Pengantar Hb

52
Perikatan dan perjanjian adalah suatu hal yang berbeda. Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perikatan adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. A. PERIKATAN Perikatan dalam pengertian luas Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain. Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya. Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya. Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya. Perikatan dalam pengertian sempit Membahas hukum harta kekayaan saja, meliputi hukum benda dan hokum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda. Peraturan Hukum Perikatan Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. Buku III KUH Perdata bersifat : a. Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan undang- undang.

description

Dd

Transcript of Pengantar Hb

Page 1: Pengantar Hb

Perikatan dan perjanjian adalah suatu hal yang berbeda. Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perikatan adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan.

A. PERIKATAN

Perikatan dalam pengertian luas

Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.

Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.

Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.

Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.

Perikatan dalam pengertian sempit

Membahas hukum harta kekayaan saja, meliputi hukum benda dan hokum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda.

Peraturan Hukum Perikatan

Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. Buku III KUH Perdata bersifat :

a. Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan denganundang- undang.b. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak.c. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.

Macam-Macam Perikatan

a. Perikatan bersyarat ( Voorwaardelijk )Suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.

Page 2: Pengantar Hb

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu ( Tijdsbepaling )Perbedaan antara perikatan bersyarat dengan ketetapan waktu adalah di perikatan bersyarat, kejadiannya belum pasti akan atau tidak terjadi. Sedangkan pada perikatan waktu kejadian yang pasti akan datang, meskipun belum dapat dipastikan kapan akan datangnya.

c. Perikatan yang membolehkan memilih ( Alternatief )Dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana yang akan ia lakukan.

d. Perikatan tanggung menanggung ( Hoofdelijk atau Solidair )Diamana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Sekarang ini sedikit sekali yang menggunakan perikatan type ini.

e. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagiTergantung pada kemungkinan bias atau tidaknya prestasi dibagi. Pada hakekatnya tergantung pada kehendak kedua belak pihak yang membuat perjanjian.

f. Perikatan tentang penetapan hukuman ( Strafbeding )Suatu perikatan yang dikenakan hukuman apabila pihak berhutang tidak menepati janjinya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dengan sejumlah uang yang merupakan pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak pembuat janji.

Unsur-unsur Perikatan

• Hubungan hokumMaksudnya adalah bahwa hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pad apihak lain dan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum dapat memaksakannya.

• Harta kekayaanMaksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini yang membedakannya dengan hubungan hukum dibidang moral (dalam perkembangannya, ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat).

• Para pihak adalah Pihak yang berhak atas prestasi = kreditur, sedangkan yang wajib memenuhiprestasi = debitur.

• Prestasi (pasal 1234 KUH Perdata), prestasi yaitu :a. Memberikan sesuatu.b. Berbuat sesuatu.c. Tidak berbuat sesuatu.

Asas-Asas Dalam Hukum Perikatan

Page 3: Pengantar Hb

- Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.– Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.– Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.

• Pengecualian : 1792 KUHPerdata1317 KUHPerdata• Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.– Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.

B. PERJANJIAN

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit. Dikatakan demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun didengar perkataan perkataannya yang berupa janji.

Asas Perjanjian

Ada 7 jenis asas hukum perjanjian yang merupakan asas-asas umum yang harus diperhatikan oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya.

a. Asas sistem terbukan hukum perjanjian

Hukum perjanjian yang diatur didalam buku III KUHP merupakan hukum yang bersifat terbuka. Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang termuat didalam buku III KUHP hanya merupakan hukum pelengkap yang bersifat melengkapi.

b. Asas Konsensualitas

Asas ini memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat lahir sejak adanya konsensus atau kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian.

c. Asas Personalitas

Asas ini bisa diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa pada umumnya setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk kepentingannya sendiri atau dengan kata lain tidak seorangpun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan pihak lain.

d. Asas Itikad baik

Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan itikad baik. Perjanjian itikad baik mempunyai 2 arti yaitu :

Page 4: Pengantar Hb

1. Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.

2. Perjanjian yang dibuat harus didasari oleh suasana batin yang memiliki itikad baik.

e. Asas Pacta Sunt Servada

Asas ini tercantum didalam Pasal 1338 ayat 1 KUHP yang isinya “Semua Perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.

Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya hukum perjanjian, karena memiliki arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak asal memnuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam pasal 1320 KUHP sekalipun menyimpang dari ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian dalam buku III KUHP tetap mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuat perjanjian.

f. Asas force majeur

Asas ini memberikan kebebasan bagi debitur dari segala kewajibannya untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena suatu sebab yang memaksa.

g. Asas Exeptio non Adiempletie contractus

Asas ini merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan bahwa krediturpun telah melakukan suatu kelalaian.

Syarat Sahnya Perjanjian

a. Syarat Subjektif

   - Keadaan kesepakatan para pihak

   - Adanya kecakapan bagi para pihak

b. Syarat Objektif

   - Adanya objek yang jelas

   - Adanya sebab yang dihalalkan oleh hukum

Page 5: Pengantar Hb

Perikatan adalah suatu hubungan hukum diantara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lainnya itu berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut dinamakan kreditur (si berpiutang), sedangkan pihak lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu dinamakan debitur (si berhutang).

Suatu perikatan bisa timbul baik karena perjanjian maupun karena undang-undang – UU dan perjanjian adalah sumber perikatan. Dalam suatu perjanjian, para pihak yang menandatanganinya sengaja menghendaki adanya hubungan hukum diantara mereka – menghendaki adanya perikatan. Motivasi tindakan para pihak adalah untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang akan mengatur hubungan mereka, sehingga inisiatif munculnya hak dan kewajiban perikatan itu ada pada mereka sendiri. Beda halnya dengan perikatan yang bersumber pada undang-undang, dimana hak dan kewajiban yang muncul bukan merupakan motivasi para pihak melainkan karena undang-undang mengaturnya demikian.

Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.

Disamping perjanjian kita mengenal pula istilah kontrak. Secara gramatikal, istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, contract. Baik perjanjian maupun kontrak mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu perbuatan hukum untuk saling mengikatkan para pihak kedalam suatu hubungan hukum perikatan. Istilah kontrak lebih sering digunakan dalam praktek bisnis. Karena jarang sekali orang menjalankan bisnis mereka secara asal-asalan, maka kontrak-kontrak bisnis biasanya dibuat secara tertulis, sehingga kontrak dapat juga disebut sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis.

Page 6: Pengantar Hb

PT DAN PT PERSERHukum dagang sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah  dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh kuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.Ada isitlah lain yang perlu untuk dijajarkan dalam pemahaman awal mengenai hukum dagang, yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan. Pengertian perniagaan dapat ditemukan  dalam kitab undang-undang hukum dagang sementara istilah perusahaan tidak. Pengertian perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2 – 5 kitab undang-undanghukum dagang. Dalam pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai perbuatan membeli barang untuk dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan tersebut. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan perniagaan terbatas pada ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 2- 5 kitab undang-undang hukum dagang sementara pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang.

Hubungan Hukum Dagang dan Hukum PerdataSebelum mengkaji lebih jauh mengenai pengertian hukum dagang, maka perlu dikemukakan terlebih dahulu mengenai hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum perdata adalah hukum perikatan. Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi tersebut.

Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan. Perikatan dalam ruang lingkup ini ada yang bersumber dari perjanjian dan dapat juga bersumber dari undang-undang.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis  derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Page 7: Pengantar Hb

Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

2. BERLAKUNYA HUKUM DAGANGSebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat para pedagang saja. Kemudian, sejak tahun 1938 pengertian dari perdagangan mengalami perluasan kata menjadi segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha. Jadi sejak saat itulah Hukum Dagang diberlakukan bukan Cuma untuk pedagang melainkan juga untuk semua orang yang melakukan kegiatan usaha.

Yang dinamakan perusahaan adalah jika memenuhi unsur-unsur dibawah ini, yakni :

1. Terang-terangan2. Teratur bertindak keluar, dan3. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi

Sementara itu, untuk pengertian pengusaha adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggungjawab dan mengambil risiko di dalam perusahaan dan juga mewakilinya secara sah. Perusahaan tebagi menjadi tiga jenis, diantaranya :

1. Perusahaan Seorangan2. Perusahaan Persekutuan (CV)3. Perusahaan Terbatas (PT)

3. HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYADalam menjalankan suatu perusahaan pasti akan dibutuhkannya tenaga bantuan atau biasa disebut dengan pembantu-pembantu. Pembantu-pembantu disini memiliki dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.

-     Pembantu di dalam perusahaanMemiliki hubungan yang bersifat sub-ordinal, yaitu hubungan atas dan hubungan bawah sehingga berlaku hubungan perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.-     Pembantu di luar perusahaanMemiliki hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaris, agen perusahaan, makelar dan komisioner.          Maka dapat disimpulkan hubungan hukum yang terjadi dapat bersifat:-     Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUH Perdata-     Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata-     Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata    Pengusaha dan Kewajibannya          Menurut undang-undang terdapat dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh pengusaha, yaitu:-     Membuat pembukuan (sesuai dengan Pasala 6 KUH Dagang Yo Undang-undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan)-     Mendaftarkan perusahaannya (sesuai Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan)

Page 8: Pengantar Hb

4. PENGUSAHA DAN KEWAJIBANNYAPengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan.

Menurut undang-undang, ada dua kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha, yaitu :

1.    Membuat pembukuan

Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan makna pembukuan yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.

Selain itu, di dalam Pasal 2 Undang-Undang No.8 tahun 1997, yang dimaksud dokumen perusahaan adalah :

b. Dokumen keuangan

Terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan

b. Dokumen lainnya

Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.

2.    Mendaftarkan Perusahaan

Dengan adanya Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.

Dalam Undang-Undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang dimaksud daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.

Pasal 32-35 Undang-Undang No.3 tahun 1982 merupakan ketentuan pidana, sebagai berikut :

a.    Barang siapa yang menurut undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaan dalam daftar perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Page 9: Pengantar Hb

b.    Barang siapa melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau tidak lengkap dalam daftar perusahaan diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

5. Bentuk – bentuk Badan UsahaBadan Usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.

Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan, walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi.

a.    Perusahaan Perseorangan

Perusahaan perseorangan adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perorangan yang bukan berbadan hukum, dapat berbentuk perusahaan dagang, perusahaan jasa, dan perusahaan industri.

Secara resmi, tidak ada perusahaan perseorangan, namun telah ada bentuk perusahaan perorangan yang diterima oleh masyarakat yaitu perusahaan dagang. Untuk mendirikan perusahaan dagang, dapat mengajukan permohonan dengan surat ijin usaha (SIU) kepada kantor wilayah perdagangan dan mengajukan surat ijin tempat usaha (SITU) kepada pemerintah daerah setempat.

b.    Perusahaan Persekutuan Bukan Badan Hukum

Perusahaan persekutuan bukan badan hukum adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara bekerja sama dalam bentuk persekutuan perdata.

1.    Persekutuan Perdata

Yaitu suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan kedua orang (pihak) menyetorkan kekayaan untuk usaha bersama.

2.    Persekutuan Firma

Yaitu tiap-tiap perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah nama bersama, yakni anggota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orang-orang ketiga. ( Pasal 16 KUH Dagang ).

3.    Persekutuan Komanditer

Yaitu persekutuan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang persekutuan yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk

Page 10: Pengantar Hb

seluruhnya pada satu pihak dan atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain yang merupakan sekutu komanditer yang bertanggung jawab sebatas sampai pada sejumlah uang yang dimasukkannya. ( Pasal 19 KUH Dagang ).

c.    Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum

Perusahaan persekutuan berbadan hukum adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha swasta, dapat berbentuk perseroan terbatas, koperasi dan yayasan.

6. Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas (PT) adalah badan usaha yang modalnya diperoleh dari hasil penjualan saham.

Dalam hukum, perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 menyebutkan Perseroan Terbatas selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 butir 1 UUPT dapat disimpulkan bahwa perseroan terbatas merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjia dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham.

 

Modal Dasar Perseroan

1.    Modal dasar ( authorized capital )

Adalah keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam perseroan.

2.    Modal yang ditempatkan ( issued capital )

Adalah modal yang disanggupi para pendiri untuk disetor ke dalam kas perseroan pada saat perseroan didirikan.

3.    Modal yang disetor ( paid capital )

Adalah modal perseroan yang berupa sejumlah uang tunai atau bentuk lainnya yang diserahkan para pendiri kepada kas perseroan.

 

Page 11: Pengantar Hb

Organ Perseroan

1.    Rapat umum pemegang saham ( RUPS )

Adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.

2.    Direksi

Adalah organ perseroan yang bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili baik di dalam maupun di luar pengadilan, sehingga dapat dikatakan bahwa direksi memiliki tugas dan wewenang ganda, yakni melaksanakan pengurusan dan perwakilan perseroan.

3.    Komisaris

Adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perusahaan.

7. KoperasiKoperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

 

Fungsi dan Peran Koperasi

a.    Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan mayarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b.    Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

c.    Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.

d.    Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

 

Modal Koperasi

Page 12: Pengantar Hb

a.    Modal sendiri : simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah

b.    Modal pinjaman : dari anggota, dari koperasi lainnya, bank, dan lembaga keuangan lainnya

c.    Penerbitan surat berharga dan surat utang lainnya, dan sumber lain yang sah.

 

Struktur Organisasi Koperasi

1.    Rapat Anggota

Adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Rapat anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam anggaran dasar.

2.    Pengurus

Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa.

Tugas pengurus, menurut Pasal 30 UUK 1992 :

1. mengelola koperasi dan usahanya2. mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan anggaran pendapatan dan belanja koperasi3. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas4. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib5. memelihara daftar buku anggota dan penguru.

3.    Pengawas

Pengawas dipilih oleh para anggota koperasi dalam rapat anggota. Pengawas bertanggung jawab kepada anggota.

Tugas pengawas, menurut Pasal 39 UUK 1992 :

a.    melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan dalam pengelolaan koperasi

b.    membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan.

8. YayasanYayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial.

 

Page 13: Pengantar Hb

Menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2001, yayasan merupakan suatu badan hukum dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu, yakni :

1.    yayasan terdiri dari atas kekayaan yang terpisahkan

2.    kekayaan yayasan diperuntukan untuk mencapai tujuan yayasan

3.    yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

4.    yayasan tidak mempunyai anggota

 

Dalam akta pendirian suatu yayasan harus memuat hal-hal, seperti :

1.    anggaran dasar

2.    keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu ( sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai pendiri, pembina, pengurus, dan pengawas yayasan yang meliputi nama, alamat, pekerjaan, tempat, dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan ).

 

Organ Yayasan

1.    Pembina

Adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan dan memegang kekuasaan tertinggi.

Kewenangan pembina :

a.    keputusan mengenai perubahan anggaran dasar yayasan

b.    pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas

c.    penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan

d.    pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan

Kewajiban pembina :

1. Mengadakan rapat tahunan sekurang-kurangnya sekali dalam 1 tahun.

Page 14: Pengantar Hb

2. Dalam rapat tahunan, pembina melakukan evaluasi terhadap kekayaan, hak dan kewajiban yayasan pada waktu lampau sebagai pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang.

3. Pengesahan dan pemeriksaan laporan tahunan yang disusun oleh pengurus dan ditandatangani oleh pengurus dan pengawas.2.    Pengurus

Adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum dan diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina.

Susunan pengurus, sekurang-kurangnya terdiri dari :

a.    seorang ketua

b.    seorang sekretaris

c.    seorang bendahara

Kewajiban pengurus :

1. beritikad baik2. memperhatikan kepentingan yayasan dan bukan kepentingan pembina, pengawas, ataupun

pengurus yayasan3. kepengurusan yayasan harus dilakukan dengan baik4. tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan benturan kepentingan

antara kepentingan yayasan dengan kepentingan pengurus yayasan.3.    Pengawas

Adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan.

9. Badan Usaha Milik NegaraBadan usaha milik negara adalah persekutuan yang berbadan hukum yang didirikan dan dimiliki oleh negara.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1969 yang diperbaharui dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Bentuk-bentuk badan usaha milik negara :

1.    Perusahaan Jawatan ( PERJAN ) atau Department AgencyAdalah BUMN yang seluruh modalnya termasuk dalam anggaran belanja negara yang menjadi hak dari departemen yang bersangkutan.

Page 15: Pengantar Hb

Perjan diatur dalam Peraturan Pemerintah 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan, setelah Undang-Undang No.19 tahun 2003 setelah 2 tahun harus berubah menjadi Perusahaan Umum atau Perseroan.

Ciri-ciri pokok :

1. menjalankan public service atau pelayanan kepada masyarakat.2. merupakan bagian dari departemen atau direktorat jenderal atau direktorat atau pemerintah

daerah tertentu.3. mempunyai hubungan hukum publik4. pengawasan dilakukan baik secara hirarki maupun fungsional, seperti bagian-bagian lain dari

suatu departemen atau pemerintah daerah5. prinsipnya, pegawai perjan adalah pegawai negeri sipil, namun ada pula yang berstatus sebagai

buruh perusahaan yang dibayar dengan upah harian atau dengan cara lain.2.    Perusahaan Umum ( PERUM  ) atau Public CoorporationAdalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Perum diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1998 tentang Perusahaan Umum, menyebutkan bahwa perum adalah badan usaha milik negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.9 tahun 1969 dimana seluruh modalnya dimiliki negara, berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

Tujuan perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tunggi dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

3.    Perusahaan Perseroan ( PERSERO )

Adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalm saham yang seluruh atau sebagian paling sedikit 51% sahamnya dimiliki negara Republik Indonesia, yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Persero diatur dalam Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998 diubah dengan Peraturan Pemerintah No.45 tahun 2001.

Tujuan persero adalah menyediakan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional dan memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Page 16: Pengantar Hb

ASURANSI

2.1 Pengertian Asuransi Jiwa

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2 (dua) jenis asuransi, yaitu:

a. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahul dan rumusan:

“untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung jawab hukuin kepada pihak ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh terlanggung”.

b. Ansuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan:

“untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 di persempit hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka urusannya adalah:

“Asuransi jiwa adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan.”

Definisi inilah yang akan dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa selanjutnya.

Sebelum berlakunya Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam Ordonantie op het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941). Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf Ordonansi tersebut:

Page 17: Pengantar Hb

“Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot het doon van geldelijke uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of den dood van den menschs. Overeenkomsten van herverzekering daaronder begrepen, met dien verstande, dat overeenkomsten van ongevallenverzokerinq niet als overeenkomsten van levensverzekerinq worden berschouwd”.

Terjemahnnnya.

“Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah diterimanya premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang, rensuransi termasuk di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk dalam asuransi jiwa”.

Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan ‘undang-undang ini’ adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkari Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi, dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2 Undang-Undang Tahun 1992.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302. pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh) pasa. Akan tetapi tidak 1 (satu) pasalpun yang memuat rumusan definisi asuransi jiwa. Dengan demikian sudah tepat jlka definisi asuransi dalam Pasat 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dijadikan titik totak pembahasan dan ini ada hubungannya dengan ketentuan Pasal 302 dan Pasal 303 KUHD yang membolehkan orang mengasuransikan jiwanya.

Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD:

“Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”.

Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan:

“Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya”.

Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.

Sehubungan dengan uraian pasal-pasal perundang-undangan di atas, Purwosutjipto memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan definisi:

“Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dan meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan,

Page 18: Pengantar Hb

mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya”.

Dalam rumusan definisinya, Purwosutjipto menggunakan istilah “penutup (pengambil) asuransi dan penangung.

Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Pasal angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan bahwa pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya penutup (pengambil) asuransi dan penanggung.

b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “penanggung dengan menerima premi memberikan pembayaran”, tanpa menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar l orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. Kesannya hanya untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang berjangka waktu tertentu.

2.2 Polis Asuransi jiwa

Bentuk dan isi Polis

Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus diadakan secara tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat:

a. Hari diadakan asuransi;

b. Nama tertanggung;

c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;

d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;

e. Jumlah asuransi;

f. Premi asuransi.

Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).

a. Hari diadakan asuransi

Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.

b. Nama tertanggung

Page 19: Pengantar Hb

Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak menerima sejumlah uang tertentu dan penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.

c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan

Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa tanpa badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya dapat dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.

d. Saat mulai dan berakhirriya evenemen

Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi. artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya mulai tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 00, apabila dalam jangka waktu itu terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar santunan kepada tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).

Jumlah Asuransi

Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syarat-syarat asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.

Premi Asuransi

Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi.

Penanggung, Tertanggung, Penikmat

Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau jika berakhirnya jangka waktu usuransi tanpu terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung.

Page 20: Pengantar Hb

Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan badan hukum milik swasta atau badan hukum milik negara.

Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party interest theory), dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal itu tidak mungkin dapat menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau ahli waris tertanggunglah sebagai yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi, bagaimana halnya jika asuransi itu berakhir tanpa terjadi evenemen meninggalnya tertanggung?. Dalam hal ini tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai penikmat karena dia sendiri masih hidup dan berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung.

Apabila tertanggung bukan penikmat, maka hal ini dapat disamakan dengan asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga. Penikmat selaku pihak ketiga tidak mempunyai kewajiban membayar premi terhadap penanggung. Asuransi diadakan untuk kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung jawabnya. Apabila tertanggung mengasuransikan jiwanya sendiri, maka tentanggung sendiri berkedudukan sebagai penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Dalam hal ini tertanggung adalah pihak dalam asuransi dan sekaligus penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga (penikmat) harus dicantumkan dalam polis.

2.3 Evenemen Dan Santunan

1. Evenemen dalam Asuransi Jiwa

Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan Pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung. Mengapa tidak ada keharusan mencantumkan bahnya yang menjadi beban penanggung dalam polis asuransi jiwa?. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan hahaya adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. lnilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.

Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya seseorang sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena evenemen ini hanya 1 (satu), maka tidak perlu di cantumkan dalam polis. Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban penanggung.

2. Uang Santunan dan Pengembalian

Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang

Page 21: Pengantar Hb

tercantum dalam polis. Penikmat yang di maksud adalah orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau orang yang menjadi ahli warisnya sebagai yang berhak menerima dan menikmati santunan sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung. Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya tertanqgung dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.

Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung, sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap sebagai tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.

2.4 Asuransi Jiwa Berakhir

1. Karena Terjadi Evenemen

Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.

Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.

2. Karena Jangka Waktu Berakhir

Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.

3. Karena Asuransi Gugur

Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD:

“Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”,

Page 22: Pengantar Hb

Kata-kata bagian akhir pasal ini “kecuali jika diperjanjiknn lain” memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.

Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan:

“Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.

Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto, penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dan badan tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak diadakan asuransi. Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih supel lagi.

4. Karena Asuransi Dibatalkan

Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), bagaimana cara penyelesaiannya? Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis

komentar (0)

REASURANSI Diposkan oleh Catatan Kampus Unhalu on 01.55

A. Pengertian Reasuransi dan Prinsip-prinsip dalam Hubungan Antara

Penanggung dan Penanggung Ulang Dalam Perjanjian Reasuransi

Bila dalam asuransi telah didapatkan suatu definisi sebagaimana yang

termaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kepailitan pasal 246

dan kemudian telah diperbaharui dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 2

Tahun 1992 Tentang Usaha Pereasuransian pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1

Page 23: Pengantar Hb

ayat 1 dalam hal reasuransi hingga saat ini belum terdapat defenisi yang telah

dibakukan.

Pengertian reasuransi sebagaimana tersimpul dalam KUHD Pasal 271 tersebut

tampak sejiwa dan seirama dengan dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I

Mehr dan E. Cammack dalam buku yang berjudul Principles of Insurance yang

menyatakan: “ Reinsurance is the insurance of the insurance” (Ref. page no. 723),

artinya reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau “ asuransinya asuransi “ (A.J.

Marianto 1997).

Selanjutnya Robert I Mehr and Emerson cammack memberikan suatu contoh

atau suatu penjelasan sebagai berikut : “ When a company has received from an

agent a volume of insurance on a given property or in a given area, in excess of the

amount it wishes to retain an its book, it can reinsure the contract “ (jika suatu

perusahaan asuransi menutup risiko atau dia menutup risiko-risiko disuatu daerah

tertentu melalui seorang agen, dia dapat mempertanggungkan ulang /kembali

kelebihan resiko yang melampaui daya tampungnya). (A. J. Marianto 1997).

Berdasarkan pengertian diatas, perusahaan asuransi berdasarkan prinsip

kepentingan yang dapat dipertanggungkan, telah menutup suatu pertanggungan

atas risiko atau risiko-risiko di suatu daerah tertentu dapat mempertanggungkan

kembali kelebihan tanggung gugat atau excess liability yang melampaui daya

tampungnya sendiri atau own retention kepada penanggung lain.

Untuk lebih jelasnya mari kita lihat pengertian reasuransi versi lain oleh

beberapa pakar ahli :

1. GF. Michelbacher

Page 24: Pengantar Hb

Dalam bukunya yang berjudul Multiple Line Insurance , G.F.

Michelbacher membuat rumusan pengertian reasuransi sebagai

berikut : “ The process whereby one insurer arranges with one or

more other insurers to share risk is reinsurance “ (proses dengan

mana satu penanggung mengatur dengan satu atau lebih

penanggung lainnya untuk membagi risiko disebut reasuransi /

pertanggungan ulang).

Dari rumusan tersebut Michelbacher mengartikan reasuransi sebagai

suatu proses yang dimana satu penanggung mengatur dengan satu

atau lebih penanggung lainnya dengan tujuan untuk membagi risiko.

2. Mollengraaf

Mollengraaf menyatakan reasuransi adalah persetujuan yang

dilaksanakan oleh suatu penanggung dengan penanggung lainnya

yang dinamakan sebagai penanggung ulang (reasuradur), dalam

persetujuan mana pihak kedua dengan menerima premi yang

ditentukan terlebih dahulu bersedia memberikan penggantian

kepada pihak pertama, mengenai penggantian kerugian yang pihak

pertama wajib membayarnya kepada tertanggung akibat dari suatu

pertanggungan yang diadakan antara pihak pertama dan

tertanggung.

3. R. C. REINARZ

“ Reasuransi adalah akseptasi oleh suatu penaggung yang dikenal

sebagai reasuradur / penaggung ulang atas semua atau sebagian

Page 25: Pengantar Hb

risiko kerugian dari penanggung lainnya yang disebut pemberi sesi

(ceding company) ”.

Berdasarkan dari berbagai pendapat para pakar tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa pengertian reasuransi dalam arti yang sebenarnya dapat

ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut :

a. Aspek teknis

b. Aspek hukum

c. Aspek keuangan

a. Pengertian reasuransi dari aspek teknis

Ditinjau dari aspek teknis reasuransi merupakan suatu cara atau alat/sarana

untuk mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterimanya dengan

mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada pihak penanggung lain.

Risiko yang dihadapi penanggung pertama dalam arti yang sebenarnya

adalah beban risiko yang mungkin timbul sebagai akibat kegiatan usaha

yang dilakukannnya dengan mengambil alih seluruh atau sebagian risiko

yang dihadapi tertanggung asli. Dengan demikian pertanggungan ulang

(reasuransi) mempunyai peraanan yang sangat besar dalam bidang industri

asuransi.

b. Pengertian reasuransi dari aspek hukum

Dari aspek hukum, reasuransi adalah suatu perjanjian antara satu

penanggung dengan satu atau lebih penanggung ulang/reasuradur.

Page 26: Pengantar Hb

Penanggung wajib memberi dan penaggung ulang sepakat wajib menerima

seluruh atau sebagian risiko yang diberikan kepadanya. Seperti halnya

asuransi, perjanjian pertanggungan ulang juga bersifat timbale balik.

Perjanjian ini menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara kedua

pihak. Oleh karena itu penanggung ulang juga berhak menerima seluruh

atau sebagian premi yang diterima oleh penanggung pertama berdasarkan

polis yang telah diterbitkan.

c. Pengertian reasuransi dari aspek keuangan

Dari gejala ekonomi, maksud dan tujuan penanggung mengadakan

perjanjian reasuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko yang

diterimanya karena perjanjian asuransi kepada para penanggung lainnya

adalah untuk mengubah suatu ketidakpastian agar menjadi lebih pasti, demi

kesinambungan usahanya dalam menghadapi segala kemungkinan atau

peluang kewajiban membayar ganti rugi atau santunan yang besar yang

dapat menimbulkan hasil underwriting yang buruk dan memperngaruhi

keadaan keuangan.

Reasuransi memiliki bebrapa fungsi yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :

(1) Memberi jaminan atau perlindungan kepada penanggung dari

kerugian-kerugian underwriting yang dapat sewaktu-waktu

membahayakan likuiditas, solvabilitas, dan kelestarian kegiatan

usaha mereka.

Page 27: Pengantar Hb

(2) Menaikkan kapasitas akseptasi perusahaan asuransi atas risiko-risiko

yang melampaui batas kemampuannya karena kelebihan tanggung-

gugat yang tidak bisa mereka tampung sendiri akan dijamin oleh

penanggung ulang yang telah bersedia menampungnya.

(3) Sebagai alat penyebar resiko, baik dipasaran reasuransi dalam

negeri maupun dipasaran luar negeri.

(4) Bila kerjasama reasuransi atas sebagian resiko dilakukan antar

sesama perusahaan asuransi, akan terdapat dua fungsi didalamnya,

yaitu sebagai penyebaran risiko dan sebagai sarana pertukaran bisnis

yang mampu meningkatkan pendapatan premi yang dapat ditahan

karena disamping adanya pengeluaran terdapat pulapemasukan

premi.

(5) Meningkatkan atau mendukung kestabilan hasil underwriting dan

keadaan keuangan perusahaan asuransi, termasuk menjaga stabilitas

pendapatannya. Dalam hal ini, reasuransi seolah-olah berfungsi

menyediakan fasilitas bank kepada perusahaan asuransi .

(6) Meningkatkan dan memperbesar keleluasaan dalam melakukan

pemasaran berbagai macam produk asuransi, baik yang konvensional

maupun yang baru dengan segala macam tingkat besar kecilnya

resiko.

(7) Secara tidak langsung reasuransi dapat berfungsi membantu

membiayai kegiatan usaha perusahaan asuransi, khususnya

disesikan berdasarkan kontrak reasuransi.

Page 28: Pengantar Hb

Hubungan antara penanggung (ceding company) dan para penanggung ulang

yang sangat mendasar berpijak pada lima prinsip asuransi dan ditambah dengan

satu prinsip lainnya yang disebut prinsip / asas Follow the fortunes of the ceding

company. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan dibawah ini :

1. Prinsip itikad baik

Semua perjanjian dilakukan berdasarkan itikad baik, termasuk

perjanjian asuransi dan reasuransi. Berdasarkan prinsip ini, kedua

pihak baik penanggung pertama (ceding company) maupun

penanggung ulang (reinsurer), wajib melakukan sesuatu yang tidak

bertentangan atau tidak melanggar undang-undang.

Yang dimaksud dengan melakukan sesatu dalam pelaksanaan

perjanjian reasuransi adalah bahwa pihak penaggung wajib pula

melakukan pengungkapan dan atau memberitahukan segala data

dan keterangan tentang objek dan atau kepentingan yang

ditanggung olehnya. Tidak diperkenankan menyembunyikan segala

data atau keterangan yang selayaknya diketahui oleh penanggung

ulang berhubungan dengan keikutsertaan mereka dalam

menanggung seluruh atau sebagian resiko.

Apabila ceding company telah melakukan kesengajaan

menyembunyikan fakta, berarti mereka telah melakukan suatu

tindakan yang bertentangan dengan undang-undang atau melanggar

itikad baik yang dapat menyebabkan dibatalkannya perjanjian

reasuransi yang telah terbentuk. Lebih-lebih bila terjadi unsur

Page 29: Pengantar Hb

penipuan, perjanjian reasuransi yang telah dibentuk akan menjadi

batal dengan sendirinya menurut hukum sebagaimana yang telah

diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1321.

2. Prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungkan

Selain berlaku pada perjanjian asuransi, asas ini juga berlaku

pada perjanjian reasuransi. Dengan melakukan atau menerima

penutupan pertanggungan, pihak penanggung telah memilki

kepentingan yang timbul karena adanya perikatan, yaitu

tanggungjawab / gugat atas klaim yang terjadi akibat peristiwa yang

diperjanjikan. Dengan perkataan lain, penanggung akan selalu

menghadapi kemungkinan terjadinya tuntutan ganti rugi yang dapat

timbul setiap saat atas pertanggungan yang ditutupnya. Oleh karena

itu, berdasarkan KUHD Pasal 271, penanggung berhak sekali lagi

mempertanggungkan ulang / kembali pertanggungan yang

ditutupnya.

3. Prinsip ganti rugi

Sebagian yang berlaku pada perjanjian pertanggungan,

penggantian dan atau pemulihan yang dapat dilaksanakan oleh para

penanggung ulang hanya terbatas pada kerugian sebenarnya yang

dibayarakan oleh penanggung pertama kepada tertanggung asli

sesuai dengan persyaratan dan ketentuan polis yang berlaku serta

sah menurut hukum. Jumlah penggantian yang dibayar oleh para

Page 30: Pengantar Hb

penanggung ulang kepada penanggung pertama haruslah sebanding

dengan saham atau penyertaannya dalam reasuransi.

4. Prinsib subrogasi

Berdasarkan prinsip ini, penanggung yang telah melakukan

pembayaran ganti kerugian yang sah pada tertanggung berhak

menggantikan kedudukan pihak tertanggung untuk memperoleh

pemulihan dan atau menuntut ganti rugi kepada pihak ketiga yang

berdasarkan hukum wajib bertanggungjawab atas segala kerugian

yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian mereka.

5. Prinsip kontribusi / saling menanggung

Prinsip kontribusi atau saling menanggung ini pada hakikatnya bukan

hanya berlaku dalam hal asuransi, melainkan juga berlaku dalam hal

reasuransi. Hubungan mendasar antara penanggung pertama dan

penanggung ulang tentang prinsip ganti kerugian yang juga

menganut ketentuan tolak ukur ganti kerugian dan ketentuan lainnya

yang telah dijelaskan, kontribusi juga dipakai sebagai dasar

mentukan pembagian resiko dan atau sesi kepada para pihak yang

bersangkutan termasuk pembagian beban klaim yang harus

ditanggung bersama sesusai dengan saham atau penyertaannya

dalam hal asuransi, ko-asuransi dan reasuransi. Dalam hal asuransi

dibawah harga kontribusi dilaksanakan antara penanggung dan

tertanggung karena dalam hal ini tertanggung dianggap ikut serta

menanggung sebagian resiko atas kepentingan yang

Page 31: Pengantar Hb

dipertanggungkan sedangkan dalam hal reasuransi kontribusi

dilaksanakan antara penanggung pertama dan pihak penanggung

ulang.

6. Prinsip follow the fortune of theceding company

Prinsip mengikuti keberuntungan penanggungung pertama tidak

boleh diartikan secara luas dan tampa batas tanggung jawab

penaggung ulang dalam hal reasuransi hanyalah ter batas pada klaim

yang sah dan wajib dibayar oleh penanggung pertama sesuai dengan

jumlah kerugian sebenarnya sekalipun berdasarkan teori maupun

praktek penanggung ulang dapat diminta persetujuannya untuk

menyetujui penyelesaian klaim atas dasar kompromi atau ex-gratia,

penanggung pertama harus mempunyai argumentasi dan

pertimbangan komersial bahwa kebijaksanaan itu berlandaskan pada

perhitungan untung rugi demi kepentingan bersama

B. Keamanan Atas Jaminan Reasuransi

Jaminan atau perlindungan reasuransi atas kelebihan tanggung gugat / jawab

dari beban risiko yang ditanggung oleh perusahaan-perusahaan asuransi

berdasarkan polis yang diterbitkan memang sangat diperlukan karena berbagai

macam alasan baik teknis maupun non teknis. Meskipun demikian masalah

keamanan adalah suatu hal yang sangat penting atau serius dan wajib ditempatkan

sebagai pertimbangan utama dalam menempatkan bisnis reasuransi. Proteksi

reasuransi memang sangat diperlukan, tetapi setiap penanggung pertama ataupun

pialang reasuransi sebagai wakil mereka akan selalu lebih mengutamakan proteksi

Page 32: Pengantar Hb

yang aman, disamping mengharapkan persyaratan, kondisi dan harga yang

kompetitif serta pelayanan yang baik.

Keamanan jaminan reasuransi harus diamati secara terus menerus karena bisa

mengalami perubahan-perubahan. Bisa saja terjadi suatu kemungkinan bahwa

dalam beberapa tahun sebelumnya mereka termasuk kelompok security yang baik,

tetapi karena sesuatu dan lain hal ternyata diantara mereka telah mengalami

kemunduran sehingga dinilai tidak akan dapat memberikan proteksi reasuransi

yang aman.

Apabila mengadakan perjanjian reasuransi dengan penanggung pertama

secara langsung ataupun melalui pialang reasuransi, para penanggung ulang selalu

melakukan penilaian, baik terhadap program reasuransi yang ditawarkan ataupun

terhadap keadaan, reputasi, kedudukan pihak penanggung pertama di dalam pasar,

ditinjau dari segi teknis maupun non teknis.

C. Metode Dalam Perjanjian Reasuransi

Berbicara mengenai metode dan tipe-tipe reasuransi, harus kita bedakan arti

antara istilah metode reasuransi dan tipe reasuransi untuk menghindari kerancuan

dan kesalahpahaman. Metode reasuransi hendaknya diartikan sebagai cara

bagaimana para pelaku pasar reasuransi itu melakukan kerjasama reasuransi,

sedang tipe reasuransi hendaknya kita artikan sebagai bentuk pelaksanaan dari

cara melakukan transaksi reasuransi. Menurut berbagai literatur reasuransi /

asuransi terdapat tiga cara dalam melakukan kerjasama asuransi antara pihak

penanggung pertama (direct insurers) dan pihak penaggung ulang (reinsurers),

yaitu :

Page 33: Pengantar Hb

1. Metode reasuransi secara fakultatif

Metode reasuransi secara fakultatif adalah transaksi pertanggungan

ulang antara pihak penaggung pertama dan para penanggung ulang

secara bebas, yaitu para pihak penanggung ulang tidak terikat harus

menerima penawaran pertanggungan ulang. Dengan perkataan lain,

para penaggung ulang dapat menolak atau mmenerima penawaran

pertanggungan ulang berdasarkan kebijakan akseptasi yang telah

mereka tetapkan.

Berdasarkan metode pertanggungan ulang secara fakultatif ini, para

penaggung ulang dapat melakukan seleksi resiko sesuai denga

kebijakan underwriting yang telah digariskan. Hal ini dapat dipahami

bersama mengingat tingkat risiko dari objek atau kepentingan yang

dipertanggungkan itu berbeda-beda. Dalam praktek telah dikenal

adanya tiga tingkatan resiko, yaitu yang digolongkan sebagai objek

beresiko rendah / sederhana (simple risk), objek beresiko berbahaya

(hazardous risks), dan objek beresiko sangat berbahaya (extra

hazardous risks).

2. Metode reasuransi secara kontrak (treaty)

Yang dimaksud dengan metode reasuransi secara kontrak adalah

perjanjian antara pihak penangung pertama dan para penanggung

lain atau para pengnggung ulang profesional yang dalam perjanjian

tersebut pihak penaggung pertama, yang selanjutnya disebut

pemberi sesi atau ceding company, setuju memberikan bagian

Page 34: Pengantar Hb

(share) dan para penaggung ulang, yang selanjutnya disebut pihak

kedua, setuju dan wajib menerima bagian atau sesi dari

tanggungjawab atas asuransi yang telah ditutup oleh penggung

pertama sesuai dengan pembagian yang telah disepakati oleh

masing-masing penanggung ulang (peserta treaty) sampai dengan

batas-batas tanggung gugat/jawab tertinggi dari setiap kelas resiko

berdasarkan pernyataan dan ketentuan-ketentuan yang disebutkan

dalam kontrak reasuransi.

3. Metode reasuransi pool dan facultative obligatory

a. Metode reasuransi pool

Maksud dan tujuan membentuk kerjasama secara pool pada

lazimnya didasarkan atas berbagai sasaran yang dituju. Sasaran

dan tujuan pembentukan kerjasama sistem pool yang paling

penting adalah untuk mengatasi berbagai macam persoalan

melalaui kerjasama yang saling menguntungkan dan saling

membantu antar sesama anggota pool dalam mewujudkan

penyebaran resiko, diantaranya dengan melakukan pertukaran

bisnis.

Pengertian kerjasama pool pada saat ini lebih terkenal dengan

istilah konsorsium meskipun penerapan kedua istilah itu sangat

tergantung pada tujuannya. Pembentukan konsorsium mempunyai

tujuan dan sasaran yang khusus, hanya untuk mengatasi kesulitan

penanganan atau pengelolaan objek yang beresiko tinggi dengan

Page 35: Pengantar Hb

jumlah pertanggungan yang tidak mungkin ditangani oleh satu

penanggung atau untuk mengatasi risiko dalam satu komplek

besar (khususnya pasar).

Metode kerjasama pool dalam kontrak reasuransi dikenal denga

istilah asing reciprocal pool. Metode kerjasama seperti ini tidak

hanya dilakukan antar sesama perusahaan asuransi didalam

negeri, tetapi juga dapat diperluas antar wilayah negara tetangga.

Cara yang demikian sangat bermanfaat unutk mengatasi daya

tampung nasional yang terbatas dari tiap-tiap negara yang

bersangkutan sehingga tidak banyak tergantung pada satu pasar

tertentu yang juga memiliki keterbatasan kapasitas atau daya

tampung.

b. Facultative obligatory

Jenis penutupan pertanggungan ulang seperti ini sebenarnya

merupakan suatu cara penempatan pertanggungan ulang secara

kontrak meskipun masih terdapat kata “facultative”. Dengan

adanya kata “wajib” (obligatory) pihak penanggung wajib

menerima semua kelebihan tangtgung gugat yang sudah tidak

tertampung dalam kontrak pertanggungan ulang sampai dengan

limit yang telah ditentukan. Melalui cara ini pihak penanggung

pertama tidak perlu lagi melakukan penawaran reasuransi satu

persatu karena secara otomatis telah memperoleh fasilitas

jaminan yang cukup memadai serta tidak perlu merasa cemas,

Page 36: Pengantar Hb

seperti mengahadapi risiko penolakan apabila mereka melakukan

penaaran penempatan pertanggungan ulang secara fakultatif

biasa. Dengan cara ini penaggung pertama juga dapat bekerja

lebih efisien dan efektif karena dapat menghemat banyak biaya,

waktu, dan tenaga dibandingkan harus melakukan penawaran

satu persatu.

Dalam pelaksanaannya, pihak penanggung ulang akan membatasi

pada risiko-risiko tertentu dengan persyaratan premi segera atau

secepat mungkin dalam waktu yang telah ditetapkan, akan

memberikan komisi reasuransi yang lebih rendah atau sataraf

dengan komisi fakultatif biasa, serta tanpa pemberian komisi

keuntungan.

D. Persyaratan dan Ketentuan Kontrak Reasuransi

Sebagaimana lazimnya setiap kontrak perjanjian, kontrak perjanjian

reasuransi juga akan menyebutkan segala persyaratan dan ketentuan yang

telah disepakati bersama antara pihak pemberi sesi dan penanggung ulang

yang disebut juga sebagai penerima sesi.

Beberapa persyaratan dan ketentuan yang sangat penting, yang kiranya

perlu untuk kita ketahui bersama, antara lain yang berkenaan dengan :

1) Komisi reasuransi (reinsurance commission)

Komisi reasuransi ( reinsurance commission, yang lazim disingkat

R/I comm) yang diberikan oleh penanggung ulang kepada pemberi

sesi adalah sebagai imbalan jasa atas bisnis reasuransi yang disesikan

Page 37: Pengantar Hb

kepadanya oleh pemberi sesi. Besarnya komisi reasuransi yang dapat

diberikan kepada pemberi sesi sangat tergantung pada kelas bisnis

yang yang disesikan dan biasanya lebih besar dari komisi reasuransi

yang diberikan kepada agen atau pialang reasuransi.

Besarnya komisi reasuransi yang diberikan oleh penanggung

ulang kepada pemberi sesi lazimnya 3% sampai dengan 7,5% lebih

besar dari komisi reasuransi yang diberikan kepada agen / pialang

karena pemberian komisi reasuransi tersebut mempunyai tujuan

untuk pengganti biaya operasional yang dikeluarkan oleh pemberi sesi

dalam rangka memperoleh bisnis.

Kembali kepada masalah komisi reasuransi, dalam hal penetapan

besar kecilnya komisi reasuransi, para pihak pemberi sesi biasanya

lebih menyukai bila didasarkan pada flat rate karena selain

memudahkan perhitungan sesi bersuh yang harus disesikan juga lebih

menguntungkan baginya meskipun loss ratio dari sesi tahun yang

berjalan lebih besar dari, katakanlah 35%.

Khususnya untuk sesi yang didasarkan pada akseptasi reasuransi

fakultatif biasanya penaggung ulang hanya memberikan komisi

reasuransi yang lebih kecil dari komisi reasuransi atas sesi yang

didasarkan pada kontrak quota share dan berkisar antara 2,5%

sampai dengan 5% lebih kecil dari sesi atas dasar kontrak reasuransi

pada jenis pertanggungan yang sama.

2) Komisi keuntungan (profit commission)

Page 38: Pengantar Hb

Komisi keuntungan adalah suatu komisi yang diberikan oleh

penerima sesi/ penanggung ulang kepada pemberi sesi yang lazimnya

disebut juga reinsured. Komisi keuntungan hanya diberikan bila hasil

bersih yang disesikan kepada penanggung ulang menunjukkan

keuntungan bagi penerima sesi. Dalam praktek profit commission

jarang diberikan kepada pemberi sesi yang didasarkan atas non-

proportional traties, tetapi seandainya dapat dfisepakati bersama

lazimnya diperhitungkan atas dasar tahun penutupannya.

Tujuan pemberian komisi keuntungan kepada pemberi sesi

adalah merupakan suatu perangsang agar pemberi sesi selalu

mengusahakan agar hasil/saldo bersih yang disesikan akan

memberikan keuntungan bagi penerima sesi. Bila pemberi sesi dapat

memperoleh komisi keuntungan, pendapatan ini juga digunakan

untuk menutup biaya operasi untuk memperoleh bisnis.

3) Klausul MPL (maximum possible loss)

Yang dimaksud dengan klausul MPL adalah suatu kalusul yang

mencantumkan ketentuan bahwa pihak penanggung atau pemberi

sesi dapat menetapkan retensi sendiri dan memberi sesi reasuransi

sampai pada batas tertinggi sesuai dengan tingkat MPL dan setiap

resiko yang diterima atau ditutup oleh pihak penanggung pertama

(pemberi sesi).

Klausul ini dicantumkan dalam naskah perjanjian apabila telah

disepakati bersama oleh pihak pemberi sesi wajib mencantumkan MPL

Page 39: Pengantar Hb

yang benar-benar tepat karena apabila terjadi kesalahan dalam

penilaian MPL atas sesi yang diberikan, mereka harus menanggung

sendiri akibat kesalahan yang mereka lakukan.

Oleh karena itu, pihak pemberi sesi wajib memiliki kemampuan

yang tinggi dalam menilai atau mengkaji suatu resiko, yaitu sampai

seberapa jauh MPL yang sebenarnya dari resiko yang mereka jamin.