Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

10
1 Prinsip Dasar Inflamasi dan Reaksi Imunologi di Kulit Nah teman-teman, sekarang kita akan membahas mengenai inflamasi dan imunologi pada kulit. Berhubung bagian dan fungsi kulit sudah dibahas sebelumnya, maka kita akan langsung mempelajari inti dari kuliah kali ini. Imunitas adalah kemampuan untuk mencegah kerusakan atau penyakit melalui pertahanan tubuh kita. Semua organisme multiseluler memiliki sistem pertahanan tubuh. Pada vertebrata khususnya manusia, imunitas dapat dibagi menjadi: Imunitas Bawaan (Innate Immunity/ nospecific) -Imunitas ini telah diperoleh semenjak lahir. Tergolong nonspesifik karena tidak mengenal secara spesifik mikroba dan melawan semua mikroba dengan cara yang sama. Oleh karena itu, imunitas ini tidak memiliki sel memori. -Muncul sebagai pertahanan pertama sampai munculnya imunitas adaptif. -Terdiri dari pertahanan garis pertama yaitu kulit dan membran mukosa. Pertahanan garis kedua yaitu substansi antimicrobial, sel natural killer dan fagositosit, inflamasi, dan demam. -Lapisan epitel merupakan barier pertama dari infeksi. Adapun jalur masuknya dapat melalui epitel pada saluran pernapasan, saluran gastrointestinal dan genitourinary, kulit yang terluka (terbakar), gigitan nyamuk, jarum suntik yang kotor, dan lain-lain. -Lapisan epitel sebagai sawar pertama akan mencegah infeksi dengan: Mukus dan silia= paru dan usus pH asam= lambung Peptide antimicrobial (dihasilkan oleh sel epitel)= usus halus dan saluran paru Bakteri komensal bersaing dengan bakteri pathogen= kulit -Inflamasi sebagai garis pertahanan yang kedua: Inflamasi bersifat nonspesifik, respons protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang disebabkan kerusakan jaringan asal. Oleh karena bersifat nonspesifik, maka respons inflamasi terhadap kulit yang terluka akan sama dengan kulit yang terbakar, terpapar radiasi, dan invasi bakteri/ virus (ingat bahwa pertahanan nonspesifik akan melawan dengan cara yang sama). Perlu diketahui bahwa inflamasi bukan penyakit, melainkan manifestasi dari penyakit. Inflamasi memiliki aspek yang menguntungkan: mengencerkan, menghancurkan, dan menetralkan agen berbahaya (toksin dan bakteri), mencegah penyebaran bakteri, dan membantu proses penyembuhan jejas. Tanda-tanda inflamasi: o Kalor (panas): vasodilatasi arteriol menyebabkan aliran darah kulit terasa panas. o Rubor (merah): karena pelebaran pb. darah. o Tumor (bengkak): akumulasi cairan ekstraseluler akibat hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang perivaskular tekanan osmotik intravaskular sedangkan tek. osmotik cairan interstitial . o Dolor (nyeri): karena adanya peningkatan tekanan akibat edema dan keluarnya mediator inflamasi seperti bradykinin (bekerja singkat lalu diinaktivasi oleh kininase degradatif yg terdpt pd plasma dan jaringan). o Functio laesa (kehilangan fungsi): karena perluasan mediator dan kerusakan yg diperantarai leukosit.

description

blok imunologi

Transcript of Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

Page 1: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

1

Prinsip Dasar Inflamasi dan

Reaksi Imunologi di Kulit

Nah teman-teman, sekarang kita akan membahas mengenai inflamasi dan imunologi pada

kulit. Berhubung bagian dan fungsi kulit sudah dibahas sebelumnya, maka kita akan langsung

mempelajari inti dari kuliah kali ini.

Imunitas adalah kemampuan untuk mencegah kerusakan atau penyakit melalui pertahanan

tubuh kita. Semua organisme multiseluler memiliki sistem pertahanan tubuh. Pada

vertebrata khususnya manusia, imunitas dapat dibagi menjadi:

• Imunitas Bawaan (Innate Immunity/ nospecific)

-Imunitas ini telah diperoleh semenjak lahir. Tergolong nonspesifik karena tidak

mengenal secara spesifik mikroba dan melawan semua mikroba dengan cara yang

sama. Oleh karena itu, imunitas ini tidak memiliki sel memori.

-Muncul sebagai pertahanan pertama sampai munculnya imunitas adaptif.

-Terdiri dari pertahanan garis pertama yaitu kulit dan membran mukosa.

Pertahanan garis kedua yaitu substansi antimicrobial, sel natural killer dan

fagositosit, inflamasi, dan demam.

-Lapisan epitel merupakan barier pertama dari infeksi. Adapun jalur masuknya dapat melalui

epitel pada saluran pernapasan, saluran gastrointestinal dan genitourinary, kulit yang terluka

(terbakar), gigitan nyamuk, jarum suntik yang kotor, dan lain-lain.

-Lapisan epitel sebagai sawar pertama akan mencegah infeksi dengan:

• Mukus dan silia= paru dan usus

• pH asam= lambung

• Peptide antimicrobial (dihasilkan oleh sel epitel)= usus halus dan saluran paru

• Bakteri komensal bersaing dengan bakteri pathogen= kulit

-Inflamasi sebagai garis pertahanan yang kedua:

� Inflamasi bersifat nonspesifik, respons protektif yang ditujukan untuk

menghilangkan penyebab awal jejas serta membuang sel dan jaringan nekrotik

yang disebabkan kerusakan jaringan asal.

� Oleh karena bersifat nonspesifik, maka respons inflamasi terhadap kulit yang terluka akan

sama dengan kulit yang terbakar, terpapar radiasi, dan invasi bakteri/ virus (ingat bahwa

pertahanan nonspesifik akan melawan dengan cara yang sama).

� Perlu diketahui bahwa inflamasi bukan penyakit, melainkan manifestasi dari

penyakit.

�Inflamasi memiliki aspek yang menguntungkan: mengencerkan, menghancurkan, dan

menetralkan agen berbahaya (toksin dan bakteri), mencegah penyebaran bakteri, dan

membantu proses penyembuhan jejas.

� Tanda-tanda inflamasi:

o Kalor (panas): vasodilatasi arteriol menyebabkan aliran darah ↑ � kulit terasa panas.

o Rubor (merah): karena pelebaran pb. darah.

o Tumor (bengkak): akumulasi cairan ekstraseluler akibat hilangnya cairan kaya protein

ke dalam ruang perivaskular � tekanan osmotik intravaskular ↓ sedangkan tek.

osmotik cairan interstitial ↑.

o Dolor (nyeri): karena adanya peningkatan tekanan akibat edema dan keluarnya

mediator inflamasi seperti bradykinin (bekerja singkat lalu diinaktivasi oleh kininase

degradatif yg terdpt pd plasma dan jaringan).

o Functio laesa (kehilangan fungsi): karena perluasan mediator dan kerusakan yg

diperantarai leukosit.

Page 2: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

2

� Dapat dibagi menjadi inflamasi akut dan kronik. Mari kita bahas satu per satu ! ☺

Gambar di atas memperlihatkan bahwa inflamasi baik akut maupun kronik melibatkan sel

dan protein dalam sirkulasi, endotel, dan ECM.

INFLAMASI AKUT

- Merupakan respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan

leukosit ke tempat jejas.

- Memiliki 2 komponen utama yaitu perubahan vaskular (vasodilatasi dan peningkatan

permeabilitas vaskular) dan berbagai kejadian seluler (rektrutmen dan aktivasi seluler).

-Penyebab: infeksi (virus, piogenik� penghasil nanah, bakteri), reaksi hipersensitivitas (

parasit dan bacillus tuberkel), agen fisik (trauma, radiasi ionisasi, panas, dan dingin), agen

kimia (asam, basa, agen reduksi, dan toksin), dan nekrosis jaringan (infark).

-Akibat inflamasi akut:

o Resolusi �destruksi bersifat terbatas dan kecil serta terjadi pada jaringan yg mampu

beregenerasi sehingga memungkinkan perbaikan terhadap normalitas histologis dan

fungsional. Prosesnya meliputi pembuangan mediator kimiawi, penormalan permeabilitas

vaskular, dan penghentian emigrasi leukosit .

o Scar (jaringan parut/ fibrosis) � destruksi pada jaringan tidak mampu beregenerasi

dan bersifat meluas. Eksudat fibrinosa meluas, pembentukan jaringan ikat penyebab

fibrosis, dan pembentukan abses akibat meluasnya infiltrat neutrofil. Jaringan granulasi

menunjukkan ciri yang khas: adanya proliferasi pb.darah dan adanya netrofil� masih bisa

sembuh dengan cara nekrosis kulit dibuang dan luka dibersihkan.

o Kemajuan ke arah inflamasi kronik � bisa terjadi setelah inflamasi akut meski tanda

inflamasi kronik dpt muncul pd awal jejas seperti pada infeksi virus dan penyakit

autoimun.

-Melibatkan serangkaian proses melalui komponen:

o Vaskular: hyperemia.

o Eksudatif: kebocoran cairan kaya protein.

o Seluler: aktivasi leukosit, khususnya PMN.

o Proliferatif: regenerasi jaringan, granulasi, dan penyembuhan jaringan.

Page 3: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

3

-Tahapan awal (Early Stages)

����adanya edema, fibrin, dan PMN di ruang ektstra vaskular.

����meliputi 3 proses, yaitu:

o Perubahan pada kaliber pembuluh darah � aliran darah ↑.

Penjelasan gambar �Pada keadaan normal: kebanyakan pembuluh kapiler kosong, gak

ada darah, karena sfingter antara arteriole dan kapiler tertutup.

Pada inflamasi akut: sfingter tadi terbuka jadi darah mengalir ke semua kapiler.

o Peningkatan permeabilitas vaskular � peningkatan tekanan hidrostatik dan

pergerakan cairan berupa transudat (ultrafiltrat plasma darah yg mengandung sedikit

protein) dan eksudat (pergerakan cairan kaya protein).

Penjelasan gambar �Pada keadaan normal: ultrafiltrasi cairan melintasi dinding

pembuluh darah kecil dalam keadaan seimbang.

Pada inflamasi akut: hilangnya cairan dan protein plasma ke ruang ekstraseluler

menyebabkan edema.

o Munculnya berbagai kejadian pada sel � emigrasi PMN ke ruang

ekstravaskular.Pergerakan PMN memiliki tahapan yang dimulai dari:

-marginasi: proses akumulasi leukosit di endotel akibat aliran darah mendorong sel

leukosit ke pinggir sehingga memudahkan interaksi dengan endotel.

-rolling: gerakan berguling-guling leukosit pada endotel yang diperantai oleh selektin.

-adhesi:leukosit melekat kuat pada permukaan endotel yg dibantu ICAM dan VCAM.

-transmigrasi: perembesan leukosit melalui intercellular junction yg dibantu oleh

PECAM. Gambarnya di bawah ini! :D

Page 4: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

4

Fagosit

Eh ternyata…proses inflamasi juga mengaktivasi fagosit. Fagositosis merupakan tugas dari

makrofag + mikrofag (neutrofil). Makrofag namanya beda-beda: langaerhans (kulit),

microglia (otak), dan kuppfer (hati). Eosinofil sendiri bersifat fagositik lemah dan lebih

menonjol sebagai pertahanan terhadap cacing parasit. Klo sel mast (=basofil pada

jaringan) dapat mengikat dan menelan bakteri dalam range yang luas.

Mekanisme

o Pengenalan dan perlekatan partikel pada leukosit yang difasilitasi oleh opsonin (protein

serum).

o Pseudopod mengelilingi antigen (partikel asing) lalu menelannya melalui endositosis dan

masuk ke dalam fagosom (vakuola fagositik yang terbentuk dari perpanjangan

pseudopodia).

o Fagosom (berisi antigen) berfusi dengan lisosom membentuk fagolisosom.

o Pembunuhan dan degradasi antigen melalui enzim proteolitik.

o Debris sisa cerna antigen dikeluarkan melalui eksositosis.

-Tahapan Akhir (Late Stages)

����Molekul adhesi telah muncul di permukaan sel.

� Kemotaksis dan aktivasi leukosit.

Zat yang bersifat kemotaktik terhadap leukosit adalah 1) produk bakteri yg dpt larut

seperti peptida dengan N-formil-metionin termini, 2) sistem komplemen terutama

C5A, 3) produk metabolisme asam arakidonat terutama leukotrien B4, dan 4)

sitokin, terutama kelompok kemokin seperti IL-8.

Apa sih fungsi kemotaksis? Ternyata pengikatan molekul kemotaksis ke reseptor �aktivasi

fosfolipase C� keluar deh second messenger (IP3 dan DAG). Nah, IP3 ini meningkatkan

kalsium intrasel yang dibutuhkan untuk kontraksi pseudopodia. Selain itu, kemotaksis

mengaktivasi leukosit.

�Tahap ini telah melibatkan mediator. Perlu diketahui bahwa (bisa dibaca di robbins):

o Mediator dapat bersirkulasi di dalam plasma (khususnya yg disintesis oleh hati) atau

dihasilkan secara lokal oleh sel tempat terjadinya inflamasi. Mediator yang berasal dari

plasma seperti komplemen, kinin, dan faktor koagulasi beredar dalam bentuk

prekursor inaktif (butuh pemecahan proteolitik � aktif). Sedangkan mediator dari

sel, disimpan di dalam granul yang akan disekresikan begitu teraktivasi.

o Sebagian besar mediator menginduksi efeknya dengan berikatan pada reseptor spesifik

pada sel target. Tetapi ROS dan protease lisosom memiliki efek enzimatik langsung

yang bersifat toksik.

o Mediator dapat merangsang sel target untuk melepaskan molekul efektor sekunder.

Mediator sekunder dapat bersifat memperkuat atau melawan respons utama yg

disebabkan o/ efektor primer.

o Mediator hanya dapat bekerja pada satu atau beberapa target, mempunyai aktivitas

luas, dan hasilnya bergantung jenis sel yang dipengaruhi.

o Fungsi mediator diatur secara ketat. Sekali teraktivasi/ dilepaskan dari sel, mediator

akan cepat didegradasi.

Page 5: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

5

o Alasan utama check and balance adalah sebagian mediator berpotensi untuk

menyebabkan efek yang berbahaya.

Mediator dibagi menjadi (kata dokternya, mw gak mw dihafal):

1)Lokal

Mediator praformasi di dalam granul sekretoris���� merespons paling awal.

o Histamin: sel mast, platelet, dan basofil

Peran: vasodilator arteriol dan mediator utama pd peningkatan permeabilitas

vaskular fase cepat�menginduksi kontraksi endotel venula dan inter-endothelial

gap.

o Serotonin: platelet

Peran: efek sama dengan histamine.

o Enzim lisosomal: netrofil dan makrofag

Baru disintesis (Newly synthesized) ����jika radang berlanjut.

o Prostaglandin: semua leukosit (sl), trombosit, sel endotel (se)

Peran: vasodilatasi dan menimbulkan rasa nyeri.

o Leukotrien: sl

Peran: kemotaksis (leukotrien B4); vasokonstriksi, bronkospasme, dan peningkatan

permeabilitas (leukotrien C4,D4,E4).

o Faktor pengaktivasi trombosit: sl, se

Peran: terbentuk dari membrane fosfolipid membrane netrofil, monosit,basofil, dan

endotel yang dapat menyebabkan vasokonstriksi dan merangsang trombosit.

o Spesies oksigen teraktivasi: sl

Peran:menyebabkan kerusakan jaringan.

o Nitrat oksida: makrofag

Peran: vasodilatasi, antagonisme aktivitas trombosit, menurunkan rekrutmen

leukosit pada sel radang, dan agen mikrobisidal.

o Sitokin: limfosit, makrofag, se

Peran:sitokin adalah produk polipeptida ex: kemokin dan interleukin.Berdasarkan

cara kerja sitokin dibagi menjadi 5 yaitu:

-sitokin yang mengatur fungsi limfosit

-sitokin yg terdapat pada imunitas bawaan ex:TNF dan IL-1

-sitokin yg mengaktifkan sel radang ec: interferon dan IL-2

-kemokin yang memiliki aktivitas kemotaksis.

-sitokin perangsang hematopoeisis GM-CSF dan IL-3.

Bold: paling utama

2)Sistemik (plasma)

Aktivasi faktor XII (faktor Hageman)

o Sistem kinin (bradikinin)

o Sistem fibrinolisis/ koagulasi

Aktivasi komplemen

o C3a dan C5a: anafilatoksin

o C3b

o C5b-9: kompleks penyerang membran

o Selama infeksi, bisa diaktivasi melalui dua jalur yaitu klasik � pembentukan

kompleks antibody-antigen. Jalur alternative�o/ endotoksin bakteri

gram negative.

Page 6: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

6

o Produk kinin dan sistem fibrinolitik� aktivasi komplemen.

Dalam inflamasi akut, terdapat peranan dari:

Peran Makrofag Jaringan

-Menghasilkan banyak mediator kimiawi

-Namun sitokin yang paling utama adalah IL-I dan TNF (tumor necrosis factor).

-Adanya selektin E pada makrofag dapat memfasilitasi adhesi.

Peran Limfatik

-Dilatasi pembuluh darah limfatik dapat mengurangi edema.

Peran PMN

-Pergerakan

-Adhesi ke mikroorganisme

-Fagositosis

-Intracelluler killing mo

-Mekanisme bergantung oksigen

-Mengeluarkan produk lisosomal

Peran sel mast

-Dibawah pengaruh C3a dan C5a.

-Mengeluarkan histamine.

INFLAMASI KRONIK

Inflamasi kronik bisa dianggap sebagai inflamasi yang bisa terjadi dalam waktu lama

dan memanjang dan secara simultan akan berusaha untuk melakukan perbaikan jaringan.

Pada inflamasi kronik tidak meninggalkan adanya eksudat (protein-protein dan sel-sel yang

merembes keluar dari intravascular menuju ekstravaskular). Reaksi selular pada inflamasi

kronik tidak sama dengan inflamasi akut. Inflamasi kronik ditandai dengan adanya peristiwa

berikut:

- Infiltrasi sel mononuclear yang mencakup limfosit, makrofag, dan sel plasma.

- Destruksi jaringan sebagian besar diatur oleh sel radang

- Repair/perbaikan melibatkan proliferasi pembuluh darah baru (angiogenesis) dan

terbentuknya jaringan granulasi atau jaringan parut

Inflamasi kronik bisa disebabkan oleh beberapa hal:

1. Perkembangan dari inflamasi akut. Hal ini bisa terjadi jika respons akut tidak teratasi

karena agen cedera yang menetap atau karena gangguan proses penyembuhan normal.

2. Penolakan pada saat transplantasi

3. Inflamasi akut yang berulang

4. Infeksi virus,mikroba persisten, maupun pajanan yang lama terhadap agen yang

berpotensi toksik

5. Penyakit autoimun

6. Kerusakan yang signifikan pada jaringan

Jadi, bisa disimpulkan nih perbedaan inflamasi akut dan kronik di dalam tabel..

INFLAMASI AKUT INFLAMASI KRONIK

Stimulusnya sementara Stimulusnya menetap atau persisten

Durasinya sebentar Durasinya lama dan memanjang

Fagosit yang berperan adalah neutrofil Fagosit yang berperan adalah makrofag

Page 7: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

7

Karakteristik utamanya adalah panas,

kemerahan, bengkak, dan nyeri

Karakteristik utamanya adalah

terjadinya proliferasi sel

Akan terbentruk pus atau nanah Akan terbettuk granuloma, makrofag,

dan jaringan fibrosis

Dari gambar di samping bisa dilihat

bentuk-bentuk sel yang terlibat dalam

inflamasi kronik, antara lain ada sel

plasma, sel limfosit, fibroblast, makrofag,

dan ada yang namanya multinukleat

giant cell.

a. Makrofag

� Merupakan sel yang berasal dari

monosit dalam sirkulasi darah yang

beremigrasi ke jaringan

� Di hati disebut sel kupffer, di

limpa dan kelenjar getah bening disebut

histiosit sinus, di SSP disebut sel microglia, di kulit disebut Sel Langerhans, dan di paru-paru

disebut makrofag alveolus.

� Bertindak sebagai penyaring terhadap benda berukuran partikel, mikroba, dan sel-sel

yang mengalami kematian.

� Jika teraktivasi yaitu jika berhasil memfagosit benda asing, maka benda asing

tersebut akan dicerna atau di pecah menjadi kecil-kecil oleh enzim lisosom.

� Bekerja untuk memperingatkan komponen spesifik sistem imun (limfosit T dan B)

terhadap rangsang yang berbahaya

� Makrofag mensekresi produk yang aktif secara biologis, antara lain protease asam

dan protease netral, komponen komplemen dan faktor koagulasi, Spesies oksigen reaktif, NO,

Eikosanoid, serta sitokin seperti IL-1 dan TNF.

2. Limfosit

� Limfosit T dan B, keduanya bermigrasi ke tempat inflamasi dengan menggunakan

beberapa pasangan molekul adhesi dan kemokin.

� Dimobilisasi pada keadaan setiap ada rangsang imun spesifik (infeksi) dan pada

inflamasi non imun (infark atau trauma jaringan)

� Limfosit T teraktivasi karena adanya makrofag yang menyajikan antigen �

mengeluarkan mediator

3. Sel Plasma

� Merupakan produk akhir dari aktivasi sel B yang mengalami diferensiasi akhir.

� Bisa menghasilkan antibody yang diarahkan untuk melawan antigen di tempat

radang atau melawan komponen jaringan yang berubah.

Inflamasi Granulomatosa

Merupakan suatu pola inflamasi kronik khusus yang ditandai dengan kumpulan makrofag

teraktivasi yang gambarannya menyerupai sel skuamosa (epiteloid) kenapa inflamasi

granulomatosa bisa terjadi? Penyebabnya antara lain:

a. Respons sel T yang persisten terhadap mikroba tertentu, misalnya Mycobacterium

tuberculosis, Treponema Pallidum.

b. Respons terhadap benda asing yang relative inert, misalnya benang dan serpihan-

serpihan.

c. Reaksi terhadap tumor

d. Penyakit imun, misalnya penyakit Sarcoid dan Crohn’s.

Selulitis

Merupakan kelainan pada kulit yang memiliki gambaran kemerahan pada kulit (eritema) yang

disebabkan karena dilatasi pembuluh darah

Eczema atau Eksim

� Meruapakan kondisi kulit yang mengalami inflamasi yang memiliki begitu banyak

macam faktor penyebab munculnya.

� Memiliki pola reaksi, merupakan penyakit yang secara pathogenesis berbeda-beda.

Page 8: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

8

� Manifestasi klinisnya adalah pembengkakan pada epidermis.

� Karakteristiknya adalah ditandai dengan adanya inflamasi dan spongiosis (terjadi

karena pemisahan keratinosit dan akumulasi cairan)

PENYAKIT INFLAMASI NON-INFEKSI

A. Urtikaria

� Merupakan suatu gangguan umum pada kulit sebagai akibat reaksi vascular dan

penyebabnya bermacam-macam. Ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan

hilang secara perlahan-lahan, berwarna pucat kemerahan, meninggi di permukaan kulit,

sekitarnya dapat dikelilingi halo.

B. Lupus Erythematosus

� Merupakan penyakit autoimun, mempengaruhi jaringan penyambung, merupakan

penyakit sistemik yang melibatkan ginjal.

� Lesi pada kulit meliputi daerah epidermis dan adneksa kulit.

C. Psoriasis

� Penyakit yang terpaut genetic

� Penyakit yang penyebabnya autoimun

� Parakeratosis berwarna abu-abu

� Bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak eritema berbatas tegas

dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, berdarah bila digaruk

� Polimorfik

� Akantotik, papilla dermal hanya dilapisi oleh selapis tipis epidermis, tidak sempurnya

maturasi sel, dan akumulasi dari keratin

D. Lichen Planus

� Tidak ada faktor genetic yang mempengaruhi

� Merupakan papul polygonal yang gatal

� Terjadi di dermo-epidermal junction

� Sering meninggalkan hiperpigmentasi pascainflamasi

� Lesi di kulit berupa papula datar keunguan yang gatal yang mungkin menyatu

membentuk plak.

� Pathogenesis belum diketahui pasti, namun diduga ada kemungkinan bahwa

pengeluaran antigen di lapisan sel basal dan taut dermoepidermidis memicu respons imun

sitotoksik yang diperantarai oleh sel.

Gambar-gambar penyakitnya bisa diliat sendiri di slide kuliah yaa.. ayo rajin-rajin buka slide

kuliah atau buku merah dan patologi robbins, karena gimanapun itu yang paling lengkap…

HIPERSENSITIVITAS

Sistem imun spesifik terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Sistem imun spesifik humoral, yang berperan adalah sel limfosit T atau sel B. Bila sel

dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan mengalami proliferasi dan berdiferensiasi

menjadi sel plasma yang dapat membentuk zat antibodi. Antibody yang dilepas bisa

ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibody adalah mempertahankan tubuh terhadap

infeksi bakteri, virus, dan melakukan netralisasi toksin.

b. Sistem imun spesifik selular, yang berperan adalah limfosit T atau sel T. Fungsi

umumnya ialah:

- membantu sel B memproduksi antibodi

- mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus

- mengaktifkan makrofag dalam fagositosis

- mengontrol ambang dan kualitas sistem imun

Page 9: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

9

TIPE HIPERSENSITIVITAS

� Reaksi Hipersensitivitas tipe I

Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi,

timbul segera sesudah badan terpapar terhadap alergen. Biasanya terjadi pada individu yang

atopik. Pada reaksi ini alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respons imun

dengan dibentuknya IgE.

Pada hipersensitivitas tipe I, secara berurutan:

1. Produksi IgE oleh sel B sebagai respons terhadap antigen paparan pertama

2. Pengikatan IgE pada reseptor Fc yang terdapat pada permukaan sel mastosit dan

basofil

3. Interaksi antigen paparan kedua dengan IgE pada permukaan sel yang

mengakibatkan aktivasi sel yang bersangkutan dan pelepasan berbagai mediator yang

tersimpan dalam granula sitoplasma sel tersebut (karena sinyal yang mengganggu dinding sel

sehingga granul keluar).

Paparan ulang pada IgE yang telah melekat pada mastosit dan basofil oleh alergen

spesifik mengakibatkan alergen diikat oleh IgE sedemikian rupa sehingga alergen tersebut

membentuk suatu jembatan antara 2 molekul IgE pada permukaan sel, hal ini disebut sebagai

crosslinking. Namun, crosslinking hanya bisa terjadi dengan antigen yang bivalen atau

multivalen dan tidak terjadi pada antigen yang univalen. Crosslinking yang sama dapat terjadi

bila fragmen Fc-IgE bereaksi dengan anti-IgE, atau apabila reseptor FcεRI dihubungkan satu

sama lain oleh anti-reseptor F. Crosslinking inilah yang merupakan mekanisme awal untuk

degranulasi basofil.

Sifat khusus IgE adalah adanya kecenderungan yang kuat untuk melekat pada sel

mast dan basofil. Pada saat sel mast dan basofil mengeluarkan beberapa bahan seperti

histamin, SRS-A, substansi kemotaktik eosinofil, protease, substansi kemotaktik netrofil,

heparin dan faktor pengaktif trombosit. Substansi-substansi ini menyebabkan suatu fenomena

seperti dilatasi pembuluh darah setempat, penarikan eosinofil dan netrofil menuju tempat

yang reaktif, kerusakan jaringan setempat karena protease, peningkatan permeabilitas kapiler

dan hilangnya cairan ke dalam jaringan, dan kontraksi otot polos setempat.

� Reaksi Hipersensitivitas tipe II

Reaksi tipe II disebut juga reaksi sitotoksik, terjadi karena dibentuknya antibodi jenis

IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Antibodi tersebut

mengaktifkan sel K sebagai efektor Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Selanjutnya

ikatan antigen-antibodi dapat mengaktifkan komplemen yang melalui reseptor C3b

memudahkan fagositosis dan menimbulkan lisis. Contoh reaksi tipe II ialah destruksi sel darah

merah akibat transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada

penyakit autoimun.

Pada hipersensitivitas tipe II, antibodi yang ditujukan kepada antigen permukaan sel atau

jaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai jenis sel efektor untuk merusak sel

sasaran. Setelah antibodi melekat pada permukaan sel, antibodi akan mengikat dan

mengaktivasi komponen C1 komplemen. Konsekuensinya adalah:

1. Fragmen komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan

menarik makrofag dan PMN ke tempat tersebut, sekaligus menstimulasi sel mastosit dan

basofil untuk memproduksi molekul yang menatikdan mengaktivasi sel efektor lain.

2. Aktivasi jalur klasik komplemen mengakibatkan deposisi C3b, C3bi dan C3d pada

membran sel sasaran.

3. Aktivasi jalur klasik dan jalur litik menghasilkan C5b-9 yang merupakan membrane

attack complex (MAC) yang kemudian menancap pada membran sel.

� Reaksi Hipersensitivitas tipe III

Reaksi tipe III ini disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi

ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/dinding pembuluh darah dan mengaktifkan

komplemen. Antibodi di sini biasanya jenis IgG atau IgM. Komplemen yang diaktifkan

kemudian melepas Macrophage Chemotactic Factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat

tersebut melepaskan enzim yang dapat merusak jaringan di sekitarnya.

Kompleks imun dibentuk di vaskular. Jadi antigen dijebak untuk masuk ke pembuluh

darah halus, percabangan, atau pembuluh darah yang berfilter.

Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear,

terutama di hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut, ukuran

kompleks merupakan faktor yang penting. Pada umumnya kompleks yang besar dapat

Page 10: Tentir Inflamasi Dan Hipersensitivitas

10

dengan mudah dan cepat dimusnahkan oleh makrofag dalam hati. Kompleks imun kecil dan

larut sulit untuk dimusnahkan, karena itu dapat lebih lama berada dalam sirkulasi.

Antibodi bereaksi dengan antigen bersangkutan membentuk kompleks antigen-

antibodi yang kemudian dapat mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh.

Aktivasi sitem komplemen, menyebabkan pelepasan anafilatoksin yang kemudian merangsang

penglepasan berbagai mediator oleh mastosit. Selanjutnya terjadi vasodilatasi dan akumulasi

PMN yang menghancurkan kompleks. Di lain pihak proses itu juga merangsang PMN sehingga

sel-sel tersebut melepaskan isi granula berupa enzim-enzim proteolitik di antaranya

proteinase, kolagenase dan enzim pembentuk kinin. Apabila kompleks antigen-antibodi

tersebut mengendap di jaringan, prosdes di atas bersama-sama dengan aktivasi komplemen

dapat sekaligus merusak jaringan sekitar kompleks � karena terjadi oklusi/penyumbatan �

jaringan iskemik � nekrosis � terbentuk ulkus � bisa terjadi vaskulitis (kerusakan pembuluh

darah) karena terbentuk mikrotrombus.

� Reaksi Hipersensitivitas tipe IV

Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, Cell Mediated Immunity (CMI),

Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberkulin yang timbul lebih dari 24 jam

setelah tubuh terpapar dengan antigen. Reaksi terjadi karena respons sel T yang sudah

disensitisasi terhadap antigen tertentu. Di sini tidak ada peranan antibodi. Akibat sensitisasi

tersebut, sel T mengeluarkan limfokin, antara lain Macrophage Inhibition Factor (MIF) dan

Macrophage Activation Factor (MAF). Makrofag yang diaktifkan mengumpul � terbentuk

indurasi (benjolan padat).

Untuk reaksi tipe IV diperlukan masa sensitisasi selama 1-2 minggu, yaitu untuk

meningkatkan jumlah klon sel T yang spesifik untuk antigen tertentu. Antigen tersebut harus

dipresentasikan dahulu oleh APC. Kontak yang berulang akan menimbulkan serentetan reaksi

yang menimbulkan kelainan khas CMI.

Pada hipersensitivitas tipe IV, terdapat 3 macam reaksi penting, yaitu :

1. Reaksi kontak

Fase sensitasi � sel Langerhans membawa antigen ke area parakortikal kelenjar getah

bening regional � mempresentasikan antigen yang telah diproses (bersama MHC kelas II)

kepada sel CD4+ dan menghasilkan populasi sel CD4+ memori.

Fase elisitasi � degranulasi dan pelepasan sitokin oleh sel mastosit segera setelah kontak.

TNF-α dan IL-1 yang dihasilkan oleh berbagai jenis sel, khusunya makrofag, merupakan faktor

yang poten untuk menginduksi molekul adhesi endotel. Penglepasan sitokin lokal ini

merupakan sinyal bagi sel-sel mononuklear untuk bermigrasi ke kulit dan menimbulkan reaksi

kontak. Supresi reaksi inflamasi dapat diperantarai oleh berbagai sitokin. Makrofag dan

keratinosit menghasilkan Prostaglandin E yang menghambat produksi IL-1 dan IL-2; sel T

mengikat keratinosit yang aktif dan konjugat hapten mengalami degradasi enzimatik.

2. Reaksi tuberkulin

Reaksi ini dapat diikuti dengan reaksi yang lebih lambat yang ditandai dengan

adanya agregasi dan proliferasi makrofag membentuk granuloma yang menetap selama

beberapa minggu. Pemaparan ulang sel T memori pada kompleks antigen MHC kelas II yang

ditampilkan oleh APC merangsang sel T CD4+ untuk melakukan transformasi blast disertai

pembentukan DNA dan proliferasi sel. Sebagian dari populasi limfosit teraktivasi

mengeluarkan berbagai mediator yang menarik makrofag ke tempat bersangkutan. Dalam hal

ini makrofag adalah APC utama yang berperan, di samping adanya sel-sel CD1+ yang

membuktikan keterlibatan sel Langerhans dalam reaksi ini.

3. Reaksi granuloma

Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas jenis lambat yang paling penting karena dapat

menyebabkan berbagai keadaan patologis pada penyakit-penyakit yang melibatkan respons

imun selular. Biasanya reaksi ini terjadi karena makrofag tidak mampu menyingkirkan

mikroorganisme atau partikel yang ada di dalamnya, sehingga partikel menetap. Kadang-

kadang reaksi ini juga diakibatkan oleh kompleks imun yang persisten. Proses ini

mengakibatkan pembentukan granuloma. (herli dan monika)

Sumber:

Kumar K, Cotran RS, Robbins SL. Robbins basic pathology 7th ed. New York:Elsevier Inc;

2003.

Slide inflamasi akut modul sel gen.