Referat Osteoporosis

49
DAFTAR ISI DAFTAR ISI................................................1 BAB I. KATA PENGANTAR.....................................2 BAB II. PATOGENESIS.......................................3 2.1. Definisi........................................3 2.2. Epidemiologi....................................3 2.3. Patogenesis Pembentukan Tulang..................6 2.2. Patogenesis Osteoporosis........................10 BAB III DIAGNOSIS....................................13 BAB III PENATALAKSANAAN..............................22 BAB IV RINGKASAN.....................................30 DAFTAR PUSTAKA............................................31 1

description

Referat Osteoporosis

Transcript of Referat Osteoporosis

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI1

BAB I. KATA PENGANTAR2

BAB II. PATOGENESIS3

2.1. Definisi32.2. Epidemiologi32.3. Patogenesis Pembentukan Tulang62.2. Patogenesis Osteoporosis10

BAB III DIAGNOSIS13

BAB III PENATALAKSANAAN22

BAB IV RINGKASAN30

DAFTAR PUSTAKA31

BAB I

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya referat dengan judul Osteoporosis dapat terselesaikan.Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang sistemik yang ditandai oleh menurunnya densitas massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah.Pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam keseimbangan pada individu berusia sekitar 30 - 40 tahun. Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat ke arah penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause dan pria mencapai usia 60 tahun.Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta kasus fraktur setiap tahun di dunia, dimana 4,5 juta kasus terjadi di Amerika dan Eropa. Saat ini diperkirakan ada sekitar 0,3 juta fraktur panggul pertahun di Amerika Serikat dan 1,7 juta di Eropa. Hampir semua peristiwa ini dikaitkan dengan osteoporosis, baik primer atau sekunder. Rasio perempuan dan laki-laki pada fraktur pinggul 2:1. Insiden fraktur pergelangan tangan di Inggris dan Amerika berkisar 400-800 per 100.000 perempuan. Fraktur kompresi tulang belakang jauh lebih sulit untuk diperkirakan karena sering tanpa gejala. Diperkirakan lebih dari satu juta wanita postmenopause Amerika akan mengalami patah tulang tulang belakang dalam perjalanan satu tahun.Referat ini dibuat untuk membahas pathogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis yang sering dijumpai pada proses yang telah lanjut. Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan kita semua dalam menegakkan diagnosis secara dini dan penatalaksanaan osteoporosis yang tepat.

BAB II

PATOGENESIS OSTEOPOROSIS

2.1.DefinisiSecara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Osteoporosis adalah penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulangsehingga terjadi kerapuhan tulang dan peningkatan kerentanan patah tulang. National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh Compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. Secara operasional osteoporosis didefinisikan berdasarkan penilaian bone mineral density (BMD). Berdasarkan kriteria WHO, osteoporosis adalah nilai BMD berada pada 2,5 standar deviasi (SD) atau di bawah nilai rata-rata dewasa muda yang sehat (T score < -2,5 SD).Tabel1. Definisi osteoporosis berdasarkan WHODefinisiKriteria

NormalBMD berada pada -1 SD dari nilai rata-rata dewasa muda.

Low bone mass(osteopenia)BMD berada pada -1,0 dan -2,5 SD lebih rendah dari nilai rata-rata dewasa muda

Osteoporosis BMD berada pada -2,5 SD lebih rendah dari nilai rata-rata dewasa muda

Osteoporosis beratSeperti definisi osteoporosis diatas dengan satu atau lebih fraktur.

2.2.EpidemiologiOsteoporosis merupakan masalah kesehatan utama global yang menyebabkan lebih dari 200 juta patah tulang osteoporosis di seluruh dunia setiap tahun, termasuk 1,6 juta fraktur panggul. Di Amerika Serikat pada tahun 2005, ada sekitar dua juta patah tulang diperkirakan terkait osteoporosis, termasuk sekitar 547.000 patah tulang belakang, 297.000 patah tulang pinggul (hip), 397.000 patah tulang pergelangan tangan, 135.000 patah tulang panggul (pelvic), dan 675.000 patah tulang di tempat lain. Jumlah seluruh patah tulang di Amerika Serikat diproyeksikan mencapai lebih dari 3 juta tahun 2025. Meskipun hanya sekitar seperempat sampai sepertiga dari patah tulang belakang yang terbukti secara klinis, ini dapat menyebabkan hilangnya tinggi badan, kyphosis, penyakit paru restriktif, distensi perut dan meningkatkan angka kematian. Fraktur pinggul (hip) adalah fraktur paling banyak yang terkait dengan osteoporosis. Sekitar 50% dari pasien yang patah tulang pinggul kehilangan kemampuan untuk berjalan secara mandiri, sekitar 24% wanita dan 30% pria meninggal dalam satu tahun pertama.Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta kasus fraktur setiap tahun di dunia, dimana 4,5 juta kasus terjadi di Amerika dan Eropa. Saat ini diperkirakan ada sekitar 0,3 juta fraktur panggul pertahun di Amerika Serikat dan 1,7 juta di Eropa. Hampir semua peristiwa ini dikaitkan dengan osteoporosis, baik primer atau sekunder. Rasio wanita dan pria pada fraktur pinggul 2:1. Insiden fraktur pergelangan tangan di Inggris dan Amerika berkisar 400-800 per 100.000 wanita. Fraktur kompresi tulang belakang jauh lebih sulit untuk diperkirakan karena sering tanpagejala. Diperkirakan lebih dari satu juta wanita pasca menopause Amerika akan mengalami patah tulang tulang belakang dalam perjalanan satu tahun. Diperkirakan 40% wanita dan 13% pria berusia 50 tahun dan lebih tua akan mengalami patah tulang osteoporosis pada kehidupan mereka. Ada kecenderungan angka kematian di masa depan akan meningkat menjadi 47% untuk wanita dan 22% untuk pria.2.3.Patogenesis Pembentukan TulangTulang merupakan jaringan ikat khusus yang mengalami mineralisasi, sebagai menopang tubuh untuk berdiri yang bersama tulang rawan membentuk sistem kerangka, yang mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi mekanis sebagai dukungan dan lokasi insersi otot untuk bergerak, fungsi pelindung bagi organ-organ vital dan sumsum tulang, dan terakhir fungsi metabolisme sebagai cadangan kalsium dan fosfat yang digunakan untuk pemeliharaan homeostasis serum, yang penting untuk kehidupan.Tulang manusia terdiri atas 80% tulang kortikular dan 20 % tulang trabekular. Tulang kortikal dan tulang trabekular terbuat dari sel-sel yang sama dan elemen matriks yang sama, tetapi ada perbedaan struktural dan fungsional. Perbedaan struktural utama secara kuantitatif adalah 80% sampai 90% dari volume tulang 6 kortikular adalah kalsifikasi, sedangkan hanya 15% sampai 25% dari volume trabekular adalah kalsifikasi (sisanya adalah sumsum tulang, pembuluh darah, dan jaringan ikat). Fungsi utama tulang kortikal berfungsi sebagai mekanik (alat gerak) dan pelindung, sedangkan tulang trabekular sebagai fungsi metabolik dan juga berperan dalam proses biomekanik tulang, terutama tulang belakang.Remodeling adalah proses dimana terjadi turn-over dari tulang yang memungkinkan pemeliharaan bentuk, kualitas dan jumlah kerangka. Proses ini ditandai oleh aktivasi yang terkoordinasi dari osteoklas dan osteoblas, yang terjadi dalam unit multiseluler tulang (bone multicellular units/BMUs) dimana terjadi peristiwa aktivasi proses resorpsi dan formasi yang berurutan dan terus menerus.Osteoblas adalah sel yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang, yaitu berfungsi dalam sintesis matriks tulang yang disebut osteoid, yaitu komponen protein dari jaringan tulang. Osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorbsi tulang. Osteoklas merupakan sel raksasa yang berinti banyak dan berasal dari sel hemopoetik mononuclear.Pada proses pembentukan tulang, osteoblast mulai bekerja. Untuk diferensiasi dan maturasi osteoblas membutuhan faktor pertumbuhan lokal, seperti fibroblast grow factor (FGF), bone morphogenetic proteins (BMPs) dan Wnt protein. Selain itu, juga dibutuhkan faktor trankripsi, yaitu core binding factor-1 atau Runx2 atau Osterix (Osx). Prekursor osteoblas ini akan berproliferasi dan berdiferensisi membentuk preosteoblas dan kemudian akan menjadi osteoblas matur. Osteoblas selalu tampak melapisi matrik tulang (osteoid) yang diproduksinya sebelum dikalsifikasi, proses kalsifikasi ini membutuhkan waktu 10 hari. Membran osteoblas kaya akan alkali fosfatase dan memiliki reseptor untuk hormon paratiroid dan prostaglandin tetapi tidak memiliki reseptor untuk kalsitonin. Selain itu osteoblas juga mengekspresikan reseptor estrogen, vitamin D3 dan berbagai sitokin, seperti colony stimulating factor 1 (CSF1), receptor activator nuclear factor ligand (RANKL) dan osteoprotegerin (OPG). RANKL berperan pada maturasi prekursor osteoklas karena precursor osteoklas memiliki reseptor RANK pada permukaannya. Sedangkan efek RANKL akan dihambat oleh OPG.Osteosit merupakan sel berbentuk stelat yang mempunyai juluran sitoplasma (prosesus) yang sangat panjang yang akan berhubungan dengan prosesus osteosit yang lain dan juga dengan bone linning cells. Didalam matriks, osteosit terletak di dalam rongga yang disebut lakuna, sedangkan prosesusnya terletak dalam di dalam terowongan yang di sebut kanalikuli.Setelah pertumbuhan terhenti dan puncak massa tulang sudah tercapai, maka proses pembentukan tulang akan dilanjutkan pada permukaan endosteal. Tulang mengalami proses resorpsi dan formasi secara terus menerus yang disebut sebagai remodeling tulang. Proses remodeling tulang merupakan proses mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali dengan resorpsi tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh formasi tulang oleh osteoblas. Proses remodeling diawali dengan pengaktifan osteoklas oleh sitokin tertentu. Osteoklas akan meninggalkan rongga yang disebut lakuna howship pada tulang trabekular atau rongga kerucut (cutting cone) pada tulang kortikal. Setelah resorpsi selesai, maka osteoblas akan melakukan formasi tulang pada rongga yang ditinggalkan osteoklas dengan membentuk matriks tulang yang disebut osteoid, yang dilanjutkan dengan mineralisasi primer dalam waktu singkat kemudian dilanjutkan dengan mineralisasi sekunder dalam waktu yang lebih lama dan proses yang lebih lambat sehingga tulang menjadi keras.Pada dewasa muda yang normal, sekitar 30% dari total massa kerangka diperbaharui setiap tahun (half life = 20 bulan). Dalam setiap unit remodeling, resorpsi tulang oleh osteoklas berlangsung sekitar 3 hari, dengan masa pemulihan 14 hari dan pembentukan tulang 70 hari (total = 87 hari). Tingkat pembentukan tulang linier adalah 0.5 mm/day. Selama proses ini, sekitar 0.01 mm tulang diperbaharui dalam satu unit remodeling. Secara teoritis, dengan deposisi matriks dan kalsifikasi seimbang, serta keseimbangan antara aktivitas osteoklas dan osteoblas, jumlah tulang yang dibentuk di tiap unit remodeling sama dengan jumlah tulang yang sebelumnya diresorpsi. Dengan demikian, total massa kerangka tetap konstan. Homeostasis kerangka ini bergantung pada aktifitas remodeling normal. Tingkat aktivasi unit remodeling baru, hanya akan menentukan tingkat turnover.2.4.Patogenesis Osteoporosisa. Peran esterogenDalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut, mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan(growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas, sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada sel osteoklas.Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti dikemukakan diatas bahwasanya sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan betha (ER dan ER) di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas mengekspresikan reseptor betha (ER) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alpha (ER).EFEK ESTROGEN PADA SEL OSTEOBLASDidalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-b (Transforming Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas.Induksi fungsi suatu sel oleh berbagai faktor yang sangat kompleks serta regulasinya yang berbeda-beda masih sedikit diketahui sampai saat ini. Suatu sitokin, ligand, maupun hormon yang dapat menghambat atau merangsang fungsi suatu sel bergantung pada berbagai hal, di antaranya adalah tingkat aktivasi sel tersebut, sinyal yang memicu, dan waktu (timing), seperti misalnya pada sel makrofag. Hal yang sama terjadi juga pada sel stroma osteoblastik dan osteoblas. Jadi tingkat aktivasi dari sel stroma osteoblastik bergantung pada kontak antara reseptor dan ligand. Estrogen merupakan salah satu yang berfungsi menstimulasi ekspresi gene dan produksi protein pada sel osteoblastik manusia, seperti misalnya produksi OPG, RANK-L, dan IL-6. Besar kecilnya protein yang diproduksi bergantung pada aktivasi sel stroma osteoblastik.Efek biologis dari estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh sel osteoblastik diantaranya: estrogen receptor-related receptor a (ERRa), reseptor estrogen a, b (ERa, ERb). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan homeostasis tulang dan berperan akan terjadinya osteoporosis. Dalam sebuah studi didapatkan bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin sangat bervariasi dari masing-masing organ maupun masing-masing spesies, begitu juga terhadap produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada osteoblas manusia (human osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia (human bone marrow stromal cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 dan TNFa, tidak secara langsung oleh steroid ovarium.Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik dan sel osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi perbedaan produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6, RANK-L, dan OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.EFEK ESTROGEN PADA SEL OSTEOKLASDalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Dengan defisiensi estrogen ini akan terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a yang lebih lanjut akan diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya RANK-L menginduksi aktivitas JNK1 dan osteoclastogenic activator protein-1, faktor transkripsi c-Fos dan c-Jun. Estrogen juga merangsang ekpresi dari OPG dan TGF-boleh sel osteoblas dan sel stroma, yang selanjutnya berfungsi menghambat penyerapan tulang dan mempercepat / merangsang apoptosis sel osteoklas.Jadi estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen mempengaruhi prosesdeferensiasi, aktivasi, maupun apoptosi dari osteoklas. Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi RANK-L, MCSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG, yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen menghambat produksi sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi osteoklas seperti: IL-6, IL-1, TNF-a, IL-11 dan IL-7. Terhadap apoptosis sel osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini menginduksi sel osteoklas untuk lebih cepat mengalami apoptosis.Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa.b. Pathogenesis osteoporosis tipe ISetelah menopause, terjadi penurunan produksi estrogen oleh ovarium, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama dekade awal pasca menopause, sehingga insiden fraktur meningkat, terutama fraktur vertebra dan fraktur radius distal. Penurunan densitas tulang, terutama tulang trabekular dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Estrogen juga berperan dalam menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marraw stromal cells dan sel-sel mononuklear seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-) yang berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut, sehingga aktifitas osteoklas meningkat.Gambar 1. Pathogenesis osteoporosis pasca menopause.

c. Pathogenesis osteoporosis tipe IISampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab penurunan fungsi osteoblas pada orang tua, diduga akibat penurunan kadar estrogen dan IGF-1. Defisiensi kalsium dan vitamin D sering didapatkan pada orang tua, hal ini dapat disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium dapat menyebabkan timbulnya hiperparatiroidime sekunder yang persisten sehingga akan meningkatkan proses resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang. Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang akan menyebabkan penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang, misalnya osteokalsin.Aktivitas osteoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran hidroksiprolin dan piridinolincrosslink melalui kencing, serta asam fosfat dalam plasma. Hormon paratiroid dan 1,25 (OH)2 vitamin D3 mengaktifkan osteoklas sedangkan kalsitonin dan estradiol menghambat kerja osteoklas. Resopsi tulang menyebabkan mobilisasi kalsium dan hal ini menyebabkan berkurangnya sekresi hormon paratiroid akibatnya pembentukkan 1,25 (OH)2 vitamin D3 serta absorpsi kalsium oleh usus berkurang.Defisiensi estrogen juga merupakan masalah yang penting sebagai salah satu penyebab osteoporosis pada orang tua, baik pria maupun wanita. Begitu juga dengan kadar testosteron pada pria. Penurunan kadar estradiol di bawah 40 pMol/L pada pria akan menyebabkan osteoporosis. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron akan menurun sedangkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG ini akan meningkatkan pengikatan estrogen dan progesterone membentuk komplek yang inaktif. Penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan terhadap peningkatan resopsi tulang.Osteoporosis dapat terjadi pada penggunaan glukokortikoid dalam jangka yang lama. Sekitar 30-50% pasien dengan terapi glukokortikoid yang berlebihan akan terjadi keropos tulang. Meskipun dosis harian glukokortikoid telah digunakan untuk menilai risiko kehilangan massa tulang, kumulatif dosis kumulatif (dalam gram/ tahun) lebih prediktif untuk tujuan ini. Pasien dengan dosis kumulatif tinggi ( > 30 g prednison per tahun), memiliki insiden osteoporosis yang sangat tinggi (78%) dan patah tulang (53%).Faktor lain yang ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada oaring tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Risiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah risiko terjatuh lebih tinggi pada orang tua lebih dibandingkan pada orang muda.

Gambar 2. Pathogenesis osteoporosis tipe II dan fraktur

BAB IIIDIAGNOSIS OSTEOPOROSISHingga saat ini deteksi dini osteoporosis merupakan hal yang sangat sulit dilakukan. Osteoporosis merupakan penyakit yang hening (silent), kadang-kadang tidak memberikan tanda-tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Diagnosis penyakit osteoporosis terkadang baru diketahui setelah terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul, tulang pergelangan tangan atau patah tulang lainnya pada orang tua, baik pria atau wanita. Biasanya massa tulang yang sudah berkurang 30-40% baru dapat dideteksi dengan pemeriksaan X-ray konvensional.A. GEJALA KLINIKGejala klinik dapat ditemukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pengenalan terhadap faktor risiko osteoporosis akan sangat membantu dalam pendekatan diagnosis osteoporosis. Adapun faktor resiko terjadinya osteoporosis adalah sebagai berikut:Faktor resikoPenjelasan

UmurSetiap peningkatan umur 1 dekade berhubungan dengan peningkatan risiko 1,4-1,8.

GeneticEtnis Kaukasus/oriental > orang hitam/Polinesia, gender perempuan > laki-laki, riwayat keluarga.

LingkunganMakanan, defisiensi kalsium, aktivitas fisik dan pembebanan mekanik, obat-obatan seperti kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, merokok, alkohol, jatuh/trauma.

Hormone endogen dan penyakit kronikDefisiensi estrogen, defisiendi androgen, gastrektomi, sirosis, tirotoksikosis, hiperkortisolisme.

Sifat fisik tulangDensitas tulang, ukuran dan geometri tulang, mikroarsitektur tulang, komposisi tulang.

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada anamnesis faktor resiko pada osteoporosis adalah:1. Riwayat fraktur akibat trauma minimal, penurunan tinggi badan atau peningkatan kifosis torakal.2. Penyakit-penyakit yang dapat menjadi predisposisi osteoporosis:a. Penyakit endokrin, misalnya sindroma cushing, dm, dllb. Penyakit ginjal, seperti gagal ginjal, riwayat transplantasi ginjal, dsb.c. Penyakit hati, misalnya sirosis bilier primer dan transplantasi hati.d. Kemungkinan defisiensi vitamin D, terutama pada orangyang jarang terpajan dengan sinar matahari.e. Penyakit hematologic, seperti multiple myeloma dan anemia sideroblastik.f. Penyakit saraf, karena obat saraf sepertu anti epileptic menurunkan densitas tulangg. Penyakit gastrointestinal, misalnya malabsorpsi, reseksi usus, dan lainnya.h. Penyakit rematik, seperti rheumatoid artritis, spondilosis, dan reiter.3. Riwayat penggunaan obat yang dapat menyebabkan osteoporosis, seperti kortikosteroid jangka panjang >3 bulan, obat anti epilepsy, siklosporin, litium.4. Riwayat menopause dan kehamilan.5. Anamnesis asupan gizi, terutama asupan kalsium.6. Kebiasaan buruk yang dapat menjadi faktor resiko osteoporosis, seperti merokok, minum alcohol, kurang olahraga.7. Riwayat terjatuh dan bagaimana penderita berusaha mengurangi faktor risiko ini.8. Riwayat kelainan payudara, genitalia dan penyakit vaskules yang mungkin akan mempengaruhi keputusan pemberian terapi pengganti hormonalPada pemeriksaan fisik, tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian juga dengan gaya berjalan pasien, deformitas tulang, Leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher (bekas operasi tiroid).Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskeletal, yang berupa tetani. Biasanya didapatkan aduksi jempol tangan, fleksi sendi metakarpalpalangeal dan ekstensi sendi-sendi interpalangeal.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penentuan massa tulang secara radiologis penting untuk menentukan diagnosis osteoporosis, akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang proses dinamis penyerapan dan pembentukan tulang, yang dapat menunjukkan derajat kecepatan kehilangan tulang. Biopsi tulang dan parameter biokimiawi dapat memberikan gambaran ini dengan jelas, tetapi biopsy tulang merupakan prosedur yang invasif, sehingga sulit untuk dilaksanakan secara rutin, baik untuk uji saring maupun untuk pemantauan pengobatan. Sehingga satu satunya pilihan untuk menentukan bone turnover adalah parameter atau penanda biokimiawi.Penanda biokimia tulang untuk proses pergantian tulang (biochemical bone marker) dibedakan untuk proses formasi dan resorpsi tulang (tabel 6). Indikasi analisis penanda tulang yang utama adalah wanita berusia dengan risiko osteoporosis, masa perimenopause sampai senilis, mendampingi pengukuran BMD. Juga dianjurkan pada semua orang dengan sangkaan osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid yang lama, merokok, konsumsi alkohol, kecenderungan fraktur karena trauma ringan, riwayat keluarga dan artritis reumatoid.The Expert Committee of the Committee of Scientific Advisors of the Tnternational Osteoporosis Foundation, merekomendasikan pada osteoporosis pasca menopause dengan terapi sulih hormon atau bisfosfonat, dengan mengukur 1 atau 2 parameter, masing-masing proses formasi dan resorpsi tulang, yaitu osteocalsin, BSAP, P1NP untuk formasi tulang, serta -Cross Laps (CTx) dan U-DPD untuk resorpsi tulang. Pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan pagi hari setelah puasa semalam dan sebaiknya disertai koreksi kreatinin. Dianjurkan pemeriksaan dilakukan sebelum memulai terapi, lalu pemeriksaan penanda resorpsi tulang dilakukan 3/6 bulan dan penanda formasi 6 bulan kemudian.Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa kadar interleukin-6 dan RANK-ligand yang tinggi dalam serum merupakan faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis pada wanita pascamenopause defisiensi estrogen. Akan tetapi sayangnya pemeriksaan dari kedua komponen tersebut belum dapat dilakukan secara rutin di laboratorium.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIPemeriksaan radiologi untuk menilai densitas tulang sangat tidak sensitif. Nilai diagnostik pemeriksaan radiologi biasa untuk menilai osteoporosis dini, kurang memuaskan, karena pemeriksaan ini baru dapat mendeteksi osteoporosis setelah penurunan densitas massa tulang lebih dari 30%. Gambaran radiologi yang khas pada osteoporosis adalah penipisan kortek dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan terlihat akan tampak terlihat pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra. Pada tulang-tulang vertebra, pemeriksaan radiologi anteoposterio dan lateral sangat baik untuk mencari adanya fraktur kompresi, fraktur baji atau fraktur bikonkaf.PEMERIKSAAN MASSA TULANGDensitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presisi untuk menilai densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi fraktur dan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode yang dapat digunakan untuk menilai massa tulang adalah single photon absorptiometry (SPA), dual photon absorptiometry (DPA), X-ray Absorptiometry (ada dua jenis, yaitu Single X-ray Absorptiometry = SXA dan Dual Energy X-ray Absorptiometry = DEXA) dan quantitative computer tomography (QCT). Indikasi pemeriksaan densitrometri tulang menurut International Society of Clinical Densitometry (ISCD) 2007 adalah: Wanita usia 65 tahun tanpa memperhatikan faktor risiko klinik. Pria 70 tahun, tanpa memperhatikan faktor risiko klinik. Wanita muda postmenopause dan pria usia 50-69 tahun berdasarkan memiliki profil faktor risiko klinis. Wanita perimenopause dengan faktor risiko patah tulang seperti berat badan rendah, riwayat patah tulang dengan trauma ringan atau obat berisiko tinggi. Orang dewasa yang memiliki patah tulang setelah usia 50 tahun. Orang dewasa dengan kondisi (misalnya, rheumatoid arthritis) atau konsumsi obat (misalnya, glukokortikoid, dosis harian prednisone 5 mg atau setara selama 3 bulan) yang berhubungan dengan massa tulang yang rendah atau keropos tulang. Siapapun yang dipertimbangkan akan mendapat terapi farmakologis untuk osteoporosis. Menghentikan estrogen pada wanita postmenopause harus dipertimbangkan untuk pengujian kepadatan tulang. Sebagai monitor terhadap terapi osteoporosis yang diberikan.PEMERIKSAAN X-RAY ABSORPTIOMETRYPesawat X-ray absorptiometry menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Selain itu keuntungan lain densitometer X-ray absorptiometry dibandingkan DPA (Dual Photon Absorptiometry) dapat mengukur dari banyak lokasi, misalnya pengukuran vertebral dari anterior dan lateral, sehingga pengaruh bagian belakang corpus dapat dihindarkan, sehingga presisi pengukuran lebih tajam. Ada dua jenis Xray absorptiometry yaitu : SXA (Single X-ray Absorptiometry) dan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry). Saat ini gold standard pemeriksaan osteoporosis pada laki-laki maupun osteoporosis pascamenopause pada wanita adalah DEXA, yang digunakan untuk pemeriksaan vertebra, collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh. Bagian tulang seperti tulang punggung (vertebralis) dan pinggul (Hip) dikelilingi oleh jaringan lunak yang tebal seperti jaringan lemak, otot, pembuluh darah, dan organ-organ dalam perut. Jaringan-jaringan ini membatasi penggunaan SPA (Single Photon Absorptiometry) atau SXA, oleh karena dengan system ini tidak dapat menembus jaringan lunak tersebut, akan tetapi hanya dapat digunakan untuk tulang yang berada dekat kulit. DEXA atau absorptiometri X-ray energy ganda memungkinkan kita untuk mengukur baik massa tulang di permukaan maupun bagiaN yang lebih dalam.Dalam pemeriksaan massa tulang dengan densitometer DEXA kita akan mendapatkan informasi beberapa hal tentang densitas mineral tulang antara lain: Densitas mineral tulang pada area tertentu dalam satuan gram/cm2 Kandungan mineral tulang dalam satuan gram. Perbandingan hasil densitas mineral tulang degnan nilai normal rata-rata densitas mineral tulang pada orang seusia dan dewasa muda etnis yang sama, yang dinyatakan dalam persentase. Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata rata densitas mineral tulang pada orang seusia dan dewasa muda etnis yang smaa, yang dinyatakan dalam score standar deviasi (Z-score atau T-score). T-score hanya digunakan untuk wanita post atau permenopuase dan laki-laki daiatas 50 tahun, sedangkan Z-score digunakan pada wanita premenopause dan laki-laki dibawah 50 tahun.

Ada empat kategori diagnosis massa tulang (densitas tulang) berdasarkan T-score adalah sebagai berikut:1. Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah rata-rata orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama dengan 1 SD).2. Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 1 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, tapi tidak lebih dari 2,5 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau 10-25% di bawah rata-rata (T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD).3. Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5 standar deviasi di bawah nilai rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-rata atau kurang (T-score di bawah -2,5 SD).4. Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-rata ini atau lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang osteoporosis (T-score di bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih patah tulang osteoporosis).KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS

C. DIAGNOSIS BANDINGBeberapa penyakit dapat menyebabkan terjadinya penurunan densitas massa tulang dan patah tulang. Oleh karena itu, bila terdapat penderita dengan penurunan densitas massa tulang dan atau patah tulang harus dicari penyakit yang mendasarinya. Beberapa penyakit yang menyebabkan penurunan densitas massa tulang dapat dijadikan diagnosis banding. Anamnesis dan pemeriksaan fisik berdasarkan gejala klinik masih sangat dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis osteoporosis, termasuk penyakit yang mendasari terjadinya osteoporosis (osteoporosis sekunder). Pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding penyakit/kondisi penyebab sekunder osteoporosis. Adapun beberapa penyakit atau kondisi kronis yang sering menyebabkan osteoporosis adalah sebagai berikut:1. Sindroma Cushing atau disebut dengan hiperkortisolism.Sindroma cushing adalah suatu keadaan gangguan hormonal yang disebabkan kadar hormon kortisol yang tinggi dalam jaringan tubuh untuk waktu yang lama. Dari anamnesis, pada sindroma cushing didapatkan riwayat pemakaian glukokortikoid atau steroid dalam jangka waktu lama, seperti pada penderita asma, reumatoid arthitis, lupus dan penyakit inflamasi lain. Dari pemeriksaan didapatkan obesitas, muka bulat (moons face), peningkatan lemak pada lingkar leher, striae pink pada abdomen, paha, panggul, lengan dan dada. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan kadar free cortisol urine 24 jam (sindroma cushing bila kadar kortisol > 50-100 g/hari), pengukuran midnight plasma cortisol dan late-night salivary cortisol (sindroma cushing bila kadar kortisol plasma > 50 nmol/L), dexamethasone suppression test, dan pemeriksaan serum ACTH.

2. Multiple myelomaMultiple myeloma (MM) ditandai oleh lesi litik tulang, penimbunan sel plasma dalam sumsum tulang, dan adanya protein monoklonal dalam serum dan urine. MM harus difikirkan pada pasien diatas 40 tahun dengan anemia yang sulit diketahui penyebabnya, disfungsi ginjal atau adanya lesi tulang (hanya < 2% pasien berusia < 40 tahun). Pasien MM biasanya datang dengan gejala anemia, nyeri tulang, fraktur patologik, tendensi perdarahan, dan atau neuropati perifer. Kelainan ini akibat dari tekanan massa tumor atau sekresi protein atau sitokin oleh sel tumor, atau sel-sel dari produk tumor. Diagnostik MM ditegakkan mulai dari trias klasik (sel plasma, biasanya > 10% + M protein + lesi litik). Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis MM adalah albumin-globulin, elektroforesis protein serum, protein Bence-Jones urine, hiperkalsemia, peningkatan ureum-kreatinin dan sel plasma abnormal tampak dalam film darah pada 15% pasien.

3. HiperparatiroidHiperparatiroidisme terdapat dalam dua bentuk : primer dan sekunder. Bentuk primer adalah karena fungsi yang berlebihan dari kelenjar paratiroid, biasanya adalah adenoma. Hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid tinggi, serum kalsium tinggi, dan serum ion kalsium tinggi. Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme adalah asimtomatik. Manifestasinya terutama pada ginjal dan tulang. Kelainan pada ginjal terutama nefrolitiasis yang rekuren, obstruksi traktus urinarius, infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan retensi fosfat. Pemeriksaan laboratorium : peningkatan kadar serum hormon paratiroid, serum kalsium tinggi, fosfat rendah, fosfatase alkal tinggi, kalsium dan fosfat urin tinggi, 25 hidroksivitamin D rendah, test fungsi ginjal. Pada rontgen : tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi, cystic-cystic dalam tulang.

BAB IVPENATALAKSANAANNON FARMAKOLOGIEDUKASI DAN PENCEGAHANOsteoporosis dapat menyerang siapa saja, termasuk individu-individu yang yang sangat hati-hati dengan gaya hidupnya, mereka makan dengan benar, berolahraga secara teratur, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol atau hanya dengan jumlah yang sedikit dan tidak memiliki penyakit, kondisi atau menggunakan obat yang mungkin merupakan predisposisi osteoporosis. Pasien osteoporosis yang gaya hidup mereka tidak menentu harus konseling tentang semua kegiatan mereka dalam kehidupan sehari-hari agar memungkinkan untuk memperlambat perkembangan keropos tulang.Pasien dengan patah tulang belakang sangat membutuhkan petunjuk khusus mengenai perubahan dalam aktivitas hidup sehari-hari, seperti belajar membungkuk, mengangkat dan sebagainya sehingga tidak menambah stres dan ketegangan pada tulang belakang. Saran serupa juga harus diberikan kepada mereka dengan massa tulang yang sangat rendah tetapi belum retak.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam edukasi dan pencegahan, sebagai berikut:1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan, kelenturan dan keseimbangan sistem neuromuskular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30-60 menit per hari, bersepeda maupun berenang.2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplementasi.3. Hindari merokok dan minum alkohol.4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testesteron pada laki-laki dan menopause awal pada perempuan.5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.6. Hindari mengangkat barang yang berat pada penderita yang sudah pasti osteoporosis.7. Hindari berbagai hal yang dapat membuat penderita terjatuh, seperti lantai licin, obat-obat sedatif atau obat anti hipertensi yang dapat menimbulkan hipotensi orthostatik.8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang yang kurang terpajan sinar matahari atau penderita dengan fotosensitifitas, misal nya SLE (Systemic Lupus Erythematosus). Bila di duga ada defisiensi vitamin D, maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila kadar 25(OH)D serum menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orang tua harus diberikan. Pada penderita dengan gagal ginjal, suplementasi 12,5(OH)2D harus dipertimbangkan..9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium > 300 mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari).10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang, usahakan pemberian glokokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.11. Pada penderita artritis reumatoid dan artritis inflamasi lainnya, sangat pentin mengatasi aktifitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan densitas massa tulang lang akibat artritis inflamasi yang aktif.LATIHAN DAN REHABILITASILatihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis karena dengan latihan teratur penderita akan lebih lincah, tangkas dan kuat ototototnya sehingga tidak mudah jatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokimikal yang akan meningkatkan remodelling tulang.Pada penderita yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis, maka latihan dimulai dengan tanpa beban, kemudia ditingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan dengan pembenan yang adekuat.

FARMAKOLOGISecara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat anti resorpsi misalnya: estrogen, kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek anti resorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel osteoblast.BISFOSFONATBisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis. Bisfosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20-50% bisfosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12-24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bisfosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, tetapi tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati pemberiannya pada penderita gagal ginjal. Efek samping bisfosfonat adalah refluks esofagitis, osteonekrosis jaw, hipokalsemia dan atrial fibrilasi. Oleh sebab itu, penderita yang memperoleh bisfosfonat harus diperhatikan asupan kalsiumnya.

Gambar 5. Generasi bisfosfonatJenis bisfosfonat yang dapat digunakan untuk terapi osteoporosis:1. Risedronat, merupakan aminobisfosfonat generasi ketiga yang sangat poten. Untuk mengatasi penyakit paget diperlukan dosis 30 mg/hari selama 2 bulan, sedangkan untuk osteoporosis diperlukan dosis 35 mg/minggu atau 5 mg/hari secara kontinyu atau 75 mg 2 hari berturut-turut sebulan sekali atau 150 mg sebulan sekali. Kontra indikasi pemberian risedronat adalah hipokalsemia, ibu hamil, menyusui dan gangguan ginjal (creatinine clearance < 30 ml/menit).2. Alendronat, merupakan aminobisfosfonat yang poten. Untuk terapi osteoporosis dapat diberikan dosis 10 mg/hari setiap hari secara kontinyu, karena tidak mengganggu mineralisasi tulang. Saat ini dikembangkan dosis 70 mg seminggu sekali. Untuk pencegahan osteoporosis pada wanita pasca menopause dan osteoporosis induce glukkortikoid diberikan dosis 5 mg/dl. Untuk penyakit paget diberikan dosis 40 mg/hari selama 6 bulan. Alendronat tidak direkomendasikan pada penderita gangguan ginjal (creatinine clearance < 35 ml/menit).3. Ibandronat, juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga. Pemberian peroral untuk terapi osteoporosis dapat diberikan 2,5 mg/hari atau 150 mg sebulan sekali. Ibandronat juga dapat diberikan intravena dengan dosis 3 mg, 3 bulan sekali. Kontra indikasi pemberian ibandronat adalah hipokalsemia.4. Zoledronat, bisfosfonst terkuat yang ada saat ini. Sediaan yang ada adalah sediaan intravena yang harus diberikan per drip selama 15 menit untuk dosis 5 mg. Untuk pengobatan osteoporosis cukup diberikan 5 mg setahun sekali, sedangkan untuk pengobatan hiperkalsemia akibat keganasan dapat diberikan 4 mg per drip setiap 3-4 minggu sekali tergantung responnya. Kontra indikasi pemberian zoledronat adalah hipokalsemia, ibu hamil dan menyusui.RALOKSIFENRaloksifen golongan preparat anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan terhadap endometrium dan payudara. Golongan Raloksifen yang disebut juga selective estrogen receptor modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen-sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF3 yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel osteoklas.Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis adalah 60 mg/hari. Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan akan di metabolisme di hati. Raloksifen dapat menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau berencana untuk hamil. Efek samping raloksifen dapat meningkatkan kejadian deep venous thrombosis (DVT), rasa panas dan kram pada kaki.ESTROGENMekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat badan, tromboemboli, dan pada pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah : kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboemboli, karsinoma ovarium, dan penyakit hati yang berat. Di beberapa negara, saat ini TSH hanya direkomendasikan untuk gejala klimakterium dengan dosis sekecilnya dan waktu sesingkatnya. TSH tidak direkomendasikan lagi sebagai terapi pilihan pertama untuk osteoporosis.KALSITONINKalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian intra nasal adalah 200 IU pre hari. Kadar puncak dalam plasma akan tercapai dalam waktu 20-30 menit dan akan dimetabolisme dengan cepat di ginjal. Efek samping kalsitonin berupa kemerahan dan nyeri pada tempat injeksi serta rhinorrhea (dengan kalsitonin nasal spray).STRONTIUM RANELATStrontium ranelat merupakan obat osteoporosis kerja ganda, yaitu meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis strontium ranelat adalah 2 mg/hari yang dilarutkan dalam air dan diberikan pada malam hari sebelum tidur atau 2 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Efek sampingstrontium ranelat adalah dispepsia dan diare. Strontium ranelate harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan riwayat tromboemboli vena.VITAMIN DVitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari 90% vitamin D disintesis dalam tubuh, prekursornya ada di bawah kulit oleh paparan sinar ultraviolet. Vitamin D dapat berupa alfacalcidol (25 OH vitamin D3) dan calcitriol (1,25 (OH)2 Vitamin D3), kedua dapat digunakan untuk pengobatan osteoporosis.8 Kadar vitamin D dalam darah diukur dengan cara mengukur kadar 25 OH vitamin D3. Pada penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium peroral selama 18 bulan ternyata mampu menurunkan fraktur non spinal sampai 50% (Dawson-Hughes, 1997). Pada pemberian vitamin D dosis tinggi (50.000 IU) dapat berkembang menjadi hiperkalsiuria dan hiperkalsemia.KALSITRIOLSaat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan osteoporosis pasca menopause. Kalsitriol diindikasikan bila terdapat hipokalsemia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium peroral. Kalsitriol juga diindikasikan untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat hipokalsemia maupun gagal ginjal terminal. Dosis kalsitriol untuk pengobatan osteoporosis adalah 0,25g, 1-2 kali per hari.KALSIUMKalsium sebagai mono terapi ternyata tidak cukup untuk mencegah fraktur pada penderita osteoporosis. Preparat kalsium terbaik adalah kalsium karbonat, karena mengandung kalsium elemental 400 mg/gram, disusul kalsium fosfat yang mengandung kalsium elemental 230 mg/gram, kalsium sitrat yang mengandung kalsium elemental 211 mg/gram, kalsium laktat yang mengandung kalsium elemental 130 mg/gram dan kalsium glukonat yang mengandung kalsium elemental 90 mg/gram. Pemberian kalsium dapat meningkatkan risiko hiperkalsiuria dan batu ginjal.Gambar 6. Asupan kalsium

FITOESTROGENFitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktifitas estrogenik. Ada banyak senyawa fitoestrogen, tetapi yang telah diteliti adalah isoflavin dan lignans. Isoflavonyang berefek estrogenik antara lain genistein, daidzein dan glikosidanya yang banyak ditemukan pada golongan kacang-kacangan (Leguminosae) seperti soy bean dan red clover. Fitoestrogen terdapat banyak dalam kacang kedelai, daun semanggi. Sampai saat ini belum ada uji klinis bahwa fitoestrogen dapat mencegah maupun mengobati osteoporosis (Alekel, 2000; Potter 1998).22 Dosis efektif isoflavon 20-60 mg/hari, dengan lama terapi 6 sampai 24 bulan. Seperti obat osteoporosis yang lain dianjurkan pemberiannya bersama kalsium dan vitamin D.HORMON PARATIROIDPemberian hormon paratiroid (PTH) secara intermitten dapat menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoblas, sehingga terjadi peningkatan massa tulang dan perbaikan mikroarsitektur tulang. Teriparatide terbukti menurunkan risiko fraktur vertebra dan non vertebra. Dosis yang direkomendasikan adalah 20g/hari subkutan selama 18-24 bulan. Kontra indikasi teriparatide adalah hiperkalsemia, penyakit tulang metabolik selain osteoporosis primer, misalnya hiperparatiroid dan penyakit paget, peningkatan alkali fosfatase yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mendapat terapi radiasi.PEMBEDAHAN Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur terutama fraktur panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita osteoporosis adalah:1. Penderita osteoporosis usia lanjut denga fraktur, bila diperlukan tindakan bedah, sebaiknya segera dilakukan. Sehingga dapat menghindari imobilisasi lama dan komplikasi fraktur yang lebih lanjut.2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil shingga mobilisasi penderita dapat dilakukan sehdini mungkin.3. Asupan kalsium harus tetap diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan bedah, sehingg a mineralisasi kalus menjadi sempurna.4. Walalupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medikamentosa osteoporosis dengan bisfosfonat atau raloksifen atau terapi pengganti hormonal, maupun kalsitonin tetapi harus diberikan.Pada fraktur korpus vertebra, dapat dilakukan vertebroplasti atau kifoplasti. Verteboplasti adalah tindakan penyuntikan semen tulang ke dalam korpus vertebra yang mengalami fraktur, sedangkan kifoplasti adalah tindakan penyuntikan semen tulang ke dalam balon yang sebelumnya sudah dikembangkan di dalam korpus vertebra yang kolaps akibat fraktur.BAB IVRINGKASANOsteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang sistemik yang ditandai oleh menurunnya densitas massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah. Berdasarkan kriteria WHO, osteoporosis adalah nilai BMD berada pada 2,5 standart deviasi (SD) atau di bawah nilai rata-rata dewasa muda yang sehat (T score < -2,5 SD).Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer dibagi 2, yaitu osteoporosis tipe I (osteoporosis pasca menopause) dan osteoporosis tipe II (osteoporosis senilis).Sel yang bertanggung jawab untuk formasi tulang disebut osteoblas, sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk resorpsi tulang. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses resorpsi tulang lebih banyak dari pada proses formasi tulang. Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang sehingga terjadi osteoporosis. Pemeriksaan densitometri dengan Dual Energy X-ray Absorptiometry merupakan gold standard untuk diagnosis osteoporosis.Penatalaksanaan osteoporosis meliputi upaya pencegahan dan pengobatan yang berupa pendekatan non farmakologi (edukasi dan latihan/rehabilitasi), farmakologi (bisfosfonat, estrogen dan lain-lain) dan tindakan bedah bila terjadi fraktur. Tujuan pengobatan osteoporosis untuk meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.

DAFTAR PUSTAKA1. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006; 1259-73.2. WHO. Scientific group the assesssment of osteoporosis at primary healht care level. Summary Meeting Report, Brussels, Belgium, 5-7 May 2004. WHO, 2007.3. PEROSI. Panduan diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Pengurus Besar Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. 2010.4. Setiyohadi B. Diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah temu ilmiah reumatologi 2009; 117-24.5. Rosen C. Chapter 11: The epidemiology and pathogenesis of osteoporosis. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated January 2011. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid11/ parathyroidframe11.htm6. Manolagas SC, Kousteni S, Jilka RL. Sex steroids and bone. The Endocrine Society 2002.7. Fuleihan GE, Baddoura R, Awada H, et al. Lebanese guidelines for osteoporosis assessment and treatment. Beirut, Lebanon. 2002.8. Raef H, Al-Bugami M, Balharith S, et al. Updated recommendations for the diagnosis and management of osteoporosis: a local perspective. Ann Saudi Med [Epub ahead of print] [cited 2011 Mar 18]. Available from: http://www. saudiannals.net/preprintarticle.asp?id=77509. Ackerman KE, and Meryl S. LeBoff MS. Chapter 13: Osteoporosis: Prevention and treatment. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated November 2008. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/ parathyroid13/parathyroidframe13.htm10. Stevenson JC and Marsh MS. An atlas of osteoporosis. Third Edition. Informa UK Ltd, 2007.11. Roland Baron R. Chapter 1: Anatomy and ultrasturcture of bone histologenesis, growth and remodelling. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated May 2008. Available from: http://www.endotext.org/ parathyroid/parathyroid1/parathyroidframe1.htm12. Setiyohadi B. Peran osteoblas pada remodeling tulang. Dalam: Kumpulan makalah temu ilmiah reumatologi 2010; 32-7.13. National Osteoporosis Foundation. Clinicians guide to prevention and treatment of osteoporosis. Washington, DC: National Osteoporosis Foundation; 2010.14. Waters KM, Rickard DJ, Gebhart JB, et al. Potential roles of estrogen reseptor-and -in the regulation of human oteoblast functions and gene expression. The menopause at the millenium. The Proceding of the 9th International Menopause Society World Congress on Menopause. 1999 October 17-21; Yokohama, Japan15. Monroe DG, Secreto FJ, Spelsberg TC. Overview of estrogen action in osteoblasts: Role of the ligand the receptor and the co-regulators. J Musculoskel Neuron Interact 2003; 3(4):357-62.16. Bell, Norman H. RANK ligand and the regulation of skletal remodeling. J Clin Invest 2003;(111):1120-22.17. Hofbauer LC, Khosla S, Dunstan CR, et al. Estrogen stimulate gene expressionand protein production of osteoprotegerin in human osteoblastic cell. Endocrinology 1999;140 (9) : 4367-8.18. Jilka L. Cell biology of osteoclast and osteoblast and the hormones and cytokines that control their development and activity. The 1st Joint Meeting of the International Bone and Mineral Society and the European Calcified Tissue Society; 2001 June 1-5; Madrid, Spain.19. Aubin JE, Bonnelye E. Osteoprotegerin and its ligand a new paradigm for regulation of osteogenesis and bone resorption. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/408911.com/content/8/1/201.20. Manolagas SC. Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine Reviews 2000;21(2):115-37.21. Jones DH, Kong YY, Penninger JM. Role of RANKL and RANK in bone loss and arthritis. Ann Rheum Dis 2002;2:1132-9.22. Alesci S and Ilias I. Chapter 7: Glucocorticoid-induced osteoporosis. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated October 2007. Available from: http://www.endotext.org/adrenal/adrenal7/adrenalframe7.htm23. Siki Kawiyana. Interleukin-6 dan RANK-ligand yang tinggi sebagai faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis pada wanita pascamenopause defisiensi estrogen. Doktoral (Disertasi). Denpasar: Program Doktor Program Studi Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana; 2009.24. Hamijoyo L. Indikasi dan interpretasi test densitrometri tulang. Dalam: Hot topics on rheumatology. Himpunan makalah reumatologi klinik Bandung. 2010: 147-50.25. Lewiecki EM. Chapter 12: Osteoporosis: clinical evaluation. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated November 2010. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid12/parathyroid frame12.htm26. Syahrir M. Mieloma multipel dan penyakit gamopati lain. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006; 739-44.27. Setiyohadi B. Penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah temu ilmiah reumatologi 2010; 82-9.28. National Osteoporosis Guideline Group. Osteoporosis clinical guideline for prevention and treatment. Executive summary. Updated July 2010.29. Suryana BPP. Strategi dan panduan penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Hot topics on rheumatology. Himpunan makalah reumatologi klinik Bandung. 2010: 137-46.30. Kansra U. Osteoporosis, medical management. Journal Indian Academy of Clinical Medicine 2002; 3(2): 128-40

32