Tugas Terstruktur Tsf

35
TU Teknolog Agung Fitriyanto (G1F Raden Alfian P.S. (G1F Yolita Satya G. (G1F Gima Amezia S. (G1F0 Nurina K. S. (G1F0 Riri Fauziyya (G1F0 KEMENT UNIV FAKULTAS KE UGAS TERSTRUKTUR TSF gi Pembuatan Sediaan Semisolid Disusun oleh : F008064) F011004) F011010) 011016) 011022) 011028) Khilman H.P Fathia Rahma Zein Aisyah Putriani Akwila Albert Febriana Tyas Intan Hanif TRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAA VERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN EDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHA JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2013 d (G1F011036) (G1F011044) (G1F011050) (G1F011056) (G1F011062) (G1F0110) AN ATAN

description

Tugas Terstruktur Tsf

Transcript of Tugas Terstruktur Tsf

Page 1: Tugas Terstruktur Tsf

TUGA

Teknologi P

Agung Fitriyanto (G1F008

Raden Alfian P.S. (G1F011

Yolita Satya G. (G1F011

Gima Amezia S. (G1F011

Nurina K. S. (G1F011

Riri Fauziyya (G1F011

KEMENTR

UNIVER

FAKULTAS KEDO

TUGAS TERSTRUKTUR TSF

Teknologi Pembuatan Sediaan Semisolid

Disusun oleh :

(G1F008064)

(G1F011004)

(G1F011010)

(G1F011016)

(G1F011022)

(G1F011028)

Khilman H.P

Fathia Rahma Zein

Aisyah Putriani

Akwila Albert

Febriana Tyas

Intan Hanif

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

LTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATA

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2013

Semisolid

(G1F011036)

(G1F011044)

(G1F011050)

(G1F011056)

(G1F011062)

(G1F0110)

UDAYAAN

KESEHATAN

Page 2: Tugas Terstruktur Tsf

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dewasa ini konsumsi masyarakat terhadap produk-produk untuk kulit sangatlah

banyak. Banyak obat-obat topikal yang dikembangkan untuk berbagai efek farmakologi.

Obat-obat yang digunakan untuk penggunaan topikal biasanya berupa sediaan semi solid.

Obat bentuk sediaan setengah padat umumnya hanya dipakai sebagai obat luar, dioleskan

pada kulit untuk keperluan terapi atau hanya sebagai pelindung kulit. Obat ini juga dapat

berfungsi sebagai kosmetika, menutupi kelainan-kelainan pada kulit yang kurang

menyenangkan penderitanya. Pada prinsipnya obat sediaan setengah padat untuk pemakaian

pada kulit berupa campuran dalam berbagai perbandingan lemak/minyak dengan dasar salep

dan bahan padat, dengan atau tanpa tambahan air. Sediaan semi solid terdiri dari, salep, krim,

gel, pasta, dan cerata.

Obat-obat semi padat dikembangkan dengan berbagai teknologi baik secara

tradisional maupun secara modern. Teknologi pembuatan sediaan semi solid sangat

dibutuhkan untuk mempermudah dan mempercepat pembuatan sediaan semi solid. Teknologi

sediaan semi padat mayoritas dibutuhkan untuk pencampuran.

Pencampuran adalah salah satu operasi farmasi yang paling umum. Sulit untuk

menemukan produk farmasi dimana pencampuran tidak dilakukan pada tahap pengolahan.

Pencampuran dapat didefinisikan sebagai proses di mana dua atau lebih komponen dalam

kondisi campuran terpisah atau kasar diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel

dari salah satu bahan terletak sedekat mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain.

Tujuan pencampuran adalah memastikan bahwa ada keseragaman bentuk antara bahan

tercampur dan meningkatkan reaksi fisika atau kimia.

Bentuk sediaan semi padat digunakan ketika resep dokter memerlukan kombinasi dari

dua atau lebih salep atau krim dalam rasio tertentu atau penggabungan obat ke dalam salep

atau basis krim. Karena pencampuran langsung dari bahan-bahan tidak selalu dapat

dilaksanakan, penggabungan agen lain diperlukan untuk memastikan partikel berukuran

halus. Alat pencampur sediaan semi padat diantaranya adalah spatula, mortar dan stamper,

ointment slab, blender, homogenizer, mixer, agitator mixers, shear mixers, ultrasonic mixers,

planatory mixer, double planetary mixers, sigma mixer, colloid mill, dan. triple-roller mill.

Page 3: Tugas Terstruktur Tsf

Makalah ini akan membahas tentang teknologi sediaan semi solid yang terdiri dari

gel, krim, dan lotion. Pembahasan dalam makalah ini mencakup pengertian, metode

pembuatan, teknologi pembuatan sediaan, dan formulasi.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud sediaan gel, krim, dan lotion?

2. Bagaimana metode pembuatan sediaan gel, krim, dan lotion?

3. Bagaimana teknologi pembuatan sediaan gel, krim, dan lotion?

4. Bagaimana formulasi sediaan gel, krim, dan lotion?

I.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian sediaan gel, krim, dan lotion.

2. Mengetahui metode pembuatan sediaan gel, krim, dan lotion.

3. Mengetahui teknologi pembuatan sediaan gel, krim, dan lotion.

4. Mengetahui formulasi sediaan gel, krim, dan lotion.

Page 4: Tugas Terstruktur Tsf

BAB II

II.1 Sediaan Gel

A. Pengertian

Gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang mengandung larutan bahan aktif

tunggal maupun campuran dengan pembawa senyawa hidrofilik atau hidrofobik (Anonim,

1994). Gel digolongkan sebagai sistem dua fase. Dalam sistem dua fase, jika urutan

partikel dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai

magma. Sedangkan gel fase tungggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar

serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara

molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari

makromolekul sintetik misalnya karbomer (Anonim, 1995).

Beberapa keuntungan bentuk gel menurut Lieberman (1989) diantaranya tidak

lengket, gel mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat

apabila disimpan dan akan segera mencair bila dikocok, konsentrasi bahan pembentuk gel

yang dibutuhkan hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak

mengalami perubahan yang berarti pada suhu penyimpanan. Sedangkan menurut Voigt

(1994 ). Beberapa keuntungan sediaan gel adalah sebagai berikut:

• Kemampuan penyebarannya baik pada kulit

• Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

• Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

• Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

• Pelepasan obatnya baik

B. Metode Pembuatan

Cara pembuatan gel antiinflamasi Na diklofenak menggunakan basis gel HPMC 4000

dengan menggunakan sistem niosom. Na diklofenak bersifat lipofilik serta agak sukar

larut dalam air dan minyak, sedangkan obat tersebut ini diformulasi dalam basis gel

hidrofilik, hal dapat diatasi dengan dibuat suatu modifikasi menggunakan sistem vesikel

yaitu niosom. Sistem niosom akan menjebak obat di dalam vesikel sehingga akan

meningkatkan jumlah obat yang terlarut. Adanya gugus hidrofil di bagian terluar vesikel

akan berinteraksi dengan fase air sehingga sistem niosom dapat meningkatkan distribusi

obat dalam basis gel yang hidrofil. Pembuatan gel na diklofenak dengan mencampurkan

Page 5: Tugas Terstruktur Tsf

propilen glikol dengan sebagian basis gel, kemudian ditambahkan sistem niosom Na-

diklofenak. Selanjutnya ditambahkan basis gel HPMC 4000 hingga 20 g lalu diaduk

dengan mixer hingga homogen (Handayani,2009).

C. Teknologi Pembuatan

Salah satu alat yang digunakan untuk menghomogenkan sediaan gel adalah mixer.

Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel tapi efek

menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk membuat emulsi

tipe batch. Terdapat berbagai macam mixer yang dapat digunakan dalam pembuatan

sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang dan memilih mixer

sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur. Sebagai contoh: salah

satu aspek desain mixer yang penting adalah seberapa baik/tahan dinding internal

dari mixer. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan dengan baja tahan karat

dari mixer sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup untuk

memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mixer Jika proses pengadukan tidak

berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel /tersisa pada dinding mixer),

maka hasil pencampurannya tidak akan homogen. Oleh karena mixer mempunyai

aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak dan

emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain spesifikasi

untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak udara yang ikut

terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa yang menggangu saat

melakukan pembacaan volume sedimentasi (Lieberman HA & Lachmann, 1994).

D. Formulasi

Dalam formulasi gel tiga komponen utama yang digunakan adalah basis gel, zat aktif,

kosolven. Basis gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

1. Basis gel hidrofobik

Basis gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase.

Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar,

tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus. Contoh bahan pembentuk basis

gel hidrofobik adalah :

• Senyawa hidrokarbon, seperti minyak mineral/gel polietilen, petrolatum.

Page 6: Tugas Terstruktur Tsf

• Lemak hewan dan tumbuhan, seperti lard, lemak coklat.

• Basis sabun berminyak, seperti gel aluminium stearat, minyak mineral (Ansel,

1989).

2. Basis gel hidrofilik

Basis gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar

dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah

hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari

bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan

hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki

stabilitas yang lebih besar. Basis hidrofilik yang sering digunakan adalah propilen

glikol, gliserol ataupun air sebagai solvennya. Sebagai gelling agentnya dapat

digunakan polimer-polimer, seperti polimer alam (tragakan, alginate, agar), polimer

semisintetis ( derivate selulosa seperti, metal selulosa, CMC-Na, HPMC, HPC),

polimer sintetis (carbomer/carbopol) (Ansel, 1989).

Kosloven yang digunakan biasanya adalah propilen glikol. Kosolven berfungsi

sebagai pelarut bagi zat aktif dalam sediaan gel, karena Suatu partikel obat harus dalam

bentuk terlarut (molekuler) agar dapat berdifusi (Barry, 1983; Martin,1993) dan lepas

dari basis.

Pembuatan basis gel HPMC 4000. Digunakan basis gel HPMC 4000 dengan

kadar 3%. Cara pembuatannya HPMC 4000 didispersikan dalam aquades bebas CO2

sebanyak 20 kalinya. Kemudian dibiarkan hingga semua HPMC 4000 mengembang

dan diaduk sampai terbentuk massa gel. Berikutnya ditambahkan aquades bebas CO2

hingga berat yang diinginkan dan diaduk hingga homogen. Lalu didiamkan selama 24

jam.

Pembuatan sediaan gel Na-diklofenak. Dibuat dua formula (formula I & II), di mana

formula I adalah sediaan gel Na-diklofenak tanpa sistem niosom, dan formula II adalah

sediaan gel Na-diklofenak dalam sistem niosom. Dilakukan replikasi pembuatan

sebanyak tiga kali dari masing-masing formula. Pada formula I Na-diklofenak

dilarutkan dengan propilen glikol lalu tambahkan basis gel HPMC 4000 sampai 20 g

dan diaduk hingga homogen. Formula II dibuat dengan mencampurkan propilen glikol

dengan sebagian basis gel, kemudian ditambahkan sistem niosom Na-diklofenak.

Selanjutnya ditambahkan basis gel HPMC 4000 hingga 20 g lalu diaduk hingga

homogen (Handayani,2009).

Page 7: Tugas Terstruktur Tsf

II.2 Sediaan Krim

A. Pengertian

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah

padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk

pemakaian luar. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV , krim adalah bentuk sediaan

setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam

bahan dasar yang sesuai.

Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air

tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.Secara tradisional

istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yangmempunyai konsistensi

relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m)atau minyak dalam air (m/a).

(Anonim, 1978)

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-

asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan

lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu:

1. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak

Contoh : cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk

memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih,

berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil

dalam jumlah besar.

2. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air

Contoh : vanishing cream Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang

digunakan untuk maksud membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas

bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan

lapisan berminyak/film pada kulit ( Anonim, 2012 ).

B. Metode Pembuatan

Metode Pembuatan terdiri atas:

1. Metode Pelelehan ( fusion)

Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah meleleh

diaduk sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.

Page 8: Tugas Terstruktur Tsf

2. Metode Triturasi

Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan

terakhir. Di sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat

khasiatnya. Pada skala industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan

keberhasilan produksi sangat tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses

pemindahan dari satu tahap pembuatan ke tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas

zat berkhasiat pada penyimpanan perlu diperhatikan, antara lain:

• Kondisi temperatur /suhu

• Kontaminasi dengan kotoran

• Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap.

Dasar – dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:

1. Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan.

Bahan padat dalam suatu sediaan diusahakan mempunyai ukuran yang homogen.

Skrining partikel dimaksudkan untuk menghilangkan partikel asing yang dapat terjadi

akibatadanya partikel yang terflokulasi dan aglomerisasi selama proses.

2. Pemanasan dan pendinginan

Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan bahan berkhasiat, pencampuran

bahan- bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi. Pembuatan sediaan semi solid

dibutuhkan pemanasan, sehingga pada proses homogenisasi bahan- bahan yang digunakan

tidak membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila didalam sediaan tersebut ada

bahan-bahan yang termolabil.

3. Pencampuran

Pencampuran terdiri tiga macam:

a. Pencampuran bahan padat.

Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah menghancurkan aglomerat yang

terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba sama.

b. Pencampuran untuk larutan.

Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan yaitu: adanya transfer

panas dan homogenitas komponen sediaan.

c. Pencampuran semi solida.

Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan alat pencampuran dengan

bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade. Alat dengan sigma blade dapat

Page 9: Tugas Terstruktur Tsf

membersihkan salep/ krim yang menempel pada dinding wadah dan menjamin

homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.

4. Penghalusan dan Homogenisasi.

Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah penghalusan dan

homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan baik.

C. Teknologi Pembuatan

Teknologi pembuatan krim salah satunya menggunakan aplikasi nanoteknologi.

Aplikasi nanoteknologi sangat luas sekali termasuk aplikasi dalam bidang kesehatan dan

farmasi yang mencakup penghantaran obat, implant medis, serta dalam bidang kosmetik

(Soebandrio, 2007).Di kosmetik contoh aplikasi nanoteknologi adalah penggunaan tabir

surya berbasis nanopartikel TiO2 dan ZnO (Merkle, 2007). TiO2 dan ZnO merupakan

perlindungan kulit secara fisik yang bekerja dengan cara memantulkan kembali sinar yang

mengenai kulit (Tranggono & Latifah, 2007).Produk nanopartikel untuk kosmetik dan

produk anti penuaan memiliki daya absorpsi yang cepat, penetrasi dan distribusi lebih

baik, dan memiliki tampilan sediaan yang lebih baik (Merkle, 2007).

Menurut Sherman, yang tercantum dalam buku Harry’s Cosmeticology enam

faktor yang mempengaruhi sifat reologi dan konsistensi dari suatu emulsi, diantaranya

adalah viskositas dari fase terdispersi (fase dalam), viskositas dari fase kontinu (fase luar),

volume konsentrasi dari fase terdispersi, sifat dari pengemulsi (emulgator) dan antramuka,

pengaruh elektroviskos, dan distribusi ukuran partikel dari globul globul.

Alat yang umum digunakan dalam pembuatan krim adalah:

• Mortir dan Stamper

• Timbangan dan Anak Timbangan

• Spatula

• Beaker Glass

• Gelas Ukur

• Cawan porselen

� Spatula

Spatula biasanya digunakan untuk memindahkan bahan padat seperti serbuk,

salep, atau krim. Mereka juga digunakan untuk mencampur bahan bersama-sama

Page 10: Tugas Terstruktur Tsf

menjadi campuran homogen. Spatula tersedia dalam stainless steel, plastik dan hard

rubber. Jenis spatula yang digunakan tergantung pada apa yang sedang dipindahkan

atau dicampur (Madinah, 2008).

� Ointment Slab

Sama halnya dengan mortar, stamper, dan spatula, ointment slab merupakan

andalan di pengaturan farmasi. Ointment slab memberikan permukaan yang keras dan

bersih untuk pencampuran senyawa. Sebagian besar ointment slab berupa plat kaca

yang permukaannya non-absorbable. Untuk beberapa peracikan, apotek banyak

membeli kertas perkamen yang melayani tujuan yang sama ketika ditempatkan di atas

slab salep, tapi mudah dibuang setelah digunakan tanpa pembersihan yang diperlukan

termasuk antara campuran (Madinah, 2008).

Ointment slab

� Blender

Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan

kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan

dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium

dispersinya. Selain itu blender juga dapat menghomogenkan campuran dan

memperkecil ukuran partikel. Dengan adanya pengadukan mengakibatkan terjadinya

tumbukan antarpartikel dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus maka terjadi

transfer massa sehingga ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel

yang kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesivitasnya tinggi sehingga

cendrung memisah. Namun kelemahan alat ini adalah muah terbentuk buih/busa

yang dapat menggangu pengamatan selanjutnya. Penggunaan emulgator hidrokarbon

akan membuat makromolekul dari hidrokarbon terpotong-potong sehingga dapat

Page 11: Tugas Terstruktur Tsf

mempengaruhi kestabilan emulsi yang terbentuk (Lieberman HA & Lachmann,

1994).

Blender

� Mortar dan Stamper

Mortar dan stamper digunakan untuk menggiling partikel ke dalam bubuk halus

(triturasi). Penggabungan cairan (levigasi) dapat mengurangi ukuran partikel lebih

lanjut. Mortar dan stamper terbuat dari kaca, porselin, wedgwood atau marmer. Kaca

lebih baik digunakan untuk pencampuran bentuk sediaan cairan dan semi padat

(Madinah, 2008).

Mortar dan stamper

� Homogenizer

Homogenizer paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers kemudian

meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya meningkatkan viskositas

emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya ”creaming”. Homogenizer

bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui suatu celah

yang sangat sempit lalu dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada peniti-

peniti metal yang ada di dalam celah tersebut. Homogenizer umumnya terdiri dari

pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500-5000 psi, dan suatu lubang

yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada tempat

Page 12: Tugas Terstruktur Tsf

katup dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan dan

sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat (dudukan) katup. Pada titik

ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan secara spontan

sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear hidrolik. Cara kerja

homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata

kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat menaikkan temperatur emulsi sehingga

dibutuhkan pendinginan (Lieberman HA & Lachmann, 1994).

Homogenizer

� Mixer

Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel

tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk membuat

emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mixer yang dapat digunakan dalam

pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang dan

memilih mixer sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur.

Sebagai contoh: salah satu aspek desain mixer yang penting adalah seberapa baik/tahan

dinding internal dari mixer. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan dengan baja

tahan karat dari mixer sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup untuk

memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mixer. Atau dengan kata lain, mata

pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau memindahkan bahan yang melekat

pada dinding mixer tanpa merusak dinding mixer. Jika proses pengadukan tidak

berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel/tersisa pada dinding mixer),

maka hasil pencampurannya tidak akan homogen. Oleh karena mixer mempunyai

aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak

dan emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain

spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak udara

yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa yang

menggangu saat melakukan pembacaan volume sedimentasi (Lieberman HA &

Lachmann, 1994).

Page 13: Tugas Terstruktur Tsf

� Mixer Agitator Mixers

Secara prinsip mirip dengan mixer pengaduk yang digunakan untuk cairan dan

untuk serbuk, memang mixer gerakan planetary sering digunakan untuk semi

padat. Mixers dirancang khusus untuk semi padat yang biasanya memiliki bentuk lebih

berat untuk menangani bahan dengan konsistensi lebih besar. Lengan pengaduk dirancang

untuk menarik, meremas, membentuk dan bergerak sedemikian rupa sehingga bahan

dibersihkan dari semua sisi dan sudut tempat pencampuran (Bhatt & Agrawal, 2007).

Salah satu bentuk umum yang digunakan untuk menangani konsistensi plastik semi padat

dikenal sebagai mixer lengan sigma, karena mixer menggunakan dua bilah mixer, dengan

bentuk yang menyerupai huruf Yunani, sigma (∑). Kedua bilah berputar terhadap satu

sama lain dan beroperasi di sebuah tempat pencampuran yang memiliki bentuk

bak double, masing-masing bilah menyesuaikan bak. Dua bilah berputar pada kecepatan

yang berbeda, yang satu biasanya sekitar dua kali kecepatan yang lain, menghasilkan

penarikan lateral bahan dan terbagi ke dalam kedua bak. Bentuk bilah dan perbedaan

kecepatan menyebabkan gerakan end-to-end. Dengan bentuk yang kokoh dan daya yang

lebih tinggi, bentuk mixer ini dapat menangani bahkan bahan plastik terberat, dan produk-

produk seperti massa pil, massa tablet granul, dan salep yang telah siap dicampur. Salah

satu masalah yang dihadapi dalam pencampuran semi padat adalah masuknya

udara. Mixer lengan sigma dapat ditutup dan dioperasikan pada tekanan rendah, yang

merupakan metode terbaik untuk menghindari masuknya udara dan dapat membantu

dalam meminimalkan dekomposisi bahan oxidisable, tetapi harus digunakan dengan hati-

hati jika campuran mengandung bahan yang mudah menguap (Bhatt & Agrawal, 2007).

Agitator mixer

Page 14: Tugas Terstruktur Tsf

� ShearMixers

Mesin yang dirancang untuk pengurangan ukuran ini dapat digunakan untuk

mencampur. Tetapi meskipun gaya gesernya baik, efisiensi pencampuran umumnya

buruk. Bentuk rotary mungkin digunakan dan colloid mill memiliki stator dan rotor

dengan permukaan kerja kerucut. Rotor bekerja pada kecepatan antara 3.000-15.000

rpm dan pembersihan dapat diatur antara 50-500 mikrometer. Suspensi campuran kasar

atau dispersi dimasukkan melalui corong dan dikeluarkan antara permukaan kerja

dengan gaya sentrifugal (Bhatt & Agrawal, 2007).

Shear mixer

� PlanatoryMixer

Planatory mixer digunakan untuk pencampuran dan mengaduk bahan kental

dan seperti bubur, planatory mixer tersebut masih sering digunakan untuk operasi dasar

pencampuran dalam industri farmasi. Planatory mixer digunakan dengan kecepatan

rendah untuk pencampuran kering dan kecepatan lebih cepat untuk peremasan yang

diperlukan dalam granulasi basah (Bhatt & Agrawal, 2007). Keuntungan: planatory

mixer bekerja pada berbagai kecepatan. Hal ini lebih berguna untuk granulasi basah dan

lebih menguntungkan dibandingkan sigma mixers. Kerugian:

� Planatory mixer membutuhkan daya tinggi.

� Panas mekanik dibangun dalam campuran bubuk.

� Penggunaan terbatas hanya pada pekerjaan batch (Bhatt & Agrawal, 2007)

� DoublePlanetaryMixers

Double planetary mixers mencakup dua bilah yang berputar pada sumbu

mereka sendiri, sementara mereka mengorbit tempat mencampur pada sumbu umum.

Bilah terus maju di sepanjang pinggiran tempat, menghapus bahan dari dinding tempat

Page 15: Tugas Terstruktur Tsf

dan membawanya ke bagian interior. Berlawanan dengan conventional planetary mixer,

negosiasi kedua konsfigurasi bilah menyapu dinding tempat searah jarum jam dan

memutar dalam arah yang berlawanan pada sekitar tiga kali kecepatan

perjalanan. Shear blades menggantikan bahan dari dinding tempat dan oleh aksi

tumpang tindih mereka pusat membawa partikel ke arah agitator shafts, sehingga

menghasilkan gaya geser yang luas. Dengan menggunakan bahan ini bahkan bahan

yang sangat kental dan kohesif dapat dicampur secara efisien (Bhatt & Agrawal, 2007).

Double planetary mixers

� Sigmamixer

Sigma mixer berisi pencampuran elemen (blades) dari dua tipe sigma dalam

jumlah yang kontra berputar ke dalam untuk mencapai sirkulasi ujung ke ujung serta

menyeluruh dan pencampuran yang seragam di pembersihan dekat atau tertentu dengan

wadah. Produk campuran dapat dengan mudah diberhentikan dengan memiringkan

wadah dengan tuas tangan secara manual baik dengan sistem roda gigi yang dioperasikan

secara manual atau bermotor. Mixer yang lengkap dipasang pada baja dibuat dari

kekuatan yang sesuai untuk menahan getaran dan memberikan performance (Bhatt &

Agrawal, 2007).

Sigma mixer

Sigma mixer digunakan untuk proses granulasi basah dalam pembuatan tablet,

massa pil dan salep. Hal ini terutama digunakan untuk pencampuran padat-cair meskipun

bisa digunakan untuk campuran padat-padat juga. Keuntungan:

� Bilah sigma mixer menciptakan jarak kematian minimal selama pencampuran.

� Ada toleransi dekat antara bilah dan dinding samping maupun bawah mixer shell.

Kerugian: Sigma mixer bekerja dengan kecepatan tetap (Bhatt & Agrawal, 2007).

Page 16: Tugas Terstruktur Tsf

� UltrasonicMixers

Metode yang efektif untuk menangani bentuk-bentuk tertentu dari masalah

pencampuran adalah untuk permasalahan bahan terhadap getaran ultrasonik. Hal ini

memiliki aplikasi khusus dalam pencampuran dalam preparasi emulsi (Bhatt & Agrawal,

2007).

Ultrasonic mixer

� ColloidMill

Colloid mill berguna untuk penggilingan, dispersi, homogenisasi dan merusak

aglomerat dalam pembuatan pasta makanan, emulsi, coating, salep, krim, pulp, minyak,

dll. Fungsi utama dari colloid mill adalah untuk memastikan kerusakan aglomerat atau

dalam kasus emulsi untuk menghasilkan tetesan halus yang berukuran sekitar 1 mikron.

Bahan yang diproses diisi oleh gravitasi untuk dipompa sehingga lewat di antara

elemen rotor dan stator dimana ia mengalami gaya geser dan hidrolik tinggi. Bahan

dibuang melalui gerbong dimana ia dapat diresirkulasi untuk perlewatan kedua,

biasanya untuk bahan yang memiliki kepadatan lebih tinggi dan isi serat cakram beralur

berbentuk kerucut. Terkadang pengaturan pendinginan dan pemanasan juga ditentukan

dalam penggilingan ini yang tergantung pada jenis bahan yang diproses. Kecepatan

rotasi rotor bervariasi dari 3.000-20.000 rpm dengan jarak kemampuan penyesuaian

yang sangat halus antara rotor dan stator bervariasi dari 0.001-0.005 inci tergantung

pada ukuran alat. Colloid mills memerlukan pengisian air yang banyak, cairan dipaksa

melalui celah sempit dengan aksi sentrifugal dan jalur spiral. Dalam penggilingan ini

hampir semua energi yang diberikan diubah menjadi panas dan gaya geser terlalu dapat

meningkatkan suhu produk. Oleh karena itu, sebagian besar colloid mills dilengkapi

dengan jaket air dan itu adalah juga diperlukan untuk mendinginkan bahan sebelum dan

setelah melewati penggilingan (Bhatt & Agrawal, 2007).

Colloid mills

Page 17: Tugas Terstruktur Tsf

Dalam colloid mill primer, aksi geser intens diproduksi antara running rotor pada

beberapa ribu rpm dengan permukaan kerjanya dalam proxim yang dekat ke stator.

Sebuah rotor berdiameter 5 inci berjalan pada 9000 rpm dan memiliki output 40-60 galon

tergantung pada viskositas cairan. Kesenjangan antara dua permukaan disesuaikan dari

0,3-0,002 inci. Campuran mentah dimasukkan melalui gerbong ke pusat rotor. Bahan

dikeluarkan dan berhenti setelah homogenisasi di seluruh permukaan shearing. Bahan

harus diberikan pada tingkat yang jarak antara rotor dan stator menjaga keseluruhan

pengisian dengan cairan. Colloid mills digunakan dalam produksi salep, krim, gel dan

cairan kental tinggi untuk grinding, membubarkan dan homogenisasi dalam satu operasi

(Bhatt & Agrawal, 2007).

Keuntungan:

• Distribusi partikel sangat halus melalui gaya geser yang optimal.

• Kapasitas yang tinggi dengan kebutuhan ruang minimal.

• Penanganan cepat dan memudahkan pembersihan.

• Aplikasi hampir terbatas karena sistem homogenisasi fleksibel yang tinggi (Bhatt &

Agrawal, 2007).

� Triple-RollerMill

Berbagai jenis roller mill biasanya digunakan terdiri dari satu atau lebih rol,

terutama triple-roller mill. Alat ini dilengkapi dengan tiga rol yang terdiri dari bahan

tahan abrasi keras. Mereka dilengkapi sedemikian rupa sehingga mereka datang dalam

kontak dekat satu sama lain dan berputar pada kecepatan yang berbeda. Materi yang

datang di antara rol dihancurkan dan ukuran partikelnya dikurangi. Penurunan ukuran

partikel tergantung pada gap antara rol dan perbedaan kecepatannya. Bahan masuk

melewati gerbong A, diantara rol B dan C dimana ia mengurangi ukuran. Kemudian

bahan tersebut lewat di antara rol C dan D dimana ia kemudian mengurangi ukuran

partikel dan menghasilkan campuran yang halus. Gap antara rol C dan D biasanya

kurang dari celah antara B dan C, setelah melewati materi antara rol C dan D bahan halus

terus dihapus dari rol D oleh sarana scraper E, dari mana ia dikumpulkan dalam

penerima (Bhatt & Agrawal, 2007). Pada skala besar, roller mill salep mekanik

digunakan untuk mendapatkan salep halus dan tekstur yang seragam. Perlakuan salep

kasar dipaksa untuk lewat melalui rol stainless steel di mana ia mengurangi ukuran

partikel dan produk halus yang seragam dalam komposisi dan tekstur yang diperoleh.

Page 18: Tugas Terstruktur Tsf

Untuk skala kecil kerja, pabrik salep kecil tersedia (Bhatt & Agrawal, 2007).

Keuntungan: triple-roller mill menghasilkan dispersi yang sangat seragam dan cocok

untuk terus menerus memproses (Bhatt & Agrawal, 2007).

Gambar 15. Triple-roller mills

� Brookfield

Instrumen ini mengukur tegangan geser pada poros berputar pada yang pasti,

kecepatan konstan sementara tenggelam dalam sampel. Viskositas adalah pernyataan

tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise

= 100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang

bersangkutan. Viskositas diukur dengan Viscometer Brookfield. Spindel terlebih

dahulu dipanaskan pada suhu 75 oC kemudian dipasang ke alat ukur viscometer

Brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viskometer

dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75 oC dan nilai

viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100.

Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh 2 kali untuk spindel no 1.

� PH METER

PH Meter adalah sebuah alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH

(kadar keasaman atau alkalinitas) ataupun basa dan suatu larutan (meskipun probe

khusus terkadang digunakan untuk mengukur pH zat semi padat). PH meter yang biasa

terdiri dañ pengukuran probe pH(elektroda gelas) yang terhubung ke pengukuran

pembacaan yang mengukur dan menampilkan pH yang terukur. Prinsip kerja dan alat

Page 19: Tugas Terstruktur Tsf

ini yaitu semakin banyak elektron pada sampel maka akan semakin bernilai asam

begitu pun sebaliknya, kareria batang pada pH meter berisi larutan elektrolit lemah.

Alat ini ada yang digital dan juga analog. pH meter banyak digunakan dalam analisis

kimia kuantitatif.

� Pnetometer

Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi / rheologi dipengaruhi

suhu; sedian non newton dipengaruhi oleh waktu istirahat oleh karena itu harus

dilakukan pada keadaan yang identik.

D. Formulasi

Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:

• Zat Aktif

• Minyak

• Air

• Pengemulsi

� Bahan Pengemulsi

Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis

dan sifat krim yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan

emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolamin

stearat, polisorbat, PEG. Sedangkan, bahan-bahan tambahan dalam sediaan krim, antara

lain: Zat pengawet, untuk meningkatkan stabilitas sediaan.

� Bahan Pengawet

Page 20: Tugas Terstruktur Tsf

Bahan pengawet sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin) 0,12-

0,18%, propil paraben (nipasol) 0,02-0,05%. Pendapar, untuk mempertahankan pH

sediaan Pelembab. Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya

pada minyak tak jenuh.

Formula standar krim :

R/ Cera alba 5 gr

Cetacium 10 gr

Adeps lanae 10 gr

Ol. Sesami 50 gr

Aqua 20 gr

Tincture benzoes 5 gr

Ada beberapa bahan yang juga dapat ditambahkan dalam formulasi krim untuk

meningkatkan efektifitasnya, diantaranya:

• Bahan Penetrasi

Senyawa peningkat penetrasi (penetration enhancers) lazim digunakan di dalam

sediaan transdermal dengan tujuan mempermudah transfer obat melewati kulit. Rute

pemberian obat secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk menghindari

variabilitas ketersediaan hayati obat pada penggunaan per oral, menghindari kontak

langsung obat dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping obat tertentu,

juga untuk memperoleh konsentrasi obat terlokalisir pada tempat kerjanya. Namun, kulit

merupakan suatu ’barrier’ alami dengan lapisan terluar (stratum corneum) tersusun atas

jalinan kompak ’crystalline lipid lamellae’ sehingga bersifat impermeabel terhadap

sebagian besar senyawa obat (Khsirsagar, 2000 ).

Senyawa peningkat penetrasi dapat memodifikasi atau melemahkan susunan lipid

interselluler stratum corneum sehingga transfer obat melalui kulit dapat ditingkatkan.

Senyawa peningkat penetrasi yang banyak digunakan adalah dimetil sulfoksida (DMSO),

dimetil asetamida (DMA), dimetil formamida (DMF), propilen glikol, gliserol dan lainlain

(Williams & Barry, 2004). Pemakaian pelarut organik seperti DMSO terbukti efektif

Page 21: Tugas Terstruktur Tsf

dalam meningkatkan penetrasi senyawa obat seperti golongan barbiturat, steroid, dan

griseofulvin, namun memiliki kelemahan diantaranya bersifat irritan, menyisakan

perubahan morfologis yang signifikan pada kulit dan toksik.

Penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa VCO dapat meningkatkan laju

permeasi piroksikam dan klotrimazol dari sediaan krim. Kandungan asam lemak (terutama

asam laurat dan oleat) dalam VCO, sifatnya yang melembutkan kulit serta ketersediaan

VCO yang melimpah di Indonesia membuatnya berpotensi untuk dikembangkan sebagai

bahan pembawa sediaan obat, diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Santoyo dan

Pygartua (2000) melaporkan bahwa asam oleat dan asam laurat dapat meningkatkan

absorpsi perkutan piroksikam secara invitro. (Lucida et al., 2008a & 2008b).

• Emulgator

Emulgator yang biasa digunakan dalam pembuatan cream adalah tween dan span.

Ermina Pakki dkk (2009) melakukan studi untuk meneliti mengenai stabilitas krim

antioksidan dari ekstrak biji kakao yang diformulasi dengan beberapa macam emulgator.

Pada penelitian ini digunakan emulgator tween®

60– span®

60 ,

tween®

80–span®

80,

novemer®

, dan capigel®.

Parameter pengujian yang dilakukan meliputi perubahan

organoleptis serta kestabilan fisika dari tiap sediaan krim yang dihasilkan sebelum dan

setelah kondisi penyimpanan dipercepat (pada suhu 5oC dan 35

oC masing-masing selama 12

jam sebanyak 10 siklus) meliputi volume kriming, perubahan kekentalan, dan ukuran tetes

terdispersi serta inversi fase.

Didapatkan hasil dari pengamatan organoleptis memperlihatkan tidak ada perubahan

warna dan bau pada keempat krim. Analisis statistik menunjukkan bahwa variasi emulgator

memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas krim sebelum dan setelah kondisi

penyimpanan dipercepat, sedangkan terhadap ukuran tetes terdispersi tidak menunjukkan

pengaruh yang nyata. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kriming dan inversi fase

pada semua krim. Keempat krim yang diformulasi menggunakan variasi emulgator stabil

secara fisik, namun yang paling stabil secara fisik adalah krim dengan emulgator tween®

80 -

span®

80 konsentrasi 5%.

Page 22: Tugas Terstruktur Tsf

II.3. Sediaan Lotion

Kulit dapat melindungi diri dari berbagai faktor yang menyebabkan kulit menjadi

kering secara alamiah yaitu dengan adanya Natural Moisturizing Factor (NMF) yang

merupakan tabir lemak pada lapisan stratum corneum atau disebut dengan mantel asam.

Dalam kondisi tertentu NMF tersebut tidak mencukupi, sehingga dibutuhkan perlindungan

tambahan non alamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit (Wasitaatmadja,

1997). Lotion adalah pelembab yang berfungsi menyokong kelembaban dan daya tahan air

pada lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit (Mitsui, 1997).

A. Pengertian

Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai campuran

dari dua cairan yang tidak saling bercampur, yang distabilkan dengan sistem emulsi

dan jika ditempatkan pada suhu ruang, berbentuk cairan yang dapat dituang (Rieger,

1994). Menurut FI IV, emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya

terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil

in water (o/w) atau minyak dalam air (M/A), dan water in oil (w/o) atau air dalam

minyak (A/M). Emulsi yang baik memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-

lapisan, tidak berubah warna, dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan

(Suryani et al., 2000). Menurut Dreher et al. (1997) stabilitas emulsi akan meningkat

dengan adanya penambahan polimer yang sesuai dalam fase pendispersi dan

penurunan ukuran partikel fase terdispersi. Hal ini akan mencegah atau

memperpanjang waktu terjadinya penggabungan kembali partikel-partikel sejenis

yang mengakibatkan terjadinya pemisahan fase.

Karakteristik lotion yang baik adalah sebagai berikut:

Page 23: Tugas Terstruktur Tsf

1. Penampakan

Lotion yang baik mempunyai penampakan yang baik pula, mulai dari

homogenitasnya, warnanya, dan rasa lengket terhadap kulit. Suatu emulsi dapat dikatakan

homogen apabila tidak terlihat adanya pemisahan antara komponen penyusun emulsi

tersebut (Erungan dkk, 2009). Homogenitas sistem emulsi dipengaruhi oleh teknik atau

cara pencampuran yang dilakukan serta alat yang digunakan pada proses pembuatan

emulsi tersebut (Rieger, 1994). Warna yang terbentuk pada produk dipengaruhi oleh

warna bahan-bahan yang digunakan (Mitsui, 1997). Rasa lengket ditimbulkan dari fase

minyak yang terkandung dalam formulasi suatu emulsi (Suryani et al., 2000). Suatu

polimer tertentu dapat digunakan untuk mengurangi rasa lengket dari lotin contohnya

adalah karagenin.

2. pH

pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Dalam Journal Cosmetic and

Toiletries by Sun Smart Inc. (1998), pH tubuh manusia berkisar 5,5-7,0. Levin dan

Maibach (2007) menyatakan bahwa pH yang terlalu asam atau basa dapat

menyebabkan kulit menjadi kering dan mengalami iritasi karena terjadinya kerusakan

mantel asam pada lapisan stratum corneum (salah satu bagian epidermis kulit). pH

skin lotion berkisar antara 7,3-7,59 dan berada dalam kisaran pH yang disyaratkan

oleh SNI 16-4399-1996.

3. Bobot jenis, 250 C

Produk yang memiliki stabilitas emulsi yang baik tidak akan mengalami

penyusutan berat atau memiliki persentase penyusutan berat yang kecil walaupun

dalam waktu penyimpanan (Erungan, 2009).

4. Viskositas 250 C

Menurut Schmitt (1996), semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan

tersebut akan makin stabil karena pergerakan partikel cenderung lebih sulit dengan

semakin kentalnya suatu bahan.

Semakin kental emulsi yang dihasilkan semakin sedikit air yang dapat

menguap dari skin lotion tersebut karena terdapat ikatan yang kuat diantara molekul-

molekul penyusunnya sehingga semakin kecil terjadinya dehidrasi yang menyebabkan

Page 24: Tugas Terstruktur Tsf

kulit menjadi kering akibatnya kelembaban semakin terjaga. Polimer hidrofilik,

seperti asam alginat, karaginan, kitosan, kolagen, asam hialuronat berperan sebagai

humektan dalam kosmetik yang dapat membentuk film pada lapisan atas permukaan

kulit sehingga dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (Rieger,

2000).

Penggunaan koloid hidrofilik sangat efektif untuk meningkatkan viskositas

suatu emulsi minyak dalam air karena dapat meningkatkan viskositas fase pendispersi

(fase air) tanpa menaikkan volume fase minyak dalam emulsi tersebut (Rieger, 1994).

Nilai viskositas menurut SNI 16-4399-1996 adalah berkisar antara 2000-50000 cP,

hasil pengukuran terhadap viskositas skin lotion komersial menunjukkan nilai antara

1700-7200 cP.

Viskositas emulsi akan meningkat seiring dengan umur emulsi tersebut (5-15

hari) kemudian relatif stabil (Rieger, 1994). Emulsi yang tidak stabil cenderung

mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan (Suryani et al., 2000).

5. Cemaran mikroba

Lotion merupakan suatu produk yang memiliki jangka waktu pemakaian yang

cukup lama, sehingga adanya mikrob dalam lotion dapat menjadi masalah terhadap

daya awet lotion. Kontaminasi mikrob dapat menyebabkan pemisahan fase,

penyusutan berat produk, dan bau yang tidak sedap. Kontaminasi mikroorganisme

walaupun bukan termasuk mikroorganisme pathogenik tidak diinginkan dalam

kosmetika karena dapat menyebabkan terjadinya deteriorasi pada kualitas produk

seiring waktu pemakaian dan akan menyebabkan iritasi kulit (Mitsui, 1997). Batas

total mikrob yang disyaratkan SNI 16-4399-1996 (maksimal 1,0 x 102 koloni per

gram).

6. Stabilitas Emulsi

Emulsi yang tidak stabil akan mengalami perubahan kimia dan perubahan fisika.

Perubahan kimia yang terjadi antara lain perubahan warna atau warna memudar,

perubahan bau, kristalisasi, dll. Perubahan fisika yang terjadi antara lain pemisahan

fase, sedimentasi, pembentukan aggregat, pembentukan gel, penguapan, peretakan,

pengerasan, dll (Mitsui, 1997).

Page 25: Tugas Terstruktur Tsf

B. Metode Pembuatan

1. Heating Method

Metode heating adalah metode yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi

dengan cara memanaskan fase minyak dan fase air. Caranya yaitu : Fase minyak

dipanaskan pada suhu 800, ditambahkan fase air (dipanaskan pada suhu 80

0 atau pada

suhu ruang), kemudian diaduk menggunakan stirrer. Homogenisasikan sebentar.

Didinginkan dengan cara diaduk pelan-pelan menggunakan stirer dibawah suhu 300

C

dan dihomogenisasikan kembali (Meyer, J et.al., 2005).

2. Cold Method

Metode cold adalah metode yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi

dengan cara memasukan fase minyak dan fase air dalam keadaan dingin tanpa

pemanasan. Caranya yaitu : Fase minyak ditambahkan fase air, kemudian diaduk

menggunakan stirrer. Homogenisasikan sebentar, diaduk pelan-pelan menggunakan

stirer hingga homogen (Meyer, J et.al., 2005).

3. Semi-Cold Method

Metode semi-cold adalah metode yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi

dengan cara memanaskan fase minyak, tanpa memanaskan fase air. Caranya yaitu :

Fase minyak dipanaskan pada suhu 800, ditambahkan fase air (tanpa pemanasan),

kemudian diaduk menggunakan stirrer. Homogenisasikan sebentar. Didinginkan

dengan cara diaduk pelan-pelan menggunakan stirer dibawah suhu 300

C dan

dihomogenisasikan kembali (Meyer, J et.al., 2005).

C. Teknologi Pembuatan

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi :

1. Mortir dan stemper

Mortir dengan permukaan kasar merupakan mortir pilihan untuk pembuatan

emulsi yang baik (Syamsuni, 2006). Mortir dan stamper digunakan untuk menggiling

partikel ke dalam bubuk halus (triturasi). Penggabungan cairan (levigasi) dapat

mengurangi ukuran partikel lebih lanjut. Mortir dan stamper terbuat dari kaca,

porselin, wedgwood atau marmer. Kaca lebih baik digunakan untuk pencampuran

bentuk sediaan cairan dan semi padat (Madinah, 2008).

Page 26: Tugas Terstruktur Tsf

Gambar Mortir dan stamper

2. Botol

Mengocok emulsi dalam botol secara terputus-putus lebih baik daripada secara

terus- menereus, karena hal ini memberikan kesempatan pada emulgator untuk

bekerja sebgelum pengocokan (Syamsuni, 2006).

Gambar Botol Shaker

3. Mixer dan Blender

Partikel fase dispers dihaluskan dengan cara dimasukkan ke dalam ruangan yang

di dalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi. Akibat putaran pisau

tersebut, partikel akan menjadi lebih kecil-kecil (Syamsuni, 2006).

Mixer memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel

tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk

membuat emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mixer yang dapat digunakan

dalam pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang

dan memilih mixer sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur.

Sebagai contoh: salah satu aspek desain mixer yang penting adalah seberapa

baik/tahan dinding internal dari mixer. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan

dengan baja tahan karat dari mixer sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup

Page 27: Tugas Terstruktur Tsf

untuk memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mixer. Atau dengan kata lain,

mata pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau memindahkan bahan yang

melekat pada dinding mixer tanpa merusak dinding mixer. Jika proses pengadukan

tidak berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel/tersisa pada

dinding mixer), maka hasil pencampurannya tidak akan homogen. Oleh

karena mixer mempunyai aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk

mencampur fase air, fase minyak dan emulgator sangat tergantung pada macam

pengaduk yang digunakan. Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan

pula agar tidak terlalu banyak udara yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan

membentuk buih atau bisa yang menggangu saat melakukan pembacaan volume

sedimentasi (Lieberman HA & Lachmann, 1994).

Gambar 7. Mixer

Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan

kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan

dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium

dispersinya. Selain itu blender juga dapat menghomogenkan campuran dan

memperkecil ukuran partikel. Dengan adanya pengadukan mengakibatkan terjadinya

tumbukan antarpartikel dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus maka terjadi

transfer massa sehingga ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel yang

kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesivitasnya tinggi sehingga cendrung

memisah. Namun kelemahan alat ini adalah muah terbentuk buih/busa yang dapat

menggangu pengamatan selanjutnya. Penggunaan emulgator hidrokarbon akan

membuat makromolekul dari hidrokarbon terpotong-potong sehingga dapat

mempengaruhi kestabilan emulsi yang terbentuk (Lieberman HA & Lachmann, 1994).

Gambar Blender

Page 28: Tugas Terstruktur Tsf

4. Homogenizer

Dalam homogenizer dispersi dari cairan terjadi karena campuran dipaksa melalui

saluran lubang kecil dengan tekanan besar (Syamsuni, 2006).

Homogenizer paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers kemudian

meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya meningkatkan viskositas

emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya ”creaming”. Homogenizer

bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui suatu

celah yang sangat sempit lalu dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada

peniti-peniti metal yang ada di dalam celah tersebut. Homogenizer umumnya terdiri

dari pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500-5000 psi, dan suatu

lubang yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada

tempat katup dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan

dan sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat (dudukan) katup. Pada

titik ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan secara

spontan sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear hidrolik. Cara

kerja homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-

rata kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat menaikkan temperatur emulsi

sehingga dibutuhkan pendinginan (Lieberman HA & Lachmann, 1994).

Gambar Homogenizer

5. Colloid Mill

Terdiri atas rotor dan stator dengan permukaan penggilingan yang dapat diatur.

Colloid mill digunakan untuk memperoleh derajat dispersi cairan dalam cairan yang

tinggi (Syamsuni, 2006).

Colloid mill berguna untuk penggilingan, dispersi, homogenisasi dan merusak

aglomerat dalam pembuatan pasta makanan, emulsi, coating, salep, krim, pulp,

Page 29: Tugas Terstruktur Tsf

minyak, dll. Fungsi utama dari colloid mill adalah untuk memastikan kerusakan

aglomerat atau dalam kasus emulsi untuk menghasilkan tetesan halus yang berukuran

sekitar 1 mikron. Bahan yang diproses diisi oleh gravitasi untuk dipompa sehingga

lewat di antara elemen rotor dan stator dimana ia mengalami gaya geser dan hidrolik

tinggi. Bahan dibuang melalui gerbong dimana ia dapat diresirkulasi untuk perlewatan

kedua, biasanya untuk bahan yang memiliki kepadatan lebih tinggi dan isi serat

cakram beralur berbentuk kerucut. Terkadang pengaturan pendinginan dan pemanasan

juga ditentukan dalam penggilingan ini yang tergantung pada jenis bahan yang

diproses. Kecepatan rotasi rotor bervariasi dari 3.000-20.000 rpm dengan jarak

kemampuan penyesuaian yang sangat halus antara rotor dan stator bervariasi dari

0.001-0.005 inci tergantung pada ukuran alat. Colloid mills memerlukan pengisian air

yang banyak, cairan dipaksa melalui celah sempit dengan aksi sentrifugal dan jalur

spiral. Dalam penggilingan ini hampir semua energi yang diberikan diubah menjadi

panas dan gaya geser terlalu dapat meningkatkan suhu produk. Oleh karena itu,

sebagian besar colloid mills dilengkapi dengan jaket air dan itu adalah juga diperlukan

untuk mendinginkan bahan sebelum dan setelah melewati penggilingan (Bhatt &

Agrawal, 2007).

Gambar Colloid mills

Dalam colloid mill primer, aksi geser intens diproduksi antara running

rotor pada beberapa ribu rpm dengan permukaan kerjanya dalam proxim yang dekat

ke stator. Sebuah rotor berdiameter 5 inci berjalan pada 9000 rpm dan memiliki

output 40-60 galon tergantung pada viskositas cairan. Kesenjangan antara dua

permukaan disesuaikan dari 0,3-0,002 inci. Campuran mentah dimasukkan melalui

gerbong ke pusat rotor. Bahan dikeluarkan dan berhenti setelah homogenisasi di

seluruh permukaan shearing. Bahan harus diberikan pada tingkat yang jarak antara

rotor dan stator menjaga keseluruhan pengisian dengan cairan. Colloid

Page 30: Tugas Terstruktur Tsf

mills digunakan dalam produksi salep, krim, gel dan cairan kental tinggi untuk

grinding, membubarkan dan homogenisasi dalam satu operasi (Bhatt & Agrawal,

2007).

D. Formulasi

Berikut ini merupakan prosedur pembuatan skin lotion :

1. Persiapan dan penimbangan bahan yang diperlukan dalam formulasi skin lotion. Bahan

dipisahkan menjadi dua bagian yaitu bahan A (larut air) dan bahan B (larut minyak).

Page 31: Tugas Terstruktur Tsf

2. Bahan A dipanaskan pada suhu 700C dan dilakukan pengadukan. Setelah bahan tercampur

secara homogen, ditambahkan gliserin sehingga terbentuk adonan A.

3. Bahan B dipanaskan pada suhu 70-80oC dan dilakukan pengadukan. Setelah bahan

tercampur secara homogen, ditambahkan setil alkohol yang telah dipanaskan terlebih dahulu

sehingga terbentuk adonan B.

4. Adonan A dan adonan B dicampur kemudian dipanaskan pada suhu 70oC dan diaduk rata

hingga homogen. Kemudian ditambahkan ekstrak Pemphis acidula, kitosan, paraben, dan

hidrolisat protein pada suhu 40oC. Kemudian dilakukan pengadukan sampai adonan

homogen. Pengadukan dihentikan pada suhu 35o

C dan didinginkan sampai mencapai suhu

ruang. Setelah pendinginan, diperoleh pelembab kulit (skin lotion).

Page 32: Tugas Terstruktur Tsf

BAB III

PENUTUP

- Kesimpulan

Teknologi pembuatan sediaan semi padat dibutuhkan untuk mempermudah dan

mempercepat pembuatan sediaan, dan juga dapat meningkatkan kualitas dari sediaan tersebut.

Teknologi yang digunakan dalam pembuatan sediaan semi padat dapat berupa teknologi

sederhana maupun teknologi modern. Pada umumnya teknologi pembuatan sediaan semi

padat dibutuhkan untuk mencampurkan dua fase yang tidak saling bercampur.

Page 33: Tugas Terstruktur Tsf

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994, The Pharmacceutical Codex, 12 thed, 82 – 92, The Pharmaceutical Press,

London

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Ed IV, Departement Kesehatan Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2011. http://composite.about.com/library/glossary/b/bldef-b808.htm. Diakses pada

tanggal 6 april 2013

Anonim, 2011. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23833/1/Appendix.pdf.

Diakses pada tanggal 6 april 2013

Anonim. 2012. http://ilmubawang.blogspot.com/2012/03/fungsi-ph-meter.html. Diakses pada

tanggal 6 april 2013

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed ke-4. Farida Ibrahim, penerjemah.

Jakarta: UI Press. 390-398

Barry, B. W., 1983, Dermatological Formulation, 300-304, Mercel Dekker inc., New York

Bhatt B, Agrawal SS. 2007. Pharmaceutical Engineering. New Delhi: Delhi Institute of

Pharmaceutical Science and Research.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Djajadisastra, Joshita., Mun’im,Abdul., Dessy, 2009, Formulasi Gel Topikal dari Ekstrak

Nerii Folium Dalam Sediaan Anti Jerawat, Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 4 Juli

2009: 210 -216

Dreher TM, Glass J, Connor AJO, Steven GW. 1997. Effect of Rheology on Coalescence

Rates and Emulsion Stability. AIChE Journal 45 (6).

Erungan, Anna Carolina, Sri Purwaningsih, Syeni Budi Anita. 2009. Aplikasi Karaginan

Dalam Pembuatan Skin Lotion. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Handayani,S.A., et al., 2012, Pelepasan Na-Diklofenak Sistem Niosom Span 20 -Kolesterol

dalam Basis Gel HPMC, PharmaScientia, Vol.1, No.2

Khsirsagar NA, Drug Delivery Systems, Indian Journal of Pharmacology, (2000), 32: S54 –

S61.Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.76, 78-83, 111-114

Levin J, Maibach H. 2007. Human Skin Buffering Capacity. Journal of Skin Research and

Technology 14: 121-126.

Page 34: Tugas Terstruktur Tsf

Lieberman., Rieger and Banker. 1989. Pharmaceutical Dosage Form : Disperse System. Vol

ke-2. New York: Marcel Dekker Inc. 495-498

Lieberman HA, Lachmann L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi I. Jakarta: UI

Press.

Lucida H, Husni P dan Hosiana V, Kinetika Permeasi Klotrimazol Dari Matriks Basis

KrimYang Mengandung Virgin Coconut Oil (VCO), Jurnal Riset Kimia, Vol. 2 (1),

2008b, 14 20

Madinah J. 2008. Tech Lectures for the Pharmacy Technician: Section XXIV – Principles of

Compounding. USA: Tech Lectures®.

Merkle, H.P. 2007. Nanotechnology State of The Art In Healthcare and Pharmaceuticals.

[diambil dari Simposium Nanoteknologi 23 Juni 2007].

Meyer, J et.al. 2005. A Novel PEG-free Emulsifier Designed for Formulating W/O Lotions

with a Light Skin Feel. Degussa Goldschmidt Personal Care : Germany.

Mitsui. 1997. New Cosmetic Science. NewYork: Elsevier.

Noventy,Christina., Wathoni,Nasrul., Rusdiana,Taofik., 2012, Formulasi Gel Antioksidan

Ekstrak Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dengan Menggunakan Basis AQUPEC

505 HV, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran Sumedang.

Osol A. et al, 1980. Remington's Pharmaceutical Sciences, l6th ed, Mack Publishing

Company, Easton-Pensivania, 104-135, 244-262

Rawlins, E. A. 2003. Bentley's Textbook of Pharmaceutics 18th ed. London: Bailierre Tindall

Razi, Muhammad Alif. 2009. Pemanfaatan Hidrolisa Protein Kerang Mas Ngur (Ataetodea

striata), Karagenan, Kitosan, dan Ekstrak Pemphis acidula pada Pembuatan Skin

Lotion. Bogor : IPB.

Rieger M. 1994. Emulsi. Di dalam : Lachman et al. 1994. Teori dan Praktek Farmasi

Industri. Ed ke-2. Suyatmi S, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Theory

and Pharmacy Practical Industry. Ed ke-2.

Rieger M. 2000. Harry’s Cosmeticology. Ed ke-8. New York: Chemical Publishing Co

Inc.

Schmitt, W. H. 1996. Skin Care Products. In : Williams, D. F. and W.H. Schmitt (Ed.). 1996.

Cosmetics and Toiletries Industry. 2nd

Ed. Blackie Academic and Profesional, London.

Page 35: Tugas Terstruktur Tsf

Soebandrio, A. 2007. Nanotechnology State of The Art In Healthcare and Pharmaceuticals.

[diambil dari Simposium Nanoteknologi 23 Juni 2007].

SunSmart. 1998. Anatomy of The Skin. Journal Cosmetics and Toiletries, SunSmart Inc.

Newyork.

Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tranggono, R.I & F, Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Ilmu Pengetahuan

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press. 314, 790-824

Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetika Medik. Jakarta: UI Press

Williams, AC. dan Barry, BW, Penetration Enhancers, Advanced Drug Delivery Reviews, 56

(2004), 603 – 618.

Yuliani, Sri Hartati, 2005, Formulasi Gel Repelan Minyak Atsiri Tanaman Akar Wangi

(Vetivera zizanioidesi (L) Nogh):Optimasi komposisi carbopol 3%.b/v.–

Propilenglikol, Majalah Farmasi Indonesia, 16(4), 197 – 203, 2005.

Zulha, 2013. http://zulhaku.blogspot.com/2013/01/12.html. Diakses pada tanggal 6 april 2013