Referat Laringitis Tb

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis. 1 Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis. Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa. 1,2 Laringitis tuberkulosis merupakan peradangan yang hampir selalu akibat tuberkulosis paru aktif. Dulu, dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok umur usia muda, yaitu 20-40 tahun. Namun dalam 20 tahun belakangan ini, insidensinya meningkat pada penduduk yang berumur lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama pasien-pasien dengan keadaan ekonomi dan kesehatan buruk, banyak di antaranya adalah peminum alkohol. 1 Di Indonesia, belum terdapat publikasi data epidemiologi laringitis tuberkulosis yang mencakup skala nasional. Penelitian

description

tht

Transcript of Referat Laringitis Tb

Page 1: Referat Laringitis Tb

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik akut

maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu

kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.1

Salah satu bentuk laringitis kronis spesifik adalah laringitis tuberkulosis. Laringitis

tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam

jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa. 1,2

Laringitis tuberkulosis merupakan peradangan yang hampir selalu akibat tuberkulosis paru aktif. Dulu,

dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok umur usia muda, yaitu 20-40 tahun.

Namun dalam 20 tahun belakangan ini, insidensinya meningkat pada penduduk yang berumur

lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-laki, terutama pasien-pasien dengan

keadaan ekonomi dan kesehatan buruk, banyak di antaranya adalah peminum alkohol.1

Di Indonesia, belum terdapat publikasi data epidemiologi laringitis tuberkulosis yang

mencakup skala nasional. Penelitian oleh Purnanta (2005) di RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta

menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 5 tahun (Januari 2000-Desember 2004) didapatkan 15

pasien dengan diagnosis laringitis tuberkulosis. Insidensi terbanyak adalah pada kelompok umur

60-69 tahun (30%). Sedangkan perbandingan pasien menurut jenis kelamin lebih banyak diderita

pasien laki laki yaitu 55% dibandingkan pasien perempuan sebesar 45%.3

Deteksi dini laringitis tuberkulosis sangat mempengaruhi prognosis pasien, oleh sebab itu

tenaga kesehatan diharapkan dapat memiliki pengetahuan mengenai penyakit ini.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi laring, fisiologi laring, defenisi laringitis

tuberkulosis, etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan

prognosisnya.

Page 2: Referat Laringitis Tb

1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang laringitis

tuberkulosis.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

Page 3: Referat Laringitis Tb

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Laring2

Laring merupakan bagian terbawah saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai

limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih besar dari pada bagian bawah. Batas atas

laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.

Gambar 1. Potongan sagital kepala dan leher

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid berbentuk seperti

huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh

tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas,

sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu

menggerakkan lidah.

Page 4: Referat Laringitis Tb

Gambar 2. Tulang dan tulang rawan penyusun laring

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago

krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea.

Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid.

Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.

Page 5: Referat Laringitis Tb

Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang

laring, membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang

kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks,

sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago

tritisea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.

Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior,

lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior,

ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika,

ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang berhubungan dengan kartilago aritenoid

dengan katilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik.

Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot

intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan

pita suara.

Gambar 3. Otot-otot laring

Page 6: Referat Laringitis Tb

Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), dan ada

yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid ialah

m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid. Otot infrahioid ialah m.sternohioid,

m.omohioid dan m.tirohioid.

Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah,

sedangkang yang infrahioid menarik laring ke atas. Otot-otot intrinsik laring ialah

m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika dan

m.krikotiroid. otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.

Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah m.aritenoid transversum,

m.aritenoid oblik dan m.krikoaritenoid posterior. Sebagian besar otot-otot intrinsik adalah otot

aduktor (kontraksinya akan mendekatkan kedua pita suara ke tengah) kecuali m.krikoaritenoid

posterior yang merupakam otot abduktor (kontraksinya akan menjauhkan kedua pita suara ke

lateral).

Persarafan laring

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis superior dan

n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.

Gambar 4. Persarafan laring

Page 7: Referat Laringitis Tb

Perdarahan

Perdarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a.laringis

inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid superior yang memperdarahi

mukosa dan otot-otot laring.

Arteri laringis inferior merupakan cabang dari arteri tidoid inferior. Di dalam laring arteri

itu bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis

superior.

Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis

superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.

Gambar 5. Pembuluh darah laring

Pembuluh limfa

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vokal. Di sini mukosa nya

tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vokal pembuluh limfa dibagi

dalam golongan superior dan inferior.

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan

a.laringis superior, kemudian ke atasm dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai

servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke bawah dengan a.laringis

Page 8: Referat Laringitis Tb

inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa diantaranya menjalas

sampai sejauh kelenjar subklavikular.

2.2 Fisiologi laring2

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi.

Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk ke

dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan. Terjadinya

penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot

ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi

m.tiroaritenoid dan m.aritenoid. selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.

Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan

kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.

Selain itu, dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat

dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat

dikeluarkan.

Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila

m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid

bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi).

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat

mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh.

Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan

laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke

hipofaring dan tidak masuk ke dalam laring.

Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi, seperti berteriak,

mengeluh, menangis, dan lain-lain.

Page 9: Referat Laringitis Tb

Fungsi laring yang lain ialah untuk fonsi, dengan membuat suara serta menentukan tinggi

rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis

dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke depan,

menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan

menahan atauu menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang

efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong kartilago

aritenoid ke depan, sehingga plika okalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika

vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

2.3 Laringitis Tuberkulosis

2.3.1 Definisi

Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang

terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa.1

2.3.2 Etiologi

Laringitis tuberkulosis disebabkan infeksi laring oleh Mycobacterium tuberculosa yang hampir

selalu akibat tuberkulosis paru aktif. Sering kali setelah diberi pengobatan, tuberculosis parunya

sembuh tetapi laringitis tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring

yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi

sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama.2

2.3.3 Epidemiologi

Sebagaimana insidensi dan prevalensi tuberkulosis paru yang mengalami penurunan,

kejadian laringitis tuberculosis juga mengalami penurunan, meskipun kecenderungan

peningkatan kejadian laringitis tuberkulosis dalam beberapa tahun terakhir. 3

Dulu, dinyatakan bahwa penyakit ini sering terjadi pada kelompok umur usia muda, yaitu

20-40 tahun. Dalam 20 tahun belakangan ini, insidens penyakit ini pada penduduk yang berumur

lebih dari 60 tahun jelas meningkat. Saat ini, tuberkulosis dalam semua bentuk dua kali lebih

sering pada laki-laki dibanding dengan perempuan. Untuk pasien berumur di atas 50 tahun,

perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 4:1. Gambaran ini juga terlihat pada insidens

Page 10: Referat Laringitis Tb

kelainan laring. Tuberkulosis laring lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut, terutama

pasien-pasien dengan keadaan ekonomi dan kesehatan buruk, banyak di antaranya adalah

peminum alkohol.1

2.3.4 Patogenesis

Laringitis tuberkulosis umumnya merupakan sekunder dari lesi tuberkulosis paru aktif,

jarang merupakan infeksi primer dari inhalasi basil tuberkel secara langsung. Secara umum,

infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung

kuman, atau penyebaran melalui darah atau limfe. 1,2

Berdasarkan mekanisme terjadinya laringitis tuberkulosis dikategorikan menjadi 2

mekanisme, yaitu:

a. Laringitis Tuberkulosis Primer

Laringitis tuberkulosis primer jarang dilaporkan dalam literatur medis. Laringitis

tuberkulosis primer terjadi jika ditemukan infeksi Mycobacterium tuberculosa pada laring,

tanpa disertai adanya keterlibatan paru. Rute penyebaran infeksi pada laringitis tuberkulosis

primer yang saat ini diterima adalah invasi langsung dari basil tuberkel melalui inhalasi.

b. Laringitis Tuberkulosis Sekunder

Laringitis tuberculosis sekunder terjadi jika ditemukan infeksi laring akibat

Mycobacterium tuberculosa yang disertai adanya keterlibatan paru. Laringitis tuberculosis

sekunder merupakan komplikasi dari lesi tuberculosis paru aktif.

2.3.5 Gambaran Klinis2

Secara klinis, laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium, yaitu:

1. Stadium infiltrasi

Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis adalah mukosa laring

bagian posterior. Kadang-kadang pita suara terkena juga. Pada stadium ini mukosa laring

berwarna pucat. Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak

rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel ini makin membesar, serta

Page 11: Referat Laringitis Tb

beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada

suatu saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus.

2. Stadium ulserasi

Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal,

dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat dirasakan yeri oleh pasien.

3. Stadium perikondritis

Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan yang paling sering

terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang

rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan berlanjut dan terbentuk

sekuester (squester). Pada stadium ini keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat

meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses penyakit berlanjut dan masuk

dalam stadium terakhir yaitu stadium fibrotuberkulosis.

4. Stadium fibrotuberkulosis

Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, piata suara dan

subglotik.

2.3.6 Gejala Klinis2

Tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai berikut:

- Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring.

- Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat timbul

afoni.

- Hemoptisis

- Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang

lainnya, merupakan tanda yang khas.

- Keadaan umum buruk

- Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologik) terdapat proses aktif (biasanya pada

stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)

Page 12: Referat Laringitis Tb

2.3.7 Diagnosis

Tuberkulosis laring harus dibedakan dari kanker dan penyakit granulomatosis lain yang

mirip secara klinis. Diagnosis tergantung dari ditemukannya basil tahan asam pada dahak pasien,

bilasan lambung atau bahan biopsi. Riwayat penyakit dan penemuan klinis mengingatkan dan

merupakan indikasi untuk pemeriksaan sputum dan bahan bilasan lambung dengan pewarnaan

Ziehl Neelsen. Pada beberapa pasien, kuman ini mungkin sedikit sekali dan harus diulangi

beberapa kali. Bahan dapat ditingkatkan dengan mencampurkan Clorox dan dilakukan

pemusingan untuk mengumpulkan kuman tersebut. Kultur pada media Dubos dan inokulasi pada

marmut perlu dilakukan pada kasus yang dicurigai, jika basil tahan asam tidak ditemukan pada

dahak. Bilasan lambung sering menolong dalam menemukan apusan posited daripada dahak.

Foto Rontgen toraks hampir selalu memperlihatkan kelainan dan harus dilakukan sejak

mula pada kasus yang dicurigai untuk menghindarkan penularan yang tidak perlu pada petugas.

Laringoskopi langsung dan biopsi harus dilakukan pada semua kasus untuk menegakkan

diagnosis tuberculosis dan untuk menyingkirkan ada tidaknya karsinoma atau penyakit lain.

Karsinoma terjadi cukup sering berkaitan dengan tuberculosis paru dan adakalanya dengan

tuberculosis laring. Oleh karena itu, kehadirannya tidak dapat disingkirkan dengan menemukan

foto toraks yang abnormal dan dahak yang mengandung basil tahan asam saja. Beberapa pasien

mungkin mempunyai dahak sedikit sekali dan foto toraks cukup normal, dan pemeriksaan bahan

biopsi dengan pewarnaan khusus mungkin perlu untuk menemukan basil tuberkulosa.

2.3.8 Diagnosis Banding

1. Laringitis leutika

Laringitis leutika seringkali memberikan gejala yang sama dengan laringitis

tuberkulosis. Akan tetapi, radang menahun ini jarang ditemukan. Laringitis leutika terjadi

pada stadium tersier dari sifilis, yaitu stadium pembentukan guma. Apabila guma pecah,

maka timbul ulkus. Ulkus ini mempunyai sifat yang khas, yaitu sangat dalam, bertepi dengan

dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat yang berwarna

Page 13: Referat Laringitis Tb

kekuningan. Ulkus tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sangat cepat, sehingga bila tidak

terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.1,2,4,5,6

2. Karsinoma laring

Karsinoma laring memberikan gejala yang serupa dengan laringitis tuberkulosa.

Serak adalah gejala utama karsinoma laring, namun hubungan antara serak dengan tumor

laring tergantung pada letak tumor. Untuk diagnosis pasti sebaiknya dilakukan pemeriksaan

patologi anatomi.1,2

2.3.9 Tatalaksana1

Pengobatan pada dasarnya ditujukan terhadap penyakit parunya. Obat-obat anti

tuberkulosis seperti isoniazid yang dikombinasikan dengan rifampisin atau etambutol paling

sering digunakan untuk mencegah timbulnya kuman yang resisten. Kombinasi yang berisikan

isoniazid paling bermanfaat dan obat ini biasanya digunakan dengan rifampisin atau etambutol

untuk terapi permulaan pada kebanyakan kasus paru. Ketiga jenis obat digunakan pada penyakit

yang sangat lanjut, pada saa pembedahan atau bila terdapat kuman yang resisten. Pasien dengan

penyakit laring biasanya menderita penyakit paru lanjut, sehingga perlu diberikan terapi ketiga

obat sekaligus. Dosis yang biasa diberikan ialah isoniazid 300-400 mg/hari, rifampisin 10

mg/kgBB/hari dan etambutol 15-25 mg/kgBB/hari. Obat-obat ini diberikan sekurang-kurangnya

selama enam bulan setelah dahak dan bilasan lambung tidak mengandung basil tahan asam lagi.

Respon penyakit laring terhadap pengobatan biasanya cepat. Jika ada rasa nyeri, biasanya

akan menghilang dalam beberapa hari dan ulkus akan smebuh dalam beberapa minggu. Istirahat

suara total harus dipertahankan selama fase aktif penyakit laring.

2.3.10 Prognosis

Tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta ketekunan

berobat. Bila diagnosis dapat ditegakkan pada stadium dini maka prognosisnya baik.

Page 14: Referat Laringitis Tb

BAB III

KESIMPULAN

Laringitis tuberkulosis adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang

terjadi dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa. 1,2

Laringitis tuberkulosis hampir selalu akibat tuberkulosis paru aktif. Sering kali setelah

diberi pengobatan, tuberculosis parunya sembuh tetapi laringitis tuberkulosanya menetap. Hal ini

terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang

tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama.1

Insidensi tinggi pada pasien usia lanjut (diatas 60 tahun) dan lebih tinggi pada laki-laki

dibandingkan dengan perempuan terutama terjadi pada pasien-pasien dengan keadaan ekonomi

dan kesehatan buruk, banyak di antaranya adalah peminum alkohol.2

Gejala Klinis tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai berikut:

Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring.

Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut dapat

timbul afoni.

Hemoptisis

Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang

lainnya, merupakan tanda yang khas.

Keadaan umum buruk

Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologik) terdapat proses aktif (biasanya

pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis terhadap gejala klinis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, foto Rontgen toraks, laringoskopi langsung/ tak langsung, dan

pemeriksaan patologi-anatomi.

Page 15: Referat Laringitis Tb

Pengobatan pada dasarnya ditujukan terhadap penyakit parunya. Obat-obat anti

tuberkulosis seperti isoniazid yang dikombinasikan dengan rifampisin atau etambutol paling

sering digunakan untuk mencegah timbulnya kuman yang resisten.

Prognosis tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup sehat serta

ketekunan berobat. Bila diagnosis dapat ditegakkan pada stadium dini maka prognosisnya baik.

Page 16: Referat Laringitis Tb

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger John. Penyakit Granulomatosa Kronik Laring. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung,

Tenggorokan, Kepala dan Leher Jilid 1.Jakarta: Binarupa Aksara.2013

2. Soepardi AE, Iskandar N, dkk. Kelainan Laring. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

3. Purnanta M. Arief. Laryngitis Tuberculosa in ENT Department Dr. Sujito Hospital

Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen ENT-Head and Neck. Medical Faculty of GMU-Dr.

Sarjito Hospital.

4. Colman BH. Disease of the Nose Throat Ear Head and Neck, tuberculosis of the larynx.

2007

5. Hibbert J, Laryngology and Head and Neck Surgery, Atrophic Laryngitis.2004

6. Becker W. Ear, Nose and Throat Disease, Spesific Form of Chronic Laryngitis.2005