Naskah lihat lebih dekat

23
Rani adalah remaja berusia 17 tahun, ia bisa dikatakan sebagai remaja yang sangat sempurna, ia pintar, ceria, mandiri, jago lari dan dikelilingi oleh teman dan sahabat yang sangat sayang padanya. Dalam keluarganya, ia hidup bersama Ibu, dan adik semata wayangnya, Syifa. Sudah setahun ini, Rani dan Syifa menjadi anak yatim, karena sang ayah meninggal dalam kecelakaan maut. Semenjak kejadian itu, Syifa berubah seratus delapan puluh derajat. Ia berubah menjadi gadis yang sangat sensitif, ketus dan susah mengontrol emosi. Syifa memang tidak seberuntung Rani, Syifa tidak sepintar Rani. Ia sangat benci jika ada seseorang yang membandingkannya dengan kakak-nya itu. Rani dan Syifa selalu berangkat sekolah bersama karena mereka bersekolah ditempat yang sama. Hanya saja, Rani sudah duduk di kelas XI SMA sementara Syifa masih duduk di bangku IX SMP. Tak terkecuali pagi ini, mereka berangkat sekolah bersama, tapi Syifa selalu saja memperlakukan Rani seperti musuhnya sendiri. Rani: “Syifa, hati-hati ya...” Syifa: “ih apaan si, berlebihan banget deh” (jawab Rani dengan ketus dan langsung pergi meninggalkan Rani dengan wajah kesal) Rani: (tersenyum sambil memandangi punggung Syifa yang semakin menjauh. Langsung masuk ke kelas) Tak terasa jam istirahat sudah berbunyi... Lia: (menghampiri Rani) “Ran, kantin yuk!” Tia: (menyusul Lia menghampiri Rani) “pliss..jangan kantin dong” Rani: “loh emang di kantin ada apa?” (bingung) Lia: “tau lo..tumben amat gak mau ke kantin. Biasanya paling sigap kalo diajak ke kantin” Rina: “iya, Ti.kok tumben si?” Tia: “ehmm...hmmm ini....” (sambil menatap lantai dan menggoyang-goyangkan kaki secara perlahan)
  • date post

    22-Oct-2014
  • Category

    Education

  • view

    946
  • download

    5

description

 

Transcript of Naskah lihat lebih dekat

Page 1: Naskah   lihat lebih dekat

Rani adalah remaja berusia 17 tahun, ia bisa dikatakan sebagai remaja yang sangat sempurna, ia pintar, ceria, mandiri, jago lari dan dikelilingi oleh teman dan sahabat yang sangat sayang padanya. Dalam keluarganya, ia hidup bersama Ibu, dan adik semata wayangnya, Syifa. Sudah setahun ini, Rani dan Syifa menjadi anak yatim, karena sang ayah meninggal dalam kecelakaan maut. Semenjak kejadian itu, Syifa berubah seratus delapan puluh derajat. Ia berubah menjadi gadis yang sangat sensitif, ketus dan susah mengontrol emosi. Syifa memang tidak seberuntung Rani, Syifa tidak sepintar Rani. Ia sangat benci jika ada seseorang yang membandingkannya dengan kakak-nya itu.

Rani dan Syifa selalu berangkat sekolah bersama karena mereka bersekolah ditempat yang sama. Hanya saja, Rani sudah duduk di kelas XI SMA sementara Syifa masih duduk di bangku IX SMP. Tak terkecuali pagi ini, mereka berangkat sekolah bersama, tapi Syifa selalu saja memperlakukan Rani seperti musuhnya sendiri.

Rani: “Syifa, hati-hati ya...”

Syifa: “ih apaan si, berlebihan banget deh” (jawab Rani dengan ketus dan langsung pergi meninggalkan Rani dengan wajah kesal)

Rani: (tersenyum sambil memandangi punggung Syifa yang semakin menjauh. Langsung masuk ke kelas)

Tak terasa jam istirahat sudah berbunyi...

Lia: (menghampiri Rani) “Ran, kantin yuk!”

Tia: (menyusul Lia menghampiri Rani) “pliss..jangan kantin dong”

Rani: “loh emang di kantin ada apa?” (bingung)

Lia: “tau lo..tumben amat gak mau ke kantin. Biasanya paling sigap kalo diajak ke kantin”

Rina: “iya, Ti.kok tumben si?”

Tia: “ehmm...hmmm ini....” (sambil menatap lantai dan menggoyang-goyangkan kaki secara perlahan)

Rani dan Lia: “apa?”

Tia: “Ha?! Gausah ngaggetin gitu juga kali. Gue tu mau diet, jadi kalian harus membantu gue agar tujuan gue tercapai. Gimana?”

Rani dan Lia: “diet? Gak salah?”

Rani: “hahaha..hmm selama lo diet, lo gak makan gitu?”

Tia: “nggak laaaah....”

Lia: “diet lo itu salah! Kalo kaya gitu adanya nanti lo bukannya kurus malah mati. Hahahaha”

Page 2: Naskah   lihat lebih dekat

Rani: “iya, Ti..cara diet yang lo pake itu salah. Kalo mau ngurangin berat badan itu bukan dengan cara nggak makan. Tapi dengan berolah raga rutin dan pola makan teratur”

Tia: “ah tapi gue bingung mau olahraga apa. orang kalo di sekolah gak ada pelajaran olahraga mungkin seumur hidup gue gak akan pernah olah raga.

Rani: “gimana kalo nanti sore kita lari di tempat jogging biasa? Yaa itung-itung selain menyalurkan hobby gue, lo juga bisa membakar lemak yang ada di dalem tubuh lo itu...”

Lia: “ah ide bagus, gue setuju. Gimana Ti, mau ikut nggak?”

Tia: (berfikir sejenak) “oke gue ikut!”

Lia: “jadi, kita ke kantin aja yuk”

Rani dan Tia: “ayuk!”

Tia dan Lia langsung melesat menuju kantin, karena merasa ditinggal oleh sahabatnya, Rani buru-buru menyusul. Tapi tiba-tiba Rani kehilangan keseimbangannya dan ia terjatuh. Melihat sahabatnya terjatuh, Tia dan Lia langsung menolong Rani.

Rani : “aaaaaaaaa” (Jatuh tersungkur)

Tia dan Lia: “Raniiiii....”(berlari menghampir Rani)

Rani: “ehhh...”

Lia : “aduh lo kenapa? Kok gak hati- hati si?” (sambil membantu Rani berdiri)

Tia: “iya ni, lo kenapa kali lo..” (membantu Rani berdiri)

Rani: “aduh maaf ya gue jadi ngerepotin kalian deh..”

Tia: “udah nggak apa-apa. ayo bangun”

Waktu semakin berlalu, tak teras hari sudah semakin siang dan kini waktunya Rani dan teman-temannya pulang sekolah. Seluruh murid di kelas Rani sudah pulang, dan dikelas hanya ada Rani, Tia dan Lia.

Lia: “Ran, Ti..pulang yuk!”

Rani: “iya, ini mau pulang. Kalian duluan aja, nanti sore kita ketemu di tempat jogging biasa ya?”

Tia: “yaudah deh berhubung rumah gue agak jauh, gue pulang duluan ya...daaahh”

Lia: “eh gue ikut dong...Ran, sorry ya gue pulang duluan” (lari menyusul Tia)

Rani: “oke..hati-hati di jalan yaaa”

Tia dan Lia: (teriak dari luar) “iyaaaaaaaaa”

Page 3: Naskah   lihat lebih dekat

Karena kedua sahabatnya sudah pulang duluan, Rani pun pulang juga. Namun,belum sampai ia di gerbang sekolah, Rani bertemu dengan Syifa yang sedang menunggu Rani di pos satpam.

Rani: (bingung) “loh, Fa..kamu ngapain disini? Bukannya kamu harusnya udah pulang dari tadi ya? Kok masih disini?”

Syifa: “ya nungguin kakak lah, ngapain lagi coba?” (jawabnya dengan suara ketus)

Rani: “ha? Yang bener? Aduh kakak jadi nggak enak ni. Kalo tau kamu nunggu...”

Syifa: (memotong pembicaan Rani) “ah udah panas ni..”

Rani: “oh iyaa..ayo kita pulang”

Rani dan Syifa pun pulang, tapi Syifa jalan sangat cepat dan mendahului Rani. Namun baru beberapa langkah berjalan, Rani merasa pusing dan hampir terjatuh lagi.

Rani: (memegangi kepala dan sedikit terombang-ambing)

Syifa: (menegok ke belakang) “kakaaak....kenapa kak?”

Rani: “ah nggak kok kakak nggak kenapa-kenapa..ayo pulang”

Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit, Rani dan Syifa pun sampai dirumah. Sampai di rumah mereka bertemu dengan Ibu Yunita, ibu dari Rani dan Syifa. Semenjak ditinggal suaminya, Ibu Yunita bekerja sebagai guru disebuah Taman Kanak-Kanak, dan membuka bisnis butik online.

Syifa: “ assalamualaikum, Ibu” (mencium tangan ibunya)

Ibu Yunita: “waalaikumsalam..eh kalian udah pulang”

Rani: “ibu..” (mencium tangan Ibunya)

Ibu Yunita: “eh iya! Ibu udah masak Ayam bakar kesukaan kamu,Ran. Makan yuk. Ayo Fa. Kita makan siang bareng”

Syifa: “ha? Ayo,Bu” (jawabnya dengan nada ketus)

Meraka pun masuk kedalam rumah, Rani dan Syifa segera measuk ke kamar untuk menaruh tas dan membuka sepataunya. Namun ketika sampai di depan pintu kamar, tiba-tiba Syifa dengan sengaja mendorong Rani dengan bahunya. Dan Rani pun hanya bisa tersenyum dan menganggap Sifa tidak sengaja menyenggol bahunya.

Setelah selesai berganti baju, mereka berdua segera menuju meja makan untuk makan siang bersama.

Rani: “sini, Bu Rani bantuin.” (sambil menganbil mangkok yang berisi sayur)

Page 4: Naskah   lihat lebih dekat

Ibu Yunita: “ah Rani, kamu memang anak yang baik. Ibu bangga punya anak seperti kamu” (tersenyum bahagia)

Rani: “ah Ibu berlebihan..Rani begini karena Ibu juga orang yang baik”

Syifa: “ih apaan sih” (berbicara dengan pelan)

Ibu Yunita: “ayo dimakan...”

Setelah berdoa yang dipimpin oleh Ibu Yunita, akhirnya mereka mulai makan.

Ibu Yunita: “Ran. Tolong ambilkan ibu saus yang ada didekat kamu itu..”

Rani: “iya bu..”

Setelah disuruh ibunya. Rani langsung mengambil saus yang berada di depannya. Namun, entah mengapa Rani agak kesusahan untuk mengambil saus itu, berulang kali ia berusaha untuk mengambil saus itu, tapi seakan tangannya tidak mau bergerak. Syifa dan Ibu Yunita memperhatikan Rani dengan wajah bingung. Setelah bebeapa kali berusaha, akhirnya Rani berhasil mengambil botol saus itu.

Rani: “ini, Bu. Hehehe” (sambil memberikan botol saus)

Ibu Yunita: “ah iya..”(sambil tersenyum)

Setelah makan siang, Rani pergi keluar untuk menyapu halaman rumah. Namun, belum juga ia sampai, saat di depan gerbang rumahnya. Rani terjatuh lagi. Ibu Yunita yang saat itu berada di teras rumah, melihat Rani terjatuh ia langsung panik dan segera membantu Rani berdiri.

Ibu Yunita: “Rani, kamu nggak apa-apa? kok kamu bisa jatuh si?” (sambil membantu Rani berdiri)

Rani: “ah Ibu, nggak apa-apa kok. Tadi kayanya aku kepeleset deh. Hehe”

Ibu Yunita: “yaudah ayo masuk aja, nanti Ibu aja yang terusin”

Rani: “iya,Bu..”

Segeralah Ibu Yunita membawa Rani masuk kedalam rumah. Dan didalam rumah ada Syifa yang sedang menonton TV.

Syifa: “ih kakak..jatoh mulu si. Kaya orang gak punya keseimbangan tubuh deh” (memasang wajah ketus)

Ibu Yunita: “heh Syifa kamu ngomong apaan si? Kamu nggak boleh ngomong kaya gitu sama kakak kamu sendiri.”

Syifa: “emang bener ibu..kakak tuh....”

Rani: (memotong pembicaraan Syifa) “Ah nggak kok, bu. Aku nggak apa-apa. “

Page 5: Naskah   lihat lebih dekat

Ibu Yunita: “yaudah kamu ke kamar aja ya, Ran..”

Rani: “iya..Bu”

Syifa: “ih manja benget!” (langsung meninggalkan temapt duduknya dan pergi keluar)

Karena kesal dengan ibunya yang menurutnya “pilih kasih” Syifa langsung pergi keluar, dan di luar ia bertemu dengan sahabat kakaknya, Lia dan Tia di depan rumahnya.

Tia: “eh Syifa...kak Rani ada?”

Syifa: “ada di dalam, lagi di sayang-sayang sama ibu”

Lia: “oh iya..makasih ya Syif, ayo Ti kita masuk”

Tia: “ayo”

Tia dan Lia pun langsung masuk ke rumah Rani dan mereka bertemu dengan Ibu Yunita.

Ibu Yunita: “eh ada Tia sam Lia...tunben kesini sore-sore, ada apa?”

Tia: (mencium tangan Ibu Yunita) “iya Tante, kita udah ada janji sama Rani mau jogging bareng”

Lia: “iya tante, Rani ada?”

Ibu Yunita: “aduh..maaf ya Rani lagi istirahat. Kayanya Rani kecapean deh tadi aja Rani jatuh di depan rumah”

Tia dan Lia: “jatuh?” (saling bertatapan)

Ibu Yunita: “iya..oiya, ayo duduk dulu. Sekalian ada yang mau tante tanyai sama kalian”

Tia dan Lia masuk ke ruang tamu bersama Ibu Yunita.

Ibu Yunita: “ayo silahkan duduk..”

Lia: “iya makasih Tante”

Ibu Yunita: “hmm..tante mau tanya sama kalian tentang Rani..apa akhir-akhir ini Rani terlihat agak berbeda dari biasanya?”

Tia: “berbeda gimana tante?”

Ibu Yunita: “maksud tante, berbeda kaya sering jatuh, atau yang lainnya.”

Lia : “ah iya tante! Rani kayanya kurang darah ya tante, soalnya dia sering jatuh.”

Tia : “iya Tante, tadi pas disekolah Rani sempet tiba-tiba jatuh gitu Tante..saya juga gak tau kenapa di bisa jatuh gitu”

Page 6: Naskah   lihat lebih dekat

Ibu Yunita : “yang bener?” (memasang wajah kaget bercampur bingung)

Lia : “iya tante..kita gak bohong”

Ibu Yunita: (mulai bingung)

Tia: “tante.. kita pulang dulu ya, soalnya udah terlalu sore”

Lia: “iya tante kita pulang ya..”

Ibu Yunita : (kaget) “ah iya hati-hati yaa”

Saat malam harinya, Ibu Yunita langsung menuju kamar Rani. Terlihat Rani yang sedang belajar.

Ibu Yunita : (menghampiri Rani) “Rani...”

Rani : “eh Ibu..ada apa, Bu?”

Ibu Yunita: “gimana udah baikan?”

Rani : “udah kok, Bu. Kok ibu belum tidur?”

Ibu Yunita : “ah? Hmm..Rani, kamu belum pernah cek kesehatan kan? Besok kita tes kesehatan yuk’

Rani : (bingung) “cek kesehatan? Buat apa, Bu? perasaan Rani sehat-sehat aja”

Ibu Yunita : “nggak, Ibu Cuma pengen cek kesehatan kamu aja”

Rani : “tapi, Bu..Rani tuh baik-baik aja. Anak ibu ini masih sehat seperti biasanya. Ibu jangan terlalu khawatir karena Rani tadi sore jatuh.”

Ibu Yunita ; ‘tapi Rani, nggak ada salahnya kan kalo kita cek kesehatan kamu?”

Rani : “ibu...Rani tu baik-bai...”

Ibu Yunita : (memotong pembicaraan Rani) “Rani..tolong yaa”

Rani : “yaudah Bu, Rani mau. Tapi Rani mau ngelakuin ini buat meyakinkan ibu kalo anak Ibu yang satu ini sangat sehat” (tersenyum gembira)

Ibu Yunita : “yaudah besok pulang sekolah ibu tunggu di Rumah Sakit deket sekolah kamu ya..”

Rani : “iya Ibu, besok pulang sekolah Rani langsung ke sana”

Ibu Yunita : “iya makasih ya sayang, sekarang kamu tidur yaa”

Keesokan harinya, sepulang sekolah Rani segera menuju Rumah Sakit yang tidak jauh dari sekolahnya. Dan di dalam Rumah Sakit itu ternyata ada Ibunya yang sudah menunggu sejak tadi.

Page 7: Naskah   lihat lebih dekat

Rani : “ibuuu..” (berlari)

Setelah melihat ibunya, Rani segera berlari. Namun setelah berlari beberapa langkah Rani mulai kehilangan keseimbangannya dan hampir jatuh. Melihat anaknya hampir jatuh, Ibu Yunita segera bangkit dari tempat duduknya dan sebisa mungkin menagkap Rani.

Ibu Yunita : “Rani....”

Rani : “hehe maaf ya Bu, lantai rumah sakitnya agak licin sih.”

Ibu Yunita : “ah iyaa..lantai disini memang licin. Makanya kamu hati –hati ya”

Setelah itu, Rani dan Ibunya segera memasuki ruang dokter untuk memeriksa keadaan Rani.

Dokter Diza : “Rani, apa yang kamu rasakan akhir-akhir ini?”

Rani : “apa ya? Hmm saya merasa baik- baik aja kok, Dok”

Dokter Diza : “oke, kita tes dulu yuk.”

Rani dan Dokter Diza menuju ke tempat tidur yang ada di ruangan dokter Diza.

Dokter Diza : “sekrang kamu ikutin saya ya”

Rani : “iya dok”

Dokter Diza : “ kaya gini”

Dokter Diza langsung menyentuh hidungnya dan hidung Rani secara bergantian dengan menggunakan telunjuknya. Dengan cepat Rani pun mengikuti apa yang dilakukan dokter Diza, namun saat Rani menigkatkan kecepatannya. Rani melakukan kesalahan, seharusanya ia memyentuh hidung dokter Diza, tapi Rani justru menyentuh mata dokter Diza.

Dokter Diza : “aww”

Rani : (kaget) “eh maaf dok, saya nggak sengaja”

Dokter Diza : “ah iya nggak apa-apa kok” (sambil membetulkan kacamatanya)

“hmm..sekarang kamu ikutin saya lagi ya..”

Rani : “ iya dok”

Setelah mendengar persetujuan Rani, Dokter Diza langsung menyuruh Rani untuk mengangkat kaki kanannya dan kedua tangannya direntangkan. Sambil mengamati Rani, Dokter Diza menghitung 1-10 namun saat hitungan ke-6 Rani mulai goyah dan hampir jatuh. Karena kejadian itu dokter Diza mengajak Rani kembali ke depan, disana ada ibu Yunita yang dari tadi menunggu Rani.

Ibu Yunita : “gimana Dok, keadaan anak saya?”

Page 8: Naskah   lihat lebih dekat

Dokter Diza : “hmm..maaf ibu, saya belum bisa memberikan hasilnya sekarang. Nanti kalau hasilnya sudah keluar saya akan segera menghubungi ibu.”

Ibu Yunita : “iya baiklah Dok, terima kasih. Dokter saya dan anak saya permisi pulang”

Dokter Diza : “ iya Ibu, hati-hati”

Setelah berpamaitan dengan dokter Diza, Ibu Yunita dan Rani langsung pulang ke rumah. Sesampainya mereka di rumah ternyata ada Syifa sedang menunggu di luar rumah.

Syifa: “Ibu, lama banget kemana aja si?”

Rani : “maaf ya Syifa, tadi Ibu nganterin kakak ke rumah sakit “

Syifa : “ kakak ngapai ke rumah sakit? Apa gara-gara jatuh kemarin? Ih manja banget si. Masa jatoh gitu aja langsung ke rumah sakit”

Ibu Yunita : “Syifa, kamu nggka boleh ngonong gitu sama kakak kamu”

Syifa : “ih Ibu!” (langsung masuk kedalam rumah)

Ibu Yunita dan Rani hanya bisa melihat dengan wajah sedih perubahan Rani sekarang. Keesokan paginya setelah Rani dan Syifa berangkat sekolah, Ibu Rani menerima telpon dari dokter Diza.

Ibu Yunita : “hallo, dok”

Dokter Diza : “iya Ibu. Saya mau mengabarkan bahwa hasil kesehatan anak ibu bisa di ambil sekarang. Apa ibu bisa kesini?”

Ibu Yunita : “apa sepenting itu dok, sehingga saya harus kesana sekarang?”

Dokter Diza : “ini sangat penting Bu..”

Ibu Yunita : “iya dok, saya segera kesana. Terima kasih Dok..”

Setelah menutup telpon dari dokter Diza, Ibu Yunita langsung pergi ke rumah sakit. Dan masik ke ruangan dokter Diza.

Ibu Yunita : “permisi Dok..”

Dokter Diza : “ ah. Ibu, silahkan duduk Ibu..”

Ibu Yunita : (duduk) “iya terima kasih Dok. Hmm bagaimana hasil tes kesehatan anak saya, Dok?”

Dokter Diza : “ begini Ibu, sebelumnya saya minta maaf karena mungkin berita yang saya sampaikan ini, adalah berita buruk”

Ibu Yunita : (hampir menangis) “apa dok? Kenapa dengan anak saya?”

Page 9: Naskah   lihat lebih dekat

Dokter Diza : “berdasarkan hasil tes kemarin. Saya menyimpulkan anak ibu terkena penyakit Ataxia..”

Ibu Yunita : “Ataxia? Itu penyakit apa dok? Apa penyakit itu parah?”

Dokter Diza : “Ataxia adalah penyakit yang menyerang otak kecil dan tulang belakang, yang akan menyebabkan gangguan pada syaraf motorik. Penderitanya akan kehilangan kendali terhadap syaraf motoriknya secara bertahap dan makin lama kondisnya akan semakin melemah, bahkan bisa mengakibatkan kelumpuhan. Tapi kecerdasannya tidak akan hilang.”

Ibu Yunita : (mendengar perkataan dokter Diza, ia langsung menagis) “apakah separah itu dok? Tapi Rani akan sembuh kan dok?”

Dokter Diza : “sampai saat ini saya belum mendengar ada penderita Ataxia yang sembuh”

Ibu Yunita : (tertunduk dan langsung menagis) “ tapi dok, anak saya itu anak yang manis, ia sangat lincah, jago lari, pintar dan sangan baik. Bagaimana bisa ia terkena penyakit separah itu? “

Dokter Diza : “saya paham bagaimana perasaan ibu, tapi kita tidak boleh berputus asa, Rani adalah anak yang penuh semangat. Kemungkinan ia untuk sembuh masih ada. Biarpun sangat kecil.”

Ibu Yunita : “dok, bisa bayangin gak , gimana rasanya kalo dokter punya anak yang sangat aktif, jago lari, baik, nurut sama orang tua, punya banyak teman, pintar. Dan tiba- tiba dokter tau bahwa ia terserang penyakit mematikan seperti itu. dan dokter tidak bisa melakukan apa-apa!!!”

Dokter Diza : “kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperpanjang kemungkinan hidup Rani.”

Ibu Yunita : (menggebrak meja) “saya nggak mau memperpanjang umur Rani, saya maunya penyakit itu pergi dan musnah dari tubuh anak saya!!!!” “ maaf dok”

Dokter Diza : (kaget) “itu mungin saja terjadi jika kita semua yakin akan kesembuhan Rani”

Ibu Yunita : “yaudah terima kasih dok, saya permisi pulang dulu”

Dokter Diza : “iya, saya akan berusaha untuk menyembuhkan Rani”

Akhirnya Ibu Yunita pun kembali ke rumah dengan wajah sedih dan badan lemas. Sesampainya di rumah ia segera menyimpan hasil tes kesehatan Rani. Namun tanpa ia ketahui, Syifa melihat Ibu Yunita meletakan sesuatu kedalam laci.

Syifa: “ibu?”

Ibu Yunita : (kaget) “ kamu? Ngapain kamu disini? “

Syifa: “ah? Nggg..aku Cuma mau ngajak ibu makan malam doang kok.”

Page 10: Naskah   lihat lebih dekat

Ibu Yunita : “iya kamu duluan aja, nanti ibu nyusul. Mana kakak kamu?”

Syifa: “kakak masih di sekolah katanya masih ada yang harus di urusin di sekolah.”

Ibu Yunita : (marah) “kamu gimana sih? Kakak kamu itu masih kurang sehat. Harusnya kamu jangan biarin dia kecapean!” (langsung keluar kamar)

Setelah Ibu Yunita keluar kamar, Syifa masih tetap berada di dalam kamar. Ia penasaran dengan apa yang tadi di simpan ibunya. Dengan perlahan ia membuka laci dan mengambil selembar kertas. Ia memperhatikan isi dari kertas itu, karena kertas itu di penuhi dengan istilah kedokteran, ia menjadi sedikit bingung.

Syifa: “hah Ataxia? Itu apa? apakah itu parah?”

Setelah melihat hasil tes itu ia langsung masuk ke kamar dan di kamar Syifa melihat kakaknya yang ternyata sudah pulang.

Syifa : “kak tadi, di cariin ibu tuh”

Rani : “oh iya tadi ibu udah bilang sama kakak. Hmm kamu ngerasa ada yang aneh gak sih sama ibu?”

Syifa: “nggak ah. Oiya kak Ataxia itu apa sih?”

Rani : “Ataxia? Apa ya? Kakak juga gak tau sih.emang kenapa?”

Syifa : “yaudah aku tidur dulu deh”

Ke esokan harinya Rani dan Syifa berangkat bersama ke sekolah. Dan saat keluar dari rumah tiba-tiba kaki Rani tidak bisa di gerakan. Tapi setelah berusaha, akhirnya ia bisa berjalan lagi. Namun, tanpa ia sadari, Ibu Yunita memperhatikan perubahan yang terjadi pada anaknya. Dan Ibu Yunita hanya bisa menangis melihat anaknya itu.

Sesamapinya di sekolah Rani melihat Tia yang sedang menangis, dan disampingnya ada Lia. Rani langsung menghampiri sahabatnya itu.

Rani : “Loh, Ti? Lo kenapa?’

Lia : “dia habis kehilangan neneknya.”

Rani : “neneknya meninggal? Kenapa?”

Lia : “neneknya terkena penyakit Ataxia.”

Mendengar apa yang di katakan Lia, Rani langsung teringat pertanyaan adiknya semalam.

Rani : “aduh, Ti. Gue ikut berduka cita ya, atas kepergian nenek lo..”

Tia : “iya, makasih ya Ran..”

Page 11: Naskah   lihat lebih dekat

Rani : “oiya, Ataxia itu apa?”

Lia: “Ataxia itu sejenis penyakit mematikan. Gue juga gak tau persis itu seperti apa”

Tak terasa bel istirahat pun berbunyi, mulai melakukan hal yang tidak bisa mereka lakukan di jam pelajaran. Ada yang pergi ke kantin, ke taman, main basket, ke perpustakaan. Dan Rani lebih memilih pergi ke perpustakaan. Ia ingin mencari apa itu sebenarnya penyakit Ataxia, dengan memanfaatkan fasilitas internet yang tersedia, ia mulai browshing. Dan ia pun sangat kaget saat membaca sebuah artikel tentang penyakit Ataxia, ia membaca gejala apa saja yang di alami oleh penderita penyakit Ataxia, dan itu semua ia alami sekarang! Tanpa ia sadari matanya mulai di penuhi air, dan seluruh badannya lemas.

Sepulang sekolah ia ingin berbicara dengan ibunya tentang hasil tes kesehatannya. Namun saat ia tiba di rumah ia tidak menemukan ibunya. Lalu ia masuk ke kamar ibunya dan menemukan selembar kertas tergeletak begitu saja di atas tempat tidurnya. Dan secepat kilat ia pergi ke rumah sakit untuk menanyakan hasil tes kesehatannya beberapa hari lalu.

Rani : “Dokter”

Dokter Diza : “eh Rani, ada apa?”

Rani : (sambil sedikit menagis) “saya mau tanya, tentang hasil tes kesehatan saya kemarin dok..”

Dokter Diza : (kaget) “ha..apa ibu kamu belum bilang sama kamu?”

Rani: “belum, tapi saya tau Dok, tolong dokter jujur sama saya. Saya gak mau di bohongin terus. Ataxia itu penyakit mematikan kan dok?”

Dokter Diza : “itu memang mematikan, tapi dengan semangat. Kamu akan sembuh..”

Rani : “nggak dok! Selama ini belum pernah ada penderita Ataxia yang sembuh”

Dokter Diza : “itu memang benar, tapi optimis itu baik.”

Rani : “berapa lama lagi saya hidup, dok?”

Dokter Diza : “Rani, saya bukanlah Tuhan yang bisa menebak berapa lama lagi kamu akan hidup di dunia ini.”

Rani : “kalo begitu seberapa cepat penyakit ini akan melumpuhkan saya?”

Dokter Diza : “penyakit ini akan menyebar ke seluruh tubuh dengan bertahap, tapi jarak antar tahap cukup cepat.”

Rani: “terima kasih dok. Saya permisi pulang” (sambil menagis)

Dokter Diza : “iya, hati-hati Rani. “

Page 12: Naskah   lihat lebih dekat

Selama di perjalanan pulang Rani hanya menagis dan menangis. Lalu ia sampai di sebuah taman, dan ia duduk di taman itu. tak lama kemudian Lia. Lalu lia pun menghampiri Rani.

Lia : “Rani?”

Rani : “Lia...”

Lia : “lo kenapa? Kok lo nangis di sini?”

Tiba-tiba Rani berlari meninggalkan Lia yang saat itu berada di sampingnya. Ternyata serelah meninggalkan Lia, di tengah perjalanan Rani terjatuh. Saat itu Rani hanya bisa menangis dan terdiam, karena ia menyadari bahwa hampir seluruh tubuhnya tidak bisa di gerakan.

Setelah beberapa saat kemudian Rani sampai di rumah. Di rumahnya, Ibu Yunita sudah sangat panik, karena saat ia pulang Rani tidak ada di rumah.

Ibu Yunita : “Rani, kamu kemana aja? Ibu khawatir sama kamu”

Rani : “ ha? Hmm..Rani Cuma kerumah Lia kok Bu” (sambil menyembunyikan hasil tes kesehatan ke kantongnya)

Ibu Yunita : “Rani mulai saat ini, kamu berada di bawah pengawasan ibu 24 jam”

Rani : “kenapa bu? Ibu berlebihan ah, aku kan udah besar bu. Masa masih di awasin ibu”

“udah ya, Bu Rani mau tidur dulu” (langsung meninggalkan ibunya)

Keesokan harinya saat Rani hendak berangkat sekolah, ia merasa kakinya sangat lemas dan tak bisa di gerakan. Tapi ia memaksakan untuk bersekolah. Melihat keadaan Rani yang seperti itu, ibu Rani mencoba membantu Rani.

Ibu Yunita : “Rani, ibu bantu ya. Atau mau ibu antar aja?”

Rani : “ah, nggak usah Bu. Aku naik angkot aja ya.”

Ibu Yunita :”bener? Yaudah nanti ibu telpon Lia dan Tia untuk nungguin kamu di depan gerbang sekolah”

Rani : “iya, Bu..Rani berangkat dulu ya..” (sambil berusaha berjalan seperti biasanya)

Tak berapa lama kemudian Rani tiba di sekolah dan ke dua sahabatnya sudah menunggu di depan gerbang sekolah untuk membantu Rani.

Tia : “Rani, ayo gue bantu”

Rani : “aduh makasih ya..jadi ngerepotin kalian deh gue”

Lia : “ah nggak apa-apa kok. Santai aja lagi”

Page 13: Naskah   lihat lebih dekat

Setelah sampai di kelas, Rani duduk sebangku dengan Lia dan Tia yang duduk di belakang Lia mulai belajar seperti biasanya.

Saat Rani masih berada di sekolah, Ibu Yunita mendatang dokter Diza di rumah sakit.

Ibu Yunita : “permisi Dok..” (langsung masuk ke ruangan dokter Diza)

Dokter Diza : “eh Ibu, silahkan masuk..ada yang bisa saya bantu?”

Ibu Yunita : (duduk) “begini..saya ingin menanyakan tentang penyakit anak saya..”

Dokter Diza : “ibu mau tanya apa?”

Ibu Yunita : “apakah ada cara untuk menghilangkan penyakit itu dari tubuh Rani?”

Dokter Diza : “sebenarnya ada cara, untuk menghambat kematian Rani. Bukan untuk menghilangkan penyakit yang ia derita.”

Ibu Yunita : “Rani nggak akan mati !!!!!”

“ah..maaf dokter”

Dokter Diza : “salah satunya adalah dengan teraphy...tapi teraphy itu membutuhkan biaya yang sangat besar.”

Ibu Yunita : “berapa pun biayanya, saya akan usahakan untuk kesembuhan anak saya dok”

Dokter Diza : “oiya, saya hampir saja lupa..” (sambil memberikan beberapa brosur) “ini adalah beberapa brosur dari yayasan kesehatan. Mereka akan membantu anak-anak yang cacat fisik seperti Rani secara financial”

Ibu Yunita : “dokter ingat ya!! Rani itu tidak cacat ! dia bukan anak cacat dan saya tidak butuh brosur ini!! Permisi saya mau pulang “

Dokter Diza : (terdiam) “baiklah..silahkan..”

Setelah sampai di rumah, Ibu Yunita mendapati Rani yang sangat sulut untuk berjalan. Sehingga ia membantu Rani untuk berjalan.

Ibu Yunita : “Rani, kamu kenapa? Sini-sini ibu bantu”

Rani : “ah nggak apa-apa kok, Bu”

Ibu Yunita : (membantu Rani berjalan sambil menangis)

Ketika sampai di kamar Rani, ternyata di sana ada Syifa. Dan dari dalam kamar Syifa melihat Rani dan Ibunya dengan wajah sinis. Saat itu juga Syifa segera keluar dari kamar. Rani dan Ibu Yunita hanya bisa memandang Rani dengan senyum bercampur sedih.

Setelah membantu Rani masuk ke dalam kamar. Ibu Yunita segera keluar dan menghampiri Syifa yang sedang membaca majalah di teras rumah.

Page 14: Naskah   lihat lebih dekat

Ibu Yunita : “Syifaa..”

Syifa : “apa..”

Ibu Yunita : “kamu kenapa? Kok kalo ibu perhatikan kamu kaya sebel banget sama kakak kamu”

Syifa: “emang! Sejak dulu ibu hanya memperhatikan kak Rani tanpa peduli adanya aku. Aku merasa nggak di anggap sebagai anak, Bu”

Ibu Yunita : “kenapa kamu merasa seperti itu? ibu sudah berusaha untuk adil sama kalian”

Syifa : “ibu Cuma berusaha dan usaha ibu itu gagal. Sekarang ibu hanya memperhatikan kak Rani ditambah lagi sekarang kak Rani sakit. Ibu pasti lebih memprioritaskan Kak Rani ketimbang aku”

Ibu Yunita : “kamu ini ngomong apa. dan kamu tau dari mana kalo kakak kamu itu sakit?”

Syifa: “bener kan! Ibu Cuma memprioritaskan kak Rani”

Ibu Yunita “ ibu nggak bermaksud gitu sayang, ibu Cuma bertanya kamu tau berita itu dari mana?”

Syifa : “waktu itu pas ibu ninggalin Syifa di kamar ibu. Syifa ngeliat selembar kertas yang berisi hasil tes kesehatan kak Rani. Dan di situ ter tulis Ataxia.”

Ibu Yunita : (menagis) “kakak kamu terkena penyakit Ataxia, dan..”

Syifa: “Ataxia itu apa Bu? Apa itu penyakit parah ?”

Ibu Yunita : “Ataxia adalah penyakit yang menyerang otak kecil dan tulang belakang, dan lama-kelamaan kakak kamu akan menjadi lumpuh dan pada akhirnya akan meninggal”

Mendengar perkataan ibunya barusan Syifa langsung merasa bersaah kepada kakaknya, selama ini ia sudah banyak berbuat kesalahan kepada kakaknya. Dan setelah ia tau bahwa kakaknya tidak akan berumur panjang ia lamgsung menagis.

Syifa : (menangis) “ibu jangan bercanda. Kak Rani itu anak yang sangat aktif dan ceria bagaimana ia bisa terkena penyakit itu?”

Ibu Yunita : “ini semua adalah takdir dari Allah, kaka kamu adalah orang yang baik, maknaya Allah ngasih penyakit ini sama kakak kamu.”

Syifa : “tapi ini nggak adil banget bu. Aku yang selama ini jahat sama kak Rani, sehat wal afiat sedangkan Kak Rani yang baik, harus tertimpah musibah kaya gini.

Ibu Yunita : (memeluk Syifa) “maka dari itu, hargai moment setiap kamu bersama kakak kamu.”

Page 15: Naskah   lihat lebih dekat

Hari ini, Rani dan Syifa sedang pergi keluar. Dan ibu Yunita memanfaatkan ini untuk mengundang Tia dan Lia ke rumah.

Ibu Yunita : “hallo..Tia”

Tia : “iya tante, ada apa ya? Tumben pagi-pagi telpon Tia”

Ibu Yunita : “hmm kamu sama Lia bisa dateng ke rumah nggak? Ada yang mau tante bicarain sama kalian.”

Tia : “oh bisa kok Tante..nanti siang saya kesana ya Tante..”

Ibu Yunita : “iya, makasih ya Tia..”

Tia : “iya sama-sama Tante”

Beberapa saat kemudian, Tia dan Lia datang ke rumah Rani.

Lia: “permisi..”

Ibu Yunita : (dari dalam rumah ) “iya..eh kalian ayo masuk”

Tia : “makasih tante”

Ibu Yunita : “silahkan duduk”

Lia : “katanya ada yang mau di bicarakan tante?”

Ibu Yunita : “begini, kalian pasti udah tau kan perbedaan Rani yang dulu dengan yang sekarang..”

Lia : “iya, memang apa yang terjadi sama Rani tante?

Tia : “iya tante saya juga merasa ada yang janggal pada diri Rani”

Ibu Yunita : “memang sekarang ada yang berbeda pada Rani, Rani yang sekarang bukanlah Rani yang dulu...”

Lia : “maksud tante?”

Ibu Yunita : “Rani terkena penyakit Ataxia...”

Tia : “apaaaa?”

Lia : “apa ini berarti kalau Rani akan segera meninggal?”

Ibu Yunita : “tidak sesegera itu, tante akan berusaha bagaimanapun agar Rni bisa hidup lebih lama, atau bahakan bisa sembuh”

Tia : “saya juga akan membantu Rani semampu saya.”

Lia : “iya saya juga...”

Page 16: Naskah   lihat lebih dekat

Waktu berjalan sangat cepat, tak terasa sudah 2 bulan Rani mengidap Ataxia, dan tubunya kini semakin melemah. Ia hampir tak bisa berbicara sepatah kata pun...tapi tangannya masih berfungsi biarpun tidak sebaik biasanya.

Suatu saat Rani sedang membaca sebuah majalah, dan di majalah itu tertera pengumuman tentang lomba menulis puisi. Ia sangat antusias terhadap lomba itu. selama ia tidak bisa melkukan apa-apa lagi. Ia hanya bisa berbaring di tempat tidur bersam sebuah buku dan pulpen dan selama itu pun ia menulis beberapa buah puisi.

Rani : “iii....bbb..uuuu..aku maaau iikut lomba iniii..”

Ibu Yunita : “bener? Kamu mau ikut? Nanti ibu akan mengirimkan ke redaksi majalah ini.”

Rani : “iyaa..bu..aaaakuuu maaauuu”

Ibu Yunita : “kamu mau biki puisi baru atau puisi yang sudah jadi yang kamu tulis di buku itu?”

Rani : “aaaakuuu maaauuu bikiiin baru lagiii...”

Ibu Yunita : “yaudah nanti kalau sudah selesai kasih ke Ibu aja yaaa”

Rani : (mengangguk)

Keesokan harinya, Rani memberikan secarik kertas berisikan puisi yang sudah ia buat sendiri dengan tulisan yang sangat berantakan.

Rani : (dengan langkah terseret-seret menghampiri ibunya) “bu..i..ni..pui...siii..aku..”

Ibu Yunita : (sedang menyapu langsung berhenti dan membaca puisi yang di buat oleh Rani sambil menangis) “sayang ini bagus banget. Ibu yakin kamu pasti menang”

“yaaudah nanti ibu kirimin yaa”

Seminggu kemudian, Ibu Yunita membaca sebuah majalah yang di dalamnya terdapat nama Rani sebagai pemenang juara satu dari lomba puisi yang di selenggarakan minggu lalu.

Ibu Yunita : “

Page 17: Naskah   lihat lebih dekat