Referat Kelompok Fix

download Referat Kelompok Fix

of 26

description

referat

Transcript of Referat Kelompok Fix

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Istilah ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik.1Prevalensi ablasio retina didunia adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi. Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti Miopi tinggi, Afakia/pseudofakia dan trauma. 1 Pada penderita penderita ablasio retina ditemukan adanya Miopia sebesar 55%, lattice degenerasi 20 30 %, trauma 10-20 % dan Afakia/pseudofakia 30 40 %. Traumatik ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda, dan ablasio retina akibat miopia yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun, dan laki-laki memiliki resiko mengalami ablasio retina lebih besar dari perempuan.2Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa. Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.3

1.2 TUJUAN1. Tujuan umum : Untuk membahas mengenai ablasio retina dan penanganannya.2. Tujuan khusus : Untuk menyelesaikan tugas laporan kasus dari kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Mohammad Saleh, Probolinggo.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI RETINA

Gambar 2.1.1 Anatomi retina. 4

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2 Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut: 2-61. Epitelium pigmen retinaMerupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut. Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang.3. Membrana limitans externa4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti daribatang dan kerucut.5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal7.Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus.10. Membrana limitans interna.Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller, dan pada dasarnya adalah dasar membran.

Gambar 2.1.2 Lapisan retina. 4

2.2 DEFINISI

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1,3,7

Gambar 2.2.1 Ablasio retina. 4

2.3 EPIDEMIOLOGI

Penyebab Penyebab The most common worldwide etiologic factors associated with retinal detachment are myopia (ie, nearsightedness), aphakia, pseudophakia (ie, cataract removal with lens implant), and traumpaling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia, pseudofakia, dan trauma. Approximately 40-50% of all patients with detachments have myopia, 30-40% have undergone cataract removal, and 10-20% have encountered direct ocular trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. Traumatic detachments are more common in young persons, and myopic detachment occurs most commonly in persons aged 25-45 years.Dablasio ablasio retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Although no studies are available to estimate incidence of retinal detachment related to contact sports, specific sports (eg, boxing and bungee jumping) have an increased risk of retinal detachment. Meskipun tidak ada penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina.2,8,9SexNo predilection exists; overall, incidence is unchanged even when corrections for the higher rate of ocular trauma in men is considered.Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan trauma okuli.Of those younger than 45 years who have retinal detachment, 60% are male and 40% are female. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki dan 40% perempuan.9 Ablasio AgeAs the population ages, retinal detachments (RDs) are becoming more common.ablasiAblasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. However, paintball injuries in young children and teens are becoming increasingly common causes of eye injuries, including traumatic retinal detachments. Namun, cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.92.4 KLASIFIKASI

Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi: 2.4.1 Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa) Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,8Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain: 2,3a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 60 tahun. Namun usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi.b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki laki dengan perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena seseorang mengalami miop.d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus. e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisif. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina dalam kasus banyak.g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina terjadi, kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka. This commonly occurs in acute retinal necrosis syndrome and in cytomegalovirus (CMV) retinitis in AIDS patients. h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-without or occult pressure, acquired retinoschisisAblasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters) akibat dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina oleh gerakan vitreous.1,3Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya retina mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang kadang terdapat pigmen didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada ablasi yang telah lama.1

Gambar 2.4.1 Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear. 7

2.4.2 ABLATIO RETINA SEKUNDER (ABLATIO NON REGMATOGENOSA) A. ABLATIO RETINA EKSUDATIF Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua yaitu penyakit sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central serous retinophaty, and axudative retinophaty of coats, akibat neoplasma (malignant neoplasma koroid dan retinoblastoma), akibat perforasi bola mata pada operasi intraokuler.1,2,3Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3a. Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan undulations.b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya neovaskularisasi di puncak tumor.d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.e. Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul transparan sedangkan ablasio padat.Gambar 2.4.2 Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payudara. 6

Gambar 2.4.3 Ablasio retina tipe non regmatogenosa. 7

B. ABLASIO RETINA TRAKSIPada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.1,2,3 Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada tipe Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6

Gambar 2.4.4 Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati. 6

2.5 PATOFISIOLOGITerjadinya robekan retina disebabkan ketidakseimbangan dari gaya. Terdapat gaya yang mempertahankan perlekatan retina dengan sel epitel pigmen retina, juga terdapat gaya lain yang mencetuskan robekan. Ablasio retina regmatogenosa terjadi ketika gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina, antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan transpor aktif. Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. Selain itu, koroid mengandung substansi yang lebih dissolved dibandingkan vitreus sehingga memiliki tekanan onkotik yang lebih tinggi. Kemudian, pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang subretina ke koroid. Hasil dari aktivitas ketiga hal tersebut yang mempertahankan perlekatan retina.11Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan predisposisi degenerasi. Pada traksi vitreoretina dinamik terjadi synchysis, yaitu likuefaksi dari badan vitreus yang akan berkembang menjadi suatu lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan synchytic dari tengah badan vitreus masuk melalui lubang tersebut ke ruang retrohialoid yang baru terbentuk. Proses ini mengakibatkan terlepasnya secara paksa permukaan vitreus posterior dari lapisan sensori retina. Badan vitreus lainnya kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse atau dikenal dengan acute PVD henceforth.Selain itu juga dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD (posterior vitreal detachment). Hal ini tergantung dari kekuatan dan lebarnya sisa adhesi vitreoretina. Robekan yang disebabkan oleh PVD cenderung berbentuk seperti huruf U, berlokasi di superior fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreus sebagai hasil dari ruptur pembuluh darah retina perifer.12

Gambar 2.5.1 Patofisiologi ablasio retina.2.6 GEJALA KLINIS

Gejala yang sering ditemukan adalah fotopsia. Fotopsia ini terjadi sebagai hasil dari stimulasi mekanik pada retina. Hal ini diinduksi oleh gerakan bola mata dan lebih jelas pada keadaan gelap. Sekitar 60 % pasien mengalami fotopsia. Ketika retina robek, darah dan sel epitel pigmen retina dapat masuk ke badan vitreus dan terlihat sebagai floaters, yaitu keopakan/ bayangan gelap pada vitreus.12,13 Kedua gejala tersebut merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh pasien.Setelah beberapa waktu tertentu, pasien menyadari adanya defek lapang penglihatan mulai dari perifer dan akan progresif ke sentral. Hal tersebut digambarkan pasien sebagai black curtain. Kuadran dari defek membantu dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya penglihatan sentral mungkin dikarenakan keterlibatan fovea. Selain itu juga dapat terjadi karena tertutupnya oleh bulosa yang besar di depan makula.Pada pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan adanya defek relatif pupil aferen (Marcus Gunn pupil), tekanan intraokular yang menurun, iritis ringan, adanya gambaran tobacco dust atau Schaffer sign, robekan retina pada funduskopi.12,14 Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang terlepas bergoyang.15

2.7 DIAGNOSIS

Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.1. Anamnesis Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah: a. Floaters (terlihatnya benda melayang laying) yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.1,2,3b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.3c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.1,3,6Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba tiba awan gelap atau kerudung didepan mata.2,3Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebakan teradi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus alienum inoukler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell leukimia, eklamsia, dan prematuritas).1,2,3

2. Pemeriksaan oftalmoskopiAdapun tanda tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antar lain :a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat. 1,2,3b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. 1,3,6

d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai khusus pada pasien media berkabut terutama dihadapan padat katarak.3

Tabel 1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio RetinaRegmatogenusTraksiEksudatif

Riwayat penyakitAfakia, myopia, trauma tumpul, photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang progresif, dengan keadaan umum baik.Diabetes, premature,trauma tembus, penyakit sel sabit, oklusi vena.Factor-faktor sistemik seperti hipertensi maligna, eklampsia, gagal ginjal.

Kerusakan retinaTerjadi pada 90-95 % kasusKerusakan primer tidak adaTidak ada

Perluasan ablasiMeluas dari oral ke discus, batas dan permukaan cembung tergantung gravitasiTidak meluas menuju ora, dapat sentral atau periferTergantung volume dan gravitasi, perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer

Pergerakan retinaBergelombang atau terlipatRetina tegang, batas dan permukaan cekung, Meningkat pada titik tarikanSmoothly elevated bullae, biasanya tanpa lipatan

Bukti kronisTerdapat garis pembatas, makrosis intra retinal, atropik retinaGaris pembatasTidak ada

Pigmen pada vitreousTerlihat pada 70 % kasusTerlihat pada kasus traumaTidak ada

Perubahan vitreousSineretik, PVD, tarikan pada lapisan yang robekPenarikan vitreoretinalTidak ada, kecuali pada uveitis

Cairan sub retinalJernihJernih atau tidak ada perpindahanDapat keruh dan berpindah secara cepat tergantung pada perubahan posisi kepala.

Massa koroidTidak adaTidak adaBisa ada

Tekanan intraocularRendahNormalBervariasi

TransluminasiNormalNormalTransluminasi terblok apabila ditemukan lesi pigmen koroid

Keaadan yang menyebabkan ablasioRobeknya retinaRetinopati diabetikum proliferative, post traumatis vitreous traction

Uveitis, metastasis tumor, melanoma maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis, ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.

2.8 PENATALAKSANAAN

Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.2,3A. MEDIKAMENTOSATatalaksana medis pada ablasio retina eksudatif harus diberikan sesuai dengan kondisi yang mendasari. Pada awal pengobatan konsultasikan pasien dengan spesialis vitreoretinal. Bila akan memberikan terpi imunosupresif sangat disarankan untuk konsultasi dengan ahli imunologi atau reumatologi.Pada kondisi inflamasi seperti skleritis harus diberikan obat anti inflamasi. Tumor harus ditangani sesuai jenisnya. Terapi radiasi eksternal atau brakiterapi dengan plaque dapat digunakan untuk melanoma koroid. Lesi metastatik respon terhadap kemoterapi atau terapi radiasi lokal. Hemangioma koroid respon terhadap fotokoagulasi laser atau brakiterapi plaque. Retinoblastoma dapat mengecil dengan kemoterapi kemudian ditatalaksana lokal dengan panas, laser, atau krioterapi.Pada infeksi diberikan antibiotik.16

B. BEDAHPenatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada ablasio retina yaitu :61. Menemukan semua bagian yang terlepas2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina yang terlepas.3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :1. Scleral bucklingMetode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6

Gambar 2.8.1 Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi. 10

Gambar 2.8.2 Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan.10

2. Retinopeksi pneumatik Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.3,6

Gambar 2.8.3 Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert disuntikan ke dalam rongga vitreus.10

3. Vitrektomi Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ing cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,6 2.8.4 Vitrektomi. 7

2.9 PROGNOSIS

Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.6Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50 %.3Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6

2.10 PENCEGAHAN

Beberapa ablasio retina dapat dicegah. Cara paling efektif untuk pencegahan tersebut adalah dengan melakukan edukasi untuk memeriksakan diri ke dokter mata jika terdapat gejala kecurigaan adanya suatu PVD. Dengan mendeteksi awal adanya tear pada retina, pasien dapat diterapi dengan laser atau cryotherapy, yang akan mengurangi risiko terjadinya ablasio retina.Selain itu pada kelompok individu yang memiliki faktor risiko terjadinya ablasio retina, sebaiknya menghindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan pada mata.

BAB IIIKESIMPULAN

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun. Faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi katarak (afakia, pseudofakia), dan trauma okuler. Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi retina, maka prognosis buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-62. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-1993. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2007. Hal. 470-4645. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric retina. 2011. Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.6. retina. 2011. Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.7. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-2008. Singapore: LEO; 2008. p. 9-2998. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university press: New York. P.118-1199. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010 [cited 19th June 2012]. Available from : http//emedicine.medscape.com/article/122642610. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p. 117-711. Schwartz SG, Mieler WF. Management of Primary Rhegmatogenous Retinal Detachment. Comprehensive Ophtalmology Update. [series online] 2004 [cited on 2007 August 29]; 5(6): 285-294. Available from URL: http://www.medscape.com/viewarticle/496835_6.12. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth Heinemann; 1999. p. 353-94.13. Gariano RF, Kim CH. Evaluation and Management of Suspected Retinal Detachment. American Academy of Family Physicians. [series online] 2004 April 1 [cited on 2007 August 29]; vol. 69, no. 7. Available from URL: http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html.14. Anonim. Retinal Detachment. In: Anonim. Handbook of Ocular Disease Management. [series online] [cited on 2007 August 29]. Available from URL: http://www.revoptom.com/HANDBOOK/SECT5R.HTM.15. Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.16. Wu L. Retinal Detachment Exudative. [series online] 2007 Agustus 2 [cited on 2007 August 2]. Available from URL: http://www.emedicine.com/oph/topic407.htm.

1