Preskes Pneumonia Revised

77
PRESENTASI KASUS SEORANG PEREMPUAN USIA 51 TAHUN DENGAN PNEUMONIA KOMUNITAS Oleh: Rachma Dinar Okfiani G99141027 Sintin Khotijah Pribadi G99141028 Heigy Mutiha Putri G99141029 Nur Dwi Fajarini G99141030 Eli Dwy Purbaningrum G99141031 Bani Zakiyah Nurmala G99141152 Pembimbing: Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)

Transcript of Preskes Pneumonia Revised

Page 1: Preskes Pneumonia Revised

PRESENTASI KASUS

SEORANG PEREMPUAN USIA 51 TAHUN DENGAN

PNEUMONIA KOMUNITAS

Oleh:

Rachma Dinar Okfiani G99141027

Sintin Khotijah Pribadi G99141028

Heigy Mutiha Putri G99141029

Nur Dwi Fajarini G99141030

Eli Dwy Purbaningrum G99141031

Bani Zakiyah Nurmala G99141152

Pembimbing:

Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR.MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: Preskes Pneumonia Revised

BAB I

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. IdentitasPasien

Nama Pasien : Ny. P

Usia : 51 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Karanganyar

Tanggal Masuk : 5 Mei 2015

Tanggal Pemeriksaan : 5 Mei 2015

No. RM : 00726824

B. Keluhan Utama

Batuk

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan batuk. Batuk dirasakan sejak ±

2 minggu SMRS. Batuk berdahak dengan dahak kental warna putih

kekuningan, batuk darah (-). Empat hari SMRS batuk dirasakan

semakin sering dan memberat disertai jumlah dahak yang semakin

banyak. Pasien juga mengeluh sesak nafas sejak 4 hari yang lalu

bersamaan dengan batuk yang memberat. Sesak tidak dipengaruhi oleh

perubahan posisi, aktivitas, cuaca, dan paparan iritan maupun allergen,

mengi (-). Sesak nafas yang memberat hingga terbangun di malam hari

(-), bengkak di tungkai (-).

1

Page 3: Preskes Pneumonia Revised

Demam terus-menerus dirasakan sejak 4 hari SMRS sampai

pasien menggigil. Sebelumnya pasien merakan demam sumer-sumer

sejak kurang lebih seminggu yang lalu.

Nyeri dada (-), keringat malam (-), nafsu makan menurun

disertai penurunan berat badan kurang lebih 1 kg sejak pasien sakit.

Pasien tidak merasa mual maupun muntah, BAK dan BAB tidak ada

kelainan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat OAT : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Hipertensi : (+) 7 tahun yang lalu, terkontrol

Riwayat Diabetes Melitus : (+)10 tahun yang lalu, terkontrol

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Mondok : (+) 7 tahun lalu karena DM

Riwayat Operasi : (+) katarak tahun 2004

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Sesak Napas : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat DM : (+) ayah pasien

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Merokok : disangkal

Riwayat Minum alkohol : disangkal

Riwayat Olahraga : disangkal

2

Page 4: Preskes Pneumonia Revised

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien dirawat menggunakan

fasilitas BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan baik.

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 150/90mmHg.

Nadi : 98x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 38,6 0C per aksiler

SiO2 : 95% (dengan oksigen ruang)

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

D. Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot

(-).

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).

3

Page 5: Preskes Pneumonia Revised

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

I. Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).

J. Thoraks

Retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

2. Paru (anterior )

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (+/+), wheezing (-/-)

Paru (posterior )

Inspeksistatis : Permukaan dada kiri = kanan

Inspeksidinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (+/+), wheezing (-/-)

4

Page 6: Preskes Pneumonia Revised

K. Trunk

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).

Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-).

Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).

L. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

M. Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

III. Pemeriksaan Penunjang

A. Hasil Laboratorium 5 Mei 2015

Hemoglobin : 11,7 gr/dl (12,0-15,6)

Hematokrit : 38 % (33-45)

Anthal Eritrosit : 3.54 x 106 /ul (4,50-5,90)

Anthal Leukosit : 24.5 x 103 /ul (4,5-11,0)

Anthal Trombosit : 311 x 103 / ul (150-450)

Gol Darah : B

GDS : 259 mg/dl (60-140)

Ureum : 59 mg/dl (<50)

Creatinin : 2.5 mg/dl (0,9-1,3)

Albumin : 3,7 g/dl (3.2-4.6)

SGOT : 25 u/L (0-35)

SGPT : 14 u/L (0-45)

Natrium : 126 mmol/L (136-145)

Kalium : 3.9 mmol/L ( 3.3-5.1)

Khlorida : 95 mmol/L ( 98-106)

5

Page 7: Preskes Pneumonia Revised

B. Analisa Gas Darah tanggal Mei 2015

pH : 7.510 (7,350-7,450)

BE : -5.4 mmol/L (-2 sampai +3)

PCO2 : 22.0 mmHg (27,0-41,0)

PO2 : 98.0 mmHg (83,0-108,0)

Hematokrit : 38 % (37-50%)

HCO3 : 21.5 mmol/L (22,0-28,0)

Total CO2 : 18.3 mmol/L (19,0-24,0)

O2 saturasi : 98.0 % (94,0-98,0)

HbsAg : non reaktif

Kesan:

Alkalosis respiratorik terkompensasi sebagian

B. Foto Thorax

Gambar 1.1. Hasil pemeriksaan foto thorax PA Lateral, 5 Mei 2015

Foto dengan identitas Ny.P, 51 tahun. Foto diambil di ruang radiologi

RS Dr.Moewardi. Foto thorax dengan proyeksi PA dan lateral.

Kekerasan cukup, simetris, inspirasi cukup.

6

Page 8: Preskes Pneumonia Revised

Trakea di tengah. Sistema tulang baik.

Cor : Besar dan bentuk normal

Pulmo : Tampak infiltrat dengan air bronchogram (+) di

paracardial kanan. Tampak perselubungan di paracardial kiri.

Sinus costophrenicus kanan tertutup perselubungan, kiri tajam

Retrosternal space dan retrocardiac space dalam batas normal.

Hemidiafragma kanan kiri normal.

Kesan:

Pneumonia

IV. RESUME

Pasien datang dengan keluhan batuk sejak ± 2 minggu yang

lalu. Batuk berdahak warna putih kekuningan, darah (-). Batuk

semakin memberat sejak 4 hari SMRS disertai sesak nafas yang tidak

dipengaruhi oleh perubahan posisi, aktivitas, cuaca, paparan iritan

maupun allergen, mengi (-), bengkak di tungkai (-), dan sering

terbangun di malam hari (-).

Demam menggigil sejak 4 hari SMRS. Demam sumer-sumer

sebelumnya (+). Nyeri dada (-), keringat malam (-), nafsu makan

menurun disertai penurunan berat badan (+), mual muntah (-).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 150/90mmHg, nadi

98x/menit, RR 24x/menit, dan suhu 38,60C per aksiler. Pada

pemeriksaan didapatkan inspeksi dada pengembangan kanan = kiri,

palpasi fremitus raba kanan = kiri, perkusi sonor dikedua lapang paru,

auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler di kedua lapang paru,

didapatkan pula ronki basah kasar di kedua lapang paru.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (AL

24.5 x 103 /uL), hiperglikemia (GDS 259 mg/dl), hiponatremia (126

mmol/L), hipochloremia (95 mmol/L).

7

Page 9: Preskes Pneumonia Revised

Pada pemeriksaan radiologis didapatkan infiltrat dengan air

bronchogram (+) di paracardial kanan. Tampak perselubungan di

paracardial kiri.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang mengarah ke pneumonia.

Dari hasil perhitungan Pneumonia Severity Index (PSI)

didapatkan :

- Wanita usia 51 tahun = +41

- Glukosa >13,9 mmol/L = +10

- Natrium < 130 mEq/L = +20

- BUN . 10,7 mmol/L = +20

Total PSI 91 KR IV

V. DIAGNOSIS

1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV

2. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)

3. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)

VI. MASALAH

1. Hiponatremi

2. Hipochloremia

VII.TERAPI

1. O2 2 lpm kanul

2. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

3. Ceftriaxon inj 2 gr / 24 jam

4. Azithromycin 1 x 500 mg

5. N acetylsystein 3 x 200mg

6. Paracetamol 3 x 500 mg k/p

7. Vit B comp 3x1

8

Page 10: Preskes Pneumonia Revised

VIII. PROGNOSA

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

IX. PLAN

1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R

2. Sputum BTA 3x SPS + Kultur BTA

9

Page 11: Preskes Pneumonia Revised

FOLLOW UP PASIEN

A. Tanggal 6 Mei 2015

S : batuk (+), demam (+)

O: VS : Tekanan darah : 150/90mmHg.

Nadi : 100 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama

teratur.

Respirasi : 25 x/menit

Suhu : 38,00C per aksiler

SiO2 : 96% (2 lpm)

Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot

(-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

10

Page 12: Preskes Pneumonia Revised

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)

Thoraks

Retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

2. Paru (anterior )

Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (+/-), wheezing (-/-)

Paru (posterior )

Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (+/-), wheezing (-/-)

Trunk

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).

Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).

Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

11

Page 13: Preskes Pneumonia Revised

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

Hasil Pemeriksaan Sputum tanggal 6 Mei 2015

Bahan : Sputum

Pemeriksaan BTA : S :

P : Negatif

S : Negatif

Pengecatan Gram : ditemukan kuman gram positif coccus, leukosit 5-25/LPB,

epitel 0-1/LPB

Assessment

1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV

2. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)

3. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)

Terapi

1. O2 2 lpm

2. Infus NaCl 0.9% 20 tpm

3. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam

4. Azithromycin 1 x 500 mg

5. N Asetil Cystein 3x200 mg

6. Paracetamol 3 x 500 mg k/p

7. Vit B complex 3x1

12

Page 14: Preskes Pneumonia Revised

B. Tanggal Mei 7 Mei 2015

S : batuk berkurang, demam (-)

O: VS : Tekanan darah : 130/80mmHg.

Nadi : 89 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 23 x/menit

Suhu : 37,70C per aksiler

SiO2 : 98% (2 lpm)

Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot

(-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)

Thoraks

Retraksi (-)

13

Page 15: Preskes Pneumonia Revised

1. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

2. Paru (anterior )

Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (+/-), wheezing (-/-)

Paru (posterior )

Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (+/-), wheezing (-/-)

Trunk

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).

Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).

Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

14

Page 16: Preskes Pneumonia Revised

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

Assessment

1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV

2. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)

3. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)

Terapi

1. O2 2 lpm

2. Infus NaCl 0.9% 20 tpm

3. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam

4. Azithromycin 1 x 500 mg

5. N Asetil Cystein 3x200 mg

6. Paracetamol 3 x 500 mg k./p

7. Vit B complex 3x1

C. Tanggal 08 Mei 2015

S : sesak napas berkurang, batuk berkurang

O: VS : Tekanan darah : 140/90mmHg.

Nadi : 82 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 37,40C per aksiler

SiO2 : 98% (2 lpm)

Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

15

Page 17: Preskes Pneumonia Revised

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot

(-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)

Thoraks

Retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

2. Paru (anterior )

Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

16

Page 18: Preskes Pneumonia Revised

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (-/-), wheezing (-/-)

Paru (posterior )

Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (-/-), wheezing (-/-)

Trunk

Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis(-).

Palpasi : massa (-), nyer itekan (-), oedem (-).

Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-).

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

Assessment

1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV

2. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)

3. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)

Pemeriksaan Laboratorium Darah 8 Mei 2015

Hemoglobin : 12,3 gr/dl (12,0-15,6)

17

Page 19: Preskes Pneumonia Revised

Hematokrit : 35 % (33-45)

Anthal Eritrosit : 4,7 x 106 /ul (4,50-5,90)

Anthal Leukosit : 6,1 x 103 /ul (4,5-11,0)

Anthal Trombosit : 326 x 103 / ul (150-450)

Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Kultur Resistensi

Detected Organism: Enterobacter Aeroginosa

Antimikrobial MIC Interpretation

ESBL -

Ampicillin 16 Resistance

Ceftriaxon <= 1 Sensitive

Ceftazidime <= 1 Sensitive

Ciprofloxacin <= 0,25 Sensitive

Gentamisin <= 1 Sensitive

Amikacin <= 2 Sensitive

Meropenem <= 0,25 Sensitive

Cotrimoxazole <= 20 Sensitive

Terapi

1. Infus NaCl

0.9% 20 tpm

2. Inj. Ceftriaxon

2 g/ 24 jam

3. N Asetil

Cystein 3x200 mg

4. Paracetamol 3 x

500 mg k./p

5. Vit B complex

3x1

18

Page 20: Preskes Pneumonia Revised

D. Tanggal 9 Mei 2015

S : sesak napas berkurang, batuk berkurang

O: KU : Tampak sakit ringan, compos mentis

VS : Tekanan darah : 140/90mmHg.

Nadi : 90 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

Respirasi : 22 x/menit

Suhu : 36,80C per aksiler

SiO2 : 98%

Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),

spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

Kepala

Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak

beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot

(-).

Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan

tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),

sekret (-/-).

Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

Telinga

Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor

(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa

pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).

Leher

Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak

membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)

19

Page 21: Preskes Pneumonia Revised

Thoraks

Retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

2. Paru (anterior )

Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (-/-), wheezing (-/-)

Paru (posterior )

Inspeksi statis : Simetris, dinding dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : peristaltik (+) normal.

Perkusi : tympani.

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin _ _

20

Page 22: Preskes Pneumonia Revised

Assessment

1. Pneumonia komuniti PSI 91 KR IV

4. Diabetes Mellitus tipe II (diagnosis penyakit dalam)

5. Hipertensi stage I (diagnosis jantung)

Terapi

1. Infus NaCl

0.9% 20 tpm

2. Inj. Ceftriaxon

2 g/ 24 jam

3. N Asetil

Cystein 3x200 mg

4. Vit B complex

3x1

21

Page 23: Preskes Pneumonia Revised

BAB II

ANALISIS KASUS

Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru

yang disebabkan oleh mikroorganisme, baik virus, bakteri, jamur, maupun parasit.

Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia

komunitas dan pneumonia nosokomial. Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai

pneumonia komunitas. Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :

1. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan beberapa gejala yang mengarah pada

diagnosis pneumonia yaitu adanya keluhan batuk sejak ± 2 minggu. Batuk

berdahak dengan dahak kental berwarna putih kekuningan. Empat hari SMRS

pasien merasakan batuk semakin sering dan memberat disertai sesak nafas.

Demam terus-menerus juga dirasakan pasien sampai menggigil.

Nafsu makan menurun disertai penurunan berat badan kurang lebih 1 kg

sejak pasien sakit. Pasien tidak merasa mual maupun muntah, BAK dan BAB

tidak ada kelainan.

2. Pemeriksaan Fisik

Pasien tampak sakit sedang, kompos mentis dan gizi kesan cukup. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut :

Tekanan darah : 150/90mmHg.

Nadi : 98x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur.

22

Page 24: Preskes Pneumonia Revised

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 38,6 0C per aksiler

SiO2 : 95% (dengan oksigen ruang)

Pada pemeriksaan pulmo didapatkan hasil :

Paru Anterior

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (+/+), wheezing (-/-)

Paru Posterior

Inspeksi statis : Permukaan dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis : Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi : Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah

kasar (+/+), wheezing (-/-)

3. Pemeriksaan Penunjang

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (AL 24.5 x

103 /uL), hiperglikemia (GDS 259 mg/dl), hiponatremia (126 mmol/L),

hipochloremia (95 mmol/L).

Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) pH 7.510, PCO2 22.0

mmHg, PO2 98.0 mmHg, HCO3 21.5 mmol/L, BE -5.4 mmol/L, didapatkan

kesan alkalosis respiratorik terkompensasi sebagian. Hipoksemic score 408

dengan FiO2 koreksi 0,22 (2 lpm). Hasil AGD diambil saat pasien

menggunakan oksigen nasal canul 2 lpm.

Pada pemeriksaan rontgen thorax di ruang radiologi RS Dr. Moewardi

dengan proyeksi PA dan lateral didapatkan infiltrat dengan air bronchogram

(+) di paracardial kanan. Tampak perselubungan di paracardial kiri.

23

Page 25: Preskes Pneumonia Revised

Pemberian terapi dan tatalaksana pada pasien pneumonia perlu dinilai

derajat keparahan penyakit agar dapat diputuskan apakah pasien bias rawat

jalan atau rawat inap. Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia

komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan system skor menurut

Pneumonia Severity Index (PSI) atau CURB-65. Skor pasien ini menurut

Pneumonia Severity Index (PSI) adalah 91 (wanita usia 51 tahun = 41,

glukosa >13,9 mmol/L= 10, Natrium < 130 mEq/L= 20, BUN 10,7 mmol/L=

20. Dari skor yang didapat pasien dapat dikategorikan risiko sedang dan

membutuhkan rawat inap.

Karena pasien datang dengan sesak napas, perlu diberikan bantuan O2

melalui nasal canul. Pasien ini diberikan O2 dengan dosis 2 lpm. Pemberian

antibiotik untuk pasien pneumonia harus sesuai dengan hasil uji sensitivitas.

Namun, untuk terapi awal dapat digunakan antibiotic empiris. Menurut

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), antibiotic empiris yang

diberikan kepada pasien pneumonia yang dirawat inap adalah golongan

fluorokuinolon atau beta lactam + makrolid. Pada pasien ini diberikan

antibiotik golongan β-lactam yaitu Ceftriaxon dengan dosis 2 gram/24 jam

dan golongan makrolid yaitu Azitromycin dengan dosis 500mg/hari.

24

Page 26: Preskes Pneumonia Revised

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Paru-Paru

Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis,

berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas

diafragma, diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks

(bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk

mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus,

saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus (Price dan

Wilson, 2005).

25

Page 27: Preskes Pneumonia Revised

Gambar 3.1. Anatomi paru-paru (Price dan Wilson, 2005).

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus.

Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus

inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus

inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri

adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique.

Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut

lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus

segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan dgn percabangan

bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil, segmenta paru

dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen (Price dan Wilson, 2005).

26

Page 28: Preskes Pneumonia Revised

Gambar 3.2. Pembagian lobus dan segmen paru-paru (Price dan Wilson, 2005).

B. Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,

serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa)

(Soedarsono, 2004).

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru

yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

27

Page 29: Preskes Pneumonia Revised

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.

Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan

kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut

pneumonitis (Aru et al., 2007).

C. Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang

terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh

dunia. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun

lebih banyak ditemukan pada anak-anak (Aru et al., 2007).

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan

(morbiditas) pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian

(mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5% (PDPI, 2003).

D. Etiologi Pneumonia

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh

bakteri. Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif,

Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda

sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi

(Aru et al., 2007).

Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus

(RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum

bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus

pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus

group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma (Aru et al., 2007).

Tabel 3.1 Mikroorganisme penyebab pneumonia (Aru et al., 2007).

Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang

28

Page 30: Preskes Pneumonia Revised

Lahir-20 hari

Bakteria Escherichia colli Group B streptococci Listeria monocytogenes

Bakteria Group D streptococci Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum

Virus Cytomegalovirus Herpes simplex virus

3 minggu – 3 bulan

Bakteria Clamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae

Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Para influenza virus 1,2 and

3 Adenovirus

Bakteria Bordetella pertusis Haemophillusinfluenza type B & non

typeable Moxarella catarrhalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum

Virus Cytomegalovirus

4 bulan –5 tahun

Bakteria Streptococcus pneumoniae Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae

Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Adenovirus Measles

Bakteria Haemophillus influenza type B Moxarella catarrhalis Neisseria meningitis Staphylococcus aureus

Virus Varicella zoster virus

5 tahun – dewasa

Bakteria Clamydia pneumonia Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumoniae

Bakteria Haemophillus influenza type B Legionella species Staphylococcus aureus

Virus Adenovirus Epstein barr virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Respiratory syncytial virus Varicella zoster virus

Tabel 3.2. Mikroorganisme penyebab pneumonia sesuai klinis (Aru et al., 2007).

Communityy-acquired acute pneumonia

29

Page 31: Preskes Pneumonia Revised

Streptococcus pneumonia

Haemophilus influenzae

Moraxella catarrhalis

Staphylococcus aureus

Legionella pneumophila

Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.

Community-acquired atypical pneumonia

Mycoplasma pneumonia

Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)

Coxiella burnetii (Q fever)

Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A

and B (adults); adenovirus

(military recruits); SARS virus

Hospital-acquired pneumonia

Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens,

Escherichia coli) and

Pseudomonas spp.

Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)

Pneumonia kronis

Nocardia

Actinomyces

Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria,

Histoplasma capsulatum,

Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

E. Klasifikasi Pneumonia

1. Menurut sifatnya, yaitu:

30

Page 32: Preskes Pneumonia Revised

a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang

tidak mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu

Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae,

juga Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza,

RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas( “atypical”)

yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.

b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor

predisposisi, selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD,

terutama juga bagi mereka yang mempunyai penyakit menahun

seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll (Price dan Wilson,

2005).

2. Berdasarkan Kuman Penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa

bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka,

misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada

penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan

Chlamydia

c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan lemah

(immunocompromised) (PDPI, 2003).

3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)

pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga

termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap

kurang dari 48 jam

b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)

merupakan pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi

setelah 48 jam berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat

31

Page 33: Preskes Pneumonia Revised

beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus atau

bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella

pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat

resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP.

c. Pneumonia aspirasi (PDPI, 2003).

4. Berdasarkan lokasi infeksi

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru.

Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan

gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil

dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab

terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae.

Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu

lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya

obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses

keganasan (PDPI, 2003).

b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.

Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat

mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang

bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate

multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri

maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan

dengan obstruksi bronkus (PDPI, 2003).

c. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus

dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan

mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema

jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara

32

Page 34: Preskes Pneumonia Revised

pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak

merata.

F. Patofisiologi Pneumonia

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan

gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun

kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada

tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya

karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan

cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru (Dahlan, 2006).

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru

banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh

pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada

pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system

pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,

mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm

melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya

terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,

orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi

inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian

besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada

orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,

peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse) (PDPI, 2003).

33

Page 35: Preskes Pneumonia Revised

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli

menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan

infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan

fagositosis sebelum terbentuknya antibodi (PDPI, 2003).

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang

paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,

ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga

di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari

jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui

peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum

sebagai penyebab pneumonia

Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari

sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-

mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel

mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama

dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler

paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi

pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan

di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh

oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin (Price dan Wilson, 2005).

2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin

yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi

34

Page 36: Preskes Pneumonia Revised

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi

merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli

tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.

Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam (Price dan

Wilson, 2005).

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang

terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah

yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit

di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan

leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti (Price dan Wilson, 2005).

4. Stadium Akhir (Resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna

secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk.

Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai

pulih mencapai keadaan normal (Price dan Wilson, 2005).

G. Diagnosis Pneumonia

1. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya

meliputi:

Gejala Mayor: 1.Batuk

2.Sputum produktif

3.Demam (suhu>38 0c)

Gejala Minor: 1. Sesak napas

2. Nyeri dada

3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik

4. jumlah leukosit >12.000/L

35

Page 37: Preskes Pneumonia Revised

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut

bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam,

menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan,

nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau

purulen, kadang-kadang berdarah (PDPI, 2003).

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal

waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup,

pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial

yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang

kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah

leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan

pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi

peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan

pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif

pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat

terjadi asidosis respiratorik (PDPI, 2003).

3. Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pneumonia antara lain:

1. Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan

lobus atau segment paru secara anantomis.

2. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

3. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru

mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada

atelektasis.

4. Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ;

batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan

dengan jantung atau di lobus medius kanan.

36

Page 38: Preskes Pneumonia Revised

5. Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

6. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang

paling akhir terkena.

7. Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

8. Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign

(terperangkapnya udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara

pada alveolus).

Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab

pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,

misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh

Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia

sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang

terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

1. Pneumonia Lobaris

37

Page 39: Preskes Pneumonia Revised

Foto Thorax

Gambar 3.3. Perselubungan pada lapangan paru bagian atas.

Gambar 3.4. Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

38

Page 40: Preskes Pneumonia Revised

Gambar 3.5. Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Foto Thorax

Gambar 3.6. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.

39

Page 41: Preskes Pneumonia Revised

CT Scan

Gambar 3.7. Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial

Foto Thorax

Gambar 3.8. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada

40

Page 42: Preskes Pneumonia Revised

alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

Gambar 3.9. Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)

4. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,

torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada

sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi (PDPI, 2003).

Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-

kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam

kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril

dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih

dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu

nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk

pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN >

25/lpk dan sel epitel < 10/lpk (PDPI, 2003).

H. Diagnosis Banding Pneumonia

1. Tuberculosis Paru (TB)

41

Page 43: Preskes Pneumonia Revised

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.

tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis

TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),

nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,

menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan

berat badan.

Gambar 3.10. Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA

2. Atelektasis 

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak

sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang

terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang

mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan

jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya

pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan

dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak

thorax asimetris.

42

Page 44: Preskes Pneumonia Revised

Gambar 3.11. Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

3. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air

bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan

jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax

membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+)

tanda khas pada efusi pleura.

43

Page 45: Preskes Pneumonia Revised

Gambar 3.12. Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

I. Penatalaksanaan

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data

mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan

yaitu (Barlett et al, 2000) :

1) Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2) Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia.

3) Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.

Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan bakteri penyebab pneumonia

dapat dilihat sebagai berikut (Barlett et al, 2000):

1. Pemberian Antibiotik

a. Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

1) Golongan Penisilin

2) TMP-SMZ

3) Makrolid

b. Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)

1) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

2) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

3) Marolid baru dosis tinggi

4) Fluorokuinolon respirasi

c. Pseudomonas aeruginosa

1) Aminoglikosid

2) Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

3) Tikarsilin, Piperasilin

4) Karbapenem : Meropenem, Imipenem

5) Siprofloksasin, Levofloksasin

d. Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)

44

Page 46: Preskes Pneumonia Revised

1) Vankomisin

2) Teikoplanin

3) Linezolid

e. Hemophilus influenzae

1) TMP-SMZ

2) Azitromisin

3) Sefalosporin gen. 2 atau 3

4) Fluorokuinolon respirasi

f. Legionella

1) Makrolid

2) Fluorokuinolon

3) Rifampisin

g. Mycoplasma pneumoniae

1) Doksisiklin

2) Makrolid

3) Fluorokuinolon

h. Chlamydia pneumoniae

1) Doksisikin

2) Makrolid

3) Fluorokuinolon

Tabel 3.3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8

Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I

Usia penderita < 65 tahun-Penyakit Penyerta (-)-Dapat berobat jalan

-S.pneumonia-M.pneumonia-C.pneumonia-H.influenzae-Legionale sp-S.aureus-M,tuberculosis-Batang Gram (-)

Klaritromisin 2x250 mg

- -Azitromisin 1x500mg

- Rositromisin 2x150 mg atau 1x300 mg

- Siprofloksasin 2x500mg atau Ofloksasin 2x400mg

- Levofloksasin 1x500mg atau Moxifloxacin 1x400mg

- Doksisiklin 2x100mg

Kategori II

-Usia penderita > 65 tahun- Peny. Penyerta (+)

-S.pneumonia H.influenzae Batang gram(-) Aerob S.aures M.catarrhalis

-Sepalospporin generasi 2-Trimetroprim +Kotrimoksazol

-Makrolid-Levofloksasin-Gatifloksasin-Moxyfloksasin

45

Page 47: Preskes Pneumonia Revised

-Dapat berobat jalan

Legionalle sp -Betalaktam

Kategori III

-Pneumonia berat.- Perlu dirawat di RS,tapi tidak perlu di ICU

-S.pneumoniae-H.influenzae-Polimikroba termasuk Aerob-Batang Gram (-)-Legionalla sp-S.aureusM.pneumoniae

- Sefalosporin Generasi 2 atau 3- Betalaktam +Penghambat Betalaktamase +makrolid

-Piperasilin + tazobaktam-Sulferason

Kategori IV

-Pneumonia berat-Perlu dirawat di ICU

-S.pneumonia-Legionella sp-Batang Gram (-) aerob-M.pneumonia-Virus-H.influenzae-M.tuberculosis-Jamur endemic

- Sefalosporin generasi 3 (anti pseudomonas) + makrolid

- Sefalosporin generasi 4

- Sefalosporin generasi 3 + kuinolon

-Carbapenem/ meropenem -Vankomicin-Linesolid-Teikoplanin

Menurut ATS/IDSA 2007 dalam tata laksana pasien pneumonia perlu

diperhatikan hal – hal sebagai berikut :

1. Pasien tanpa riwayat pemakaian antibiotik sebelumnya

2. Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat antibiotik 3 bulan

sebelumnya.

Penatalaksaan pneumonia komunitas dibagi menjadi :

1. Pasien rawat jalan

a. Pengobatan suportif / simptomatik

Istirahat di tempat tidur

Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun

panas

46

Page 48: Preskes Pneumonia Revised

Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

b. Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin

2. Pasien rawat inap di ruang rawat biasa

a. Pengobatan suportif / simptomatik

Pembrian terapi oksigen

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan

elektrolit

Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

b. Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin

3. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif

a. Pengobatan suportif / simptomatik

Pemberian terapi oksigen

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan

elektrolit

Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

b. Pengobatan antibiotik diberikan sesegera mungkin

c. Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis

Jika diagnosis pneumonia telah ditegakkan, secepatnya diberikan

antibiotika, setelah sebelumnya diambil spesimen untuk pemeriksaan

mikrobiologi. Apabila pasien dirawat melalui IGD, antibiotika segera

diberikan dalam waktu 8 jam sejak masuk IGD. Pemberian antibiotika

kurang dari 4 jam akan menurunkan angka mortalitas.

Pemberian antibiotika dievaluasi dalam waktu 72 jam pertama:

Apabila ditemukan perbaikan klinis, terapi dilanjutkan

Apabila tidak didapatkan perbaikan klinis, terapi diganti sesuai hasil

kultur atau pedoman empiris

Tabel 3.4. Petunjuk penggunaan antibiotik empiris untuk pneumonia menurut PDPI

Rawat Jalan Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibotika 3 bulan sebelumnya:

47

Page 49: Preskes Pneumonia Revised

- Golongan β-lactam atau β-lactam ditambah anti β-lactamase, ATAU

- Makrolid baru (Clatithromycin, Azithromycin) Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat

pemakaian antibiotika 3 bulan sebelumnya:- Flourokuinolon respirasi (levofloxacin 750 mg,

moksifloksasilin), ATAU- Golonganβ-lactam ditambah anti β-lactamase,

ATAU- β-lactam ditambah makrolid

Rawat inap non ICU

Flourokuinolon respirasi (levofloxacin 750 mg, moksifloksasilin)

β-lactam ditambah makrolid

Ruang rawat intensif

Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas: β-lactam (cefotaxim, ceftriaxone atau ampicillin

sulbactam) ditambah makrolid baru atau flourokuinolon respirasi intravena

Pertimbangan khusus

Bila ada faktor risiko infeksi pseudomonas: Antipneumokokal, antipseudomonas β-lactam (piperacilin-

tazobactam, cefepime, imipenem atau meropenem) ditambah levofloxacin 750 mg ATAUβ-lactam seperti tersebut di atas ditambah aminoglikosida dan azitromicinATAU

β-lactam seperti tersebut di atas ditambah aminoglikosida dan anti pneumokokal flourokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β-lactam diganti dengan aztreonam)

Bila curiga disertai infeksi MRSA : Tambahkan vancomicin atau linezolid

2. Terapi Suportif Umum

a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-

96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.

b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang

kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila

terdapat bronkospasme.

48

Page 50: Preskes Pneumonia Revised

c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran

untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth

breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi

tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan (Barlett et al,

2000).

d. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada

pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan

terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada

pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan

sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud

mengencerkan dahak tidak diperkenankan

e. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan.

Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.

f. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang

diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal

ginjal prerenal.

g. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator

pada pneumonia adalah (Mandell, 2007) :

1) Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100%

dengan menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi

menyebabkan penurunan pulmonary compliance hingga

tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan

PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2

menjadi 50% atau lebih rendah

2) Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory

distress, dengan atau didapat asidosis respiratorik.

3) Respiratory arrest.

4) Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

h. Drainase empiema bila ada.

49

Page 51: Preskes Pneumonia Revised

i. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang

cukup yang didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat

dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan (Mandell, 2007).

3. Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan

perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini

untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial.

Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi

sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat

sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena

ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti

secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran

pencernaan berfungsi normal (Niederman, 2007).

Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah :

1. Temp ≤ 37,8 C, Kesadaran baik

2. Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,

3. Respirasi rate≤ 24 napas / menit

4. Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg

5. Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,

6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

J. Komplikasi Pneumonia

1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada

infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar

60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob

35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya

transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema

dengan cairan eksudat.

2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia

berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia

50

Page 52: Preskes Pneumonia Revised

pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang

terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis

intrahepatik.

3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.

4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi

infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih

dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-)

seperti Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak

tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic

fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia

nekrotikans.

K. Prognosis Pneumonia

Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah

sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan

kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit

paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3

atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang

buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek

(Niederman, 2007). Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu

perlu perawatan di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60

tahun) dapat berobat jalan kecuali:

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. PN meliputi banyak lobus

3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi

yaitu:

a. Usia > 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi

napas > 30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal

(<4.500 - >30.000)

51

Page 53: Preskes Pneumonia Revised

Penentun prognosis menurut IDSA dan BTS dijabarkan dalam Tabel 3.5

Tabel 3.5 Angka kematian berdasarkan derajat beratnya penyakit

CURB PSI

Total

Skor

Skor 0

- 1

Skor 2 Skor

>2

Tidak

diprediksi

Skor

<70

Skor

71-90

Skor

91-130

Skor

>130

Tingkat

keparaha

n

Grup I Grup II Grup

III

Kelas I Kelas

II

Kelas

III

Kelas

IV

Kelas

V

Kelas

risiko

Rendah Sedang Berat Risiko Rendah Sedang Berat

Angka

kematian

1,5% 9,2% 22% 0,1% 0,6% 2,8% 8,2% 29,2

%

DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM.

Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. 2000. Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis; 31: 347-82

Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Mandell LA. 2007. IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults, CID. 44:S27

52

Page 54: Preskes Pneumonia Revised

Niederman MS. 2007. Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and outpatient, Chest. 131;1205

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.

Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.

Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. Surabaya

53