Pbl Blok 26 Skenario Iva
description
Transcript of Pbl Blok 26 Skenario Iva
Skrining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA)
Adatya stevani paulins P 102010253
Maulana Malik Ibrahim 102011158
Muhammad Hasa Narej 102011450
Roswita Arliani 102012049
Teo Wijaya 102012121
Tiffany Cindy Claudia 102012197
Egidius Ian Andrian 102012346
Tiffany 102012368
Ninanda Widakdo 102012469
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
I. Pendahuluan
1
Kanker serviks merupakan penyakit kanker pada perempuan yang menimbulkan
kematian terbanyak akibat penyakit kanker terutama di negara berkembang. Diperkirakan
dijumpai kanker serviks baru sebanyak 500.000 orang di seluruh dunia dan sebagian besar
terjadi di negara berkembang. Salah satu penyebabnya adalah karena infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Banyak
penelitian dengan studi kasus control dan kohort didapatkan risiko relative hubungan antara
infeksi HPV dan kanker serviks antara 20 sampai 70. Infeksi HPV merupakan penyakit
menular seksual yang utama pada populasi, dan estimasi terjangkit berkisar 14-20% pada
negara di Eropa sampai 70% di Amerika Serikat, atau 95% di populasi di Afrika. Terdapat
factor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual pada usia
muda (<16 tahun), hubungan seksual dengan multipartner, menderita HIV, dan wanita
perokok. Tanda kanker serviks biasanya asimptomatik, tanda yg tidak spesifik seperti secret
vagina yang agak berlebihan dan kadang disertai dengan bercak perdarahan. Gejala umumnya
berupa perdarahan pervaginam (pasca senggama, diantara haid) dan keputihan. Pada penyakit
lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri panggul, nyeri
pinggang dan pinggul, sering berkemih, BAB dan BAK yang sakit. Gejala penyakit yang
residif berupa nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.1
II. Pembahasan
Sampai saat ini kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan
di indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial
ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis
histopatologi dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.
Di negara maju, angka kejadian dan angka kematian kanker mulut rahim telah menurun
karenan suksesnya program deteksi dini. Akan tetapi, secara umum kanker mulut rahim
menempati posisi kedua terbanyak pada keganasan wanita (setelah kanker payudara)
diperkirakan diderita oleh 500.000 wanita tiap tahunnya. Di Indonesia, diperkirakan 40 ribu
kasus baru kanker mulut rahin ditemukan setiap tahunnya. Di rumah sakit Dr. Cipto
mangunkusumo, frekuensi kanker serviks 76,2% di antara kanker ginekologik. Dari data 17
2
rumah sakit di jakarta tahun 1977 kanker serviks menduduki urutan pertama yaitu 432 kasus
di antara 918 kanker pada perempuan.2
A. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan menjadi
penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80% kematian tersebut
terjadi di negara berkembang. Tanpa prenatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian
akibat kanker serviks akan meningkat 25% dalam sepuluh tahun mendatang. Di Indonesia
yang berpenduduk sekitar 220 juta jiwa, terdapat sekitar 52 juta perempuan yang terancam
kanker serviks. Selama dekade terakhir ini insidens penyakit menular seksual cukup cepat
meningkat di berbagai negeri di dunia. Banyak laporan mengenai penyakit ini, tetapi angka-
angka yang dilaporkan tidak menggambarkan angka yang sesungguhnya. Hal tersebut
disebabkan antara lain oleh banyaknya kasus yang tidak dilaporkan, karena belum ada
undang-undang yang mengharuskan melaporkan setiap kasus baru yang ditemukan, system
laporan belum seragam, banyak kasus asimptomatik terutama wanita, pengontrolan belum
berjalan baik, dan fasilitas diagnostic yang ada sekarang ini kurang sempurna sehingga
seringkali terjadi salah diagnosis dan penanganannya.3
Faktor etiologi
Faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi human pavilloma virus
(HPV). HPV tipe 16, 18,31,33,35,45,51,52,56 dan 58 sering ditemukan pada kanker dan lesi
prakanker. Infeksi virus papiloma sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual.3
Faktor risiko
Perilaku seksual
Dari studi epidemiologi, kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan perilaku
seksual, seperti berganti-ganti mitra seks dan usia melakukan hubungan seks yang pertama.
Risiko meningkat lebih dari sepuluh kali bila mitra seks enam atau lebih, atau bila hubungan
seks pertama di bawah umur 15 tahun. Risiko akan meningkat apabila hubungan dengan pria
3
berisiko tinggi mengidap kandiloma akuminatum. Pria berisiko tinggi adalah pria yang
melakukan hubungan seks dengan banyak mitra seks.3
Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret maupun yang dikunyah.Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogenik dan mutagen, sedangkan bila
dikunyah ia menghasilkan nitrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap
terdapat pada getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. Ali
dkk bahkan membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA
epitel serviks sehingga mengakibatkan neoplasma serviks.3
Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat
mencegah kanker.Dari beberapa penellitian, ternyata defisiensi terhadap asam folat, vitamin
C, E, beta karotin/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.3
Perubahan sistem imun
Perubahan sistem imun dihubungkan dnegan meningkatnya risiko terjadinya
karsinoma serviks invasive.Hal ini dihubungkan dengan penderita yang terinfeksi dengan
human immunodeficiency virus (HIV) meningkatkan angka kejadian kanker serviks
prainvasif dan invasive.3
B. Program IVA di puskesmas
Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh tenaga perawat yang sudah terlatih, oleh
bidan, dokter umum atau oleh dokter spesialis. Adapun pelatihannya, telah ada kesepakatan
antara pihak yang berpengalaman dan berkecimpung dalam kegiatan pelatihan deteksi dini
dengan metode IVA ini, hingga disepakati IVA selama 5 (lima) hari. Dua hari untuk
4
pembekalan teori dan juga “dry workshop”. Adapun tiga hari untuk pelatihan di klinik dan di
lapangan bersifat “wet workshop” dalam artian latihan dengan memeriksa langsung pada
klien. Sangat disarankan setelah pelatihan tersebut tetap dilanjutkan dengan pendamping atau
supervisi, hingga dapat dicapai suatu kemampuan yang dinilai kompeten jika personil yang
bersangkutan telah melakukan pemeriksaan pada 100 orang klien dan mendapatkan 3 hasil
pemeriksaan yang positif dan benar. (laporan hasil loka karya penanggulangan kanker rahim
balikpapan, 25 juli 2008).3
Skrining dan deteksi penyakit dalam populasi
Misi epidemiologi adalah untuk menunjang program kesehatan masyarakat. Tujuan
ahli epidemiologi adalah untuk memahami kausalitas dan hubungan penyakit sehingga
program pengendalian penyakit, pencegahan dan program perlindungan dapat dikembangkan
dan diterapkan untuk melindungi populasi. Program skrining merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk mencapai misi dan sasaran epidemiologi tersebut. Program skrining dapat
dilakukan secara pasif seperti pemeriksaan mata disekolah dasar atau secara ambisius seperti
skrining multifase yang diadakan di mal perbelanjaan atau bazar kesehatan. Skrining
didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan cepat untuk mengidentifikasi dan
memisahkan orang yang tampaknya sehat, tetapi kemungkinan berisiko terkena penyakit, dari
mereka yang mungkin tidak terkena penyakit tersebut. Skrining dilakukan untuk
mengidentifikasi mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim
untuk menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti. Skrining multifase
adalah penggunaan suatu kombinasi tes dan diagnostik yang dilakukan secara berurutan oleh
tekhnisi dibawah arahan medis terhadap sekelompok besar orang yang sehat. Skrining
multifase menggunakan serangkaian tes skrining tersebut sebagai upaya pencegahan untuk
mengidentifikasi penyakit atau kondisi apa pun pada populasi yang kelihatannya sehat.4
Skrining terkadang dipertukarkan maknanya dengan diagnosis, tetapi skrining itu
sendiri merupakan prekursor untuk diagnosis. Tes skrining, seperti tes penglihatan,
pengukuran tekanan darah, pap smears, pemeriksaan darah, dan x-rays dada dilakukan pada
kelompok besar atau populasi. Tes skrining memiliki titik potong yang digunakan untuk
menentukan mana orang yang berpenyakit dan mana yang tidak. Diagnosis diberikan kepada
pasien secara perorangan oleh dokter atau institusi perawatan kesehatan berkualitas lainnya.
Diagnosis selain menggunakan hasil tes, juga melibatkan evaluasi tanda dan gejala, dan
mungkin melibatkan penilaian yang subjektif berdasarkan pengalaman dokternya. Diagnosis
5
adalah hak prerogatif dokter. Tes skrining dapat dilakukan oleh tekhnisi medis di bawah
pengawasan dokter. Skrining tidak ditujukan untuk menyaingi diagnosis, tetapi lebih sebagai
proses yang digunakan untuk mendeteksi kemungkinan suatu kondisi penyakit sehingga
dapat dirujuk untuk diagnosis. Diagnosis tidak hanya memperkuat atau menyanggah tes
skrining, tetapi juga dapat membantu menetapkan validitas, sensitivitas, dan spesifisitas uji.4
Test skrining dapat dilakukan dengan cara :
Pertanyaan/kuesioner
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
X-ray, termasuk diagnostic imaging
Jenis penyakit yang tepat untuk skrining :
Merupakan penyakit yang serius
Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung dibandingkan setelah gejala
muncul
Prevalensi penyakit pre klinik harus tinggi pada populasi yang diskrining
Syarat – syarat skrining :
Penyakit harus merupakan masalah kesehatan yang penting
Harus ada cara pengobatan yang efektif
Tersedia fasilitas pengobatan dan diagnosis
Diketahui stadium prepatogenesis dan pathogenesis
Test harus cocok, hanya mengakibatkan sedikit ketidaknyamanan, dapat diterima oleh
masyarakat
Telah dimengerti riwayat alamiah penyakit
Harus ada Policy yang jelas
Biaya harus seimbang, biaya skrining harus sesuai dengan hilangnya konsekuaensi
kesehatan
Macam-macam skrining
Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu
6
Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria tertentu,
contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada wanita yang
sudah menikah
Case finding screening adalah upaya dokter/tenaga kesehatan untuk menyelidiki
suatu kelainan yang tidak berhubungan dengan keluhan pasien yang datang untuk
kepentingan pemeriksaan kesehatan
Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakit
Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis
penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas
Pertimbangan program skrining
Wilson dan junger menetapkan beberapa hal yang harus dipertimbangkan ahli
epidemiologi saat merencanakan dan melaksanakan program skrining. Dari sudut pandang
ksehatan masyarakat, skrining paling efektif jika dapat mencapai sebagian besar populasi.4
Berikut faktor yang perlu dipertimbangkan ketika merencanakan program skrining
untuk kelompok populasi yang besar :
a. Penyakit atau kondisi yang sedang diskrining harus merupakan masalah medis utama
b. Pengobatan yang dapat diterima harus tersedia untuk individu berpenyakit yang
terungkap saat proses skrining dilakukan.
c. Harus tersedia akses ke fasilitas dan pelayanan perawatan kesehatan untuk diagnosis
dan pengobatan lanjut penyakit yang ditemukan
d. Penyakit harus memiliki perjalanan yang dapat dikenali, dengan keadaan awal dan
lanjutannya yang dapat diidentifikasi
e. Harus tersedia tes atau pemeriksaan yang tepat dan efektif untuk penyakit
f. Tes dan proses uji harus dapat diterima oleh masyarakat umum
g. Riwayat alami penyakit atau kondisi harus cukup dipahami, termasuk fase reguler dan
perjalanan penyakit, dengan periode awal yang dapat diidentifikasi melalui uji.
h. Kebijakan, prosedur, dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang
harus dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut.
i. Proses harus cukup sederhana sehingga sebagian besar kelompok mau berpartisipasi
j. Skrining jangan dijadikan kegiatan sesekali saja, tetapi harus dilakukan dalam proses
yang teratur dan berkelanjutan.4
7
C. Jenis-jenis skrining pada kanker serviks
Ada beberapa metode skrinning yang dapat digunakan, tergantung dari ketrsediaan
sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat
diulangi (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel, serta
aman. Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut.5
1. Metode sitologi
1. Tes pap konvensional
Tes pap atau pemeriksaan sitology diperkenalkan oleh dr. George papanicolau
sejak tahun 1943. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker leher Rahim di Negara-
negara maju menurun drastic. Pemeriksaan ini merupakan suatu prosedur
pemeriksaan yang mudah, murah dan non-invasif. Beberapa penulis melaporkan
sensitivitas pemeriksaan ini berkisar antara 78%-93%, tetapi pemeriksaan ini tak luput
dari hasil positif palsu sekitar 15-37% dan negative palsu 7-40%. Sebagian besar
kesalahan tersebut disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat,
kesalahan dalam proses pembuatan sediaan dan kesalahan interpretasi.5
2. Pemeriksaan sitology cairan (liquid base cytology/LBC)
Dikenal juga dengan thin prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah
mengurangi hasil negative palsu dari pemeriksaan tes pap konvensional dengan cara
optimalisasi tekhnik koleki dan preparasi sel. Pada pemeriksaan ini sel dikoleksi
dengan sikat khusus yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah berisi larutan
fiksasi. Keuntungan pengunaan tekhnik monolayer ini adalah sel abnormal lebih
tersebar dan mudah tertangkap dengan fiksasi monolayer sehingga mudah dikenali.
Kerugiannya adalah butuh waktu yang cukup lama untuk pengolahan slide dna biaya
yang lebih mahal.5
2. Metode pemeriksaan DNA-HPV
Deteksi DNA HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai cara mulai
cara southern blot yang dianggap sebagai baku emas, filter in situ, dot blot, hibridisasi in situ
yang memerlukan jaringan biopsy, atau dengan cara pembesaran sepertyi PCR (polymerase
chain reaction) yang amat sensitive.5
3. Metode inspeksi visual
8
a. Inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI)
b. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Selain dua metode visual ini, dikenal juga metode visual kolposkopi dan servikografi
Setiap metode skrinning mempunyai sensitifitas dan spesifisitas berbeda. Sampai saat ini
belum ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas 100% (absolut). Oleh
karena itu, dalam pemeriksaan skrinning, setiap wanita harus mendapat penjelasan dahulu
(informed consent).5
Sensitivitas dan spesifisitas: uji validitas
Sensitivitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar mereka
yang terkena penyakit- presentase mereka yang terkena penyakit dan terbukti terkena
penyakit seperti yang diperhatikan melalui uji. Sensitivitas memperlihatkan proporsi orang
yang benar-benar sakit dalam suatu populasi yang menjalani skrining dan teridentifikasi
secara tepat terkena penyakit melalui tes skrining.5
sensitivitas= positif benarpositif benar+negatif palsu
= positif benarsemua orangberpenyakit
Spesifisitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar presentase
mereka yang tidak terkena penyakit- orang yang tidak terkena penyakit dan terbukti tidak
terkena penyakit seperti yang ditujukkan melalui suatu uji. Spesifisitas menunjukkan proporsi
orang yang tidak terkena penyakit dalam populasi yang menjalani skrining dan mereka yang
diidentifikasi dengan benar sebagai orang yang tidak terkena penyakit melalui uji skrining.5
spesifisitas= negatif benarnegatif benar+ positif palsu
= negatif benarsemua orang berpenyakit
X 100 %
Sensitivitas dan spesifisitas bukan nilai yang mutlak, setiap uji perorangan akan
menghasilkan respons yang berbeda. Sensitivitas dan spesifisitas terbentuk untuk setiap tes
melalui penggunaan tes yang berulang kali dalam satu rentang waktu. Penggunaan tes dalam
jangka panjang dapat menetapkan reliabilitas, validitas dan mengungkat kelemahan tes
tersebut. Ahli epidemiologi harus mengetahui seberapa baik tes dapat berfungsi dan apakah
tes itu cukup efektif untuk menskrining orang yang sakit dari orang yang sehat dalam
populasi umum. Ahli epidemiologi juga ingin mengetahui kemampuan uji untuk mengetahui
positif palsu (positives false) dan negatif palsu (false negatif). Bagaimana uji sensitifitas
9
tersebut? Hasil tes skrining dapat dibandingkan dnegan diagnosis yang dibuat oleh dokter,
yang akan membantu menetapkan validitas, sensitivitas dan spesifisitas uji sekaligus
membantu standardisasi tes tersebut.5
Disebut positif palsu jika tes skrining memperlihatkan bahwa individu terkena
penyakit, tetapi sebenernya dia tidak terkena penyakit. Tes itu keliru dalam mengidikasikan
bahwa seseorang terkena penyakit sementara pada kenyataanya dia sehat dan tidak
berpenyakit. Hasil tes telah keliru mengatakannya terkena penyakit, mencap orang yang sehat
terkena penyakit.5
Negatif palsu adalah kebalikan dari positif palsu. Negatif palsu adalah ketika uji
skrining mengindikasikan bahwa seseorang tidak terkena penyakit, tetapi pada kenyataanya
orang itu terkena penyakit. Tes telah keliru dalam mengindikasikan bahwa seseorang sehat
sementara dia sakit atau terkena penyakit. Tes telah keliru mengatakan tidak terkena
penyakit, mencap orang yang sakit sebagai orang yang sehat.5
Dikatakan positif benar, jika uji menyatakan seseorang terkena penyakit dan orang itu
memang benar terkena penyakit. Negatif benar adalah jika uji menyatakan seseorang sehat
dan tidak terkena penyakit sementara pada kenyataanya memang sehat dan bebas dari
penyakit.5
Akurasi pemeriksaan IVA
Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa IVA menjadi alternatif metode
skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas. Namun
demikian, akurasi metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji diberbagai negara
berkembang.3
Penelitian universitas zimbabwe dan JHPIEGO cervical cancer project yang
melibatkan 2.203 perempuan di zimbabwe melaporkan bahwa skrining dengan metode IVA
dapat mengidentifikasi sebagian besar lesi prakanker dan kanker. Sensitivitas IVA dibanding
dengan pemeriksaan sitologi (tes Pap) berturut-turut adalah 76,7% dan 44,3%. Meskipun
begitu, dilaporkan juga bahwa IVA kurang spesifik, angka spesifisitas IVA hanya 64,1%
dibanding sitologi 90,6%. Penelitian lainnya mengambil sampel 1997 perempuan di daerah
pedesaan cina, dilakukan oleh belinson JL dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas
10
metode IVA pada lesi prakanker tahap NIS 2 atau yang lebih tinggi, dikkonfirmasi dengan
kolposkopi dan biopsi leher raim. Hasilnya penerlitian menunjukkan bahwa sensitivitas IVA
untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi adalah 71% sementara angka spesifisitas 74%.3
Memeprhatikan permasalahan dalam penangulangangan kanker serviks Indonesia ,
inspeksi visual asam asetat (IVA) dapat menjadi metode alternative untuk skrinning.
Pertimbangan ini dibuat dengan alasan:
1. Mudah dan praktis dilaksanakan
2. Dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan nondokter ginekologi. Bahkan oleh bidan
praktik swasta maupun di tempat-tempat terpencil
3. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana hanya untuk pemeriksaan ginekologi
dasar
4. Biaya murah, sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
5. Hasil langsung diketahui dan
6. Dapat segera diterapi (see and treat)
Pendekatan “the screen and threat”, based on visual inspection dengan asam asetat
sebagai screening test.3
IVA
A. Definisi
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka 9asam asetat 2%) dan larutan
iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan
olesan.Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai salah
satu metode skrinning kanker mulut Rahim.Tes ini lebih cocok digunakan di Negara
yang berkembang, misalnya kamboja.
B. Indikasi
Skrinning kanker mulut Rahim
C. Kontraindikasi
11
Tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona
transisional seringkali terletak di kanalis servikalias dan tidak tampak dengan
pemeriksaan inspekulo.
D. Persiapan dan syarat
Persiapan alat dan bahan
Sabun dan air untuk mencuci tnagan
Lampu yang terang untuk melihat serviks
Speculum dengan desinfeksi tingkat tinggi
Sarung tangan sekali pakai atau desinfeksi tingkay tinggi
Meja ginekologi
Lidi kapas
Asam asetat 3-5% atau anggur putih (white vinegar)
Larutan iodium lugol
Larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi instrument dan sarung tangan
Format pencatatan
Persiapan tindakan
Menerangkan prosedur tindakan, bagaimana dikerjakan, dan apa artinya hasil
test positif. Yakinkan bahwa pasien telah memahami dan menandatangani
informed consent.
Pemeriksaan inspekulo secara umum meliputi dinding vagia, serviks, dan
forniks.
E. Tekhnik prosedur
Sesuaikan pencahayaan untuk mendapatkan gambaran terbaik dari serviks
Gunakan lidi kapas untuk membersihkand arah, mucus dan kotoran lain pada
serviks
Identifikasi daerah sambungan skuamo-columnar (zona transformasi) dan area
di sekitarnya.
Oleskan larutan asam cuka atau lugol, tunggu 1-2 menit untuk terjadinya
perubahan warna. Amati setiap perubahan pada serviks, perhatian dengan
cermat daerah di sekitar zona transformasi.
Lihat dengan cermat SCTdan yakinkan area ini dapat semuanya terlihat. Catat
bila serviks mudah berdarah. Lihat adanya plaque warna putih dan tebal atau
12
epitel acetowhite bila menggunakan larutan asam asetat atau warna
kekuningan bila menggunakan larutan lugol. Bersihkan segala darah dan
debris pada saat pemeriksaan
Bersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan lugol dengan lidi kapas atau
kasa bersih
Lepaskan speculum dengan hati-hati
Catat hasil pengamatan, dan gambar denah temuan
F. Komplikasi/efek samping
Tidak ada
G. Interpretasi
IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih (cetonwhite) dan
permukaannya meninggi dengan batas yang jelas disekitar zona transformasi.2
Tes Pap
Pemeriksaan apusan Pap saat ini merupakan suatu keharusan bagi wanita, sebagai
sarana pencegahan dan deteksi dini kanker serviks, yang seyogyanya dilaksanakan oleh setiap
wanita yang telah menikah sampai dengan umur kurang lebih 65 tahun, bila dua kali
pemeriksaan apusa Pap terakhir negative dan tidak pernah mempunyai riwayat hasil
pemeriksaan abnormal sebelumnya. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara berkala minimal
satu tahun sekali, walaupun awanita itu tidak mempunyai keluhan pada organ saluran genital,
karena kanker serviks pada stadium dini biasanya tanpa keluhan dan dengan mata biasa tidak
mungkin dapat dideteksi. Pemeriksaan skrining apusan pap secara berkala, diharapkan dapat
menemukan kasus-kasus kanker serviks dini atau lesi prakanker yang belum menimbulkan
gejala secara klinik, sehingga dapat dilakukan terapi dengan tuntas. Ketepatan diagnosis
sitology pada skrinning deteksi kanker serviks terutama sangat tergantung pada representative
tiaknya sediaan apusan Pap yang dibuat, disamping factor-faktor lain, seperti fiksasi, pulasan
sediaan dan kemahiran interpretasi.6
Representative tidaknya sediaan apusan pap sangat dipengaruhi oleh cara/tehnik
pengambilan bahan pemeriksaan, cara pembuatan sediaan dan alat pengambil secret yang
digunakan. Oleh karena itu sebelum melangkah kepada penilaian sitology apusan pap perlu
dipahami terlebih dahulu mengenai cara pengambilan dan cara pembuatan sediaan sitology
apusan pap yang tepat dan benar dengan cara seksama.6
D. Pencegahan kanker serviks
13
Pencegahan penyakit merupakan tindakan yang di lakukan untuk mencegah terjadinya
sakit sebelum agent masuk ke dalam tubuh terpapar faktor resiko, atau mengurangi akibat
yang timbul karena penyakit. Dalam tindakan pencegahan terdapat 3 tahapan, yaitu
pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer meliputi health promotion dan
specific protection. Yaitu tindakan yang dilakukan sebelum agent masuk tubuh., di lakukan
sewaktu host sehat , misalnya gaya hidup dan imunisasi. Pencegahan sekunder meliputi early
diagnosis dan prompt treatment, dan disability limitation. Yaitu tindakan yang dilakukan saat
mulai sakit. Melalui tindakan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Misalnya pap smear
dan skrining. Sedangkan pencegahan tersier meliputi rehabilitation. Yaitu tindakan untuk
mengurangi kommplikasi penyakit.7
Pemberian vaksin kanker serviks
Keganasan kanker serviks dapat menyerang wanita tanpa melihat kelompok umur.
Vaksin dapat di berikan pada kelompok umur 11-26. Vaksin di berikan pada bulan 0,1 dan
bulan dan ke 6. Adapula untuk anda yang memiliki riwayat terinfeksi virus papilloma
manusia dapat di berikan veksinasi dengan efektifitas yang kurang . vaksinasi dapat
dilakukan di dokter spesialis kandungan . vaksin di gunakan hanya untuk pencegahan bukan
pengobatan.7
Deteksi dengan pap smear
Pap smear atau tes papaniculou merupakan metode skrining yang di gunakan
untuk mendeteksi kanker serviks. Tes inintelah terbukti dapat mendeteksi dini terjadinya
infeksi virus penyebab kanker serviks, sehingga mampu menurunkan resiko terkena kanker
serviks dan memperbaiki prognosis. Adapun anjuran untuk anda yang ingin mencegah sejak
dini dapat melakukan pap smear setahun sekali untuk wanita yang telah menginjak usia 3
tahun, wanita yang pernah menderita infeksi HPV , wanita pengguna pil kontrasepsi.
Lakukan sesering mungkin jika basil pap smear anda menunjukkan tidak normal atau setelah
pengobatan prekanker. Untk anda yang akan melakukan pap smear perhatikan ketentuannya
agar hasil akurat:
1) Melakukan pap smear pada dua minggu setelah hari pertama haid.
2) Sebelum pemeriksaan sebaiknya tidak menggunakan obat atau bahan herbal pencuci alat
kewanitaan.
3) Penderita paska persalinan dianjurkan datang 6-8 minggu untuk melakukan pap smear.
14
4) Selama 24 jam sebelum pemeriksaan tidak dianjurkan untuk berhubungan seksual.
Anda akan mendapatkan hasil pap smear sesuai dengan hasil setelah di lakukan
pengambilan sel permukaan serviks dengan memakai spatula, yang nantinya akan di proses
oleh dokter ahli patologi.7
Hindari hubugan seks bebas
Human papilloma virus (HPV) yaitu virus penyebab kanker serviks dapat menular
melalui hubungan seksual. Fakta menunjukkan hubungan seksual dengan berganti-ganti
pasangan menjadi penyebab utama penularan.7
Hindari rokok
Banyak pesan dan peringatan yang menyatakan bahwa rokok sangat membahayakan
dan memicu timbulnya penyakit ringan atau berbahaya akan tetapi untuk sebagian orang
( perokok) masih tidak menghiraukan pesan itu. Dan di temukan penderita kanker serviks
pada wanita perokok aktif sekitar 30%. Penyebabnya adalah kandungan zat kimia di dalam
rokok memicu infeksi virus penyebab kanker serviks.7
Menghindari diet tidak seimbang
Diet sudah menjadi kebiasaaan wanita yang bersifat penting untuk menjaga tubuh dan
kesehatan. Jika anda sering melakukan diet dan menghindari asupan buha dan sayur, itu
merupakan diet salah. Diet yang salah dapat memicu perkembangan virus penyebab kanker
serviks. Kandungan yang terdapat dalam buah dan sayur justru akan melindungi anda dari
serangan kanker serviks. Perhatikan pula makanan dan minuman anda jangan sampai
mengandung zat berbahaya seperti pengawet, pewarna, dan penyedap rasa.7
Produk kimia berbahaya
Kehidupan modern yang bersifat instans justru memicu timbulnya kanker. Kandungan
yang berbahaya yang terdapat di dalam pembungkus dan bahan plastic yang terkena panas
memicu timbulnya kanker. Minimalisir penggunaan steroform, bahan plastic yang
dipanaskan atau terkena plastik7
E. Promosi kesehatan
Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
15
sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku
mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan kesehatan, memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan serta mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah
gangguan kesehatan tersebut terlanjur terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya
menfasilitasi perubahan perilaku. Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-
program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam
masyarakat sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial
budaya, politik dan sebagainya). Atau dengan kata lain promosi kesehatan tidak hanya
mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (fisik
dan non-fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.8
Pendekatan program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”, dalam
artian:
a. Bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam
kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan dan
inginkan
b. Bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang menarik untuk
perilaku yang beresiko misalnya jamban keluarga sehingga buang air besar dapat di
lakukan dengan aman dan nyaman serta
c. Bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program promosi kesehatan dan
memantau dampaknya secara terus-menerus, berkesinambungan.8
Empat Kata Kunci Visi Promosi Kesehatan :
a. Willingnes ( Mau )
b. Ability ( Mampu )
16
c. Memelihara Kesehatan : mau & mampu mencegah penyakit, melindungi diri dr
kesehatan & mencari pertolongan pengobatan yg profesional bila sakit
d. Meningkatkan Kesehatan : mau & mampu mencegah penyakit, kesehatan perlu
ditingkatkan.8
Misi Promosi Kesehatan
a. Advokat (advocate): Ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat
kebijakan
b. Menjembatani (mediate): Menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor
yang terkait dengan kesehatan
c. Memampukan (enable): Agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatan secara mandiri
Strategi Promosi Kesehatan (WHO, 1984)
a. Advokasi (advocacy): Agar pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang
menguntungkan kesehatan.
b. Dukungan Sosial (social support): Agar kegiatan promosi kesehatan mendapat
dukungan dari tokoh masyarakat.
c. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment): Agar masyarakat mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan kesehatannya
Strategi Promkes (Piagam Ottawa, 1986)
a. Kebijakan Berwawasan Kesehatan
b. Lingkungan yang Mendukung
17
c. Reorientasi Pelayanan Kesehatan
d. Keterampilan Individu
e. Gerakan Masyarakat8
Kesimpulan
Dari bebrapa artikel dan hasil penelitian –penelitian yang pernah dilakukan Ca Cervix
memang merupakan salah satu momok bagi kaum wanita karena merupakan penyakit kanker
kedua paling banyak diderita oleh para wanita.. Hal ini banyak disebakan diantaranya masih
rendahnya tingkat pengetahuan ibu resiko tinggi tentang Ca cervix, khususnya mengenai
factor resiko Ca cervix dan kemungkinan pencegahan yang bisa dilakukan.
IV. Daftar pustaka :
1. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Edisi 3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2011.h.294-99
2. Rasjidin I. Manual prakanker serviks. Jakarta: CV sagung seto; 2008.h.5-54
3. Rasjidin I. Panduan penatalaksanaan kanker ginekologik berdasarkan evidence based.
Jakarta: EGC;2007.h.6-19
4. Timmreck TC. Epidemiologi suatu pengantar. Edisi 2. Jakarta: EGC;2004.h. 337-45
5. Jurnal : 2008. Skrinning kanker rahim dengan metode inpeksi visual asam asetat
(IVA). Health technology assessment indonesia, departemen kesehatan republik
indonesia hal 3-36.
6. Lestadi J. Penuntun diagnostik praktis sitologi ginekologik apusan pap. Jakarta: widya
medika; 1997.h. 1-4, 17
18
7. Diambil dari : Pencegahan Kanker Servikshttp://bidanku.com/pencegahan-kanker-
serviks#ixzz362LRxAr9. Di unduh pada 5 juli 2015
8. Diambil dari : http://ners.unair.ac.id/materikuliah/promosi%20kesehatan2.pdf. Di
unduh pada 5 juli 2015
19