Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

30
Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.1, No. 1, April 2010, 83-112 ISSN 2087-1090 83 Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit pada Lingkungan Inspektorat Sulawesi Tenggara Widi Hidayat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga Surabaya Sari Handayani Alumni Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga Surabaya Abstract : In general, this research aim to know interaction between personality factors and cognate factor to behavior of auditor in situation of audit conflict. In particular, this research tests the role of individual factors consisted of by locus of control, self efficacy, level of education, job experience and gender, to behavior of auditor in situation of audit conflict that is ability of auditor to receive or refuses desire of account to a finding, moderating with ethical consideration. This research applies data obtained from respondent answer in filling questionaire submitted. Respondent in this research is auditor working for Inspektorat Daerah. Data in analysis applies Modered Regression Analysis. This analysis finds that interaction between locus of control, as of ldf efficacy, and level of education with ethical consideration had an effect on to behavior of auditor in situation of audit conflict. While interaction between job experiences and gender with ethical consideration doesn't have an effect on to behavior of auditor in situation of audit conflict. This finding gives support from to research before all and behavior accounting literature. Result of this study implied that explicit recognition of personality variables (i.e. locus of control, self efficacy, level of education, job experience and gender) and ethical consideration as cognitie style variable provides a better explanation for audit practice in an auditor's ethical decision making. Other implications for audit practice were also considered. In addition, to understand the result and implication, constrain and limitations of this study should be carefully though about and for this reason, the study also proposes the directions for future research in the areas. Key works: Locus of control, self efficacy, level of education, job experience, gender, ethical consideration, and behavior of auditor in situation of audit conflict. PENDAHULUAN Kebutuhan akan transparansi atas penggunaan anggaran pada sektor publik juga meningkatkan kebutuhan akan jasa audit. Auditor merupakan profesi yang berlandaskan kepercayaan dari masyarakat untuk memberikan jasa profesionalnya kepada pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun eksternal. Kepercayaan yang diberikan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dengan memberikan hasil audit yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya auditor harus bertindak objektif dan independen berdasarkan kode etik profesi mereka. Dalam hal ini auditor sering menghadapi situasi dilematis dalam pengambilan keputusan. Menurut Leung (1998) ketika menghadapi situasi yang dilematis dalam proses pengambilan keputusan seorang auditor harus: 1. Dapat mengidentifikasi situasi yang mempunyai implikasi terhadap etika dan moral. 2. Mampu berperan dan bertanggungjawab sebagai auditor.

description

Jurnal Akuntansi - Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Transcript of Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Page 1: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.1, No. 1, April 2010, 83-112 ISSN 2087-1090

83

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

pada Lingkungan Inspektorat Sulawesi Tenggara

Widi Hidayat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Sari Handayani

Alumni Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga Surabaya

Abstract: In general, this research aim to know interaction between personality factors and cognate factor to behavior of auditor in situation of audit conflict. In particular, this research tests the role of individual factors consisted of by locus of control, self efficacy, level of education, job experience and gender, to behavior of auditor in situation of audit conflict that is ability of auditor to receive or refuses desire of account to a finding, moderating with ethical consideration. This research applies data obtained from respondent answer in filling questionaire submitted. Respondent in this research is auditor working for Inspektorat Daerah. Data in analysis applies Modered Regression Analysis. This analysis finds that interaction between locus of control, as of ldf efficacy, and level of education with ethical consideration had an effect on to behavior of auditor in situation of audit conflict. While interaction between job experiences and gender with ethical consideration doesn't have an effect on to behavior of auditor in situation of audit conflict. This finding gives support from to research before all and behavior accounting literature. Result of this study implied that explicit recognition of personality variables (i.e. locus of control, self efficacy, level of education, job experience and gender) and ethical consideration as cognitie style variable provides a better explanation for audit practice in an auditor's ethical decision making. Other implications for audit practice were also considered. In addition, to understand the result and implication, constrain and limitations of this study should be carefully though about and for this reason, the study also proposes the directions for future research in the areas. Key works: Locus of control, self efficacy, level of education, job experience, gender, ethical consideration, and

behavior of auditor in situation of audit conflict. PENDAHULUAN

Kebutuhan akan transparansi atas penggunaan anggaran pada sektor publik juga

meningkatkan kebutuhan akan jasa audit. Auditor merupakan profesi yang berlandaskan kepercayaan dari masyarakat untuk memberikan jasa profesionalnya kepada pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun eksternal. Kepercayaan yang diberikan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dengan memberikan hasil audit yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya auditor harus bertindak objektif dan independen berdasarkan kode etik profesi mereka.

Dalam hal ini auditor sering menghadapi situasi dilematis dalam pengambilan keputusan. Menurut Leung (1998) ketika menghadapi situasi yang dilematis dalam proses pengambilan keputusan seorang auditor harus: 1. Dapat mengidentifikasi situasi yang mempunyai implikasi terhadap etika dan moral. 2. Mampu berperan dan bertanggungjawab sebagai auditor.

Page 2: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

84

3. Mampu menggunakan pendekatan yang berbeda dalam menghadapi dilema yang menyangkut etika.

4. Mengembangkan dan mengaplikasikan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan etika. Situasi dilematis dalam setting audit dapat terjadi ketika auditor dan klien tidak sepakat

terhadap beberapa aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam kondisi ini, klien dapat mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Klien bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar pemeriksaan. Karena secara umum dianggap bahwa auditor termotivasi oleh etika profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor akan berada dalam situasi konflik. Memenuhi keinginan klien berarti melanggar standar. Penolakan terhadap permintaan klien dapat menghasilkan sanksi berupa kemungkinan penghentian penugasan dan hal ini tentu saja sangat merugikan auditor. Konflik merupakan proses yang dimulai saat salah satu pihak merasa dikecewakan oleh pihak yang lain (Thomas (1976) dalam French and Allbrigh, 1998).

Pertimbangan dan kesadaan etis merupakan hal yang penting dalam setiap pengambilan keputusan profesional seorang auditor. Oleh karena itu, saat ini banyak bermunculan sejumlah penelitian yang mencurahkan perhatiannya pada masalah ini, serta berusaha untuk menguraikan dan mengevaluasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku etik auditor (Louwers et al., 1997). Terutama bila dikaitkan dengan rawannya profesi ini terhadap perilaku tidak etis dalam bisnis. Banyak yang berpendapat bahwa etika merupakan landasan pijak bagi praktik akuntansi (Hoesada, 1997).

Akuntansi keperilakuan membahas tentang perilaku manusia dan hubungannya dengan data akuntansi dan kepuasan bisnis, dan sebaliknya, bagaimana informasi akuntansi mempengaruhi keputusan bisnis dan perilaku manusia (Siegel dan Marconi, 1989). Oleh karena itu, perilaku etis dalam akuntansi tidak dapat diabaikan begitu saja karena memberikan implikasi terhadap perkembangan akuntansi itu sendiri.

Auditor mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri. Analisis terhadap perilaku etis auditor menunjukkan bahwa auditor mempunyai kesempatan untuk melakukan tindakan tidak etis dalam profesi mereka (Finn et al., dalam Fatt, 1995). Auditor yang memiliki landasan etika yang kuat mempunyai kemampuan dalam menghadapi konflik audit yang sering merugikan masyarakat. Ralph Barton Perry, seorang filosof, menyatakan bahwa moralitas merupakan pemecahan dari masalah yang disebabkan oleh adanya konflik, yaitu konflik antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan yang sama ataupun yang berbeda (Perry, 1954 dalam French dan Allbright, 1998).

Faktor-faktor individual dalam penelitian ini adalah locus of control, self efficacy, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jenis kelamin. Locus of control merupakan persepsi seseorang terhadap siapa yang menentukan nasibnya. Penentuan persepsi ini sangat mempengaruhi bagaimana auditor berperilaku. Keyakinan bahwa dengan bekerja dengan baik akan membawa hasil pada prestasi yang baik pula. Sehingga dengan keyakinan tersebut auditor dapat terus berusaha, tidak menyerah pada keadaan, dan melakukan pekerjaannya dengan hasil maksimal. Self efficacy merupakan keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu aktivitas dengan berhasil. Auditor dengan self efficacy tinggi akan melakukan tugasnya hingga berhasil dan sesuai dengan kode etik sebagai auditor sehingga akan cenderung berperilaku etis. Auditor akan menjadi lebih independen dan objektif dalam pengambilan keputusan. Selain locus of control dan self efficacy, faktor individual yang

Page 3: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

85

lain adalah tingkat pendidikan. Auditor dengan tingkat pendidikan yang tinggi (S1/S2) diyakini dapat mengambil keputusan dengan bijak dan tidak menyalahi kode etik sebagai auditor. Pemahaman terhadap peraturan perundangan yang berlaku akan sangat baik sehingga cenderung berperilaku sesuai dengan peraturan tersebut. Faktor individual lainnya adalah pengalaman kerja. Pengalaman kerja sebagai auditor merupakan pembelajaran dengan waktu yang cukup lama sehingga mampu mematangkan sikap dan perilaku auditor dalam pelaksanaan tugasnya. Pengalaman kerja akan dapat menempa pola pikir, sikap dan perilaku dalam menghadapi suatu situasi konflik dalam penugasannya sebagai auditor. Jenis kelamin merupakan faktor individual yag sangat sulit diketahui hasil penelitiannya. Membanding antara pria dan wanita dalam pengambilan keputusan merupakan hal yang rumit karena jenis kelamin belum cukup untuk memberikan kesimpulan bahwa pria lebih dapat berperilaku etis dibandingkan dengan wanita atau sebaliknya.

Selanjutnya dalam literatur Behavioral Accounting disebutkan bahwa interaksi antara variabel personalitas dengan cognitive style bisa mempengaruhi pengambilan keputusan (Siegel & Marconi, 1989). Individual dengan tipe personalitas yang sama bisa mempunyai memiliki cognitive style yang berbeda sehingga perilakunya juga bisa berbeda. Serta disebutkan juga bahwa kedua aspek tersebut berhubungan erat dengan keberhasilan maupun kegagalan auditor dalam menjalankan tugasnya. Penelitian tentang perilaku etis auditor masih sangat penting dilakukan dan masih relevan sampai saat ini bahkan di masa yang akan datang mengingat semakin pentingnya peningkatan sensitivitas auditor terhadap masalah etis, tanggung jawab sosial dan moral pada masyarakat luas. Berbagai sorotan dan tudingan yang ditujukan kepada profesi auditor perlu menjadi perhatian banyak pihak.

Berdasarkan pada pemikiran di atas, penelitian ini bertujuan untuk menguji peran faktor-faktor individual dan pertimbangan etis auditor dalam situasi konflik audit yang terjadi pada sektor publik. Rumusan Permasalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah interaksi antara Locus of Control (LOC) dan pertimbangan etis berpengaruh

terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit? 2. Apakah interaksi antara self efficacy dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap perilaku

auditor dalam situasi konflik audit? 3. Apakah interaksi antara tingkat pendidikan dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit? 4. Apakah interaksi antara pengalaman kerja dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit? 5. Apakah interaksi antara jenis kelamin dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit?

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Auditor

Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.

Page 4: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

86

Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada

instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Auditor Eksternal Pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23 ayat 5 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang pengaturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil Pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah, sehingga diharapkan dapat bersikap independen.

b. Auditor Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen/LPND, dan Badan Pengawasan Daerah.

2. Auditor Intern merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.

3. Auditor Independen atau Akuntan Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP). Menurut Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007

tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 menjelaskan yang dimaksud dengan pejabat pengawas pemerintah adalah orang yang karena jabatannya melaksanakan tugas pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk dan atas nama Menteri Dalam Negeri atau Kepala Daerah. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 28 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pejabat pengawas pemerintah adalah orang yang karena jabatannya pada Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota, melaksanakan tugas pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk dan atas nama Menteri, Pimpinan LPND dan Kepala Daerah.

Dalam Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pejabat Pengawas Pemerintah di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah yang dimaksud dengan Pejabat Pengawas Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil pada Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota yang melaksanakan tugas pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan. Persyaratan pengangkatan Pejabat Pengawas Pemerintah di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi meliputi antara lain : “Pendidikan paling rendah berijazah sarjana, Pangkat/Golongan Ruang serendah-rendahnya Penata Muda (Ill/a), dan telah mengikuti pendidikan dan pelatihan di bidang pengawasan penyelenggaraan pemerintahan”.

Page 5: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

87

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, Auditor adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk dan atas nama APIP.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pejabat Pengawasan Intern Pemerintah, Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP), Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), Pemeriksa, dan Auditor adalah sama yaitu pegawai negeri sipil pada Inspektorat Jenderal, Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan melaksanakan tugas pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan. Perilaku Auditor

Menurut Robbins dan Judge (2008:92) perilaku merupakan salah satu komponen sikap. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, terhadap objek, individu, atau peristiwa. Tiga komponen dalam sikap adalah kesadaran, perasaan dan perilaku.

Menurut Robbin & Judge (2008:177), perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini dipengaruhi oleh kendali pribadi seorang individu. Perilaku yang disebabkan secara eksternal dianggap sebagai akibat dari sebab-sebab luar yaitu individu tersebut dianggap telah dipaksa berperilaku demikian oleh situasi.

Menteri Dalam Negeri telah mengatur kode etik bagi pejabat pengawas pemerintah. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa berdasarkan pengertiannya pejabat pengawas pemerintah dan auditor adalah sama. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2007 tentang Norma Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah Pasal 8 mengatakan bahwa “kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) meliputi: a. Pejabat pengawas pemerintah dengan organisasi intern; b. Pejabat pengawas pemerintah dengan pejabat pengawas; c. Pejabat pengawas pemerintah dengan pemeriksa/auditor; d. Pejabat pengawas pemerintah dengan penyidik; e. Pejabat pengawas pemerintah dengan yang diawasi; dan f. Pejabat pengawas pemerintah dengan masyarakat. Konflik Audit

Menurut Kenneth Thomas (1976), konflik yaitu suatu proses dimana suatu bagian, baik individu maupun kelompok merasa bahwa bagian lainnya (baik individu maupun kelompok) mengambil tindakan yang bertentangan dengan kepentingannya. Beberapa praktisi bisnis memandang bahwa semua konflik sebagai gangguan dan mereka beranggapan bahwa tugas mereka adalah untuk menghilangkan konflik tersebut (Schwartz, 1992). Sedangkan Watkins (1995) memiliki pemikiran yang berbeda. Dia berkeyakinan bahwa pandangan tentang konflik yang lebih realistis adalah bahwa konflik tidak dapat dihindari karena tanpa konflik, akan ada rasa tidak memerlukan perubahan dan perhatian tidak akan tertuju pada masalah.

Page 6: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

88

Secara umum, kita dapat mendefinisikan konflik dalam batasan pengaruhnya dalam organisasi. Kaitannya dengan hal ini, konflik dibagi menjadi 2 (dua) yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional yaitu konfrontasi diantara kelompok yang menguntungkan organisasi sedangkan konfrontasi antar kelompok yang mengganggu, merugikan atau menghalangi pencapaian tujuan dan kinerja organisasi disebut sebagai konflik disfungsional.

Thompson (1967) dalam penelitiannya berhasil menyimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) faktor yang menyebabkan terjadinya konflik yaitu: 1. Adanya rasa saling ketergantung dalam pekerjaan. 2. Adanya perbedaan tujuan atau kepentingan. 3. Terdapat perbedaan persepsi. 4. Adanya tuntutan yang meningkatkan akan spesialis.

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Pernyataan Nomor 01 Paragraf 14 menyatakan bahwa dalam semua yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Lebih lanjut dikemukakan dalam paragraf 17 bahwa apabila suatu atau lebih dari gangguan independen tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan.

Dalam sebuah organisasi, para manajer menghabiskan lebih dari 20% waktunya dalam manajemen konflik (Rahim dan Buntzman, 1992). Kegagalan dalam melakukannya dapat mengarah kepada akibat yang mencelakakan. Dalam manajemen konflik, kita mengenal adanya teknik-teknik untuk menyelesaikan konflik antara lain dengan resolusi, negosiasi maupun stimulasi. Pertimbangan Etis

Setiap pengambilan keputusan akan lengkap dan sempurna jika melibatkan pertimbangan etis sebab pertimbangan etis merupakan suatu kriteria yang penting dalam pengambilan keputusan organisasional. Menurut Robbins dan Judge (2008:210) individu dapat menggunakan 3 (tiga) kriteria yang berlainan dalam mengambil pilihan yang etis, yaitu sebagai berikut: 1. Kriteria Utilitarian Merupakan kriteria dimana keputusan-keputusan yang diambil untuk memberikan

kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar. 2. Kriteria yang menekankan pada hak Kriteria ini memberikan kebebasan pada individu untuk mengambil keputusan yang

konsisten dengan kebebasan dan keistimewaan mendasar seperti dikemukakan dalam dokumen-dokumen Piagam Hak Asasi.

3. Kriteria yang menekankan pada keadilan Kriteria ini mensyaratkan individu untuk mengenakan dan memperkuat aturan-aturan

secara adil dan tidak berat sebelah sehingga pada pembagian manfaat dan biaya yang pantas.

Page 7: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

89

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2007 tentang Norma Pengawasan Dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah mengemukakan bahwa pengungkapan permasalahan secara objektif menempatkan pejabat pengawas pemerintah untuk bersikap dan bertindak berdasarkan alat bukti yang ditemukan. Pengungkapan permasalahan secara cermat mengharuskan pejabat pengawas pemerintah harus selalu waspada menghadapi suatu kondisi, situasi, transaksi, kegiatan yang mengandung indikasi penyimpangan, penyelewengan, ketidakwajaran, pemborosan atau ketidakhematan dalam penggunaan sumberdaya yang ada. Pengungkapan permasalahan secara independen mengharuskan pejabat pengawas pemerintah dan/atau pejabat yang diawasi untuk mempertahankan independensinya sehingga tidak memihak kepada suatu kepentingan tertentu.

Pertimbangan etis dilakukan oleh auditor agar auditor tetap menjaga integritas, kompetensi dan independensi dalam setiap konflik kepentingan yang dihadapi. Ada 2 (dua) jenis konflik kepentingan, yaitu : real conflict dan latent atau potential conflict. Real conflict yaitu konflik yang memiliki pengaruh pada penilaian/judment masalah yang ada. Sedangkan latent atau potential conflict merupakan konflik yang bisa mempengaruhi penilaian di masa mendatang. Contoh latent atau potential conflict yaitu misalnya terjadi pada auditor di mana penghasilan auditor didominasi oleh 1 klien besar. Meskipun kondisi ini bisa tidak menyulitkan, namun suatu saat bisa terjadi dimana penyesuaian negatif atas laba diperlukan akan tetapi klien bisa menekan penyesuaian ini dengan mengancam akan pindah atau ganti pada auditor lain (Brooks, 1995). Locus Of Control

Locus of control yaitu salah satu indikator yang menjelaskan persepsi seseorang terhadap siapa yang menentukan nasibnya. Penelitian tentang Locus of Control (LOC) dipelopori oleh Rotter (1966). Rotter mencatat bahwa : 1. Different people, given identical conditions for learning, learn different things 2. Some people respond predictably to reinforcement, others less so, and some respond

unpredictably 3. Some people see a direct and strong connection between their behaviour and the rewards and

punishments received.

Pada hakikatnya, manusia digolongkan ke dalam internal Locus of Control dan eksternal Locus of Control. Individu dengan internal Locus of Control akan cenderung berperilaku etis dalam situasi konflik audit dibanding dengan individu dengan eksternal Locus of Control. Ciri pembawaan internal Locus of Control adalah mereka percaya bahwa hasil dari suatu aktivitas sangat tergantung pada usaha dan kerja keras orang itu sendiri. Sedangkan orang dengan eksternal Locus of Control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya dan mereka yakin bahwa apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti takdir, keberuntungan, nasib dan peluang. Oleh karena itu, auditor dengan ekternal Locus of Control lebih besar kemungkinan untuk memenuhi permintaan klien (Muawanah & N. Indriantoro, 2001).

Rotter (1966) percaya bahwa internal locus of control memperlihatkan 2 (dua) karakteristik penting, yaitu motivasi prestasi yang tinggi dan outer-directedness yang rendah. Interaksi antara Locus of Control dengan Pertimbangan Etis

Brownell (1982), Fruott dan Shecron (1991) seperti dikutip Purnomo (2004), melakukan penelitian untuk menguji pengaruh Locus of Control terhadap hubungan partisipasi

Page 8: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

90

penganggaran dan kinerja dalam kepuasan kerja. Brownell menggunakan sampel manajer tingkat menengah sektor industri di USA. Sedangkan Frucott dan Shecron melakukan penelitian pada manajer tingkat menengah di Mexico. Kesimpulan dari kedua penelitian ini adalah tidak ada pengaruh signifikan Locus of Control terhadap partisipasi penganggaran dan kinerja.

Trevino (1986), seperti dikutip Muawanah (2000), menyatakan bahwa variabel personalitas seperti LOC dapat berinteraksi dengan kesadaran etis untuk mempengaruhi perilaku individual dalam dilema etis (Tsui dan Gul, 1996). Jadi hubungan antara LOC dengan perilaku auditor bisa tergantung pada kesadaran etis auditor. Sementara itu Rotter (1966), seperti dikutip Muawanah (2000), berpendapat bahwa konstruk internal-eksternal merupakan variabel personalitas seperti LOC relatif lebih stabil dibanding dengan kesadaran etis, sebab level kesadaran etis dapat ditingkatkan melalui intervensi etika dan pendidikan formal. Hasil dari kedua penelitian tersebut menyatakan bahwa interaksi antara LOC dengan kesadaran etis mempengaruhi perilaku auditor dala situasi konflik audit.

Penelitian dilakukan oleh Muawanah (2000) yang bertujuan untuk menguji pengaruh interaksi antara variabel personalitas (LOC dan komitmen profesi) dengan variabel cognitive style (kesadaran etis) terhadap pengambilan keputusan auditor dalam situasi konflik audit. Responden terdiri dari 75 auditor berpengalaman dari kantor akuntan besar, sedang dan kecil di Indonesia yang terdaftar dalam Directory Kantor Akuntan Publik yang dikeluarkan IAI yang diperoleh dari mail survey. Data analisis yang digunakan adalah dengan teknik regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa auditor dengan internal LOC memiliki kesadaran etis lebih baik daripada auditor dengan eksternal LOC.

Zoraifi, R., (2003) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh interaksi variabel personalitas (yaitu LOC, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja) dengan variabel kognitif (perimbangan etis) terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Responden terdiri dari 66 audior yang berkerja di KAP berukuran kecil dengan jumlah staf kurang dari 50 orang yang berada di wilayah Jawa Tengah dan DIY, yang didapat melalui mail survey. Zoraifi menggunakan analisa regresi berganda untuk menguji hipotesis yang diajukan. Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan perilaku etis yang dipengaruhi oleh faktor LOC, dimana responden dengan internal LOC dibanding responden dengan eksternal LOC. Ha1 : Interaksi antara locus of control dan pertimbanga etis berpengaruh terhadap perilaku

auditor dalam situasi konflik audit. Self Efficacy

Self efficacy merupakan keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu aktivitas dengan berhasil. Konsep self efficacy pada dasarnya bersumber dari Social Learning Theory yang dikembangkan oleh Bandura (1986) yang menekankan hubungan kausal timbal balik (reciprocal determinism) antara faktor lingkungan, perilaku dan faktor personal yang saling terkait. Self efficacy (efikasi diri) menurut Bandura (1986) yaitu sebagai keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan suatu kegiatan dengan berhasil. Menurut Bandura (1986), self efficacy tidak terkait dengan kemampuan sebenarnya melainkan dengan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang. Istilah self efficacy disini, lebih tepat merupakan persepsi seseorang mengenai sejauh mana dirinya memiliki kemampuan, potensi dan kecenderungan yang ada pada dirinya untuk dipadukan menjadi tindakan khusus.

Secara umum, self efficacy dapat diartikan sebagai keyakinan khusus yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan melibatkan kepercayaan seseorang bahwa dia mampu untuk

Page 9: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

91

melakukan suatu tindakan tertentu pada situasi tertentu (kompetensi). Kepercayaan ini muncul akibat pengalaman individu itu sendiri atas perilakunya dan perilaku orang lain pada situasi yang sama/hampir sama pada masa lalu. Self efficacy memiliki beberapa indikator (Steers dan Porter, 1996:254-256), yaitu: a. Orientasi Pada Tujuan b. Orientasi Kendali Kontrol c. Berapa banyak usaha yang dikembangkan dalam situasi d. Berapa lama seseorang bertahan dalam menghadapi hambatan Interaksi antara Self Efficacy dengan Pertimbangan Etis

Hackett dan Betz (1981) dalam Herawati (2002) menyatakan bahwa self efficacy sebagai suatu variabel yang mungkin mempengaruhi perilaku pencapaian, keputusan akademis maupun karir dan penyesuaian karir. Individu-individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan lebih gigih dalam usaha untuk mencapai tujuan bahkan ketika menghadapi kesulitan ataupun situasi yang menantang (konflik). Sementara individu-individu yang memiliki self efficacy yang rendah akan memiliki usaha yang rendah atau menyerah ketika menghadapi kesulitan (Bandura, 1986).

Self efficacy yang dipersepsikan individu dapat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam performansi yang akan datang dan pada gilirannya dapat pula menjadi faktor yang ditentukan oleh pola keberhasilan-kegagalan performansi yang pernah dialami (Herawati, 2002). Keyakinan yang kuat tentang kemampuan individu sangat menentukan usahanya untuk mencoba mengatasi situasi yang sulit (konflik) terutama bila dikaitkan dengan dilema etis dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan pertimbangan etis didalamnya. Ha2 : Interaksi antara self efficacy dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap perilaku

auditor dalam situasi konflik audit. Tingkat Pendidikan

Sudibyo (1995) dalam Khomsiyah dan Indriantoro (1997) menyatakan bahwa pendidikan akuntansi (pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan sebab pendidikan tinggi akuntansi tidak saja bertanggung jawab pada pengajaran ilmu pengetahan bisnis dan akuntansi (transformasi ilmu pengetahuan) semata kepada mahasiswanya, tetapi lebih dari itu bertanggung jawab mendidik mahasiswa agar mempunyai kepribadian (personality) yang utuh sebagai manusia.

Hiltebeitel & Jones (1992) dalam Ludigdo (1999) melakukan penelitian dengan eksperimen tentang penilaian instruksi etis dalam pendidikan akuntansi. Hasilnya menunjukkan bahwa pengambilan keputusan etis dipengaruhi oleh pengintegrasian etika ke dalam mata kuliah yang diajarkan.

Di Indonesia, pendidikan dapat ditempuh melalui jalur formal dan informal. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan terbagi atas SLTA, D3, S1, S2 dan S3. Informasi mengenai tingkat pendidikan diperoleh dari data demografik responden. Interaksi antara Tingkat Pendidikan dengan Pertimbangan Etis

Browning & Zabriskie (1983) dalam Ford & Richardson (1994) menemukan bahwa manajer pembelian dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memandang hadiah sebagai hal yang

Page 10: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

92

tidak etis dibanding manajer pembelian dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Demikian pula, seorang auditor yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung memiliki pola pemikiran, sikap dan perilaku etis yang lebih tinggi pula sebab mereka akan selalu menjaga dan mempertahankan kode etik profesi mereka dalam situasi apapun termasuk situasi konflik. Dalam hal ini, pertimbangan etis memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga integritas, kompetensi dan independensi dalam setiap konflik yang dihadapi auditor. Ha3 : Interaksi antara tingkat pendidikan dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Pengalaman Kerja

Kombinasi antara realitas kerja, konflik kepentingan dan idealisme akan melahirkan perilaku yang mungkin akan berbeda terutama dalam bidang etika. Nilai moral seseorang umumnya akan meningkat seiring makin banyaknya pengalaman yang dihadapi selama hidupnya. Banyak penelitian yang memfokuskan pada hubungan antara senioritas sebagai masa seseorang menjalankan pekerjaan tertentu. Riset membutuhkan bahwa ada hubungan positif antara senioritas dan produktivitas karyawan, semakin tinggi pula senioritasnya (semakin lama masa kerja/pengalaman kerja) maka semakin tinggi pula tingkat produktivitas karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

Pada penelitian sebelumnya tidak terdapat kesamaan dalam hasil penelitian pada variabel pengalaman kerja terhadap perilaku etis. Beberapa penelitian mempertimbangkan pengaruh usia secara signifikan pada perilaku etis. Meskipun di sisi lain terdapat penelitian yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Misalnya, penelitian Callan (1992) seperti dikutip Reiss & Mitra (1998) menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan pada mahasiswa dengan atau tanpa pengalaman kerja pada perilaku etis.

Penelitian yang dilakukan Zoraifi, R. (2003) dengan 66 responden yang merupakan auditor yang bekerja di KAP kecil di wilayah Jawa Tengah dan DIY menyimpulkan bahwa ternyata lamanya kerja mempengaruhi perilaku etis auditor. Auditor yang mempunyai pengalaman kerja lebih lama mempunyai perilaku lebih etis dibanding auditor yang mempunyai pengalaman kerja yang singkat. Interaksi antara Pengalaman Kerja dengan Pertimbangan Etis

Penelitian Callan (1992) seperti dikutip Reiss & Mitra (1998) menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan pada mahasiswa akuntansi dengan atau tanpa pengalaman kerja pada perilaku etis.Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Arlow dan Ulrich (1980) dan Stevens (1984), terlihat bahwa mahasiswa yang mempunyai pengalaman kerja mempunyai perilaku lebih etis dibandingkan dengan mahasiswa tanpa pengalaman kerja. Pendapat ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Reiss & Mitra (1998) yang meneliti pengaruh locus of control, jenis kelamin, jurusan dan pengalaman kerja terhadap perilaku etis mahasiswa. Responden yang digunakan berjumlah 198 mahasiswa pada mid-sized southeastern yang dipilih secara acak pada enam kelas. Pengujian hipotesis menggunakan MANOVA. Ternyata mahasiswa dengan pengalaman kerja mempunyai perilaku etis dibanding mahasiswa tanpa pengalaman kerja.

Barney (1992) dalam Beekun (1997:7) berpendapat bahwa pengalaman kerja masa lalu seseorang baik positif maupun negatif merupakan kunci yang menjadi dasar munculnya sikap

Page 11: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

93

dan perilaku selanjutnya. Apabila seseorang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman kerja masa lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku yang semakin etis. Ha4 : Interaksi antara pengalaman kerja dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Jenis Kelamin

Pengertian gender dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu penggolongan gramatikal terhadap kata-kata benda dan kata-kata lain yang berkaitan dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan 2 jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin atau kenetralan. Perbedaan gender antara pria dan wanita dibentuk oleh beberapa hal, misalnya melalui sosialisasi, budaya yang berlaku serta kebiasaan-kebiasaan yang ada. Perbedaan gender ini sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (Laksmi & Indriantoro, 1999).

Banyak studi-studi psikologis menyatakan bahwa wanita lebih bersedia untuk memenuhi wewenang sedangkan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan (ekspektasi) untuk sukses. Secara kodrati karakter yang dimiliki antara pria dan wanita memang berbeda. Pria mempunyai kecenderungan berorientasi pribadi dibanding orientasi sosial. Kebanyakan pria lebih memilih mempunyai kompetensi tertentu dibanding dengan urusan moral (Eaton & Giacomico, 2000). Interaksi antara Jenis Kelamin dengan Pertimbangan Etis

Pandangan mengenai gender juga dihubungkan dengan maskulin dan feminitas. Sifat-sifat maskulin diidentifikasi sebagai sifat-sifat pria yaitu sifat superioritas, keras serta sifat kuat yang cenderung mempunyai konotasi positif dalam dunia kerja. Sifat-sifat seorang pemimpin sering diidentifikasi sebagai sifat maskulin. Hal ini berkebalikan dengan sifat-sifat feminim.

Beberapa hasil riset membuktikan bahwa pada umumnya suatu organisasi atau instituti dipimpin oleh laki-laki sebab secara psikologis laki-laki dalam menghadapi suatu permasalahan atau konflik mereka akan cenderung mengedepankan sikap dan perilaku lebih rasional daripada wanita. Semua tindakan dan keputusan yang diambil selalu dipertimbangkan secara rasional dan sedikit sekali menggunakan sifat emosional. Dalam menghadapi situasi konflik audit, auditor pria mempunyai sikap dan perilaku yang lebih etis dengan tetap mengedepankan pemikiran-pemikiran yang rasional serta proses pengambilan keputusan melibatkan logika dan pertimbangan etis mereka. Ha5 : Interaksi antara jenis kelamin dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap perilaku

auditor dalam situasi konflik audit.

METODOLOGI PENELITIAN Identifikasi Variabel

Berdasarkan landasan teori dan hipotesis penelitian, variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel dependen adalah Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit. 2. Variabel independen adalah faktor-faktor individual yang terdiri dari LOC, self efficacy,

tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan jenis kelamin. 3. Variabel moderating adalah Pertimbangan Etis.

Page 12: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

94

Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Sejauh mana auditor mau memenuhi tekanan auditi dalam situasi konflik yaitu suatu situasi yang terjadi ketika auditor dan auditi tidak sepakat dalam satu aspek fungsi attestasi yang merupakan indikan perilaku auditor dalam pengambilan keputusan etis. Instrumen yang digunakan untuk mengukur sejauh mana auditor bersedia memenuhi tekanan klien dalam situasi konflik audit berupa kasus pendek yang dikembangkan oleh Knapp (1985) dan telah diadopsi oleh Tsui dan Gul (1996). Responden diminta untuk mengambil keputusan dalam suatu kasus yang dihadapi dengan menerima atau menolak permintaan klien. Perilaku etis dan independen merupakan jawaban responden yang menolak permintaan klien sedangkan perilaku tidak etis dan tidak independen merupakan jawaban responden yang memenuhi permintaan klien. Locus of Control

Variabel ini dioperasionalkan sebagai konstruk internal-eksternal yang mengukur keyakinan seseorang atas kejadian yang menimpa kehidupannya. Untuk menentukan LOC dari responden, penelitian ini menggunakan skala The Work Locus of Control (WLCS) yang dikembangkan oleh Spector (1998) dalam Reiss & Mitra (1998). Lefcourt (1982) menyatakan bahwa Locus of Control diukur dengan menggunakan indikator: internal Locus, Eksternal Locus, combination Locus. Penggolongan internal maupun eksternal ditetapkan dengan means split. Jika jawaban responden diatas rata-rata, maka digolongkan sebagai internal dan sebaliknya, jika dibawah rata-rata maka digolongkan eksternal. Self Efficacy

Dioperasionalkan sebagai keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil mencapai tugas tertentu. Untuk menentukan self efficacy dari responden, penelitian ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Phillip dan Gully (1997) terdiri dari 6 (enam) item pertanyaan pada kuesioner B dan menggunakan skala Likers 6 point.

Steers da Porter (1996:254-256) menyatakan bahwa self efficacy diukur dengan menggunakan indikator : orientasi pada tujuan, orientasi kendali kontrol, berapa banyak usaha yang dikembangkan dalam situasi dan berapa lama seseorang bertahan dalam menghadapi hambatan. Penggolongan tinggi maupun rendah ditetapkan dengan means split. Jika jawaban responden diatas rata-rata, maka digolongkan sebagai self efficacy tinggi dan sebaliknya, jika dibawah rata-rata maka digolongkan self efficacy rendah. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan terdiri atas SLTA, D3, S1, S2 dan S3. Informasi mengenai tingkat pendidikan diperoleh dari data demografik responden. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja ditetapkan 4 (empat) tahun seperti yang digunakan oleh Tsui dan Gul (1996) dalam penelitiannya. Sebab menurut Tsui dan Gul (1996) dalam kurun waktu 4 (empat) tahun auditor dianggap telah berpengalaman dalam situasi konflik audit. Oleh karena itu,

Page 13: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

95

auditor yang memiliki pengalaman kerja kurang dari 4 (empat) tahun dimasukkan dalam auditor yang kurang pengalaman. Informasi mengenai pengalaman kerja sebagai auditor diperoleh dari data demografik responden. Jenis Kelamin

Jenis kelamin hanya membedakan wanita dan laki-laki. Informasi mengenai jenis kelamin diperoleh dari data demografik responden. Pertimbangan Etis

Dioperasionalkan sebagai kemampuan individu untuk mengevaluasi dan mempertimbang-kan nilai-nilai etika dalam suatu kejadian. Instrumen yang digunakan untuk mengukur pertimbangan etis adalah Multidimentional Ethics Scale (MES). Instrumen MES yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam moral kontruk, yaitu justice, utilitarianism dan cuture relatirism yang disertai dengan 3 ilustrasi kasus seperti yang digunakan Susanty (2002) dan Zoraifi (2003) yang diadopsi dari Cohen et.al. (1998). Populasi Dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja di Inspektorat di Propinsi Sulawesi Tenggara. Dari 13 (tiga belas) Inspektorat, jumlah auditor yang merupakan populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 273 orang auditor. Sedangkan jumlah sampel minimal yang harus diperoleh adalah sebanyak 48 auditor. Menurut Hair, Josep F., dkk (2006:196) menyatakan bahwa dalam penentuan ukuran sampel yang dapat mempengaruhi kemampuan hasil generalisasi adalah rasio pengamatan atau observasi terhadap masing-masing variabel bebas. Suatu aturan umum dari rasio pengamatan tersebut adalah 5 : 1 untuk variabel unobserve dan 1 : 1 untuk variabel observe. Hal ini berarti bahwa lima pengamatan atau observasi untuk masing-masing indikator unobserve dan 1 pengamatan ataua observasi untuk variabel observe. Dalam penelitian ini 3 variabel unobserve dan 3 variabel observe. Untuk 3 variabel unobserve masing-masing 3 indikator, jadi 3 x 3 x 5 = 45. Jika ditambahkan maka diperoleh hasil 48 pengamatan atau observasi.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian dengan cara random sampling dimana seluruh kuesioner dibagikan sebanyak mungkin kepada seluruh responden yang ada dalam populasi. Uji Validitas Dan Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data perlu diuji validitas dan reliabilitas, dengan tujuan agar kuesioner tersebut dapat menghasilkan apa yang diharapkan. Validitas berarti bahwa sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Alat yang menghasilkan data tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai alat dengan validitas rendah (kurang memadai).

Penelitian ini menggunakan instrumen yang telah digunakan oleh penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga validitas dan reliabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, tetap akan dilakukan pengujian ulang atas validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Uji validitas dilakukan dengan melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total konstruk.

Page 14: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

96

Selain itu, suatu alat pengukur dikatakan andal (reliable) apabila alat pengukur tersebut mampu memberikan pengukuran secara konsisten sesuai dengan apa yang telah diukurnya dan sejauh mana alat pengukur tersebut sama dengan dirinya sendiri (consistency). Uji reliabilitas akan dilakukan dengan cronbach’s alpha. Suatu variabel dapat dinyatakan reliabel jika menghasilkan nilai cronbach alpha > 0,60 (Nunnally, 1967). Uji Asumsi Klasik

Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi klasik yaitu tidak terjadi multikolonearitas, tidak terjadi heterokedastisitas, tidak terjadi autokorelasi, dan normalitas. Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji interaksi yang biasa disebut Moderated Regression Analysis (MRA) karena adanya variabel Pertimbangan Etis yang menjadi variabel moderating. Persamaan regresi yang digunakan adalah: 1. Persamaan untuk menguji H1 : PA = α + β1LOC + β6PE + β7LOC*PE + e 2. Persamaan untuk menguji H2 : PA = α + β2SE + β6PE + β8SE*PE + e 3. Persamaan untuk menguji H3 : PA = α + β3TP + β6PE + β9TP*PE + e 4. Persamaan untuk menguji H4 : PA = α + β4PK + β6PE + β10PK*PE + e 5. Persamaan untuk menguji H5 : PA = α + β5JK+ β6PE + β11JK*PE + e Keterangan: PA = perilaku auditor (Y) α = konstanta β1 - β 13 = koefisien regresi LOC = Locus of Control (X1) SE = Self Efficacy (X2) TP = Tingkat Pendidikan (X3) PK = Pengalaman Kerja (X4) JK = Jenis Kelamin (X5) PE = Pertimbangan Etis (X6) LOC*PE = Interaksi antara Locus of Control dengan Pertimbangan Etis SE*PE = Interaksi antara Self Efficacy dengan Pertimbangan Etis TP*PE = Interaksi antara Tingkat Pendidikan dengan Pertimbangan Etis PK*PE = Interaksi antara Pengalaman Kerja dengan Pertimbangan Etis JK*PE = Interaksi antara Jenis Kelamin dengan Pertimbangan Etis e = error term ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Data Demografi Responden

Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 128 orang. Dengan 64 orang berjenis kelamin laki-laki dan 64 orang berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar berpendidikan sarjana sebanyak 86 orang, diploma dan SLTA sebanyak 42 orang. Pengalaman

Page 15: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

97

kerja diatas 4 tahun sebanyak 79 orang dan pengalaman kerja dibawah 4 tahun sebanyak 49 orang.

Gambaran Umum Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Untuk mengetahui gambaran umum perilaku auditor yang bekerja di Inspektorat Daerah se Propinsi Sulawesi Tenggara, baik Inspektorat Propinsi, Inspektorat Kota dan Inspektorat Kabupaten, dihitung skor rata-rata jawaban responden atas ilustrasi kasus pendek yang disajikan dalam kuesioner. Skala yang digunakan berkisar antara 0 (sangat etis) sampai 100 (sangat tidak etis). Penentuan nilai rata-rata dilakukan dengan cara membagi jumlah nilai total jawaban responden dengan jumlah responden dalam penelitian. Kemuadian untuk menentukan penilaian pada variabel perilaku auditor didasarkan pada klasifikasi sebagai berikut : 0 < rata-rata ≤ mean → Etis Rata-rata > mean → Tidak Etis Hasil pengolahan data dipaparkan dalam bentuk tabel dibawah ini:

Pernyataan Mean Penilaian Asumsikan bahwa anda adalah seorang auditor pada Dinas XY. Pada proses pemeriksaan terhadap pengadaan jasa kontruksi anda menemukan terjadi indikasi KKN antara panitia dengan penyedia jasa. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya dokumen penawaran dari penyedia jasa dibuat oleh panitia pengadaan. Namun karena pemeriksaan dilakukan setelah berakhirnya masa anggaran dimana hasil pekerjaan penyedia jasa tersebut telah selesai dan diterima dengan kondisi baik. Di sisi lain, penyedia jasa tesebut merupakan penawar terendah sehingga menguntungkan keuangan daerah. Sebagai auditor Dinas XY, bagaimana kemugkinan anda mengabaikan temuan tersebut?

65,47 Etis

Dari hasil perhitungan nilai rata-rata jawaban responden diperoleh nilai rata-rata sebesar

65,4688. Berdasarkan kriteria diatas dapat diketahui bahwa rata-rata perilaku auditor termasuk dalam kategori etis. Ini berarti bahwa auditor yang bekerja di Inspektorat Daerah se Propinsi Sulawesi Tenggara memiliki perilaku etis dalam situasi konflik audit. Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Hasil uji validitas untuk variabel locus of control menunjukkan bahwa korelasi antara masing-masing pertanyaan (LOC1 sampai dengan LOC6) terhadap total skor kontruk (JML_LOC) menunjukkan hasil yang singnifikan. Untuk hasil uji validitas variabel self efficacy juga menunjukkan hasil korelasi yang signifikan antara masing-masing pertanyaan (SE1 sampai dengan SE6) terhadap total skor konstruknya (JML_SE). Demikian pula hasil pengujian validitas terhadap variabel pertimbangan etis menunjukkan bahwa korelasi antara masing-masing pertanyaan (KAS1 sampai dengan KAS9) terhadap total skor konstruk (JML_KAS) diperoleh hasil yang signifikan.

Hasil uji reliabilitas untuk variabel dependen dan variabel pemoderasi juga menunjukkan hasil yang reliabel. Nilai cronbach alpha yang dihasilkan > 0,6 sehingga variabel locus of control, self efficacy dan pertimbangan etis yang digunakan dinyatakan reliabel.

Page 16: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

98

Pengujian Multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas diketahui dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai Tolerance. Nilai cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan VIF > 10 (Gozali, 2007:93).

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa nilai Tolerance dari masing-masing variabel memiliki nilai < 0,10 yaitu berada dikisaran 0,013 – 0,072. Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas jika dilihat dari nilai tolerance-nya. Sedangkan jika dilihat dari nilai VIF-nya, hasil pengujian diperoleh dengan dikisaran 13,892 – 77,793. Ini menunjukkan adanya multikolinearitas. Namun, menurut Gozali (2007:167), regresi dengan variabel interaksi umumnya menimbulkan masalah oleh karena akan terjadi multikolinearitas yang tinggi antara variabel independen, hal ini disebabkan pada variabel moderat ada unsur variabel independen dan variabel moderasi. Selanjutnya Gozali mengemukakan bahwa hubungan multikolinearitas lebih dari 80% menimbulkan masalah dalam regresi.

Dari hasil pengujian menunjukkan nilai VIF < 80% atau berada dikisaran 13,892 – 77,793. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas karena nilai VIF < 80% dan nilai tolerance <0,10. Pengujian Autokorelasi

Hasil pengujian diperoleh nilai DW sebesar 1,578. Nilai tabel pada tingkat signiikansi 5%, jmlah sampel 128 dan jumlah variabel independen 6, didapatkan nilai dL 1,550 dan dU 1,803. Oleh karena nilai DW 1,578 lebih besar dari batas atas (dU) 1,550 dan kurang 4 - 1,803, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi Pengujian Heteroskedastisitas

Dari grafik (lihat di lampiran), terlihat titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun dibawah ataupun diatas angka 0 pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak untuk prediksi perilaku auditor dalam situasi koflik audit berdasarkan variabel independennya. Pengujian Normalitas

Dari tampilan grafik normal plot (lihat di lampiran) dapat dilihat bahwa data (titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Demikian pula pada grafik hitogram menunjukkan pola distribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Selain itu diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,547 dan tidak signifikan pada 0,05 (karena p=0,926 > 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa residual terdistribusi secara normal. Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian Hipitesis 1

Ho1 : Interaksi antara Locus of Control (LOC) dan pertimbangan etis tidak berpengaruh terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Ho1 : b1 = 0

Page 17: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

99

Ha1 : Interaksi antara Locus of Control (LOC) dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Ha1 : b1 ≠ 0 Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah diterima atau ditolak dengan melihat

tingkat signifikansi 5%. Adapun ketentuan penerimaan atau penilakan terjadi jika signifikansi (p-value) ≤ 0,05 maka Ha1 diterima dan Ho1 ditolak. Jika signifikansi (p-value) > 0,05 maka Ho1 diterima dan Ha1 ditolak. Koefisien β7 (lihat di lampiran) merupakan interaksi antara locus of control dengan pertimbangan etis. Sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel Pertimbangan Etis merupakan variabel moderating. Ini dapat disimpulkan Ho1 ditolak dan Ha1 diterima yang berarti bahwa interaksi antara locus of control dan Pertimbangan Etis berpengaruh signifikan terhadap Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit.

Hasil penelitian ini memberi konfirmasi atas penelitian yang dilakukan oleh Rotter (1966), Trevino (1986), dan Tsui & Gul (1996). Namun penelitian ini tidak memberikan dukungan terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh Brownell (1982), Frucott dan Shecron (1991). Dengan demikian, penelitian ini memberikan dukungan empiris terhadap literatur Akuntansi Keperilakuan, terutama mengenai topik aspek pengambilan keputusan (Siegel dan Marconi, 1989), yang menyebutkan bahwa pengambilan keputusan individu dipengaruhi oleh personalitas dan cognitive style. Individu dengan tipe yang personalitas yang sama bisa memiliki cognitive style yang berbeda. Pengujian Hipotesis 2 Ho2 : Interaksi antara self efficacy dan pertimbangan etis tidak berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Ho2 : b2 = 0 Ha2 : Interaksi antara self efficacy dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap perilaku

auditor dalam situasi konflik audit. Ha2 : b2 ≠ 0

Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah diterima atau ditolak dengan melihat tingkat signifikansi 5%. Adapun ketentuan penerimaan atau penilakan terjadi jika signifikansi (p-value) ≤ 0,05 maka Ha2 diterima dan Ho2 ditolak. Jika signifikansi (p-value) > 0,05 maka Ho2 diterima dan Ha2 ditolak. Koefisien β8 (lihat di lampiran) merupakan interaksi antara self efficacy dengan pertimbangan etis. Sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel pertimbangan etis merupakan variabel moderating. Ini dapat disimpulkan Ho2 ditolak dan Ha2 diterima yang berarti bahwa interaksi antara self efficacy dan pertimbangan etis berpengaruh signifikan terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Lee & Bobko (1994). Individu dengan tipe self efficacy yang sama bisa memiliki pertimbangan etis yang berbeda sehingga akan berperilaku yang berbeda pula. Pengujian Hipotesis 3 Ho3 : Interaksi antara tingkat pendidikan dan pertimbangan etis tidak berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Ho3 : b3 = 0 Ha3 : Interaksi antara tingkat pendidikan dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Ha3 : b3 ≠ 0

Page 18: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

100

Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah diterima atau ditolak dengan melihat tingkat signifikansi 5%. Adapun ketentuan penerimaan atau penilakan terjadi jika signifikansi (p-value) ≤ 0,05 maka Ha3 diterima dan Ho3 ditolak. Jika signifikansi (p-value) > 0,05 maka Ho3 diterima dan Ha3 ditolak. Koefisien β9 (lihat di lampiran) merupakan interaksi antara tingkat pendidikan dengan pertimbangan etis. Karena nilai koefisien β9 menunujukkan tingkat signifikansi kurang dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel pertimbangan etis merupakan variabel moderating. Ini dapat disimpulkan Ho3 ditolak dan Ha3 diterima yang berarti bahwa interaksi antara tingkat pendidikan dan pertimbangan etis berpengaruh signifikan terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Hasil penelitian ini memberikan konfirmasi terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh Browning & Zabrikie (1983) yang menyatakan bahwa interaksi antara tingkat pendidikan dengan pertimbangan etis berpengaruh terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Semakin tinggi tingkat pendidikan auditor dan diperkuat dengan pertimbangan etis yang tinggi maka akan semakin kuat perilaku auditor untuk menolak setiap permintaan klien yang melanggar kode etik dan standar pemeriksaan sehingga lebih independen. Pengujian Hipotesis 4

Ho4 : Interaksi antara pengalaman kerja dan pertimbangan etis tidak berpengaruh terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Ho4 : b4 = 0 Ha4 : Interaksi antara pengalaman kerja dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap

perilaku auditor dalam situasi konflik audit. Ha4 : b4 ≠ 0

Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah diterima atau ditolak dengan melihat tingkat signifikansi 5%. Adapun ketentuan penerimaan atau penilakan terjadi jika signifikansi (p-value) ≤ 0,05 maka Ha4 diterima dan Ho4 ditolak. Jika signifikansi (p-value) > 0,05 maka Ho4 diterima dan Ha4 ditolak. Koefisien β10 (lihat di lampiran) merupakan interaksi antara pengalaman kerja dengan pertimbangan etis. Karena nilai koefisien β10 menunjukkan tingkat signifikansi lebih dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel pertimbangan etis bukan merupakan variabel moderating. Ini dapat disimpulkan Ho4 diterima dan Ha4 ditolak yang berarti bahwa interaksi antara tingkat pendidikan dan pertimbangan etis tidak berpengaruh terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Hasil penelitian ini mengkonfirmasi hasil penelitian yang dilakukan oleh Callan (1992). Namun tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Arlow dan Ulrich (1980) dan Stevens (1984). Auditor yang memiliki pengalaman kerja yang berbeda dengan pertimbangan etis yang berbeda, baik pada level tinggi maupun rendah, memiliki kecenderungan yang berbeda pula dalam berperilaku dalam menolak atau menerima permintaan klien.

Hasil penelitian ini menjadi unik karena seperti yang diketahui bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki seorang auditor yang diindikasikan dengan semakin lamanya dia bekerja sebagai auditor dan diperkuat dengan tingginya independensi yang mereka miliki maka akan semakin kuatperilaku auditor untuk menolak setiap permintaan klien yang bertentangan dengan standar pengauditan. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan cara pandang dalam mengartikan atau menginterpretasikan suatu situasi atau kondisi saat auditor menjalankan tugasnya. Dalam penelitian ini, dengan ilustrasi kasus yang diajukan untuk mengetahui respon auditor, terdapat beberapa alasan mengapa auditor menentukan suatu jawaban. Pertama, auditor mengetahui bahwa secara administrasi kondisi dalam ilustrasi kasus yang diajukan

Page 19: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

101

mengindikasikan adanya penyimpangan sehingga harus dilakukan peninjauan ulang dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Kondisi tersebut menjadi temuan dengan rekomendasi peninjauan kembali pelaksanaan kegiatan dari proses awal hingga penyerahan hasil secara administrasi dimana harus sesuai dengan peraturan perundangan yang telah ditetapkan dan peninjauan kembali personal yang menjadi panitia kegiatan untuk kegiatan selanjutnya. Jika secara fisik ditemukan adanya kerugian material maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan. Kedua, auditor mengetahui secara administrasi kondisi tersebut menyimpang namun tidak menjadikannya sebagai temuan karena pelaksanaan kegiatan telah selesai dan diterima dengan kondisi baik sehingga dalam memberikan rekomendasi berupa perbaikan administrasi. Ketiga, auditor tidak menjadikan kondisi tersebut sebagai temuan karena menguntungkan secara materi (penawaran yang diajukan rendah sehingga menghemat pengeluaran daerah) walaupun dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dari ketiga klasifikasi alasan di atas, auditor lebih banyak menggunakan alasan yang kedua dan ketiga walaupun dengan pilihan jawaban (skor yang dipilih) cenderung tidak mengabaikan temuan. Perbedaan inilah yang mengakibatkan auditor cenderung berperilaku tidak etis. Pengalaman kerja tidak menjadikan auditor mampu untuk menginterpretasikan kondisi dengan benar. Penyebab perbedaan dalam menginterpretasi kondisi tersebut dapat dimungkinkan karena perbedaan dalam memahami ketentuan peraturan perundangan.

Selain adanya perbedaan cara pandang dalam interpretasi kondisi, tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan cenderung diabaikan. Sehingga perbaikan proses pelaksanaan kegiatan akan terhambat. Pengujian Hipotesis 5

Ho5 : Interaksi antara jenis kelamin dan pertimbangan etis tidak berpengaruh terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Ho5 : b5 = 0 Ha5 : Interaksi antara jenis kelamin dan pertimbangan etis berpengaruh terhadap perilaku

auditor dalam situasi konflik audit. Ha5 : b5 ≠ 0

Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah diterima atau ditolak dengan melihat tingkat signifikansi 5%. Adapun ketentuan penerimaan atau penilakan terjadi jika signifikansi (p-value) ≤ 0,05 maka Ha5 diterima dan Ho5 ditolak. Jika signifikansi (p-value) > 0,05 maka Ho5 diterima dan Ha5 ditolak. Koefisien β11 (lihat di lampiran) merupakan interaksi antara jenis kelamin dengan pertimbangan etis. Karena nilai koefisien β11 menunjukkan tingkat signifikasi lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel pertimbangan etis bukan merupakan variabel moderating. Ini dapat disimpulkan Ho5 diterima dan Ha5 ditolak yang berarti bahwa interaksi antara jenis kelamin dan pertimbangan etis tidak berpengaruh terhadap perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Page 20: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

102

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. H1 diterima. Interaksi antara locus of control dengan pertimbangan etis adalah signifikan.

Hasil analisis yang dilakukan telah memberikan dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu interaksi antara locus of control dengan pertimbangan etis mempengaruhi perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

2. H2 diterima. Interaksi antara self efficacy dengan pertimbangan etis adalah signifikan. Analisis yang dilakukan telah memberikan dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu interaksi antara self efficacy dengan pertimbangan etis mempengaruhi perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

3. H3 diterima. Interaksi antara tingkat pendidikan dengan pertimbangan etis adalah signifikan, yang berarti bahwa interaksi antara tingkat pendidikan dengan pertimbangan etis mempengaruhi perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

4. H4 tidak diterima. Interaksi antara pengalaman kerja dengan pertimbangan etis adalah tidak signifikan. Hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini tidak memberikan dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu interaksi antara pengalaman kerja dengan pertimbangan etis tidak mempengaruhi perilaku auditor dalam menghadapi situasi konflik audit.

5. H5 tidak diterima. Interaksi antara jenis kelamin dengan pertimbangan etis adalah tidak signifikan. Hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini tidak memberikan dukungan terhadap hipotesis yang diajukan yaitu interaksi antara jenis kelamin dengan pertimbangan etis tidak mempengaruhi perilaku auditor dalam situasi konflik audit.

Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang membatasi kesempurnaa, yaitu: 1. Tujuan riset dibidang akuntansi keperilakuan umumnya adalah untuk memprediksi dan

menjelaskan suatu fenomena perilaku yang terjadi atau mungkin terjadi, namun sangat sulit untuk memprediksi perilaku dengan derajat kepastian yang tinggi.

2. Penelitian ini tidak membedakan perilaku auditor berdasarkan luasnya wilayah kerja dan jumlah auditor dalam Inspektorat Daerah. Penelitan yang akan datang hendaknya membedakan perilaku auditor diantara Inspektorat Daerah tersebut. Selain itu perlu dihindari waktu-waktu sibuk di Inspektorat Daerah agar auditor lebih dapat terlibat dalam penelitian.

3. Data penelitian yang dihasilkan dari penggunaan instrumen yang mendasari pada persepsi jawaban responden. Peneliti hanya menerapkan metode survey untuk mengumpulkan data yang mengakibatkan tidak bias dilakukan kontrol atas jawaban responden. Responden bisa tidak jujur dalam pengisian kuesioner.

Saran Dengan memperhatikan hasil penelitian ini, maka diharapkan: 1. Pemerintah Daerah secara umum dan Inspektorat Daerah secara khusus harus

memperhatikan dan mampu mengelola faktor-faktor individual yang melekat pada sumber daya manusia yang dimiliki sehingga dapat mengoptimalkan peran mereka dalam mencapai

Page 21: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

103

visi misi pemerintah daerah. Contohnya pada faktor locus of control, pemerintah daerah harus mampu membangkitkan semangat kerja pegawai dan memberikan kewenangan yang proporsional agar pegawai merasa “memiliki” pekerjaan tersebut.

2. Pemerintah Daerah harus memperbaiki kualitas pegawainya dengan meningkatkan kualitas pelatihan-pelatihan tentang ketentuan perundangan yang berlaku, sertifikasi dalam bidang pengadaan barang, auditor dan lainnya serta menempatan pegawai sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kebutuhan SKPD (satuan kerja perangkat daerah).

3. Penelitian mendatang dengan topik yang sama diarahkan untuk mempertimbangkan faktor personalitas yang lain seperti machiavellianism dan usia.

4. Penelitian mendatang dengan topik yang sama juga diharapkan mampu memperluas populasi penelitian tidak hanya di Inspektorat Daerah di wilayah Sulawesi Tenggara saja tetapi juga ke wilayah lain seperti Surabaya, Jakarta, Sulawesi Selatan dan yang lainnya agar makin memperkaya lingkup penelitian.

DAFTAR PUSTAKA Bandura, Albert, 1997, Self – Efficacy: The Exercise of Control,W. H. Freeman and Company,

United States of America. Borkowski, Susan C. Dan Yusuf J. Ugras, 1992, The Effect of Gender and Academic Disicpline

Diversity on The Ethical Avaluations, Accounting Horizon, September. Fauzi, Ahmad, 2001, Pengaruh Faktor-faktor Individual Terhadap Perilaku Etis Mahasiswa

Akuntansi, Program Pascasarjana, UGM, Yogyakarta. French, Warren dan David Allbright, 1998, Resolving a Moral Conflict through Discourse,

Journal of Business Ethics 17:177-194. Ford, Robert C., dan Richardson, Woodrow D., 1994, Ethical Decision Making: A Review of the

Empirical Literatur, Journal of Business Ethics 13: 205-221, 1994. Greenberg, J., dan Baron A. Robert, 2000, Behavior in Organizations, Prentice Hall, Eight

Edition. Gozali, Imam, 3006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Cetakan IV. Indriantoro, Nur dan B. Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan

Manajemen, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta. Khomsiyah dan Indriantoro, 1998, Pengaruh Orientasi Etika Terhadap Komitmen dan

Sensitivitas Etika Auditor Pemerintah di DKI Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 1 No. 1.

Knapp, Michael C., 1987, An Empirical Study of Audit Committee Support for Auditors Involved in Technical Disputes withClient Management, The Accounting Review, July, Vol. LXII No.3.

Kuntari, Yenni dan Wijaya I. Kusuma, 2001, Pengalaman Organisasi, Evaluasi Terhadap Kinerja dan Hasil Karir Pada Kantor Akuntan Publik: Pengujian Pengaruh Gender, Jurnal Ekonomi dan isnis Indonesia, Vol. 16 No. 1, 74-87.

Loe, Terry W., Linda ferell, dan Phylis Mansfield, 2000, A Review of Empirical Studies Assessing Ethical Decision Making in Business, Journal of Business Ethical 25 : 185-204, 2000.

Ludigdo dan Maryani, 2001, Survei Atas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis Akuntan, TEMA, Vol. II No.1.

Muawanah, Umi dan N. Indriantoro, 2001, Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit: Peran Locus of Control, Komitmen Profesi dan Kesadaran Etis, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol. 4 :133-150.

Page 22: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

104

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2007 tentang Norma Pengawasan Dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

Prasetyo, P. Priyono, 2002, Pengaruh Locus of Control Terhadap Hubungan Antara Ketidakpastian Lingkungan Dengan Karakteristik Informasi Sistem Akuntansi Manajemen, Jurnal Rist Akuntansi Indonesia, Vol. 5 No. 1.

Reiss, M. C. dan K. Mitra, 1998, The Effect f Individual Difference Factors on The Acceptability of Ethical and Unethical Workplace Behaviors, Journal of Business Ethics, Vol. 17 : 158-159.

Robbin, S.P. dan Timothy A. Judge, 2008, Perilaku Organisasi : Organizational Behavior, Jakarta, Edisi 12, Salemba Empat.

Tim Fokus, 2002, Informasi, Fakta dan Pelajaran di Kasus Enron yang dikumpulkan dan disusun oleh IIA, Majalah Auditor Internal: 11-12.

Wahyuni dan Widyastuty, 2003, Pengaruh Kepribadian Terhadap Self Efficacy dan Proses Penentuan (Tujuan) Goal Setting Dalam Rangka Memprediksi Kinerja Individu (Penelitian Pada Mahasiswa di Wilayah DIY), Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 3 No. 1: 01-07.

Wimbrush, C. James, 1999, The Effectof Cognitive Moral Development and Supervisory Influence on Subordinates Ethical Behavior, Journal of Business Ethics 18 : 383-395.

Wikipedia Encyclopedia. Locus of Control. Wikipedia Encyclopedia. Self Efficacy. Zoraifi, Renata, 2003, Pengaruh Locus of Control, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja dan

Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit, Program Pascasarjana, UGM, Yogyakarta.

Page 23: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

105

Lampiran

UJI VALIDITAS VARIABEL LOCUS OF CONTROL

LOC1 LOC2 LOC3 LOC4 LOC5 LOC6 JML_LOC LOC1 Pearson

Correlation 1 .607(**) .596(**) .503(**) .615(**) .353(**) .780(**) Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000 .000 .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 LOC2 Pearson

Correlation .607(**) 1 .612(**) .628(**) .655(**) .458(**) .835(**) Sig. (2-tailed) .000 . .000 .000 .000 .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 LOC3 Pearson

Correlation .596(**) .612(**) 1 .512(**) .665(**) .416(**) .815(**) Sig. (2-tailed) .000 .000 . .000 .000 .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 LOC4 Pearson

Correlation .503(**) .628(**) .512(**) 1 .606(**) .493(**) .779(**) Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 . .000 .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 LOC5 Pearson

Correlation .615(**) .655(**) .665(**) .606(**) 1 .455(**) .863(**) Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 . .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 LOC6 Pearson

Correlation .353(**) .458(**) .416(**) .493(**) .455(**) 1 .652(**) Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 . .000 N 128 128 128 128 128 128 128 JML_LOC

Pearson Correlation .780(**) .835(**) .815(**) .779(**) .863(**) .652(**) 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 . N 128 128 128 128 128 128 128

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). UJI VALIDITAS VARIABEL SELF EFFICACY

SE1 SE2 SE3 SE4 SE5 SE6 JML_SE SE1 Pearson Correlation 1 .457(**) .416(**) .415(**) .415(**) .454(**) .747(**) Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000 .000 .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 SE2 Pearson Correlation .457(**) 1 .297(**) .315(**) .219(*) .261(**) .591(**) Sig. (2-tailed) .000 . .001 .000 .013 .003 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 SE3 Pearson Correlation .416(**) .297(**) 1 .357(**) .427(**) .284(**) .669(**) Sig. (2-tailed) .000 .001 . .000 .000 .001 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 SE4 Pearson Correlation .415(**) .315(**) .357(**) 1 .505(**) .399(**) .734(**) Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 . .000 .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 SE5 Pearson Correlation .415(**) .219(*) .427(**) .505(**) 1 .508(**) .732(**) Sig. (2-tailed) .000 .013 .000 .000 . .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 SE6 Pearson Correlation .454(**) .261(**) .284(**) .399(**) .508(**) 1 .702(**) Sig. (2-tailed) .000 .003 .001 .000 .000 . .000 N 128 128 128 128 128 128 128 JML_SE

Pearson Correlation .747(**) .591(**) .669(**) .734(**) .732(**) .702(**) 1 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 . N 128 128 128 128 128 128 128

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 24: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

106

UJI VALIDITAS VARIABEL PERTIMBANGAN ETIS

KAS1 KAS2 KAS3 KAS4 KAS5 KAS6 KAS7 KAS8 KAS9 JML_KAS KAS1 Pearson

Correlation 1 .807(**) .775(**) .145 .169 .102 .262(**) .227(*) .235(**) .674(**)

Sig. (2-tailed) . .000 .000 .104 .056 .253 .003 .010 .008 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128KAS2 Pearson

Correlation .807(**) 1 .718(**) .138 .096 .083 .232(**) .258(**) .230(**) .646(**)

Sig. (2-tailed) .000 . .000 .121 .280 .353 .008 .003 .009 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128KAS3 Pearson

Correlation .775(**) .718(**) 1 .123 .203(*) .167 .147 .178(*) .179(*) .635(**)

Sig. (2-tailed) .000 .000 . .167 .021 .060 .098 .044 .043 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128KAS4 Pearson

Correlation .145 .138 .123 1 .495(**) .603(**) .158 .179(*) .123 .488(**)

Sig. (2-tailed) .104 .121 .167 . .000 .000 .074 .043 .165 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128KAS5 Pearson

Correlation .169 .096 .203(*) .495(**) 1 .699(**) .239(**) .257(**) .201(*) .577(**)

Sig. (2-tailed) .056 .280 .021 .000 . .000 .007 .003 .023 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128KAS6 Pearson

Correlation .102 .083 .167 .603(**) .699(**) 1 .186(*) .197(*) .291(**) .566(**)

Sig. (2-tailed) .253 .353 .060 .000 .000 . .035 .026 .001 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128KAS7 Pearson

Correlation .262(**) .232(**) .147 .158 .239(**) .186(*) 1 .711(**) .802(**) .680(**)

Sig. (2-tailed) .003 .008 .098 .074 .007 .035 . .000 .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128KAS8 Pearson

Correlation .227(*) .258(**) .178(*) .179(*) .257(**) .197(*) .711(**) 1 .664(**) .666(**)

Sig. (2-tailed) .010 .003 .044 .043 .003 .026 .000 . .000 .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128KAS9 Pearson

Correlation .235(**) .230(**) .179(*) .123 .201(*) .291(**) .802(**) .664(**) 1 .679(**)

Sig. (2-tailed) .008 .009 .043 .165 .023 .001 .000 .000 . .000 N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128JML_KAS Pearson

Correlation .674(**) .646(**) .635(**) .488(**) .577(**) .566(**) .680(**) .666(**) .679(**) 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 . N 128 128 128 128 128 128 128 128 128 128** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). UJI RELIABILITAS VARIABEL LOCUS OF CONTROL

****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients N of Cases = 128.0 N of Items = 6 Alpha = .8773

Page 25: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

107

UJI RELIABILITAS VARIABEL SELF EFFICACY

UJI RELIABILITAS VARIABEL PERTIMBANGAN ETIS

UJI MULTIKOLINEARITAS

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Collinearity Statistics Model

B Std. Error Beta

t

Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 69.323 10.290 6.737 .000 Locus Of Control 4.443 1.644 .173 2.703 .008 .054 18.374 Self Efficacy 10.352 1.850 .312 5.597 .000 .072 13.892 Jenis Kelamin 1.107 3.105 .023 .356 .722 .055 18.201 Tingkat Pendidikan 4.385 4.917 .085 .892 .374 .025 40.242 Pengalaman Kerja 8.738 3.446 .175 2.536 .013 .047 21.338 Pertimbangan Etis 7.287 3.328 .283 2.190 .031 .013 74.861 X1X6 -2.252 .448 -.626 -5.031 .000 .014 69.285 X2X6 -3.793 .512 -.977 -7.404 .000 .013 77.793 X3X6 -.398 .854 -.032 -.466 .642 .049 20.592 X4X6 -.256 1.304 -.017 -.196 .845 .029 34.103 X5X6 -2.521 .908 -.183 -2.775 .006 .052 19.394a Dependent Variable: Perilaku Auditor UJI AUTOKORELASI

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .987(a) .974 .972 4.117 1.578 a Predictors: (Constant), X5X6, X2X6, Jenis Kelamin, X4X6, Locus Of Control, Self Efficacy, X3X6, Pengalaman Kerja,

Tingkat Pendidikan, X1X6, Pertimbangan Etis b Dependent Variable: Perilaku Auditor UJI NORMALITAS

****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients N of Cases = 128.0 N of Items = 9 Alpha = .8059

****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients N of Cases = 128.0 N of Items = 6 Alpha = .7858

Page 26: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

108

Normal P-P Plot of Regression Standa

Dependent Variable: Perilaku Auditor

Observed Cum Prob

1.00.75.50.250.00

Expe

cted

Cum

Pro

b

1.00

.75

.50

.25

0.00

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual N 128 Normal Parameters(a,b) Mean .0000000 Std. Deviation 3.93773611 Most Extreme Differences Absolute .048 Positive .048 Negative -.047 Kolmogorov-Smirnov Z .547 Asymp. Sig. (2-tailed) .926

a Test distribution is Normal. b Calculated from data. UJI HETEROKEDASTISITAS

Scatterplot

Dependent Variable: Perilaku Auditor

Regression Standardized Predicted Value

210-1-2-3

Reg

ress

ion

Stud

entiz

ed R

esid

ual

4

3

2

1

0

-1

-2

-3

UJI HIPOTESIS 1

Page 27: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

109

Variables Entered/Removed(b) Model Variables Entered Variables Removed Method 1 X1X6, Locus Of Control,

Pertimbangan Etis(a) . Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Perilaku Auditor Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,976(a) ,953 ,952 5,350 a Predictors: (Constant), X1X6, Locus Of Control, Pertimbangan Etis ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 72222,067 3 24074,022 840,941 ,000(a) Residual 3549,808 124 28,627 Total 75771,875 127

a Predictors: (Constant), X1X6, Locus Of Control, Pertimbangan Etis b Dependent Variable: Perilaku Auditor Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) 107,042 6,165 17,364 ,000 Locus Of Control 9,625 1,769 ,375 5,442 ,000 Pertimbangan Etis -5,515 2,419 -,214 -2,280 ,024 X1X6 -4,005 ,484 -1,114 -8,278 ,000

a Dependent Variable: Perilaku Auditor UJI HIPOTESIS 2

Variables Entered/Removed(b) Model Variables Entered Variables Removed Method 1 X2X6, Self Efficacy,

Pertimbangan Etis(a) . Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Perilaku Auditor Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,979(a) ,958 ,957 5,085 a Predictors: (Constant), X2X6, Self Efficacy, Pertimbangan Etis ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 72564,967 3 24188,322 935,278 ,000(a) Residual 3206,908 124 25,862 Total 75771,875 127

a Predictors: (Constant), X2X6, Self Efficacy, Pertimbangan Etis b Dependent Variable: Perilaku Auditor Coefficients(a)

Page 28: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

110

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) 94,735 6,702 14,136 ,000 Self Efficacy 13,088 1,795 ,394 7,292 ,000 Pertimbangan

Etis -2,893 2,505 -,113 -1,155 ,250

X2X6 -4,734 ,495 -1,219 -9,563 ,000 a Dependent Variable: Perilaku Auditor

UJI HIPOTESIS 3

Variables Entered/Removed(b) Model Variables Entered Variables Removed Method 1 X3X6, Pertimbangan

Etis, Jenis Kelamin(a) . Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Perilaku Auditor Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,966(a) ,934 ,932 6,349 a Predictors: (Constant), X3X6, Pertimbangan Etis, Jenis Kelamin ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 70773,799 3 23591,266 585,289 ,000(a) Residual 4998,076 124 40,307 Total 75771,875 127

a Predictors: (Constant), X3X6, Pertimbangan Etis, Jenis Kelamin b Dependent Variable: Perilaku Auditor Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 155,364 3,536 43,936 ,000 Jenis Kelamin -4,279 4,499 -,088 -,951 ,343 Pertimbangan

Etis -24,719 ,975 -,961 -25,362 ,000

X3X6 ,008 1,228 ,001 ,007 ,995 a Dependent Variable: Perilaku Auditor

Page 29: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Peran Faktor-Faktor Individual dan Pertimbangan Etis Terhadap Perilaku Auditor dalam Situasi Konflik Audit

111

UJI HIPOTESIS 4

Variables Entered/Removed(b) Model Variables Entered Variables Removed Method 1 X4X6, Pertimbangan

Etis, Tingkat Pendidikan(a)

. Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Perilaku Auditor Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,971(a) ,943 ,942 5,884 a Predictors: (Constant), X4X6, Pertimbangan Etis, Tingkat Pendidikan ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 71478,741 3 23826,247 688,181 ,000(a) Residual 4293,134 124 34,622 Total 75771,875 127

a Predictors: (Constant), X4X6, Pertimbangan Etis, Tingkat Pendidikan b Dependent Variable: Perilaku Auditor Coefficients(a)

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 156,402 4,903 31,901 ,000 Tingkat

Pendidikan -12,553 5,577 -,242 -2,251 ,026 Pertimbangan

Etis -26,181 1,123 -1,018 -23,320 ,000 X4X6 4,884 1,384 ,327 3,528 ,001

a Dependent Variable: Perilaku Auditor

UJI HIPOTESIS 5

Variables Entered/Removed(b) Model Variables Entered Variables Removed Method 1 X5X6, Pertimbangan

Etis, Pengalaman Kerja(a)

. Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Perilaku Auditor Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,963(a) ,928 ,926 6,634 a Predictors: (Constant), X5X6, Pertimbangan Etis, Pengalaman Kerja ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 70314,283 3 23438,094 532,529 ,000(a) Residual 5457,592 124 44,013 Total 75771,875 127

a Predictors: (Constant), X5X6, Pertimbangan Etis, Pengalaman Kerja b Dependent Variable: Perilaku Auditor

Page 30: Perilaku Auditor Dalam Situasi Konflik Audit

Widi H. & Sari H.

112

Coefficients(a) Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 148,164 4,048 36,605 ,000 Pengalaman

Kerja 7,068 4,988 ,142 1,417 ,159

Pertimbangan Etis -23,628 1,009 -,919 -23,407 ,000

X5X6 -1,531 1,318 -,111 -1,162 ,247 a Dependent Variable: Perilaku Auditor