usus homogen isty.docx

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen adalah NSAID yang paling banyak digunakan, berkat efek sampingnya yang relatif ringan dan status OTC-nya di kebanyakan negara. Zat ini merupakan campuran rasemis,dengan bentuk dextro yang aktif. Daya analgetis dan antiradangnya cukup baik (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008). Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat- tempat tertentu dalam organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau pembuluh limfe tersebut distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Karen aobat, baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya maka suatu absorpsi yang cukup meupakan syarat suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Perjalanan obat lewat membran sel. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati membran sel. Pada umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid smeipermeabel (Shargel, 1988). Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses. Proses 1

Transcript of usus homogen isty.docx

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIbuprofen adalah NSAID yang paling banyak digunakan, berkat efek sampingnya yang relatif ringan dan status OTC-nya di kebanyakan negara. Zat ini merupakan campuran rasemis,dengan bentuk dextro yang aktif. Daya analgetis dan antiradangnya cukup baik (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008).Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau pembuluh limfe tersebut distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Karen aobat, baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya maka suatu absorpsi yang cukup meupakan syarat suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Perjalanan obat lewat membran sel. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati membran sel. Pada umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid smeipermeabel (Shargel, 1988).Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses. Proses tersebut meliputi (1) disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; (2) pelarutan obat dalam media aqueous; (3) absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik. Di dalam proses disintegrasi obat, pelarutan, dan absorpsi, kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi ditentukan oleh tahapan yang paling lambat dalam rangkaian di bawah(Shargel, 1988).Ibuprofen berupa serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas lemah dan tidak berasa dengan titik lebur 75.0 77.5. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform serta sukar larut dalam etil asetat (Ditjen POM, 1995).Ibuprofen merupakan campuran rasemis, dengan bentuk dextro yang aktif dan sudah banyak mendesak salsilat pada penanganan bentuk rema yang tidak (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008).1.2 Tujuan Percobaan Untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap absorpsi ibuprofen pada usus halus yang dhomogenkan dari kelinci secara in vitro.1.3 Manfaat PercobaanDari percobaan ini didapatkan pengetahuan tentang bagaimana waktu mempengaruhi absorspi ibuprofen pada usus halus yang dihomogenkan dari kelinci.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Ibuprofen

Nama kimia: (2-p-Isobutilfenil) asam propionatNama IUPAC: 2-metil-4-propil-2-fenil-asam propanoatNama Lazim: MotrinBerat molekul: 206,28Rumus molekul: C13H18O2 (Ditjen POM, 1995).Ibuprofen mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 103,0% C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian serbuk hablur,putih hingga hampir putih; berbau khas lemah. Kelarutan praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat. Baku pembanding ibuprofen BPFI tidak boleh dikeringkan. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup (Ditjen POM, 1995).Obat pertama dari kelompok propionate ini adalah NSAID yang paling banyak digunakan,berkat efek sampingnya yang relative ringan dan status OTC-nya di kebanyakan Negara. Zat ini merupakan campuran rasemis,dengan bentuk dextro yang aktif. Daya analgetis dan anti radangnya cukup baik dan sudah banyak mendesak salisilat pada penanganan bentuk rema yang tidk begitu hebat dan gangguan alat gerk. Ibuprofen 400mg oral sama efeknya dengan 500mg rectal. Resorpsinya dari usus cepat dan baik yakni 80%,resorpsi rectal lebih lambt. PP-nya 90-99%,plasma t1/2 nya adalah 2 jam. Zat ini merupakan campuran rasemis,dengan bentuk dextro yang aktif. Daya analgetis dan anti radangnya cukup baik dan sudah banyak mendesak salisilat pada penanganan bentuk rema yang tidk begitu hebat dan gangguan alat gerk (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008).Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk utuh dalam konjugasi denagn senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama , hanya sebagian kecil dalam bentuk glukoronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit (Nafrialdi, 2007). Turunan sulfonamida ini berdaya diuretis kuat dan bertitik kerja di lengkung Henle bagian menaik. Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan paru-paru akut. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5 jam dan bertaha 4-6 jsm, intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya. Resorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, PP-nya k.l. 97%, plasma-t1/2nya 30 menit;ekskresinya melalui kemih secara utuh, pada dosis tinggi juga lewat empedu (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008).Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit di Ansa Henle asenden bagian epitel tebal. Pada pemberiannya secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal mengakibatkan menurunya reabsorbsi ciran dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal diuretik. Peningkatan aliran darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar, dengan berkurangnya cairan ekstraseluler akibat diuresis, maka aliran darah ke ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnmya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah yang terlarut yang mencapai bagian epitel dengan demikian akan mengurangi diuresis (Tjay ,T.H dan Kirana ,R, 2008).2.2 AbsorpsiYang dimaksud dengan absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau pembuluh limfe tersebut distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Karena obat, baru dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya maka suatu absorpsi yang cukup meupakan syarat suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Perjalanan obat lewat membran sel. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati membran sel. Pada umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel, 1988).PERJALANAN OBAT LEWAT MEMBRAN SEL. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja dijaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membrane sel. Terdapat beberapa teori mengenai struktur yang pasti dari membran sel, termasuk model unit membran dan model mosaik cair (dinamik). Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membrane lipid semipermeabel. Berbagai penyelidikan telah dilakukan menggunakan obat dengan berbeda struktur dan sifat fisikokimia dan dengan bermacam-macam membrane sel, sebagai hasilnya diketahui mekanisme pengangkutan beberapa obat lewat membrane sel.Salah satu penemuan menunjukkan bahwa beberapa sifat fisikokimia molekul mempunya pengaruh terhadap laju lintas obat lewat membrane sel.Factor utama adalah kelarutan molekul obat dalam lipid (Shargel, 1988).Difusi pasif.Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses transmembran bagi umumnya obat-obat.Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Oleh karena obat didistrbusi secara cepat ke dalam suatu volume yang besar sesudah masuk kedalam darah,konsentrasi obat didalam darah menjadi sangat rendah dibandingkan terhadap konsentrasi obat ditempat pemakaian . Selain perbedaan konsentrasi, hukum difusi Fick memperlihatkan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi laju difusi pasif zat aktif, diantaranya koefisien partisi (yang menyatakan partisi obat dalam minyak-air), dimana zat aktif yang lebih larut dalam lemak mempunyai koefisien partisi yang lebih besar, sehingga sampai batasan tertentu akan menambah laju absorpsi. Luas permukaan dan tebal membran juga mempengaruhi laju absorpsi zat aktif. Oleh sebab itu, pada saluran cerna sebagian besar zat aktif diabsorpsi paling cepat pada daerah duodeum dari usus halus, karena adanya vili dan mikrovili yang menambah besarnya luas permukaan. Selanjutnya absorpsi obat melalui difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien difusi zat aktif, yang merupakan suatu tetapan untuk setiap zat aktif dan ditakrifkan sebagai jumlah molekul zat aktif yang berdifusi melewati suatu membran dengan luas tertentu untuk tiap satuan waktu (Shargel, 1988).Transport aktif. Merupakan proses transmembran yang diperantarai oleh pembawa (carrier) yang memainkan peran penting dalam sekresi ginjal dan bilier dari berbagai obat dan metabolit. Beberapa obat yang tidak larut dalam lemak yang menyerupai metabolit fisiologik alami (seperti 5-fluorouracil) diabsorpsi dari saluran cerna oleh proses ini. Transport aktif ditandai dengan perwatakan adanya fakta bahwa obat yang dipindahkan melawan perbedaan konsentrasi-misal, dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, proses ini memerlukan system yang memerlukan energy. Selanjutnya, transport aktif merupakan proses khususs yang mmerlukan pembawa yang mengikat obat membentuk kompleks obat-pembawa yang membawa obat lewat membrane dan kemudian melepaskan obat disisi lain dari membrane. Pada transpor aktif, pelintasan terjadi dengan diperantarai oleh pembawa (carrier) yang berupa enzim, atau paling tidak senyawa protein dengan molekul yang dapat membentuk kompleks dengan zat aktif pada permukaan membran. Kompleks tersebut melintasi membran dan membebaskan molekul zat aktif pada permukaan lain, lalu pembawa kembali ke permukaan asalnya (Shargel, 1988).Difusi yang di permudah (fasilitated difussion). Difusi yang dipermudah juga merupakan system transport yang diperantarai pembawa, berbeda dengan transport aktif, obat bergerak oleh karena perbedaan konsentrasi (yakni, bergerak dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah dengan konsentrasi obat rendah).Oleh karena itu, system ini tidak memerlukan masukan energy.Namun, karena system ini diperantarai pembawa, system dapat jenuh dan secara struktur selektif bagi obat tertentu dan memperlihatkan kinetika persaingan bagi obat-obat dengan struktur serupa.Dalam arti absorpsi obat, difusi yang dipermudah ini tampaknya memainkan peranan sangat kecil. Difusi yang difasilitasi juga merupakan sistem transmembran yang diperantarai oleh pembawa, namun berbeda dengan transpor aktif, pada sistem ini tidak diperlukan energi, sebab pelintasan zat aktif digerakkan oleh perbedaan konsentrasi. Oleh karena sistem ini diperantarai oleh pembawa, maka sistem transpor ini dapat jenuh dan secara struktur selektif bagi senyawa tertentu dan memperlihatkan persaingan untuk senyawa dengan struktur yang serupa (Shargel, 1988).Transpor melalui pori (konvektive). Molekul-molekul yang sangat kecil (seperti urea, air, dan gula) dapat melintasi membrane sel secara cepat jika membrane mempunyai celah atau pori. Walau pori tersebut tidak pernah teramati secara langsung dengan mikroskop, model permeasi obat melalui pori yang bersifat aqueous digunakan untuk menjelaskan ekskresi obat lewat ginjal dan pengambilan obat kedalam hati . Sistem transpor ini sering juga disebut dengan sistem filtrasi atau difusi konveksi. Molekul-molekul yang sangat kecil dapat melintasi membran sel dengan cepat melalui pori-pori membran. Penembusan air terjadi karena adanya perbedaan hidrostatik atau osmotik; semua senyawa yang berukuran kecil dan larut dalam air dapat melewati pori ini (Shargel, 1988).Wktu transit obat dalam saluran cerna. Usus halus, dan terutama mukosa duodenum, mempunyai luas permukaan yang besar untuk absorpsi obat.Untuk memastikan absorpsi cepat suatu obat secara pemberian oral, maka obat harus mencapai duodenum secara cepat.Secara anatomic, obat yang ditelan pertama kali akan mencapai lambung.Selanjutnya, lambung mengosongkan isinya kedalam usus halus, yang mempunyai kapasitas terbaik untuk absorpsi obat.Oleh karena itu, berbagia factor yang mempengaruhi motilitas pencernaan dapat mempengaruhi laju absorpsi obat.Suatu penundaan pengosongan obat dari lambung kedalam duodenum akan memperlambat absorpsi obat dan dengan demikian menunda awal dari efek terapeutik. Sejumlah factor telah menunjukkan pengaruh terhadap waktu pengosongan lambung.Beberapa factor yang cenderung menghambat pengosongan lambung meliputi konsumsi makanan dengan lemak tinggi, minuman dingin , dan obat-obat anti kolinergik.Gerakan peristaltic normal dari duodenum sangat membantu absorpsi, karena gerakan ini membantu membawa partikel-partikel obat ke yang lebih dekat dengan mukosa sel usus.Untuk absorpsi yang optimum, suatu obat harus mempunyai waktu tinggal tertentu dalam duodenum (Shargel, L., and Yu, A, 2005).

BAB IIIMETODOLOGI PERCOBAAN3.1 Alat dan Bahan3.1.1 AlatAlat-alat yang digunakan adalah homogenizer mixer (modifikasi), sentrifuge (Health), touch mixer (Health), spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu), water bath (Centin), neraca analitis (Vibra AJ), stopwatch, politube, mikropipet, pH meter (Hanna), erlenmeyer, maat pipet, gelas ukur, labu tentukur, corong, pipet tetes, wadah dan satu set alat bedah.3.1.2 BahanBahan-bahan yang digunakan adalah Ibuprofen baku, aquadest, Natrium dihidrogen fosfat pro analysis (p.a) (E. Merck), Dinatrium hidrogen fosfat p.a (E. Merck), Natrium Klorida p.a (E. Merck), Etanol p.a (E. Merck), dan usus halus kelinci.3.2 Hewan Percobaan Hewan yang digunakan adalah kelinci jantan dengan berat 1,5-2 kg.3.3 Prosedur3.3.1 Pembuatan Air Bebas KarbondioksidaAir murni dididihkan selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara (Ditjen POM, 1995).3.3.2 Pembuatan Larutan Natrium dihidrogenfosfat 0,8 % Larutkan 0,8 g natrium dihidrogenfosfat dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).3.3.3 Pembuatan Larutan Dinatrium hidrogenfosfat 0,947 %Larutkan 0,947 g dinatrium hidrogenfosfat dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).3.3.4 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 7,4 IsotonisCampur 20,0 ml natrium dihidrogenfosfat 0,8 % dengan 80,0 ml dinatrium hidrogenfosfat 0,947% dan ditambahkan dengan 0,44 g/100 ml natrium klorida (Ditjen POM, 1979).

3.3.5 Pembuatan Larutan Natrium Klorida FisiologisLarutkan 9,0 g natrium klorida dalam air hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).3.3.6 Pembuatan Usus Halus yang DihomogenkanHewan percobaan berupa kelinci jantan dipuasakan selama 20-24 jam. Setelah itu kelinci tersebut dianaestesi, kemudian dilakukan pembedahan pada bagian perut tetapi jangan sampai mengenai tulang dada. Setelah usus halus dikeluarkan dan dibersihkan bagian dalamnya dari kotoran dan bagian luar dari jaringan yang mengikat pembuluh darah halus, dan sebagainya dengan bantuan pinset dan gunting, dan dicuci dengan natrium klorida fisiologis dingin. Lalu usus halus ditimbang, dipotong kecil-kecil, dimasukkan kedalam alat homogenizer mixer dan ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sebanyak 5 kali berat usus halus lalu dihomogenkan. Dipipet 50 l usus halus homogen dan dimasukkan kedalam politube lalu disimpan pada temperatur 0-4 0C dengan bantuan es.3.3.7 Pembuatan Larutan Induk Baku I (LIB I)dan II (LIB II) Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 IsotonisTimbang seksama 62,5 mg ibuprofen baku dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml, dilarutkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis lalu ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tanda dan dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh konsentrasi 2500 mcg/ml (LIB I). Dari LIB I dipipet masing-masing 5ml, 7 ml, 9 ml, 11 ml, 13 ml, 15 ml, 17 ml, 19 ml dan 21 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi masing-masing 500 mcg/ml, 700 mcg/ml, 900 mcg,ml, 1100 mcg/ml, 1300 mcg/ml, 1500 mcg/ml, 1700 mcg/ml 1900 mcg/ml dan 2100 mcg/ml (LIB II).3.3.8 Pembuatan Larutan Induk Baku III Ibuprofen Dalam DaparFosfat pH 7,4 IsotonisPipet 10 ml Larutan Induk Baku I ibuprofen, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml lalu dicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 1000 mcg/ml (LIB III).

3.3.9 Pembuatan Larutan Obat Ibuprofen dengan Konsentrasi 2mmolDitimbang seksama 20,628 mg ibuprofen baku, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Dilarutkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis, dicukupkan sampai garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 2 mmol.3.3.10 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen dalam Usus Halus Kelinci yang DihomogenkanPolitube yang berisi 50 l usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4 0C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan induk baku III Ibuprofen dengan konsentrasi 1000 mcg/ml sebanyak 100 l kedalam politube, dan dihomogenkan dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) kemudian diinkubasi selama 3 menit pada temperatur 27 0C. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, dicampur homogen dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 200-400 nm.3.3.11 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Usus HalusKelinci yang Dihomogenkan dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis pada temperatur 27 0C pada = 223,0, n = 5Politube yang berisi 50 l usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4 0C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan induk baku II Ibuprofen dengan konsentrasi 500 mcg/ml; 700 mcg/ml; 900 mcg/ml; 1100 mcg/ml; 1300 mcg/ml; 1500 mcg/ml; 1700 mcg/ml, 1900 mcg/ml; 2100 mcg/ml sebanyak 100 l kedalam politube, dan dihomogenkan dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) kemudian diinkubasi selama 3 menit pada temperatur 27 0C. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, dihomogenkan dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tanda. Kemudian ditetapkan absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 223,0 nm.3.3.12 Penentuan Absorpsi Ibuprofen dalam Usus Halus Kelinci yangDihomogenkan dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis dengan Variasi WaktuPolitube yang berisi 50 l usus halus homogen disimpan pada temperatur 0-4C dengan bantuan es, kemudian diprainkubasikan selama 3 menit. Lalu dilakukan percobaan up take dengan cara memasukkan larutan ibuprofen dengan konsentrasi 2 mmol sebanyak 100 l kedalam politube, dan dihomogenkan dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) kemudian diinkubasi dengan variasi waktu 45 detik; 1 menit; 3 menit; 7 menit; 10 menit; 15 menit pada temperatur 27 0C. Lalu ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel, dan dihomogenkan dengan bantuan touch mixer (pencampur sentuh) dan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm. Dipipet supernatan sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang..nm.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN4.1HasilTabel 1. Data Kurva kalibrasi Ibuprofen dalam usus halus homogen pH 7,4 isotonis pada suhu 270CNoKonsentrasi (ppm)Absorbansi

1100,055

2200,072

3400,089

4700,110

51000,185

62000,205

74000,257

86000,348

98000,398

R0,9555

Tabel 2. Data Absorpsi ibuprofen dalam usus halus homogen pH 7,4 isotonis dengan variasi waktu konsentrasi 2 mMWaktu(menit)AbsorbansiA Rata-rataStandar deviasi

A1A2A3

0,750,10570,10130,09720,10144,25x10-3

10,10160,10790,10550,10803,18x10-3

30,09230,09050,09380,09615,05x10-3

70,09990,09180,08890,09355,70x10-3

100,10280,09680,10020,09993,01x10-3

150,09720,10180,09380,10844,01x10-3

4.2 PerhitunganTerlampir

4.3 PembahasanBerdasarkan percobaan yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap absorpsi Ibuprofen pada usus halus kelinci yang dihomogenkan dilakukan penentuan absorpsi ibuprofen dengan berbagai waktu yang berbeda untuk melihat pada waktu berapa yang memiliki daya absorpsi yang paling efektif bagi tubuh yang di analogikan dengan menggunakan hewan percobaan kelinci. Waktu mempengaruhi koefisien difusi ,dimana koefisien difusi merupakan suatu tetapan untuk setiap obat dan sebagai sejumlah molekul obat yang terdifusi lewat suatu membrane dengan luas tertentu untuk tiap satuan waktu bila perbedaan konsentrasi sama dengan satu (Shargel, 1988).

13

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa adanya pengaruh variasi waktu terhadap absorbsi Ibuprofen. Pada menit ke-15, absorbsi Ibuprofen pada usus halus yang telah dihomogenkan lebih banyak.5.2 Saran Pada percobaan selanjutnya dapat dilakukan percobaan secara in situ. Pada percobaan selanjutnya dapat dilakukan pengukuran dengan metode KCKT.

DAFTAR PUSTAKADitjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 43, 164, 449, 487.Nafrialdi. (2007). Obat yang Mempengaruhi Metabolisme Elektrolit dan Konservasi Air. Dalam buku Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Editor: Rianto Setiabudy dan Nafrialdi. Jakarta: FKUI. Halaman 389, 391.Schoenwald,R.D.(2002).Pharmacookinetics in Drug Discovery and Development. United States of America: CRC Press. Page 11-12.Shargel, L. (1988). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah : Fasich dan Sjamsiah. Edisi Kedua. Surabaya : Penerbit Airlangga University Press. Halaman 86-87,92-94.Shargel, L., and Yu, A. (2005). Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Fourth Edition. New York : Mc. Graw Hill. Page 258-259.Tjay, T.H dan Kirana, R. (2008). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 136.

FLOWSHEET

Kelinci jantan1.1 Pembuatan Usus Halus yang Dihomogenkan

dipuasakan selama 20-24 jamkelinci dianaestesidilakukan pembedahan pada bagian perut tetapi jangan sampai mengenai tulang dadausus halus dikeluarkan dan dibersihkan bagian dalamnya dari kotoran dan bagian luar dari jaringan yang mengikat pembuluh darah halus, dan sebagainya dengan bantuan pinset dan gunting

Usus halus

dicuci dengan natrium klorida fisiologis dinginditimbangdipotong kecil-kecildimasukkan kedalam alat homogenizer mixerditambahkan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 5 kali berat usus halusdihomogenkan

Usus halus homogen

dipipet 50 l usus halus homogendimasukkan kedalam politube

50l usus halus homogendisimpan pada temperatur 0-40C dengan bantuan es

1.2 Pembuatan Larutan Induk Baku I dan II Ibuprofen dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis

62,5 mg Ibuprofen

dimasukkan kedalam labu tentukur 250 mldilarutkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonisditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tandadikocok homogen

Larutan Induk Baku I

dipipet masing-masing 5 ml; 7 ml; 9 ml; 11 ml; 13 ml; 15 ml; 17 ml; 19 ml; dan 21 mldimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mlditambahkan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tandadikocok homogen

Larutan Induk Baku II

1.3 Pembuatan Larutan Induk Baku III dengan Konsentasi 1000 mcg/mlLarutan Induk Baku I

Dipipet 10 mlDimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mlDicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis samapai garis tandaDikocok homogen

Larutan Induk Baku III

1.4 Pembuatan Larutan Obat Ibuprofen dengan Konsentrasi 2 mmol

20,628 mg Ibuprofen baku

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mlDilarutkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonisDicukupkan dengan dapar fosfat pH 7,4 isotonis sampai garis tandaDikocok homogen

Larutan Ibuprofen dengan konsentrasi 2 mmol

1.5 Penentuan Kurva Absorpsi Ibuprofen SupernatanEndapan (dibuang)50 l Usus halus homogenUsus Halus yang Dihomogenkan

disimpan pada temperatur 0-4C dengan bantuan es diprainkubasikan selama 3 menit dimasukkan larutan induk baku III Ibuprofen ke dalam politube sebanyak 100 l dihomogenkan diinkubasi selama 3 menit untuk ibuprofen pada temperatur 27 0C ditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampel dihomogenkan disentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm dipisahkan

dipipet sebanyak 0,5 mldimasukkan dalam labu tentukur 10 mlditambahkan dengan dapar fosfat isotonis pH 7,4 sampai garis tandadiukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 200 - 400 nm

Panjang Gelombang Maksimum

1.6 Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen dalam Usus Halus Kelinci yang Dihomogenkan dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis pada temperatur 27 0C pada = 223,0, n = 5

50 l Usus halus homogen

disimpan pada temperatur 0-4C dengan bantuan esdiprainkubasikan selama 3 menitdimasukkan larutan Ibuprofen 500 mcg/ml, 700 mcg/ml, 900 mcg/ml, 1100 mcg/ml, 1300 mcg/ml, 1500 mcg/ml, 1700 mcg/ml, 1900 mcg/ml, dan 2100 mcg/ml kedalam politube sebanyak 100 ldihomogenkandiinkubasi selama 3 menit untuk ibuprofen pada temperatur 27 0Cditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampeldihomogenkandisentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpm

Supernatandipisahkan

Endapan (dibuang)

dipipet sebanyak 0,5 mldimasukkan dalam labu tentukur 10 mlditambahkan dengan dapar fosfat isotonis pH 7,4 sampai garis tandaditetapkan kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 223,0 nm

Hasil1.7 Penentuan Absorpsi Ibuprofen dalam Usus Halus Kelinci yang Dihomogenkan dalam Dapar Fosfat pH 7,4 Isotonis dengan Variasi Waktu

50 l Usus halus homogen

disimpan pada temperatur 0-4C dengan bantuan esdiprainkubasikan selama 3 menitdimasukkan larutan obat ibuprofen dengan konsentrasi 2 mmol sebanyak 100 l kedalam politubedihomogenkandiinkubasi dengan variasi waktu 45 detik; 1 menit; 3 menit; 7 menit; 10 menit; 15 menit pada temperatur 27 0Cditambahkan etanol sebanyak 4 kali volume sampeldihomogenkandisentrifugasi selama 30 detik, 3000 rpmdipisahkan

Endapan (dibuang)Supernatan

dipipet sebanyak 0,5 mldimasukkan dalam labu tentukur 10 mlditambahkan dengan dapar fosfat isotonis pH 7,4 sampai garis tandadiukur absorbansinya dengan spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 223 nm

Hasil

DAFTAR GAMBAR Homogenizer MixerTouch Mixer

Waterbath Usus yang telah dihomogenkan Alat Sentrifuge Kelinci

21