Makalah Pendidikan Anti Korupsi

36
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit tersebut sudah mewabah dan terus meningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan, maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa mempengaruhi kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara. Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional. Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi

description

pendidikan anti korupsi

Transcript of Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Page 1: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah

perbincangan umum untuk menunjukkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan

pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit tersebut sudah mewabah dan terus

meningkat dari tahun ke tahun bak jamur di musim hujan, maka banyak orang

memandang bahwa masalah ini bisa mempengaruhi kelancaran tugas-tugas pemerintah

dan merugikan ekonomi Negara.

Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan

memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling

menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-

praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.

Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan

demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita

rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para

koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka

tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu,

mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem

pemerintahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan

yang merata.

Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya

tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia

menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi terutama terhadap

pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas teri.

Beragam lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi dan sinkronisasi telah

dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser kasta pemberantasan korupsi.

Seandainya saja kita sadar, pemberantasan korupsi meski sudah pada tahun keenam

perayaan hari antikorupsi ternyata masih jalan ditempat dan berkutat pada tingkat

“kuantitas”. Keberadaan lembaga-lembaga yang mengurus korupsi belum memiliki

Page 2: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

dampak yang menakutkan bagi para koruptor, bahkan hal tersebut turut disempurnakan

dengan pemihakan-pemihakan yang tidak jelas.

Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya seperti Indonesia, hukuman yang

setengah-setengah sudah tidak mempan lagi. Mulainya dari mana juga merupakan

masalah besar, karena boleh dikatakan semuanya sudah terjangkit penyakit birokrasi. Hal

ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh

para pejabat yang terbukti melekukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini kami akan

membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk memberantasnya.

1.2  Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?

  2. Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan jenis – jenis korupsi ?

  3. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?

  4. Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi ?

 5. Peran serta semerintah dalam memberantas korupsi

6. Peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia ?

7. Upaya – upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia .?

8. Kendala/hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di

Indonesia ?

9. Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi di Indonesia ?

1.3  Tujuan

   1. Mengetahui pengertian dari korupsi.

   2. Mengetahui gambaran umum tentang korupsi dan jenis – jenis korupsi.

   3. Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.

   4. Mengetahui kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

   5. Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantasan korupsi.

   6. Mengetahui peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi.

   7. Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.

   8. Mengetahui kendala atau hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam

pemberantasan korupsi di Indonesia.

Page 3: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

  9. Mengetahui Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi

di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian korupsi

Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah

dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral,

kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan demikian

korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk

lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi;

Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya

dari bahasa Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.

Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan

tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk

penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan

bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung

kekerasan (non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile),

ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).

Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk kepada

modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk kepada pemberian

hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan

(extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah memaksa atas hadiah-hadiah

tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada istilah penggelapan

(fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang menggunakan dana publik yang

Page 4: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

mereka urus untuk kepentingan diri sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh

masyarakat menjadi lebih mahal.

Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara baik secara

langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek normatif, korupsi

merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma soisal, norma hukum

maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan

yang buruk.

2.2 Sejarah Korupsi di Indonesia 

Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah

mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang

menganggap korupsi sebagi sesuatu yang “lumrah dan Wajar”. Ibarat candu, korupsi

telah menjadi barang bergengsi yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat “stress”

para penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasan, akhirnya menjadi kebiasaan

dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat

Negara. Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa

terhadap upaya penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika

dikatakan telah membudaya dalam kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini

muncul dan berkembang? Tulisan ini akan sedikit memberikan pemaparan mengenai

asal-asul budaya korupsi di Indonesia yang pada hakekatnya telah ada sejak dulu ketika

daerah-daerah di Nusantara masih mengenal system pemerintah feodal (Oligarkhi

Absolut), atau sederhananya dapat dikatakan, pemerintahan disaat daerah-daerah yang

ada di Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh kaum

bangsawan (Raja, Sultan dll).

Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalui 3

(tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern

seperti sekarang ini.

Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut.

1. Fase Zaman Kerajaan

Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya

kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia,

Page 5: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan Mataram, Majapahit,

Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang

disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah

menjadi faktor utama

kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut.

Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar

saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan, mulai

dari Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan

seterusnya. Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan

terjadinya beberapa kali konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro

dan lain-lain.

Bahkan kita ketahui, kerajaan Majapahit hancur akibat perang saudara yang kita

kenal dengan “Perang Paregreg” yang terjadi sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Lalu,

kerajaan Demak yang memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo

Penangsang, ada juga Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan

kekuasaan dengan ayahnya sendiri yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso. Hal menarik lainnya

pada fase zaman kerajaan ini adalah mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa

Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang

lebih dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini,

cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula

yang menjadi embrio lahirnya kalangan

opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar

dalam

tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.

2. Fase Zaman Penjajahan

Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam

sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para

penjajah colonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini

berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh

penjajah untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah),

tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang

Page 6: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan

mengawasi daerah territorial tertentu.

Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau

pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan

menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si

Pitung, Jaka Sembung,

Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia.

3. Fase Zaman Modern

Seperti yang telah diketahui, pada saat sekarang ini banyak terdapat penyalahgunaan

kekuasaan oleh para pejabat-pejabat yang ada di Indonesia hanya untuk kepentingan

pribadi, keluarga ataupun kelompoknya tanpa memikirkan orang yang ada dibawahnya.

2.3 Dampak masif korupsi

a. Dampak Korupsi terhadap Ekonomi

Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction

effects) terhadap orang miskin, dengan dua dampak yang saling bertaut satu sama lain.

Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni semakin mahalnya

harga jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan, dan juga sering

terjadinya

pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti air, kesehatan, dan

pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin yakni pengalihan

sumber daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya

diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan

pembangunan.  Dampak yang tidak langsung ini umumnya memiliki pengaruh atas

langgengnya sebuah kemiskinan.

Secara sederhana penduduk miskin di wilayah Indonesia dapat dikategorikan dalam

dua kategori, yakni  :

1.  Kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang bersifat terus

menerus;

2.  Kemiskinan sementara (transient poverty), yaitu kemiskinan yang indikasinya adalah

menurunnya pendapatan (income) masyarakat untuk sementara waktu akibat perubahan

Page 7: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

yang terjadi, semisal terjadinya krisis moneter. Mengingat adanya kemiskinan struktural,

maka adalah naif jika kita beranggapan bahwa virus kemiskinan yang menjangkit di

tubuh masyarakat adalah buah dari budaya malas dan etos kerja yang rendah (culture of

poverty). William Ryan, seorang sosiolog ahli kemiskinan, menyatakan bahwa

kemiskinan bukanlah akibat dari berkurangnya semangat wiraswasta, tidak memiliki

hasrat berprestasi, fatalis.  Pendekatan ini dapat disebut sebagai blaming the

victim (menyalahkan korban).

Pada tahun 2000-2001, the Partnership for Governanve Reform in Indonesia andthe

World Bank telah melaksanakan proyek “Corruption and the Porr”. Proyek ini memotret

wilayah permukiman kumuh di Makassar, Yogyakarta, dan Jakarta. Tujuannya ingin

menjelaskan bagaimana korupsi mempengaruhi kemiskinan kota. Dengan

mengaplikasikan suatu metode the Participatory Corruption assessment (PCA), di setiap

lokasi penelitian, tim proyek melakukan diskusi bersama 30-40 orang miskin mengenai

pengalaman mereka bersentuhan dengan korupsi.  Kegiatan ini juga diikuti dengan

wawancara perseorangan secara mendalam untuk mengetahui dimana dan bagaimana

korupsi memiliki pengaruh atas diri mereka. Sebuah wawasan dan pemahaman yang

holistik tentang pengaruh korupsi terhadap kehidupan sosial orang miskin pun didapat. 

Para partisipan program PCA ini mengidentifikasi empat risiko tinggi korupsi, yakni 

:

1.  Ongkos finansial (financial cost)

Korupsi telah menggerogoti budget ketat yang tersedia dan meletakkan beban yang

lebih berat ke pundak orang miskin dibandingkan dengan si kaya.

2.  Modal manusia (human capital)

Korupsi merintangi akses pada efektivitas jasa pelayanan sosial termasuk sekolah,

pelayanan kesehatan, skema subsidi makanan, pengumpulan sampah, yang kesemuanya

berpengaruh pada kesehatan orang miskin dan keahliannya.

3.  Kehancuran moral (moral decay)

Korupsi merupakan pengingkaran dan pelanggaran atas hukum yang berlaku (the

rule law) untuk meneguhkan suatu budaya korupsi (culture of corruption)

Page 8: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

4.  Hancurnya modal sosial (loss of social capital)

Korupsi mengikis kepercayaan dan memberangus hubungan serta

memporakporandakan kohesifitas komunitas.

b. Dampak Sosial dan kemiskinan masyarakat

Korupsi tidak diragukan dalam menyuburkan berbagai jenis kejahatan dalam

masyarakat. 1. Menurut Alatas, melalui praktik korupsi, sindikat kejahatan atau

penjahat perseorangan dapat leluasa melanggar hukum, menyusupi berbagai oraganisasi

negara dan mencapai kehormatan.  Di India, para penyelundup yang populer sukses

menyusup ke dalam tubuh partai dan memangku jabatan penting. Bahkan, di Amerika

Serikat, melalui suap, polisi korup menyediakan proteksi kepada organisasi-organisasi

kejahatan dengan pemerintahan yang korup.  Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin

besar pula kejahatan.

2. Menurut Transparensy International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan

jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan

yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil dikurangi, maka

kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga meningkat. 

Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi

kejahatan lain dalam masyarakat.

3. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum di suatu negara selain

tergantung dari hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga

tergantung pada kesadaran hukum masyarakat.  Memang secara ideal, angka kejahatan

akan berkurang jika timbul kesadaran masyarakat (marginal detterence). Kondisi ini

hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat sudah

memadai.

c. Dampak terhadap politik dan Demokrasi

Negara kita sering disebut bureaucratic polity.  Birokrasi pemerintah merupakan

sebuah kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.  Selain itu, birokrasi pemerintah juga merupakan garda

depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat.  Namun di sisi

lain, birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan

terhadap jerat korupsi.

Page 9: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara.  Sudah menjadi rahasia

umum bahwa birokrasi di tanah air seolah menjunjung tinggi pameo “jika bisa dibuat

sulit, mengapa harus dipermudah”.  Semakin tidak efisien birokrasi bekerja, semakin

besar pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini.  Sikap masa bodoh birokrat pun akan

melahirkan berbagai masalah yang tidak terhitung banyaknya.  Singkatnya, korupsi

menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi.

Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum  : 

yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri.  Korupsi

tidak saja terbatas pada transaksi yang korup yang dilakukan dengan sengaja oleh dua

pihak atau lebih, melainkan juga meliputi berbagai akibat dari perilaku yang korup, homo

venalis.

Transparency International (TI), sebagai lembaga internasional yang bergerak dalam

upaya antikorupsi, membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu  :

1. Korupsi administratif

Secara administratif, korupsi bisa dilakukan “sesuai dengan hukum”, yaitu meminta

imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta korupsi yang

“bertentangan dengan hukum” yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan pekerjaan

yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan. Di tanah air, jenis korupsi administratif

berwujud uang pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda

Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi (SIM), akte lahir, dan paspor agar prosesnya

lebih cepat. Padahal, seharusnya tanpa uang pelicin surat-surat ini memang harus

diproses dengan cepat.

2.  Korupsi politik

Jenis korupsi politik muncul dalam bentuk “uang damai”.  Misalnya, uang yang

diberikan dalam kasus pelanggaran lalu lintas agar si pelanggar tidak perlu ke pengadilan.

Manajemen kerja birokrasi yang efisien sungguh merupakan barang yang langka di tanah

air.  Menurut HS. Dillon, birokrasi hanya dapat digerakkan oleh politikus yang

berkeahlian dalam bidangnya. Bukan sekedar pejabat yang direkrut dari kalangan profesi

atau akademikus tanpa pengalaman dan pemahaman tentang kerumitan birokrasi.

d. Dampak terhadap briokrasi Pemerintahan

Page 10: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu sistem

politik atau pemerintahan. 

a. Pertama, korupsi mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Pada dasarnya, isu

korupsi lebih sering bersifat personal. Namun, dalam manifestasinya yang lebih luas,

dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan juga dapat mencoreng kredibilitas

organisasi tempat si koruptor bekerja.  Pada tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat

sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat samar, dibandingkan dengan

dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.

b. Kedua, publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga

terkait dengan tindak korupsi.

c. Ketiga, lembaga politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan

pribadi dan kelompok. Ini mengandung arti bahwa lembaga politik telah dikorupsi untuk

kepentingan yang sempit (vested interest). Sering terdengar tuduhan umum dari kalangan

anti-neoliberalis bahwa lembaga multinasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB), IF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan kepentingan kaum kapitalis dan para

hegemoni global yang ingin mencaplok politik dunia di satu tangan raksasa. Tuduhan

seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang memperalat suatu lembaga

politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam kasus seperti ini, kehadiran

masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat dapat meminimalisir

terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.

Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah,

sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut  :

1.  Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,

2.  Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,

3.  Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan

politik.

Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan

mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Menurut Wang An Shih, koruptor sering

mengabaikan kewajibannya oleh karena perhatiannya tergerus untuk kegiatan korupsi

semata-mata.  Hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut kehilangan

sensitifitasnya dan akhirnya menimbulkan bencana bagi rakyat.

Page 11: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

e. Dampak terhadap kerusakan lingkungan

Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah akan menurunkan kredibilitas

pemerintah yang berkuasa. Ia meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai

tindakan pemerintah. Jika suatu pemerintah tidak lagi mampu memberi pelayanan terbaik

bagi warganya, maka rasa hormat rakyat dengan sendirinya akan luntur. Jika

pemerintahan justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat dan 

trust  (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintahan. Karenanya, praktik korupsi yang

kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan masyarakat.

2.4  Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia 

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan

sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang

Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan

Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228

Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.

Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi

Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban

(Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih

dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya

dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup

banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997

saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada

akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim

Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan

Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam

Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.

Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada

tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara

ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:

Page 12: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

1.      Kerugian keuntungan Negara

2.      Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)

3.      Penggelapan dalam jabatan

4.      Pemerasan

5.      Perbuatan curang

6.      Benturan kepentingan dalam pengadaan

7.      Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

2.5  Fenomena Korupsi Di Indonesia

Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia

ialah:

1.      Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada

lembaga-lembaga politik yang ada.

2.      Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num”

lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan,

kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.

3.      Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak

di antara mereka yang tidak mampu.

4.      Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih

“kepentingan rakyat”.

Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :

1.      Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-bah-

ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.

2.      Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-an

umum.

3.      Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba

mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.

4.      Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan

kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.

Page 13: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

5.      Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil

yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat

besar (rakyat).

6.      Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di

bidang politik dan ekonomi-bisnis.

7.      Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-batan

dan hirarki politik kekuasaan.

2.6  Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi

Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di

keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB

pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi

Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang

menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung Dan kapolri:

1.      Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.

2.      Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di

lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.

3.      Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan

BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan

pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi

Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan

Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkag – langkah pencegahan dalam RAN-PK di

prioritaskan pada :

1.      Mendesain ulang layanan publik .

2.      Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg

berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.

3.      Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan

korupsi.

2.7  Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi:

Page 14: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali

upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat

hukum lain.

KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan

memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi

“martir” bagi para pelaku tindak KKN.

Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :

1.      Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.

2.      Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good

governance.

3.      Membangun kepercayaan masyarakat.

4.      Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.

5.      Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

2.8  Peran serta mayarakat dalam upaya pemberantasan korupsi:

Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi

menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :

1.      Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana

korupsi

2.      Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan

informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum

3.      Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak

hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi

4.      Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada

penegak hukum waktu paling lama 30 hari

5.      Hak untuk memperoleh perlindungan hukum

6.      Penghargaan pemerintah kepada mayarakat

2.9  Upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi:

Page 15: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di

Indone-sia, antara lain sebagai berikut :

1.      Upaya Pencegahan (Preventif)

a)      Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian

pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.

b)      Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.

c)      Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung

jawab yang tinggi.

d)     Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa

tua.

e)      Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.

f)       Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi

dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.

g)      Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.

h)      Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui

penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2.      Upaya Penindakan (Kuratif):

Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-

rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa

contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :

a)      Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia

milik Pemda NAD (2004).

b)      Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan

pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.

c)      Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta

(2004).

d)     Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an

negara Rp 10 milyar lebih (2004).

e)      Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito

dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).

f)       Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).

Page 16: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

g)      Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).

h)      Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.

i)        Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus

korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar

(2004).

j)        Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3.      Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:

a)      Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial

terkait dengan kepentingan publik.

b)      Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.

c)      Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga

ke tingkat pusat/nasional.

d)     Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan

pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.

e)      Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam

setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas

4.      Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):

a)      Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang

mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari

sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha

pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl

21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan

pasca-Soeharto yg bebas korupsi.

b)      Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan

memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang

menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik.

Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI

Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan

bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan, Semarang

dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara

terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia,

Page 17: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan,

Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia

adalah negara terbebas dari korupsi.

2.10  Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi

Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia.

Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata

hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi

antara lain adalah :

1.      Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.

2.      Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang

cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.

3.      Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga

tidak ada check and balance.

4.      Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem

politik dan sistem administrasi negara Indonesia.

5.      Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-

contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan

yang diajukan oleh jaksa.

6.      Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara

yang semakin canggih.

7.      Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan

amanah yang diemban.

2.11 Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi di Indonesia

a. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung

kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

b. Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan,

administrasi yang lamban dan sebagainya.

Page 18: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

c. Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada

kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh

pejabat pemerintah.

d. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah

e. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari

pendanaan politik yang normal.

f. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.

g. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".

h. Lemahnya ketertiban hukum.

i. Lemahnya profesi hukum.

2.12 Nilai dan Prinsip Anti Korupsi

Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan faktor

eksternal (kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi prilaku

dan nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku.

Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi

pada semua individu.” Setidaknya ada sembilan nilai-nilai anti korupsi yang

penting untuk ditanamkan pada semua orang, yaitu :

1.      Kejujuran

2.      Kepedulian

3.      Kemandirian

4.      Kedisiplinan

5.      Tanggung jawab

6.      Kerja Keras,

7.      Sederhana,

8.      Keberanian, dan

9.      Keadilan.

2.13 Peran dan keterlibatan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi

Page 19: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Mahasiswa mempunyai potensi besar untuk menjadi agen perubahan dan motor

penggerak dalam gerakan anti korupsi.

Peran mahasiswa dalam pemberantasan korupsi:

1.Menjaga diri dan komunitas mahasiswa bersih dari korupsi dan perilaku koruptif.

2.Membangun dan memelihara gerakan anti korupsi.

Adapun upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh mahasiswa dalam pemberantasan

korupsi adalah:

a. Menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di kampus.

Hal ini terutama dimulai dari kesadaran masing-masing mahasiswa yaitu

menanamkan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka tidak boleh melakukan tindakan

korupsi walaupun itu hanya tindakan sederhana, misalnya terlambat datang ke kampus,

menitipkan absen kepada teman jika tidak masuk atau memberikan uang suap kepada

para pihak pengurus beasiswa dan macam-macam tindakan lainnya. Memang hal tersebut

kelihatan sepele tetapi berdampak fatal pada pola pikir dan dikhawatirkan akan menjadi

kebiasaan bahkan yang lebih parah adalah menjadi sebuah karakter.

Selain kesadaran pada masing-masing mahasiswa maka mereka juga harus

memperhatikan kebijakan internal kampus agar dikritisi sehingga tidak memberikan

peluang kepada pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan melalui korupsi.

Misalnya ketika penerimaan mahasiswa baru mengenai biaya yang diestimasikan dari

pihak kampus kepada calon mahasiswa maka perlu bagi mahasiswa untuk

mempertanyakan dan menuntut sebuah transparasi dan jaminan yang jelas dan hal

lainnya. Jadi posisi mahasiswa di sini adalah sebagai pengontrol kebijakan internal

universitas. Dengan adanya kesadaran serta komitmen dari diri sendiri dan sebagai pihak

pengontrol kebijakan internal kampus maka bisa menekan jumlah pelaku korupsi.

Upaya lain untuk menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di lingkungan kampus

adalah mahasiswa bisa membuat koperasi atau kantin jujur. Tindakan ini diharapkan agar

lebih mengetahui secara jelas signifikansi resiko korupsi di lingkungan kampus.

Mahasiswa juga bisa berinisiatif membentuk organisasi atau komunitas intra kampus

yang berprinsip pada upaya memberantas tindakan korupsi. Organisasi atau komunitas

tersebut diharapkan bisa menjadi wadah mengadakan diskusi atau seminar mengenai

Page 20: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

bahaya korupsi. Selain itu organisasi atau komunitas ini mampu menjadi alat pengontrol

terhadap kebijakan internal kampus.

b. Memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya melakukan korupsi.

Memberikan penyuluha serta menghimbau agar masyarakat ikut serta dalam

menindaklanjuti (berperan aktif) dalam memberantas tindakan korupsi yang terjadi di

sekitar lingkungan mereka. Selain itu, masyarakat dituntut lebih kritis terhadap kebijakan

pemerintah yang dirasa kurang relevan. Maka masyarakat sadar bahwa korupsi memang

harus dilawan dan dimusnahkan dengan mengerahkan kekuatan secara massif, artinya

bukan hanya pemerintah saja melainakan seluruh lapisan masyarakat.

c. Menjadi alat pengontrol terhadap kebijakan pemerintah.

Mahasiswa selain sebagai agen perubahan juga bertindak sebagai agen pengontrol dalam

pemerintahan. Kebijakan pemerintah sangat perlu untuk dikontrol dan dikritisi jika dirasa

kebijakan tersebut tidak memberikan dampak positif pada keadilan dan kesejahteraan

masyarakat dan semakin memperburuk kondisi masyarakat. Misalnya dengan melakukan

demo untuk menekan pemerintah atau melakukan jajak pendapat untuk memperoleh hasil

negosiasi yang terbaik.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta

orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari

kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara

dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.

Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya

delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih

begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum

Page 21: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani

tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh

hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan

tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.

Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi “jalan tak ada ujung”,

melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya untuk mengatasi

persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun

segi etika atau akhlak manusia.

3.2  Saran

a.   Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indonesia

agar mendapat informasi yang lebih akurat.

b.   Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya

di dalam kehidupan sehari-hari.

c. Memiliki sifat takut dalam melakukan korupsi.

d. Jangan menghancurkan orang lain demi kepentingan pribadi.

e. Berusaha bersikap jujur didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Page 22: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

f. Mengetahui dampak terjadinya korupsi.

g. Memiliki pendidikan yang kuat apalagi dalam pemberantasan korupsi.

h. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.

i. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak

menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam

menangani kasus korupsi.

j. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki

idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif,

jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-

prinsip keadilan.

k. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah

atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga

baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh

nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat

disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.

DAFTAR PUSTAKA

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,

Kesejahteraan dan Keadilan.

Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas

UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 23: Makalah Pendidikan Anti Korupsi

Strategi pencegahan & penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH.

Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH. Syarif Fadillah,SH.,MH.)

Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003 dari Perspektif KPK

(http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html ) Budiy

anto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta:

Erlangga

Drs.Joko Budi santoso. Pendidikan kewarganegaraan untuk SMK Kelas X

http://harissoekamti.blogspot.com/

http://wawasanfadhitya.blogspot.com/2012/08/upaya-pemberantasan-korupsi-di-

indonesia.html#ixzz2BmyhoUVF

Hamzah jur andi,(2005), pemberantasan korupsi, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada

Dikoro wirdjono projo,(2005),tindak pidana tertentu di Indonesia, Jakarta,PT Raja

Grafindo Persada

Komisi Pemberantasan Korupsi (2008), Survei Persepsi Masyarakat Terhadap KPK dan

Korupsi Tahun 2008.

www. wikipedia. com