My Trip My Adventure

34
Sri Sumariyanti Sri Oya Yubi Annisaa Nur Wiidyastuti Bigi Pangestuti MY TRIP MY ADVENTURE

description

Hi guys... Lama tak jumpa yaa? Alhamdulillah, e-book yang kita buat udah jadi nih.. Asyik, seru, dan lucu pastinya wkwk :D E-book ini kita di buat oleh personil BASS Press Yukk dicek~

Transcript of My Trip My Adventure

Page 1: My Trip My Adventure

Sri Sumariyanti

Sri Oya Yubi

Annisaa Nur Wiidyastuti

Bigi Pangestuti

M Y T R I P M Y A D V E N T U R E

Page 2: My Trip My Adventure

Alhamdulillah, sungguh luar biasa.....Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan YME2. Orang Tua3. Dosen Aplikasi Komputer Lanjut4. Dosen Jurusan PLS5. Teman - teman PLS A 20136. Ketua FEDEP7. Ketua PKBM Karangmelati8. Ketua PKBM Surya Alam9. Serta berbagai pihak.

Yang telah membantu melancarkan perjalanan kami untuk melaksanakan tugas paktek lapangan ini

Page 3: My Trip My Adventure

welcome

TO OUR ADVENTURE’S BOOK

Page 4: My Trip My Adventure

SEKOLAH UKIR FEDEP JEPARA, PKBM KARANGMLATI DAN

PKBM SURYA ALAM KABUPATEN DEMAK

Nama Anggota :

Sri Sumaryanti (13102241013)

Sri Oya Yubi (13102241028)

Annisaa Nur Widyastuti (13102244010)

Bigi Pangestuti (13102244011)

Kelas : PLS 4 A

Sebuah kehormatan bagi kami kelompok 3 yang terdiri dari empat orang yaitu Sri

Sumaryanti, Sri Oya Yubi, Annisaa Nur Widyastuti dan Bigi Pangestuti, kami berasal dari

kabupaten yang sama yaitu Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Misi kami adalah untuk

mengunjungi dan ikut belajar di beberapa lembaga nonformal yang ada di Indonesia. Maka

diputuskanlah bahwa kami memilih untuk berkunjung dan belajar ke daerah Kabupaten Jepara

dan Demak. Kami diberi waktu selama satu minggu untuk berkunjung ke lembaga nonformal

tersebut. Dan dari kelompok kami, memutuskan untuk berangkat pada hari Senin, tanggal 13

April 2015 sampai dengan hari Jumat, tanggal 17 April 2015. Selama lima hari tersebut

kelompok kami mengunjungi dua kota dan mendatangi lembaga nonformal yang ada di sana.

Untuk tujuan kota pertama adalah Jepara dan yang selanjutnya ke Demak. Karena kami adalah

wanita-wanita tangguh dan kuat untuk pergi mengunjungi kota-kota tersebut hanya kami hanya

bermodalkan dengan mengendarai sepeda motor, itulah kami.

Alasan kami memilih dua kota tersebut adalah yang pertama untuk kota Jepara, kami

ingin melihat bagaimana pendidikan nonformal yang berkembang di Kota Kartini tersebut

dengan kita mendatangi salah satu sekolah ukir yang berada di Jepara, karena Jepara terkenal

dengan ukiran yang menakjubkan. Untuk tujuan kedua yaitu Kabupaten Demak, alasan kami

memilih untuk berkunjung ke lembaga nonformal yang berada di Demak adalah, karena

terdapat salah satu lembaga nonformal yang ada di Demak yaitu PKBM Surya Alam, yang

salah satu programnya adalah mengenai perikanan, yang mana untuk di lembaga-lembaga

nonformal lain (PKBM di daerah lain) belum ada program mengenai perikanan tersebut, kami

sangat tertarik akan program perikanan tersebut karena beda dari yang lainnya.

1

Page 5: My Trip My Adventure

Perjalanan kami dimulai hari Senin, 13 April 2015. Semula kami berkumpul di rumah

Oya, setelah cukup persiapannya, kami bersiap memulai perjalanan dengan menggunakan dua

sepeda motor yang mana Oya berboncengan dengan Sumi dan satu motor lagi Bigi

berboncengan dengan Annisa. Pukul 10.00 WIB kami mulai berangkat meninggalkan rumah

Oya. Selama dalam perjalanan menuju kota Jepara banyak keseruan yang ditemui. Jujur saja

dari kami, empat perempuan ini, belum pernah berkunjung ke kota tersebut. Kami berempat

hanya dengan modal nekat pergi ke sana. Awalnya kami tidak mengetahui rute perjalanan

untuk menuju kota tersebut, walaupun kami hanya tahu sampai kota Semarang saja. Dan kami

diberi petunjuk jalan dari pengelola sekolah ukir di Jepara untuk melewati Tol Ungaran.

Mungkin beliau mengira kami datang dengan mengendarai mobil, namun pada kenyataannya

kami hanya menggunakan sepeda motor saja. Dua jam setelah meninggalkan Kota Yogyakarta

kami beristirahat dan beribadah di sebuah SPBU di daerah Bawen. Sambil melepas penat

setelah berkendara cukup jauh, kami sempatkan juga untuk menikmati bekal makanan yang

dibawa. Setelah kami istirahat kurang lebih 45 menit, lalu kami melanjutkan perjalanan kami.

Pada saat itu cuaca kurang mendukung, karena mendung dan terlihat akan tanda-tanda turunnya

hujan, kabut pegunungan sekitar pun mulai turun dan menutupi jalan yang akan kami lalui,

tetapi karena tekad kami yang kuat maka kami pun tetap melanjutkan perjalanan. Di dalam

perjalanan, kami perpapasan dan juga beriringan dengan truk besar seperti truk tronton karena

jalan yang kita lewati adalah jalur provinsi. Selain itu kami juga disuguhi dengan pemandangan

yang menurut kami lumayan menarik karena kami melihat banyak pabrik-pabrik di jalan raya

Ungaran-Semarang. Karena cukup padatnya lalu lintas di jalan tersebut, membuat kami

terpisah. Tetapi kami sama-sama memiliki felling untuk tetap mengikuti jalan sesuai petunjuk

arah yang ada agar mencapai jalan untuk ke arah Tol Ungaran.

Saat terpisah ada sebuah kejadian menarik yang dialami oleh Oya dan Sumi. Mereka

dengan polosnya mengarahkan lampu sein ke arah jalan tol, tetapi saat itu ada dua orang bapak-

bapak yang menjaga jalan masuk ke arah tol dan dengan gamblangnya, salah satu bapak

tersebut berteriak kepada Oya dan Sumi,

2

Page 6: My Trip My Adventure

“Tol Ungaran, Mbak?!!”, kata bapak itu sembari tetap mengatur lalu lintas.

“Iyaaa Pak! Ungaran!”, polosnya Oya menjawab dengan tetap menjalankan motor

untuk masuk ke arah tol.

“Yaaaa....motor gak boleh masuk laah!”, kata bapak itu dan kemudian mereka

diberhentikan olehnya.

Hal lucu itulah yang kami dapatkan di awal perjalanan kami menuju kota Jepara. Tidak

cukup sampai di situ keseruan lainnya yang kami lalui. Setelah sampai di Semarang pun kami

mengalami insiden yang cukup menegangkan yakni memutari jalanan yang sama alias nyasar.

Tetapi karena kita anak PLS yang cerdas maka kami bertanya kepada orang-orang sekitar dan

kami pun mendapati jawaban yang berbeda-beda, padahal pertanyaanya sama, “Arah ke Jepara

ke mana yaa??”. Hampir putus asa, karena tak menemui jalan yang kami tuju maka kami

putuskan untuk terus melaju dan membiarkan roda motor terus menggelinding agar kami tak

memiliki rasa putus asa tersebut. Dan pada akhirnya kami bertemu dengan seorang bapak yang

baik sekali karena mau mengantar menuju jalan yang seharusnya kami lalui. Bapak tersebut

berpesan untuk mengikuti jalan ke arah Surabaya. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih

kepada beliau. Waktu sudah mulai sore, kami sudah meninggalkan kota Semarang dan

perjalanan kami masih setengahnya. Selepas dari Semarang kemudian kami beristirahat dan

beribadah di sebuah SPBU di pinggir jalan Semarang-Demak. Lepas 20 menit kami shalat

Ashar dan beristirahat, selanjutnya kami tancap gas agar tidak kemalaman sampai di tujuan.

Waktu itu kami sudah merasa sangat capek dan lelah sekali. Tapi perjalanan yang kita tempuh

masih lama. Lalu kami gugah semangat yang ada di dalam diri kami dan melanjutkan

perjalanan lagi, terasa semangat jiwa muda kami terbakar dan berapi-api. Bahkan di setiap kali

kesempatan kami diperhatikan banyak orang karena plat motor kami “AB”. Tetapi pandangan

mata mereka tidak terlihat meremehkan dan merendahkan tetapi kami dianggap tangguh, gila,

super, dan mungkin hebat. Mata mereka menunjukan akan hal kekaguman pada kami dan inilah

yang membuat kami terus bisa melajukan sepeda motor kami menuju tempat tujuan kami. Dan

lagi-lagi kegigihan kami diuji kekuatannya, yakni jalan satu-satunya menuju Jepara ternyata

sedang diperbaiki. Jalan yang ditempuh tidak semulus jalan dari saat kami berangkat. Jalannya

sangat tidak nyaman untuk dipakai pejalan jauh seperti kami.

3

Page 7: My Trip My Adventure

Dari motor yang awalnya bersih dan kinclong setelah kami melewati jalanan tersebut

motor yang kami tumpangi berubah wujud menjadi coklat berlumpur karena jalan di sana

masih sebagian tanah sama seperti di daerah pegunungan ditambah lagi bercampur dengan air

hujan semakin becek pula jalanan yang kami lalui. Jalan yang rusak tersebut cukup panjang

yakni sekitar 20 kilometer. Sekitar sehabis adzan Maghrib kami berempat sampai di kota tujuan

pertama yaitu kota Jepara. Kami beristirahat di depan gapura selamat datang sambil menunggu

jemputan. Kami merasakan kesenangan yang luar biasa dan seakan kelelahan yang melanda

sirna begitu saja karena kami telah berhasil sampai di tempat tujuan pertama, dan untuk

menghilangkan kejenuhan menunggu kami sempatkan untuk berfoto dan makan apa aja yang

tersisa hari itu di ransel kami. Sekitar pukul 18.24 WIB, kakak sepupu Sumi datang menjemput

kami. Pada waktu Isya kami sudah sampai di rumah saudara Sumi yang akan menjadi tempat

singgah pertama kami selama di Jepara. Di rumah tersebut tinggal kakak sepupu Sumi, istri

dan kedua putrinya.

Kebetulan rumah kakak sepupu Sumi tersebut berada tepat di depan masjid, jadi kami

langsung sholat di sana. Saat shalat Isya selesai, sang imam memimpin dzikir atau doa seusai

sholat. Nah, di sini saat kami merasakan kekhusyukan yang luar biasa dalam doa kami

dikejutkan oleh kalimat dzikir yang terlontar dari sang imam yang membuat kami tidak tahan

untuk tidak tertawa. Padahal kami masih duduk di antara jamaah putri lainnya yang merupakan

masyarakat sekitar. Mereka pun menyadari bahwa kami menertawakan sang imam. Sang imam

memimpin dzikirnya aneh sekali, dalam melafalkan kalimat “Laailahailallah” terdengar hanya

melafalkan “ilallah” saja. Sehingga terdengar “ilallah.. ilallah…” begitu dan seterusnya dengan

irama dzikir. Menurut kami, hal itu kedengarannya masih asing seperti irama musik gendang

yang ada di lagu-lagu dangdut. Karena tidak dapat menahan tawa, maka kami memutuskan

untuk segera keluar masjid. Setelah berada di luar masjid kami pun bisa tertawa lepas. Ada

seorang ibu yang sudah cukup umur, sepertinya juga bukan berasal dari desa tersebut, beliau

pun juga tertawa dan menanyakan akan hal tersebut kepada kami. Bukannya menjawab kami

pun malah tertawa.

4

Page 8: My Trip My Adventure

Perang obor atau disebut juga obor-oboran, merupakan salah satu upacara tradisional

yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya Desa Tegal Sambi, Kecamatan

Tahunan, Kabupaten Jepara. Upacara ini diadakan setahun sekali pada Senin Pahing, malam

Selasa Pon di Bulan Dzulhijjah. Obor pada upacara tradisional ini adalah gulungan atau

bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi

dengan daun pisang kering. Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk digunakan

sebagai alat untuk saling menyerang sehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat

mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar, yang memunculkan nama Perang Obor. Di

dimulai dengan adanya sebuah legenda yakni legenda tentang Ki Gemblong. Upacara ini

didasarkan atas legenda Ki Gemblong yang dipercaya oleh Kyai Babadan untuk merawat dan

menggembalakan ternaknya. Namun karena terlena dengan ikan dan udang di sungai, ternak

tersebut terlupakan sehingga sakit atau mati. Kyai Babadan yang tidak terima dengan kelalaian

Ki Gemblong, memukul Ki Gemblong dengan obor dari pelapah kelapa. Akibatnya ia

menggunakan obor serupa untuk membela diri. Tanpa diduga, benturan kedua obor

menyebarkan api di tumpukan jerami di sebelah kandang. Ternak yang awalnya sakit tiba-tiba

menjadi sembuh. Kepercayaan terhadap api obor yang mampu mendatangkan kesehatan dan

menolak bala inilah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan upacara Perang Obor.

Pelaksanaannya di perempatan jalan, ini mengartikan bahwa rejeki yang didapat akan terus

mengalir dari seluruh penjuru arah yang ada, dan yang pasti yang mengikuti perang obor

tersebut adalah para lelaki. Ang datang dan menghadiri bukan hanya warga sekitar tetapi dari

banyak desa bahkan ada yang dari Semarang jauh-jauh hanya untuk menyaksikan acara

tersebut. Tidak hanya itu saja tetapi ternyata ritual perang obor ini telah diliput oleh berbagai

acara ditelevisi. Tetapi karena lelah yang melanda kami, kemudian kami pulang walaupun tidak

mengikuti perang obor hingga usai, karena setelah perang obor akan dilaksanakan wayangan,

kami pun pulang dan beristirahat menyiapkan tenaga untuk misi baru menjelajahi kota Jepara

dengan semangat baru.

Hari kedua, Selasa, 14 April 2015. Kami memulai perjalanan penjelajahan kami ke

lembaga nonformal pertama di Jepara yaitu sekolah ukir “Fedep” yang terletak di Desa

Sukodono, juga Kecamatan Tahunan. Sekolah ukir “Fedep” adalah salah satu lembaga non-

formal yang selama ini menyelenggarakan pendidikan ukir di Jepara.

5

Page 9: My Trip My Adventure

Akibatnya ia menggunakan obor serupa untuk membela diri. Tanpa diduga, benturan

kedua obor menyebarkan api di tumpukan jerami di sebelah kandang. Ternak yang awalnya

sakit tiba-tiba menjadi sembuh. Kepercayaan terhadap api obor yang mampu mendatangkan

kesehatan dan menolak bala inilah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan upacara Perang

Obor. Pelaksanaannya di perempatan jalan, ini mengartikan bahwa rejeki yang didapat akan

terus mengalir dari seluruh penjuru arah yang ada, dan yang pasti yang mengikuti perang obor

tersebut adalah para lelaki. Para penonton upacara Perang Obor bukan hanya warga sekitar

saja, tetapi juga berasal dari desa sekitarnya bahkan ada juga yang berasal dari Semarang.

Perang Obor inipun tak luput dari incaran wartawan lokal maupun nasional, baik media cetak

maupun elektronik seperti televisi. Untung saja, kami bisa meringsek masuk mendekati titik

pusat Perang Obor, yakni di tengah perempatan jalan. Kami dapat menyaksikan langsung

proses awal upacara ini. Beberapa lelaki berkumpul membawa gulungan blarak dan klaras lalu

bersiap menyulutnya dengan api yang sudah dinyalakan di tengah-tengah jalan. Perang

Oborpun dimulai, riuh sorak-sorai penonton menyemangati para “petarung” Perang Obor itu.

Kami berada di barisan depan penonton, mengabadikan acara tersebut. Banyak juga fotografer

yang ikut serta. Meskipun berdesak-desakan dan terkena panasnya api yang dibawa oleh para

“petarung” kami menikmati atraksi langka ini. Satu jam lebih sudah terlewati, Perang Obor

telah selesai, karena lelah sekali kami pun memutuskan untuk pulang. Senin malam ini ditutup

dengan agenda melepas lelah dan beristirahat untuk menyiapkan tenaga untuk misi menjelajahi

kota Jepara dengan semangat baru esok hari.

Hari kedua, Selasa, 14 April 2015. Kami memulai perjalanan penjelajahan kami ke

lembaga nonformal pertama di Jepara yaitu Sekolah Ukir FEDEP yang terletak di Desa

Sukodono, Kecamatan Tahunan. Sekolah Ukir FEDEP adalah salah satu lembaga nonformal

yang selama ini menyelenggarakan pendidikan ukir di Jepara. Selain Sekolah Ukir FEDEP

terdapat juga Sekolah Ukir yang berlokasi di Desa Pekeng, Kecamatan Tahunan. Sekolah Ukir

FEDEP dibangun pada tahun 2002, dan mulai berjalan dari tahun 2005. Pendirian Sekolah Ukir

FEDEP ini berlatar belakang dari banyaknya permintaan mebel kayu di Jepara dan didukung

dengan ketersediaan bahan baku kayu yang memiliki harga murah. Pada saat itu juga nilai dolar

terhadap rupiah juga sangat tinggi, maka permintaan mebel ke luar negeri pun meningkat,

sehingga ukiran Jepara sangat potensial untuk dipelajari.

6

Page 10: My Trip My Adventure

Program pendidikan di FEDEP difokuskan pada keterampilan praktis mengukir, tentu

setelah sebelumnya dibekali dengan teori dan pengetahuan mengenai motif dan jenis ukiran.

Pada tahun 2002 hingga 2004 tercatat minimal ada 20 siswa yang belajar di sekolah ukir ini.

Mereka ada yang asli orang Jepara ada juga yang luar Jepara. Namun, sekitar 3 sampai 4 tahun

belakangan ini siswa yang mengikuti sekolah ukir mulai menurun, hanya ada 8 orang.

Sayangnya, Sekolah Ukir FEDEP ini sudah lama vakum atau sudah tidak ada lagi

kegiatan operasionalnya. Dengan alasan tidak ada siswa yang mau sekolah mengukir lagi.

Karena Sekolah Ukir FEDEP tersebut mendapat biaya dari pemerintah Kabupaten Jepara, yang

mana mengharuskan alokasi 70% warga belajar asli Jepara dan 30% warga belajar dari luar

Jepara. Ketentuan inilah yang membuat vakumnya sekolah ukir ini. Pada kenyataannya, anak-

anak muda di Jepara sendiri sudah tidak mau belajar mengukir karena dengan alasan malu dan

ingin menjadi pegawai negeri. Mereka sudah merasa perekonomian keluarganya mapan

dengan usaha mebel Jepara. Bahkan orangtuapun merasa malu kalau anaknya harus belajar

mengukir apalagi bersekolah di FEDEP. Belajar ukir sudah dipandang sebelah mata oleh

mereka, bekerja di kantor lebih baik daripada harus bergulat dengan tatah dan palu. Sebaliknya,

anak-anak muda yang berasal dari luar Jepara banyak yang tertarik untuk mengukir dan mau

belajar di Sekolah Ukir FEDEP. Karena kondisi itulah pada akhirnya sekolah ukir tersebut

ditutup. Padahal jika pemerintah mau mengubah mindset mereka, pasti Sekolah Ukir FEDEP

akan tetap bisa berjalan. Sebenarnya kami berempat merasa sangat kecewa dengan kenyataan

yang harus kami terima saat mendatangi Sekolah Ukir FEDEP.

Sekarang ini Sekolah Ukir FEDEP hanya tinggal nama dan bangunannya saja. Namun

perjalanannya tidak berhenti di sini, Sekolah Ukir FEDEP mampu bertransformasi dan melebur

ke dalam masyarakat sekitarnya. Dulunya pendidikan nonformal sekarang berubah menjadi

pendidikan informal karena anak-anak yang ingin belajar ke Sekolah Ukir FEDEP dapat

langsung belajar di tengah-tengah masyarakat sekitar yang memang berprofesi sebagai

pengukir. Kami pun diajak untuk berkeliling desa tersebut dengan Bapak Hartoyo, selaku tuan

rumah Sekolah Ukir FEDEP. Kanan kiri jalan di desa Sukodono banyak ukiran kayu, ada

mebel, patung dan juga ornament. Di depan rumah-rumah warga pasti ada kesibukan mengukir.

Tidak hanya kaum lelaki yang mengukir, kaum perempuannya pun juga bisa mengukir.

7

Page 11: My Trip My Adventure

Lalu sampailah kami di rumah salah seorang warga yang juga menjadi home industry

ukiran Jepara. Di rumah tersebut, yang juga merupakan mitra Sekolah Ukir FEDEP ada

beberapa orang yang belajar mengukir. Mengambil tempat di depan rumah dengan beratapkan

genteng dan beralaskan tikar, mereka belajar mengukir. Ada seorang “tutor” yang juga sang

empunya rumah sedang menyelesaikan sandaran kursi. Di sekelilingnya ada 4 “warga

belajarnya”, 2 laki laki dan 2 lainnya perempuan. Kami sempat berbincang-bincang dengan

mereka. Salah seorang perempuan tersebut masih duduk di bangku SMA, ia berasal dari

tetangga desa Sukodono. Sepulang sekolah ia berangkat ke “sanggarnya” untuk belajar

mengukir. Motivasinya sangat luar biasa, ia sendiri asli Jepara dan perempuan pula, dengan

belajar mengukir ia mampu memiliki bekal keterampilan untuk bekerja di masa depan. Di saat

yang lain mulai berpaling dari ukiran Jepara, ternyata masih ada pemuda-pemudi Jepara yang

tetap mempertahankan warisan budayanya

Seorang perempuan yang lainnya juga bercerita,

“Kalau saya sedang berada di luar kota dan ditanyai, ‘Dari mana asalnya?’

saya jawab ‘Jepara’. Kemudian ditanya lagi, ‘Bisa mengukir?’ pasti saya

akan jawab dengan bangga ‘Walaupun saya perempuan saya bisa mengukir’.

Yaa.. saya sangat bangga, Mbak. Asal saya Jepara dan saya bisa mengukir”.

Ibu tersebut begitu semangat dan menunjukan rasa bangga sebagai perempuan Jepara

yang bisa mengukir. Apalagi beliau mau mengajari kami teknik dasar mengukir.

Hasil wawancara dengan mereka sangat mengejutkan, bahwa ternyata sudah puluhan

orang belajar ukir di home industri tersebut. Tidak hanya dari Jepara, ada juga pemagang dari

Bali, Banten dan Jogja juga. Para pemagang ini akan tinggal di rumahnya selama belajar

mengukir. Rerata lama pemagang akan belajar sampai mahir dibutuhkan waktu selama kurang

lebih 8 bulan. Selama mereka belajar pasti banyak biaya yang dikeluarkan. Namun, hasilnya

akan sebanding dengan karya mereka. Biaya hidup selama tinggal di Jepara bagi yang berasal

dari luar Jepara, besarnya berbeda-beda. Sedangkan alat ukirnya sudah disediakan oleh

“gurunya.” Namun pada akhirnya, pemagang akan dibelikan satu set alat ukir yang sudah

lengkap sebagai bentuk “ijazah” bagi mereka yang telah lulus. Memang tidak ada ijazah yang

mereka dapatkan, tidak ada ujian yang harus dikerjakan seperti di sekolah formal. Sehingga

bentuk sekolah informal ini membuat aturan sendiri dan menentukan sendiri standar kualitas

lulusannya. Anak yang giat berlatih akan cepat selesai dan hasil ukirannya pun akan halus dan

bagus.

8

Page 12: My Trip My Adventure

Kami sempat diajarkan cara mengukir oleh sang ibu yang tadi kita wawancarai.

Ternyata banyak alat ukir yang digunakan jumlahnya bisa puluhan. Alat ukir tersebut cukup

sederhana, hanya besi pipih yang panjang. Namun, bentuknya bermacam-macam, setiap alat

memiliki fungsi sendiri-sendiri. Warga belajar diharuskan menghafal setiap alat dan

kegunaannya serta cara yang benar untuk menggunakannya. Selain itu, dalam mengukir tidak

hanya tangan saja yang bekerja, kakipun juga ikut bekerja. Dengan berlesehan di tikar, para

pengukir ini dengan cermat memainkan alat-alat ukirnya dan menggunakan kedua kakinya

untuk menahan kayu yang diukir. Jika tidak hati-hati, mereka dapat meleset ukirannya ataupun

terkena palu tangannya.

Setelah itu, kami diajak berkunjung ke rumah Mbah Suhud, beliau dikenal sebagai

maestronya pengukir Jepara. Kami sangat takjub ketika sampai di halaman rumahnya. Masih

terletak di desa Tahunan, di tengah permukiman desa, rumah Mbah Suhud dapat mudah

dikenali karena desain rumahnya yang unik. Rumahnya beratapkan jerami, namun atapnya

menjulang ke bawah dan hampir menutupi tanah. Di beranda rumahnya terdapat galeri

karyanya yang unik dan beragam. Ada pohon sawo yang rindang di depan rumahnya, di

samping rumah terdapat gazebo. Hal ini menambah kesan sejuk dan asri yang dapat membuat

siapapun betah lebih lama tinggal di sini. Kami dipersilakan masuk oleh beliau, kesan pertama

yang hadir dari Mbah Suhud adalah seorang kakek yang sangat sederhana. Sejenak

memperkenalkan diri, dan memulai mengawali tour kecil di rumahnya. Dari balik

kacamatanya, terdapat guratan-guratan bahwa kakek ini merupakan seorang seniman yang

hebat namun ia memilih untuk berhenti mengukir dan bekerja di sawah. Menurut cerita Mbah

Suhud, ia mengukir sejak beliau masih muda dan sekarang ini sudah berhenti mengukir karena

sudah tua. Selain itu sudah banyak juga yang pandai mengukir di desa Tahunan. Mbah Suhud

yang membuat ukiran Jepara terkenal adalah ukiran kepiting. Kepiting merupakan hewan yang

hidup di air, di Jepara memang dekat dengan perairan. Mbah Suhud berkreasi dengan hewan

ini untuk membuat warna baru bagi ukiran Jepara yang pada waktu itu mulai lesu. Benar saja,

dengan membuat desain meja dan kursi kepiting ini, karyanya sangat laku di pasaran, dan

membuat ukiran Jepara bangkit lagi. Sekarang sudah banyak pengukir yang bisa mengukir

kursi dan meja kepiting ini.

9

Page 13: My Trip My Adventure

Kami juga sempat mencoba duduk di kursi kepiting kayunya tersebut, memang ada

kesan berbeda. Kursi tersebut seperti kursi sofa atau busa, tidak terkesan keras seperti kursi

kayu pada umumnya. Memang Mbah Suhud ini memiliki teknik khusus dalam mengukir,

sehingga kursi kayunya tersebut nyaman dan empuk untuk diduduki. Menurut pengakuannya,

Mbah Suhud mampu membuat ukiran kursi kepiting itu dalam waktu dua minggu saja.

Kami diajak untuk memasuki galeri di belakang rumahnya. Terdapat pendopo yang

terbuka untuk menyimpan ukiran-ukirannya. Kami sangat terkejut adalah kursi-kursi kepiting

yang lain, patung dewa, babi, dan ukiran rumit lainnya yang dibiarkan saja berdebu dan bahkan

ada yang menjadi sarang lebah dan laba-laba. Sayang memang, seharusnya dapat dirawat

dengan baik. Apalagi kami juga diperlihatkan pada beberapa karya yang indah yakni ukiran

bawah laut yang tingginya kurang lebih 2 meter. Ada dua buah karya ukiran, menurut

pengakuan Mbah Suhud, beliau membutuhkan waktu selama 2 tahun untuk mengerjakan satu

buah karyanya ini. Ukiran ini dibuat dari akar pohon yang besar yang ia kerjakan sendiri. Kami

sangat takjub melihat detail ukiran raksasa ini, terdapat ukiran berbagai jenis ikan, berbagai

jenis terumbu karang, kerang dan percikan-percikan air. Membayangkannya saja sudah

membuat kami tak kuasa untuk membuatnya, wajar saja jika perlu waktu yang cukup lama

untuk mengukir.

Kami sangat terkesan dengan silaturahmi tak terduga ini. Kami mengakui bahwa Mbah

Suhud adalah seorang seniman hebat, namun sayangnya beliau memutuskan untuk berhenti

mengukir karena alasan usia. Sebenarnya, usia tidak menjadi masalah, beliau dapat

mengajarkan ilmunya tersebut agar kelak ia mampu mewariskan bakat seninya untuk

kelangsungan kejayaan ukiran Jepara.

Perjalanan di hari pertama kami cukup sampai di sini, dengan hasil yang tidak sesuai

harapan kami. Sekolah ukir FEDEP sudah tidak berdiri lagi, bukan lagi sebuah lembaga

nonformal yang kita cari, namun keberadaannya melebur dengan masyarakat sekitar menjadi

bentuk sekolah informal. Kita juga menemukan masalah di sini sebenarnya, sekolah FEDEP

perlu bantuan agar dapat eksis lagi seperti dahulu. Namun sepertinya kita tidak dapat

membantu menemukan solusinya, mengingat jarak yang cukup jauh. Mungkin pada lain

kesempatan kita dapat berkunjung lagi untuk berdiskusi bersama masyarakat sekitar.

10

Page 14: My Trip My Adventure

Hari ketiga, Rabu, 15 April 2015 sekitar pukul 11.00 WIB kami melanjutkan perjalanan

ke Kota Demak yang menjadi kota tujuan kedua. Setelah dua setengah jam perjalanan, akhirnya

kami tiba di Kota Demak yakni sekitar pukul 13.30 WIB. Kemudian kita memutuskan untuk

sejenak beristirahat dan melaksanakan sholat di Masjid Agung Demak. Setelah adzan asar

berkumandang kami melaksanakan sholat dan melanjutkan perjalanan untuk mencari alamat

lembaga non-formal yang akan kami singgahi yaitu di PKBM Karangmlati. PKBM

Karangmlati adalah salah satu lembaga pendidikan non formal yang berada di Kota Demak

tepatnya berlokasi di Jalan Demak-Bonang Km. 05 Dukuh Karangpandan Desa Karangmlati

Rt. 06 Rw.02 Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Kami tiba di PKBM tersebut sekitar pukul

17.00 WIB, kedatangan kami pun disambut hangat oleh Bapak Drs. H. Khumaidullah, M.Pd

selaku suami dari pendiri PKBM Karangmlati. Ketika kami berkunjung ke PKBM

Karangmlati, saat itu sedang dilaksanakannya Ujian nasional untuk paket C sehingga di PKBM

terasa sepi. Apalagi istri Bapak Drs. H. Khumaidullah, M.Pd yaitu ibu Hj. Dwi Marfiana, S.Pd,

M.H yang selaku ketua penyelenggara di PKBM Karangmlati tersebut sedang melaksanakan

dinas keluar kota selama dua minggu. Untuk mengetahui Kegiatan di PKBM Karangmlati,

maka kami menginap disana selama tiga hari dua malam. Selama di PKBM Karangmlati kami

ditemani oleh dua orang kejar paket C yang tinggal dan membantu di PKBM tersebut.

Selama menunggu kepulangan kedua warga belajar yang tinggal di PKBM, kami

menyempatkan mengamati keadaan sekeliling PKBM. Disana ada gedung yang sedang

dibangun guna menjadi tempat kegiatan belajar para warga belajar. Gedung tersebut telah

digunakan belajar walaupun baru 75% pengerjaan pembangunannya. Kemudian adzan magrib

berkumandang dan kami bergegas masuk ke dalam rumah Drs. H. Khumaidullah yang

sekaligus sebagai PKBM. Saat kami berbenah kedua warga belajar yang juga tinggal di PKBM

pulang dari Ujian Nasinal Paket C, mereka bernama Mbak Ifah dan Mbak Nanik. Seusai

melaksanakan solah magrib kami berbincang-bincang dengan Mbk Ifah dan Mbak nanik

dimulai dengan berkenalan dan membahas tentang PKBM. Ternyata di PKBM terdapat

perbedaan dengan PKBM yang lain, yaitu warga belajar yang mengikuti kejar paket juga diberi

keterampilan membatik. Mereka membatik batik khas Kota Demak, yaitu corak sisik ikan

kemudian hasil membatik tersebut dijual kepada umum. Karena di PKBM telah disediakan

toko atau tempat untuk membuka semua hasil kerajian batik warga belajar. Batik yang

dihasilkan dari warga belajar di PKBM Karangmlati pemasarannya sudah mencapai luar negeri

serta hasil membatiknya pun pernah diikutkan pada sebuah show batik atau fashion show yang

dilaksanakan di Demak ataupun Semarang.

11

Page 15: My Trip My Adventure

Hari keempat, Kamis, 16 April 2015 pagi ini kami dengan Mbak Ifah dan Mbak Nanik

melakukan akan melakuakan kegiatan membatik di PKBM. Batik yang ada di PKBM

Karangmlati selain batik tulis juga terdapat batik capnya batik-batik yang dihasilkan terlihat

sangat bagus. Batik yang ada di PKBM Karangmlati menjadi awalan munculnya batik khas di

Kota Demak, begitulah sekilas info munculnya kembali eksistensi batik khas Demak.

Kemudian kami mulai membatik, ide kratif kami harus dimunculkan pagi ini, tetapi karena

banyak yang sudah kami rencanakan kemarin sebelum tidur termasuk tema untuk membatik,

jadi kami menggambar apa adanya. Pembatikan yang kami lakukan hanya sampai di proses

pelilinan saja tetapi kami sungguh merasa sangat senang. Karena Mbak Ifah yang menemani

kami membatik masih harus berangkat Ujian nasional paket C, maka dia tidak bisa membantu

proses pembatikan hingga selesai. Usai membatik, siangnya kami ikut Mbak Ifah dan Mbak

Nanik ke SMP Negeri 3 Demak untuk mengikuti ke tempat ujian nasional di hari terakhir

pelaksannannya yakni dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Ternayata di

Demak pelaksanaan Ujian nasional pendidikan kesetaraan paket C dilaksanakan di dua tempat,

salah satunya adalah di SMP Negeri 3 Demak tempat dimana Mbak Ifah dan Mbak Nanik

melaksanakan ujian.

Setibanya disana, kami diajak Mbak Ifah dan Mbak Nanik untuk bertemu dengan Bapak

Didik, beliau adalah adik dari pemilik PKBM Karangmlati yang juga ikut membantu mengelola

PKBM Karangmlati tersebut. Disana kami berbincang-bincang, awalnya kami membicarakan

mengenai PKBM Karangmlati sendiri hingga masukan kami untuk pengembangan PKBM

sendiri. Hasil perbincangan kami adalah bahwa di PKBM Karangmlati itu sekarang sudah

jarang ada warga belajarnya. Namun program yang ditawarkan di PKBM ini sangat bagus

mungkin karena pengemasan dan cara promosinya yang dirasa kurang bisa menarik minat dan

antusias masyarakat disekitarnya atau masyarakat yang lainnya. Dimana semua warga belajar

di PKBM Karangmlati diberi bekal keterampilan membatik dan bahkan dengan hasil membatik

tersebut sebenarnya bisa dijadikan untuk daya tarik yang ada di Demak yang mana batik yang

dihasilkan dari PKBM Karangmlati sudah terkenal dengan usaha Ibu Hj. Dwi Marfiana, S.Pd,

M.H. Beliau memasarkan hingga ke luar kota dan juga luar negeri karena ibu Dwi juga bekerja

di Dinas Pariwisata di Demak ini mempermudahkan beliau untuk bisa memperkenalkan hasil

warga belajarnya menambah kedunia fashion dan bisnis hingga ke manca negara.

12

Page 16: My Trip My Adventure

Selain itu perbincangan kami juga mengarah ke penyelenggaraan Ujian nasional paket

C di Demak. Di SMP Negeri 3 Demak terdapat 25 kelas guna menyediakan tempat bagi warga

belajar yang mengikuti Ujian nasional paket C, yang merupakan rayon dua yang ada di Demak

dan terdiri dari PKBM, Pondok Pesantren, dan lembaga nonformal lainnya yang

mengikutsertakan warga belajarnya. Ujian nasional paket C berjalan dengan suasana yang

kondusif, nyaman, dan tenang. Dari PKBM Karangmlati sendiri, kurang lebih ada 20 warga

belajarnya yang mengikuti ujian nasional kejar paket C. Karena waktu yang cukup lama bagi

mereka mengerjakan soal ujian maka untuk menghilangkan kejenuhan menunggu ujian selesai,

kami putuskan untuk menjelajah kota Demak sore itu.karena ujian tersebut akan berakhir

sekitar pukul 17.00 WIB.

Saat ujin dimulai kami putusakn sejenak bermain dan beristirahat untuk menikmati

makanan khas Demak yaitu Bakso Tulang, warungnya tepat berada di depan Masjid Agung

Demak, tetapi harus menyeberang lapangannya. Kemudian kami juga putuskan untuk sholat

magrib di masjid Agung Demak, dan sehabis magrib kami baru pulang ke PKBM Karangmlati.

Malam itu, kami berbincang-bincang dengan bapak Khumaidullah yang bercerita tentang

PKBM. Kemudian kami saling bertanya dan berdiskusi mengenai apa dan bagaimana kondisi

juga aktivitas yang ada di PKBM Karangmlati. Beliau menceritakan banyak hal mulai dari

sejarah PKBM hingga pembangunan gedung yang berada di sekitar PKBM yang tepatnya

berada di sebelah barat rumah Pak Khumaidullah atau PKBM tersebut. Sebenarnya gedung

tersebut telah disewakan untuk kegiatan perkuliahan untuk sebuah institusi swasta yakni

AKBID atau Akademi Kebidanan. Tetapi walaupun sekarang belum 100% jadi, gedung

tersebut telah digunakan untuk kegiatan pembelajaran PKBM, karena saat kami tinjau

keadaanya sudah lumayan nyaman dan kondusif. Malam itu kami habiskan untuk bercerita

tentang kami dan tentang PKBM hingga anak-anak paket C yang telah lulus. Disela-sela

perbincangan Mbak Ifah pun mengeluhkan sikap salah seorang anak paket C yang tadi sore

ditagih uang pembayaran ujian nasional. Padahal Mbak Ifah bukan hanya menagih saja tetapi

juga memberikan hasil ujiannya yakni ijasah ujian paket C. Dan Pak Khumaidullah memang

menyayangkan akan hal tersebut, padahal hal tersebut sudah diwanti-wanti oleh beliau sejak

adanya siswa baru. Mereka dapat menyicil uang ujian sejak awal mengikuti pembelajaran

meskipun itu hanya Rp1.000,- Pak Khumaidullah pasti akan menerimanya. Kemudian malam

yang semakin larut memaksa kami untuk mengakhiri perbincangan malam itu.

13

Page 17: My Trip My Adventure

Pagi harinya, Jumat, 17 April 2015 kami berpamitan dengan bapak Khumaidullah,

Mbak Ifah dan Mbak Nanik untuk melanjutkan perjalanan menuju lembaga nonformal di

daerah jalan raya Semarang-Demak. Seusai berfoto bersama sekitar pukul 07.30 WIB, kami

serombongan melanjutkan langkah untuk datang ke PKBM Surya Alam yang mana terletak di

Jalan Raya Semarang-Demak Km.15, Batu RT 02 RW 01 Kecamatan Karangtengah Kabupaten

Demak. Tetapi sebelum menuju ke PKBM Surya Alam kami mengambil barang kami di jalan

utama jalan raya Semarang-Demak tetapi masih ke arah timur lagi dan hampir ke jalan

alternatif ke Semarang, dan itu kami lakukan hanya untuk mengambil baju laundry. Kalian tahu

kenapa di sana? Karena saat pagi hari sebelum kegiatan membatik Oya dan Sumi berniatan

melaundrykan pakaian mereka tetapi saat dalam proses pencarian mereka malah ke arah pantai

yang memang PKBM Karangmlati terletak hanya 10 kilometer dari pantai. Dan perburuan

laundry Oya dan Sumi tidak dapat menemukan walau sudah menempuh 10 kilometer lebih

karena saat memburu hingga pantai dan putar balik arah hingga jalan utama atau jalan

Semarang –Demak tetap saja tidak menemukan yang namanya laundry. Makanya Oya dan

Sumi terpaksa harus tetap ke arah timur karena jarang sekali kalau laundry berada di pinggiran

jalan besar, itu yang dipikirkan Oya dan Sumi. Tetapi perburuan Oya dan Sumi pun terhenti

pada sebuh laundry yang buka cukup pagi pada hari itu dan tempatnya paling ujung sebelum

memasuki hutan. Setelah mengambil laudryan kami melanjutkan perjalanan ke PKBM Surya

Alam.

Setibanya di PKBM Surya Alam pukul 08.00 WIB kami disambut hangat oleh pihak

ketua PKBM, yaitu Ibu Laili serta penyambutan hangat kemeriahan anak-anak PAUD, karena

pada saat itu sedang berlangsung pembelajaran PAUD. Kami masuk dan langsung membagi

menjadi 2 kelompok, karena Ibu Laili harus pergi di pukul 09.00 nanti. Dua orang yaitu bigi

dan Sumi masuk ke ruang tamu sedangkan Anis dan Oya melakukan dokumentasi untuk

kegiatan pembelajaran PAUD yang saat itu sedang belajar senam. Karena waktu yang semakin

mendesak maka, kami diajak berkeliling di bagian dalam PKBM. Ruangan yang ada di PKBM

adalah ruang pendidik beserta ruang tamu, taman baca yang sekaligus sebagai tempat belajar

komputer, kemudian area luas untuk belajar anak-anak PAUD yang disertai dengan alat

pembelajaran edukatif di dalam kelas, ruang dapur beserta peralatan memasak.

14

Page 18: My Trip My Adventure

Kemudian naik tangga, yakni dilantai dua ada ruang belajar untuk warga belajar kejar

paket yang mana sudah ada dua ruang kelas yang fleksibel karena jika warga belajarnya datang

dengan jumlah yang banyak, maka penyekatnya dapat dibuka sehingga akan tercipta satu ruang

kelas yang besar. Ada juga ruang kursus jahit dengan fasilitas mesin jahitnya yakni dari mesin

jahit manual, mesin jahit komputer, mesin obras, serta mesin bordir. Untuk program life

skillsnya menjahit diperuntukkan ibu-ibu, warga sekitar yang ingin memiliki keterampilan

menjahit dan bagi yang telah mengikuti keterampilan tersebut bisa langsung bekerja di pabrik-

pabrik, yang mana di sekitar PKBM Surya Alam terdapat banyak pabrik-pabrik. Selain itu juga

PKBM Surya Alam bekerja sama dengan pabrik garmen disekitar lokasi, yakni dengan

memberikan pelatian mendalam tentang menjahit bagi pekerja pabrik. Setelah kami melihat

kondisi yang ada di dalam PKBM, kami lalu diajak untuk melihat kolam ikan lele. Kolam ikan

lele tersebut merupakan suatu program desa vokasi atau desa binaan. Selain ikan lele desa

binaan ini mengembangkan ikan mujaer, yang jumlahnya tak kalah banyak dengan kolam lele.

Kolam ikan lele dan mujaer tersebut merupakan lahan persawahan yang dimiliki oleh warga

sekitar, karena akibat adanya pembangunan pabrik menjadikan lahan persawahan milik warga

menjadi tergenang air. Sehingga tidak dapat untuk ditanami, dan jumlah sawah yang terkena

dampak pembangunan pabrik itu tidak hanya satu atau dua petak saja tetapi bisa lebih dari satu

setengah hektar lahan pertanian yang rusak akibat dari pembangunan pabrik tersebut. Karena

itu warga sekitar yang bermata pencaharian petani, maka menjadikan mereka harus beralih

profesi atau menjaul lahan tersebut. Melihat hal ini, Ibu Laili menjadikan ini sebagai peluang

bagi PKBM Surya Alam untuk dapat dikembangkan serta mengajak warga sekitr untuk dapat

lebih produktif dan maju membangun mata pencaharin lain yang menguntungkan dari akibat

lahan persawahan mereka rusak. PKBM Surya Alam berinisiatif untuk menyulap lahan sawah

yang tidak produktif tersebut menjadi kolam penghasil pundi-pundi uang bagi warga sekitar.

Lahan sawah tersebut diubah menjadi kolam ikan mujaer dan lele yang kurang lebih ada 10

kolam ikan yang dimiliki oleh sepuluh kelompok masyarakat sekitar. Untuk bibitnya

disediakan oleh PKBM Surya Alam, yang masing-masing kelompok mendapat bibit sebanyak

300 ekor untuk satu jenis ikan. Kemudian untuk pakan ikan, pemeliharan ikan, kebersihan

tempat, kebersihan air, dan penyakit-penyakit yang akan menyerang ikan ditanggung oleh

setiap kelompok tetapi disertai dengan pengarahan tentang cara membudidayakan ikan lele

ataupun ikan mujaer.

15

Page 19: My Trip My Adventure

Selanjutnya untuk hasil panen didistribusikan melalui PKBM Surya Alam, yakni hasil

panen tersebut akan diambil oleh mitra usaha PKBM seperti warung lesehan pecel lele, penjual

ikan di pasar, dan restoran atau rumah makan yang ada di sekitar lokasi PKBM Surya Alam.

Selain dijual mentah, terdapat inovasi olahan ikan lele, seperti olahan kerupuk ikan lele, keripik

kulit ikan mujaer, dan abon ikan lele. Olahan produk-produk tersebut dikerjakan oleh ibu-ibu

warga belajar di PKBM Surya Alam. Untuk tempat pengolahan produk tersebut berada di ruang

dapur PKBM Surya Alam dan juga diolah di rumah Ibu Parjilah. Cerita perjalanan di PKBM

Surya Alam selesai sampai disini dikarekan ibu ketua pengelola PKBM Surya Alam akan

mengikuti pertemuan untuk pemantapan lomba jambore PTK PAUDNI se-Jawa Tengah di

Dikpora (Dinas Pendidikan dan Olahraga) Kabupaten Demak.

Setelah kami belajar di PKBM Surya Alam, kami melanjutkan perjalanan untuk

kembali ke kota Yogyakarta. Kami berangkat dari PKBM Surya Alam kurang lebih pukul

10.00 WIB. Selama perjalanan kami menemui halangan dan rintangan berupa air bah yang

meluap di jalan Semarang, sungguh miris perjalanan yang kami lalui. Apalagi kesalahan masuk

tol ungaran akan dilakukan lagi oleh salah satu rekan kami lagi. Kurang lebih kami menempuh

perjalanan pulang selama 6 jam dengan istirahat dua kali. Tetapi semangat untuk pulang telah

terkobar, maka dari itu sekitar pukul 16.00 WIB kami tiba di Yogyakarta. Rasanya sangat

senang karena saat di jalan magelang kami sudah mendapati kembali plat motor AB, itu artinya

kami bukan AB sendirian lagi. Bukan hanya itu saja tetapi kebahagiaan yang kami rasakan juga

karena dapat bertemu kembali dengan keluarga yang ada dirumah. Syukur yang kami panjatkan

juga adalah karana selama di perjalanan kami diberikan kesehatan dan keselamatan dari

keberangkatan hingga berbagai tempat yang menjadikan tujuan.

16

Page 20: My Trip My Adventure

Kesan dan pesan dari perjalanan yang kami lalui adalah :

1. Sekolah Ukir FEDEP Jepara

· Dalam pencarian lokasi sekolah ukir FEDEP, sangat membingungkan karena plakat

lembaga sudah tidak ada.

· Selain itu ketika bertanya dengan masyarakat informasi petunjuk arah yang

diberikan tidak akurat. Tetapi akhirnya kami menemukan lokasi sekolah tersebut.

· Dan hal yang tak di duga dan tak disangka adalah gedung sekolah ukir FEDEP

tersebut tidak sesuai dengan gambaran harapan kami.

· Setelah mendengar cerita dari Bapak Hartoyo, selaku tuan rumah dan pengurus

FEDEP ternyata sekolah tersebut telah bubar. Yang bersangkutan juga bersikap tidak

ramah.

· Walaupun bersikap tidak ramah, tetapi beliau juga menunjukkan ketempat-tempat

yang digunakan untuk belajar mengukir dan kami juga diajak untuk bertemu dengan

empunya ukir di Tahunan, Jepara yaitu simbah Suhud. Kesan kami bahwa,

walaupunsekolah itu sudah tidak ada tetapi dampaknya dapat membuka semacam

sekolah informal yang ada dirumah-rumah warga.

2. PKBM Karangmlati Demak

· Pengelola PKBM Karangmlati yang ramah dan dalam melayani dan menyambut

kedatangan kami.

· Banyak ilmu yang didapat. Bahwa PKBM dapat membuat bisnis batik yang dapat

menghasilkan uang dan dapat memberdayakan masyarakat dan warga belajar.

· Di PKBM terdapat unit usaha produksi dan toko batik tulis dan cap khas Karangmlati

yang sudah banyak pelanggannya.

3. PKBM Surya Alam Demak

· Perlu melihat banyak peluang yang ada disekitar lokasi PKBM Surya Alam yang

dapat digunakan untuk menjadi lahan garapan PKBM.

· Sedikit kecewa karena tidak bisa membeli kerupuk ataupun abon ikan lele yang

mana telah menjadi khasnya atau hasil olahan dari PKBM Surya Alam.

17

Page 21: My Trip My Adventure

Data dari lembaga nonformal yang kami datangi :

1. PKBM Karangmlati Demak

a. Profil PKBM Karangmlati Demak

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM ) merupakan salah satu satuan

pendidikan non formal yang dikelola oleh, dari dan untuk masyarakat. Sebagai pusat

kegiatan pembelajaran dan pemberdayaan yang berada ditengah- tengah masyarakat

melalui pendidikan kecakapan hidup sebagai cara peningkatan kualitas sumberdaya

manusia dalam masyarakat. Keberadaan PKBM di zaman sekarang ini dirasakan

sangatlah penting hal ini dikarenakan banyak warga masyarakat yang tidak

berkesempatan untuk mengenyam pendidikan formal akibat biaya pendidikan formal

yang dirasa masih belum dapat bias digapai warga masyarakat karena terlalu tinggi,

selain itu disebabkan nilai pengangguran yang tinggi dan masalah social lainnya.

Sehingga diharapkan keberadaan PKBM dapat berperan penting dalam penuntasan buta

aksara, wajib belajar sembilan tahun, memperluas pendidikan keterampilan serta

meningkatkan kualitas hidup serta kualitas pendidikan masyarakat disekitarnya.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Karangmlati adalah salahsatu

pendidikan non formal yang beralamatkan di Jalan Demak-Bonang Km. 05 Dukuh

Karangpandan Desa Karangmlati Rt. 06 Rw.02 Kec. Demak Kab. Demak yang

mempunyai berbagai program kegiatan yang diharapkan mampu untuk memberikan

kesempatan pada warga masyarakat di daerah Karangmlati khususnya untuk

mengenyam pendidikan sewajarnya layaknya pendidikan formal, hal tersebut

diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan hidup masyarakat.

b. VISI dan MISI

Memberikan pelayanan pendidikan nonformal yang berkualitas yang dapat

disejajarkan dengan pendidikan formal.

c. TUJUAN

Untuk meningkatkan keterampilan, pendidikan, pengetahuan dan sikap warga

masyarakat.

18

Page 22: My Trip My Adventure

2. PKBM Surya Alam Demak

a. Profil PKBM Surya Alam

Nama PKBM : SURYA ALAM

Alamat PKBM : Dusun Batu Rt. 01/Rw. 02 Kecamatan Karangtengah

Kabupaten Demak 59561. Hp. 081 325 001 868

Badan hukum : ijin operasional : 430/62/2010

(Perpanjangan): 421.9/101 berlaku s/d 22 Januari 2016

Akta notaris : No. -1-/tanggal 11 Jnuari 2010

NPWP : 02.772.185.1-515.000

NILEM : 33.1.08.4.1.0012

Pendiri PKBM : Naili Shofiyati, S.Pd.I

Tanggal berdiri : 23 Desember 2006

Tempat yang digunakan : gedung PKBM Surya Alam

Status bangunan : milik sendiri

Luas tanah : 500 m2

Luas bangunan : 150 m2

Pengelola : Perorangan PKBM

b. VISI

Mewujudkan masyarakat yang mandiri, berpendidikan dan berketerampilan dalam

meningkatkan kesejahteraan hidup melalui pendidikan seumur hidup.

c. Misi

1. Menyelenggarakan program-program PNF guna membantu masyarakat kurang

mampu dalam bidang pendidikan.

2. Menyelanggarakan kegiatan pelatihan dalam meningkatkan keterampilan hidup

masyarakat guna berwirausaha

3. Melibatkan lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sebagai mitra

kerja dalam penyelengaraan program.

19

Page 23: My Trip My Adventure

d. Tujuan

1. Melatih warga belajar agar memiliki keterampilan dan melatih warga belajar untuk

mengenal dunia usaha.

2. Melatih wrga belajar untuk memiliki manajemen kerja dan usaha yang baik sejak

dini.

3. Mencetak warga belajar yang produktif, mandiri dan berdaya saing.

20

Page 24: My Trip My Adventure

photo story JEPARA - DEMAK

16 Maret 2015 at 09.47 am STARKarena kita mahasiswi NEKAT .....STRONG.....bukan kereta, bus,dan sejenisnya yang kita jadikan transportasi menujuTKP ( Tempat Kegiatan Praktek ) AKL

DILARANG KERAS

Hiraukan saja !!!!ZOOM IN.

at 18.15 p.msekitar 7 jam perjalanan......kedatangan kitadisambut selamat datang“JEPARA BUMI KARTINI“

21

Page 25: My Trip My Adventure

mengukir masa depan di Sekolah Ukir Jepara

TATAH.. PAHAT...PAHAT.. TATAH...SEMANGAT

22

Page 26: My Trip My Adventure

Pic. 1Ngeksis dulu boleh dong??berpartisipasi dalamAcara Sedekah Bumi Desa Sukodono Tahunan

Menyaksikan pertunjukan “PERANG OBOR”Aset budaya kecamatan Tahunan

WOW AMAZING ..................

23

Page 27: My Trip My Adventure

UKIR KONTEMPORER (EMPU SUHUD)

Pic.2 Silaturahmi ke sesepuh ukir di jepara, pengukir kontemporer

UKIRANYA TIDAK ADA YANG MENANDINGI BRO...KEREN ABIZZZ.....

24

Page 28: My Trip My Adventure

MEMBATIK

ITU

ASYIK

25

Page 29: My Trip My Adventure

Pemberian kenang”ankepada pengelola PKBM Karang Melati

Termakasih dan sampai bertemu lagi bapak PKBM....

pasukan PENGAWAS UJIAN NASIONAL PAKET Cdi SMPN 3 Demak

26

Page 30: My Trip My Adventure

Ya ALLAH...hamba ingin curhat kepa-MuAmpunilah perbuatan kami ini,kita keLAPAR Ya Allah....

Kalau dirasa tidak SOPAN mohon tidak ditertawakankarena wujud asli kami ya begitulah.

Makan Besar Bersama Panen Buah Blimbing dan Jampu di PKBM

27

Page 31: My Trip My Adventure

Gedung PKBM Surya Alam Demak

Pembelajaran PAUD di PKBM

Ini loh gedung

PKBM Surya

Alam... bagus

kan :)

Anak-anak yang

PAUD pada

semangat

sekolah juga nii...

Setiap

pembelajaran

membentuk

huruf “S” disana

28

Page 32: My Trip My Adventure

Kolam lele nya ada banyak, yang mau mancing lele

boleh disini

daripada

mancing

keributan aja

:D

29

Page 33: My Trip My Adventure

Ini pemberian kenang-kenangan untuk PKBM SuryaAlam Demak. Sekaligus mengakhiri perjalanan jalan-jalan kelompok kami di kota Jepara dan DemakSee you.... semoga dapat bertemu di lain kesempatan

30

Page 34: My Trip My Adventure

TIM KREATIF:Sri Sumariyanti

EDITOR:Annisaa Nur Widyastuti

PENULIS:Bigi Pangestuti

REPORTER:Sri Oya Yubi

1320150413 0945 4321 17042015

BASS Press Yogyakarta

2015

PENERBIT: