Referat mata

44
Referat Katarak Senilis Imatur ODS, Presbiopia, Diabetes Melitus Tipe II Oleh: Rosy Remalya Tambunan 11.2014.256 Pembimbing : dr Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M

description

referat mata

Transcript of Referat mata

Page 1: Referat mata

Referat

Katarak Senilis Imatur ODS, Presbiopia, Diabetes Melitus

Tipe II

Oleh:Rosy Remalya Tambunan

11.2014.256

Pembimbing :

dr Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

Page 2: Referat mata

Periode 4 Mei s/d 6 Juni 2015

RS Family Medical Center (FMC), Sentul

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk –Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAHari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : Mei 2015

SMF ILMU PENYAKIT MATARumah Sakit Family Medical Center-Sentul

Tanda Tangan

Nama : Rosy Remalya Tambunan

NIM : 11-2014-256

Dr. Pembimbing : dr Saptoyo A M , Sp.M -------------------

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Tn AH

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan

Alamat : Bogor

Tanggal Pemeriksaan : 28 Mei 2015

II. ANAMNESIS

Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 28 Mei 2015

Keluhan Utama:

Pandangan kedua mata buram sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit

Keluhan Tambahan:

Silau jika melihat cahaya. Kadang mata terasa pegal saat membaca.

Page 3: Referat mata

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh pandangan buram secara perlahan sejak 2 tahun sebelum

masuk rumah sakit dan semakin memburuk 3 bulan lalu. Keluhan buram seperti

ditutupi kabut asap saat melihat jauh maupun dekat. Silau jika melihat cahaya

contohnya cahaya dari layar hp, tidak ada melihat melihat warna pelangi saat melihat

cahaya silau. Mata tidak sering berair. Kadang mata kering dan gatal tidak dikucek,

sudah berobat ke dokter diberi obat tetes mata dan keluhan sudah membaik. Tidak ada

rasa mengganjal. Luas pandangan tidak menyempit. Riwayat mata merah dan belek di

sangkal. Riwayat trauma pada mata dan rasa nyeri disangkal.

Ada riwayat pemakaian kacamata baca sejak lima tahun lalu, mulai terasa

tidak enak dipakai lagi sejak 2 tahun lalu. Ada riwayat kencing manis sejak 12 tahun

lalu terkontrol dengan konsumsi obat. Tiga tahun lalu gula darah pernah naik hingga

mencapai 450 mg/dl. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat mual muntah dan sakit

kepala disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Umum

1. Asthma : tidak ada

2. Alergi : tidak ada

3. DM : ada

4. Hipertensi : tidak ada

5. Dislipidemia : tidak ada

b. Mata

1. Riwayat sakit mata sebelumnya : Tidak ada

2. Riwayat penggunaan kaca mata : ada

3. Riwayat operasi mata : Tidak ada

4. Riwayat trauma mata sebelumnya : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:

Penyakit mata serupa : tidak ada

Penyakit mata lainnya : tidak ada

Asthma : tidak ada

Alergi : tidak ada

Page 4: Referat mata

Riwayat Kebiasaan:

Sebelumnya suka makan makanan manis tetapi sudah mulai dikurangi sejak 12 tahun

lalu. Tidak merokok dan tidak meminum alkohol.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70mmHg

Nadi : 76 x/menit

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36.7oC

Kepala/leher : Pembesaran KGB tidak ada

Thorax, Jantung : dalam batas normal

Paru : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

B. STATUS OPTHALMOLOGIS

OD PEMERIKSAAN OS

0,16 ph 0,25

koreksi S -1,50 = 0,25

Add +3,00

Visus

0,16 ph 0,25

koreksi S -1,50 = 0,25

Add +3,00

N TIO N

Orthoforia Posisi Bola Mata Orthoforia

Edema (-), Hiperemis (-)

spasme (-)Palpebra

Edema (-), Hiperemis (-)

spasme (-)

Tenang Konjungtiva Tenang

Jernih Cornea Jernih

Dalam COA Dalam

Bulat, sentral, refleks

cahaya langsung dan tak

Iris/Pupil Bulat, sentral, refleks

cahaya langsung dan tak

Page 5: Referat mata

langsung (+), RAPD (-) langsung (+), RAPD (-)

Keruh, Shadow test (+) Lensa Keruh, Shadow test (+)

Jernih Vitreus Jernih

RF (+), sulit dinilai Fundus RF (+), sulit dinilai

Pergerakan Bola Mata

Tidak ditemukan kelainan

pada segala arahKonfrontasi Test

Tidak ditemukan kelainan

pada segala arah

IV. PEMERIKSAAN LAIN

Tidak dilakukan

V. RESUME

Anamnesis

Pasien mengeluh pandangan buram sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit dan

semakin memburuk 3 bulan lalu. Keluhan buram seperti ditutupi kabut asap saat

melihat jauh maupun dekat. Silau jika melihat cahaya contohnya cahaya dari layar hp.

Kadang mata kering dan gatal tidak dikucek, sudah berobat ke dokter diberi obat tetes

mata dan keluhan sudah membaik. Ada riwayat pemakaian kacamata baca sejak lima

tahun lalu, mulai terasa tidak enak dipakai lagi sejak 2 tahun lalu. Ada riwayat

kencing manis sejak 12 tahun lalu terkontrol dengan konsumsi obat. Tiga tahun lalu

gula darah pernah naik hingga mencapai 450 mg/dl.

Dari status oftalmologis didapatkan :

OD PEMERIKSAAN OS

0,16 ph 0,25

koreksi S -1,50 = 0,25

Add +3,00

Visus

0,16 ph 0,25

koreksi S -1,50 = 0,25

Add +3,00

Keruh, Shadow test (+) Lensa Keruh, Shadow test (+)

RF (+), sulit dinilai Fundus RF (+), sulit dinilai

Page 6: Referat mata

VI. DIAGNOSIS KERJA

1. Katarak Senilis Imatur ODS

2. Presbiopia

3. Diabetes Melitus tipe 2

VII. DIAGNOSIS BANDING

1a. Katarak ec Diabetes mellitus tipe 2

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

a. Gula darah sewaktu

b. Gula darah puasa

c. HbA1C

IX. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

1. Potasium Iodide + Sodium Iodide 3mg Ed fl no I S 3 dd gtt 1 ODS

2. Glibenklamid tab 5mg no X S 2 dd tab I

3. Gliklazid tab 80mg no X S 2 dd tab I

Non medikamentosa

1. Pemberian kacamata sesuai koreksi setelah pemeriksaan gula darah dan visus diperiksa ulang

Edukasi:

1. Konsulkan ke spesialis mata untuk mendapatkan penanganan selanjutnya

2. Konsulkan ke spesialis penyakit dalam untuk pengontrolan diabetes melitus

3. Katarak jika sudah mengganggu penglihatan sebaiknya dioperasi jika gula

darah terkontrol.

Page 7: Referat mata

IX. PROGNOSIS

1.

OCCULI DEXTRA (OD) OCCULI SINISTRA (OS)

Ad Vitam : Bonam Bonam

Ad Fungsionam : Dubia ad malam Dubia ad malam

Ad Sanationam : Dubia ad malam Dubia ad malam

2.

OCCULI DEXTRA (OD) OCCULI SINISTRA (OS)

Ad Vitam : Bonam Bonam

Ad Fungsionam : Dubia ad malam Dubia ad malam

Ad Sanationam : Dubia ad malam Dubia ad malam

3.

Ad Vitam : Bonam

Ad Fungsionam : Bonam

Ad Sanationam : Dubia ad malam

PENDAHULUAN

Mata adalah suatu organ indra yang khusus yang berfungsi untuk meneruskan cahaya

sehingga kita dapat melihat. Fungsi mata sendiri adalah untuk melihat. Jika manusia

kehilangan indra pengelihatan, maka fungsi manusia akan menurun sangat drastis. Ketika

fungsi fisiologisnya terganggu, maka akan timbul penyakit sehingga pasien akan mencari

pertolongan untuk mengatasi keluhan-keluhannya tersebut.

Mata sendiri berfungsi jika media refraks dapat meneruskan cahaya untuk ditangkap

oleh saraf yang langsung terhubung ke otak. Jika media refraksi terdapat gangguan, maka

fungsi pengelihatan sendiri akan terganggu karena cahaya tidak dapat diterukan oleh mata ke

otak. Bagian media refraksi sendiri mulai dari air mata, kornea, kamera okuli anterior,

kamera okuli posterior lensa, vitreus lalu terakhir adalahretina terutama pada macula. Setelah

dari macula akan diteruskan oleh nervus optikus ke otak.

Page 8: Referat mata

Salah satu gangguan dari pembahasan ini adalah bagian media refraksi dimana lensa

menjadi keruh sehingga pengelihatan menjadi tidak baik. Disamping itu, terdapat juga

kelaianan dari vitreus atau badan kaca yang menyebabkan pengelihatan juga menjadi gelap

akibat cahay tidak dapat melewati badan kaca untuk menangkap rangsang cahaya.

Akan tetapi, kelaianan tidak hanya sebatas pada media refraksi saja, kelaian refraksi

juga dapat mengganggu pengelihatan. Kelainan refraksi adalah focus cahaya yang tidak jatuh

pada macula sehingga bayangan yang diterima oleh otak tidak jelas atau kabur. Misalnya

bayangan jika jatuh di depan retina maka kita akan mengalami rabun jauh dan jika bayangan

jatuh di belakang retina maka pengelihatan akan menjadi rabun dekat .

Maka dari itu kita perlu mengetahui bagaimana sebenarnya kelainan yang terjadi

apakah merupakan suatu kelainan di media atau hanya bagian refraksi saja.

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi

Anatomi dan fisiologi mata sangat rumit dan mengaggumkan. Secara konstan mata

menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan

jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.

Mata memiliki struktur sebagai berikut :

Sklera : merupakan lapisan luar mata yang bewarna putih dan relatif kuat.

Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian sclera.

Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris,

pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.

Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.

Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan di

depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara

merubah ukuran pupil.

Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos dan vitreus,

berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.

Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang bola mata,

berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.

Page 9: Referat mata

Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual ke otak.

Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi

segmen anterior bola mata) serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea,

dihasilkan oleh processus ciliaris.

Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina

(mengisi segmen posterior mata)

Anatomi lensa

Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah (avaskular),

tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm. Ke depan berhubungan dengan

cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii

(Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus siliaris.

Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula

lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel, yang akan memperoleh air dan

elktrolit untuk masuk.

Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras

daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus

diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus

dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila

dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa

ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril

dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.

Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringan-

jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh lainnya.

Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat

dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,

pembuluh darah atau saraf di lensa.

Page 10: Referat mata

Fisiologi lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Utuk memfokuskan

cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula zinii dan

memperkecil diamter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini

daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk

memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula

berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis

diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan

lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Pada orang

dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian

sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung perlahan-perlahan

sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana nukleus menjadi besar dan

korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya

kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti “ gray reflek “ atau “senil reflek”, yang sering

disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya

akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia

dimulai pada usia 40 tahun.

Metabolisme lensa normal

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan

kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian anterior

lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih tinggi dibagian

posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor aqueus, dari

luar ion natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion

kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap

dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%)

dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak

dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase

adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa

oleh enzim sorbitol dehidrogenase.

Page 11: Referat mata

Definisi katarak

Katarak berasal dari Yunani “Katarrhakies”, Inggris “Cataract”, Latin “Cataracta”

yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air

terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang

dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, proses

penuaan.

Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga

penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka

mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila

kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya.

Etiologi katarak

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia

seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,

katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.

Penyebab katarak lainnya meliputi:

a. Faktor keturunan

b. Cacat bawaan sejak lahir

c. Masalah esehatan, misalnya diabetes

d. Pengguanaan obat tertentu, khususnya steroid

e. Gangguan pertumbuhan

f. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama

g. Asap rokok

h. Operasi mata sebelumnya

i. Trauma (kecelakaan) pada mata

j. Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui

Patofisiologi katarak

 Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:

Page 12: Referat mata

1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang

berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air

yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik

yangmenyebabkan kekeruhan lensa.

2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen

terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama

serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus

lensa.

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:

1. Kapsula

  a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)

b. Mulai presbiopiac

c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur 

d. Terlihat bahan granular 

2. Epitel-makin tipis

a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)

b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa

a. Serat irregular 

b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel

c. Brown sclerotic nucleu, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus lensa,

sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan triptofan

disbanding normal

d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto

oksidasi.

Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia

dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus

multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya

menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi,

sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.

Page 13: Referat mata

Katarak Developmental

Katarak kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir (atau

beberapa saat kemudian) dan berkembang pada tahun pertama dalam hidupnya. Katarak

kongenital bisa merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau

bisa disebabkan oleh infeksi kongenital, seperti campak Jerman, berhubungan dengan

penyakit anabolik, seperti galaktosemia. Katarak kongenital dianggap sering ditemukan pada

bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit misalnya Diabetes Melitus. Jenis

katarak ini jarang sering terjadi. Faktor risiko terjadinya katarak kongenital adalah penyakit

metabolik yang diturunkan, riwayat katarak dalam keluarga, infeksi virus pada ibu ketika

bayi masih dalam kandungan. Kekeruhan pada katarak kongenital dijumpai dalam berbagai

bentuk, antara lain :

a. Katarak Hialoidea yang persisten

Arteri hialoidea merupakan cabang dari arteri retina sentral yang memberi makan

pada lensa. Pada usia 6 bulan dalam kandungan, arteri hialoidea mulai diserap sehingga pada

keadaan normal, pada waktu bayi lahir sudah tidak nampak lagi. Kadang-kadang penyerapan

tidak berlangsung sempurna, sehingga masih tertinggal sebagai bercak putih dibelakang

lensa, berbentuk ekor yang dimulai di posterior lensa. Gangguan terhada visus tidak begitu

banyak. Visus biasanya 5/5, kekeruhannya statisioner, sehingga tidak memerlukan tindakan.

b. Katarak Polaris Anterior

Berbentuk piramid yang mempunyai dasar dan puncak, karena itu disebut juga

katarak piramidalis anterior. Puncaknya dapat kedalam atau keluar. Keluhan terutama

mengenai penglihatan yang kabur waktu terkena sinar, karena pada waktu ini pupil mengecil,

sehingga sinar terhalang oleh kekeruhan di polus anterior. Sinar yang redup tidak terlalu

mengganggu, karena pada cahaya redup, pupil melebar, sehingga lebih banyak cahaya yang

dapat masuk. Pada umumnya tiddak menimbulkan gangguan stationer, sehingga tidak

memerlukan tinakan operatif. Dengan pemberiann midriatika, seperti sulfas atropin 1% atau

homatropin 2% dapat memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih lebar, tetapi terjadi pula

kelumpuhan dari Mm. Siliaris, sehingga tidak dapat berakomodasi

Page 14: Referat mata

c. Katarak Polaris Posterior

Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris

anterior. Juga stationer, tidak menimbulkan banyak ganggan visus, sehingga tidak

memerlukan tindakan operasi. Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris anterior.

d. Katarak Aksialis

Kekeruhan terletak pada aksis pada lensa. Kelainan dan tindakan sama dengan katarak

polaris posterior

e. Katarak Zonularis

Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat, tersusun

sebagai garia-garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders , merupakan

tanda khas untuk katarak zonularis. Paling sering terjadi pada anak-anak, kadang herediter

dan sering disertai anamnesa kejang-kejang. Kekeruhannya berupa cakram (diskus),

mengelilingi bagian tengah yang jernih.

f. Katarak Stelata

Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu, yang

merupakan huruf Y yang tegak di depan dan huruf Y terbalik di belakang. Biasanya tidak

banyak mengganggu visus, sehingga tidak memerlukan pengobatan.

g. Katarak kongenital membranasea

Terjadi kerusakan dai kapsul lensa, sehingga substansi lensa dapat keluar dan di serap,

maka lensa semakin menadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti membran.

h. Katarak kongenital total

Katarak kongenital total disebabkan gangguan pertumbuhan akibat peradangan

intrauterin. Katarak ini mungkin herediter atau timbul tanpa diketahui sebabnya. Lensa

tampak putih, rata, keabu-abuan seperti mutiara.

i. Katarak juvenil

Katarak juvenil terjadi pada anak-anak sesudah lahir, termasuk kedalam katarak

Developmental, karena terjadi pada waktu masih terjadinya perkembangan serat-serat lensa.

Konsistensinya lembek seperi bubur disebut juga “soft cataract” . katarak juvenil biasanya

Page 15: Referat mata

merupakan kelanjutan katarak kongenital. Pada katarak kongenital bilateral yang lengkap,

operasi harus dikerjakan pada bulan pertama, sejarak katarak itu diketahui pada kedua mata.

Katarak unilateral lengkap biasanya akibat trauma. Tindakan pembedahan harus dilakukan

jangan melebihi 6 bulan setelah katarak itu diketahui, untuk menghindari ambliopia dan

terjadinya strabismus.

Pengobatan pada katarak kongenital

Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi katarak

kongenital dilakukan bila reflek fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak bersifat total,

opersi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan

pembiusan.

Pengobatan katarak bergantung pada :

1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera

katarak terlihat.

2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera

sebelum terjadinya juling, bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak

dilakukan tindakan segera.

3. Katarak total atau katarak unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah

sekali terjadinya ambliopia, karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin,

dan diberikan kacamata segera.

4. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat

dicoba dengan kacamata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai

dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya

prognosis yang ebih baik.

Tindakan pengobatan pada katarak kongenital yang umum dikenal :

1. Disisio lensa

2. Ekstraksi linier

3. Ekstraksi degan aspirasi

Page 16: Referat mata

Katarak Degenaratif

Katarak degeneratif dibagi menjadi dua, yaitu primer dan komplikata. Katarak primer

menurut usia :

Katarak presenile, usia 40-50 tahun

Katarak senilis, usia lebih dari 50 tahun

Katarak senilis

Katarak senilis semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu diatas usia

50 tahun keatas. Katarak senilis merupakan katarak yang sering dijumapai. Satu-satunya

gejala adalah distorsi penglihatan dan pengihatan yang semakin kabur. Katarak ini biasanya

berkembang lambat selama beberapa tahun, dan pasien mungkin meninggal sebelum timbul

indikasi pembedahan. Apabila diindikasikan pembedahan, maka eksraksi lensa akan secara

definitif akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada lbih dari 90% kasus. Sisanya (10%)

mungkin telah mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius

misalnya glaukoma, ablasi retina, perdarahan korpus vitreum, infeksi atau pertumbuhan epitel

ke bawah kamera okuli anterior yang menghambat pemulihan visual.

Perubahan lensa pada usia lanjut :

Kapsul : menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia,

bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur, terlihat bahan granular.

Epitel makin tipis : sel epitel pada equator bertambah berat dan besar

Serat lensa : lebih iregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel , brown slerosis

nucleus , sinar UV lama kelamaan merubah protein nukleus lensa, korteks tidak

bewarna.

Secara klinis katarak seniis dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu :

Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

1. Stadium Insipien

Page 17: Referat mata

Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan visus. Visus pada stadium ini bisa

normal atau 6/6 – 6/20. Dengan koreksi, visus masih dapat 5/5 – 5/6. Kekeruhan

terutamaterdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda),

terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis masih terlihat jernih. Gambaran ini

disebut Spokes of wheel, yang nyata bila pupil dilebarkan.

2. Stadium Imatur

Sebagian lensa keruhtetapi belum mengenai seluruh lapis lensa. Visus pada stadium

ini 6/60 – 1/60. Kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang

nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata

tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan berada di posterior lensa, maka sinar

oblik yang mengenai bagian yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada

pemeriksaan terlihat di pupil, ada daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada

daerah lensa yang eruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang

keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+). Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi korteks

yang mengakibatkan lensa menjadi cembung, sehingga indeks refraksi berubah karena daya

biasnya bertambah dan mata menjadi miopia. Keadaan ini dinamakan intumesensi. Dengan

mencembungnya lensa iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi

lebih sempit, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sebagai penyulitnya.

3. Stadium Matur

Kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa, sehingga semua sinar yang melalui

pupil dipantulkan kembali ke permukaan anterior lensa. Kekeruhan seluruh lensa yang bila

lama akan mengakibatkan klasifikasi lensa. Visus pada stadium ini 1/300. Bilik mata depan

akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang

keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (shadow test (-) ). Di pupil tampak lensa seperti

mutiara.

4. Stadium Hipermatur

Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut yang dapat menjadi keras

atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga

lensa menjadi mengecil, bewarna kuning dan kering. Visus pada stadium ini 1/300 – 1/~.

Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang

pengkerutan berjalan terus sehingga berhubungan dengan zonula zinii menjadi kendur. Bila

Page 18: Referat mata

proses kekeruhan berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi

dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihtkan bentuk sebagai sekantung susu

disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini

disebut katarak morgagni.

Terapi katarak senilis

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung

pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract

ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan

dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering

digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh

lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui

incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan

lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan

merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau

kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen

hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma,

uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa

dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa

dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien

dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi

sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan

prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap

badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca

bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti

Page 19: Referat mata

prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya

katarak sekunder.

3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan

kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea.

Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO

akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular

yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak

diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan

cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital,

traumatik, dan kebanyakan katarak senilis

Komplikasi katarak senilis

Komplikasi yang didapatkan dari katarak dapat hasil dari operasi ataupun memang

dari perjalanan penyakit sendiri. Perjalanan penyakit sendiri pada stadium intumesen dan

hipermatur dapat menyebabkan glaucoma. Sedangkan komplikasi dari intraoperative adalah

rupturnya kapsul, edema kornea, hifema. Dan komplikasi post operatif dapat menyebabkan

endoftalmitis.

Prognosis katarak senilis

Jika tidak ada penyakit yang menyertai, biasanya hasil dari operasi akan memberikan

hasil yang baik. Setidaknya, setelah operasi, pada pemeriksaan Snellen chart akan maju 2

baris dari hasil terakhir.

Definisi Presbiopia

Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada

semua orang disebut presbiopia.

Etiologi Presbiopia

Page 20: Referat mata

Presbiopia sendiri terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan lensa yang menjadi

tidak kenyal akibat sklerosis lensa.

Patofisiologi Presbiopia

Presbiopia sendiri terjadi akibat hilangnya kemampuan akomodasi lensa untuk

melihat dekat akibat kakunya lensa sehingga tidak dapat mencembungkan lensa. Akibatnya,

jatuhnya sinar akan berada di belakang fovea sehingga pengelihatan dekat akan kabur.

Manifestasi Klinis Presbiopia

Seseorang dengan mata emetropik akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca

huruf kecil pada usia 44-46 tahun,. Hal ini akan lebih buruk pada cahaya redup dan pada pagi

hari bila pasien lelah. Mata juga akan menjadi lelah, pedas dan berair. Gejala-gejala ini

meningkat sampai usia 55 tahun kemudian stabil tetapi menetap.

Terapi Presbiopia

Presbiopia di koreksi dengan sferia positif untuk mengejar daya focus lensa yang

hilang. Pemberian kacamata bifocal adalah pilihan untuk orang tua.

Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas

tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau dapat juga disebabkan

oleh berkurangnya kemampuan tubuh untuk merespon kerja insulin secara efektif. Insulin

adalah hormon yang berfungsi untuk meregulasi kadar gula darah. Peningkatan kadar gula

dalam darah atau hiperglikemia merupakan gejala umum yang terjadi pada diabetes dan

seringkali mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang cukup serius pada tubuh, terutama pada

sel saraf dan pembuluh darah.

Patofisiologi diabetes melitus

Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang berisiko terhadap

terjadinya DM. Pada usia 75 tahun, diperkirakan sekitar 20% lansia mengalami DM, dan

kurang lebih setengahnya tidak menyadari adanya penyakit ini. Oleh sebab itu, American

Diabetes Association (ADA) menganjurkan penapisan (skrining) DM sebaiknya dilakukan

Page 21: Referat mata

terhadap orang yang berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3 tahun sekali. Interval ini dapat

lebih pendek pada pasien berisiko tinggi (terutama dengan hipertensi dan

dislipidemia).Berikut ini adalah kriteria diagnosis DM menurut standar pelayanan medis

ADA 2010:

1. HbA1C >6,5 %; atau

2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl

3. Kadar gula darah 2 jam pp >200 mg/dl pada tes toleransi glukosa oral yang dilakukan

dengan 75 g glukosa standar WHO)

4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan kadar gula

sewaktu >200 mg/dl

Penatalaksanaan

Target terapi DM yang dianjurkan adalah HbA1c <7,0% untuk lansia dengan

komorbiditas minimal dan <8,0% untuk lansia yang renta, harapan hidup <5 tahun, dan lansia

yang berisiko bila dilakukan kontrol gula darah intensif risiko. Namun, rekomendasi target

terapi ini tidak mutlak dan perlu disesuaikan secara individual menurut tingkat disabilitas,

angka harapan hidup, dan kepatuhan pengobatan. Anjuran terapi DM yang banyak digunakan

saat ini adalah sebagaimana dianjurkan dalam guideline konsensus ADAEASD untuk terapi

DM tipe 2. Berdasarkan konsensus ini, terapi DM tipe 2 dibagi menjadi 2 tingkatan.

a. Tingkat 1: terapi utama yang telah terbukti (well validated core therapies). Intervensi ini

merupakan yang paling banyak digunakan dan paling cost-effective untuk mencapai target

gula darah. Terapi tingkat 1 ini terdiri dari modifikasi gaya hidup (untuk menurunkan berat

badan & olah raga), metformin, sulfonilurea, dan insulin.

b. Tingkat 2: terapi yang belum banyak dibuktikan (less well validated therapies). Intervensi

ini terdiri dari pilihan terapi yang berguna pada sebagian orang, tetapi dikelompokkan ke

dalam tingkat 2 karena masih terbatasnya pengalaman klinis. Termasuk ke dalam tingkat 2 ini

adalah tiazolidindion (pioglitazon) dan Glucagon Like Peptide-1/GLP-1 agonis (exenatide).

Page 22: Referat mata

Metformin

Dalam konsensus ADA-EASD (2008), metformin dianjurkan sebagai terapi obat lini

pertama untuk semua pasien DM tipe 2 kecuali pada mereka yang punya kontraindikasi

terhadap metformin misalnya antara lain gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >133

mmol/L atau 1,5 mg/dL pada pria dan >124 mmol/L atau 1,4 mg/dL pada wanita), gangguan

fungsi hati, gagal jantung kongestif, asidosis metabolik, dehidrasi, hipoksia dan pengguna

alkohol. Namun, karena kreatinin serum tidak menggambarkan keadaan fungsi ginjal yang

sebenarnya pada usia sangat lanjut, maka metformin sama sekali tidak dianjurkan pada lansia

>80 tahun. Metformin bermanfaat terhadap sistem kardiovaskular dan mempunyai risiko

yang kecil terhadap kejadian hipoglikemia. Meskipun demikian, penggunaan metformin pada

lansia dibatasi oleh adanya efek samping gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan

perasaan tidak nyaman pada perut (terjadi pada 30% pasien). Untuk mengurangi kejadian

efek samping ini, dapat diberikan dosis awal 500 mg, kemudian ditingkatkan 500 mg per

minggu untuk dapat mencapai kadar gula darah yang diinginkan. Walaupun terapi awal

dengan modifikasi gaya hidup dan metformin pada mulanya efektif, hal yang terjadi secara

alami pada sebagian besar pasien DM tipe 2 adalah kecenderungan naiknya gula darah

seiring dengan berjalannya waktu dengan prevalensi 5-10% per tahun. Sebuah studi UKPDS

menyatakan bahwa 50% pasien yang terkontrol dengan obat-obatan tunggal memerlukan

penambahan obat kedua setelah 3 tahun dan setelah 9 tahun, 75% pasien memerlukan terapi

multipel untuk mencapai target HbA1C <7%. Berikut ini adalah faktor yang turut

memperburuk kontrol gula darah tersebut.

• Penurunan kepatuhan terhadap modifikasi gaya hidup (diet, olah raga, dan usaha

menurunkan berat badan) maupun kepatuhan minum obat hipoglikemik

• Adanya penyakit lain atau mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan resistensi

insulin, mempengaruhi pelepasan insulin, atau meningkatkan produksi glukosa hati. Hal ini

terutama berperanan pada lansia penderita DM yang umumnya mengkonsumsi banyak obat

• Progresivitas DM tipe 2 dapat berupa meningkatnya resistensi insulin atau defek sekresi

insulin. Konsensus ADAdan EASD menganjurkan pemeriksaan HbA1C setiap 3 bulan serta

penambahan obat kedua jika target terapi HbA1C <7% tidak tercapai dengan modifikasi gaya

hidup dan metformin (lihat algoritma). Untuk dapat mencapai target HbA1C, diperlukan

target kadar gula darah puasa 70-130 mg/dl dan kadar gula postprandial <180 mg/dl. Untuk

pasien DM yang tidak gula darahnya tidak terkendali dengan kombinasi modifikasi gaya

Page 23: Referat mata

hidup dan metformin, ada 4 golongan obat-obatan yang dapat diberikan menurut konsensus

ADA-EASD. Obat-obatan ini terdiri dari 2 golongan yaitu terapi tingkat 1/langkah 2 yang

terdiri dari sulfoniliurea dan insulin serta terapi tingkat 2 yang terdiri dari tiazolidindion dan

agonis Glucagon Like Peptide-1/GLP-1. Di antara semua obat ini, sulfonilurea adalah yang

paling cost-effective, sedangkan insulin dianggap sebagai terapi yang paling efektif dalam

mencapai target gula darah. Namun, sulfonilurea dan insulin berhubungan dengan risiko

hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Tingkat 1/Langkah 2 (Tier 1/Step 2).

Sulfonilurea

Sulfonilurea dapat digunakan ketika ada keadaan yang merupakan kontraindikasi

untuk metformin, atau digunakan sebagai dalam kombinasi dengan metformin jika gula darah

target belum tercapai. Sulfonilurea jenis apapun yang digunakan tunggal menyebabkan

penurunan HbA1C sebesar 1-2%. Mekanisme kerja utama sulfonilurea adalah meningkatkan

sekresi insulin sel β pankreas. Pada studi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal

efektivitas dan keamanan penggunaan sulfonilurea (klorpropramid, glibenklamid, dan

glipizid), tetapi sulfoniliurea generasi kedua dengan masa kerja singkat lebih dipilih untuk

lansia dengan DM. Sedangkan klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia

karena masa kerja yang panjang, efek antidiuretik, dan berhubungan dengan hipoglikemia

berkepanjangan. Di antara sulfonilrea generasi kedua, glipizid mempunyai risiko

hipoglikemia yang paling rendah sehingga merupakan obat terpilih untuk lansia. Meskipun

demikian, semua sulfonilurea dapat menyebabkan hipoglikemia. Oleh karena itu, pemberian

harus dimulai dengan dosis yang rendah dan ditingkatkan secara bertahap untuk mencapai

gula darah target, sembari dilakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya efek samping.

Insulin

Berdasarkan konsensus ADA-EASD, insulin dapat diberikan bila target gula darah

tidak tercapai dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian metformin. Selain itu, insulin

juga diberikan pada keadaan adanya kondisi akut, seperti sakit berat, keadaan hiperosmolar,

ketosis, dan pada pembedahan. Keputusan untuk memulai pemberian insulin dibuat

berdasarkan pertimbangan akan kemampuan penderita untuk menyuntikkan sendiri insulin,

dan keutuhan fungsi kognitif. Pada lansia yang bergantung pada orang lain untuk

memberikan insulin, maka gunakan insulin masa kerja panjang (long-acting) dengan dosis

sekali sehari, walaupun ini tidak dapat memberikan kontrol gula darah sebaik yang dicapai

dengan pemberian insulin basal bolus atau regimen dua kali sehari. Pada lansia yang hanya

Page 24: Referat mata

menggunakan insulin basal, saatnya pemberian insulin bukan hal yang penting. Jika kontrol

gula darah atau glukosa postprandial target tidak tercapai dengan pemberian basal insulin,

maka dapat diberikan insulin kerja singkat (short-acting). Namun, pada pemberian bolus

insulin short acting, saatnya makan merupakan faktor penting, dan sering menimbulkan

masalah pada pasien yang renta yang tidak dapat menyuntikkan insulinnya sendiri.

Dibandingkan dengan insulin jenis lain, insulin analog paling mendekati pola sekresi insulin

endogen basal pada orang dewasa sehat. Walaupun demikian, penggunaan insulin

berhubungan dengan efek samping peningkatan berat badan dan hipoglikemia. Dari berbagai

studi dilaporkan bahwa efek samping hipoglikemia lebih jarang terjadi pada penggunaan

analog insulin (detemir dan glargine) dibandingkan NPH. Sementara itu, didapati efek

peningkatan berat badan dengan nilai yang sama (+3 kg dalam 6 bulan) baik pada golongan

analog insulin maupun NPH. Bila kegagalan sel β pankreas mensekresi insulin sudah

demikian parah, diperlukan pemberian insulin untuk kontrol gula darah, sehingga insulin

memegang peranan penting dalam tata laksana DM. Lansia merupakan kelompok populasi

yang rentan terhadap efek samping hipoglikemia. Oleh sebab itu, diperlukan edukasi bagi

lansia dan pengasuhnya tentang pengenalan gejala hipoglikemia dan penanganannya.

Tingkat 2 (Tier 2)

Obat-obatan pada terapi tingkat 2 belum banyak dibuktikan secara klinis seperti yang

digunakan pada terapi tingkat 1, sehingga penggunaannya masih terbatas, termasuk pada

lansia. Berikut sedikit pembahasan mengenai obatobat yang digunakan pada terapi tingkat 2.

Tiazolidindion

Tiazolidindion merupakan kelompok obat yang dapat memperbaiki kontrol gula darah

dengan meningkatkan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin. Penggunaan tiazolidindion

(pioglitazon dan rosiglitazon) sebagai monoterapi menyebabkan penurunan HbA1C sebesar

0,5-1,4%. Pada berbagai studi klinis didapatkan bahwa kontrol gula darah dengan

rosiglitazon lebih lama dibandingkan dengan metformin. Tidak seperti obat DM lainnya,

tiazolidindion memperbaiki berbagai marker fungsi sel β pankreas yang antara lain

ditunjukkan dengan meningkatnya sekresi insulin selama 6 bulan. Namun, efek ini hanya

sementara, setelah 6 bulan terapi dengan tiazolidindion, terjadi penurunan fungsi sel β

pankreas. Di luar manfaat tersebut, tiazolidindion mempunyai beberapa efek samping, antara

lain peningkatan berat badan dan edema yang terkait dengan risiko kardiovaskular. Studi

menunjukkan bahwa risiko gagal jantung meningkat sebesar 1,2-2 kali lipat pada penggunaan

Page 25: Referat mata

tiazolidindion dibandingkan obat hipoglikemik lain. Gagal jantung terjadi pada median terapi

selama 6 bulan, baik pada dosis tinggi maupun rendah, dan ini terutama terjadi pada lansia.

Baik pioglitazon maupun rosiglitazon berisiko menimbulkan gagal jantung. Bahkan

rosiglitazon juga berisiko memicu kejadian iskemia miokard (peningkatan risiko relatif 40%)

sehingga konsensus ADA/EASD tidak menganjurkan rosiglitazon untuk terapi DM tipe 2.

Berbeda dengan rosiglitazon, pioglitazon dapat mengurangi kejadian kardiovaskular karena

pioglitazon dapat memperbaiki profil lipid aterogenik. Efek samping lain dari tiazolidindion

adalah meningkatnya risiko fraktur >2 kali lipat, terutama pada panggul. Efek samping ini

dapat terjadi setelah penggunaan tiazolidindion 12-18 bulan. Risiko fraktur ini sama baik

dengan dosis tinggi maupun rendah, pada pasien lansia maupun nonlansia, dan pada pria

maupun wanita.

Agonis GLP-1

Sistem gastrointestinal memegang peranan penting dalam homeostasis glukosa. Hal

ini terlihat berupa lebih banyaknya respons insulinotropik pada pemberian nutrisi per oral

dibandingkan pada pemberian glukosa intravena. Yang berperan dalam hal ini adalah hormon

inkretin yang terdiri dari GLP-1 dan Glucose-dependent Insulinotropic Poplypeptide/GIP).

Pada pasien DM tipe 2, sekresi GIP setelah makan hanya sedikit terganggu, sementara sekresi

GLP-1 terganggu secara nyata. Pemberian GLP-1 parenteral meningkatkan sekresi insulin

secara dose-dependentdan juga menurunkan sekresi glukagon, sehingga menurunkan kadar

gula darah puasa dan postprandial. Hal ini tidak terjadi pada pemberian GIP parenteral.

Sayangnya GLP-1 cepat didegradasi oleh enzim DPP-4. Untuk mengatasi hal ini, saat ini

dikembangkan agonis reseptor GLP-1 yang memperpanjang masa kerja GLP-1 endogen dan

melawan efek enzim DPP-4. Pemberian agonis reseptor GLP-1 akan meningkatkan aksi kerja

GLP-1 (menurunkan kadar gula darah, mengurangi sekresi glukagon, menurunkan berat

badan, menimbulkan rasa cepat kenyang, memperlambat pengosongan lambung). Walaupun

tidak digunakan sebagai monoterapi dalam tatalaksana DM tipe 2,beberapa uji klinis

menunjukkan bahwa pada penggunaan agonis reseptor GLP-1 terjadi penurunan HbA1C

sebesar 0,5-1,5 %. Penggunaan obat golongan tingkat 2 berdasarkan konsensus ADA-EASD

tampaknya menjanjikan untuk tata laksana DM, namun masih terbatasnya penelitian dan

pengalaman klinis terhadap obat-obatan tersebut menyebabkan penggunaannya masih

terbatas. Oleh sebab itu, kelompok obat ini belum dianjurkan untuk digunakan pada lansia.

Page 26: Referat mata

Obat-obatan lain

Dalam konsensus ADA-EASD, sekelompok obat yang dalam penelitian terlihat

kurang efektif dalam menurunkan kadar gula darah berikut dimasukkan dalam kelompok

obatobatan lain. Kelompok ini juga belum banyak diteliti dan harganya lebih mahal.

Termasuk dalam kelompok ini penghambat α-glukosidase, glinid, pramlintide, penghambat

DPP-4.

Komplikasi diabetes melitus pada mata

Mekanisme perkembangan mikroangiopati berkaitan dengan perubahan yang

terjadi pada ultrastruktur, biokimia, dan proses hemostatis. Termasuk ke dalamnya

penipisan lapisan membran kapiler. Beberapa studi menunjukkan bahwa hiperglikemia

kronik memiliki kontribusi dalam menyebabkan terjadinya retinopati diabetes. Retinopati

diabetes adalah penyakit mata yang sering terjadi pada penderita DM. Retinopati

diabetik biasanya berkembang menjadi beberapa tingkatan pada kebanyakan penderita

diabetes tipe I dan sejumlah penderita DM tipe 2. Retinopati diabetes merupakan penyebab

kebutaan yang utama pada kelompok usia kerja di Inggris dan di banyak negara

berkembang lainnya. Peningkatan jumlah pasien DM di dunia akan mendorong

retinopati diabetes sebagai penyebab kebutaan terbesar. Deteksi awal retinopati diabetik

dapat membantu mencegah terjadinya kehilangan penglihatan. Mereka yang menderita

diabetes melitus harus memeriksakan mata pada seorang dokter mata (oftalmologis) setiap

tahun, bahkan bila mereka tidak memiliki keluhan pada mata sekalipun. Asosiasi Diabetes

Amerika (ADA) menyarankan pemeriksaan setahun sekali mulai dalam 3-5 tahun setelah

didiagnosa menderita DM tipe I dan segera setelah didiagnosa menderita diabetes melitus tipe

2. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol kadar gula darah yang baik,

sedangkan pada kelainan yang sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan

kontrol kadar gula darah karena akan memperburuk keadaan jika dilakukan penurunan kadar

gula darah yang terlalu singkat. Pengobatan lanjutan yang dapat diberikan yaitu

penatalaksanaan diabetes yang baik, mencegah faktor-faktor resiko seperti hipertensi, dan

pengobatan fotokoagulasi khususnya pada mereka dengan retinopati diabetik lanjut.

Diperkenalkannya fotokoagulasi untuk retinopati diabetik sangat mendorong untuk mencegah

kebutaan.

Page 27: Referat mata

Ada tiga stadium utama pada retinopati diabetes yaitu :

a. Retinopati Nonproliferatif

Retinopati nonprliferatif merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita

diabetes melitus, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata

melemah sehingga dapat menimbulkan tonjolan kecil (mikroaneurisme). Tonjolan ini sangat

mudah pecah dan mengalirkan cairan dan sejumlah protein ke dalam retina sehingga

menimbulkan bercak berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berawarna

putih kekuningan juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi

penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak dapat menyebabkan

pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini disebut edema makula, yang dapat

memperparah penglihatan seseorang.

b. Retinopati Praproliferatif

Keadaan ini merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif dan merupakan pencetus

terjadinya retinopati proliferatif yang cukup serius. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa

10 %-50 % pasien DM dengan retinopati akan menderita retinopati proliferatif dalam jangka

waktu 1 tahun. Perubahan visual yang terjadi pada stadium ini juga disebabakan oleh edema

makula.

c. Retinopati Proliferatif

Retinopati proliferatif diawali dengan terdapatnya pertumbuhan abnormal pembuluh darah

baru pada permukaan retina sebagai bentuk kompensasi iskemia yang terjadi pada retina.

Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah sehingga dapat menyebabkan

perdarahan pada pertengahan bola mata, atau sering disebut dengan istilah perdarahan

vitreus, yang dapat menghalangi penglihatan. Konsekuensi lain dari perdarahan vitreus ini

adalah terbentuknya jaringan parut fibrosa yang disebabakan oleh reabsorpsi darah ke dalam

korpus vitreus. Jaringan parut ini dapat menarik retina sehingga terjadi pelepasan retina, atau

disebut dengan istilah ablasio retina, dan akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan.

Diabetes melitus yang tidak dikelola dengan baik juga dapat mengakibatkan

komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, yang terdiri dari

mikroangiopati maupun makroangiopati. Salah satu komplikasi diabetes melitus yang dapat

menimbulkan gangguan penglihatan bahkan kebutaan adalah katarak. Usia ≥50 tahun

Page 28: Referat mata

merupakan faktor risiko terjadinya katarak pada DM. Hal ini terjadi karena pada usia lanjut,

secara fisiologis fungsi tubuh misalnya sistem vaskuler maupun sistem endokrin akan

mengalami penurunan. Akibatnya fungsi kontrol terhadap non-enzymatic glication akan

menurun yang akan menurunkan cadangan antioksidan pada lensa, dan menurunkan

kemampuan enzim antioksidan dan enzim protease. Akhirnya akan terjadi akumulasi protein

dalam lensa sehingga menimbulkan kekeruhan pada lensa. Lamanya mengidap DM

merupakan faktor risiko terjadinya katarak. Makin lama mengidap DM yang disertai dengan

hiperglikemia kronis yang tidak terkendali akan meningkatkan kadar glukosa dalam humor

aqueous. Glukosa masuk ke dalam lensa dengan bantuan enzim aldose reductase yang

kemudian akan menyebabkan akumulasi sorbitol dalam lensa. Hal ini mengakibatkan

peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga terjadi penarikan air dari humor aqueous.

Selanjutnya terjadi pembengkakan lensa, perubahan struktur dan kekeruhan lensa.

Hiperlipidemia dan rendahnya kadar HDL kolesterol merupakan risiko arteriosklerosis.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa arteriosklerosis bertanggung jawab terhadap

terjadinya katarak diabetika. Lensa tidak memiliki pembuluh darah, dan memperoleh nutrisi

dan oksigen melalui humor aqueous. Kondisi hiperlipidemia akan menyebabkan pembuluh

darah kapiler di pleksus choroideus yang menyuplai oksigen dan nutrisi untuk humor aqueous

mengalami gangguan. Merokok merupakan faktor risiko terjadinya katarak nuklearis.

Merokok dapat menurunkan aktivitas antioksidan pada lensa yang dapat mempercepat

terjadinya katarak. Penelitian membuktikan bahwa dengan berhenti merokok maka risiko

katarak akan berkurang.

PEMBAHASAN

Pada pasien ditemukan penurunan tajam penglihatan yang terjadi perlahan sejak dua

tahun yang lalu. Keluhan tidak disertai adanya merah dan nyeri pada mata, oleh karena itu

maka pasien ini dapat digolongkan kedalam mata tenang visus menurun. Diagnosis banding

yang terpikirkan adalah glaukoma, katarak, dan retinopati. Pada kasus ini, tidak ditemukan

adanya gejala glaukoma seperti pusing, mual, pandangan ganda, dan sakit kepala. Namun

perlu dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengukur tekanan bola mata. Namun,

kemungkinan glaukoma dapat dieksklusi oleh ketiadaannya gejala yang timbul pada

glaukoma. Terdapat keluhan pandangan buram berkabut oleh pasien, disertai dengan adanya

diabetes melitus. Maka dari temuan yang didapat, penyakit yang paling mungkin dialami

Page 29: Referat mata

pasien adalah katarak, berdasarkan keluhan pandangan berkabut dan adanya faktor risiko

yaitu diabetes melitus. Kemungkinan retinopati belum dapat disingkirkan karena katarak dan

retinopati dapat terjadi secara berbarengan. Pada pemeriksaan funduskopi sulit dinilai oleh

maka itu kemungkinan retinopati belum dapat dieksklusikan. Melihat adanya kekeruhan pada

lensa pasien dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa working diagnosis pasien ini adalah

katarak.

Mengingat umur pasien yaitu 65 tahun, maka dapat dikatakan bahwa katarak yang

dialami pasien termasuk ke dalam klasifikasi katarak senile. Ditunjang dengan pemeriksaan

pada lensa mata pasien, didapatkan kekeruhan yang belum menutupi seluruh permukaan

lensa, sehingga maturasi katarak masih berada pada tahap imatur. Dengan adanya fakta ini,

maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita katarak senilis imatur mata kanan dan kiri.

Tatalaksana yang seharusnya diberikan pada kasus ini adalah kontrol faktor risiko, di

dalam kasus ini adalah gula darah yang tinggi. Pasien harus diberikan edukasi, dan juga terapi

untuk mengontrol gula darah yang tinggi. Kontrol gula darah dilakukan untuk mencegah

terjadinya retinopati diabetes, dimana kondisi ini dapat memperburuk penglihatan pasien.

Biometri dilakukan untuk mengkalkulasi kekuatan lensa buatan yang akan digunakan oleh

pasien setelah menjalani operasi. Metode pembedahan yang terbaik adalah tindakan

phacoemulsifikasi dengan pemasangan IOL. Metode ini dipilih karena banyaknya

keuntungan yang dapat dicapai seperti pemulihan yang lebih cepat, komplikasi intra-operatif

yang lebih jarang, serta tidak membutuhkan insisi yang luas dalam prosedur operasi.

Pemasangan IOL dilakukan untuk meningkatkan fungsi penglihatan pasien, yang berperan

sebagai pengganti lensa mata yang telah dikeluarkan.

Referensi

1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;

2012.

2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc

Graw-Hill; 2007.

3. Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology. 11th edition. Philadelphia: Elsevier.

2006.

4. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Oxford handbook of clinical

medicine. New York: Oxford university press.2014.

5. Morosidi SA, Paliyama FM.Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida.2011.

Page 30: Referat mata

6. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier : 2011.

7. Fauzi A. Hadisaputro S. Risk factors of cataract in type 2 diabetes melitus. JUKE

September 2014;4(8).

8. Kurniawan I. Diabetes melitus tipe 2 pada usia lanjut. Maj Kedokt Indon Desember 2010;

60(12).