LP STEMI 2

40
LAPORAN PENDAHULUAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) I. ANATOMI FISIOLOGI A. ANATOMI JANTUNG Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 ruang serambi atau bagian yang berdinding tipis (atrium), dan 2 bilik atau bagian yang berdinding tebal ( ventrikel ) a. Atrium Atrium merupakan bagian dari ruang atas jantung, yang berfungsi sebagai penampungan darah yang selanjutnya akan mengalir menuju ventrikel. Atrium berkontraksi untuk membantu pengisian ventrikel. 1) Atrium kanan Dinding atrium kanan memiliki struktur yang tipis, dan memiliki tekanan yang rendah Sebelum memasuki atrium kanan, darah melewati dua vena yang bermuara ke atrium kanan yaitu vena kava superior (membawa darah dari bagian tubuh atas dan ekstremitas atas) serta vena kava inferior (membawa darah dari ekstremitas bawah dan organ abdomen). Setelah melalui atrium kanan kemudian melewati katup trikuspid darah menuju ventrikel kanan pada saat fase relaksasi otot jantung (diastole) 2) Atrium kiri Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal dibanding atrium kanan. Darah yang telah teroksigenisasi memasuki atrium 1

description

1

Transcript of LP STEMI 2

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

I. ANATOMI FISIOLOGI

A. ANATOMI JANTUNG

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 ruang serambi atau bagian yang

berdinding tipis (atrium), dan 2 bilik atau bagian yang berdinding tebal ( ventrikel )

a. Atrium

Atrium merupakan bagian dari ruang atas jantung, yang berfungsi sebagai

penampungan darah yang selanjutnya akan mengalir menuju ventrikel. Atrium

berkontraksi untuk membantu pengisian ventrikel.

1) Atrium kanan

Dinding atrium kanan memiliki struktur yang tipis, dan memiliki tekanan

yang rendah Sebelum memasuki atrium kanan, darah melewati dua vena yang

bermuara ke atrium kanan yaitu vena kava superior (membawa darah dari

bagian tubuh atas dan ekstremitas atas) serta vena kava inferior (membawa

darah dari ekstremitas bawah dan organ abdomen). Setelah melalui atrium

kanan kemudian melewati katup trikuspid darah menuju ventrikel kanan pada

saat fase relaksasi otot jantung (diastole)

2) Atrium kiri

Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal dibanding atrium kanan. Darah yang

telah teroksigenisasi memasuki atrium kiri. Selanjutnya darah akan memasuki

ventrikel kiri melewati katup mitral pada saat vase relaksasi otot jantung

( diastole). Fungsi dari atrium kiri adalah sebagai ruang penerima darah yang

telah teroksigenisasi dari paru-paru.

b. Ventrikel

Fungsi ventrikel secara umum adalah memompakan darah ke sistem sirkulasi

sistemik dan sirkulasi pulmonal. Ventrikel kiri mempunyai ketebalan tiga kali dari

yang sebelah kanan, sesuai dengan kerja jantung yang lebih berat.

1) Ventrikel kanan

1

Tebal dinding luarnya 4-5 mm dengan bertekanan rendah. Fungsi dari

ventrikel kanan adalah memompa darah menuju paru-paru. Darah mengalir

menuju arteri pulmonal melewati katup pulmonal, pada saat fase kontraksi/

sistolik.

2) Ventrikel kiri

Ventrikel kiri memiliki otot yang besar. Tekanan pada ventrikel kiri sangat

tinggi, darah yang masuk berasal dari atrium kiri melalui katub mitral dan

keluar dari ventrikel melalui katub aorta. Fungsi dari ventrikel kiri adalah

mengalirkan darah menuju seluruh bagian tubuh yang selanjutnya kembali ke

atrium kanan.

KATUB JANTUNG

Katub jantung yang berjumlah 4 buah berfungsi mengalirkan darah dan

mencegah aliran balik darah. Katup ini membuka dan menutup secara pasif yang

merupakan respon dari perubahan tekanan dan perubahan isi dari ruang- ruang

jantung. Secara umum katub jantung dibagi menjadi 2 jenis katub yaitu katub

atrioventrikular dan katub semilunar

a. Katub Atrioventrikular

Katub ini membagi jantung menjadi 2 bagian yaitu atrium dan ventrikel. Katub

atrioventrikular ini menghubungkan aliran darah dari atrium ke ventrikel. Terdiri dari

katub tricuspid dan katup mitral.

1) Katup tricuspid

2

Tricuspid memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup Trikuspid

memiliki 3 daun katup (anterior, septal, posterior). Daun katub ini disokong

oleh 2 muskulus papilaris yang dihubungkan oleh korda tendinae. Fungsi

tricuspid adalah membantu darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel

kanan selama diastole (daun katup membuka). Saat systole daun katup

menutup sehingga tidak terjadi aliran balik.

2) Katup Mitral/ Bicuspid

Katup mitral memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri. Terdiri dari 2 daun

katup/ bikuspidalis (anterior dan posterior). Fungsi katup mitral adalah

membantu darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri saat diastole (daun

katup membuka). Saat systole daun katup menutup sehingga tidak terjadi

aliran balik.

b. Katub Semilunar

Katub semilunar memisahkan ventrikel dari pembuluh darah besar. Dua katup

semilunar ini memilki 3 daun katub yang mengalirkan darah dari ventrikel ke

pulmonary arteri dan aorta. Fungsi katub adalah membiarkan darah mengalir dari

ventrikel ke pembuluh darah besar selama diastole (daun katup terbuka).

1) Katub pulmonal

Katub pulmonal memisahkan ventrikel kanan dan arteri pulmonal, terdiri dari

tiga daun katup (anterior kanan, anterior kiri, dan posterior). Fungsi dari katup

pulmonal adalah membiarkan darah mengalir dari ventrikel kanan ke arteri

pulmonal selama sistole (daun katub membuka).

2) Katub aorta

Katup aorta memisahkan ventrikel kiri dan aorta. Terdiri dari 3 daun katup

(Coroner kiri,coroner kanan,dan non coronary). Fungsi katub ini adalah

membiarkan darah mengalir dari ventrikel kiri ke aorta selama sistole (daun

katub membuka).

A. FISIOLOGI JANTUNG

1. CARDIAC OUTPUT

Cardiac output atau curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh

jantung selama satu menit (± 4 – 8 L/menit) ketika istirahat. Merupakan hasil dari stroke

3

volume (Jumlah darah yang dipompakan oleh jantung setiap satu kali kontraksi) dan heart

rate. Faktor-faktor yang mempengaruhi stroke volume dan cardiac output adalah:

a. Preload/ beban awal

Merupakan kekuatan yang meregangkan otot otot ventrikel pada end diastol atau

sesaat sebelum kontraksi, yang digambarkan dengan jumlah volume darah yang

berada di ventrikel pada saat itu. Peningkatan peregangan otot-otot jantung

menyebabkan kontraksi ventrikel dan stroke volume yang lebih kuat. Semakin besar

volume pengisian ventrikel, semakin besar pula stroke volume. Proses ini sesuai

dengan hukum Frank – Starling.

b. Afterload/ beban akhir

Merupakan beban atau tekanan yang harus dihadapi ventrikel ketika berkontraksi.

Afterload ventrikel kiri adalah tekanan diastolik di aorta dan resistensi vaskuler

sistemik (Systemic Vascular Resistance/ SVR). Sedangkan afterload ventrikel kanan

adalah tekanan diastolik arteri pulmonal dan resistensi vaskuler pulmonal (Pulmonary

Vascular Resistance/ PVR) . Afterload mempengaruhi kerja jantung, konsumsi

oksigen miokard dan performa ventrikel.

c. Contractility/ kontraktilitas

Merupakan kekuatan dan velositas pemendekan otot miokard, tergantung pada

preload dan afterload. Stimulus inotropik positif (epinefrin, dopamine) meningkatkan

kekuatan kontraksi, inotropik negatif menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi

(beta bloker, asidosis, hipoksemia)

2. SISTEM VASKULER

Laju dan volume aliran darah dalam sirkulasi ditentukan oleh dua faktor:

4

a. Perbedaan tekanan inflow dan outflow (tekanan ke dalam vs tekanan

keluar)

Aliran darah terjadi apabila tekanan pada permulaan sirkulasi lebih besar dari

akhir sirkulasi.

b. Resistensi terhadap aliran darah

Faktor utama yang mempengaruhi resistensi terhadap aliran darah adalah diameter

pembuluh darah. Apabila diameter pembuluh darah menurun sampai satu

setengahnya akibat vasokonstriksi, maka aliran darah meningkat 16 kali. Konstriksi

dan relaksasi otot-otot arteriol dan spingter prekapiler merupakan bagian yang paling

berperan dalam perubahan diameter pembuluh darah, resistensi vaskuler dan aliran

darah regional. Secara umum, semakin besar resistensi vaskuler, semakin besar pula

potensial untuk menurunkan aliran darah ke jaringan distal dan semakin besar pula

mean arterial pressure yang dibutuhkan untuk menghantarkan darah melalui sirkulasi

tersebut.

3. SIRKULASI

Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas 2 bagian yaitu: sirkulasi sistemik dan sirkulasi

pulmonal.

a. Sirkulasi sistemik

1) Mengalirkan darah ke berbagai organ serta memenuhi kebutuhan organ yang

berbeda

2) Memerlukan tekanan permulaan yang besar dan banyak mengalami tahanan

3) Kolom hidrostatik panjang

b. Sirkulasi pulmonal

1) Hanya mengalirkan darah ke paru dan berfungsi untuk paru-paru

2) Mempunyai tekanan permulaan yang rendah

3) Hanya sedikit mengalami tahanan dan kolom hidrostatiknya pendek

4. SISTEM KORONER

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup

pada otot jantung oleh sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan

5

jantung dan membawa oksigen untuk miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial

yang kecil-kecil.

a. Arteri Koroner

Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik yang memperdarahi

jantung. Arteri tersebut melintang di permukaan jantung dan mengelilingi jantung.

Terdiri dari Arteri koroner kiri dan arteri koroner kanan.

1) Arteri koroner kiri (Left Main Corronary Artery)

Mempunyai dua cabang besar, yaitu Left Anterior Descendence (LAD) dan

Left Circumflex (LCx).

a) LAD (Left Anterior Descendence)

Cabang LAD berperan dalam memperdarahi RV, dinding anterior LV, dan

2/3 anterior septum. Cabang LAD juga memperdarahi jaringan konduksi

seperti berkas his, berkas His kiri dan kanan.

b) LCx (Left Circumflex)

LCx Memperdarahi dinding lateral dan posterior ventrikel kiri. Dan pada

sebagian kesil orang LCx memperdarahi AV dan SA node.

2) Arteri Koroner Kanan (RCA)

Pada umumnya RCA memperdarahi SA dan AV node, juga memperdarahi

berkas his. RCA juga memperdarahi RV, dinding inferior LV dan 1/3 posterior

septum ventrikel

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi aliran darah koroner

1) Tekanan perfusi koroner (tekanan diastolik aorta –

tekanan sinus koroner/ RA pressure).

Pada orang dewasa normal, tekanan yang dapat mengalirkan darah ke sirkulasi

koroner sebesar 90 mmHg. Aliran darah koroner menurun ketika tekanan < 50

mmHg. Aliran darah benar-benar berhenti ketika tekanan perfusi koroner < 20

mmHg (disebut critical closing pressure).

2) Resistensi vaskuler koroner

Resistensi terhadap aliran darah dipengaruhi oleh diameter arteri koroner.

6

Apabila arteri menyempit, resisitensi meningkat sehingga laju dan volume aliran

darah menurun. Apabila terjadi dilatasi arteri, resistensi menurun, sehingga laju

dan volume aliran darah meningkat. Diameter pembuluh darah diatur secara

otomatis (autoregulated) oleh kebutuhan metabolik miokard. Apabila terjadi

peningkatan kebutuhan oksigen di miokard (misalnya olahraga), maka arteri

koroner mengalami dilatasi untuk meningkatkan aliran darah ke miokard 4 sampai

5 kali normal (istirahat).

c. Faktor – faktor yang dapat menurunkan aliran darah koroner

1) Obstruksi atau penyempitan lumen koroner

Disebabkan oleh spasme, plak atherosklerosis dan atau adanya formasi

trombus.

2) Penurunan tekanan diastolik aorta atau peningkatan

yang signifikan dari tekanan atrium kanan

II. KONSEP DASAR

A. DEFINISI

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara

permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di

pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim

jantung dan ST elevasi  pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh

darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar

terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. Menurut

Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat

ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan

gambaran EKG.

7

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

No Lokasi Gambaran EKG

1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-

V4/V5

2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6

dan I dan aVL 

4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6

dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di

I dan aVL

5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL). 

6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

dan aVF

7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,

aVF, V1-V3

8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST

depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).

Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.

Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam

pertama infark.

Dikutip dari Ramrakha, 2006

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.

Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi

miokard yang terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh

elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun

(Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung

hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).

8

A. ETIOLOGI

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,

dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, obesitas dan

hiperlipidemia.

1. Merokok

Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.

Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar

300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok

(Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan

dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.

2. Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik

meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.

Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk

meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan

oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi

jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).

3. Obesitas

Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%

penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan

indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan

obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan

lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan

metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan

darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha,

2006).

4. Hiperlipidemia

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.

Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas

batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan

9

kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary

Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol

juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).

B. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah

sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan

pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau

kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa

sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya

dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.

Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin

dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa

dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi

menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah

menurun atau normal selama beberapa jam atau beberapa hari. Dalam waktu beberapa

minggu, tekanan darah kembali normal. Dari ausklutasi prekordium jantung,

ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark

daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis

otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan

intensitas suara jantung dan  paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda

disfungsi ventrikel jantung. (Antman, 2005).

C. PATOFISIOLOGI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak

memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI

terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,

rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,

sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri

koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami

rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).

10

Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai

endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya

mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit

terjadinya sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila

berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan

miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam

3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang

mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah

infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Anamnesis

Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah

prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang

interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih benda

padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan

penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan

akan mati.

2. Pemeriksaan fisik 

Penderita nampak sakit, muka pucat, kulit basah dan dingin. Tekanan darah bisa

tinggi, normal atau rendah. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah

paradoksal, irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang

tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.

3. EKG

Nekrosis miokard dilihat dari 12  lead  EKG. Selama fase awal miokard infark

akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan

elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan

berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi

gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III,

dan aVF.

4. Pemeriksaan laboratorium 

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan

cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus

digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan

11

otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada

pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera

mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai

enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung

(infark miokard).

a. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung,

miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

b. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila

ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih

dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

c. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak

dalam 4-8 jam.

d. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

e. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark

miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

f. Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL) biomarker jantung

pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai mempresentasikan 99th

percentile kelompok control tanpa STEMI.

g. Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leikositosis

polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri

dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/u1.

E. PENATALAKSANAAN

a. Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri

<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen

selama 6 jam pertama.

b. Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan

dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi

nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan

menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara

12

dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri

dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga

diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru.

Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg

atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada

EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada

pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam

sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

c. Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan

dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg

dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek

samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan

arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan

mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi

dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV

dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang

menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan

infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5

mgIV.

d. Aspirin

Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan

efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase

trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi

aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin

diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

e. Penyekat Beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,

selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5

mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60

menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi

tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir

dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan

13

metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12

jam.

f. Terapi Reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek  lama oklusi koroner, meminimalkan derajat

disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi  kemungkinan pasien STEMI

berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.

Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical

contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30

menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

a) Seleksi Strategi Reperfusi

Langkah-langkah Penilaian dalam Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien

STEMI:

Langkah 1: Nilai waktu dan risiko

1) Waktu dan gejala

Waktu dan gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan predictor penting luas

infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam

menghancurkan thrombus sangat tergantung dengan waktu. Terapi

fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam

pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis

menurunkan angka kematian. Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri

yang mengalami infark menjadi paten, kurang banyak tergantung pada lama

gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa laporan menunjukkan tidak

ada pengaruh keterlambatan waktu terhadapa laju mortalitas jika PCI

dikerjakan setelah 2 sampai 3 jam setelah gejala. The Task Force on the

Management of Acute Myocardial Infraction of the European Society of

Cardiology dan ACC/AHA merekomendasikan target medical contact-to-

balloon atau door-tto-balloon time dalam waktu 90 menit.

2) Resiko STEMI

Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam

menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. JIka estimasi mortalitas

dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien renjatan

kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.

14

3) Resiko Perdarahan

Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada

pasien. Jika terapii reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis,

semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin

kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat

terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan mafaat dan

risiko.

4) Waktu yang Dibutuhkan untuk Transport ke Laboratorium PCI

Adanya fasilitas kardiologi Intervensi merupakan penentu utama apakah

PCI dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI,

penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis.

Jika composite end point kematian, infark miokard rekuren non fatal

atau strok dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan

laju infark miokard non fatal berkurang.

Langkah 2: Tentukan apakah firinolisis atau strategi invasif lebih disukai.

Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi

invasive, tidak ada preferensi untuk strategi lain.

b) Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa

didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam

mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam

pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis

dalam melakukan arteri koroner yang teroklusi dan dikaitkan dengan

outcome klinis jangka pendek dan  jangka panjang yang lebih baik.

Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok

kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat,

atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan lebih

matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian

PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas

berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit.

c) Reperfusi Farmakologis

Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam

30 menit sejak masuk (door-to-needle time <30 menit). Tujuan utama

fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa

15

macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (tPA),

streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini

bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang

selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu

golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non fibrin seperti streptokinase.

Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat

(culprit) digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut

Thrombolysis In Myocardial Infarction (TIMI) grading system:

1) Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang

terkena infark.

2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik

obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal.

3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke

bagian distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri

normal.

4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark

dengan aliran normal.

Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada

arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam

membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan

menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. Terapi

fibrinolitik dapat menurunkan risiko relative kematian di rumah sakit sampai

50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini

dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungna menit dan pasien yang

mendapat terapi dalam 1-3 Jm onset gejala akan mendapat manfaat yang

terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih sedang, terapi masih tetap bermanfaat

pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat

nampaknya masih ada samapi 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan

segmen ST masih tetap elevasi pada sadapan EKG yang belum menunjukkkan

gelombang Q yang baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI

primer), fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi yang lebih

disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika perhatian pada masalah

16

logistic seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau ada antisipasi

keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis dapat

dimulai dibandingkan implementasi PCI.

Perawatan

a. Istirahat tergantung payah jantungnya.

b. Posisi tidur fowler.

c. Menjaga kebersihan mulut.

d. Defekasi di usahakan teratur setiap hari.

e. Pembatasan aktifitas fisik, aktifitas di batasi tapi jangan dilarang sama sekali

karena akan mempengaruhi psikologik.

f. Pengawasan in take - out put.

g. Pembinaan psikologis

F. KOMPLIKASI

1. Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran

dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini

disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal

jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah

infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari

ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya

jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen

noninfark,  mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona

infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran

dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri

yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi

gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi

klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAda

pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung,

inhibitore ACE harus diberikan.

B. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah

sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik

17

dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan

sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan

bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai

kongesti paru.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. AKTIVITAS / ISTIRAHAT

a. Gejala :

1) Keletihan / kelelahan terus – menerus sepanjang hari.

2) Insomnia

3) Nyeri dada dengan aktivitas

4) Dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga

b. Tanda :

1) Gelisah, perubahan status mental (misalnya letargi)

2) Tanda vital berubah pada aktivitas

2. SIRKULASI

a. Gejala :

1) Riwayat hipertensi

2) IM baru / akut

3) Episode GJK sebelumnya

4) Penyakit katup jantung

5) Bedah jantung

6) Endokarditis

7) SLE

8) Anemia

9) Syok Septic

10) Bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, “sabuk terlalu ketat” (pada gagal

bagian kanan)

b. Tanda :

18

1) TD : mungkin rendah (gagal pemompaan); normal (GJK rigan / kronis); atau

tinggi (kelebihan beban cairan atau peningkatan TVS)

2) Tekanan Nadi : mungkin sempit; menunjukan penurunan volume sekuncup

3) Frekuensi jantung : Takikardia (gagal jantung kiri)

4) Irama Jantung : Disritmia, misalnya fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel

premature / takikardia, blok jantung.

5) Nadi Apikal : PMI mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke

kiri.

6) Bunyi Jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik; S4 dapat terjadi; S1 dan S2

mungkin melemah.

7) Murmur Sistolik dan Diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau

insuficienci

8) Nadi : Nadi perifer berkurang; perubahan dalam kekuatan denyutan dapat

terjadi; nadi sentral mungkin kuat, misalnya nadi jugularis, karotis, abdominal

terlihat

9) Warna : Kebiruan, pucat, abu – abu, sianotik

10) Punggung kuku : pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.

11) Hepar : pembesaran atau dapat teraba, refleks hepatojugularis

12) Bunyi Nafas : Krekels, ronki

13) Edema : mungkin dependen, umum, atau pitting, khususnya pada ekstremitas;

DVJ

3. INTEGRITAS EGO

a. Gejala :

1) Ansietas, khawatir, takut

2) Stress yang berhubungan dengan penyakit atau keprihatinan finansial

(pekerjaan / biaya keperawatan medis)

b. Tanda :

Berbagai manifestasi perilaku, misalnya ansietas, marah, ketakutan, mudah

tersinggung.

4. ELIMINASI

a. Gejala :

1) Penurunan berkemih, urin berwarna gelap

19

2) Berkemih malam hari (nockturia)

3) Diare / konstipasi

5. MAKANAN / CAIRAN

a. Gejala :

1) Kehilangan nafsu makan

2) Mual atau muntah

3) Penambahan berat badan signifikan

4) Pembengkakan pada ekstremitas bawah

5) Pakaian / sepatu terasa sesak

6) Diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses, lemak, gula, dan kafein

7) Penggunaan diuretik

b. Tanda :

1) Penambahan berat badan cepat

2) Distensi abdomen (asites); edema (umum, dependen, tekanan, pitting)

6. HIGIENE

a. Gejala : Keletihan / kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri

b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal

7. NEUROSENSORIK

a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan

b. Tanda :

1) Letargi, kusut pikir, disorientasi

2) Perubahan perilaku, mudah tersinggung

8. NYERI / KENYAMANAN

a. Gejala :

1) Nyeri dada, angina akut / kronis

2) Nyeri abdomen kanan atas

20

3) Sakit pada otot

b. Tanda :

1) Tidak tenang, gelisah

2) Fokus menyempit (menarik diri)

3) Perilaku melindungi diri

9. PERNAPASAN

a. Gejala :

1) Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal

2) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum

3) Riwayat penyakit paru kronis

4) Penggunaan bantuan pernapasan, misalnya oksigen atau medikasi

b. Tanda :

1) Pernapasan : Takipnea, napas dangkal, pernapasan labored; penggunaan otot

aksesori pernapasan, nasal flaring

2) Batuk : Kering / nyaring / nonproduktif atau mungkin batuk terus – menerus

dengan / tanpa pembentukan sputum

3) Sputum : mungkin bersemu darah, merah muda / berbuih (edema pulmonal)

4) Bunyi napas : mungkin tidak terdengar, degan krakles basilar dan mengi

5) Fungsi mental : mungkin menurun; letalergi; kegelisahan

6) Warna kulit : pucat atau sianosis

10. KEAMANAN

a. Gejala :

1) Perubahan dalam fungsi mental

2) Kehilangan kekuatan / tonus otot

3) Kulit lecet

11. INTERKASI SOSIAL

a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan

12. PEMBELAJARAN / PENGAJARAN

21

a. Gejala : Menggunakan atau lupa menggunakan obat – obat jantung, misalnya

penyekat saluran kalsium.

b. Tanda : Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.

c. Pertimbangan Rencana Pemulangan

a) DRG menunjukan rerata lamanya dirawat : 8,2 hari

b) Bantuan untuk berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, tugas –

tugas pemeliharaan / pengaturan rumah

c) Perubahan dalam terapi / penggunaan obat

d) Perubahan dalam tatanan fisik rumah

B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.

Kriteria hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan nyeri,melaporkan

nyeri hilang atau terkontrol.

Intervensi :

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji tingkat nyeri dada dan

abdomen

2. Obs/pantau adanya cemas/gelisah

3. Catat/pantau TTV

4. Berikan posisi nyaman dan

ajarkan tehnik relaksasi

5. Bantu perawatan diri

6. Identifikasi/dorong penggunaan

prilaku adaptif

 

1. Menentukan tingkat keparahan penyebab

nyeri dada dan abdomen, nyeri dada timbul

karena inefektif darin suplai darah ke jantung,

nyeri abdomen dikarenakan adanya

pembesaran dari hati hal ini disebabkan

adanya pembendungan vena portal sehiingga

membuat arus balik dari sistem sirkulasi.

2. Ketidakadekuatan dari oksigen ke otak

membuat pasien gelisah

3. Sebagai pantau kestabilan dari

hemodinamik dan respon tubuh secara dini

4. Posisi memberikan rasa nyaman dan

tehnik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri

5. Mengurangi stressor penyebab nyeri yang

timbul, semakin banyak oksigen yang

dibutuhkan semakin membuat pasien menjadi

22

nyeri, seperti aktifitas sehari-hari ini dapat

dibantu

6. Mengurangi tingkat stressor pasien

sehingga nyeri berkurang.

Kolaborasi

1. Berikan obat-obatan sesuai

indikasi

2. Oksigen 3-4 liter/menit 

1. Obat-obatan yang bersifat

menekan ssistem saraf yang dapat

menurunkan nyeri..

2. Memaksimalkan ketersediaan

oksigen untuk menurunkan beban kerja

jantung dan menurunkan ketidaknyamanan

karena iskemia.

 

2. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan konstriksi

fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.

Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia. Mengidentifikassi

perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.

Intervensi :

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Pantau irama dan frekuensi jantung

2. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan

jarak / tonus jantung, murmur, gallop

S3 dan S4.

3. Dorong tirah baring dalam posisi semi

fowler

4. Berikan tindakan kenyamanan

misalnya perubahan posisi dan

gosokan punggung, dan aktivitas

hiburan dalam toleransi jantung

5. Dorong penggunaan teknik

menejemen stress misalnya latihan

pernapasan dan bimbingan imajinasi

1. Takikardia dan disritmia dapat terjadi

saat jantung berupaya untuk

meningkatkan curahnya berespon

terhadap demam. Hipoksia, dan

asidosis karena iskemia.

2. Memberikan deteksi dini dari terjadinya

komplikasi misalnya GJK, tamponade

jantung.

3. Menurunkan beban kerja jantung,

memaksimalkan curah jantun

4. Meningkatkan relaksasi dan

mengarahkan kembali perhatian

5. Perilaku ini dapat mengontrol ansietas,

23

6. Evaluasi keluhan lelah, dispnea,

palpitasi, nyeri dada kontinyu.

Perhatikan adanya bunyi napas

adventisius, demam

meningkatkan relaksasi dan

menurunkan kerja jantung

6. Manifestasi klinis dari GJK yang dapat

menyertai endokarditis atau miokarditis

Kolaborasi

1. Berikan oksigen komplemen

2. Berikan obat – obatan sesuai dengan

indikasi misalnya digitalis, diuretik

3. Antibiotic/ anti microbial IV

4. Bantu dalam periokardiosintesis

darurat

5. Siapkan pasien untuk pembedahan

bila diindikasikan

1. Meningkatkan keseterdian oksigen

untuk fungsi miokard dan

menurunkan efek metabolism

anaerob,yang terjadi sebagai akibat

dari hipoksia dan asidosis.

2. Dapat diberikan untuk

meningkatkan kontraktilitas

miokard dan menurunkan beban

kerja jantung pada adanya GJK

( miocarditis)

3. Diberikan untuk mengatasi

pathogen yang teridentifikasi,

mencegah kerusakan jantung lebih

lanjut.

4. prosedur dapat dilakuan di tempat

tidur untuk menurunkan tekanan

cairan di sekitar jantung.

5. Penggantian katup mungkin

diperlukan untuk memperbaiki

curah jantung

3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai oksegen ke

otot.

Kriteria hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat

secara individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan kering,

nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.

Intervensi:

Intervensi Rasional

24

Mandiri

1. Evaluasi status mental. Perhatikikan

terjadinya hemiparalisis, afasia,

kejang, muntah, peningkatan TD.

2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba

yang disertai dengan takipnea, nyeri

pleuritik, sianosis, pucat

3. Tingkatkan tirah baring dengan tepat

4. Dorong latihan aktif/ bantu dengan

rentang gerak sesuai toleransi.

1. Indicator yang menunjukkan embolisasi

sistemik pada otak.

2. Emboli arteri, mempengaruhi jantung

dan / atau organ vital lain, dapat terjadi

sebagai akibat dari penyakit katup, dan/

atau disritmia kronis

3. Dapat mencegah pembentukan atau

migrasi emboli pada pasien

endokarditis. Tirah baring lama,

membawa resikonya sendiri tentang

terjadinya fenomena tromboembolic.

4. Meningkatkan sirkulasi perifer dan

aliran balik vena karenanya

menurunkan resiko pembentukan

thrombus.

Kolaborasi

Berikan antikoagulan, contoh heparin,

warfarin (coumadin)

Heparin dapat digunakan secara profilaksis

bila pasien memerlukan tirah baring lama,

mengalami sepsis atau GJK, dan/atau

sebelum/sesudah bedah penggantian katup.

Catatan : Heparin kontraindikasi pada

perikarditis dan tamponade jantung.

Coumadin adalah obat pilihan untuk terapi

setelah penggantian katup jangka panjang,

atau adanya thrombus perifer.

 

4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi jaringan

Kriteria Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis, dan tanda lain dari

hipoksia.

Intervensi:

Intervensi Rasional

Mandiri  

25

1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan

kedalaman. Contoh adanya dispnea,

penggunaan otot bantu nafas,

pelebaran nasal.

2. Lihat kulit dan membran mukosa

untuk adanya sianosis.

3.  Tinggikan kepala tempat tidur

letakkan pada posisi duduk tinggi atau

semifowler.

 

1. Kecepatan dan upaya mungkin

meningkat karena nyeri, takut, demam,

penurunan volume sirkulasi, hipoksia

atau diatensi gaster.

2. Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga

menunjukkan kondisi hipoksia atau

komplikasi paru

3. Merangsang fungsi pernafasan/ekspansi

paru. Efektif pada pencegahan dan

perbaikan kongesti paru.

Kolaborasi:

Berikan tambahan oksigen dengan kanul

atau masker, sesuai indikasi

 

Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru

untuk kebutuhan sirkulasi khususnya pada

adanya gangguan ventilasi

 

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot

miokard, penurunan curah jantung

Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang

pembatasan terapeutik yang diperlukan.

Intervensi:

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji respon pasien terhadap

aktivitas. Perhatikan adanya dan

perubahan dalam keluhan

kelemahan, keletihan, dan dispnea

berkenaan dengan aktivitas

2. Pantau frekuensi dan irama jantung,

tekanan darah, dan frekuensi

pernapasan sebelum dan sesudah

aktivitas dan selam di perluka

3. Mempertahankan tirah baring

1. Miokarditis menyebabkan inflamasi

dan kemungkinan kerusakan sel-sel

miokardial, sebagai akibat GJK.

Penurunan pengisian dan curah jantung

dapat menyebabkan pengumpulan

cairan dalam kantung perikardial bila

ada perikarditis. Akhirnya endikarditis

dapat terjadi dengan disfungsi katup,

secara negatif mempengaruhi curah

jantung

26

selama periode demam dan sesuai

indikasi.

4. Membantu klien dalam latihan

progresif bertahap sesegera mungkin

untuk turun dari tempat tidur,

mencatat respon tanda vital dan

toleransi pasien pada peningkatan

aktivitas

5. Evaluasi respon emosional

2. Membantu derajad dekompensasi

jantung and pulmonal penurunan TD,

takikardia, disritmia, takipnea adalah

indikasi intoleransi jantung terhadap

aktivitas.

3. Demam meningkatkan kebutuhan dan

konsumsi oksigen, karenanya

meningkatkan beban kerja jantung, dan

menurunkan toleransi aktivitas

4. Pada saat terjadi inflamasi klien

mungkin dapat melakukan aktivitas

yang diinginkan, kecuali kerusakan

miokard permanen.

5. Ansietas akan terjadi karena proses

inflamasi dan nyeri yang di timbulkan.

Dikungan diperlukan untuk mengatasi

frustasi terhadap hospitalisasi.

Kolaborasi

Berikan oksigen suplemen

 

Peningkatan ketersediaan oksigen

mengimbangi peningkatan konsumsi

oksigen yang terjadi dengan aktivitas.

 

27

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi

Keperawatan.Jakarta:EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba

Medika

28