Patofisiologi ITP

download Patofisiologi ITP

of 33

description

ITP pedicatria

Transcript of Patofisiologi ITP

BAB I

PENDAHULUANPurpura Trombositopenia Idiopatik atau saat ini dikenal dengan Purpura Trombositopenia Imun (ITP) merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimunitas yang mengakibatkan terjadinya trombositopenia karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang berasal dari Immunoglobulin G.1Adanya trombositopenia pada ITP akan mengakibatkan gangguan pada sistem hemostasis dikarenakan trombosit bersama dengan sistem vaskuler faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis ITP sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Terkadang juga simptomatik. Oleh karena merupakan penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan konvensional dalam pengobatan ITP. Pengobatan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit yang mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan penanganan akibat perdarahan fatal, ataupun penanganan-penanganan pasien yang gagal atau relaps.1Berdasarkan etiologi ITP dibagi menjadi 2 yaitu: ITP primer (idiopatik) dan ITP sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umumnya terjadi pada orang dewasa). Diperkiraan insidens ITP terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahunnya dan kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak. ITP terjadi bila trombosit mengalami destruksi secara prematur dari deposisi autoantibodi atau kompleks imun dalam membran sistem retikuloendotel limpa dan umumnya hati.2Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali platelet berada dalam jumlah yang normal. Platelet adalah sel-sel sangat kecil yang menutupi area tubuh paska terjadinya luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan platelet yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah platelet ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya.3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi dan Etiologi2.1.1DefinisiITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura atau saat ini dikenal dengan 'Immune Thrombocytopenic Purpura'. 'Idiopathic' berarti tidak diketahui penyebabnya. 'Thrombocytopenic' berarti darah yang tidak cukup memiliki keeping darah (trombosit). 'Purpura' berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan).3 ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Gangguan ini ditandai dengan jumlah trombosit yang rendah dan perdarahan mukokutan.1

Insidensi ITP pada anak-anak antara 4,0 5,3 per 100.000 dimana ITP akut umumnya menyerang anak-anak usia antara 2 6 tahun. 7 28% anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik 15 20%. ITP pada anak berkembang menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Angka insiden ITP pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun. Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58 66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8 6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. ITP kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan median rata-rata usia 40 45 tahun. Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien ITP akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2 3 : 1.1Pasien ITP refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit dibawah normal atau ada perdarahan. Pasien ITP refrakter ditemukan kira-kira 25 30 % dari jumlah pasien ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap terapi dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16 %.12.1.2 Etiologi

Penyebab ITP ini tidak diketahui. Seseorang yang menderita ITP, dalam tubuhnya membentuk antibodi yang mampu menghancurkan trombositnya. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap benda asing seperti bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang trombosit tubuhnya sendiri.32.2 Klasifikasi ITP

Ada 2 tipe ITP, antara lain:31. Menyerang kalangan anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun. ITP yang dialami anak-anak berbeda dengan yang dialami oleh orang dewasa. Sebagian besar anak yang menderita ITP memiliki jumlah trombosit yang sangat rendah dalam tubuhnya, yang menyebabkan terjadinya perdarahan tiba-tiba. Gejala-gejala yang umumnya muncul diantaranya luka memar dan bintik-bintik kecil berwarna merah di permukaan kulitnya. Selain itu juga mimisan dan gusi berdarah.

2. Menyerang orang dewasa. sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja (ITP bukanlah penyakit keturunan). Penyakit ITP untuk penderita orang dewasa dapat berlangsung lebih lama dibandingkan yang dialami anak-anak. Pada saat dilakukan diagnosis, sebagian besar penderita dewasa ITP umumnya telah mengalami adanya perdarahan yang terus meningkat dan mudah sekali mengalami luka memar dalam kurun waktu beberapa minggu, atau bahkan bulan. Untuk pasien wanita, meningkatnya aliran darah menstruasi juga merupakan tanda-tanda utama. Banyak orang dewasa yang mengalami trombositopenia (jumlah trombosit dalam darah relatif sedikit) yang tidak terlalu parah. Pada kenyataannya, sebagian kecil orang bahkan tidak mengalami gejala-gejala perdarahan. Kalangan ini umumnya didiagnosis ITP saat melakukan tes pemeriksaan darah untuk suatu keperluan, dan ternyata salah satu hasilnya menunjukkan jumlah sel darah merah yang sedikit.2.3 Patofisiologi ITP2.3.1Destruksi PlateletPenelitian yang dilakukan oleh Harrington dan rekannya pada tahun 1951 mendapatkan hasil bahwa anti platelet merupakan penyebab dari destruksi platelet pada ITP. Penelitian eksperimental ini dilakukan dengan mentransfer plasma dari pasien ITP kepada pasien normal. Evan dan kawan-kawan di tahun yang sama menyatakan bahwa faktor anti platelet adalah antibodi antiplatelet yang terdapat pada immunoglobulin G. Pada tahun 1975 Dixon dan Rosse mengidentifikasi antibody anti platelet tersebut yang mana anti platelet antibodi tersebut secara spesifik menyerang glikoprotein yang terdapat pada platelet (GPs).Pada tahun 1982, Van Leeuwen dkkdengan menggunakan platelet immunoflurescent test (PIFT) dapat mendemosntrasikan auto antibodi yang melawan GP 11a/11b. Antibodi ini mampu untuk berikatan dengan platelet platelet dari orang normal pada umumnya namun tidak pada pasien dengan penyakit Glanzmannss, yang tidak memiliki GP11a/11b pada plateletnya. 4Anti platelet antibodi lainnya yang terdapat pada kasus ITP kronik adalah adanya antibodi anti platelet yang menyerang seluruh glikoprotein pada platelet, dengan anti GP 1a/11a dan anti GP 1b/IX antibodi. Antibodi tersebut berikatan dengan molekul glikoprotein pada permukaan platelet dengan porsi variable (Fab) dan porsi konstan Fc ekspos. Sistem retikuloendotelial (RES) sel fagosit (monosit, makrofag) mengekspresikan Fc reseptor (Fc R) pada permukaan mereka yang dapat mengenali dan berikatan dengan porsi Fc dari antibodi pada permukaan platelet, sehingga terjadi proses fagositosis. Limpa merupakan organ yang memiliki sel fagosit yang mengekspresikan Fc R dan merupakan tempat utama terjadinya destruksi antibodi yang terdapat pada platelet. Sel sel fagosit di RES mengekspresikan 3 kelas reseptor ( Fc Rs), Fc R1 yang memiliki afinitas tinggi terhadap monomerik IgG dan kompleks imun IgG. Fc & R112 dan Fc R112 yang memiliki afinitas rendah terhadap reseptor dan hanya berikatan dengan kompleks imun Ig G. 4Produksi autoantibodi antiplatelet dijelaskan melalui mekanisme molecular mimicary. Antigen pada lingkungan seperti halnya agen infeksi, menyerupai struktur antigenik pada platelet glikoprotein, sehingga menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi melawan platelet host itu sendiri. Dalam prosesnya, sel B memerlukan bantuan dari sel T CD4+. Peran sel T helper dalam patogenesis ITP masih dalam penelitian tingkat lanjut.4,52.3.2Produksi Platelet yang TergangguAdanya destruksi platelet melalui mekanisme autoimun dan peningkatan kompensasi pada produksi megakariosit merupakan salah satu hal yang menjadi tanda khusus ITP. Trombopoesis pada ITP tidak cukup untuk mengkompensasi destrusksi platelet perifer. Kegagalan trombopoesis dalam mekanisme kompensasi inilah yang menyebabkan rendahnya kadar platelet. Antibodi anti platelet yang menyerang GP1b/1X dan kompleks GP11b/11a juga berperan dalam pengahancuran megakariosit karena menyerang glikoprotein yang terdapat pada permukaannya. Chang et al dalam studi ekspreimental pada tahun 2003 menemukan plasma dari anak anak dengan ITP mengandung antiplatelet antibodi yang menghambat proliferasi megakariosit secara in vitro. Studi ultrastruktural dari pasien anak dengan ITP memberikan gambaran adanya apoptosis dan para apoptosis. Trombopoetin (TPO) yang merupakan hematopoetik growth factor meningkatkan perkembangan megakariosit dan produksi platelet. Teori adanya kegagalan produksi oleh platelet didukung oleh adanya temuan yang mana TPO agonis reseptor, romiplostin dan eltrombopag meningkatkan produksi platelet dan meningkatkan jumlah platelet.62.4 Manifestasi Klinis

ITP pada anak biasanya terdapat pada anak yang tanpa mengalami permasalahan kesehatan sebelumnya, dengan rentang usia 2 7 tahun. Laki laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena penyakit ini, namun pada studi terdahulu menyatakan bahwa lebih tinggi angka kejadian pada bayi laki laki lebih tinggi dibandingkan dengan bayi perempuan dengan adanya penurunan kecenderungan untuk terkena ITP seiring meningkatnya usia. Penyakit ITP biasanya muncul tiba tiba dengan adanya peteki dan memar pada hampir seluruh pasien. Epitaksis terjadi pada sepertiga pasien dan hematuria jarang ditemukan. Sebanyak dua pertiga penderita dengan ITP memiliki riwayat infeksi beberapa hari atau minggu sebelumnya. Infeksi yang paling sering terjadi adalah adanya infeksi traktus respiratorius utamanya oleh virus dan interval adanya infeksi dan ITP dengan interval 2 minggu. Pemeriksaan fisik menyatakan bahwa bayi sehat yang hanya dengan manifestasi berupa peteki dan memar merupakan salah satu manifestasi dari adanya kadar platelet yang rendah. Organomegali dan limfadenopati tidak ditemukan. Pada beberapa kasus jarang ditemui adanya pembesaran limpa. 62.5 DiagnosisDiagnosis ITP harus dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang utamanya pemeriksaan laboratorium serta dilakukan secara per eksklusionam.7 Riwayat penggunaan obat obatan termasuk aspirin, kinin, heparin dan transfusi platelet serta transfusi darah tidak boleh ditemukan. Adanya penyakit lain seperti halnya lupus eritematosus, sindrom evans, malignansi hematologi, antifosfolipid antibodi, von willbrand disease dan infeksi sebelumnya oleh streptokokus harus di eksklusi. Lama terjadinya perdarahan pada PTI dapat membantu membedakan antara ITP akut dan kronis. Riwayat adanya ITP pada keluarga umumnya jarang didapatkan.7Pada pemeriksaan fisik didapatkan perdarahan tipe trombosit yaitu petekie, purpura, perdarahan konjungtiva dan perdarahan mukokutan lainnya. Jika ditemukan adanya pembesaran hati ataupun limpa, perlu dipikirkan kemungkinan ada penyakit lainnya walaupun pada ITP pada lebih kurang 10% anak mengalami hal tersebut.7Rendahnya jumlah platelet yakni < 100.000 dengan adanya megakariosit yang berlbihan maupun normal di sumsum tulang belakang merupakan salah satu kunci dalam diagnosis. Berikut merupakan pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan dan sering dikerjakan dalam penegakkan diagnosis ITP, antara lain4 :1. Darah lengkap dan hapusan darah tepi diperlukan dalam diagnosis ITP. Darah lengkap memperlihatkan adanya trombositopenia terisolasi dengan kadar leukosit yang normal dan kadar hemoglobin yang normal pula. Anemia hanya ditemukan jika ada perdarahan berat dan ditemukan pada 15% kasus. Pemeriksaan darah tepi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia, sindrom trombosit raksasa yang diturunkan dan kelainan hematologi lainnya yang imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar pasien.

2. Aspirasi sumsusm tulang belakang (BMA) tidak diperlukan dalam penegakan diagnosis ITP dan tidka diperlukan sebelum pelaksanaan pengobatan dengan steroid pada kasus ITP yang tipikal. tetapi BMA harus dikerjakan jika ada nyeri pada tulang, limfadenopati, hepatosplenomegali, panas, penurunan berat badan dan anemia yang tidak jelas penyebabnya atau adanya leukositosis maupun leucopenia yang tinggi.

3. Pemeriksaan antiplatelet antibodi tidak diperlukan dalam diagnosis ITP khusunya dalam membedakan apakah ITP tersebut termasuk primer atau sekunder dan dalam menegakkan diagnosis apakah ITP tersebut akan tetap akut atau menjadi kronis, karena itu tidak dilaksanakan secara rutin.

4. Tes skrining koagulasi tidak membantu dalam diagnosis ITP dan hanya dikerjakan jika ada infeksi atau penyakit perdarahan yang diturunkan5. Tes untuk mendeteksi antinuclear antibodi harus dilaksanakan pada anak yang lebih dewawa dengan ITP atau mereka dengan penyakit ITP kronik. Tes ANA tidak diperlukan pada anak yang baru saja terdiagnosis ITP utamanya dengan ITP primer.6. Pengecekan kadar immunoglobulin harus dikerjakan jika terdapat kecurigaan adanya kondisi imunodefisiensi.7. Kadar trombopoetin tidak membantu dalam diagnosis ITP, dan kerna itu tidak dikerjakan secara rutin.

2.6 Diagnosis Banding

ITP primer dapat ditegakkan melalui hasil eksklusi dari penyakit sekunder lain yang disertai dengan kondisi trombositopenia. Perlu ditekankan kembali bahwa diagnosis ITP ditegakkan berdasarkan adanya trombositopenia tanpa disertai dengan kelainan klinis serta laboratorium lain yang mengacu peda penyakit tertentu.8 Pemeriksaan darah lengkap serta hapusan darah tepi harus dilakukan berulang secara periodik pada anak dengan ITP yang baru terdiagnosa untuk mengeksklusi evolusi penyakit hematologi atau sumsum tulang yang lebih serius hingga diagnosis telah jelas dan terjadi remisi. Adapun beberapa kelainan yang sering disertai dengan kondisi trombostopenia dijabarkan pada Tabel 1 dibawah ini.9Tabel 1. Diagnosis Banding Trombositopenia

PenyakitManifestasi KlinisLaboratorium

Penurunan Produksi Platelet

1. Sindroma Trombocitopenia Absent Radius (TAR)2. Fanconi Anemia3. Amegakaryocitic ThrombocytopeniaTidak adanya radius saat lahir, adanya kelainan skeletal lain yang mungkin nampak, penyakit jantung kongenital pada sepertiga kasus.

Perawakan pendek, kulit hiperpigmentasi, hiploplasia pada ibu jari dan radius, diserta dengan abnormalitas pada ginjal, mikrosefali, mikroptalmus.

Tidak adanya kelainan pada skeletal seperti pada TAR sindromJumlah platelet biasanya 15-30 x 109/L

Pansitopenia akibat aplastik anemia

Trombositopenia periode neonaal

Didapat

1. Leukimia

2. Aplastik Anemia

3. Neuroblastoma

4. Defisiensi Nutrisi

5. Obat-obatanRiwayat demam, penurunan berat badan, nyeri tulang, lemah dan pucat; limpadenopati, splenomegali, hepatomegali

Riwayat lemah, perdarahan, atau infeksi berulang; pemeriksaan fisik tidak spesifik, tidak ditemukan splenomegali.

Masa pada abdomen pada mayoritas kasus, sindroma paraneoplastik, manifestasi neurologis karena keterlibatan korda spinal

Riwayat nutrisi buruk atau diet spesial; pucat, lemah, letih karena anemia, defisit neurologis pada defisiensi vitamin B12.

Riwayat penggunaan obat-obatanJumlah sel darah putih meningkat, anemia, blast sel pada hapusan darah tepi.

Pansitopenia, neutropenia berat, retikulosit rendah

Trombositopenia akibat metastasis sumsum tulang.

Anemia megaloblastik, hipersegmented neutropil pada hapusan darah tepi, reikulosit rendah, B12 dan asam folat rendah

Peningkatan Destruksi Platelet

Imun

1. Neonatal Allommune Trombositopenia

2. Obat-obatan

3. Infeksi HIV

4. Purpura post tranfusi

5. Penyakit autoimun

Nonimun

1. Sindrom Hemolitik-Uremik

2. DIC

3. Penyakit Jantung SianotikPetekie general pada beberapa jam setelah kelahiran

Riwayat penggunaan obat atau riwayat perubahan dosis

Tanda dan gejala sistemik dari HIV

Riwayat tranfusi platelet beberapa jam sebelum trombositopenia

Manifestasi sistemik termasuk pembengkakan pada sendi, temuan dermatologis

Riwayat diare berdarah, gagal ginjal

Tanda dan gejala sepsis (demam, takikardi, hipotensi)Sianosis, gagal jantung kongestifJumlah platelet pada ibu normal

Abnormalitas pada 1 atau semua sel darah, dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi HIV

Terjadi trombositopenia akut yang jelas

Biasanya terdapat anemia pada penyakit kronis, jumlah WBC terkadang abnormal

Anemia mikrositer pada hapusan darah tepi

PT dan APTT memanjang, anemia mikrositer pada hapusan darah tepi

Polisitemia kompensatori

Penyakit Platelet Kualitatif

1. Wiskott-Aldrich syndrome

2. Bernard-Soulier syndrome

3. May-Hegglin anomaly

4. Gray platelet syndromeEkzema, infeksi rekuren, penyakit keturunan X-linked

Penyakit keturunan autosomal, ekimosis, gusi berdarah, serta perdarahan gastrointestinal

Penyakit keturunan autosomal, sebagian besar asimtomatik

Perdarahan yang umumnya ringanJumlah platelet 20.000-100.000, bentuk platelet kecil pada hapusan darah tepi

Platelet ukuran besar pada hapusan darah tepi, biasanya lebih besar dari limfosit

Platelet raksasa pad hapusan darah tepi, terdapat inclusion body pada leukosit

Bentuk platelet oval dan berwarna pucat pada hapusan darah tepi

Sequestrasi1. HypersplenismRiwayat penyakit hati/ hipertensi porta, pada pemeriksaan fisik didapatkan splenomegaliAnemia ang bersamaan dengan jumlah leukosit abnormal tergantung jenis penyakitnya, berhubungan dengan leukemia dan penyakit infiltratif lainnya

2.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan ITP pada anak dapat meliputi tindakan suportif dan farmakologis. Tindakan suportif yang penting dilakukan pada pasien ITP antara lain, membatasi aktivitas fisik, mencegah perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit atau merubah fungsinya, memberi pengertian pada pasien dan/atau orang tua tentang penyakitnya.1 Selain itu terapi suportif yang dapat dilakukan antara lain, pemberian androgen, pemberian high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag, dan transfusi konsentrat trombosit namun hanya dapat dipertimbangkan pada penderita dengan resiko perdarahan mayor.6Terapi farmakologis yang diberikan, bertujuan untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit. Terapi farmakologis yang diberikan dapat berupa terapi kortikosteroid. Terapi kortikosteroid ini bertujuan untuk menekan aktivitas makrofag sehingga mengurangi destruksi trombosit, mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit, dan menekan sintesis antibody. Terapi awal menggunakan prednison atau prednisolon dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Bila dalam 2 minggu respon terhadap terapi baik (jumlah trombosit >30.000/>50.000), dilanjutkan sampai 1 bulan kemudian secara perlahan dosis diturunkan. Pasien dengan simtomatik persisten dan trombositopenia berat setelah mendapat terapi perlu dipertimbangkan untuk splenektomi. Immunoglobulin intravena (IgIV) dosis 1g/kgg/hari diberikan selama 2-3 hari jika terjadi perdarahan internal dengan jumlah trombosit