah tangga yang paling miskin,dibandingkan bila pengentasan kemiskinan terjadi pada rumahtangga miskin yang paling tidak miskin.

d. Foster-Greer-Torbecke Index

Seperti Indeks-indeks di atas, indeks FGT ini sensitif trhadapdistribusi jika á>1. Bagian (Z-Yi/Z) adalah perbedaan antara

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 92: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

92 Visi Perekonomian Indonesia 2030

garis kemiskinan (Z) dan tingkat pendapatan dari kelompokke-i keluarga miskin (Yi) dalam bentuk suatu presentasedari garis kemiskinan.

Indikator Kesejahteraan

Indikator kesejahteraan berkait erat dengan kemiskinan karenaseseorang digolongkan miskin atau tidak jika seberapa jauhindikator-indikator kesejahteraan tersebut telah dipenuhi. Indikatorkesejahteraan dapat dilihat melalui dimensi moneter yaitupendapatan dan pengeluaran. Di samping itu melelui dimensi moneter,kesejahteraan dapat dilihat melalui dimensi non moneter misalnyakesehatan, pendidikan dan partisipasi sosial.

Dimensi Moneter

Ketika mengukur kemiskinan melalui dimensi moneter, pendekatanyang bisa dilakukan melalui pendapatan dan konsumsi sebagaiindikator kesejahteraan. Di antara pendekatan pendapatan dankonsumi, konsumsi adalah indikator yang lebih baik jika dibandingkandengan pendapatan (Coudouel, et.al, 2001) dengan beberapaalasan sebagai berikut :

a. Konsumsi adalah indikator yang lebih baik jika dibandingdengan pendapatan. Konsusmsi saat ini lebih erathubungannya dengan kesejahteraan seseorang, yaituberhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhikebutuhan minimumnya.

b. Konsumsi adalah ukuran yang lebih baik dari pendapatansebagai indikator karena pendapatan lebih sering berfluktuasiuntuk beberapa mata pencaharian tertentu.

c. Konsumsi lebih mencerminkan kemampuan seseorang untukmemenuhi kebutuhan minimumnya. Pengeluaran untukkonsumsi tidak hanya mencerminkan barang dan jasa yangdapat diperoleh dengan pendapatannya, tetapi jugakeampuannya untuk memperoleh kredit dan menabung padasaat pendapatannya rendah di bawah rata-rata.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 93: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

93

Garis kemiskinan dapat diperoleh dengan menganalisapendapatan atau besarnya belanja yang dikeluarkan. Sebagianbesar analisa garis kemiskinan adalah dengan menganalisa besarnyabelanja. Di banyak kasus ini memang lebih mudah, dan jugamempunyai keuntungan konseptual. Anand dan Harris (1994)berbicara tentang pilihan mengenai indikator kesejahteraan sosialdengan menggunakan data dari Sri Lanka. Hipotesa dan temuanmereka adalah pendapatan itu sangat rancu, sebab pendapatanberbeda dengan “pendapatan yang sesungguhnya, sementaratotal belanja rumah tangga sangat sedikit faktor yang membuatnyarancu, sehingga lebih disukai.

Dalam perluasan pendekatan ini, banyak usaha yang dapatdilakukan guna menduga nilai garis kemiskinan dan untuk itu haruslahmenguasai konsep-konsepnya serta pada kenyataannya pastibanyak kendala yang dijumpai. Untuk mendapatkan nilai gariskemiskinan yang akurat haruslah memasukkan faktor-faktor yangmempengaruhi, semakin banyak, akan semakin bagus. Pandangan-pandangan tentang garis kemiskinan terutama mempunyai duamanfaat pokok, yaitu pertama, untuk pengukuran kemiskinan secaraglobal (mendunia) dan untuk memonitor perubahannya setiap saat.Kedua, guna merancang aksi yang spesifik guna mengeliminirkemiskinan.

Garis kemiskinan biasanya digunakan untuk memonitor kemajuanprogram pengentasan kemiskinan diseluruh dunia dengan ukurandollar/hari, ini diperkenalkan oleh World Development Report 1991.Ini didasarkan pada garis kemiskinan aktual yang dipergunakanoleh beberapa negara berpendapatan nasional rendah, pada tahun1985 garis kemiskinan ditunjukkan dalam ppp dollar dan merujukke belanja rumah tangga per orang.

Perluasan variabel kemiskinan adalah sebuah jawaban yangbagus, selanjutnya monitoring secara menyeluruh sangatdiperhatikan, isu penting ini sudah semakin meluas dan mampumengurangi perbedaan yang ada antar negara. Meskipun perluasanvariabel dengan memasukkan faktor-faktor lain seperti luar negeri

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 94: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

94 Visi Perekonomian Indonesia 2030

sangat penting akan tetapi dalam pengukuran garis kemiskinanyang paling akurat adalah dengan mempertimbangkan faktor-faktoryang berpengaruh di daerah setempat. Kesalahan pengukurantimbul dari perbedaan teknik survei, sampel data, waktu, dansebagainya, ini membuat kita semakin sulit dalam menentukanapakah seseorang itu miskin atau tidak, ini sangat tergantungpada kemampuan kita dalam memonitor kemajuan programpengentasan kemiskinan, yang sudah mendunia ini

Dimensi Non Moneter

Meskipun kesejahteraan biasanya diukur melalui dimensi moneter,kesejahteraan juga diukur melalui dimensi non moneter. Hal initerjadi karena kesejahteraan tidak hanya mencakup dimensiekonomi saja tetapi juga dimensi non ekonomi yaitu sosial, budaya,dan politik, misalnya kesempatan dalam berpartisipasi dalamkegiatan sosial kemasyarakatan, hak suara, tingkat melek huruf,dan lain-lain.

a. Indikator nutrisi dan kesehatan. Status kesehatan anggotarumah tangga dapat dijadikan indikator kesejahteraan. Selainkesehatan anggota rumah tangga, indikator kesehatan inidapat diproduksi melalui pusat-pusat kesehatan, aksesterhadap kesehatan, vaksinasi, dan lain-lain. Indikatorkesehatan ini juga berkaitan dengan kebutuhan dasar yangtelah dipenuhi oleh seseorang yang tidak hanya meliputikebutuhan dasar lain yaitu kebutuhan terhadap rumah sehat,akses terhadap air bersih, dan lain-lain.

b. Indikator pendidikan. Indikator pendidikan ini dapat diproksimelalaui tingkat melek huruf, lamanya pendidikan yangditempuh, pendidikan terakhir anggota rumah tangga, danlain-lain. Pendidikan ini berkaitan dengan human capital yangmerupakan nilai tambah bagi orang tersebut untuk terlibataktif dalam perekonomian.

c. Indikator partisipasi sosial. Peran serta anggota keluargadalam kegiatan kemasyarakatan merupakan cermin darikesejahteraan rumah tangga dan merupakan aktualisasi dalammasyarakat.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 95: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

95

Keterkaitan Ekonomi Pertanian dan Kemiskinan

Secara umum hasil produk pertanian merupakan irisan obyekpenelitian antara ekonomi pertanian dan kemiskinan. Hasil produksipertanian merupakan output yang dihasilkan oleh kegiatan produksipertanian. Sementara itu, output hasil pertanian diserap olehkonsumen sebagai konsumsi sehari-hari. Penyerapan output hasilpertanian tersebut dinyatakan dalam bentuk permintaan produk-produk pertanian di pasar sektor pertanian.

Dalam perspektif mikroekonomi struktur elastisitas permintaandan struktur pembentuk permintaan produk hasil pertanian menjadianalisis pendukung dalam telaah konseptual penelitian ini. Dalamkonstruksi konsep kemiskinan, dampak struktur alamiah permintaandan penawaran pasar produk pertanian serta kebijakan-kebijakanyang terkait dengan produk pertanian akan berimbas kepadakesejahteraan petani. Salah satu ukuran kesejahteraan petaniadalah ukuran tingkat kemiskinan petani. Salah satu pendekatanukuran kemiskinan adalah jumlah penduduk miskin dalam suatuperekonomian. Ukuran kemiskinan ini sering disebut sebagai head-count poverty ratio (HCPR). Melalui pendekatan ini dapat diditeksijumlah petani yang berada di atas atau di bawah garis kemiskinan.Indikator garis kemiskinan yang digunakan adalah ukuran gariskemiskinan yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS).Pendekatan ini merupakan pendekatan universal sebagai indikatortingkat kemiskinan di suatu negara/daerah. Oleh karena itu, sebagaisalah satu sektor penyusun strutkur perekonomian, sektor pertanianberperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatterutama dalam dalam pengentasan kemiskinan.

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mencapai tujuan penelitian yaitu melihat peran sektorpertanian terhadap dilakukan pendekatan analisis utama yaitupendekatan mikroekonomi dan pendekatan makroekonomi.Pedekatan mikroekonomi menggunakan analisis permintaan danpenawaran hasil produk pertanian sebagai alat analisis inti. Dalam

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 96: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

96 Visi Perekonomian Indonesia 2030

analisis permintaan dan penawaran hasil produksi pertanian, teoriyang digunakan adalah teori masalah pertanian (farm problem)dan teori masalah dunia. Kajian literatur dan metode kuantitatifdalam bentuk analisis statistik deskriptif dapat memberikan deskripsiriil kondisi permasalahan mikroekonomi pertanian.

Analisis Pendekatan Mikroekonomi

Pendekatan mikroekonomi dalam analisis ekonomi pertanianmemisahkan analisis hasil produksi pertanian menjadi dua bagianutama yaitu: analisis masalah pertanian dan masalah dunia. Secaraumum, Terdapat dua pemikiran mengenai gerakan harga produkpertanian, yang membawa konsekuensi pada kemiskinan di sektorpertanian. Pertama, harga produk pertanian turun atau farmproblem. Kedua, harga produk pertanian naik atau world problem.Pemikiran pertama mendasarkan pada kenyataan, meningkatnyapertumbuhan ekonomi pasca Perang Dunia II di Amerika Serikatdan Eropa Barat, sementara harga produk pertanian cenderungturun sehingga income di sektor tersebut turun. Penyebabnyaadalah adanya perubahan pola permintaan dan kemajuan teknologi.Permintaan terhadap produk pertanian elastisitasnya terhadapincome rendah. Karena itu, ketika income meningkat,peningkatannya lebih tinggi daripada permintaan pada produkpertanian. Hal ini berbeda dengan produk non pertanian, yangelastisitas permintaannya relatif tinggi. Sementara itu,dikembangkannya substitusi sintesis bagi produk pertanian,menyebabkan demand pada produk pertanian akan semakin turun.

Sementara itu, perbaikan teknologi pertanian, disebabkanadanya pertumbuhan ekonomi, sehingga stock capital semakinmeningkat, dan pengembangan inovasi baru termasuk di dalamnyainovasi di sektor pertanian. Teknologi pertanian yang semakin maju,yang intinya pada perbaikan efisiensi dan peningkatanproduktivitas, menyebabkan supply pertanian semakin meningkat,paling tidak sama dengan produk non pertanian. Gerakan di sisipermintaan dan penawaran, dapat digambarkan pada grafik 1.

Gambar di atas menunjukkan, harga produk di sektor pertaniancenderung turun, sementara harga produk di sektor non pertanian

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 97: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

97

cenderung meningkat. Hal ini berarti real income di sektor pertanianakan semakin berkurang. Di sisi lain, pemikiran kedua menyatakanharga produk pertanian naik atau diistilahkan sebagai worldproblem. Pemikiran ini mendasarkan pada pemikiran ThomasR.Malthus, yaitu pertumbuhan penduduk mengalami deret ukur,sedangkan pertumbuhan produk makan mengalami deret hitung.Padahal di jaman Malthus, pertumbuhan jumlah penduduk hanya0,5 % per tahun , sedangkan pada pasca PD II, pertumbuhanpenduduk sebesar 2 % per tahun. Hal ini berarti setiap 37 tahun,jumlah penduduk dunia meningkat sebesar lebih dari 2 kali. Bagikelompok Neo Malthusian, kenyataan ini akan menyebabkan hargaproduk pertanian, hususnya produk makanan, cenderung meningkat.

Di sisi lain, teknologi di sektor pertanian sudah mengalamikejenuhan, sehingga supply sudah tidak dapat ditingkatkan lagi.Alasan lainnya, elastisitas income untuk produk makanan terutamadi negara low income, cukup tinggi. Produk-produk seperti telur,daging, gula, dan buah-buahan, peningkatan permintaannya lebihtinggi daripada peningkatan income. Karena itu, kurva demandyang bergerak lebih cepat daripada kurva supply, akanmengimplikasikan harga produk pertanian relatif meningkat daripada

P P

Q Q

Pertanian Non Pertanian

Grafik1. Gerakan Kurva Permintaan dan Penawaran diSektor Pertanian dan Non Pertanian

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 98: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

98 Visi Perekonomian Indonesia 2030

harga produk lainnya. Hal ini bisa dianggap sebagai justifikasi bahwasektor pertanian dapat mengurangi kemiskinan.

Analisis Pendekatan Makroekonomi

Secara umum, pendekatan makroekonomi yang digunakan adalahpendekatan dampak ekonomi pengembangan sektor pertanianterhadap pendapatan (PDB/PDRB), penyerapan tenaga kerja danpengaruh harga produk pertanian terhadap kestabilan inflasi. Analisisyang digunakan untuk dua indikator awal makroekonomi(pendapatan dan penyerapan tenaga kerja) adalah metode input-output. Sementara untuk pendekatan indikator ketiga menggunakananalisis kestabilan inflasi kelompok bahan makanan.

Berbasis pendekatan mikroekonomi di atas, output pertanianyang didekati oleh indikator produktivitas pertanian selanjutnyadianalisis dalam perspektif analisis ekonomi yang lebih luas yaituanalisis makroekonomi. Analisis makroekonomi dititik beratkan padaperilaku perekonomian secara keseluruhan (Dornbusch, Fischerdan Startz, 1998). Baik buruknya perilaku makroekonomi ataupereknomian secara keseluruhan diukur melalui tiga indikator kinerjamakroekonomi yang meliputi: pertumbuhan ekonomi, penyerapantenaga kerja dan inflasi (Mankiew, 2003; Froyen, 2002). Dalamanalisis pendekatan makroekonomi akan dianalisis dampak hasilproduksi pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapantenaga kerja dan inflasi.

Produktivitas Pertanian, Pertumbuhan Ekonomi danPengentasan Kemiskinan

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperanpenting dalam meningkatkan kinerja makroekonomi suatu negara/daerah. Menurut Meier (1995), produktivitas pertanian setidaknyaberkontribusi terhadap perekonomian secara keseluruhan melaluiempat cara: 1) men-suply bahan mentah terhadap perkembangansektor lainnya dalam perekonomian, 2) memberikan kelebihantabungan yang dapat diinvestasikan (yang berasal dari tabungandan pajak) kepada sektor lain dalam perekeonomian, 3) menjualkas yang berasal dari kelebihan pasar yang dapat meningkatkan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 99: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

99

permintaan produk dari penduduk kota, 4) menambahkan devisanegara ketika terjadi ekspor terhadap prduk-produk pertanian.

Lebih lanjut Kuznets (1965) menerangkan bahwa kontribusiproduktvitas pertanian terhadap perekonomian dibedakan menjadi“kontribusi pasar” dan “kontribusi faktor”. Kontribusi pasar produkhasil pertanian terhadap perekonomian dilakukan melalui dua cara:1) pembelian hasil produksi pertanian dari sektor lainnya dalamperekonomian dan 2) penjualan hasil produksi yang dimanfaatkanuntuk perkembangan sektor lainnya. Sementara itu, kontribusifaktor terjadi ketika terdapat transfer atau peminjaman alokasisumberdaya antar sektor dalam perekonomian.

Sementara itu menurut intepretasi tradisional yang dilakukanoleh kaum strukturalis peran sektor pertanian ditentukan olehbesarnya kontribusi sektor pertanian terhadap output nasional.Seiring dengan proses industrialisasi yang menyebabkan kontribusisektor pertanian semakin rendah dibandingkan dengan kontribusisektor industri. Akan tetapi peran sektor pertanian tidak dapatditinggalkan begitu saja. Ketersediaan hasil produksi pertanianyang memadai menyebabkan proses konsumsi yang diakukan olehpekerja di sektor lainnya tidak terganggu. Sehingga surplus modalyang selanjutnya akan digunakan untuk akumulasi modal dapatterjaga. Meskipun terdapat beberapa pendekatan dalam menilaikontribusi produktivitas pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi,namun, peran sektor pertanian terutama hasil produksi pertaniandan produktivitas pertanian dalam ekonomi bermuara pada salahsatu indikator utama yaitu pendapatan nasional atau produktivitasnasional. Korelasi yang kuat antara produktivitas pertanian, besaranoutput sektor pertanian dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB)/Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) diperlukan untuk melihathubungan pergerakan antara ketiga variabel di atas.

Selanjutnya untuk melihat besaran dampak perubahanproduktivitas hasil pertanian dan kontribusi sektor pertanianterhadap peningkatan PDRB digunakan analisis Input-output. Melaluianalisis input-output dapat diperoleh pengeruh pertumbuhan hasil

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 100: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

100 Visi Perekonomian Indonesia 2030

produksi yang tercermin dari besaran kontribusi sektor pertanianterhadap PDRB. Analisis ini juga bermanfaat dalam memperhatikanhubungan antar sektor pertanian dengan sektor lainnya dalampertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap peningkatanpendapatan pekerja di sektor tersebut. Untuk memperkuat analisisini, digunakan tabel input-output 19x19 propinsi Jawa Tengahtahun 2000.

Peningkatan pendapatan yang ditunjukkan oleh pertumbuhanPDB/PDRB di suatu negara atau daerah merupakan salah satulangkah dalam pengentasan kemiskinan. Beberapa penelitianmenunjukkan terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhanekonomi dan pengentasan kemiskinan. Ravalion (2000), Ravalliondan Chen (1997) menunjukkan bahwa elastisitas kemiskinan (HPR)terhadap pendapatan bernilai positif dan secara umum lebih dari2. Dengan kata lain, kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1persen akan mendorong pengurangan jumlah orang miskin sebesar2 persen.

Produktivitas Pertanian, Penyerapan Tenaga Kerja danKemiskinan

Penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian merupakan salahsatu indikator penting dalam mengukur kinerja makroekonomi suatunegara/daerah. Penyerapan tenaga kerja dalam perekonomianbermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Sebagai salah satu mesin pembangunan ekonomi, sektor pertanianjuga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraanmasyarakat melalui peningkatan penyerapan tenaga kerja. Semakinbanyak orang yang bekerja, semakin besar kesempatannya untukmemiliki pendapatan yang kemudian berdampak terhadapkemampuan daya beli masyarakat.

Secara umum, penyerapan tenaga kerja di berbagai sektorekonomi dipengaruhi oleh teori produksi klasik. Teori produksi klasikmenekankan penyerapan tenaga kerja dalam suatu sektor produksiakan terus dilakukan sampai tambahan produktivitas (marginalproductivity) adalah nol. Dengan kata lain, jika suatu sektor produksi

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 101: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

101

seperti sektor pertanian tambahan produktivitas hasil pertaniannyamasih tumbuh, maka sektor tersebut berada berpotensi melakukanpenyerapan tenaga kerja yang lebih banyak. Diharapkan denganpenyerapan tenaga kerja permasalahan perekonomian denganbanyaknya pengangguran dapat teratasi. Penyerapan tenaga kerjadi sektor pertanian berpotensi meningkatkan kesejahteraanmasyarakat melalui kenaikan daya beli yang diperoleh masyarakatyang bekerja di sektor pertanian melalui peningkatan pendapatan/upah dari sektor pertanian. Untuk melihat peningkatan pendapatanpekerja di sektor pertanian analisis input-output dengan perhitunganmultiplier pendapatan menjadi alat analisis pilihan utamanya.

Produktivitas Pertanian,Inflasi dan Kemiskinan

Dua aspek kinerja makroekonomi sektor pertanian di atasdititikberatkan pada persepektif produsen. Berikutnya akan dibahasperan sektor pertanian terhadap konsumen. Karakteristik hasilproduksi pertanian adalah seluruh hasil produksi pertanian berperanpenting bagi hidup dan kehidupana manusia. Sebagian hasil produksidapat langsung dikonsumsi dan merupakan bahan pokok sehari-hari seperti: beras, jagung, ikan, daging dan lain-lain. Sementarasebagian lagi merupakan bahan baku yang akan digunakan lagiuntuk proses produksi berikutnya.

Besaran produktivitas pertanian berdampak terhadap tingkatharga yang harus dibayarkan konsumen terhadap barang hasilproduksi pertanian. Dalam teori permintaan, besaran harga akanmempengaruhi banyaknya jumlah barang yang dibeli oleh konsumen.Banyak-sedikitnya barang yang dikonsumsi oleh konsumenmerupakan gambaran tingkat kesejahteraan masyarakat. Olehkarena itu, besaran harga barang hasil produksi pertanian dapatberimbas pada tingkat kesejahteraan masyarakat.

Kestabilan harga barang hasil produksi pertanian mejadi katakunci yang mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat.Tingkat kestabilan harga diukur dengan indikator nasional yaituinflasi. Inflasi merupakan perhitungan terhadap kecenderunganperubahan harga barang-barang dalam kurun waktu tertentu.

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 102: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

102 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Sehingga, tingginya tingkat inflasi berdampak terhadap rendahnyadaya beli masyarakat dan dapat menyebabkan penurunana tingkatkesejahteraan masyarakat.

Salah satu jenis pendekatan perhitungan inflasi adalahperhitungan dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK).Penghitungan IHK saat ini dilakukan di 43 kota besar (saat ini 45kota besar) di Indonesia yang mencakup 249-353 komoditasyang dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil survei biaya hidupdi 44 kota tahun 1996 (BPS, 2002). Salah satu kelompok jenisbarang yang dihitung adalah kelompok bahan makanan yangmencakup hasil-hasil produksi pertanian. Oleh karena itu, tinggirendahnya tingkat harga barang-barang hasil produksi pertanianberperan terhadap tinggi rendahnya tingkat inflasi di suatu daerahsebagai salah satu indikator penting kinerja makroekonomi dantingkat kesejahteraan masyarakat. Alur metodologi penelitian iniditunjukkan oleh diagram alir di bawah ini.

Lingkup dan Data Penelitian

Metode penelitian ekonomi pertanian di atas diaplikasikan diPropinsi Jawa Tengah. Periode penelitian menggunakan periodesebelum dan sesudah krisis. Periode sebelum krisis dimaksudkanuntuk melihat peran revolusi hijau dalam pengembangan sektorpertanian khususnya di Jawa Tengah. Selain itu, periode sebelumkrisis merupakan periode dimana sektor pertanian merupakan salahsatu sektor prioritas utama pemerintah dalam mengembangkanperekonomian. Sementara periode sesudah krisis bermanfaat untukmelihat bagaimana perkembangan sektor pertanian pada masapertanian tidak lagi menjadi prioritas paling utama pemerintah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Mikroekonomi

Dengan memandang bahwa petani merupakan makhluk sosialyang berarti terdapat linkages perilaku petani dengan kehidupansosial di pedesaan. Dalam konteks demikian, green revolution diIndonesia dapat dipandang sebagai upaya memperbaiki

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 103: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

103

kehidudupan sosial ekonomi masyarakat di pedesaan. Padaprinsipnya, green revolution ini mengandung tiga kegiatan pokok.Pertama, adanya kegiatan penyuluhan tentang teknologi moderndan mendorong agar petani mau dan mampu menerapkannya.Kedua, diadakannya penyaluran sarana produksi pertanian yangdiperlukan untuk menerapkan teknologi modern. Ketiga,disediakannya kredit yang memungkinkan petani mampu membelisaprotan dan membayar kembali sesudah panen.

Apabila dilihat dari produktivitas lahan pertanian, terutamalahan padi, menunjukkan peningkatan produktivitas lahan. Sebagaigambaran, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4, di Jawa Tengahselama tahun 1986 sampai tahun 2004, terdapat peningkatanproduktivitas dari 46,69 kw per Ha menjadi 52,04 kw per Ha. Ditingkat nasional, gambaran tersebut tidak jauh berbeda.

Produktivitas lahan meningkat, berarti output petani padimeningkat. Peningkatan output ini semakin memperbesar tenagakerja untuk panenan, kegiatan transportasi, pengolahan padi,perdagangan beras, dan sebagainya. Melalui efek multiplier, padagilirannya akan meningkatkan kesempatan berusaha, pendapatanmasyarakat, dan kesem[patan kerja bagi masyarakat pedesaan.Selanjutnya melalui peningkatan pendapatan petani, sebagai akibatpeningkatan produktivitas lahan, maka sebagian pendapatan untukkegiatan konsumsi, seperti untuk makanan, bahan bakar, pakaian,permuhan, transportasi, kesehatan, dan sebagainya. Hal inimenyebabkan adanya efek multiplier pada desa dan daerah disekitarnya. Berbagai akumulasi kegiatan ini menimbulkanserangkaian efek-efek multiplier dan tak berketusan, terhadapkesempatan kerja, kesempatan berusaha, dan pendapatanmasyarakat di pedesaan.

Terdapat beberapa penelitian yang mendukung. Penelitian yangdilakukan oleh Khan (1979), menunjukkan bahwa petani berlahansempit di Pakistan dalam menggunakan input modern lebih efisiendibanding petani yang bekerja dengan lahan lebih luas. Penelitianyang dilakukan oleh Tricahyono (1983) di beberapa desa di

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 104: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

104 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah juga memperlihatkan hasilyang serupa bahwa produktivitas petani berlahan sempit, lebihtinggi dibandingkan dengan petani berlahan luas. Suharno (1991)dalam penelitiannya di perdesaan di Pulau Jawa-Bali membuktikanfenomena yang serupa. Ghose serta Sidhu dan Baanante (1981)menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara luas penguasaanlahan terhadap produktivitas.

Lebih lanjut, menurut Tricahyono (1983) mengaitkan konsepproduktivitas lahan tersebut dengan temuan bahwa petani berlahansempit memelihara sawah diantara saat tanam dan panen, sehinggahasilnya lebih baik. Demikian pula Sen (1975) yang menegaskan,bahwa justru dengan adanya tanah-tanah berukuran kecil, makaintensitas kerja jauh lebih meningkat dibandingkan dengan pertanianyang arealnya luas. Dalam hal ini, Sen menilai timbulnya kerjakeras di kalangan petani kecil karena dirangsang oleh tuntutanuntuk mencukupi tekana hidup keluarga. Pandangan Sen inikonsisten dengan perilaku petani di Indonesia, khususnya di Jawa.Sebagai gambaran, penelitian Hadi (dalam Kasryno ed. 1986)memperlihatkan, adanya kecenderungan petani lahan sempit lebihbanyak bekerja pada non-usahatani; dan semakin smepit luaslahan semekin besar kecenderungannya bekerja rangkap di luarusaha tani.

Schultz (1964, sebagaimana dikutip oleh Norton dan alwang,1993), menyatakan bahwa kerja keras petani kecil tidak cukupmengentaskan mereka dari kemiskinan. Hal tersebut disebebakanoleh petani tradisionil yang dikonotasikan sebagai petani kecil,menggunakan input-input yang rendah, sehingga produktivitashasil per hektar dan ukuran produktivitas lainnya cenderung rendah.Ini bukan berarti petani berperilaku tidak efisien. Dalam pandanganSchultz, petani tradisional cenderung poor but efficient. Oleh karenaitu, jika teknologi digunakan oleh petani berlahan sempit, teknologitersebut akan digunakan secara optimal. Berdasarkan kondisitersebut diperlukan injeksi teknologi yang akan digunakan olehpetani untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 105: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

105

Analisis Makroekonomi

Padi merupakan salah satu subsektor penting dalam sektorpertanian di Propinsi Jawa Tengah. Secara umum produksi hasilpertanian khsususnya padi selama periode sebelum krisis tumbuhsecara positif. Selama kurun waktu tersebut produksi pertanianrata-rata per tahun meningkat sebesar 1,63 persen. Sementaraproduktivitas pertanian rata-rata per tahun meningkat sebesar1,02 persen. Namun, hal sebaliknya terjadi ketika Indonesia beradadalam krisis. Sejak tahun 1998-2001 pertumbuhan produksi padiberada dalam posisi 0,97 persen per tahun. Sementara produktivitaspertanian padi selama kurun waktu tersebut turun 0,09 persenper tahun. Profil hasil produksi pertanian di sektor ditunjukkan olehtabel 2.

Berdasarkan analisis korelasi antara kontribusi sektor pertaniandan produksi pertanian didapatkan hubungan korelasi yang positif.Korelasi positif antara produktivitas pertanian di Jawa Tengahdengan kontribusi sektor pertanian di Jawa Tengah menunjukkanbahwa peningkatan produktivitas sektor pertanian di Jawa Tengahberkorelasi dengan peningkatan kontribusi sektor pertanian di JawaTengah. Korelasi beberapa variabel penting yang menghubungkanbeberapa indikator sektor pertanian ditunjukkan oleh tabel 3.

Berdasarkan konstruksi korelasi antara variabel produktivitaspertanian dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB,dilakukan analisis dampak pengembangan sektor pertanian terhadapPDRB dan pendapatan. Analisis input-output merupakan pendekatananalisis yang digunakan untuk melihat dampak sektor pertaniandalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatanmasyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Berdasarkan hasilanalisis tabel input-output tahun 2000 didapatkan beberapa faktayaitu secara umum peningkatan produktivitas sektor pertanianlebih dari 1. Hal tersebut berarti jika terdapat peningkatanproduktivitas pertanian sebesar Rp1000,00 akan meningkatkanoutput lebih dari Rp1000,00. Namun, subsektor pertanian yangmemiliki angka pengganda output terbesar adalah subsektor

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 106: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

106 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Tab

el 2

. Pro

fil P

roduks

i Pert

ania

n (P

adi)

Seb

elum

dan

Ses

udah

Kri

sis

(1986-2

004)

Produksi Pertanian

ProduktivitasSektor PertanianSumber: BPS Jawa Tengah 2001 (diolah)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 107: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

107

peternakan dan hasil-hasilnya yaitu 1,583 serta subsektor tanamanpertanian lainnya yaitu sebesar 1,515.

Sementara itu, rata-rata angka pengganda pendapatan (upah)para pekerja yang bekerja di sektor pertanian sebesar 0,227.Sementara subsektor yang memiliki angka pengganda pendapatan(upah) tertinggi adalah subsektor tanaman pertanian lainnyasebesar 0,392. Dengan kata lain, peningkatan produktivitaspertanian yang diserap oleh permintaan sektor pertanian akanmeningkatkan pendapatan pekerja di sektor tanaman pertanianlainnya. Sementara subsektor padi merupakan subsektor yangmemiliki angka pengganda pendapatan paling rendah yaitu sebesar0,194. Hasil analisis angka pengganda output dan petan ditunjukkanoleh tabel 4.

Sementara itu, jika dilihat dari aspek keterkaitan ke belakangsubsektor-subsektor pertanian, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya serta tanaman pertanian lainnya merupakan subsektoryang memiliki keterkaitan ke belakang terhadap subsektor lainnyadalam perekonomian. Keterkaitan kebelakang subsektor peternakandan hasil-hasilnya serta tanaman pertanian lainnya berturut-turutsebesar (1,58 dan 1,51). Di sisi lain, subsektor-subsektor pertanianrata-rata memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi yaitu sebesar2,47. Subsektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang tinggiadalah subsektor terdapat tanaman pertanian lainnya dansubsektor kehutanan. Rata-rata keterkaitan ke depan subsektortanaman pertanian lainnya sebesar 2,47 bermakna jika Rp1000,00output hasil produksi sektor pertanian akan digunakan sebagai

Produksi Pertanian

Produktivitas Sektor Pertanian

Produksi Pertanian -0.375788 -0.021718

Produktivitas -0.375788 0.156618 Sektor Pertanian -0.021718 0.156618 Sumber: BPS Jawa Tengah 2001 (diolah)

Tabel 3. Korelasi beberapa Variabel Sektor Pertanian(1986-2001)

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 108: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

108 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Tab

el 4

. Hasi

l Analis

is M

ultip

lier O

utp

ut d

an P

endapat

an (Tabel I

nput-

Outp

ut T

ahun 2

000)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 109: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

109

Tab

el 5

. Has

il A

nal

isis

Kete

rkai

tan (Tabel I

nput-

Outp

ut T

ahun 2

000)

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 110: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

110 Visi Perekonomian Indonesia 2030

input oleh sektor lainnya untuk mengahsilkan output sebesarRp2470,00. Tabel analisis keterkaitan ditunjukkan oleh tabel 5.

Hasil analisis di atas menghasilkan diketahuinya jalur dampakproduktivitas hasil pertanian terhadap peningkatan kontribusipertanian serta terhadap total output (PDRB) Propinsi Jawa Tengahdan peningkatan pendapatan penduduk yang bekerja di sektorpertanian. Selain itu dapat diketahui dampak keterkaitan sektorpertanian dalam mendorong pertumbuhan output/ekonomi secaratotal baik keterkaitan ke belakang maupun keterkaitan ke depannya.Selanjutnya dilakukan analisis hubungan antara pertumbuhan eknomidan pengentasan kemiskinan di Jawa Tengah. Model yang digunakanoleh Ravallion dan Chen (1997) yang menghubungkan antarapeningkatan pendapatan dan penuruanan tingkat kemiskinanmenjadi alternatif acuan dalam analisis ini. Grafik 1a dan 1bmenunjukkan hubungan negatif pertumbuhan pendapatan perkapitadan peningkatan pendapatan perkapita terhadap kemiskinan total.Grafik 1a secara spesifik menunjukkan peran peningkatanpertumbuhan pendapatan yang disumbangkan oleh peningkatanproduktivitas sektor pertanian di atas terhadap pengurangan jumlahmasyarakat miskin baik di daerah perkotaan dan perdesaan.

0

10

20

30

40

50

60

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

MSKN_TOT1

G_P

RK

PIT

A1

G_PRKPITA1 vs. MSKN_TOT1

-5000

0

5000

10000

15000

0 10000000 20000000 30000000 40000000

PRKPITA

MS

KN

_TO

T1

MSKN_T O T1 vs. PRKPITA

Grafik 1a & 1b. Hubungan Pertumbuhan dan PeningkatanPerkapita terhada Kemiskinan Total

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 111: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

111

Sementara Grafik 1b menunjukkan peran peningkatan pendapatanperkapita terhadap pengurangan jumlah masyarakat miskinperkotaan dan perdesaan. Keterkaitan ke depan dan kebelakangsubsektor-subsektor pada sektor pertanian terhadap sektor-sektorlainnya (sektor industri, dan sektor jasa) dalam perekonomianmenyebabkan peningkatan produktivitas pertanian berdampakpositif (multiplier output dan pendapatan) kepada seluruh sektorekonomi dalam perekonomian.

Dua diagram scatter berikutnya menunjukkan perananpeningkatan pendapatan dan pertumbuhan pendapatan terhadappengurangan kemiskinan di daerah perdesaan. Multiplier pendapatanyang diterima pekerja di sektor pertanian pada analisis input-output di atas berdampak terhadap peningkatan pendapatanmasyarakat perdesaan. Peningkatan pendapatan masyarakatperdesaan tersebut selanjutnya berdampak pengurangan jumlahpenduduk miskin di daerah perdesaan. Gambaran penguranganpenduduk miskin sebagai dampak peningkatan pendapatanditunjukkan oleh grafik2a dan 2b .

Secara umum keempat grafik tersebut menunjukkan pengaruhpeningkatan pendapatan terhadap pengurangan kemiskinan. Hal

0

2000

4000

6000

8000

0 10 20 30 40 50 60

G_PRKPITA1

MS

KN

_DES

1

MSKN_DES1 vs. G_PRKPITA1

-2000

0

2000

4000

6000

8000

0 10000000 20000000 30000000 40000000

PRKPITA

MS

KN

_DE

S1

MSKN_DES1 vs. PRKPITA

Grafik 2a & 2b. Hubungan Peningkatan Pendapatan danPengurangan Penduduk Miskin

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 112: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

112 Visi Perekonomian Indonesia 2030

tersebut menggambarkan bahwa sektor pertanian dalam konteksmakroekonomi regional di Propinsi Jawa Tengah memegang perananpenting dalam usaha peningkatan taraf hidup masyarakat melaluipeningkatan pendapatan dan pengurangan jumlah orang miskin.

Analisis Dampak Sektor Pertanian terhadap Inflasi danKemiskinan di Propinsi Jawa Tengah

Selain analisis sektor produksi, analisis sektor pertanian jugadilakukan terhadap sektor permintaan yang ditunjukkan olehkemampuan daya serap produk pertanian di masyarakat. Dayaserap sektor pertanian oleh masyarakat juga mencerminkan tingkatkesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi biayayang dikeluarkan untuk mengkonsumsi hasil produksi pertanianberdampak rendahnya tingkat gizi yang diasup oleh masyarakat.Selain itu, tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelianhasil produk pertanian akan meningkatkan batas garis kemiskinanyang berpotensi dapat menyebabkan bertambahnya jumlahpenduduk miskin. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih mendalamuntuk melihat perkembangan biaya yang harus dikeluarkan untukmembeli produk hasil pertanian. Selain analisis terhadap gariskemiskinan, pendekatan analisis yang digunakan adalahperkembangan inflasi dengan pendekatan indeks harga konsumen(IHK) yang mencakup perkembangan indeks kelompok makanan diJawa Tengah.

Disebabkan oleh tidak seluruh daerah kabupaten/kota di PropinsiJawa Tengah menhitung IHK, maka fokus analisis ini hanyadipusatkan pada kota-kota tertentu. Kota-kota di Propinsi JawaTengah yang memiliki perhitungan IHK antara lain yaitu: KotaSemarang, Kota Tegal, Kota Purwokerto dan Kota Surakarta.Analisis inflasi dengan garis kemiskinan ditunjukkan oleh tabel berikutini:

Secara umum kenaikan harga-harga kebutuhan bahan makanandi Jawa Tengah lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kenaikangaris kemskinan. Rata-rata inflasi di empat kota besar tersebutsetelah krisis berada dalam level 21,11 persen untuk indeks umum

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 113: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

113

Tabel 6

. Perk

em

bangan I

HK

, Indeks

Kelo

mpok B

ahan M

akanan, I

nfl

asi

dan K

em

iskin

an d

i Jaw

a T

engah

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 114: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

114 Visi Perekonomian Indonesia 2030

dan 27, 82 persenuntuk kelompok bahan makanan. Sementarakenaikan garis kemiskinan mencapai lebih dari 120 persen. Jikadilihat rata-rata pertahun kenaikan inflasi pertahun di empat kotadi Jawa Tengah tersebut mencapai 10 persen per tahun untukindeks umum dan 6 persen per tahun untuk kelompok bahanmakanan. Sementara rata-rata peningkatan garis kemiskinan pertahun mencapi 32 persen di kota dan 9,9 persen di desa. Kondisitersebut memberi gambaran bahwa perubhan harga kelompokbahan makanan lebih stabil dibandingkan kenaikan bahan nonmakanan sebagai kebutuhan mendasar masyarakat yang digunakanuntuk menghitung garis kemiskinan. Kebijakan stabilitas harga hasilproduksi pertanian merupakan salah satu faktor yang menyebabkanrelatif stabilnya kenaikan harga bahan makanan.

KESIMPULAN

Secara umum, peranan pengembangan sektor pertanian yangdimotori oleh revolusi hijau yang dilakukan melalui pengembanganteknologi pertanian bermanfaat dalam meningkatkan tingkatproduktivitas pertanian di Indonesia dan Jawa Tengah padakhususnya. Peningkatan produktivitas hasil pertanian mendorongpeningkatan pertumbuhan sektor pertanian dalam PDRB. Sampaidengan saat ini meskipun share terhadap output terus menurun,namun pertumbuhan ekonomi masih positif. Berdasarkan analisisketrakaitan ekonomi di Jawa Tengah, sektor pertanian masihmerupakan sektor yang penting. Hal tersebut ditunjukkan olehangka pengganda output dan pendapatan yang tinggi. Melaluiangka pengganda output yang tinggi (>1) berimplikasi peningkatanoutput sektor pertanian akan menyebabkan kenaikan PDRB danselanjutnya akan menurunkan tingkat kemiskinan seperti yangditunjukkan oleh gambar 1 dan 2.

Selain itu, prduktivitas pertanian juga berdampak terhadappeningkatan pendapatan petani melalui angka penggandapendapatan (upah). Melalui peningkatan pendapatan petani inilahkemiskinan petani dapat dientaskan. Selanjutnya, fakta lain

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 115: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

115

menunjukkan kebijakan stabilitas harga input pertanian yangdilakukan oleh pemerintah mampu menekan fluktuasi harga produkpertanian. Stabilnya harga hasil produksi pertanian tersebutberpengaruh mengurangi beban masyarakat dengan tidak semakinmeningkatkan garis kemiskinan. Dalam kondisi ini, jumlah orangyang miskin dapat dikurangi. Arah jalur kontribusi sektor pertaniandalam pengentasan dan pengurangan kemiskinan ditunjukkan olehdiagram 1.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Tan, M. G dan Soemardjan, S . (1980). Kemiskinan Struktural.Jakarta; Gramedia.

Badan Pusat Statistik. (2005). Statistik 60 Tahun IndonesiaMerdeka. Jakarta: BPS.

Revolusi Hijau Produktivitas Pertanian

berkorelasi + Produk Sektor Pertanian dalam

PDB

Angka Pengganda Output >1

Angka Pengganda Pendapatan

Kemiskinan (Gambar 1 & 2) Kebijakan

Pemerintah

Peningkatan Pendapatan Petani

Stabilitas Harga

Garis Kemiskinan

Inflasi kelompk Bahan Makanan

Rendah

Diagram 1. Dampak Pengembangan Sektor Pertanianterhadap Pengentasan Kemiskinan

Sektor Pertanian dan Pengentasan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 116: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

116 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.(2003). Tabel Input-OutputJawa Tengah. Semarang: BPS.

Dikun, S (ed). (2003). Infrastruktur di Indonesia. Jakarta: Bappenas

Endah, S. (2004). Studi Keterkaitan Antar Sektor MenggunakanModel Tabel Input-Output: Suatu Analisis Penyerapan TenagaKerja Agroindustri di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2002. Skripsi;Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Mankiw, N.G. (2000). Macroeconomics. New York: Worth.

Mubyarto. (1994). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

Meier, G. M. (1995). Leading Issues in Economic Development.6th. Oxford University Press: Oxford

Ravallion, M. dan Chen, S. (1997). “What Can New Survey DataTell Us about Recent Changes in Distribution and Poverty?”World Bank Economic Review, 11 (2) 357-82.

Schultz, T.W. (1964).Transforming Traditional Agriculture. NewYork: McGraw Hilll.

Suharno. (1991). Pengaruh Perubahan Harga terhadap PenawaranProduk dan Permintaan Input pada Produksi Padi di Jawa danBali.Disertasi UGM, Yogyakarta.

Tricahyono, B.(1983).Masalah Petani Gurem. Yogykarta: Liberty.

Todaro, M. P. (2000). Economic Development. Eidenburgh:Addison-Wesley.

World Bank. (1994). World Development Report 1994:Infrastructure for Development. New York: Oxford UniversityPress.

Wiradi, G. (1992). Ketenagakerjaan dalam Struktur Agraris diPedesaan Jawa. Dalam Peter Hagul (ed). Pembangunan Desadan Lembaga Swadaya Masyarakat . Yogyakarta: YayasanDian Desa.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 117: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

117

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA(IPM), AKSES SANITASI DANKEMISKINAN

BHIMO RIZKY SAMUDRO

5PENDAHULUAN

Human Development Index (HDI) atau Indeks PembangunanManusia (IPM) adalah indikator untuk menganalisis status komparatifpembangunan sosioekonomi di negara berkembang maupun negaramaju secara sistematik dan komprehensif. Indeks PembangunanManusia (IPM) berusaha menyusun peringkat semua negara padaskala nol (kinerja pembangunan manusia tertinggi) hingga satu(kinerja pembangunan manusia tertinggi) berdasarkan tiga kriteriaatau hasil akhir pembangunan, yaitu :

1. Ketahanan hidup yang diukur berdasarkan harapan hidup saatkelahiran.

2. Pengetahuan yang dihitung berdasarkan tingkat rata-rata melekhuruf di kalangan penduduk dewasa dan angka rata-rata masasekolah.

3. Kualitas standar hidup yang diukur berdasarkan pendapatanper kapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP,Purchasing Power Parity).

United Nation Development Program (UNDP) kemudian berhasilmenggunakan konsep Indeks Pembangunan Manusia untukmemeringkatkan semua negara ke dalam kategori tiga kelompokbesar. Kelompok pertama adalah negara-negara yang tingkatpembangunan manusianya rendah (0,0 – 0,5), menengah (0,51-0,79), dan tinggi (0,8 – 1). Dalam hal ini, Indeks PembangunanManusia hanya mengukur tingkat pembangunan manusia secararelatif (bukan absolut) dan memfokuskan pada hasil akhir

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 118: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

118 Visi Perekonomian Indonesia 2030

(ketahanan hidup dan pengetahuan) bukan pada sarana proses(GNP/kapita).

Dimensi Manusia Dalam Pembangunan di Indonesia

Tujuan pembangunan dalam rangka pertumbuhan sosioekonomidi dalam sebuah negara diharapkan berorientasi pada manusiadan hak-haknya. Dimensi “manusia” dalam pembangunan diIndonesia menjadi prioritas perhatian pada awal Repelita I melaluistrategi pembangunan nasional “Pertumbuhan Ekonomi seiringdengan peningkatan sumber daya manusia”. Strategi pembangunanini menekankan pada pembangunan manusia seutuhnya sebagaitujuan utama pembangunan nasional melalui peningkatan sumberdaya manusia untuk berperan sebagai subyek dalam pembangunan.

Dalam konteks pembangunan di Indonesia terjadi pergeseranparadigma, dari pembangunan yang berorientasi pada pemenuhankebutuhan dasar masyarakat (basic needs development), danakhirnya bergeser menuju pada manusia (human centereddevelopment). Konsep pembangunan manusia dalam pembangunantelah dirintis sejak paradigma “basic needs development” dengandigunakannya Indeks Mutu Hidup (Physical Quality Life Index).Indeks Mutu Hidup memiliki tiga parameter, yaitu angka kematianbayi, angka harapan hidup waktu lahir, dan tingkat melek huruf.Kemudian penggunaan indikator ini berkembang menjadi IndeksPembangunan Manusia (Human Development Index), ketikaparadigma pembangunan bergeser menjadi “human centereddevelopment”.

Pengembangan penggunaan angka IPM di Indonesia dilakukanoleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP. Pembangunan manusiadiasumsikan sebagai proses pilihan dari masyarakat (public choice)dalam mencapai kebutuhan yang dianggap paling penting danmendasar. Hal ini digunakan sebagai pola dasar pengukuranpembangunan manusia. Tiga pilihan kebutuhan yang dianggappenting, yaitu sehat dan berumur panjang, berpendidikan, danakses terhadap sumber daya untuk hidup layak. Ketiga pilihan ini

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 119: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

119

didukung oleh pilihan lain, yaitu kebebasan politik, hak asasimanusia, dan penghormatan hak pribadi (personal selfrespect).Untuk mengukur tiga pilihan tersebut digunakan tiga parameter,yaitu :

1. Derajat kesehatan dan panjangnya umur yang terbaca dariangka harapan hidup (life expectancy rate).

2. Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah.

3. Pendapatan yang diukur dengan daya beli masyarakat(purchasing power parity).

Tiga parameter ini kemudian disebut dengan IndeksPembangunan Manusia (IPM). Ketiganya merupakan pengembangandari Human Development Index (HDI) yang berskala internasional.Pengembangan IPM di Indonesia dilakukan dari tingkat kabupaten/kota. Denga pemanfaatan IPM, pembangunan nasional maupundaerah diharapkan lebih aspiratif dalam mengakomodasi dimensimanusia dengan baik dan terarah.

IPM dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia

Dalam proses pembangunan manusia, usaha peningkatan sumberdaya manusia (SDM) harus dibangun sejak dini. Manusia sebagaisumber daya dan sekaligus modal dasar pembangunan harus darikeluarga baik yang dapat sebagai media anak untuk tumbuh sehatdan cerdas sehingga menghasilkan SDM berkualitas. PeningkatanSDM melalui intervensi dini terhadap anak disebut pembangunanSDM dini sedangkan intervensi terhadap usia produktif disebutpeningkatan SDM produktif.

Keberhasilan proses pembangunan manusia dalam pembangunandi Indonesia memmerlukan komitmen yang kuat pemeranpembangunan. Dalam hal ini diperlukan perencanaan programpembangunan daerah disamping political will pemerintah terhadapdimensi pembangunan manusia. Upaya pengembangan danpemanfaatn IPM dalam proses perencanaan menjadi penting, karena

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasi dan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 120: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

120 Visi Perekonomian Indonesia 2030

proses pembangunan manusia menuntut adanya indikator yangsensitif, data akurat, dan dana cukup. Di samping itu, proses inimemerlukan pemahaman yang sama dan komitmen antar pemerintahpusat dan daerah serta lintas sektoral.

Pada era otonomi daerah dewasa ini, pemerintah daerahumumnya menempatkan prioritas pembangunan tidak padapembangunan manusia, namun lebih meningkatkan pada keinginanmenambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini menunjukkanbahwa pemerintah daerah pada umumnya kurang memahami artipenting pembangunan sumber daya manusia, yang sebenarnyajuga merupakan aset yang dimiliki daerah.

Kedudukan IPM dalam Pembangunan Bidang Sanitasi diIndonesia

Salah satu indikator dari IPM adalah derajat kesehatan danpanjangnya umur yang terbaca dari dari angka harapan hidup (lifeexpectancy rate). Derajat kesehatan yang tinggi harus didukungdengan fasilitas kesehatan dan sanitasi yang baik. Pembangunanbidang sanitasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bidang (Soeranto,2004), yaitu pembangunan bidang pengelolaan persampahan,pengelolaan air limbah, dan saluran pembuangan (drainase).Pembangunan ketiga bidang sanitasi ini merupakan upaya untukdapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan.Keberhasilan dari hal tersebut dapat diukur dari salah satu indikatorIPM, yaitu angka harapan hidup (life expectancy rate).

Namun pembangunan bidang sanitasi di Indonesia selalumenghadapi kendala pada minimnya pendapatan masyarakat.Minimnya pendapatan masyarakat akan berdampak pada minimnyakesadaran masyarakat terhadap pembangunan bidang sanitasi.Minimnya pendapatan masyarakat akan lebih mendorong merekauntuk memberikan prioritas lebih pada kebutuhan dasar (basicneeds), sedangkan kebutuhan akan pembangunan fasilitas bidangsanitasi dianggap belum terlalu penting.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 121: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

121

Secara teoritis, pembangunan bidang sanitasi terdapat dalamMillenium Development Goals (MDGs) yang mencakup 8 tujuandan 18 target. Berdasarkan Tujuan 7 dari Millenium DevelopmentGoals (MDGs), yaitu Pengelolaan Lingkungan Hidup yangBerkelanjutan terdapat 3 (tiga) target yang berkaitan dengan haltersebut.

Pada target 10 dan 11 terdapat keterkaitan antara masalahakses air minum dan sanitasi dasar masyarakat terhadap tingkatkemiskinan. Millenium Development Goals (MDGs) mendeskripsikanbahwa terdapat interdependensi antara akses air minum dansanitasi terhadap tingkat kemiskinan. Pembangunan dan perbaikanbidang sanitasi secara tidak langsung akan mengurangi kemiskinan.Sebaliknya dengan dapat mengurangi tingkat kemiskinan, berartimasyarakat memiliki alokasi pendapatan untuk membangun danmemperbaiki akses sanitasi dan air minum. Gambar 1. menjelaskantentang pola pengaruh pembangunan akses sanitasi lingkunganterhadap aspek-aspek lain.

Secara empris, menurut Soeranto (2004), pembangunan sanitasidapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan, yangindikator keberhasilannya selalu diukur dari indeks Tingkat HarapanHidup, Tingkat Kematian Bayi, dan Angka Penyakit yang disebabkan

Tujuan 7 Isi

Target 9 Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program nasional dan mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang

Target 10 Mengurangi separuh, pada tahun 2015, dari penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar

Target 11 Mencapai perbaikan yang berarti terhadap kehidupan 100 juta penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020

Sumber: Lokakarya Millenium Development Goals, Jakarta, 2004

Tabel 1. Tujuan 7 Millenium Development Goals (MDGs) –Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasi dan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 122: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

122 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Gam

bar

1. P

engar

uh P

embangunan

Akse

s San

itasi

Lin

gkungan te

rhadap

Asp

ek L

ainnya

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 123: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

123

media air (Water-Borne Disease), seperti demam berdarah, tifus,dan diare. Namun sejak awal Water and Sanitation Decade tahun1980, Indonesia selalu mengalami kendala pada minimnyapendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk pembangunansanitasi dasar. Sementara itu, menurut Mungkasa (2004),peningkatan kualitas dan ketersediaan air minum dan sanitasi dapatmeningkatkan kesejahteraan penduduk yang berarti mengurangitingkat kemiskinan.

METODE ANALISIS

Untuk melakukan analisis tentang keterkaitan akses sanitasidan tingkat kemiskinan di Indonesia, akan digunakan metode tipologiklasifikasi empat kuadran. Metode ini akan mendeskripsikan kondisiakses sanitasi dan tingkat kemiskinan pada 30 propinsi di Indonesia(model 1). Kemudian metode ini juga akan digunakan untuk

Tingkat kemiskinan di bawah rata-rata

Propinsi Kelompok A Propinsi Kelompok C

Tingkat kemiskinan di atas rata-rata

Propinsi Kelompok B Propinsi Kelompok D

Akses sanitasi di bawah rata-rata

Akses sanitasi di atas rata-rata

Tabel 2. Model Tipologi Klasifikasi Propinsi KeterkaitanAkses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan

PDRB/kapita di atas rata-rata

Propinsi Kelompok 1 Kelompok Propinsi 3

PDRB/kapita di bawah rata-rata

Kelompok Propinsi 2 Kelompok Propinsi 4

Akses sanitasi di bawah rata-rata

Akses sanitasi di atas rata-rata

Tabel 3. Model Tipologi Klasifikasi Propinsi KeterkaitanAkses Sanitasi dan Produk Domestik RegionalBruto per Kapita (PDRB/kapita)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasi dan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 124: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

124 Visi Perekonomian Indonesia 2030

mendeskripsikan kondisi akses sanitasi dan pendapatan domestikregional bruto (PDRB) pada 30 propinsi di Indonesia (model 2).Dari 2 model tersebut akan dapat digunakan sebagai dasar analisisdan penyusunan skala prioritas pembangunan akses sanitasi.

Pembahasan: Keterkaitan Akses Sanitasi dan TingkatKemiskinan di Indonesia

Dalam melakukan analisis dan pembahasan tentang keterkaitanakses sanitasi dan tingkat kemiskinan di Indonesia akan digunakandata persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi danpersentase penduduk miskin pada 30 propinsi di Indonesia. Tabel4. menunjukkan hasil tipologi propinsi dengan menggunakan model1.

Tabel 4. menunjukkan bahwa propinsi kelompok B (NAD, Bengkulu,Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Papua)adalah propinsi-propinsi dengan akses rumah tangga terhadapsanitasi masih dibawah rata-rata dan tingkat kemiskinan masih di

Propinsi Kelompok A Propinsi Kelompok C Tingkat kemiskinan di bawah rata-rata

Maluku Utara, Sumatera Barat, Kep.Bangka Belitung, Banten, Kalbar, Kalteng

Sumatera Utara, Riau, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara

Propinsi Kelompok B Propinsi Kelompok D Tingkat kemiskinan di atas rata-rata

NAD, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Papua

Sumatera Selatan, Lampung, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur

Akses sanitasi di bawah rata-rata

Akses sanitasi di atas rata-rata

Tabel 4. Hasil Tipologi Klasifikasi Propinsi KeterkaitanAkses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 125: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

125

atas rata-rata. Berdasarkan teori di atas, pembangunan danperbaikan akses sanitasi secara tidak langsung akan dapatmengurangi kemiskinan. Di sisi lain, secara empiris menunjukkanbahwa kendala utama pembangunan dan perbaikan akses sanitasirumah tangga adalah minimnya pendapatan. Oleh karena itu, model2 akan digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan akses sanitasirumah tangga dengan Produk Domestik Regional Bruto per kapita(PDRB/kapita). Model 2 dapat menjadi alat bantu untuk melihatbesarnya modal rumah tangga yang dapat dialokasikan untukperbaikan dan pembangunan akses sanitasi.

Tabel 5. menunjukkan bahwa propinsi kelompok 2 (SumateraBarat, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat,Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo,Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara) adalah propinsi-propinsi dengan akses rumah tangga terhadap sanitasi masihdibawah rata-rata dan PDRB per kapita masih di bawah rata-rata.Fenomena ini akan memunculkan hipotesa, bahwa faktor yangmenjadi penyebab rendahnya akses sanitasi rumah tangga dikelompok propinsi tersebut adalah faktor PDRB per kapita yang

Tabel 5. Hasil Tipologi Klasifikasi Propinsi KeterkaitanAkses Sanitasi dan PDRB per kapita

Propinsi Kelompok 1 Propinsi Kelompok 3 PDRB/kapita

di atas rata-rata

NAD, Kep. Bangka Belitung, Banten, Kalimantan Tengah, Papua

Sumatera Utara, Riau, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur

Propinsi Kelompok 2 Propinsi Kelompok 4 PDRB/kapita di bawah rata-rata

Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara

Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur

Akses sanitasi di bawah rata-rata

Akses sanitasi di atas rata-rata

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasi dan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 126: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

126 Visi Perekonomian Indonesia 2030

rendah, faktor kemiskinan (distribusi pendapatan tidak merata)dan faktor budaya kesadaran terhadap kesehatan dan sanitasi.Faktor budaya ini muncul sebagai hipotesa, karena melihatfenomena pada propinsi kelompok 4. Fenomena propinsi kelompok4 menunjukkan bahwa meskipun PDRB per kapita di bawah rata-rata, namun masyarakat di propinsi kelompok 4 memiliki aksessanitasi rumah tangga di atas rata-rata. Hal ini menunjukkan budayakesadaran sanitasi mereka cukup tinggi dengan efektifitas merekamengalokasikan pendapatan untuk pembangunan sanitasi,walaupun pendapatan mereka di bawah rata-rata.

Berdasarkan 2 model tipologi klasifikasi propinsi di atas, makaakan disusun skala prioritas penanganan pembangunan danperbaikan akses sanitasi masyarakat tiap propinsi. Skala prioritasakan disusun dengan menganalisis kelompok propinsi yangdiklasifikasi berdasarkan penggabungan dari 2 model di atas, misal:kelompok propinsi A1, artinya propinsi-propinsi tersebut pada model1 berada pada kuadran kelompok A dan sekaligus pada model 2berada pada kuadran kelompok 1.

Urutan prioritas penanganan pembangunan dan perbaikan aksessanitasi rumah tangga di masing-masing propinsi dapat ditunjukkanpada tabel 6. Kelompok propinsi B2 (Bengkulu, Jawa Tengah, JawaTimur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Maluku) menjadi kelompok propinsiyang mendapat prioritas 1 dalam penanganan akses sanitasi.Kondisi akses sanitasi di kelompok propinsi B2 masih di bawahrata-rata, sementara kondisi tingkat kemiskinan di atas rata-ratadan PDRB per kapita di bawah rata-rata. Khusus untuk propinsiNanggroe Aceh Darussalam (NAD) akan dimasukkan dalam prioritas1, karena masalah bencana alam. Namun dalam kondisi normalpropinsi NAD sebenarnya masuk pada prioritas 2. Kondisi NAD danPapua (kelompok B1) sebenarnya memiliki potensi ekonomi yangbaik (PDRB per kapita di atas rata-rata), namun kesadaran akankesehatan dan sanitasi masih sangat kurang, serta kurangnyapemerataan pendapatan mengakibatkan tingkat kemiskinan yangmasih di atas rata-rata.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 127: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

127

Grup Propinsi Deskripsi Skala Prioritas Pembangunan

Sanitasi dan Solusi A 1 Banten, Kep

Bangka Belitung, Kalimantan Tengah

Kelompok propinsi dengan PDRB per kapita di atas rata-rata dan tingkat kemiskinan di bawah rata-rata, serta memiliki akses sanitasi di bawah rata-rata

Skala prioritas 3. Solusi: perlu adanya kesadaran terhadap sanitasi dan kesehatan ; perlu alokasi PDRB per kapita untuk akses sanitasi rumah tangga

A 2 Sumatera Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat

Kelompok propinsi dengan PDRB per kapita di bawah rata-rata dan tingkat kemiskinan di bawah rata-rata, serta memiliki akses sanitasi di bawah rata-rata

Skala prioritas 4. Solusi: perlu adanya pemberdayaan potensi ekonomi daerah; perlu adanya kesadaran terhadap sanitasi dan kesehatan ; perlu alokasi PDRB per kapita untuk akses sanitasi rumah tangga

B 1 NAD*), Papua Kelompok propinsi dengan PDRB per kapita di atas rata-rata dan tingkat kemiskinan di atas rata-rata, serta memiliki akses sanitasi di bawah rata-rata

Skala prioritas 2. Solusi: perlu adanya kesadaran terhadap sanitasi dan kesehatan; pemerataan distribusi pendapatan; perlu alokasi PDRB per kapita untuk akses sanitasi rumah tangga

B 2 Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Maluku

Kelompok propinsi dengan PDRB per kapita di bawah rata-rata dan tingkat kemiskinan di atas rata-rata, serta memiliki akses sanitasi di bawah rata-rata

Skala prioritas 1. Solusi: perlu adanya kesadaran terhadap sanitasi dan kesehatan; perlu pemberdayaan potensi ekonomi; alokasi PDRB per kapita untuk akses sanitasi rumah tangga

Tabel 6. Klasifikasi dan Skala Prioritas PembangunanAkses Sanitasi Propinsi di Indonesia

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasi dan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 128: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

128 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Grup Propinsi Deskripsi Skala Prioritas Pembangunan

Sanitasi dan Solusi C 3 Sumatera

Utara, Riau, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur

Kelompok propinsi dengan PDRB per kapita di atas rata-rata dan tingkat kemiskinan di bawah rata-rata, serta memiliki akses sanitasi di atas rata-rata

Skala prioritas 7. Kelompok propinsi C3 merupakan kelompok propinsi dengan klasifikasi mapan dalam pembangunan ekonomi dan akses sanitasi.

C 4 Sulawesi Utara, Jawa Barat, Jambi

Kelompok propinsi dengan PDRB per kapita di bawah rata-rata dan tingkat kemiskinan di bawah rata-rata, serta memiliki akses sanitasi di atas rata-rata

Skala prioritas 6. Solusi: perlu pemberdayaan potensi ekonomi

D 4 Sumatera Selatan, Lampung, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur

Kelompok propinsi dengan PDRB per kapita di bawah rata-rata dan tingkat kemiskinan di atas rata-rata, serta memiliki akses sanitasi di atas rata-rata

Skala prioritas 5. Solusi: perlu adanya pemberdayaan potensi ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan

Keterangan: Prioritas 1-7: urutan kelompok propinsi untuk prioritas pembangunan akses sanitasi (skala 1 adalah kelompok yang paling diprioritaskan). *) NAD berada pada kelompok B1 dengan prioritas 2, namun karena bencana alam akan dikelompokkan pada prioritas 1 Sumber: Data diolah

LanjutanTabel 6

Sebaliknya kelompok propinsi C3 (Sumatera Utara, Riau, DKIJakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur) menjadikelompok propinsi yang memiliki akses sanitasi rumah tangga diatas rata-rata. Di samping itu, kelompok propinsi tersebut jugamemiliki PDRB per kapita di atas rata-rata dan kondisi tingkatkemiskinan yang di bawah rata-rata. Hal ini menunjukkan kondisisanitasi dan ekonomi di kelompok propinsi C3 telah baik dan mapan.

Fenomena menarik justru terjadi pada kelompok propinsi C4dan D4, walaupun kondisi PDRB per kapita yang di bawah rata-

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 129: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

129

rata dan tingkat kemiskinan di atas rata-rata namun tidak menjadialasan kelompok propinsi C4 dan D4 untuk tidak memperhatikankesehatan dan akses sanitasi rumah tangga. Hal ini menunjukkanbahwa faktor budaya kesadaran terhadap kesehatan dan sanitasipada kelompok propinsi C4 dan D4 cukup berperan besar terhadapkondisi akses sanitasi yang di atas rata-rata. Namun kondisi inijuga dapat mendeskripsikan bahwa daerah dengan akses sanitasidi atas rata-rata tidak menjamin akan segera dapat mengurangitingkat kemiskinan dan meningkatkan PDRB per kapita. Hal inimenunjukkan masih terdapat faktor-faktor lain yang dapatmempengaruhi tingkat kemiskinan dan PDRB per kapita.

KESIMPULAN

Penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesiadiharapkan dapat menterjemahkan indikator makroekonomi sepertiGNP ke dalam pembangunan manusia. Konsep pambangunanmanusia juga merupakan konsep ekonomi, karena salah satustrategi dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan mutumodal manusia melalu pendidikan, kesehatan, dan rasa aman.Salah satu indikator dari IPM adalah derajat kesehatan danpanjangnya umur yang terbaca dari angka harapan hidup (lifexxpectancy rate). Derajat kesehatan yang tinggi harus didukundengan fasilitas kesehatan dan sanitasi yang baik. Pembangunanbidang sanitasi dapat dibagi menjadi menjadi 3 (tiga) bidang, yaitupembangunan bidang pengelolaan persampahan, pengeloaan airlimbah, dan saluran pambuangan (drainase).

Millenium Development Goals (MDGs )mendeskripsikan bahwaterdapat interdependensi antara akses air minum dan sanitasiterhadap tingkat kemiskinan. Pembangunan dan perbaikan bidangsanitasi secara tidak langsung akan mengurangi kemiskinan.Sebaliknya dengan dapat menguangi tingkat kemiskinan, berartimasyarakat memiliki alokasi pendapatan untuk membangun danmemperbaiki akses sanitasidan air minum. Keterkaitan antara aksessanitasi rumah tangga an PDRB per kapita di indonesia dapat

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasi dan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 130: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

130 Visi Perekonomian Indonesia 2030

dilihat dengan model tipologi klasifikasi empat kuadran denganobjek 30 propinsi di Indonesia. Hasil analisis meninjukkan bahwa:

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat akses sanitasi rumahtangga pada 30 propinsi di Indonesia adalah PDRB per kapita,distribusi pendapatan masyarakat, dan budaya kesadaran terhadapkesehatan/sanitasi. Tingkat akses sanitasi rumah tangga akandapat mempengaruhi aspek sosial-ekonomi lain, yaitu tingkatkemiskinan dan PDRB per kapita. Meskipun hal ini tidak berlakupada beberapa propinsi tertentu.

Berdasarkan urutan skala prioritas pembangunan dan perbaikankondisi akses sanitasi rumah tangga, terdapat 10 propinsi denganskala prioritas 1 (paling prioritas), hal ini menunjukkan bahwa kondisiakses sanitasi kelompok propinsi ini harus segera dibenahi. 10propinsi tersebut adalah NAD, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur,Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo,Nusa Tenggara Barat, dan Maluku.

Saran dan Rekomendasi

Penyempurnaan dalam penyusunan dan penghitungan IPMdiharapkan akan dapat mendeskripsikan tingkat pembangunanmanusia dan ekonomi pada berbagai daerah di Indonesia dalamarti sebenarnya.

Model tipologi klasifikasi propinsi berdasarkan keterkaitan aksessanitasi rumah tangga dengan indikator ekonomi (PDRB per kapitadan tingkat kemiskinan) merupakan salah satu langkah untukmendeskripsikan keadaan keterkaitan tingkat pembangunanmanusia dan ekonomi di suatu daerah. Untuk mengetahui hal inidengan lebih rinci dan tepat masih terdapat berbagai cara danmetode lain.

Pembahasan penentuan urutan prioritas pembangunan danperbaikan akses sanitasi rumah tangga akan memberikan deskripsitentang kondisi akses sanitasi rumah tangga pada berbagai propinsidi Indonesia. Oleh karena itu, pembahasan ini jangan diartikan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 131: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

131

dalam sebuah kerangka harfiah dalam arti bahwa pada saat suatudaerah tidak berada dalam kelompok prioritas 1, maka daerah itudiartikan tidak memerlukan pembangunan dan perbaikan aksessanitasi. Setiap daerah di Indonesia akan tetap memerlukanpembangunan di bidang sanitasi, hanya prioritasnya berbeda.Pembahasan ini adalah sebuah ilustrasi kondisi akses sanitasi rumahtangga yang terkait dengan pembangunan manusia secara holistikdi Indonesia. Hal ini diharapkan menjadi masukan dalam usahapeningkatan pembangunan manusia sebagaimana diharapkan dalamtujuan dan target Millenium Development Goals.

Daftar Pustaka

BPS. (2002). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Jakarta1990-1999. Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS).

Chenery dan Srinivasan. (1989). Handbook of DevelopmentEconomics, Vol 2, New York: Elsevier.

Imawan, W. (2002).”Indikator Komposit Pembangunan Manusia:Indikator Sosial Untuk Monitoring dan Evaluasi KinerjaPembangunan Sesuai Wilayah Pemerintahan”, Jakarta: BadanPusat Statistik (BPS),

Meier, G. M & Stiglitz, J. (2001). Frontiers of DevelopmentEconomics in the Future Perspective. New York: OxfordUniversity Press.

Muhammad, M. (2003). Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.Koran Tempo.

Mungkasa, O. (2004). Sekilas Kondisi Air Minum dan Sanitasi diIndonesia. Media Percik, Jakarta.

Soeranto, D.A. (2004). Kualitas Manusia Indonesia danPembnagunan Prasarana Sanitasi. Media Percik, Jakarta,

Sumahdumin dan Abdurahim, D. (2002). Pemanfaatan IndeksPembangunan Manusia untuk Perencanaan PembangunanDaerah.” Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Akses Sanitasi dan Kemiskinan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 132: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

132 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Sumarsono, S dan Sahat, M. (2002).”Index Pembangunan Manusiadan Pemanfaatannya Dalam Pembangunan Daerah”, DirektoratBina Kelembagaan Pembangunan Dirjen Bina PembangunanDaerah Depdagri dan Otda, Jakarta,

Toddaro, M. P dan Smith S. (2003). Economics Development 8thNew York Eddison Wesley.

World Bank. (2001). The Quality of Growth 2000. Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta.

World Bank. (2002). Globalization Growth, And Poverty. New York:Oxford University Press,

World Bank.(2003). World Development Repor, SustainableDevelopment in a Dynamic World: Transforming Institutions,Growth, and Quality of Life. New York: Oxford University Press.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 133: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

133

LATAR BELAKANG

Sosialisasi Perencanaan Tenaga Kerja dari Departemen TenagaKerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (Depnakertrans RI) tahun2004 dan tahun 2005 yang inti pokoknya adalah : menyesuaikandengan ketentuan UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaankhususnya pasal 7 ayat 3; berimplikasi pada Kabupaten/Kotaberkewajiban untuk menyusun Perencanaan Tenaga Kerja (PTK).

Berdasar pada sosialisasi tersebut serta mengacu pada RencanaStrategis (Renstra) Tahun 2003-2008 Dinas Tenaga Kerja KotaSurakarta, dimana salah satu tujuan Renstra tersebut adalahtersedianya data ketenagakerjaan guna penyusunan PerencanaanTenaga Kerja Daerah, maka kami Tim Peneliti dari Fakultas EkonomiUniversitas Sebelas Maret (FE UNS) Surakarta bekerjasama denganBappeda Surakarta melalui Kepala Disnaker Kota Surakarta (yangmembidangi ketenagakerjaan) membuat PTK (Perencanaan TenagaKerja). Dalam hal ini, Tim Peneliti FE UNS Surakarta sebagaipelaksana analisis pembuatan PTKD lengkap, sesuai arahan dariDepnakertrans RI. Penyusunan PTKD ini dilakukan denganmengembangkan model Elastisitas Kesempatan Kerja, dan modelSimple-E (Econometric Simulation System Model), serta dilengkapianalisis deskripsi.

Perlunya penyusunan PTKD dilatarbelakangi oleh beberapa hasilstudi para pakar ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwapertumbuhan ekonomi berdampak positif dalam menciptakankesempatan kerja (Suroto,1992; Simanjuntak, 1985; Suryadi, 1992;Swasono, 1987; McConnel, 1989; Wachtel, 1984; Psacharopoulus,

PERENCANAAN TENAGA KERJADAERAH

SUTOMOYUNASTITI PURWANINGSIHYULIANA KARTIKASARI

6

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 134: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

134 Visi Perekonomian Indonesia 2030

1985). Studi empiris diberbagai daerah menyebutkan hal yangsama, bahwa tingkat kegiatan ekonomi berhubungan denganpenciptaan lapangan kerja.

Studi ini bertujuan menyusun PTKD Kota Surakarta. Dengantersusunnya PTKD tersebut sekaligus dapat teridentifikasi masalahekonomi ketenagakerjaan dan data sosial ekonomi ketenagakerjaandi Kota Surakarta. Manfaat studi ini adalah (1) proyeksi kesempatankerja, dan apabila angka proyeksi tersebut dibandingkan denganangkatan kerja kerja yang ada, maka dapat dihitung angkapengangguran, (2) seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomidaerah terhadap penyerapan tenaga kerja. Berdasar hasil tersebut,Pemerintah Kota dapat menyusun kebijakan yang relevan dengankondisi daerah yang ada. Secara umum hasil ini diharapkan dapatmemberikan kontribusi tentang paradigma baru dalam bidangekonomi perencanaan tenaga kerja khususnya perencanaan tenagakerja daerah (PTKD).

METODOLOGI

Dalam menyusun PTKD ini, maka langkah metodologis yangdilakukan sebagai berikut. Pertama, pengumpulan data, yakni datayang dikumpulkan mengenai permasalahan sosial ekonomiketenagakerjaan di Kota Surakarta, meliputi jumlah dan pertumbuhankesempatan kerja, penawaran kerja, pengangguran terbuka,setengah pengangguran, tingkat partisipasi kerja, rasioketergantungan penduduk, pendidikan tenaga kerja, jenis kelamin,lapangan pekerjaan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, kelahiran,kematian, perpindahan penduduk. Kedua, adalah pengolahan datasetelah data yang terkumpul diidentifikasi sesuai dengan tujuanpenelitian. Ketiga adalah analisis data yang terdiri atas analisisdeskripsi, elastisitas kesempatan kerja (employment elasticity),tipologi daerah dan perkiraan perencanaan tenaga kerja denganmodel Simple-E (simple econometric simulation system). Terakhiradalah penyusunan PTKD berdasar hasil analisis data yang telahdilakukan, secara ringkas proses penyusunan tertuang pada bagan1.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 135: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

135

Tingkat

Pengangguran

Pelaksanaan Hubungan Industrial

Penempatan & Pelatihan Kerja

Sistem Pengupahan

Perlindungan & Pengawasan TK

Tingkat Pendidikan TK

Proyeksi Angkatan Kerja 2007-2010

Perencanaan TK Kota Surakarta

TK Anak, Lansia & Produktif

TK Sektor Formal & Informal

TK Penyandang Cacat

Proyeksi Penduduk 2007-2010

Proyeksi TPAK 2007-2010

Proporsi TK SKA&Nas Tahun

2005

Proporsi PDB & PDRB SKA Tahun 2005

Tipologi Kota SKA

Pemodelan NTB

Pemodelan TK

Proyeksi Keb TK SKA

2007-2010

Pasar TK Kota SKA

Gambaran Ketenagakerjaan Kota Surakarta

2000-2006

Bagan 1. Kerangka Penelitian

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 136: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

136 Visi Perekonomian Indonesia 2030

HASIL

Elastisitas Kesempatan Kerja Kota Surakarta

Dalam menghitung elastisitas kesempatan kerja, makalangkahnya sebagai berikut:

• Menghitung laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (rPDB)per sektor dan total sektor kegiatan ekonomi tahun 2001-2006.

• Menghitung laju pertumbuhan kesempatan kerja (rkk) per sektorkegiatan ekonomi dan total sektor tahun 2001-2006.

• Menghitung koefisien elastisitas kesempatan kerja (Ekk) persektor kegiatan ekonomi dan total sektor selama tahun 2001-2006 dengan formula :

Hasil perhitungan dengan ketiga langkah tersebut diatasdisajikan dalam tabel 1.

rPDB

rkkEkk =

Lapangan Usaha Elastisitas (%)

Pertanian -5,66 Pertambangan - Industri 0,08 Listrik, Gas,dan Air 2,80 Bangunan 1,83 Perdagangan 1,05 Pengangkutan & Komunikasi 2,50 Keuangan, Persewaan & Jasa 8,78 Jasa-jasa -0,78 Total 0,32 Sumber: Data PDRB dan Kesempatan Kerja, diolah

Tabel 1. Elasisitas Kesempatan Kerja Menurut LapanganUsaha Kota Surakarta

TK(%)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 137: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

137

Tipologi Kota Surakarta

Dalam menentukan tipologi Kota Surakarta, maka langkahnyasebagai berikut :

w Menghitung proporsi PDB/PDRB dan penyerapan tenaga kerja.

Proporsi PDB/PDRB dan penyerapan tenaga kerja yangh dihitungmeliputi baik nasional maupun Kota Surakarta menurut sektorusaha besar, yaitu pertanian /agriculture (terdiri dari sektorpertanian saja), industri/manufacture (terdiri dari sektorpertambangan; industri pengolahan,; listrik, gas , dan air; danbangunan), dan jasa/services (terdiri dari sektor perdagangan,hotel, restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan,persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa lainnya).

w Menentukan titik koordinat di setiap tipologi.

Tahap ini dilakukan dengan menarik garis lurus antara proporsiPDB dan penyerapan tenaga kerja dari setiap sektor ekonomibesar nasional, dimana garis ini nantinya dipakai sebagai bataspengelompokkan dari kuadran I, II, III, dan IV. Titik koordinatsetiap tipologi dapat dilihat pada gambar 1.

Elastisitas (%)

Sumber: Data PDRB dan Kesempatan Kerja, diolah

TK(%) Kuadran II Kuadran I INDONESIA

Kuadran III Kuadran IV

PDRB(%)

Sumber : PTKD (2005:3)

Gambar 1.Tipologi Kabupaten/ Kota

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 138: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

138 Visi Perekonomian Indonesia 2030

• Kuadran I menunjukkan proporsi sumbangan PDRB danpenyerapan tenaga daerah kerja lebih besar dari proporsinasional.

• Kuadran II menunjukkan proporsi sumbangan PDRB lebih kecilsementara penyerapan tenaga kerja daerah lebih besar dariproporsi nasional.

• Kuadran III menunjukkan proporsi sumbangan PDRB danpenyerapan tenaga kerja daerah lebih kecil dari proporsinasional.

• Kuadran IV menunjukkan proporsi sumbangan PDRB lebihbesar sementara penyerapan tenaga kerja daerah lebih kecildari proporsi nasional.

Sektor

Pertanian Industri Jasa Wilayah PDB/ PDRB

TK PDB/ PDRB

TK PDB/ PDRB

TK

Surakarta 1,86 0,98 41,49 29,79 56,65 69,21 Nasional 16,92 45,28 47,25 17,43 35,83 37,29 Keterangan : TK = Penyerapan tenaga kerja Sumber : Hasil Perhitungan data PDB/PDRB dan penyerapan

tenaga kerja Nasional dan Surakarta

Tabel 2. Proporsi PDB/PDRB dan Penyerapan Tenaga KerjaNasional dan Kota Surakarta Tahun 2000

Sektor

Pertanian Industri Jasa Wilayah PDB/ PDRB

TK PDB/ PDRB

TK PDB/ PDRB

TK

Surakarta 0,06 1,19 41,94 29,66 58,00 69,15 Nasional 13,39 44,04 45,77 17,97 40,83 37,99 Keterangan : TK = Penyerapan tenaga kerja Sumber : Hasil Perhitungan data PDB/PDRB dan penyerapan

tenaga kerja Nasional dan Surakarta

Tabel 3. Proporsi PDB/PDRB dan Penyerapan Tenaga KerjaNasional dan Kota Surakarta Tahun 2005

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 139: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

139

• Menentukan Tipologi Daerah.

Membuat titik koordinat di setiap tipologi sesuai dengan proporsiPDRB dan penyerapan tenaga kerja pada masing-masing sektorekonomi besar. Sektor ekonomi yang berada di kuadran I nantinyamenjadi tipologi dari kabupaten/kota tersebut. Akan tetapi,apabila tidak ada satu pun sektor ekonomi yang berada dikuadran I maka kabupaten/kota tersebut bertipologi campuran.

Hasil perhitungan dengan ketiga langkah tersebut diatas sebagaiberikut :

w Proporsi PDB/PDRB dan Penyerapan Tenaga Kerja KotaSurakarta.

Data yang digunakan dalam menghitung proporsi PDB/PDRBdan penyerpan tenaga kerja Kota Surakarta adalah data hasilpublikasi BPS dan Disnaker yang meliputi PDB, PDRB atas dasarharga berlaku, penyerapan tenaga kerja baik nasional maupunkota Surakarta berdasarkan sektor ekonomi. Tahun yang diambiladalah tahun 2000 dan tahun 2005. Hasil perhitungan terdapatdalam tabel 2 dan 3.

w Titik Koordinat Setiap Tipologi dan Tipologi Kota Surakarta.

Dari ketiga sektor ekonomi besar di atas yaitu pertanian, industri,dan jasa baik tahun 2000 maupun tahun 2005, sektor jasayang berada di kuadran I maka dapat diambil kesimpulan bahwatahun 2000 dan tahun 2005 Kota Surakarta bertipologi jasa.Hal ini berarti baik PDRB maupun penyerapan tenaga kerja KotaSurakarta lebih besar dari PDB maupun penyerapan tenagakerja nasional (dapat dilihat pada gambar 2 untuk tahun 2000dan gambar 3 untuk tahun 2005).

• Pada gambar 2 menunjukkan bahwa Kota Surakartamerupakan daaerah dengan tipologi jasa berada, padakoordinat 56,65 (PDRBnya) dan 68,94 (penyerapan tenagakerjanya) yang terdapat di kuadran I, berarti baik PDRB danpenyerapan tenaga kerja Kota Surakarta lebih besar dariPDB dan penyerapan tenaga kerja nasionalnya.

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 140: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

140 Visi Perekonomian Indonesia 2030

TK(%) 69,21 II I Kota Surakarta

NASIONAL 37,29 III IV

35,83 56,65 PDB/PDRB(%)

Gambar 2. Tipologi Jasa Kota Surakarta Tahun 2000

TK(%) 69,15 II I Kota Surakarta

NASIONAL 37,99 III IV

40,83 56 PDB/PDRB(%)

Gambar 3. Tipologi Jasa Kota Surakarta Tahun 2005

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 141: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

141

• Pada gambar 3 terlihat bahwa Kota Surakarta untuk tipologiJasa berada pada koordinat 58 (PDRB nya) dan 68,7(penyerapan tenaga kerjanya) yang terdapat di kuadran I,berarti baik PDRB dan penyerapan tenaga kerja KotaSurakarta lebih besar dari PDB dan penyerapan tenaga kerjanasionalnya.

Perkiraan Penawaran/Persediaan Tenaga Kerja

Persediaan tenaga kerja untuk tahun 2007-2010 dilakukandengan model ekstrapolasi, dengan rumus :

P t = Po.(1+r) t

P = jumlah penduduk/angkatan kerja pada tahun t (suatu masadepan)

Po = jumlah penduduk/angkatan kerja tahun dasar

R = angka pertumbuhan per tahun, diasumsikan konstan

t = jarak waktu (tahun) dari tahun 0 ke tahun t

Perhitungan dengan rumus tersebut menggunakan asumsi bahwapertumbuhan pada periode tersebut sama dengan pertumbuhantahun 1997-2005, meliputi :

• Pertumbuhan penduduk = 0,72 % per tahun

• Pertumbuhan Tenaga kerja (>10 tahun) = 0,89% per tahun

• Pertumbuhan Tenaga kerja muda (10-24 tahun) = -2,70 %

• Pertumbuhan Tenaga kerja dewasa (25-60 tahun) = 3,24% per tahun

• Pertumbuhan Tenaga kerja lanjut (60+ tahun) = 6,86 % pertahun

• Pertumbuhan Angkatan kerja = 1,88 % per tahun

Berdasar pada asumsi tersebut diatas, maka jumlah pendudukpada tahun 2007 diperkirakan berjumlah 516.614 jiwa dimana441.894 orang atau 85,54% di antaranya adalah tenaga kerja(penduduk 10 tahun ke atas). Dari tenaga kerja sejumlah tersebut,jumlah tenaga kerja yang berumur 25-60 tahun (tenaga kerja

69,21 II I Kota Surakarta

35,83 56,65 PDB/PDRB(%)

Kota Surakarta

PDB/PDRB(%)

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 142: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

142 Visi Perekonomian Indonesia 2030

dewasa) memiliki proporsi terbesar; yakni 52,08% dari jumlahpenduduknya; kemudian diikuti oleh tenaga kerja berumur 10-24tahun (tenaga kerja muda) dan tenaga kerja berumur 60+ tahunke atas (tenaga kerja usia lanjut) masing-masing sebesar 25,37%dan 8,83%. Dari keseluruhan tenaga kerja sebanyak 41.894 orang,sebanyak 258.147 orang atau sekitar 58,42 % diproyeksikanmemasuki pasar kerja.

Pada akhir tahun proyeksi yaitu tahun 2010, jumlah pendudukKota Surakarta ditaksir mencapai 527.923 jiwa, dimana 438.000orang atau 82,97% diantaranya adalah tenaga kerja (pendudukusia 10 tahun ke atas). Jika dilihat dari komposisi tenaga kerjanyamaka proporsi terbesar masih juga dipegang oleh kelompok tenagakerja dewasa dengan proporsi sebesar 49,37% dan selanjutnyadiikuti kelompok tenaga kerja muda sebesar 25,51%. Dan terakhirkelompok tenaga kerja usia lanjut dengan proporsi terkecil yaitusebesar 8,09%. Sementara itu sebanyak 272.982 orang atau62,32% dari jumlah tenaga kerja diperkirakan akan memasuki pasarkerja. Selama periode proyeksi yaitu tahun 2007-2010 , proporsikelompok tenaga kerja dewasa dan tenaga kerja usia lanjutmenunjukkan trend peningkatan, sedangkan proporsi kelompoktenaga kerja muda justru menunjukkan trend penurunan. Hasilproyeksi penduduk, tenaga kerja dan angkatan kerja dalam kurunwaktu 2007-2010 disajikan pada tabel 4 di bawah ini.

Tahun Penduduk

2007 2008 2009 2010 Jumlah Penduduk 516.614 512.898 524.126 527.923 Tng. Kerja (>10 th)

Muda (10-24 th) Dwasa (25-60 th) Lanjut (60+ th)

441.894 131.053 269.052 45.636

445.823 127.520 277.767 48.767

449.786 124.082 286.765 52.114

438.000 134.685 260.610 42.705

Angkatan Kerja 258.147 263.000 267.944 272.982 Sumber: Data Penduduk Publikasi BPS Surakarta (Susenas 1997-2005), diolah.

Tabel 4. Perkiraan Penduduk, Tenaga Kerja, dan AngkatanKerja Kota SurakartaTahun 2007-2010

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 143: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

143

Perkiraan Permintaan/Kebutuhan Tenaga Kerja (Model 1)

Dalam perhitungan perkiraan permintaan/kebutuhan tenagakerja menggunakan asumsi sebagai berikut :

• PDRB Total (YT) diasumsikan dipengaruhi oleh PDB tahunsebelumnya

• NTB IndustrI (YM) diasumsikan dipengaruhi oleh NTB Industri4 tahun sebelumnya, NTB Jasa, PDRB TotaL, serta NTB Jasa3 tahun sebelumnya

• NTB Jasa (YS) diasumsikan dipengaruhi oleh NTB Industritahun sebelumnya, PDRB Total, PDRB Total tahun sebelumnya

• Penyerapan tenaga kerja Pertanian (LA) diasumsikandipengaruhi oleh tenaga kerja Pertanian 3 tahun sebelumnya,NTB Pertanian dan dummy.2006

• Penyerapan tenaga kerja Industri (LM) diasumsikandipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja Industri 2 tahunsebelumnya, NTB Industri dan PDRB total

• Penyerapan tenaga kerja Jasa (LS) diasumsikan dipengaruhioleh penyerapan tenaga kerja Jasa 3 tahun sebelumnya,NTB Jasa tahun sebelumnya, PDRB Total 2 tahun sebelumnyadan NTB Jasa

Perkiraan permintaan/kebutuhan tenaga kerja dilakukan denganmodel Simple-E, melalui tiga tahap :

w Melakukan perkiraan total PDRB.

Perkiraan total PDRB dilakukan berdasar pada sejumlah asumsiparameter-parameter ekonomi makro yang utamanya berasaldari total PDB Indonesia, dengan menggunakan modelekonometrika :

PDRB = f (PDBt-1)

Atau dalam model dapat ditulis sebagai berikut:

YT = α0 + β1 Ln (lag1.PDB)

w Melakukan perkiraan nilai tambah kelompok lapangan usahautama

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 144: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

144 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Lapangan usaha utama yaitu sektor pertanian, industri, danjasa. Perkiraan dilakukan untuk sektor industri dan jasa terlebihdahulu, selanjutnya sektor pertanian merupakan residual dariPDRB. Perkiraan menggunakan model ekonometrika denganasumsi nilai tambah masing-masing sektor merupakan fungsidari nilai tambah sebelumnya.

NTB Lapangan Usaha Industri

NTBm,t = f(NTB m,t-4, NTB s,t, PDRBt, NTB s,t-3)

atau dalam model ditulis :

YM = α0 + β1 Ln (Lag4.YM) + β2 YS + β3 YT + β4 Lag3.YS

NTB Lapangan Usaha Jasa

NTBs,t = f (NTBs,t-1, PDRBt, PDRBt-1)

atau dalam model ditulis :

YS = α0 + β1 Lag1.YS + β2 YT + β3 lag1.YT

NTB Lapangan Usaha Pertanian (residual)

NTBa,t = PDRB - NTBm,t – NTBs,t

w Meramalkan kebutuhan tenaga kerja

Kebutuhan tenaga kerja dihitung berdasar pada nilai tambahsektor yang bersangkutan sebagai hasil dari perhitungan tahapsebelumnya.

Tenaga Kerja Lapangan Usaha Pertanian

La,t =f (La,t-3 , NTBa,t, La,t-1, dum.2006)

atau dalam model ditulis:

LA = α0 + β1 Lag3.LA + β2 YA + β3 lag1.LA + β4 Dum.2006

Tenaga Kerja Lapangan Usaha Industri

Lm,t = f (Lm,t-2, NTBm,t, PDRBt)

atau dalam model ditulis:

LM = α0 +β1 Lag2.LM +β2 YM+ β3YT

Tenaga Kerja Lapangan Usaha Jasa

Ls,t = f (Ls,t-3, NTBs,t-1, PDRBt-2, NTBs,t)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 145: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

145

atau dalam model ditulis:

LS = α0 + β1 Lag3.LS + β2 Lag1.YS + β3 Lag2.YT + β4 YS

Total Tenaga Kerja

Lt = La,t + Lm,t + Ls,t

Ketiga tahap tersebut dalam prakteknya dapat dilakukansekaligus secara bersamaan atau simultan. Hasil proses prakiraanselalu diperiksa kewajarannya dan proses itu berulang kali sampaidiperoleh hasil yang sudah dianggap paling wajar dan model dianggapsudah paling fit. Hasil analisis dari ketiga tahap sebagai berikut :

Perkiraan PDRB Kota Surakarta

Hasil Pemodelan

YT = - 389,58 + 0,0090316*LAG1.PDB

(-,539) (5,12)

LS: R.974; AR.959; DW2; F63.3; DF5(p5%R.76/F5.19/t2.57)

Keterangan : angka dalam kurung adalah nilai t hitung

Dari persamaan di atas terlihat bahwa nilai konstanta adalah -389,58 dan nilai koefisien tahun sebelumnya sebesar 0,0090316,sedangkan koefisien determinasinya (R Square) sebesar 0,974.Hasil tersebut menunjukkan bahwa 97,4% variasi atau perubahandalam PDRB Kota Surakarta tahun sekarang dapat dijelaskan olehvariasi atau perubahan PDB tahun sebelumnya, sementara 2,6%oleh variabel lain diluar model. Di samping itu, diperoleh nilai thitung sebesar 5,12, yang jauh lebih besar dari nilai t tabel sebesar2,57 (a/2; df 5), hal ini berarti variabel PDB tahun sebelumnyaberpengaruh signifikan tehadap PDRB.

Pada bagian lain hasil analisis menunjukkan nilai Durbin-Watson(DW) sebesar 2. Dengan jumlah regresor 3 dan jumlah sampel 13,diperoleh nilai dL sebesar 0,715 dan du sebesar 1,816. Denganhasil tersebut bisa disimpulkan bahwa tidak terjadi masalahautokorelasi pada model yang diuji (dU<d<4-dV). Sementara ituuji F test menunjukkan nilai 63,6, yang berarti bahwa model telahtepat karena nilai F hitung > F tabel sebesar 5,19.

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 146: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

146 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Hasil Perkiraan

Dengan menggunakan model persamaan di atas maka PDRBKota Surakarta pada tahun 2007-2010 diperkirakan mengalamikenaikan. PDRB Kota Surakarta pada tahun 2007 sebesar 4.239,619milyar rupiah menjadi 5.204,653 milyar rupiah pada tahun 2010.Dimana pertumbuhannya pada tahun 2007 sebesar 4,2% dan7,7%% pada tahun 2010.

Perkiraan NTB Kelompok Lapangan Usaha Utama

Hasil Pemodelan

YM = - 1,7053 - 0,0041612*LAG4.YM - 1,0054*YS

(-1,04) (-441) (596)

+ 1,0048*YT -0,0012262*LAG3.YS

(-4,37) (-2,49)

LS: R.915; AR.897; DW2.27; F48.7; DF9(p5%R.46/F3.86/t2.26)

YS = 94,279 + 0,76183*LAG1.YS + 0,71271*YT -

(,618) (4,64) (11)

0,60925*LAG1.YT

(-5,41)

LS: R.945; AR.914; DW2.12; F30.1; DF7(p5%R.69/F3.97/t2.36)

NTBa,t = PDRB - NTBm,t – NTBs,t

Persamaan di atas menunjukkan bahwa model NTB industritahun sekarang merupakan fungsi dari NTB sektor Industri empattahun sebelumnya, NTB sektor jasa, PDRB Kota Surakarta tahunsekarang serta NTB sektor jasa tiga tahun sebelumnya. Dimananilai koefisien determinasi (R Square) adalah sebesar 0,915, berarti91,5% variasi atau perubahan dalam NTB sektor industri dapatdijelaskan oleh variasi atau perubahan NTB sektor Industri empattahun sebelumnya, NTB sektor jasa, PDRB Kota Surakarta tahunsekarang serta NTB sektor jasa tiga tahun sebelumnya, sedangkan8,5% oleh variabel lain.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 147: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

147

Berdasarkan uji signifikasi dengan menggunakan t test, koefisienNTB sektor Industri empat tahun sebelumnya, NTB sektor jasadan PDRB Kota Surakarta tahun sekarang memiliki pengaruhsignifikan terhadap NTB sektor industri tahun sekarang. Hal iniditunjukkan oleh nilai t hitung sebesar -4,37 untuk NTB sektorIndustri empat tahun sebelumnya, -441 untuk NTB sektor jasadan 596 untuk PDRB Kota Surakarta tahun sekarang pada a/2dan df9 yang lebih besar dari nilai t tabelnya sebesar 2,26.Sementara itu uji F test menunjukkan nilai 48,7, yang berartibahwa model telah tepat karena F hitung > dari F table sebesar3,86. Pada bagian lain, hasil analisis menunjukkan nilai Durbin Watson(DW) sebesar 2,27 dimana jumlah regresor 2 dan jumlah sampel13, diperoleh nilai dL sebesar 0,0,86 dan du sebesar 1,562. Denganhasil tersebut bisa disimpulkan bahwa tidak terjadi masalahautokorelasi pada model yang diuji.

Selanjutnya pada model NTB sektor jasa, terlihat nilai koefisiendeterminasi (R Square) adalah sebesar 0,945 hal ini berarti bahwa94,5% perubahan dalam NTB jasa tahun ini dapat dijelaskan olehNTB sektor jasa tahun sebelumnya, PDRB Kota Surakarta tahunsekarang, dan PDRB Kota Surakarta tahun sebelumnya. Sedangkansisanya 5,5% oleh variabel lain.

Dengan uji signifikasi t test sebesar 4,64 untuk NTB sektorjasa tahun sebelumnya, 11 untuk PDRB Kota Surakarta dan –5,41untuk PDRB Kota Surakarta tahun sebelumnya. Berarti NTB sektorjasa tahun sebelumnya, PDRB Kota Surakarta dan PDRB KotaSurakarta tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap NTBjasa tahun sekarang. Dan uji F test menunjukkan nilai F hitung30,1. Sehingga model eksis digunakan untuk menganalisis NTBjasa tahun sekarang karena lebih besar dari F tabelnya (3,97).Hasil analisis nilai Durbin-Watson (DW) adalah sebesar 2,12. Denganregresor 4 dan jumlah sampel 13 maka nilai dL sebesar 0,574 dandu sebesar 2,094. Jadi tidak terjadi masalah autokorelasi padamodel.

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 148: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

148 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Hasil Perkiraan Berdasarkan Simple-E

Dengan menggunakan model persamaan di atas, NTB untukSektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 3,216 milyarrupiah pada tahun 2007 menjadi 2,630 milyar rupiah pada tahun2010, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar -1,63%. Sedangkansektor industri sebesar 1.804,768 milyar rupiah pada tahun 2007naik menjadi 2.243,944 milyar rupiah pada tahun 2010 denganpertumbuhan rata-rata sebesar 7,03%. Sementara itu untuk sektorjasa pada tahun 2007 sebesar 2.431,635 milyar rupiah naik menjadi2.958,079 milyar rupiah pada tahun 2010 dengan pertumbuhanrata-rata sebesar 5,88%. Sedangkan jumlahnya PDRB secarakeseluruhan juga naik yaitu dari 4.239,619 milyar rupiah padatahun 2007 dengan pertumbuhan 4,2% menjadi 5.204,653 milyarrupiah pada tahun 2010 dengan pertumbuhan 7,7% (tabel 5).

Prakiraan Kebutuhan Tenaga Kerja

Hasil Pemodelan

LA = 15,948 + 0,81819*LAG3.LA - 86,368*YA

(0,0149) (2,7) (-1,02)

+ 0,35992*LAG1.LA-1212,2*DUM.2006

(1,18) (-3,87)

LS: R.873; AR.8; DW2.18; F12; DF7(p5%R.69/F3.97/t2.36)

Tahun Sektor

2007 2008 2009 2010 Pertanian 3,216 3,170 2,975 2,630 Industri 1.804,768 1.929,608 2.074,745 2.243,944 Jasa 2.431,635 2.580,317 2.754,208 2.958,079 PDRB 4.239,619 4.513,095 4.831,928 5.204,653 Growth(%) 5,765 6,450 7,065 7,714

Sumber: Hasil Simulasi dari Program Simple E yang diolah.

Tabel 5. Perkiraan PDRB dan NTB Atas Dasar HargaKonstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2007-2010Model 1 (Milyar Rupiah)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 149: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

149

LM = 108719 - 0,32276*LAG2.LM - 58,748*YM +19,659*YT

(3,99) (-1,02) (-3,53) (2,71)

LS: R.872; AR.769; DW2.35; F8.5; DF5(p5%R.8/F5.05/t2.57)

LS = 78316 - 0,036973*LAG3.LS - 23,727*LAG1.YS

(4,42) (-,411) (-3,82)

+ 27,945*LAG2.YT + 21,543*YS

(7,7) (4,47)

LS: R.906; AR.831; DW3; F12.1; DF5(p5%R.8/F5.05/t2.57)

LT=LA+LM+LS

Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai nilai koefisiendeterminasi (R Square) adalah berturut-turut sebesar 0,873, 0,872dan 0,906. Yang berarti bahwa variabel independen dari setiapmodel mampu menjelaskan masing-masing 87,3%, 87,2% dan90,6% sedangkan sisanya oleh variabel lain. Berdasarkan ujisignifikasi dengan menggunakan uji t test menunjukkan bahwapenyerapan tenaga kerja sektor pertanian tiga tahun sebelumnyadan dummy 2006 berpengaruh signifikan terhadap penyerapantenaga kerja sektor pertanian tahun sekarang. Sedangkan NTBsektor industri tahun sekarang dan PDRB Kota Surakartaberpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektorindustri tahun sekarang. NTB sektor jasa tahun sebelumnya, PDRBKota Surakarta dua tahun sebelumnya dan NTB sektor jasa tahunsekarang berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerjasektor jasa tahun sekarang. Hal ini seperti ditunjukkan nilai t hitungyang lebih besar dari t tabel. Sementara dari uji F, dilihat dari nilaiF hitung maka semua model penyerapan tenaga kerja eksis untukmenganalisis variabel dependent karena nilai F hitung > F tabel.Yaitu sebesar 12 untuk penyerapan tenaga kerja sektor pertanian8,5 untuk penyerapan tenaga kerja sektor industri dan 12,1 untukpenyerapan tenaga kerja sektor jasa.

Sementara itu dari nilai Durbin Watson (DW) untuk modelpenyerapan tenaga kerja pertanian, industri dan jasa berturut-

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 150: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

150 Visi Perekonomian Indonesia 2030

turut adalah 2,18, 2,35 dan 3. Dimana jumlah regresor untuksektor pertanian, industri dan jasa adalah 4 dan jumlah sample 13maka diketahui bahwa nilai dL sebesar 0,574 dan du sebesar2,094. Dengan hasil tersebut maka dapat disimpulakan bahwatidak terjadi autokorelasi.

Hasil Perkiraan

Berdasarkan model di atas, pada periode 2007-2010 diketahuibahwa pada tahun 2007 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian,industri dan jasa berturut-turut sebesar 2.317, 63.265 dan 176.676orang, sedangkan pada akhir proyeksi (tahun 2010) penyerapantenaga kerja sektor pertanian dan jasa naik menjadi 2.488 dan196.277 orang, sedangkan sektor industri mengalami penurunanmenjadi 58.031 orang. Jika dilihat secara total maka penyerapantenaga kerja Kota Surakarta pada tahun 2007-2010 diperkirakanmengalami kenaikan. Pada tahun 2007 sebanyak 242.258 orangmenjadi 256.796 orang pada tahun 2010. Hal ini didorong jugaoleh kenaikan jumlah penduduk di Kota Surakarta, walupunpertumbuhan jumlah penyerpan tenaga kerja tidak sebesarpertumbuhan jumlah penduduk (tabel 6).

Perkiraan Angka Pengangguran (Model 1)

Prakiraan angka pengangguran dihitung secara sederhanasebagai selisih antara proyeksi angkatan kerja (sisi persediaan

Tahun Sektor

2007 2008 2009 2010 Pertanian 2.317 2.893 2.234 2.488 Industri 63.265 65.621 61.404 58.031 Jasa 176.676 183.792 188.431 196.277 Penyerapan Tenaga Kerja

242.258 252.305 252.069 256.796

Growth (%) 3,577 4,147 3,247 2,875 Sumber: Hasil Simulasi dari Program Simple E, diolah.

Tabel 6. Perkiraan Penyerapan Tenaga Kerja KotaSurakarta Tahun 2007-2010 (Model 1)

Keterangan

Angkatan KerjaGrowth(%)Penyerapan Tenaga KerjaGrowth(%)PengangguranSumber: Hasil Perhitungan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 151: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

151

tenaga kerja) dan perkiraan jumlah tenaga kerja yang dapat diserapoleh pertumbuhan ekonomi (sisi kebutuhan tenaga kerja) untuktahun yang sama. Seperti terlihat pada tabel 7, jumlah angkatankerja selama kurun waktu 2007-2010 selalu mengalami kenaikandengan persentase 1,88% per tahunnya. Pada awal proyeksi yaitutahun 2007 jumlah angkatan kerja sebanyak 258.147 orang danmeningkat menjadi 272.982 pada tahun 2010. Sementara itu jumlahpenyerapan tenaga kerja diperkirakan juga mengalami kenaikanyaitu pada tahun 2007 sebanyak 242.258 orang menjadi 256.796orang pada tahun 2010. Dengan demikian jumlah pengagguranpada awal proyeksi tahun 2007 diperkirakan sebanyak 15.889orang dan naik menjadi 16.185 orang pada tahun 2010.

Keterangan Model:

YT = - 389,58 + 0,0090316*LAG1.PDB

(-,539) (5,12)

LS: R.974; AR.959; DW2; F63.3; DF5(p5%R.76/F5.19/t2.57)

Pada PDRB total (YT) hanya dipengaruhi oleh PDB tahunsebelumnya dengan R Square 97,4%.

YM = - 1,7053 - 0,0041612*LAG4.YM -1,0054*YS

(-1,04) (-4,37) (-441) +1,0048*YT - 0,0012262*LAG3.YS

(596) (-2,49)

LS: R.915; AR.897; DW2.27; F48.7; DF9(p5%R.46/F3.86/t2.26)

Tahun Keterangan

2007 2008 2009 2010 Angkatan Kerja Growth(%)

258.147 1,88

263.000 1,88

267.944 1,88

272.982 1,88

Penyerapan Tenaga Kerja Growth(%)

242.258 3,577

252.305 4,147

252.069 3,247

256.796 2,875

Pengangguran 15.889 10.694 15.875 16.185 Sumber: Hasil Perhitungan, diolah.

Tabel 7. Perkiraan Angka Pengangguran Kota SurakartaTahun 2007-2010 (Model 1)

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 152: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

152 Visi Perekonomian Indonesia 2030

NTB Industri (YM) diasumsikan dipengaruhi oleh NTB Industri 4tahun sebelumnya, NTB Jasa, PDRB TotaL, serta NTB Jasa 3 tahunsebelumnya. Pada NTB IndustrI (YM) dari 4 variabel independen,semuanya signifikan, yaitu variabel NTB Industri 4 tahunsebelumnya, NTB Jasa, PDRB Total, serta NTB Jasa 3 tahunsebelumnya dengan R Square 91,5%

YS = 94,279 + 0,76183*LAG1.YS + 0,71271*YT

(,618) (4,64) (11)

- 0,60925*LAG1.YT

(-5,41)

LS: R.945; AR.914; DW2.12; F30.1; DF7(p5%R.69/F3.97/t2.36)

NTB Jasa (YS) diasumsikan dipengaruhi oleh NTB Industri tahunsebelumnya, PDRB Total, PDRB Total tahun sebelumnya. PadaNTB Jasa (YS) dari 3 variabel independen, yang signifikan 3 variabel,yaitu NTB Industri tahun sebelumnya, PDRB Total, PDRB Totaltahun sebelumnya, dengan R Square 94,5 %

NTBa,t = PDRB - NTBm,t – NTBs,t

LA = 15,948 + 0,81819*LAG3.LA - 86,368*YA

(0,0149) (2,7) (-1,02)

+ 0,35992*LAG1.LA- 1212,2*DUM.2006

(1,18) (-3,87)

LS: R.873; AR.8; DW2.18; F12; DF7(p5%R.69/F3.97/t2.36)

Penyerapan tenaga kerja Pertanian (LA) diasumsikan dipengaruhioleh tenaga kerja Pertanian 3 tahun sebelumnya, NTB pertaniandan dummy.2006.

Penyerapan tenaga kerja Pertanian (LA) dari 4 variabelindependent, yang signifikan 2 variabel, yaitu penyerapan tenagakerja Pertanian 3 tahun sebelumnya dan dummy.2006 dengan RSquare 87,3%.

LM = 108719 - 0,32276*LAG2.LM - 58,748*YM +19,659*YT

(3,99) (-1,02) (-3,53) (2,71)

LS: R.872; AR.769; DW2.35; F8.5; DF5(p5%R.8/F5.05/t2.57)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 153: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

153

Penyerapan tenaga kerja Industri (LM) diasumsikan dipengaruhioleh penyerapan tenaga kerja Industri 2 tahun sebelumnya, NTBIndustri dan PDRB total. Penyerapan tenaga kerja Industri (LM)dari 3 variabel independen, yang signifikan 2 variabel, yaitu NTBIndustri dan PDRB total dengan R Square 87,2%.

LS = 78316 - 0,036973*LAG3.LS - 23,727*LAG1.YS

(4,42) (-,411) (-3,82)

+27,945*LAG2.YT + 21,543*YS

(7,7) (4,47)

LS: R.906; AR.831; DW3; F12.1; DF5(p5%R.8/F5.05/t2.57)

Penyerapan tenaga kerja Jasa (LS) diasumsikan dipengaruhioleh penyerapan tenaga kerja jasa 3 tahun sebelumnya, NTB jasatahun sebelumnya, PDRB total 2 tahun sebelumnya dan NTB Jasa.Penyerapan tenaga kerja Jasa (LS) dari 4 variabel independen,yang signifikan 3 variabel, yaitu NTB jasa tahun sebelumnya, PDRBtotal 2 tahun sebelumnya dan NTB Jasa dengan R Square 90,6%.

LT=LA+LM+LS

Perkiraan Permintaan/Kebutuhan Tenaga Kerja (Model 2)

Analog dengan model 1, namun dengan asumsi yang berbedasebagai berikut

• PDRB Total (YT) diasumsikan dipengaruhi oleh variabel PDB,PDB tahun sebelumnya dan 4 tahun sebelumnya sertadummy.2001

• NTB Industri (YM) diasumsikan dipemgaruhi oleh variabelNTB Industri 4 tahun sebelumnya, NTB Jasa sekarang dan 3tahun sebelumnya serta PDRB Total

• NTB Jasa (YS) diasumsikan dipengaruhi oleh variabel NTBIndustri tahun sebelumnya, PDRB total, PDRB Total tahunsebelumnya

• Penyerapan tenaga kerja Pertanian (LA) diasumsikandipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja Pertanian tahun

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 154: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

154 Visi Perekonomian Indonesia 2030

sebelumnya dan 3 tahun sebelumnya, NTB Pertanian tahunsebelumnya, dan dummy.2002.2005

• Penyerapan tenaga kerja Industri (LM) diasumsikandipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja Industri tahunsebelumnya, NTB Industri dan dummy.1999.2006

• Penyerapan tenaga kerja Jasa (LS) diasumsikan dipengaruhioleh penyerapan tenaga kerja Jasa 2 tahun sebelumnya,NTB Jasa dan dummy.1999

Hasil Perkiraan Berdasarkan Simple-E

Dengan menggunakan model persamaan di atas, NTB untukSektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 2,907 milyarrupiah pada tahun 2007 menjadi 2,458 milyar rupiah pada tahun2010. Sedangkan sektor industri sebesar 1.768,326 milyar rupiahpada tahun 2007 naik menjadi 2.027,944 milyar rupiah pada tahun2010. Sementara itu untuk sektor jasa pada tahun 2007 sebesar2.472,970 milyar rupiah naik menjadi 3.031,110 milyar rupiah padatahun 2010 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,5%.Sedangkan jumlahnya PDRB secara keseluruhan juga naik yaitudari 4.244,202 milyar rupiah pada tahun 2007 dengan pertumbuhan4,3% menjadi 5.061,513 milyar rupiah pada tahun 2010 denganpertumbuhan 5,5% (tabel 8).

Tahun

Keterangan 2007 2008 2009 2010

Pertanian 2,907 2,832 2,613 2,458 Industri 1.768,326 1.848,466 1.941,449 2.027,944 Jasa 2.472,970 2.647,819 2.851,452 3.031,110 PDRB 4.244,202 4.499,117 4.795,514 5.061,513 Growth(%) 4,343 6,006 6,588 5,547

Sumber: Hasil Simulasi dari Program Simple E, diolah.

Tabel 8. Perkiraan PDRB dan NTB Atas Dasar HargaKonstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2007-2010Model 2 (Milyar Rupiah)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 155: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

155

Prakiraan Kebutuhan Tenaga Kerja

Hasil Pemodelan

LA = 4239,4 - 1,1355*LAG3.LA - 59,351*LAG1.YA

(4,49) (-3,66) (-1,54)

+ 0,29005*LAG1.LA + 908,26*DUM.2002.2005

(1,16) (4,89)

LS:R.804; AR.674; DW2.86; F6.2; DF6(p5%R.75/F4.39/t2.45/Rho.59)

LM = 50885 + 0,4907*LAG1.LM - 10,529*YM

(2,79) (2,53) (-2,16)

- 9425*DUM.1999.2006

(-3,28)

LS: R.816; AR.755; DW2.91; F13.3; DF9(p5%R.55/F3.63/t2.26/Rho.54)

LS = 11105 + 0,65122*LAG2.LS + 22,717*YS

(,357) (4,95) (2,77)

+ 21316*DUM.1999

(3,32)

LS: R.813; AR.743; DW1.99; F11.6; DF8(p5%R.59/F3.84/t2.31)

LT=LA+LM+LS

Hasil analisis memperlihatkan bahwa nilai nilai koefisiendeterminasi (R Square) adalah berturut-turut sebesar 0,804, 0,816dan 0,813 ; yang berarti bahwa variabel independen dari setiapmodel mampu menjelaskan masing-masing 80,4%, 81,6% dan81,3% sedangkan sisanya oleh variabel lain. Berdasarkan ujisignifikasi dengan menggunakan uji t test menunjukkan bahwapenyerapan tenaga kerja sektor pertanian tiga tahun sebelumnyadan dummy 2002.2005 berpengaruh signifikan terhadap penyerapantenaga kerja sektor pertanian tahun sekarang. Sedangkan

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 156: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

156 Visi Perekonomian Indonesia 2030

penyerapan tenaga kerja sektor industri tahun sebelumnya dandummy 1999.2006 berpengaruh signifikan terhadap penyerapantenaga kerja sektor industri tahun sekarang.

NTB sektor jasa dua tahun sebelumnya, NTB sektor jasa tahunsekarang dan dummy.1999 berpengaruh signifikan terhadappenyerapan tenaga kerja sektor jasa tahun sekarang. Hal ini sepertiditunjukkan nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel. Sementaradari uji F, dilihat dari nilai F hitung maka semua model penyerapantenaga kerja eksis untuk menganalisis variabel dependent karenanilai F hitung > F tabel (yaitu sebesar 6,2 untuk penyerapantenaga kerja sektor pertanian 13,3 untuk penyerapan tenaga kerjasektor industri dan 11,6 untuk penyerapan tenaga kerja sektorjasa).

Sementara itu dari nilai Durbuin Watson (DW) untuk modelpenyerapan tenaga kerja pertanian, industri dan jasa berturut-turut adalah 2,86, 2,91 dan 1,99. Dimana jumlah regresor untuksektor pertanian, adalah 4 sedangkan sektor industri dan jasa 3dan jumlah sample 13. Dengan hasil tersebut maka dapatdisimpulakan bahwa tidak terjadi autokorelasi.

Hasil Perkiraan

Berdasarkan model di atas, pada periode tahun 2007-2010diketahui bahwa pada tahun 2007 penyerapan tenaga kerja sektorpertanian, industri dan jasa berturut-turut sebesar 1.875, 60.334dan 176.357 orang. Sedangkan pada akhir proyeksi yaitu tahun2010 penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan jasa naikmenjadi 2.706 dan 200.571 orang, sedangkan sektor industrimengalami penurunan menjadi 59.167 orang. Jika dilihat secaratotal maka penyerapan tenaga kerja Kota Surakarta pada tahun2007-2010 diperkirakan mengalami kenaikan. Pada tahun 2007sebanyak 238.565 orang menjadi 262.444 orang pada tahun 2010.Hal ini didorong juga oleh kenaikan jumlah penduduk di KotaSurakarta, walupun pertumbuhan jumlah penyerpan tenaga kerjatidak sebesar pertumbuhan jumlah penduduk (tabel 9).

Keterangan

PertanianIndustriJasa Penyerapan TK Growth (%)

Sumber: Hasil Simulasi dari Program Simple E, diolah.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 157: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

157

Perkiraan Angka Pengangguran (Model 2)

Prakiraan angka pengangguran dihitung secara sederhanasebagai selisih antara proyeksi angkatan kerja (sisi persediaantenaga kerja) dan perkiraan jumlah tenaga kerja yang dapat diserapoleh pertumbuhan ekonomi (sisi kebutuhan tenaga kerja) untuktahun yang sama.

Seperti terlihat pada tabel 10, jumlah angkatan kerja selamakurun waktu 2007-2010 selalu mengalami kenaikan denganpersentase 1,88% per tahunnya. Pada awal proyeksi yaitu tahun2007 jumlah angkatan kerja sebanyak 258.147 orang dan meningkatmenjadi 272.982 pada tahun 2010. Sementara itu jumlahpenyerapan tenaga kerja diperkirakan juga mengalami kenaikanyaitu pada tahun 2007 sebanyak 238.565 orang menjadi 262.444

Tahun

Keterangan 2007 2008 2009 2010

Pertanian 1.875 1.736 2.585 2.706 Industri 60.334 61.029 60.390 59.167 Jasa 176.357 185.206 190.727 200.571 Penyerapan TK

238.565 247.970 253.703 262.444

Growth (%) 1,998 3,942 2,312 3,445 Sumber: Hasil Simulasi dari Program Simple E, diolah.

Tahun Keterangan

2007 2008 2009 2010 Ang. Kerja Growth(%)

258.147 1,88

263.000 1,88

267.944 1,88

272.982 1,88

Penyerapan TK Growth(%)

238.565 1,998

247.970 3,942

253.703 2,312

262.444 3,445

Pengangguran 19.581 15.030 14.241 10.538 Sumber: Hasil Perhitungan, diolah.

Tabel 9. Perkiraan Penyerapan Tenaga Kerja KotaSurakarta Tahun 2007-2010 (Model 2)

Tabel 10.Perkiraan Angka Pengangguran Kota SurakartaTahun 2007-2010 (Model 2)

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 158: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

158 Visi Perekonomian Indonesia 2030

orang pada tahun 2010. Dengan demikian jumlah pengagguranpada awal proyeksi tahun 2007 diperkirakan sebanyak 19.581orang dan 10.538 orang pada tahun 2010.

KESIMPULAN

Simpulan

Berdasarkan analisis diskripsi dengan menggunakan tipologi kotasesuai dengan modul perencanaan tenaga kerja (PTKNDepnakertrans RI 2005), serta model elastisitas dan Simple-E dapatdisimpulkan bahwa Kota Surakarta termasuk tipologi jasa. Elastisitaskesempatan kerja sektor pertanian 0,56 %; sektor industri 0,20%; sektor jasa 0,45 %, dan elastisitas total 0,32 %. Dari modelSimple-E, sampai tahun 2010 masih terdapat pengangguran dikota Surakarta. Sektor industri dan jasa masih merupakan sektorpotensial untuk menyerap tenaga kerja, guna mengurangipengangguran.

Saran Kebijakan

• Diperlukan kebijakan investasi dari Pemerintah Kota di sektorjasa, meliputi Perdagangan, Pengangkutan & Komunikasi,Keuangan, Persewaan & Jasa .

• Sektor industri pengolahan, listrik gas dan air minum sertabangunan potensinya terus menerus perlu pula ditingkatkandalam rangka menyerap tenaga kerja, terutama industri kecildan menengah yang ramah tenaga kerja.

• Diperlukan kebijakan pembinaan dan pelatihan ketenagakerjaanbaik formal, informal dan non formal kepada calon tenaga kerjaserta mereka yang bekerja.

• Perluasan kebijakan kesempatan kerja sektor pariwisata.

• Diperlukan kebijakan perluasan pengiriman tenaga kerja ke luarnegeri.

• Terciptanya peraturan tentang tanggunjawab sosial bagipengusaha terhadap lingkungan sekitar (Corporate SocialResponsibility) guna mengurangi pengangguran.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 159: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

159

• Terciptanya hubungan industrial yang kondusif dandiberlakukannya undang-undang ketenagakerjaan secarakomprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Ananta, A. (1990). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta:Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Depnaker RI. (2004). “Bahan Sosialisasi Perencanaan Tenaga Kerja.Balitfo. Jakarta.

Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta. Program dan Kegiatan DinasTenaga Kerja Tahun 2003-2008.

Elfindri, N. B. (2004). Ekonomi Ketenagakerjaan. Andalas UniversityPadang.

McConnel, C.R.& Brue, S.L. (1989). Contemporary LaborEconomics. Boston: McGraw-hill.

McEachern, W A. (2000). Economics: A ContemporaryIntroduction. Washington: South-Western College Publishing,Thomson Learning.

Psacharopoulus, G. & Wooddhall, M. (1985). Education ForDevelopment An Analysis of Invesment Choiches. Washington:Oxford University Press.

Pemerintah Kota Surakarta Dinas Tenaga Kerja. (2006). ProfilKetenagakerjaan Tahun 2005.

——————. (2007). Prrofil Ketenagakerjaan Tahun 2006.

Pemerintah Kota Surakarta. (2003). Rencana Strategis KotaSurakarta 2003-2008

Suroto. (1992). Strategi Pembangunan dan PerencanaanKesempatan Kerja. UGM Press. Jogyakarta.

Suryadi, A . (1992). Hubungan Antara Pendidikan Ekonomi DanPengangguran Tenaga Kerja Terdidik.LDFE UI dan ISEI. Jakarta.

Perencanaan Tenaga Kerja Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 160: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

160 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Sutomo. (1997). Perencanaan Tenaga Kerja Propinsi Jawa Tengah1998-2002. Bappeda Jawa Tengah-UNS. Semarang.

————. (1998). Perencanaan Tenaga Kerja Kabupaten Boyolali1998-2002. Bappeda Boyolali – Pusat Studi Kependudukan UNS.

Undang-Undang Nomor 13 Republik Indonesia Tahun 2003. TentangKetenagakerjaan. Depnaker RI Jakarta.

Wachtel, M. H. (1984). Labor and the Economy. Boston: DrydenPress.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 161: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

161

PENDAHULUAN

Karakteristik suatu daerah biasanya mempengaruhi komposisipenerimaan Pendapatan Asli Daerah. Daerah yang lebih bersifatrural (pedesaan) biasanya struktur PAD-nya didominasi olehkomponen Retribusi Daerah, sebaliknya daerah yang lebih bersifaturban (perkotaan), komponen penerimaan dari pajak daerah lebihmendominasi.

Kondisi daerah dengan produk-produk unggulan bidang pertaniandalam arti luas muncul jenis-jenis retribusi yang berkaitan denganproduk pertanian itu, misalnya retribusi hasil penjualan produkpertanian atau retribusi hasil penjualan produk perikanan. Demikianpula suatu daerah yang memiliki unggulan bidang peternakanmisalnya penghasil daging atau susu, menjadi kuat dalam retribusirumah potong hewan.

Namun daerah yang memiliki unggulan bidang jasa, sepertidaerah-daerah kota memiliki kekuatan penerimaan pajak hotel,pajak restoran, pajak reklame dan pajak hiburan. Maka penerimaandi komponen pajak daerah akan lebih menonjol. Sedangkan daerah-daerah yang sedang berkembang dari agraris ke jasa atau industrilebih mengandalkan pada penerimaan retribusi pasar, retribusiterminal, dan penerimaan dari bidang perparkiran (gabungan pajakparkir, retribusi parkir di tepi jalan umum, dan retribusi tempatkhusus parkir).

Untuk melihat lebih mendalam kinerja masing-masing jenis pajakdaerah, maka perlu dilakukan analisis kinerja pajak daerah. Analisiskinerja Pajak Daerah itu meliputi: analisis pertumbuhan, analisis

MODEL KINERJA DAN POTENSIPAJAK DAERAH

SUMARDIDWI PRASETYANI

7

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 162: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

162 Visi Perekonomian Indonesia 2030

kontribusi/ sumbangan, analisis rasio pengumpulan, analisis rasiocakupan, dan analisis status kinerja. Analisis-analisis ini merupakanstandar baku analisis yang juga telah digunakan untuk menganalisiskinerja PAD, dan analisis kinerja komponen PAD.

ANALISIS KINERJA PAJAK DAERAH

Analisis kinerja Pajak Daerah ini antara lain dapat digunakanuntuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

• Bagaimana perkembangan masing-masing jenis pajak daerahdari tahun ke tahun, jenis-jenis pajak daerah apa saja yangmengalami peningkatan terus menerus dan jenis-jenis pajakdaerah apa saja yang mengalami penurunan terus menerus,atau jenis-jenis pajak daerah apa saja yang perkembangannyabersifat fluktuatif ?

• Bagaimana perbandingan besar rata-rata perkembangan pertahun masing-masing jenis pajak daerah pada periode tertentu,dan manakah jenis-jenis pajak daerah yang memilikiperkembangan relatif tinggi dan juga jenis-jenis pajak daerahmana yang pertumbuhannya relatif rendah ?

• Bagaimana perkembangan kontribusi masing-masing jenis pajakdaerah terhadap total Pajak Daerah dari tahun ke tahun, jenis-jenis pajak daerah apa saja yang memiliki kontribusi cenderungmeningkat dan jenis-jenis pajak daerah mana saja yangkontribusinya justru mengalami penurunan?

• Bagaimana perbandingan besar kontribusi atau sumbanganmasing-masing jenis pajak daerah pada pembentukan totalPajak Daerah, dan manakah jenis-jenis pajak daerah yangmemiliki sumbangan relatif besar atau jenis-jenis pajak daerahmana yang sumbangannya relatif kecil?

• Seberapa besar tingkat pencapaian realisasi masing-masingjenis pajak daerah berdasarkan target yang ditetapkan daritahun ke tahun atau seberapa besar rasio pengumpulan(collection ratio) masing-masing jenis pajak daerah itu?

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 163: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

163

• Seberapa besar tingkat cakupan realisasi masing-masing jenispajak daerah berdasarkan potensi yang dimiliki masing-masingjenis pajak daerah itu atau berapa besar rasio cakupan (coverageratio) masing-masing jenis pajak daerah?

• Bagaimana status kinerja masing-masing jenis pajak daerah ituberdasarkan pertimbangan rasio pertumbuhan dan rasio proporsi,jenis-jenis pajak manakah yang memiliki status kinerja prima,berkembang, potensial dan terbelakang?

Analisis Perkembangan Pajak Daerah

Analisis perkembangan pajak daerah ini dimaksudkan untukmengetahui perkembangan masing-masing jenis pajak daerah danmengetahui seberapa besar perkembangan masing-masing jenispajak daerah itu serta membandingkan kinerja perkembangan antarmasing-masing jenis pajak daerah. Perkembangan jenis-jenis pajakdaerah itu menggunakan rumus pertumbuhan secara umum sebagaiberikut:

Dimana :Growth Pajak Daerah X : perkembangan Pajak Daerah X

tahun ke n.Pajak DaerahXn : nilai pajak daerah X pada tahun ke

n.Pajak DaerahXn-1 : nilai pajak daerah X pada tahun ke

n-1

Formula di atas digunakan untuk menghitung perkembanganmasing-masing jenis pajak daerah dari tahun ke tahun, sehinggadapat dibandingkan perkembangan masing-masing jenis pajakdaerah, apakah suatu jenis pajak daerah itu mengalamiperkembangan terus meningkat, atau terus menurun, ataupunfluktuatif. Disamping perkembangannya dari tahun ke tahun, analisis

Growth Pajak Daerah X = ( )

1

1

−−

n

nn

hXPajakDaerahXPajakDaerahXPajakDaera

x 100 %

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 164: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

164 Visi Perekonomian Indonesia 2030

perkembangan itu juga dapat menampilkan besaran rata-rataperkembangan, sehingga dapat dibandingkan jenis-jenis pajakdaerah mana yang memiliki pertumbuhan rata-rata relatif tinggi,dan jenis-jenis pajak daerah mana yang rata-rata pertumbuhannyarelatif rendah. Selain itu dengan menganalisis kinerja dari tahun ketahun maka akan dapat dijelaskan juga laju perkembangan masing-masing jenis pajak daerah, maksudnya apakah besar angkaperkembangan dari tahun ke tahun cenderung meningkat, ataubesar angka perkembangan dari tahun ke tahun cenderungmenurun. Data-data hipotetis dalam tabel 1. berikut ini adalahperkembangan realisasi Pajak Daerah di Kabupaten Y selama Tahun2003 – 2006 (ribuan rupiah).

Ada tujuh jenis pajak daerah Kabupaten yang disebutkan dalamUndang-undang Nomor 34 Tahun 2000, dan Kabupaten Y dapatmengelola ketujuh jenis pajak daerah itu. Jenis-jenis pajak daerahdi Kabupaten Y memiliki kecenderungan meningkat selama kurunwaktu 2003 – 2006. Pajak Restoran meningkat dari tahun ke

No Uraian 2003 2004 2005 2006

1 Pajak Hotel 26,820 29,650 32,790 32,270

2 Pajak Restoran 106,228 186,677 230,053 246,870

3 Pajak Hiburan 56,726 47,617 41,610 42,975

4 Pajak Reklame 640,765 754,563 889,819 1,035,985

5 Pajak Pen.Jalan 8,465,748 10,240,387 10,703,397 12,169,551

6 Pajak P.B.G. Gol C 14,859 12,550 8,100 10,218

7 Pajak Parkir 4,743 13,200 14,951 18,086

Pajak Daerah 9,315,887 11,284,646 11,920,720 13,555,956

Sumber

:

BPKD Kabupaten Y, Tahun 2003 - 2006, diolah

Keterangan : Analisis dimulai tahun 2003, karena pemisahan Pajak Hotel dan Pajak Restoran baru dilakukan oleh Kabupaten Y pada tahun 2003.

Tabel 1. Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Y Tahun 2003 –

2006 (Ribuan Rupiah)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 165: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

165

tahun, dimana pada tahun 2003 besarnya mencapai Rp.106.227.788,- meningkat dari tahun ke tahun sampai menjadisebesar Rp. 246.870.032,-. Pajak reklame juga mengalamiperkembangan terus menerus, demikian pula Pajak PeneranganJalan, selama kurun waktu 2003 – 2006 dari tahun ke tahunmengalami peningkatan.

Pajak parkir yang merupakan pungutan relatif baru jugamenunjukkan peningkatan yang menggembirakan dimana padatahun 2003 baru dapat direalisir sebesar Rp. 4.743.000,- danpada tahun 2006 mengalami peningkatan dengan angka pencapaiansebesar Rp. 18.086.500,-. Beberapa jenis pajak daerah yangperkembangannya kurang menggembirakan adalah Pajak Hiburandan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Pajak Hiburanmengalami kecenderungan turun terutama selama tahun 2003 –2005, walaupun tahun 2006 sedikit meningkat lagi. Pola yangsama dialami oleh Pajak Pengambilan bahan galian golongan C,dimana selama 2003 – 2005 mengalami penurunan, dan meningkatpada tahun 2006.

No Uraian 2004 2005 2006 Rata-rata

1 Pajak Hotel 10.55 10.59 (1.59) 6.52

2 Pajak Restoran 75.73 23.24 7.31 35.43

3 Pajak Hiburan (16.06) (12.62) 3.28 (8.46)

4 Pajak Reklame 17.76 17.93 16.43 17.37

5 Pajak Pen. Jalan 20.96 4.52 13.70 13.06

6 Pajak P.B.G. Gol C (15.54) (35.46) 26.15 (8.28)

7 Pajak Parkir 178.30 13.27 20.97 70.85

Pajak Daerah 21.13 5.64 13.72 13.50

Sumber

:

BPKD Kabupaten Y, Tahun 2003 - 2006, diolah

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan angka negatif

Tabel 2. Perkembangan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten

Y Tahun 2004 – 2006 (Persen)

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 166: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

166 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Analisis perkembangan masing-masing jenis pajak daerah itudapat dihitung dengan menggunakan formula pertumbuhan,sehingga berdasarkan tabel 1. itu setelah dilakukan perhitunganperkembangan hasilnya menjadi tabel 2.

Tabel 2. di atas menjelaskan bahwa perkembangan pajak hotelmeningkat selama tahun 2004 – 2005, dan menurun pada tahun2006. Sebagaimana dijelaskan didepan bahwa pajak restoran terusmeningkat dari tahun ke tahun, namun jika dilihat dari angkapertumbuhannya, dari tahun ke tahun angka pertumbuhan pajakrestoran ini menurun, bahkan pada tahun 2006 peningkatannyatinggal sebesar 7,31 persen.

Perkembangan pajak reklame relatif tetap dengan angka rata-rata sebesar 17,37 persen per tahun. Sementara itu perkembanganpajak parkir meskipun terus menerus meningkat, tetapi angkapeningkatan pajak parkir itu berfluktuasi. Demikian pula pajakpenerangan jalan, memiliki angka peningkatan yang berfluktuasi.

Dua jenis pajak daerah yang memiliki perkembangan rata-ratanegatif yaitu Pajak Hiburan dengan pertumbuhan rata-rata – 8,46persen per tahun dan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan Cdengan pertumbuhan rata-rata – 8,28 persen per tahun.Pertumbuhan rata-rata negatif itu dikarena kedua jenis pajak daerahitu terus menerus menurun pada tahun 2004 dan 2005.

Dengan demikian pertanyaan pertama dalam analisis kinerjapajak daerah ini yang berbunyi: Bagaimana perkembangan masing-masing jenis pajak daerah dari tahun ke tahun, jenis-jenis pajakdaerah apa saja yang mengalami peningkatan terus menerus danjenis-jenis pajak daerah apa saja yang mengalami penurunan terusmenerus, atau jenis-jenis pajak daerah apa saja yangperkembangannya bersifat fluktuatif ? dan pertanyaan kedua yangberbunyi: Bagaimana perbandingan besar rata-rata perkembanganper tahun masing-masing jenis pajak daerah pada periode tertentu,dan manakah jenis-jenis pajak daerah yang memiliki perkembanganrelatif tinggi dan juga jenis-jenis pajak daerah mana yang

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 167: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

167

pertumbuhannya relatif rendah ? masing-masing dapat dijawabdengan penjelasan bahwa :

• Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki kecenderungan meningkatterus dari tahun ke tahun selama kurun waktu tahun 2004 –2006 adalah pajak restoran, pajak reklame, pajak peneranganjalan dan pajak parkir.

• Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki kecenderungan menurunadalah pajak hiburan dan pajak pengambilan bahan galiangolongan C, dimana penurunan terjadi pada tahun 2004 dan2005, sementara tahun 2006 sedikit meningkat.

• Jenis pajak hotel pada tahun 2004 dan 2005 mengalamipeningkatan, namun pada tahun 2006 pajak daerah ini mengalamipenurunan.

• Perkembangan pajak restoran yang terus meningkat itu, tetapimeningkat dengan angka peningkatan yang dari tahun ke tahunmengalami penurunan.

• Pajak penerangan jalan dan pajak parkir yang terus menerusmeningkat, memiliki angka pertumbuhan yang fluktuatif menuruntajam pada tahun 2005 dan sedikit meningkat lagi pada tahun2006, sementara itu perkembangan pajak reklame terusmeningkat dengan angka yang relatif tetap.

• Rata-rata perkembangan per tahun untuk pajak hotel, restoran,reklame, penerangan jalan dan parkir positif, yang berarti setiaptahun ada kecenderungan meningkat,

• Rata-rata perkembangan per tahun untuk pajak hiburan danpajak pengambilan bahan galian golongan C negatif, yang berartisetiap tahun jenis pajak daerah ini ada kecenderungan menurun,

• Dari beberapa jenis pajak daerah yang rata-rata tumbuh positif,pajak parkir memiliki pertumbuhan paling tinggi (diatas 50persen), kemudian pajak restoran (diatas 30 persen), disusulpajak reklame dan pajak penerangan jalan (diatas 10 persen)dan terakhir pajak hotel (diatas 5 persen).

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 168: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

168 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Analisis Kontribusi Pajak Daerah

Analisis kontribusi pajak daerah ini dimaksudkan untukmengetahui sumbangan atau kontribusi masing-masing jenis pajakdaerah pada pembentukan total pajak daerah atau dengan katalain analisis kontribusi ini untuk mengetahui bagaimana strukturpajak daerah di suatu daerah.

Analisis kontribusi pajak daerah itu dapat dihitung dengan formulakontribusi secara umum sebagai berikut:

Dimana :Kontribusi Pajak DaerahX : kontribusi jenis pajak daerah X

terhadap total pajak daerah padatahun ke n.

Pajak Daerah Xn : nilai jenis pajak daerah X padatahun ke n.

Total Pajak Daerahn : nilai Total Pajak Daerah tahun ken.

Dengan formula kontribusi di atas dapat dilakukan perhitungansumbangan masing-masing jenis pajak daerah terhadappembentukan total pajak daerah. Hasil perhitungan analisiskontribusi dapat digunakan untuk menjelaskan jenis pajak daerahmana yang memberikan sumbangan paling besar atau jenis pajakdaerah yang sumbangannya paling kecil. Analisis kontribusi itujuga dapat menjelaskan kenapa tiba-tiba kontribusi suatu jenispajak daerah meningkat dengan drastis pada suatu tahun tertentuatau sebaliknya tiba-tiba merosot pada suatu tahuntertentu.Berikut ini adalah contoh 2. Data yang digunakan padacontoh 2 ini adalah tabel 1 di depan. Hasil perhitungan contoh 2.dengan menggunakan rumus kontribusi itu menunjukkan bahwamasing-masing jenis pajak daerah menyumbang total pajak daerahseperti terlihat pada tabel 3.

Kontribusi Pajak DaerahX = n

n

DaerahTotalPajakhXPajakDaera

x 100 %

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 169: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

169

Kontribusi terbesar jenis pajak daerah terhadap pembentukantotal pajak daerah di Kabupaten Y selama tahun 2003 – 2006ternyata ada pada pajak penerangan jalan, bahkan sumbanganjenis pajak penerangan jalan ini mencapai angka kurang lebih 90persen. Sisanya kurang lebih tinggal 10 persen berasal dari 6pajak daerah lainnya, sehingga dapat dipastikan bahwa kontribusimasing-masing jenis pajak daerah lainnya relatif kecil.

Dominasi sumbangan pajak penerangan jalan ini selama kurunwaktu 2003 – 2006 ada kecenderungan menurun. Hal ini jugadapat diartikan berarti sumbangan jenis pajak daerah yang laindapat kebih meningkat. Dari jenis-jenis pajak daerah di luar pajakpenerangan jalan, pajak reklame memiliki kontribusi paling tinggi(di atas 5 persen). Sedangkan kontribusi jenis pajak daerah lainnya,seperti pajak hotel, restoran, hiburan, pengambilan bahan galiangolongan C dan parkir masing-masing memiliki sumbangan kurangdari 2 persen. Bahkan untuk pajak hotel, pajak hiburan, pajakpengambilan bahan galian golongan C dan pajak parkir memilikikontribusi masing-masing kurang dari 1 persen. Atau hanya pajakrestoran saja yang memiliki kontribusi dibawah 5 persen tetapilebih dari 1 persen.

No Uraian 2003 2004 2005 2006

1 Pajak Hotel 0.29 0.26 0.28 0.24

2 Pajak Restoran 1.14 1.65 1.93 1.82

3 Pajak Hiburan 0.61 0.42 0.35 0.32

4 Pajak Reklame 6.88 6.69 7.46 7.64

5 Pajak Pen.Jalan 90.87 90.75 89.79 89.77

6 Pajak P.B.G. Gol C 0.16 0.11 0.07 0.08

7 Pajak Parkir 0.05 0.12 0.13 0.13

Pajak Daerah 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber : BPKD Kabupaten Y, Tahun 2003 - 2006, diolah.

Tabel3. Kontribusi Jenis Pajak Daerah Kabupaten Y Tahun

2003 – 2006 (Persen)

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 170: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

170 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Perkembangan kontribusi jenis pajak daerah yang cenderungmeningkat adalah pajak restoran dan pajak reklame serta pajakparkir. Kontribusi pajak restoran meningkat dari tahun 2003 – 2005,meskipun kemudian pada tahun 2006 sedikit mengalami penurunan.Perkembangan kontribusi pajak restoran menurun pada tahun 2004dan dua tahun berikutnya 2005 dan 2006 kontribusi jenis pajakdaerah ini mengalami peningkatan. Kontribusi pajak parkir meskipunkecil tetapi selama tahun 2003 – 2005 mengalami peningkatandan kontribusinya tetap pada tahun 2006 (sama dengan tahun2005).

Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki perkembangan kontribusicenderung menurun adalah pajak hiburan dan pajak pengambilanbahan galian golongan C. Selama kurun waktu 2003 – 2006kontribusi pajak hiburan pada total pajak daerah itu terus menerusmenurun. Sedangkan kontribusi pengambilan bahan galian golonganC menurun dari tahun 2003 – 2005, namun pada tahun 2006kontribusinya sedikit meningkat.

Dengan hasil analisis kontribusi ini maka pertanyaan ketiga yangberbunyi: Bagaimana perkembangan kontribusi masing-masing jenispajak daerah terhadap total Pajak Daerah dari tahun ke tahun,jenis-jenis pajak daerah apa saja yang memiliki kontribusi cenderungmeningkat dan jenis-jenis pajak daerah mana saja yangkontribusinya justru mengalami penurunan? dan pertanyaankeempat yang berbunyi: Bagaimana perbandingan besar kontribusiatau sumbangan masing-masing jenis pajak daerah padapembentukan total Pajak Daerah, dan manakah jenis-jenis pajakdaerah yang memiliki sumbangan relatif besar atau jenis-jenis pajakdaerah mana yang sumbangannya relatif kecil?, dapat dijawabdengan penjelasan sebagai berikut:

• Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki kontribusi cenderungmeningkat adalah pajak restoran, pajak reklame dan pajak parkirdengan perilaku berbeda satu dengan yang lain, dimanaperkembangan kontribusi pajak restoran meningkat tahun 2003– 2005 menurun tahun 2006, kontribusi pajak reklame menurun

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 171: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

171

tahun 2004 dan terus meningkat dua tahun berikutnya, sedangpajak parkir terus meningkat pada tahun 2003 – 2005 dantetap bertahan pada tahun 2006.

• Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki kontribusi cenderungmenurun adalah pajak hiburan, pajak penerangan jalan danpajak pengambilan bahan galian golongan C. Perkembangankontribusi pajak hiburan dan pajak penerangan jalan dari tahunke tahun terus menerus menurun, sedangkan kontribusi pajakpengambilan bahan galian golongan C menurun sampai dengantahun 2005 dan sedikit meningkat di tahun 2006,

• Dominasi pajak penerangan jalan pada pembentukan total pajakdaerah sangat mantap karena angka kontribusinya hampir tidakberubah dari angka 90 persen,

• Dari jenis-jenis pajak daerah di luar pajak penerangan jalan,kontribusi terbesar dimiliki oleh pajak reklame dengan kontribusidiatas 5 persen, kemudian disusul pajak restoran dengankontribusi diatas 1 persen.

No Uraian 2003 2004 2005 2006

1 Pajak Hotel 20,500 26,250 30,450 32,000

2 Pajak Restoran 102,000 143,000 196,500 230,000

3 Pajak Hiburan 44,000 38,000 38,000 42,000

4 Pajak Reklame 575,000 675,000 853,110 1,000,000

5 Pajak Pen.Jalan 7,900,880 9,744,000 10,260,000 11,280,000

6 Pajak P.B.G. Gol C 12,000 12,500 8,000 8,000

7 Pajak Parkir 4,000 10,500 13,000 15,500

Pajak Daerah 8,658,380 10,649,250 11,399,060 12,607,500

Sumber : BPKD Kabupaten Y, Tahun 2003 - 2006, diolah.

Tabel 4.Target Pajak Daerah Kabupaten Y Tahun 2003 –

2006 (Ribuan Rupiah)

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 172: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

172 Visi Perekonomian Indonesia 2030

• Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki kontribusi padapembentukan total pajak daerah dibawah 1 persen adalah pajakhotel, pajak hiburan, pajak pengambilan bahan galian golonganC dan pajak parkir, bahkan kontribusi masing-masing jenis pajakitu kurang dari 0,5 persen.

Analisis Rasio Pengumpulan Pajak Daerah

Analisis rasio pengumpulan (collection ratio) pajak daerahdimaksudkan untuk mengetahui tingkat pencapatan realisasimasing-masing jenis pajak daerah didasarkan pada target-targetyang telah ditetapkan sebelumnya. Rasio pengumpulan ini jugamenunjukkan efektivitas penarikan masing-masing jenis pajakdaerah. Rasio pengumpulan ini dapat dihitung dengan formulasebagai berikut:

Dimana :CLR Pajak DaerahX : rasio pengumpulan jenis-jenis pajak

daerah,Realisasi Pajak DaerahX : nilai realisasi jenis pajak daerah X.Target Pajak Daerah X : nilai target jenis pajak daerah X.

Rasio pengumpulan ini juga mengukur tingkat efektivitaspencapaian suatu jenis pajak daerah. Nilai batas (rule of thumbs)rasio pengumpulan ini adalah 100 persen, dimana kalau nilai CLRlebih besar dari 100 persen (CLR > 100 %) berarti tingkatpencapaian jenis pajak daerah itu efektif, dan sebaliknya jika nilaiCLR kurang dari 100 persen, dapat diartikan bahwa tingkatpencapaian jenis pajak daerah itu masih kurang efektif. berikut iniakan diuraikan contoh 3. Data yang digunakan pada contoh 3 iniadalah tabel 1. Pada contoh ini ditambahkan dengan data targetPajak Daerah Kabupaten Y Tahun 2003 – 2006 (Rupiah) dalamtabel 4 dalam contoh ini. Kemudian perhitungan rasio pengumpulan(collection ratio) dilakukan dengan membandingkan realisasi masing-

CLRPajak DaerahX = hXPajakDaera

hXPajakDaera

etTalisasiarg

Re x 100 %

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 173: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

173

No Uraian 2003 2004 2005 2006

1 Pajak Hotel 130.83 112.95 107.68 100.84

2 Pajak Restoran 104.14 130.54 117.08 107.33

3 Pajak Hiburan 128.92 125.31 109.50 102.32

4 Pajak Reklame 111.44 111.79 104.30 103.60

5 Pajak Pen.Jalan 107.15 105.09 104.32 107.89

6 Pajak P.B.G. Gol C 123.83 100.40 101.25 127.73

7 Pajak Parkir 118.58 125.71 115.01 116.69

Pajak Daerah 107.59 105.97 104.58 107.52

Sumber : BPKD Kabupaten Y, Tahun 2003 - 2006, diolah.

Tabel 5.Rasio Pengumpulan Pajak Daerah Kabupaten YTahun 2003 – 2006 (Persen)

masing jenis pajak daerah pada tabel 1. dengan targetnya padatabel 4. di atas. Data target masing-masing jenis pajak daerahdisajikan pada tabel 4. Hasil perhitungan rasio pengumpulan(collection ratio) itu untuk masing-masing jenis pajak daerahdengan formula rasio pengumpulan (collection ratio) diatasdapat disajikan dalam tabel 5.

Nampak dari hasil perhitungan diatas bahwa rasio pengumpulansemua jenis pajak daerah selama tahun 2003 – 2006 di KabupatenY berada diatas 100 persen, yang berarti semua target-targetyang telah ditetapkan sebelumnya dapat direalisir dengan baik.

Angka rasio pengumpulan jenis pajak daerah yang meningkatterus menerus selama kurun waktu 2003 – 2006 tidak ada. Pajakreklame dan pajak restoran masing-masing memiliki rasiopengumpulan meningkat pada tahun 2004, namun pada tahun2005 dan 2006 rasio pengumpulan keduanya terus menurun.

Pajak parkir pada tahun 2004 juga memiliki rasio pengumpulanmeningkat, kemudian menurun pada tahun 2005, dan tahun 2006

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 174: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

174 Visi Perekonomian Indonesia 2030

meningkat lagi. Sedangkan pajak pengambilan bahan galiangolongan C dan pajak penerangan jalan memiliki angka rasiopengumpulan meningkat pada tahun 2006, setelah menurun padatahun 2004 dan 2005.

Angka rasio pengumpulan pajak hotel dan pajak hiburan selamakurun waktu 2003 – 2006 terus menerus turun. Rasio pengumpulanpajak hotel tahun 2003 adalah sebesar 130,83 persen dan menurundari tahun ke tahun sampai menjadi sebesar 100,84 persen padatahun 2006. Pajak hiburang pada tahun 2003 memiliki angka rasiopengumpulan sebesar 128,92 persen dan terus menerus turunsampai menjadi sebesar 102,32 persen pada tahun 2006.

Hasil perhitungan rasio pengumpulan itu kemudian dapatmenjawab pertanyaan kelima yang berbunyi: Seberapa besartingkat pencapaian realisasi masing-masing jenis pajak daerahberdasarkan target yang ditetapkan dari tahun ke tahun atauseberapa besar rasio pengumpulan (collection ratio) masing-masingjenis pajak daerah itu?. Jawaban atas pertanyaan itu dapatdijelaskan sebagai berikut:

• Semua jenis pajak daerah selama kurun waktu tahun 2003 –2006 memiliki rasio pengumpulan diatas 100 persen, yang berartisemua target-target jenis-jenis pajak daerah selama kurunwaktu itu sudah dapat dicapai dengan baik, dengan kata lainberarti pengelolaan pajak daerah itu sudah efektif.

• Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki angka rasio pengumpulanterus menerus menurun selama kurun waktu tahun 2003 –2006 adalah pajak hotel dan pajak hiburan.

• Jenis-jenis pajak daerah yang tahun 2004 memiliki rasiopengumpulan meningkat tetapi kemudian cenderung menurunpada tahun-tahun berikutnya adalah pajak restoran, pajakreklame dan pajak parkir.

• Jenis-jenis pajak daerah yang meningkat angka rasiopengumpulannya pada tahun 2006, namun menurun padatahun-tahun sebelumnya adalah pajak penerangan jalan danpajak pengambilan bahan galian golongan C.

CVR

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 175: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

175

• Tidak ada satupun jenis pajak daerah yang memiliki angka rasiopengumpulan yang terus menerus meningkat selama kurun waktu2003 – 2006.

Analisis Rasio Cakupan Pajak Daerah

Analisis rasio cakupan (coverage ratio) pajak daerah inidimaksudkan untuk mengetahui tingkat pencapatan realisasimasing-masing jenis pajak daerah didasarkan pada potensi yangdimiliki. Dengan demikian untuk menghitung rasio cakupan inidiperlukan data potensi masing-masing jenis pajak daerah. Jikatidak tersedia dapat potensi jenis-jenis pajak daerah, maka rasiocakupan ini belum dapat dihitung. Rasio cakupan (coverage ratio)ini dapat dihitung dengan formula:

Dimana :CVR Pajak Daerah X : rasio cakupan jenis pajak daerah

X,Realisasi Pajak Daerah X : nilai realisasi jenis pajak daerah X.Potensi Pajak Daerah X : nilai potensi jenis pajak daerah X.

Karena belum dapat dicontohkan perhitungan rasio cakupanjenis-jenis pajak daerah, maka pertanyaan keenam yang berbunyi:Seberapa besar tingkat cakupan realisasi masing-masing jenis pajakdaerah berdasarkan potensi yang dimiliki masing-masing jenis pajakdaerah itu atau berapa besar rasio cakupan (coverage ratio)masing-masing jenis pajak daerah? belum dapat dijawab.

Analisis Status Kinerja Pajak Daerah

Analisis status kinerja pajak daerah ini dimaksudkan untukmengetahui status kinerja masing-masing jenis pajak daerahdidasarkan pada dua indikator yaitu rasio kontribusi dan rasiopertumbuhan. Rasio kontribusi merupakan perbandingan antara

CVRPajak DaerahX = hXPajakDaera

hXPajakDaera

PotensialisasiRe

x 100 %

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 176: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

176 Visi Perekonomian Indonesia 2030

nilai masing-masing jenis pajak daerah dengan rata-rata pajakdaerah. Rata-rata pajak daerah merupakan total nilai realisasipajak daerah dibagi jumlah pajaknya yaitu 7 (pajak hotel, pajakrestoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan,pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir).Sedangkan rasio pertumbuhan merupakan perbandingan antarapertumbuhan jenis-jenis pajak daerah dengan pertumbuhan totalpajak daerah.

Berdasarkan kedua indikator itu, maka status kinerja jenis-jenispajak daerah dibedakan menjadi 4 kategori status, yaitu: (1) Prima,yang merupakan status kinerja ideal, dimana jenis pajak daerahmemiliki rasio kontribusi lebih besar 1 dan memiliki rasio pertumbuhanjuga lebih besar dari 1; (2) Berkembang, yang merupakan statuskinerja cukup, dimana jenis pajak daerah memiliki rasio kontribusikurang atau sama dengan 1 dan memiliki rasio pertumbuhan lebihdari 1; (3) Potensial, yang merupakan status kinerja cukup, dimanajenis pajak daerah memiliki rasio kontribusi lebih besar dari 1 danmemiliki rasio pertumbuhan kurang atau sama dengan 1; (4)Terbelakang, yang merupakan status kinerja paling buruk, dimanajenis pajak daerah memiliki rasio kontribusi kurang atau sama dengan1 dan memiliki rasio pertumbuhan juga kurang atau sama dengan1.

Rasio kontribusi jenis-jenis pajak daerah dalam hal ini dapatdihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana :Pajak Daerah X : nilai realisasi jenis pajak daerah XRata-rata Pajak Daerah : rata-rata pajak daerah.

Sementara itu, rasio pertumbuhan jenis-jenis pajak daerah dapatdihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Rasio Kontribusi = aerahrataPajakDRata

hXPajakDaera−

Rasio Pertumbuhan = DaerahTotalPajak

hXPajakDaera∆

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 177: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

177

Dimana :∆Pajak Daerah X : pertumbuhan jenis pajak daerah X,∆Total Pajak Daerah : pertumbuhan total Pajak Daerah.

Data hipotetis yang digunakan untuk analisis status kinerja iniadalah data tabel 1. yang berupa realisasi pajak daerah KabupatenY Tahun 2003 – 2006. Selain data dasar itu untuk analisis statuskinerja ini juga menggunakan hasil analisis perkembangan yangtelah dilakukan dan hasilnya ada pada tabel 2. Hasil perhitunganrasio kontribusi dalam rangka penilaian status kinerja jenis-jenispajak daerah disajikan pada tabel 6.

Nampak dalam hasil perhitungan rasio kontribusi pajak daerahdiatas bahwa hanya pajak penerangan jalan yang memiliki peranpenting dalam pembentukan pajak daerah. Nilai-nilai realisasi pajakpenerangan jalan itu lebih besar dibandingkan dengan rata-ratapajak daerah. Sebaliknya untuk jenis-jenis pajak daerah lainnya,yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame,pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir memilikinilai rasio kontribusi kurang dari 1, yang berarti keenam jenis pajak

No Uraian 2004 2005 2006 Rata-rata

1 Pajak Hotel 0.02 0.02 0.02 0.02

2 Pajak Restoran 0.08 0.12 0.14 0.11

3 Pajak Hiburan 0.04 0.03 0.02 0.03

4 Pajak Reklame 0.48 0.47 0.52 0.49

5 Pajak Pen. Jalan 6.36 6.35 6.29 6.33

6 Pajak P. B. G. Gol C 0.01 0.01 0.00 0.01

7 Pajak Parkir 0.00 0.01 0.01 0.01

Sumber : BPKD Kabupaten Y, Tahun 2003 - 2006, diolah

Tabel 6. Rasio Kontribusi dalam rangka Penilaian StatusKinerja Pajak Daerah Kabupaten Y Tahun 2004 –2006

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 178: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

178 Visi Perekonomian Indonesia 2030

daerah ini memiliki nilai dibawah rata-rata pajak daerah. Dengandemikian berdasarkan rasio kontribusi ini, jenis pajak daerah yangmemiliki sumbangan paling penting dibandingkan dengan jenis-jenis pajak daerah lainnya. Hasil perhitungan rasio pertumbuhanpajak daerah dengan menggunakan formulasi rasio pertumbuhandan dengan data-data hasil perhitungan analisis pertumbuhanyang sudah dilakukan sebelumnya, dapat disajikan dalam tabel 7.

Pada tabel hasil perhitungan rasio pertumbuhan tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa ternyata pajak penerangan jalanmemiliki rasio pertumbuhan kurang dari 1, kecuali tahun 2006 yangbesarnya tepat sama dengan 1,00. Pajak restoran memiliki rasiopertumbuhan cenderung lebih dari 1, kecuali pada tahun 2006yang rasio pertumbuhannya mencapai kurang dari 1. Pajak reklamejuga memiliki rasio pertumbuhan lebih dari 1, kecuali tahun 2004yang memiliki rasio pertumbuhan sebesar 0,84. Pajak parkir memilikirasio pertumbuhan diatas 1 selama tahun 2004 – 2006, sehinggarata-rata rasio pertumbuhan pajak parkir sebesar 5,25.

No Uraian 2004 2005 2006 Rata-rata

1 Pajak Hotel 0.50 1.88 (0.12) 0.48

2 Pajak Restoran 3.58 4.12 0.53 2.62

3 Pajak Hiburan (0.76) (2.24) 0.24 (0.63)

4 Pajak Reklame 0.84 3.18 1.20 1.29

5 Pajak Pen. Jalan 0.99 0.80 1.00 0.97

6 Pajak P. B. G. Gol C (0.74) (6.29) 1.91 (0.61)

7 Pajak Parkir 8.44 2.35 1.53 5.25

Sumber : BPKD Kabupaten Y, Tahun 2003 - 2006, diolah

Tabel 7. Rasio Pertumbuhan dalam rangka Penilaian StatusKinerja Pajak Daerah Kabupaten Y Thn 2004 – 2006

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 179: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

179

Kemudian berdasarkan kedua rasio itu kemudian dinilai statuskinerja masing-masing jenis pajak daerah sebagaimana disajikanpada tabel 8. Hasil penilaian status kinerja pajak penerangan jalanrata-rata merupakan jenis pajak daerah yang potensial. Demikianpula selama tahun 2004 – 2005 status kinerja pajak peneranganjalan adalah sebagai jenis pajak daerah yang potensial, sedangkanpada tahun 2006 status kinerja pajak daerah ini adalah prima.

Pajak restoran, pajak reklame dan pajak parkir ketiganya memilikistatus kinerja rata-rata sebagai jenis pajak daerah yangberkembang. Pajak restoran dan pajak reklame pernah menjadipajak terbelakang masing-masing pada tahun 2006 dan 2004.Sedangkan pajak parkir selama kurun waktu 2004 – 2006 memilikistatus kinerja sebagai jenis pajak daerah yang berkembang.

Pajak hotel, pajak hiburan dan pajak pengambilan bahan galiangolongan C memiliki status kinerja rata-rata sebagai jenis pajakdaerah yang terbelakang. Pajak hotel dan pajak pengambilan bahangalian golongan C selama tahun 2004 – 2006 pernah berstatussebagai pajak daerah yang berkembang yaitu masing-masing padatahun 2005 dan 2006. Sedangkan pajak hiburan selama kurunwaktu 2004 – 2006 terus menerus memiliki status kinerja sebagaijenis pajak daerah yang terbelakang.

Dengan demikian untuk menjawab pertanyaan ketujuh yangberbunyi: Bagaimana status kinerja masing-masing jenis pajakdaerah itu berdasarkan pertimbangan rasio pertumbuhan dan rasioproporsi, jenis-jenis pajak manakah yang memiliki status kinerjaprima, berkembang, potensial dan terbelakang?, dapat dijelaskansebagai berikut:

• Status kinerja pajak penerangan jalan rata-rata merupakanjenis pajak daerah yang potensial. Pada tahun 2004 – 2005status kinerja pajak penerangan jalan ini adalah pajak potensialdan pada tahun 2006, status kinerja pajak ini merupakan jenispajak daerah yang prima.

• Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki status kinerja rata-ratasebagai jenis pajak daerah yang berkembang adalah pajakrestoran, pajak reklame dan pajak parkir. Selama tahun 2004 –

Rata-rata

0.48

2.62

(0.63)

1.29

0.97

(0.61)

5.25

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 180: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

180 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Tab

el 8

. Sta

tus

Kin

erja

Jenis

Paja

k D

aera

h K

abupate

n Y

Tahun 2

004 –

2006 d

an R

ata

-rat

a

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 181: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

181

2006, pajak parkir selalu berstatus sebagai jenis pajak daerahyang berkembang, sedangkan pajak restoran pernah menjadipajak terbelakang pada tahun 2006, pajak reklame pernahmenjadi pajak terbelakang pada tahun 2004.

• Jenis-jenis pajak daerah yang memiliki status kinerja rata-ratasebagai jenis pajak daerah yang terbelakang adalah pajak hotel,pajak hiburan dan pajak pengambilan bahan galian golongan C.Pajak hiburan selama tahun 2004 – 2006 selalu berstatus sebagaipajak terbelakang, sedangkan pajak hotel pernah menjadi pajakberkembang pada tahun 2005, sementara itu pajak pengambilanbahan galian golongan C pernah memiliki status kinerjaberkembang pada tahun 2006.

KERANGKA PEMIKIRAN KAJIAN POTENSI PAJAK DAERAH

Ada penelitian potensi yang tidak menghasilkan nilai potensi.Ada penelitian potensi yang hanya menghasilkan kesimpulankualitatif terhadap potensi, misalnya jenis pendapatan daerah inimasih potensial untuk dikembangkan, atau jenis pendapatan daerahini memiliki potensi yang besar. Namun berapa potensi yang besaritu tidak disimpulkan dari hasil penelitian itu. Kajian atau studi-studi potensi pendapatan seperti itulah yang harus dihindarkan.Mengapa?

Karena problematika perencanaan pendapatan daerah selamaini terletak pada penentuan target pendapatan ke depan yangbelum didasarkan pada nilai potensi. Mengapa?. Karena potensijenis pendapatan yang ditargetkan itu belum diketahui atau belumdihitung secara obyektif dan komprehensif. Jadi starting point untukpenentuan target itu adalah data nilai potensi jenis pendapatanitu. Misalnya salah satu jenis pendapatan daerah itu diumpakanair. Kita memasang target untuk mendapatkan air sebanyak 1gelas, maka jika terealisasikan sebanyak 2 gelas, maka hal itusudah bagus karena rasio pengumpulan (collection ratio) yangdidapat adalah 200 persen. Padahal potensi air di wilayah itusangat banyak mungkin beribu-ribu gelas. Sehingga kalau target

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 182: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

182 Visi Perekonomian Indonesia 2030

hanya ditentukan sebesar 1 gelas, ini kurang realistis, karenasangat jauh dibawah potensi yang ada. Sayangnya kedung /sumur air yang memuat potensi seluruh air di wilayah itu belumdiketahui berapa gelas air yang sebenarnya dapat diwujudkan.

Untuk itulah maka pengkajian potensi pajak daerah ini dapatdisusun secara skematis sebagai berikut:

Ada dua komponen yang memberikan batasan bahwa studipotensi ini riil harus mendapatkan “nilai potensi”, pertama, studipotensi ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan tentangpenarikan jenis-jenis pajak daerah dan/ atau retribusi daerah yangakan dikaji, sehingga potensi yang dimaksudkan adalah benar-benar potensi yang memiliki payung hukum atau ditunjuk oleh

Potensi Pajak Daerah

Realisasi Pajak Daerah

Target Pajak Daerah

Kesenjangan Obyektif

Kesenjangan Perencanaan

Potensi Pajak Daerah

Data Obyek Pajak Daerah

Analisis Potensi Pajak Daerah

Perda Pajak Daerah

Skema1. Pengkajian Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 183: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

183

perda yang berlaku, bukan potensi-potensi yang “potensial” diluarkoridor peraturan perundangan yang berlaku.

Kedua, studi potensi ini didasarkan pada data-data obyek pajakdaerah dan retribusi daerah yang ada di lapangan dan obyekdimaksud sesuai dengan yang ditunjuk dalam perda. Karenakemungkinan terjadi obyek riil yang dikenakan pungutan pajakdaerah atau retribusi daerah di lapangan itu cakupannya lebihkecil atau lebih terbatas dari yang seharusnya disebutkan dalamperda. Atau terjadi sebaliknya obyek riil yang dikenakan pungutanpajak daerah atau retribusi daerah itu lebih besar atau lebih luascakupannya dari pada yang seharusnya dikenakan berdasarkanperda.

Contoh pertama, penarikan retribusi pelayanan persampahan.Berdasarkan peraturan daerah yang ada di suatu daerah salahsatu obyek retribusi pelayanan persampahan ini adalah rumahtangga seluruh kabupaten/ kota. Namun dalam implementasinya,penarikan retribusi pelayanan persampahan ini terbatas hanyarumah tangga – rumah tangga yang ada di kota (ibu kota kabupatenatau ibukota kecamatan tertentu, tidak semua ibu kotakecamatan). Alasan yang dikemukakan kenapa obyek retribusiyang dikenakan pungutan itu tidak semua, karena: (1) Sumberdaya manusia pengelola retribusi pelayanan persampahan ini sangatterbatas sehingga tidak dapat menjangkau pelayanan yang lebihluas / banyak dari yang sudah ada sekarang, (2) Masyarakat didesa atau sebagian kota yang tidak dipungut tidak memerlukanpelayanan persampahan karena mereka mengelola sampah merekadengan cara dan budaya mereka seperti membakar atau menanamsampah itu, sehingga tidak semua rumah tangga menjadi obyekretribusi pelayanan persampahan ini.

Padahal di beberapa titik wilayah suatu daerah telah berkembangperumahan-perumahan yang sangat memerlukan pelayananpersampahan ini, atau beberapa daerah mulai berkembang sehinggakebutuhan pelayanan persampahan ini semakin luas nantinya.Dengan demikian contoh ini dapat disimpulkan bahwa obyek yang

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 184: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

184 Visi Perekonomian Indonesia 2030

ditangani senyatanya pada penarikan retribusi pelayananpersampahan ini lebih sempit / kecil dibandingkan dengan obyekyang seharusnya sesuai dengan perda.

Contoh kedua, penarikan retribusi Rumah Potong Hewan (RPH).Berdasarkan perda yang berlaku obyek retribusi rumah potonghewan itu adalah semua hewan yang dipotong menggunakanfasilitas Rumah Potong Hewan milik Pemerintah Kabupaten/ Kota.Tetapi pada kenyataannya jumlah hewan yang disembelih di RPHitu hanya kurang lebih 50 persen dari semua jumlah hewan yangdipotong, dan sisanya ternyata dipotong di rumah “jagal/pengusahapemotongan sapi” sendiri. Penarikan retribusi rumah potong hewanini dilakukan pada semua baik hewan yang dipotong di RPH maupundipotong di rumah “jagal/pengusaha pemotongan sapi”. Dengandemikian dalam contoh ini terjadi obyek pajak yang secara riilditarik pungutan retribusi lebih luas dari yang seharusnya ditunjukoleh perda.

Dengan demikian harus ditegaskan sekali lagi bahwa studi ataupengkajian potensi pajak dan retribusi daerah itu harus didasarkanpada dua komponen pembatas, yaitu peraturan daerah tentangpajak dan retribusi daerah serta data obyek pajak dan retribusidaerah. Sehingga dalam studi potensi ini akan mendapatkan nilaiestimasi potensi pajak daerah atau retribusi daerah yang diteliti.

Contoh Analisis Potensi Pajak Daerah: Pajak Hotel

Secara prinsip potensi pajak daerah merupakan perkalian duaunsur, yaitu obyek pajak dan tarif pajak. Tarif pajak berdasarkanperaturan daerah tentang pajak daerah itu. Sedangkan untukobyek pajak, masing-masing jenis pajak daerah memiliki perilakuobyek pajak yang berbeda-beda. Pada kesempatan ini tidak akandijelaskan analisis potensi untuk semua jenis pajak daerah, tetapidicontohkan salah dua jenis pajak daerah dengan harapan dariproses dan hasil perhitungan ini akan didapat lesson learned untukperhitungan potensi pajak-pajak daerah lainnya. Salah satu jenispajak daerah yang menjadi contoh perhitungan estimasi potensiini adalah Pajak Hotel.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 185: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

185

Analisis Potensi Pajak Hotel

Analisis potensi pajak hotel didasarkan pada perda tentangpajak hotel yang ada di suatu daerah dan data-data yang digalidari kondisi lapangan pajak hotel di daerah tersebut. PerhitunganEstimasi Potensi Pajak Hotel di Kabupaten Y. Data dan informasiyang dibutuhkan untuk analisis potensi pajak hotel itu adalah:

• Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel di Kabupaten Y, yaituPeraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hotel.

• Landasan operasional penarikan pajak hotel yaitu KeputusanBupati Nomor 9 Tahun 2004 tentang Petunjuk PelaksanaanPeraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hotel.

• Data jumlah hotel dan kamar hotel serta variabel-variabel hotellainnnya terlihat pada data 1, 2 dan 3.

Dasar Hukum Pajak Hotel

Penarikan Pajak Hotel di Kabupaten Y didasarkan pada PeraturanDaerah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pajak Hotel. Sedangkanlandasan operasional penarikan pajak hotel tersebut dijabarkandalam Keputusan Bupati Nomor 9 Tahun 2004 tentang PetunjukPelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003 tentang PajakHotel.

Pengertian Pajak Hotel

Pajak hotel adalah pungutan daerah atas pelayanan di hotelatau penginapan. Hotel atau penginapan diartikan sebagai bangunanyang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atauistirahat dalam jangka waktu tertentu dengan memperolehpelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran,termasuk bangunan yang menyatu yang dikelola dan dimiliki olehpihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

Pengusaha Hotel atau penginapan merupakan perorangan ataubadan yang menyelenggarakan usaha hotel atau penginapan untukdan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lainyang menjadi tanggungannya. Badan yang menyelenggarakanusaha hotel atau penginapan adalah suatu bentuk badan usaha

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 186: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

186 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Data 1. Jumlah Objek Pajak Hotel Kab. Y Tahun 2007 menurutKecamatan

No Kecamatan Jumlah Objek Pajak

1 Wr 0 2 Bl 0 3 Tw 0 4 Sk 3 5 Ngu 0 6 Bnd 0 7 Plk 0 8 Mjb 0 9 Grg 1

10 Bk 0 11 Gt 0 12 Kt 6

Jumlah 10 Sumber : Lap. BPKD Kab. Y, 2007,diolah

Data 2. Pengamatan Jumlah Hotel dan Rata-rata KamarKabupaten Y

No Klasifikasi Jumlah Rata-rata Jumlah Kamar

1 Bintang 2 1 30

2 Melati 3 2 90

3 Melati 2 1 20

4 Melati 1 2 48

5 Pondok Wisata 2 38

Jumlah 8 226

Sumber : Data Primer, 2007, (diolah)

Data 3. Tingkat Hunian Kamar Hotel Waktu Ramai dan Sepi

Hotel di Kabupaten Y

Tingkat Hunian Kamar (%)

No Klasifikasi

Ramai Sepi

1 Bintang 2 100 10

2 Melati 3 61,7 9,58

3 Melati 2 100 10

4 Melati 1 70,6 16,25

5 Pondok Wisata 30 20

Sumber : Data primer, 2007, (diolah)

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 187: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

187

yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroanlainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dengannama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan firma, kongsi,koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga danapensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.

Objek Pajak Hotel

Objek pajak hotel adalah setiap pelayanan yang disediakandengan pembayaran di hotel atau penginapan. Secara rinci yangdimaksudkan pelayanan hotel atau penginapan itu meliputi:

• Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, antaralain hotel, motel, losmen, pesanggrahan (hostel), gubug/wismapariwisata (cottage) dan rumah penginapan termasuk rumahindekos dengan jumlah kamar 10 (sepuluh) atau lebih;

• Pelayanan penunjang antara lain telepon, faximile, telex, fotocopy, pelayanan cuci, seterika, taksi dan pengangkutan lainnya,yang disediakan atau dikelola hotel atau penginapan;

• Fasilitas olah raga dan hiburan, antara lain pusat kebugaran(fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub dandiskotik yang disediakan atau dikelola hotel atau penginapan;

• Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuandi hotel atau penginapan.

Beberapa objek kegiatan pelayanan yang dikecualikan sebagaiobjek pajak hotel antara lain adalah :

• Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan fasilitas tempattinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel ataupenginapan;

• Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren;

• Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel ataupenginapan yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel ataupenginapan dengan pembayaran;

• Pertokoan, perkantoran, perbankan. salon yang dipakai olehumum di hotel atau penginapan;

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 188: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

188 Visi Perekonomian Indonesia 2030

• Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotelatau penginapan dan dapat dimanfaatkan oleh umum.

Subjek Pajak Hotel

Subjek pajak hotel ini adalah orang atau badan yang melakukanpembayaran atas pelayanan hotel atau penginapan. Wajib Pajakadalah pengusaha hotel atau penginapan.

Tarif Pajak Hotel

Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yangdilakukan kepada hotel atau penginapan. Sedangkan tarif pajakhotel secara umum ditetapkan sebesar 10 persen (sepuluh persen),namun khusus untuk tarif pajak rumah indekos ditetapkan sebesar5 persen (lima persen).

Potensi Pajak Hotel

Kondisi objek pajak pajak hotel di wilayah Kabupaten Ydiperkirakan mencapai 10 obyek, yang tersebar di beberapa wilayahkecamatan. Di wilayah Kecamatan Kt ada dua kelompok usahahotel, yaitu kelompok hotel berbintang dan kelompok hotel melati.Jumlah hotel berbintang di Kt ada 1 (satu) buah hotel bintang 2.Sedangkan kelompok hotel melati terdiri dari: hotel melati 1, hotelmelati 2 dan hotel melati 3. Selain kelompok hotel yang tersebutdiatas masih ada kelompok lain yang termasuk dalam kelompokyang kena pajak yaitu pondok wisata. Jumlah semua objek pajakhotel di wilayah Kecamatan Kt adalah sebanyak 6 (enam) objek.

Selain data 1 sampai dengan data 3 di atas, beberapa asumsitambahan untuk perhitungan potensi pajak hotel ini:• Jumlah hari dalam 1 tahun : 360 hari.• Masa penggantian (turn over) : 1 x 1 hari• Timbangan untuk Rata-rata : Jumlah Kamar

Hasil Estimasi potensi pajak hotel disajikan pada tabel 9 dan10. Berdasarkan perhitungan , dapat diperoleh bahwa penerimaanomzet hotel pada waktu hari-hari ramai khususnya hari sabtu,minggu dan hari libur, adalah sebesar Rp. 1.832.440.528,-. Kemudianpenerimaan omzet hotel pada hari-hasi sepi (di luar hari sabtu,

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 189: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

189

Tabel 9

.H

asil

Perh

itungan E

stim

asi

Paja

k H

ote

l Wak

tu R

am

ai

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 190: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

190 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Tab

el 1

0. H

asi

l Perh

itungan E

stim

asi

Paj

ak

Hote

l Waktu

Sep

i

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 191: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

191

CVR = %56.9%100017.237.345.000.000.33.

=xRpRp

minggu, dan hari libur) adalah sebesar Rp.1.619.929.642,-. Sehinggaestimasi penerimaan omzet hotel secara keseluruhan adalah:

Omzet Hotel = Rp. 1.832.440.528,- + Rp.1.619.929.642,-

= Rp.3.452.370.170,-

Estimasi potensi pajak hotel dihitung berdasarkan rumus potensi,yaitu:

Estimasi Potensi Pajak Hotel = Omzet Hotel x Tarif Pajak Hotel

Estimasi Potensi Pajak Hotel = Rp.3.452.370.170,- x 10 perse

Estimasi Potensi Pajak Hotel = Rp. 345.237.017,-

Coverage Ratio Pajak Hotel

Selanjutnya, setelah diketahui estimasi potensi pajak hotel,dapat dihitung estimasi rasio cakupan (coverage ratio) penerimaanpajak hotel. Target penerimaan pajak hotel pada tahun 2007 (saatdihitung potensi) adalah sebesar Rp. 33.000.000,-. Sehingga jikarealisasi pajak hotel tahun 2007 diasumsikan dapat tercapai 100persen dari target yaitu sebesar Rp. 33.000.000,- maka tingkatefektivitas penerimaan pajak hotel yang diukur dengan rasio cakupan(coverage ratio) adalah sebesar:

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan rasio cakupan(coverage ratio) penerimaan pajak hotel di Kabupaten Y sebesar9,56 % atau sebesar 0,0956. Maka berdasarkan indeks coverageratio tingkat pencapaian realisasi pajak hotel di Kabupaten Y inimasih tergolong tingkat pencapaian yang rendah.

CVR = %100Re xakHotelPotensiPajakHotelalisasiPaj

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 192: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

192 Visi Perekonomian Indonesia 2030

DAFTAR PUSTAKA

Brojonegoro, BPS (2006). Otonomi Daerah dan PertumbuhanEkonomi: Hubungan antara Desentralisasi dengan PertumbuhanDaerah. Jakarta.

Deddy K.(2004). Peta Kemampyan Keuangan Provinsi Dalam EraOtonomi Daerah: Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yangDilakukan Daerah Direktorat Pengembangan Otonomi [email protected]

Haryanto, J.T. (2004). Potret PAD dan Relevansinya terhadapKemandirian Daerah.

Hidayanto, D (2004). Sumber-sumber Penerimaan Daerah danKebijakan Pengawasan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerahdan Retribusi Daerah. Dalam Bunga Rampai Desentralisasi Fiskal,Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Depkeu,Jakarta.

Kadjatmiko, (2004) .Mekanisme Penyaluran Dana Alokasi Khususyang Transparan dan Efisien. Dalam Bunga Rampai DesentralisasiFiskal, Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Depkeu,Jakarta.

Nadeak, K. (2004). Otonomi Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi.Sinar Harapan.

Sunardiyanto, L. D. et. al. (2002). Analisis Realisasi dan PotensiPenerimaan Pendapatan Asli Daerah serta Kapasitas PinjamanDaerah: Studi Kasus di Kawasan Subosuka Wonosraten ProvinsiJawa Tengah. Laporan Penelitian Kerjasama Fakultas EkonomiUNS Surakarta dengan University Research CorporationInternational University of Maryland at College Park.

Sidik, M. ( 2002) Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusatdan Daerah yang Mengacu pada Pencapaian Tujuan Nasional.Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Public SectorScorecard Jakarta.

_____________ (2002). Optimalisasi Pajak Daerah dan RetribusiDaerah dalam rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 193: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

193

Daerah. Makalah disampaikan pada Orasi Ilmiah dengan themaStrategi Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah melaluiPenggalian Potensi Daerah dalam rangka Otonomi Daerah, STIALAN, Bandung.

______________ (2004). Prinsip dan Pelaksanaan DesentralisasiFiskal di Berbagai Negara. Dalam Bunga Rampai DesentralisasiFiskal, Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Depkeu,Jakarta.

Sumardi, et.a l. (2001). Pengkajian Potensi Pendapatan Asli Daerah(PAD) Kabupaten Sragen Tahun 2001. Laporan PenelitianKerjasama LP2M UNS Surakarta dengan Pemerintah KabupatenSragen.

____________ (2004). Pengkajian Pengembangan dan PerhitunganPotensi Pendapatan Daerah Kota Dumai. Laporan PenelitianKerjasama dengan Dinas Pendapatan Daerah Kota Dumai.

____________(2006). Pengkajian Potensi Pajak Hotel di KabupatenBoyolali Tahun 2006. Laporan Penelitian Kerjasama PPEP FEUNS Surakarta dengan Dinas Pendapatan Daerah KabupatenBoyolali.

____________(2007). Penyusunan Evaluasi Peraturan Daerahtentang Pajak Hotel di Kabupaten Boyolali Tahun 2007. LaporanPenelitian Kerjasama PPEP FE UNS Surakarta dengan DinasPendapatan Daerah Kabupaten Boyolali.

____________(2008). Studi Pengelolaan Potensi Pendapatan AsliDaerah (PAD) di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008. LaporanPenelitian Kerjasama dengan Bappeda Kabupaten Sukoharjo.

Tarigan, A. (2004). Urgensi Penguatan Keuangan Daerah: SuatuTinjauan terhadap Regulasi Daerah dan Implikasinya dalamPenyediaan Pelayan Publik.

Model Kinerja dan Potensi Pajak Daerah

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 194: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

194 Visi Perekonomian Indonesia 2030

INDEKS

Aa theoritical approach 35Akaike information criteria 38-39akses sanitasi 105, 110-117

BBank Indonesia (BI) 24, 27basic need approach 106

CChina scenario 5, 6

DDana Alokasi Khusus (DAK) 49Dana Alokasi Umum (DAU) 49-51demografis 7, 210, 215demokrasi 8, 150, 153desentralisasi 15, 20, 21

EEconometric Simulation System Model 121elastisitas 124

Ffilosofi 21fiscal

capacity 51-58gap 51-58need 51-58

GGaruda 20, 21,

HHuman Development Index (HDI) 58, 64,

105

Iimpulse response 36, 40-41indeks

Foster-Greer-Torbecke 79head count 79poverty gap 79Sen poverty 79Williamson 63

India scenario 5inflasi 43-44infrastruktur 12Inflation Targeting (IT) 31-33input output analysis 96-97

Kkapitalisme semu 11kemiskinan 10 72-77

absolut 78garis 81relatif 79

kuadran 126-128

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 195: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

195

LLondon 5Life expectancy rate 108

Mmaritim 1, 24mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

31-33Monetaris 33Millenium Development Goals (MDGs) 108-

110, 119

NNew-Keynesian 33-34

OOne Stop Service (OSS) 25optimal lag 38-39output gap 36-39

Ppajak daerah

growth ratio 151-155collection ratio 160-163contribution ratio 156-160coverage ratio 163

PDRB 133,perencanaan tenaga kerja 121perusahaan negara 12poverty

presistent 77cyclical 77seasonal 77accidental 77

proyeksi 43-44Purchasing Power Parity 105Physical Quality Life Index 106

RRPJP 1, 2retribusi daerah 149

Ssamudra 20, 21Schwarz Criteria 38-39sentralisasi 15, 20,21Shell Global Scenario 4simulasi

optimis 44pesimis 44

skenario 4, 5, 6, 20,21, 23,Slovakia scenario 5stabilitas

harga 7sistem keuangan 26

St. Louis model 34, 42,SVAR 35-43

Indeks

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 196: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

196 Visi Perekonomian Indonesia 2030

Ttransformasi ekonomi 1 8tipologi 125

UUU SPPN 2, 15UU Pemerintahan Daerah

No. 22/1999 15, 49No. 32/2004 15

UU Perimbangan Keuangan Pusat danDaerah

No. 25/1999 15, 49No. 33/2004 15

VVisi Indonesia 1,4Vector Autoregressions (VAR) 35

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 197: Visi Perekonomian Indonesia 2030_Lukkim_FE UNS

197

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com