Laporan Anin B 18 Widia

86
LAPORAN PLENO TUTORIAL ANGKATAN 2010 BLOK XVIII “ Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat” SKENARIO B “” Kelompok Tutorial 1: Tutor :dr. NAMA NIM 1. Jasika Lukita (702009009) 2. Widia Warmi (702010002) 3. Ardina Sovyana (702010003) 4. Anin Kalma Perdani (702010009) 5. Fredy Rizki (702010020) 6. Nur Dianah Atikah Siregar (702010018) 7. Alfina Rahmi (702010035) 8. Ramona Fitri (702010039) 9. Sigit Octariando (702010040) 10. Winda Rolita Firda (702010043) 11. Meitry Tiara Nanda (702010045) 1

Transcript of Laporan Anin B 18 Widia

Page 1: Laporan Anin B 18 Widia

LAPORAN PLENO TUTORIAL

ANGKATAN 2010

BLOK XVIII

“ Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat”

SKENARIO B

“”

Kelompok Tutorial 1:

Tutor :dr.

NAMA NIM

1. Jasika Lukita (702009009)

2. Widia Warmi (702010002)

3. Ardina Sovyana (702010003)

4. Anin Kalma Perdani (702010009)

5. Fredy Rizki (702010020)

6. Nur Dianah Atikah Siregar (702010018)

7. Alfina Rahmi (702010035)

8. Ramona Fitri (702010039)

9. Sigit Octariando (702010040)

10. Winda Rolita Firda (702010043)

11. Meitry Tiara Nanda (702010045)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2013

1

Page 2: Laporan Anin B 18 Widia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial

Kasus Skenario B BLOK XVIII ‘’ sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring

salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para

keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa

mendatang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormt dan

terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.

2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.

3. dr. Yanti RositaM.Kes,selaku tutor kelompok 1

4. Teman-teman sejawat

5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan

kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan turotial ini

bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam

lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Mei 2013

Penulis

2

Page 3: Laporan Anin B 18 Widia

DAFTAR ISI

Halaman Cover .…………………………………………………………………....... i

Kata Pengantar …………………………………………………………………….... ii

Daftar Isi ..………………………………………………………………………. iii

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ………………………………………………....... 1

1.2 Maksud dan Tujuan .…………………………………………...... 1

BAB II : Pembahasan

2.1 Data Tutorial ………………………………………………........... 2

2.2 Skenario ….…………………………………………………......... 2

2.3 Seven Jump Step ………………………………………………… 4

2.3.1 Klarifikasi Istilah-Istilah ……………………………......... 4

2.3.2 Identifikasi Permasalahan ……………………………...... 4

2.3.3 Analisis Permasalahan ..…………….................................. 6

2.3.4 Hipotesis ….…………………………………………......... 26

2.3.5 Learning Issue ...................................................................... 26

2.3.6 Sintesis ................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

3

Page 4: Laporan Anin B 18 Widia

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Sistem Reproduksi adalah blok ketejuhbelas pada semester 6 dari

Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Palembang.Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus

skenario A yang memaparkan kasusMola Hidatidosa

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis

dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

4

Page 5: Laporan Anin B 18 Widia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Laporan Tutorial 1

Skenario A

Tutor : dr. Ardhelia Anin

Moderator : Sigit Octariando

Sekretaris meja : Anin Kalma Perdani

Sekretaris Papan : Fredi Rizky

Waktu : Senin, 6 Mei 2013

Rabu, 8 Mei 2013

Rule tutorial : 1. Ponsel dalam keadaan nonaktif atau diam

2. Tidak boleh membawa makanan dan minuman

3. Angkat tangan bila ingin mengajukan pendapat

4. Izin terlebih dahulu bila ingin keluar masuk ruangan

2.2 Skenario B

Dokter Putra, dokter Puskesmas “Mawar”, sudah dua kali menerima penderita Tb

paru baru dewasa, dengan menggunakan International Standard Tb Care dan strategi

DOTS yang direkomendasikan oleh WHO. Kedua penderita Tb tersebut diklasifikasikan

sebagai penderita Tb baru dan sudah diobati dengan OAT kategori I.

Saat ini kasus Tb paru diduga meningkat karena adanya infeksi HIV AIDS. Dokter

Putra tidak ingin kasus Tb paru menyebar, sehingga ia akan mengkaji dengan pendekatan

epidemiologi. Dari hasil analisis epidemiologi, dokter Putra berencana melakukan upaya

pencegahan dan penanggulangan Tb paru di komunitas tersebut. Untuk menjamin

keberhasilan penanggulangan penyakit Tb paru, dokter Putra menyelenggarakan

surveilans penyakit Tb paru.

5

Page 6: Laporan Anin B 18 Widia

2.3 Seven Jump Steps

2.3.1 Klarifikasi Istilah

1. Tb paru :

2. OAT :

3. Strategi DOTS : Strategi paling cost efektif untuk memberantas TB

4. HIV AIDS :

5. Epidemiologi : ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan atau

penyimpangan dalam suatu masalah kesehatan untuk pencegahan dan

penanggulangan suatu masalah kesehatan

6. Surveilans : proses pemantauan yang berkesinambungan terhadap distribusi dan

kecenderungan suatu insiden

7. Upaya pencegahan :

8. Penanggulangan : upaya yang dilaksanakan untuk mencegah, menghadapi, dan

mengatasi suatu masalah

9. Komunitas : sekelompok yang hidup dan saling berinteraksi dalam suatu wilayah

tertentu

10. International standard Tb : penanganan, perawatan, dan diagnosis penyakit TBC

dengan menggunakan standard internasional

2.3.2 Identifikasi Masalah1. Dokter Putra, dokter Puskesmas “Mawar”, sudah dua kali menerima penderita Tb

paru baru dewasa .

2. Dengan menggunakan International Standard Tb Care dan strategi DOTS yang

direkomendasikan oleh WHO. Kedua penderita Tb tersebut diklasifikasikan

sebagai penderita Tb baru dan sudah diobati dengan OAT kategori I.

3. Saat ini kasus Tb paru diduga meningkat karena adanya infeksi HIV AIDS.

4. Dokter Putra tidak ingin kasus Tb paru menyebar, sehingga ia akan mengkaji

dengan pendekatan epidemiologi.

5. Dari hasil analisis epidemiologi, dokter Putra berencana melakukan upaya

pencegahan dan penanggulangan Tb paru di komunitas tersebut.

6. Dokter Putra menyelenggarakan surveilans penyakit Tb paru untuk menjamin

keberhasilan penanggulangan.

6

Page 7: Laporan Anin B 18 Widia

2.3.3 Analisis Masalah1. a. Apa saja tugas dokter puskesmas ? 1 2 3

b. apa yang dilakukan puskesmas jika mendapatkan penderita Tb paru

dewasa ? 4 5 6

c. apa yang dimaksud dengan penderita Tb paru baru dewasa ? 7 9 11

1. Kasus Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)

d. berapa incidence rate Tb paru di indonesia 5 tahun terakhir ? 1 2 3

Insiden :

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2009, Indonesia

menempati urutan ke lima untuk insidensi kasus TB di dunia, lima negara

dengan insidensi kasus TB terbanyak adalah India (1.6–2.4 juta), Cina (1.1–

1.5 juta), Afrika Selatan (0.40–0.59 juta), Nigeria (0.37–0.55 juta) dan

Indonesia (0.34–0.52 juta).

Indonesia

584.000 kasus dan 88.000 kematian/thn

Penyebab kematian ketiga tertinggi

Penyebab kematian penyakit infeksi tertinggi

Sumatra Selatan 17.106 kasus baru pertahun 5.987 kematian pertahun 16

perhari

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,

miskin, atau kaya) dan dimana saja

Oke

TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia,

berdasarkan laporan tahun 2009 Indonesia menduduki tempat ketiga sebagai

7

Page 8: Laporan Anin B 18 Widia

penyumbang kasus tuberculosis enam belas negara di dunia. Berdasarkan hasil

survey kesehatan rumah tangga tahun 2010, penyakit TB paru merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit

saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan

penyakit infeksi. Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB paru dimana

sekitar 1/3 penderita di puskesmas 113 ditemukan pelayanan rumah sakit, klinik

pemerintahan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit

pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000/tahun

(http://www.infeksi.com.2011). Indonesia berada pada tingkat ke-3 terbesar

didunia dalam jumlah penderita Tuberkulosis(TB),setelah India dan Cina.

Sedangkan prevalensi untuk semua kasus TBC diperkirakan sebanyak 565.614

atau 244/100.000 penduduk.Angka kematian karena TBC diperkirakan 91.368

per tahun atau setiap hari 250 orang meninggal karena TB. (Depkes RI, 2010).

Pada tahun 2010 menteri kesehatan Indonesia dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,

MPH,Dr.PH(alm). menyatakan bahwa peringkat Indonesia dari negara ke-3 di

dunia penyumbang kasus TBC terbanyak turun menjadi peringkat ke-5.

Berdasarkan Global Report TBCWHO tahun 2010, Prevalensi TBC di Indonesia

adalah 285 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian TBC telah turun

menjadi 27 per 100.000 penduduk. Artinya, target MDGs untuk angka prevalensi

TBC diharapkan akan tercapai pada 2015. (Depkes RI, 2011).

Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang

masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.

The World Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-

burden countries terhadap TBC. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah

India dan China dalam menyumbang jumlah kasus TBC di dunia. Estimasi

angka insidens TBC di Indonesia berdasarkan pemeriksaan sputum (basil tahan

asam/ BTA positif) adalah 128 per 100.000 untuk tahun 2003, sedangkan untuk

tahun yang sama estimasi prevalensi TBC adalah 295 per 100.000 (WHO,

2005).

8

Page 9: Laporan Anin B 18 Widia

Berdasarkan sistem pencatatan dan pelaporan tersebut diperkirakan program

TBC telah mencapai angka penemuan kasus (Case Detection Rate/ CDR)

sebesar 33 persen (2003) dan angka kesembuhan (Cure Rate) dengan DOTS

(Directly Observed Treatment of Short-course) sebesar 86 persen untuk tahun

2002 (WHO, 2005). Dengan CDR yang masih rendah maka proporsi lebih

besar dari kasus TBC belum tertangani. Oleh karena itu, survei Prevalensi TBC

diharapkan mampu memberikan dukungan informasi terhadap permasalahan

TBC di Indonesia antara lain dengan menetapkan angka prevalensi TBC,

memberikan gambaran keragaman di berbagai daerah, serta memberikan

gambaran pengetahuan, sikap dan praktek mengenai TBC di masyarakat.

Survei Prevalensi Tuberkulosis (SP TBC) 2004 merupakan bentuk Client

Oriented Research Activity (CORA), yang diselenggarakan oleh Badan

Litbangkes (Sekretariat Surkesnas) yang sejak awal telah melibatkan klien

utama Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

(Ditjen P2MPL). SPTBC 2004 merupakan bentuk piggy backed survey yang

diintegrasikan dengan penyelenggaraan Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) 2004 yang juga terintegrasi dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas) 2004.

Survei mencakup 30 provinsi di Indonesia. Sampel Survei Prevalensi TBC

direncanakan mencakup 20.000 rumah tangga dari 1250 blok sensus terpilih

untuk Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004. Seluruh blok sensus

tersebut merupakan sub sampel Modul Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004.

Diperkirakan survey Prevalensi TBC akan mencakup 86.000 individu,

(perkiraan rata-rata 4,3 individu per RT) dan sekitar 61.318 individu usia ≥ 15

tahun akan diwawancarai (skrining) untuk mengidentifikasi ”suspek” TBC

sebagai subyek pengambilan sputum. Pada kenyataanya, tidak seluruh 20.000

rumah tangga yang semula direncanakan berhasil dikunjungi. Sebanyak 92

persen rumah tangga berhasil dikunjungi dan 89 persen anggota rumah tangga

berusia ≥15 tahun (sebagai “suspek” skrining dan individu riwayat TB) serta 86

persen anggota rumah tangga usia < 15 thn berhasil diidentifikasi.

Survei Prevalensi TBC pada dasarnya adalah pemeriksaan sputum BTA dengan

mikroskopik dan kultur dari sampel sputum penduduk umur ≥ 15 tahun yang

9

Page 10: Laporan Anin B 18 Widia

diidentifikasi sebagai ”suspek” TBC (subjek studi). ”Suspek” TBC paru

didefinisikan sebagai ART yang menderita batuk berdahak atau batuk berdarah

dalam waktu satu bulan terakhir. Untuk survei ini sekitar 45 persen sampel

sputum merupakan sampel kultur yang mencakup 11 provinsi (Sumatera Utara,

Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten,

Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan), dengan

mempertimbangkan kemudahan transportasi dan kemampuan Balai

Laboratorium Kesehatan (BLK) setempat.

Hasil temuan SP TBC 2004 memberikan estimasi prevalensi TBC berdasarkan

pemeriksaan mikroskopik BTA positif sebesar 104 per 100.000 dengan selang

kepercayaan 95% yaitu 66 – 142 per 100.000. Prevalensi TBC di Jawa Bali (59

per 100.000) jauh lebih rendah dibanding luar Jawa Bali (174 per 100.000).

Prevalensi TBC di KTI (189 per 100.000) lebih tinggi dibanding kawasan

Sumatera (160 per 100.000). Berdasarkan kultur yang dilakukan di 11 provinsi

(45 persen sampel) diperkirakan prevalensi TBC (definite case) sebesar 186 per

100.000. Dibandingkan dengan hasil perkiraan prevalensi TBC BTA positif di

11 provinsi tersebut (100 per 100.000), kultur memberikan faktor koreksi

sebesar 1,85 kali.

Dengan mempertimbangkan riwayat TBC pada ART yang berumur ≥15 tahun,

dua alternatif penghitungan Duration of Illness dilakukan. Alternatif pertama

menghasilkan estimasi DOI nasional pada kelompok penderita TBC yang

menyelesaikan pengobatan minimal 3 bulan, dengan asumsi dalam periode

pengobatan tersebut penderita TBC mencapai status BTA negatif. Estimasi

DOI Nasional adalah 0,95 tahun, untuk Jawa-Bali sebesar 0,93 tahun, dan 1,02

tahun untuk daerah luar Jawa-Bali. Perhitungan DOI ini lebih lanjut

dipergunakan untuk menghitung angka insidens, yang adalah 109 per 100.000

untuk nasional; 63 per 100.000 untuk Jawa-Bali dan 171 per 100.000 di

kawasan luar Jawa-Bali.

Alternatif kedua penghitungan DOI mengestimasi nilai DOI nasional pada

kelompok penderita TBC yang menyelesaikan pengobatan minimal 4 bulan.

Estimasi DOI Nasional adalah 1,08 tahun, kawasan Jawa-Bali 1,05 tahun, dan

kawasan luar Jawa-Bali 1,16 tahun. Angka DOI yang diperoleh ini

10

Page 11: Laporan Anin B 18 Widia

menghasilkan angka insidens sebesar 96 per 100.000 untuk Indonesia, 56 per

100.000 Jawa-Bali dan 150 per 100.000 untuk kawasan luar Jawa-Bali.

Alternatif kedua menampilkan angka prevalensi dan insidens yang lebih

mendekati kenyataan karena didapatkan angka insidens lebih rendah

dibandingkan prevalensi. Sedangkan hasil perhitungan alternatif pertama yang

memberikan angka insidens lebih tinggi dari angka prevalensi hanya ditemui di

negara sangat maju.

Dengan mempertimbangkan sensitivitas dari pendekatan survei dalam

mengidentifikasikan ”suspek” dan kasus positif TBC, kontribusi populasi yang

berusia < 15 tahun dan jumlah definite cases yang diperoleh melalui

pemeriksaan kultur, faktor koreksi 91/80 diperlukan untuk memperkirakan

dengan lebih akurat angka prevalensi dan insidens TBC. Berdasarkan alternatif

perhitungan kedua, yang dianggap mendekati kenyataan angka prevalensi dan

angka insidens yang telah dikoreksi masing-masing menjadi 119 per 100.000

dan 110 per 100.000. Di kawasan Jawa-Bali, angka prevalensi dan angka

insidens yang telah dikoreksi adalah masing-masing 67 per 100.000 dan 62 per

100.000. Di kawasan luar Jawa-Bali, angka prevalensi menjadi 198 per

100.000, dan angka insidens menjadi 172 per 100.000.

Case Detection Rate (CDR) nasional di tahun 2004 dapat dihitung berdasarkan

angka Case Notification Rate (CNR) sebesar 59,6 per 100.000. Dengan angka

koreksi insidens nasional sebesar 110 per 100.000, CDR menjadi 54 persen.

Bila angka insidens tanpa dikoreksi digunakan (96 per 100.000), CDR menjadi

lebih tinggi (62 persen).

Dari mereka yang didiagnosis TBC, pemeriksaan foto Rontgen paru (76

persen) lebih banyak dipakai sebagai konfirmasi diagnosis dibandingkan

pemeriksaan sputum (55 persen). Apabila pemeriksaan sputum dijadikan

sebagai standar untuk konfirmasi diagnosis, hasil pemeriksaan foto Rontgen

paru akan memberikan jumlah kasus TBC yang lebih tinggi (overestimation)

dalam masyarakat.

Pengetahuan mengenai TBC di masyarakat masih rendah. Dari mereka yang

menyatakan tahu cara penularan TBC, hanya 11 persen yang menjawab dengan

11

Page 12: Laporan Anin B 18 Widia

benar. Dari mereka yang menyatakan tahu gejala dan tanda penyakit TBC,

hanya 26 persen yang menjawab dengan betul. Proporsi kecil dari masyarakat

(19 persen) yang mengetahui adanya pemberian obat anti TBC gratis. Riwayat

pernah diobati anti TBC pada anak usia <15 tahun sebesar 4 persen dan dari

mereka yang dapat diamati 70 persen menunjukkan adanya jaringan parut/scar.

Berdasarkan hasil dan kesimpulan survei ini dapat disarankan untuk

penanganan program TBC Nasional perlu mempertimbangkan keragaman

prevalensi TBC dan insidens TBC menurut kawasan. Masih perlu upaya

promosi dan advokasi yang lebih intens untuk meningkatkan pengetahuan,

sikap dan praktek masyarakat terhadap TBC. Masih diperlukan upaya

peningkatan kemitraan dengan berbagai stakeholder dalam upaya

meningkatkan penanggulangan pemberantasan penyakit TBC (lintas program,

lintas sektor, lintas wilayah, lintas profesi dan lintas institusi)

2. a. apa yang dimaksud International Standard Tb care ? 4 5 6

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang

melengkapi pedoman program penanggulangan tuberkulosis nasional yang

konsisten dengan rekomendasi WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan

diperkenalkan pada bulan Februari 2006 dan direvisi 2009 serta dilaksanakan di

Indonesia(Martini,2010).

• Mencapai angka kesembuhan yang tinggi,

• Mencegah putus berobat,

• Mengatasi efek samping obat jika timbul dan

• Mencegah resistensi obat

b. bagaimana cara mengklasifikasi Tb paru dengan menggunakan ISTC dan

strategi DOTS ? 7 9 11

c. apa saja program ISTC dan strategi DOTS ? 1 2 3

12

Page 13: Laporan Anin B 18 Widia

International Standard for Tuberculosis Care terdiri dari 17 standar yaitu 6

estándar untuk diagnosis , 9 stándar untuk pengobatan dan 2 standar yang

berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Adapun ke 17 standar tersebut adalah :

1. Setiap individu dengan batuk produktif selam 2-3 minggu atau lebih yang tidak

dapat dipastiklan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberculosis

2. Semua pasien yang diduga tenderita TB paru(dewasa, remaja dan anak anak

yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum secara

mikroskopis sekurang-kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Bila

memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan berasal dari sputum pagi hari

3. Semua pasien yang diduga tenderita TB ekstra paru (dewasa, remaja dan anak)

harus menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang dicurigai.

Bila tersedia fasiliti dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan dan

pemeriksaan histopatologi

4. Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah TB harus

menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi

5. Diagnosis TB paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut : negatif

paling kurang pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap dahak

pagi hari), foto toraks menunjukkan kelainan TB, tidak ada respon terhadap

antibiotik spektrum luas (hindari pemakaian flurokuinolon karena mempunyai

efek melawan M.Tb sehingga memperlihatkan perbaikan sesaat). Bila ada

fasiliti, pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan. Pada pasien

denagn atau diduga HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan.

6. Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura,KGB hilus/mediastinal) pada anak

dengan BTA negatif berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB dan

terdapat riwayat kontak atau uji tuberkulin/interferon gamma release assay

positif. Pada pasien demikian, bila ada fasiliti harus dilakukan pemeriksaan

biakan dari bahan yang berasal daribatuk, bilasan lambung atau induksi sputum.

7. Setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi

kesehatan masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai

tetapi juga dapat memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasus-

kasus yang tidak patuh terhadap rejimen pengobatan. Dengan melakukan hal

tersebut akan dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan selesai.

8. Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus

diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional

13

Page 14: Laporan Anin B 18 Widia

menggunakan obat yang biovaibilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri dari

INH,Rifampisin, Pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase

lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan.

Pemberian INH dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternative

untuk fase lanjutan pada kasus yan keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi

terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi dihubungkan dengan

pemberian alternatif tersebut diatas kususnya pada pasien HIV. Dosis obat

antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi internasional. Fixed dose

combination yang terdiri dari 2 obat yaitu INH dan Rifampisin, yang terdiri dari

3 obat yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid dan yang terdiri dari 4 obat yaitu

INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol sangat dianjurkan khususnya bila

tidak dilakukan pengawasan langsung saat menelan obat.

9. Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu

dikembangkan suatu pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan

kebutuhan pasien dan hubungan yang saling menghargai antara pasien dan

pemberi pelayanan. Supervisi dan dukungan harus memperhatikan kesensitifan

gender dan kelompok usia tertentu dan sesuai dengan intervensi yang dianjurkan

dan pelayanan dukungan yang tersedia termasuk edukasi dan konseling pasien.

Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada pasien adalah penggunaan

pengukuran untuk menilai dan meningkatkan kepatuhan berobat dan dapat

menemukan bila terjadi ketidak patuhan terhadap pengobatan. Pengukuran ini

dibuat khusus untuk keadaan masing masing individu dan dapat diterima baik

oleh pasien maupun pemberi pelayanan. Pengukuran tersebut salah satunya

termasuk pengawasan langsung minum obat oleh PMO yang dapat diterima oleh

pasien dan sistem kesehatan serta bertanggungjawab kepada pasien dan sistem

kesehatan

10. Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB paru penilaian

terbaik adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada saat

menyelesaikan fase awal (2 bulan), bulan ke lima dan pada akhir pengobatan.

Pasien dengan BTA+ pada bulan ke lima pengobatan dianggap sebagai gagal

terapi dan diberikan obat dengan modifikasi yang tepat (sesuai standar 14 dan

15). Penilaian respons terapi pada pasien TB paru ekstra paru dan anak-anak,

paling baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak

diperlukan dan dapat menyesatkan (misleading)

14

Page 15: Laporan Anin B 18 Widia

11. Pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan, respons

bakteriologik dan efek samping harus ada untuk semua pasien

12. Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan

kemungkinan co infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV

diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan

rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan testing

HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang

diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat berisiko

tinggi terpajan HIV.

13. Semua pasien TB-HIV harus dievaluasi untuk menentukan apakah mempunyai

indikasi untuk diberi terapi anti retroviral dalam masa pemberian

OAT.Perencanaan yang sesuai untuk memperoleh obat antiretroviral harus

dibuat bagi pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat terdapat kompleksiti

pada pemberian secara bersamaan antara obat antituberkulosis dan obat

antiretroviral maka dianjurkan untuk berkonsultasi kepada pakar di bidang

tersebut sebelum pengobatan dimulai, tanpa perlu mempertimbangkan penyakit

apa yang muncul lebih dahulu. Meskipun demikian pemberian OAT jangan

sampai ditunda. Semua pasien TB-HIV harus mendapat kotrimoksasol sebagai

profilaksis untuk infeksi lainnya.

14. Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua

pasien yang berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,

pajanan dengan sumber yang mungkin sudah resisten danprevalens resistensi

obat pada komuniti. Pada pasien dengan kemungkinan MDR harus dilakukan

pemeriksaan kultur dan uji sensitifity terhadap INH, Rifampisin dan etambutol.

15. Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus terdiri atas

obat-obat lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau

dianggap sensitif dan diberikan selama paling kurang 18 bulan. Untuk

memastikan kepatuhan diperlukan pengukuran yang berorientasi kepada pasien.

Konsultasi dengan pakar di bidang MDR harus dilakukan.

16. Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa individu

yang punya kontak dengan pasien TB harus dievaluasi (terutama anak usia

dibawah 5 tahun dan penyandang HIV), dan ditatalaksana sesuai dengan

rekomendasi internasional. Anak usia dibawah 5 tahun dan penyandang HIV

15

Page 16: Laporan Anin B 18 Widia

yang punya kontak dengan kasus infeksius harus dievaluasi baik untuk

pemeriksaan TB yang laten maupun yang aktif

17. Semua petugas harus melaporkan baik TB kasus baru maupun kasus

pengobatan ulang dan keberhasilan pengobatan kepada kantor dinas kesehatan

setempat sesuai dengan ketentuan hukum dan kebijakan yang berlaku

Strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu:

1. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang

Dengan keterlibatan pimpinan wilayah, TB akan menjadi salah satu prioritas

utama dalam program kesehatan, dan akan tersedia dana yang sangat diperlukan

dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS.

1. Mikroskop

Mikroskop merupakan komponen utama untuk mendiagnosa penyakit TB melalui

pemeriksaan dahak lansung pada penderita tersangka TB.

2. Pengawas Minum Obat (PMO)

PMO ini yang akan ikut mengawasi penderita minum seluruh obatnya.

Keberadaan PMO ini untuk memastikan bahwa penderita betul minum obatnya

dan bisa diharapkan akan sembuh pada masa akhir pengobatannya. PMO haruslah

orang yang dikenal dan dipercaya oleh penderita maupun oleh petugas kesehatan.

Mereka bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarakat maupun tokoh

agama.

3. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan ini merupakan bagian dari sistem survailans penyakit

TB. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan bisa dipantau

kemajuan pengobatan penderita, pemeriksaan follow up, sehingga akhirnya

penderita dinyatakan sembuh atau selesai pengobatannya

4. Panduan OAT jangka pendek

Panduan OAT jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu

pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan pengobatan penderita.

Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka pendek harus selalu terjamin.

16

Page 17: Laporan Anin B 18 Widia

d. bagaimana prosedur ISTC ? 4 5 6

e. apa tujuan dan manfaat strategi DOTS ? 7 9 11

Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah menjamin kesembuhan bagi penderita,

mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat dan

segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia

Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat merubah kasus

menular menjadi tidak menular, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.

Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course Chemotherapy),

terbukti efektif sebagai strategi penanggulangan TB. Strategi DOTS ini telah

diadopsi dan dimanfaatkan oleh banyak negara dengan hasil yang bagus,

termasuk di negara-negara maju seperti Amerika Serikat.

Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai

penularan, serta mencegah terjadinya multidrug resistance (MDR), sehingga

TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.

capai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS

2) Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya

3) Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan

4) Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun

swasta.

5) Memberdayakan pasien dan masyarakat

6) Melaksanakan dan mengembangkan riset

7) Menurunkan angka kejadian TBC

8) Menurunkan angka kejadian HIV

17

Page 18: Laporan Anin B 18 Widia

f. apa makna pasien Tb paru baru dan sudah diobati dengan OAT kategori I?

g. bagaimana cara mendiagnosa Tb paru ?

h. apa saja klasifikasi Tb paru ?

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan

identifikasis khusus yang meliputi tiga hal yaitu :

1. Lokasi atau organ tubuh : paru atau ekstra paru

2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif dan

BTA negatif

3. Riwayat pengobatan

Klasifikasi TB berdasarkan Lokasi atau organ tubuh

1. TB paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak

termasuk pleura dan kelenjar pada hilus.

2. TB ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, selaput otak, jantung (pericardium), kelenjar limfe,

kulit, tulang, persendian dan lain-lain.

Klasifikasi TB berdasarkan Bakteriologi

1. Tuberculosis paru BTA positif

a. Sekurang-kurang 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto torak dada

menunjukkan gambaran tuberculosis

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan antibiotika non OAT.

2. Tuberculosis paru BTA negative

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnosis TB paru BTA negatif harus meliputi :

a. Paling tidak spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b. Foto torak abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

18

Page 19: Laporan Anin B 18 Widia

Klasifikasi TB berdasarkan pengobatan

2. Kasus Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)

3. Kasus Kambuh (Relaps) adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah

mendapatkan pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, di diagnosis kembali BTA positif (apusan atau kultur)

4. Kasus Setelah Putus Berobat (Default) adalah pasien yang telah berobat dan

putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

5. Kasus Gagal adalah pasien TB paru BTA positif yang sudah mendapatkan

OAT, tetapi sputum BTA tetap positif pada akhirnya pengobatan fase awal

setelah mendapatkan terapi sisipan, 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan

pada akhir pengobatan. Batasan ini juga berlaku untuk penderita TB paru BTA

negatif yang sudah mendapatkan OAT, tetapi sputum BTA justru menjadi

positif pada akhir pengobatan fase awal.

6. Kasus Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang

memiliki register TB yang lain untuk melanjutkan pengobatan

7. Kasus Kronik adalah pasien TB paru dengan BTA yang tetap positif,

walaupun sudah mendapatkan pengobatan ulang yang adekuat dengan

pengawasan yang baik.

KATEGORI OAT

Katagori TB paru sebagai berikut

1. Kategori I yaitu kategori yang ini diindikasikan untuk penderita baru BTA positif,

penderita baru BTA negative dengan kelainan radiologis yang luas dan penderita

Tb ekstraparu yang berat. Contoh TB ekstra paru berat, antara lain TB ginjal, TB

miliar, meningitis TB, peritonitis TB, perikarditis TB, pleural efusi bilateral dan

osteomielitis/spondilitis. Pengobatan dibagi atas fase awal dan fase lanjutan. Fase

awal diberikan RHZE setiap hari selama 2 bulan (2RHZE), sedangkan pada fase

lanjutan diberikan RH tiga kali seminggu selama 4 bulan (4R3H3).

2. Kategori II yaitu kategori yang diindikasikan untuk kasus gagal, kambuh, dan

pengobatan setelah lalai. Kategori ini terdiri dari tiga bulan fase awal dan 5 bulan

fase lanjutan, pada fase awal diberikan suntikan streptomisin setiap hari selama 2

19

Page 20: Laporan Anin B 18 Widia

bulan pertama dan paduan RHZE setiap hari (2RHZES/1RHZE), pada fase

lanjutan diberikan RHE tiga kali seminggu (5R3H3E3).

3. Kategori III yaitu kategori yang diindikasikan untuk kasus baru TB paru dengan

BTA negative dan TB ekstraparu ringan. Contoh TB ekstraparu ringan adalah TB

kelenjar, TB kulit, TB kulit, TB tulang (selain tulang belakang), TB sendi dan

pleural efusi unilateral. Pengobatan terdiri dari 2 bulan fase awal dan 4 bulan fase

lanjutan, pada fase awal diberikan paduan RHZ setiap hari (2RHZ), pada fase

lanjutan diberikan paduan RH tiga kali seminggu (4R3H3).

CARA PENULARAN

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan

pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.

Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang

biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah),

dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh

sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:

paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan

lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-

paru

i.siapa saja yang berkewajiban menjalankan ISTC ?

ii. Semua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dengan bekerja sama dengan semua pihak yang terkait dalam pemberantasan TBC, sub direktorat tbc, direktorat PPML, Ditjen PPMPLP

j. bagaimana riwayat alamiah penyakit Tb paru ?

20

Page 21: Laporan Anin B 18 Widia

RIWAYAT ALAMIAH TB PARU

Gejala klinis sangat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali sampai gejala yang sangat berat seperti gangguan pernapasan dan gangguan mental (7).a.       Gejala sistematikGejala ini mencakup :·         DemamBiasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41 ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk (1).·         Badan terasa lemah (7)·         MalaisePenyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (1).

                 b.       Gejala respiratorikGejala ini mencakup :·         Batuk/Batuk darahGejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan pada peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena

21

Page 22: Laporan Anin B 18 Widia

terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus (1).Batuk biasnya terjadi lebih dari 3 minggu, kering sampai produktif dengan sputum yang bersifat mukoid atau purulen, batuk berdarah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang robek (7).·         Sesak napasPada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru (1, 7)·         Rasa nyeri pada dadaGejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya (1).

4. a. apa hubungan Tb paru dengan infeksi HIV AIDS ?

Pengaruh infeksi HIV/AIDS mengakibatkan kerusakan luas system daya tahan tubuh,

sehingga jika terjadi infeksi seperti tuberculosis maka yang bersangkutan akan

menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang

terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TBC akan meningkat, dengan

demikian penularan TBC di masyarakat akan meningkat pula.

jumlah kasus tbc telah meningkat secara dramatis karena penyebaran HIV,

virus penyebab AIDS. TBC dan HIV memiliki hubungan yang mematikan,

22

Page 23: Laporan Anin B 18 Widia

infeksi HIV menekan sistem kekebalan tubuh, sehingga sulit bagi tubuh untuk

mengendalikan bakteri penyebab tbc. Akibatnya, orang dengan HIV berkali-

kali lebih mungkin untuk terinfeksi tbc dan untuk peralihan dari tbc laten

menjadi penyakit aktif lebih rentan bagi orang-orang HIV positif.

Karena infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh

seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta

(oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi

sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang

terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan

demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

 

b. apa tindakan Puskesmas terhadap dugaan Tb baru meningkat karena

adanya infeksi HIV AIDS ?

4. a. bagaimana upaya pendekatan epidemiologi pada kasus ?

b. apa tujuan dari pendekatan epidemiologi ?

c. apa saja langkah-langkah yang dilakukan untuk mengkaji kasus ini dengan

pendekatan epidemiologi ?

Host

Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak

kejadian dan kematian ;

a. Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita

b. Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan

pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada

wanita

c. Puncak sedang pada usia lanjut

Dalam prkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak

berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup

sampel usia ini atau tidak terlindung dari risiko infeksi.

23

Page 24: Laporan Anin B 18 Widia

Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan

tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk

pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC

sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek

keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC,

tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti

tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi

turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian

dan kelalaian Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental

dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan

besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan

beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi

Environment

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian

yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya

pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.

Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC.

Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC

dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan

kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek

dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan.

Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, pengangguran dan tidak adanya

pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan

pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.

Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang

dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

a. Bagaimana cara penularan Tb paru?9101

24

Page 25: Laporan Anin B 18 Widia

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Cara penularan

- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak.

- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

- Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

- Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

5. a. bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan Tb paru ?

Pencegahan dan penanggulangan ini ada 3 pendekatan atau cara yang dapat

dilakukan :

- Eliminasi Reservior(Sumber penyakit)

Eliminasi reservior manusis sebagai sumber penyebaran penyakit dapat

dilakukan dengan:

1. Mengisolasi penderita (Pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat

yang khusus untuk mengurangi kontak dengan orang lain.

2. Karantina, adalah membatasi ruang gerak penderita dan

menempatkannya bersama-sama penderita lain yang sejenis pada

tempat yang khusus didesain untuk itu. Biasanya dalam waktu yang

lama.

- Memutus mata rantai penularan

25

Page 26: Laporan Anin B 18 Widia

Meningkatkan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan merupakan

usaha yang penting untuk memutuskan hubungan atau mata rantai

penularan penyakit menular

- Melindungi orang-orang (kelompok yang rentan )

Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang rentan terhadap

penyakit menular(dalam hal ini pada TB Paru). Kelompok usia yang

rentan ini perlu perlindungan khusus (spesifik protection) dengan

imunisasi, baik imunisasi aktif maupun pasif.

Pencegahan penyakit menular berdasarkan ilmu epidemiologi ada 3 pendekatan

atau cara yang dapat dilakukan :

a) Eliminasi reservoir (sumber penyakit)

b) Memutuskan mata rantai penularan

c) Melindungi orang-orang (kelompok) yang rentan

Dan melakukan Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting,

penyuluhan dapat dilakukan secara :

1. Peroranga/Individu

Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di

unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll

2. Kelompok

Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok

keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS dll

Cara memberikan penyuluhan :

a. Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada

b. Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat

penerimaannya sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya

c. Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum

jelas

d. Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau

perlu dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)

e. Imunisasi BCG  pada bayi

f. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi

g. Menggunakan alat pelindung diri saat kontak langsung dengan penderita TB

26

Page 27: Laporan Anin B 18 Widia

PENCEGAHAN

a.       Pencegahan Primer

Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi :1.       Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG) secara nasional dan internasional pada daerah dengan kejadian tinggi dan orang tua penderita atau berisiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan Environment2.       Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak3.       Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental (5).

b.       Pencegahan Sekunder

Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent, Host dan Environment.Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain  itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif (5).Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis (5).

c.       Pencegahan Tersier

Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan  diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi (5).Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai brikut :1.       Perkembangan media.

27

Page 28: Laporan Anin B 18 Widia

2.       Metode solusi problem keresistenan obat.3.       Perkembangan obat Bakterisidal baru.4.       Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.5.       Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel.6.       Studi lain yang intensif.7.       Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol (5).

PENANGGULANGAN

Dengan menggunakan strategi DOTS :

a. Mempertahankan Mutu

Sebelum peningkatan cakupan, baik melalui peningkatan AKMS atau dengan

perluasan unit pelaksana (pengembangan wilayah), yang mutlak harus dilakukan

adalah mempertahankan mutu strategi DOTS. Mutu ini mencakup segala aspek

mulai dari penemuan, diagnosis pasien, pengobatan dan penanganan pasien (case

holding), sampai pada pencatatan pelaporan. Masing-masing aspek tersebut, perlu

dinilai semua unsurnya, apakah sudah sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Analisis mutu ini diperlukan untuk merencanakan berbagai kegiatan

perbaikan yang menyangkut masukan (input) dan proses.

b. Pengembangan Wilayah

Pada saat ini hampir seluruh kabupaten / kota telah melaksanakan strategi DOTS,

tetapi belum mencakup seluruh unit pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah

sakit, BBKPM/BKPM/BP4, RSP dan dokter praktek swasta). Tiap kabupaten/kota

diharuskan merencanakan tahapan pengembangan unit pelayanan yang ada

didaerahnya masing-masing.

Pentahapan didasarkan pada:

1) Besarnya masalah : Perkiraan jumlah pasien TB BTA Positif

2) Daya ungkit : Jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan tingkat sosial-

ekonomi masyarakat.

3) Kesiapan : Tenaga, sarana dan kemitraan.

Pada tahap awal, pengembangan dilakukan terhadap Puskesmas. Setelah itu baru

rumah sakit, BBKPM/BKPM/BP4, RSP dan dokter praktek swasta (DPS). Bila

ada unit pelayanan kesehatan di kabupaten/kota yang belum melaksanakan

strategi DOTS, pengembangan DOTS diharapkan dapat dimulai dengan

Puskesmas dahulu untuk memantapkan jejaring baru melakukan pengembangan

ke Rumah Sakit. Langkah yang diambil sama dengan langkah yang telah

ditetapkan didepan. Data tentang pencapaian program tentu saja belum ada,

28

Page 29: Laporan Anin B 18 Widia

namun perlu didukung dengan data penyakit, data kunjungan puskesmas dan

rumah sakit sehingga dapat diperkirakan besarnya masalah.

c. Peningkatan Cakupan

Peningkatan cakupan adalah peningkatan penemuan dan peningkatan pengobatan

pasien TB. Cakupan penemuan dan pengobatan ini penting, karena akan

memberikan dampak epidemiologis, yaitu penurunan prevalensi. Peningkatan

cakupan dapat dilakukan dengan:

• Peningkatan AKMS, seperti penyuluhan (promosi) dan pendekatan penemuan

berbasis masyarakat (community based approach = CBA).

• CBA dapat dilaksanakan di desa yang puskemasnya telah memiliki kinerja baik,

seperti angka keberhasilan pengobatan ≥85% tetapi penemuan pasien masih

rendah.

• Optimalisasi pelayanan dan perluasan unit pelaksana, dengan memperhatikan

mutu program dan jejaring.

• Pemeriksaan terhadap orang yang kontak erat dengan pasien TB BTA positif dan

pasien TB anak.

d. Pemetaan Wilayah

Untuk menyusun perencanaan yang baik, perlu dilakukan pemetaan terhadap

wilayah yang meliputi:

• Unit pelaksana, misal: jumlah RS, jumlah puskesmas, poliklinik

• Sumber daya, misal; jumlah dan jenis tenaga terlatih, sumber dana, ketersediaan

OAT, jumlah sarana dan prasarana.

• Cakupan pelayanan, misal: cakupan penemuan dan pengobatan.

• Mutu pelayanan, misal: diagnosa sesuai standar, kesalahan laboratorium,

pencatatan yang baku.

• Situasi penyakit.

e. Penetapan Sasaran dan Target

• Sasaran Wilayah Sasaran wilayah ditetapkan dengan memperhatikan besarnya

masalah, daya ungkit dan kesiapan daerah.

• Sasaran Penduduk

Sasaran pada dasarnya adalah seluruh penduduk di wilayah tersebut.

• Penetapan Target

Target ditetapkan dengan memperkirakan jumlah pasien TB baru yang ada disuatu

wilayah yang ditetapkan secara nasional.

29

Page 30: Laporan Anin B 18 Widia

b. apa tujuan dan manfaat analisis epidemiologi ?

c. apa saja epidemiologi penyakit menular ?

6. a. apa saja langkah-langkah penyelanggaraan surveilans penyakit Tb paru ?

Kegiatan surveilans TB Paru:

1. Pengumpulan data termasuk sumber daya

Pengumpulan data dilakuka dari penjaringan suspek yang secara diagnosis

klinis gejala utama TB ditegakkan oleh dokter di Puskesmas. Pasien dengan

gejala utama kemudian dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis yang

dilaksanakan oleh petugas laboratorium. Petugas laboratorium ini juga

bertugas sebagai pemegang program yang berkaitan dengan penanggulangan

TB di Puskesmas .

2. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh petugas laboratorium sebagai

pemegang program kemudian yang dilaporkan kepada kepala program P2M

yang kemudian diadakan pelaporan ke Dinas Kesehatan Kota

3. Umpan balik

Data-data yang telah terkumpul dan dikirim ke Dinas Kesehatan Kota juga

menjadi bahan evaluasi kegiatan program penanggulangan TB di Puskesmas.

Kegiatan Surveilans:

1. Pengumpulan data kes yg menjadi fokus perhatian

2. Pengolahan data (validasi, tabulasi,narasi)

3. Analisa data deskriptif berdasar waktu, tempat dan orang

4. Interpretasi dan penyusunan rekomendasi

5. Penyebar luasan informasi

Aplikasi surveilans:

PWS

30

Page 31: Laporan Anin B 18 Widia

• Adalah aplikasi surveilans dengan meng-utamakan segi wilayah dalam

hubungan dengan identifikasi masalah dan pengambilan tindakan

spesifik bagi wilayah ybs.

• Pemantauan kemajuan program yang dilaksanakan diwilayah setempat

sehingga dapat diambil tindakan koreksi segera dan spseisifk menurut

masalah setempat.

• Indikator digunakan untuk mengukur:

Jangkauan program (pemerataan pelayanan)

Tingkat perlindungan masyarakat terhadap masalah

kesehatan

Efisiensi program

Dampak program

• Disajikan dalam tabel, grafik garis, bar menurut tempat dan waktu.

• Prinsip: Sederhana dan berorientasi tindakan, perlu sasaran/target

menurut waktu, ada indikator

b. apa saja manfaat dan tujuan penyelenggaraan surveilans Tb paru ?

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah

kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini

dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan khusus surveilans: (1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit; (2)

Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini

outbreak; (3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit

(disease burden) pada populasi; (4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas,

membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program

kesehatan; (5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan; (6)

Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002)

31

Page 32: Laporan Anin B 18 Widia

Manfaat Surveilans Epidemiologi :

1.Deteksi Perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya

2.Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit

3.Identifikasi kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat

4.Identifikasi factor risiko dan penyebab lainnya

5.Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi

6.Dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis

7.Mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya

8.Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan

kesehatan dimasa datang

9.Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran

program pada tahap perencanaan

c. apa saja data yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan surveilans Tb

paru ?

d. siapa saja yang terlibat dalam penyelenggaraan surveilans Tb paru ?

- petugas laboratorium

- P2M

- Dinas Kesehatan Kota

e. apa saja yang menentukan keberhasilan surveilans Tb paru ?

7. apa saja pandangan islam dalam kasus ini ?

2.3.4 Hipotesis

Dokter Putra, dokter Puskesmas Mawar melakukan pendekatan epidemiologi untuk upaya pencegahan dan penanggulangan Tb paru.

32

Page 33: Laporan Anin B 18 Widia

33

Page 34: Laporan Anin B 18 Widia

2.3.5 Kerangka Konsep

34

- Mual Muntah Berlebihan- Tidak Teraba Janin- Uterus lebih besar dari usia

kehamilan- USG : Honey Comb- Β-HCG : 1/400

Peluruhan Dinding Endometrium dan vili yang nekrosis

Anemia

Perdarahan Pervaginam 3 Minggu

Tanpa rasa nyeri

(sejak usia kehamilan 13 minggu)

Mola Hidatidosa

Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Janin

Faktor Resiko :ras

- Riwayat Abortus- Sosial Ekonomi

Page 35: Laporan Anin B 18 Widia

2.3.6 Learning Issue

No Pokok Bahasan What I know What I don’t know

I have to prove

How will I learn

1. Sistem reproduksi Anatomi,

fisiologi, dan

Histologi

Fisiologi - Text book- Internet

2. Siklus Haid Fisiologi Fisiologi - Text book- Internet

3. Fisiologi Kehamilan

Fisiologi Fisiologi - Text book- Internet

4 Perkembangan Janin

Organogenesis - Text book- Internet

5. Diagnosis Kehamilan

Tanda-Tanda

Kehamilan

- Text book- Internet

6. Mola Hidatidosa Definisi,

epidemiologi,

etiologi,

diagnosis

banding,

penatalaksanaan

, komplikasi,

prognosis

- Text book- Internet

35

Page 36: Laporan Anin B 18 Widia

2.3.7 SINTESIS

1. Anatomi sistem reproduki feminina

GENITALIA EKSTERNA

Vulva

Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis,

labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae externum,

kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.

Mons pubis / mons veneris

Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis.Pada masa pubertas daerah ini mulai

ditumbuhi rambut pubis.

Labia mayora

Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak mengandung

pleksus vena.Homolog embriologik dengan skrotum pada pria.Ligamentum rotundum

uteri berakhir pada batas atas labia mayora.Di bagian bawah perineum, labia mayora

menyatu (pada commisura posterior).

Labia minora

Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut.Banyak

terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.

Clitoris

Terdiri dari glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus clitoridis

yang tertanam di dalam dinding anterior vagina.Homolog embriologik dengan penis pada

36

Page 37: Laporan Anin B 18 Widia

pria.Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris.Banyak pembuluh darah dan ujung

serabut saraf, sangat sensitif.

Vestibulum

Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora.Berasal

dari sinus urogenital.Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum,

introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-

kiri.Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.

Introitus / orificium vagina

Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa

yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Hymen normal terdapat lubang kecil

untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis,

septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk

lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk

himen postpartum disebut parous.Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang

robek yang tampak pada wanita pernah melahirkan / para. Hymen yang abnormal,

misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang vagina, dapat

menyebabkan darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.

Vagina

Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian

kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut

fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan

dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis.Dilapisi epitel

skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid. Fungsi vagina : untuk mengeluarkan

ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian

atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis.Batas dalam

secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. Titik

Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding

vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.

Perineum

Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma pelvis

(m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus

profunda, m.constrictor urethra).Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara

37

Page 38: Laporan Anin B 18 Widia

anus dan vagina.Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi)

untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

GENITALIA INTERNA

Uterus

Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa).

Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus.

Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks

uterus, isi konsepsi dikeluarkan.Terdiri dari corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks

uteri.

Serviks uteri

Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan / menembus dinding dalam

vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan

jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina

yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah

vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum

(dalam, arah cavum).Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium

externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/ multigravida)

berbentuk garis melintang.Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina

ischiadica.Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang mengandung

glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan

air.Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid.

Corpus uteri

38

Page 39: Laporan Anin B 18 Widia

Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada ligamentum latum

uteri di intraabdomen, tengah lapisan muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis

(dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam

lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai

siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen

mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria.

Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi selama

pertumbuhan dan perkembangan wanita (gambar).

Ligamenta penyangga uterus

Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinale, ligamentum

ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum

vesicouterina, ligamentum rectouterina.

Vaskularisasi uterus

Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna, serta arteri ovarica

cabang aorta abdominalis.

Salping / Tuba Falopii

Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri.Sepasang tuba kiri-kanan,

panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum

uteri. Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta

mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars

ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan

ketebalan dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya (gambar).

Pars isthmica (proksimal/isthmus)

Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba pengendali

transfer gamet.

Pars ampularis (medial/ampula)

Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula / infundibulum, dan pada

hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini.

Pars infundibulum (distal) Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale

pada ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium.Fimbriae berfungsi “menangkap”

ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam

tuba.Mesosalping adalah jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada

usus).

39

Page 40: Laporan Anin B 18 Widia

Ovarium

Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-

kanan.Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan

saraf.Terdiri dari korteks dan medula.Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan

pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar

epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-

hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum

pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan

fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi.Ovarium

terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum infundibulopelvicum dan

jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap

arteri renalis

HISTOLOGI SERVIKS

Serviks merupakan bagian bawah uterus yang menonjol ke dalam liang vagina

sebagai porsio vaginalis dan menghubungkan organ ini ke vagina melalui kanalis servikalis.

Ini dibagi atas porsio yang menonjol ke dalam vagina ( porsio vaginalis ) dan di atas vagina

( porsio supravaginal ). Kanalis servikalis yang bermuara ke dalam uterus adalah orifisium

internum, dan yang bermuara ke dalam vagina adalah orifisium eksternum.Permukaan luar

dari porsio vaginalis dikenal sebagai ektoserviks dan porsio yang berhubungan dengan kanal

endoservik adalah endoservik.Berbeda dengan stratum fungsional endometrium, mukosa

servikal mengalami sedikit sekali perubahan dan tidak dilepaskan selama masa

menstruasi.Namun serviks mengandung banyak kelenjar bercabang, dan kelenjar ini

menampakkan perubahan aktivitas sekretoris selama fase-fase siklus menstruasi yang

berbeda.Jumlah dan jenis mukus yang disekresi kelenjar-kelenjar servikal berubah selama

siklus menstruasi karena dipengaruhi hormon ovarium berbeda.

Sebagian besar ektoserviks dilapisi epitel skuamous non keratinizing dan pada anak terdiri

dari 3 lapisan yaitu : sel basal, midzone (stratum spongiosum ) dan superfisial. Morfologi dari

berbagai lapisan ini bervariasi pada setiap usia dimana pada wanita post menopause sel-sel

atrofi dan menunjukkan inti dan sitoplasma yang meningkat.

40

Page 41: Laporan Anin B 18 Widia

Gambar 1. Lapisan ektoserviks normal (Dikutip dari: Eroschenko VP. Sistem ReproduksiWanita.Dalam : Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9. EGC)

Mukosa kelenjar endoserviks dilapisi oleh sel-sel kolumnar yang mensekresi

mukus.Epitel kelenjar ini imunoreaktif terhadap reseptor estrogen. Daerah peralihan epitel

skuamous dengan epitel kelenjar dikenal sebagai squamocolumnar junction atau daerah zona

transisi ( T zone ).

Gambar 2. Daerah T zone serviks ( Dikutip dari Eroschenko VP. Sistem Reproduksi Wanita.Dalam Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.Edisi 9. EGC)

OVARIUM

Ovarium merupakan salah satu organ sistem reproduksi wanita, yang berlokasi pada

pelvis yang menyokong uterus menutupi dinding lateral pelvis, di belakang ligament dan

bagian anterior dari rektum.Kedua ovarium terletak dikedua sisi uterus dalam rongga pelvis.

Selama masa reproduksi ovarium mempunyai ukuran 4 x 2,5 x 1,5 cm.

41

Page 42: Laporan Anin B 18 Widia

Gambar 3. Alat reproduksi wanita ( dikutip dari : Junqueira LC, et al, In : Basic Histology, Text &

Atlas, 11th ed. Mc graw LANGE 2005)

Ovarium dilapisi oleh satu lapisan yang merupakan modifikasi macam-macam

mesotelium yang dikenal sebagai epitel permukaan dan germinal.Stroma ovarium dibagi

dalam region kortikal dan medullari, tapi batas keduanya tidak jelas.Stroma terdiri dari sel-sel

spindel menyerupai fibroblast, biasanya tersusun berupa whorls atau storiform pattern.Sel-sel

terdiri atas cytoplasmic lipid dan dikelilingi oleh suatu serat retikulin.Beberapa sel

menyerupai gambaran seperti miofibroblastik dan immunoreaktif dengan smooth muscle

actin (SMA) dan desmin.

Bagian korteks dilapisi suatu lapisan biasanya ditutupi oleh jaringan ikat kolagen yang

aseluler.Folikel mempunyai tingkatan maturasi yang bervariasi di luar korteks. Setiap siklus

menstruasi, satu folikel akan berkembang menjadi suatu folikel grafian, yang mana akan

berubah menjadi korpus luteum selama ovulasi.

Medula ovarium disusun oleh jaringan mesenkim yang longgar dan terdiri dari kedua duktus

(rete ovarii) dan small clusters yang bulat, sel epiteloid yang mengelilingi pembuluh darah

dan pembuluh saraf.

42

Page 43: Laporan Anin B 18 Widia

Ovarium mempunyai dua fungsi yaitu :

1. Menyimpan ovum (telur) yang dilepaskan satu setiap bulan.

2. Memproduksi hormon estrogen dan progesterone.

Pembuluh darah limfe ovarium mengalir ke saluran yang lebih besar membentuk

pleksus pada hilus, dimana akan mengalir melewati mesovarium ke nodus para aortik,

aliran lain ke iliaka interna, iliaka eksterna, interaorta, iliaka pada umumnya dan nodus

inguinal.

Gambar 4. Folikel Grafian (dikutip Koss’Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases)

43

Page 44: Laporan Anin B 18 Widia

Gambar 5. Korpus Luteum (dikutip dari Koss’ Diagnostic Cytology and Its Histopathologic Bases)

2. SIKLUS HAID

1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium

(selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium

berada dalam kadar paling rendah

2. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah

menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari

desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase

ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi

pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)

3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon

progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk

membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)

Siklus ovarium :

1. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang

berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap untuk proses

ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada

44

Page 45: Laporan Anin B 18 Widia

manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya mempengaruhi panjang siklus

menstruasi keseluruhan

2. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka waktu rata-

rata 14 hari

3. FISIOLOGI KEHAMILAN

Kehamilan di mulai dari :

Konsepsi/fertilisasi

Penyatuan sperma dan ovum di tuba fallopii. Satu sperma yang telah mengalami

proses kapasitasi yang dapat melintasi zona pelusida dan masuk ke vitelus ovum,

kemudian zona pelusida mengalami perubahan sehingga tidak dapat dilalui sperma

lain. Kemudian terjadi penyatuan kedua pronuklei yang disebut zigot, yang terdiri

atas acuan genetik dari wanita dan pria. Beberapa jam setelah pembuahan zigot,

mulai pembelahan zigot yang terjadi selama 3 hari. Setelah 6-7 hari dimulai proses

nidasi pada tingkat blastula.

Nidasi

Blastula yang diselubungi oleh trofoblas masuk ke jaringan endometrium yang

banyak mengandung sel-sel desidua, yaitu sel-sel yang mengandung glikogen serta

mudah dihancurkan oleh trofoblas. Kemudian terjadi diferensiasi sel-sel blastula,

45

Page 46: Laporan Anin B 18 Widia

sel yang lebih kecil (ruang eksoselom) membentuk entoderm dan kantong kuning

(yolk sac), sedangkan sel-sel yang lebih besar menjadi ektoderm dan ruang amnion

(kavitas amniotika) sehingga terbentuk lempeng embrional di antara amnion dan

yolk sac. Sel trofoblas mesoderm di sekitar mudigah (embrio) akan melapisi bagian

dalam trofoblas dan terbentuk sekat korionik yang akan menjadi korion, kemudian

vili korionik tumbuh bercabang-cabang (korion frondosum).

Pertumbuhan Mudigah (Embrio)

Bermula dari lempeng embrional yang berdirefensiasi menjadi sel-sel ektodremal,

mesodermal, dam endodermal. Ruang amnion bertumbuh mendesak eksaselom

sehingga dinding ruang amnion mendekati korion. Mesoblast di antara ruang

amnion dan mudigah menjadi padat (body stalk). Kemudian body stalk menjadi tali

pusat yang terdapat jelly wharton dan 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis.

Sistem kardiovaskular janin terbentuk pada minggu ke10.

Air Ketuban (Liquor Amnii)

Volume pada usia gestasi yang cukup bulan kira-kira 1000-1500cc, berwarna putih

keruh, berbau amis, rasanya manis, agak alkalis atau netral, dan berat jenisnya

1,008. Berasal dari urine janin, transudasi darah dari ibu, sekresi dari epitel

amnion, dan asal campuran. Komposisinya 98% air, sisanya albumin, urea, asam

urat, kreatinin, sel-sel epitel, dan garam organik. Fungsinya untuk proteksi janin,

mencegah perlekanan janin dengan amnion, regulasi panas dan perubahan suhu,

menambah suplai cairan janin, dan meratakan tekanan intrauterin serta

membersihkan jalan lahir jika ketuban pecah.

Uri (Plasenta)

Bentuknya bundar atau oval, dengan diameter 15-20cm, tebal 2-3cm, dan berat

500-600gram. Terbentuk lengkap pada usia gestasi kira-kira 16 minggu. Letaknya

pada corpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri. Terdiri

dari bagian janin (korion frondosum dan vili), bagian maternal (desidua kompakta

yang terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon yang jumlahnya kira-kira 15-20

buah), dan tali pusat. Fungsinya pemberi makan janin, penyalur O2 dan

46

Page 47: Laporan Anin B 18 Widia

pembuangan CO2, pengeluaran sampah metabolisme, menghasilkan hormon

(HCG, plasental lactogen, estrogen, progesteron, dan tirotropin korionik dan

relaksin), pengatur bermacam-macam antibodi ke janin, dan menyaring obat-

obatan dan kuman yang dapat melewati plasenta.

Tanda-tanda Kehamilan :

a. Tanda presumptif : Amenorea, mual dan muntah (morning sickness),

mengidam, pingsan, anoreksia, lelah, payudara membesar tegang dang sedikit

nyeri, sering BAK, konstipasi/obstipasi, pigmentasi kulit, epulis, dan varises.

b. Tanda kemungkinan hamil : Perut membesar, uterus membesar, tanda hegar,

tanda chadwick, tanda piskacek, kontraksi-kontraksi kecil uterus, teraba

ballotement, dan reaksi kehamilan positif.

c. Tanda pasti kehamilan : Gerakan janin yang dapat dilihat atau

dirasakan/diraba dan ada denyut jantung janin.

Perubahan pada Organ-organ Reproduksi :

a. Uterus

Tumbuh membesar primer, maupun sekunder akibat pertumbuhan isi konsepsi

intrauterin.Estrogen menyebabkan hiperplasi jaringan, progesteron berperan untuk

elastisitas / kelenturan uterus.

Taksiran kasar perbesaran uterus pada perabaan tinggi fundus :

- tidak hamil / normal : sebesar telur ayam (+ 30 g)

- kehamilan 8 minggu : telur bebek

- kehamilan 12 minggu : telur angsa

- kehamilan 16 minggu : pertengahan simfisis-pusat

- kehamilan 20 minggu : pinggir bawah pusat

- kehamilan 24 minggu : pinggir atas pusat

- kehamilan 28 minggu : sepertiga pusat-xyphoid

47

Page 48: Laporan Anin B 18 Widia

- kehamilan 32 minggu : pertengahan pusat-xyphoid

- 36-42 minggu : 3 sampai 1 jari bawah xyphoid

Ismus uteri, bagian dari serviks, batas anatomik menjadi sulit ditentukan, pada kehamilan

trimester I memanjang dan lebih kuat.Pada kehamilan 16 minggu menjadi satu bagian

dengan korpus, dan pada kehamilan akhir di atas 32 minggu menjadi segmen bawah

uterus.

Vaskularisasi sedikit, lapis muskular tipis, mudah ruptur, kontraksi minimal berbahaya

jika lemah, dapat ruptur, mengancam nyawa janin dan nyawa ibu.Serviks uteri

mengalami hipervaskularisasi akibat stimulasi estrogen dan perlunakan akibat

progesteron (tanda Hegar), warna menjadi livide atau kebiruan.Sekresi lendir serviks

meningkat pada kehamilan memberikan gejala keputihan.

b. Vagina / vulva

Terjadi hipervaskularisasi akibat pengaruh estrogen dan progesteron, warna merah

kebiruan (tanda Chadwick).

c. Ovarium

Sejak kehamilan 16 minggu, fungsi diambil alih oleh plasenta, terutama fungsi produksi

progesteron dan estrogen.Selama kehamilan ovarium tenang/beristirahat.Tidak terjadi

pembentukan dan pematangan folikel baru, tidak terjadi ovulasi, tidak terjadi siklus

hormonal menstruasi.

48

Page 49: Laporan Anin B 18 Widia

d. Payudara

Akibat pengaruh estrogen terjadi hiperplasia sistem duktus dan jaringan interstisial

payudara.Hormon laktogenik plasenta (diantaranya somatomammotropin) menyebabkan

hipertrofi dan pertambahan sel-sel asinus payudara, serta meningkatkan produksi zat-zat

kasein, laktoalbumin, laktoglobulin, sel-sel lemak, kolostrum.Mammae membesar dan

tegang, terjadi hiperpigmentasi kulit serta hipertrofi kelenjar Montgomery, terutama

daerah areola dan papilla akibat pengaruh melanofor. Puting susu membesar dan

menonjol. (beberapa kepustakaan tidak memasukkan payudara dalam sistem reproduksi

wanita yang dipelajari dalam ginekologi)

Peningkatan Berat Badan Selama Hamil

Normal berat badan meningkat sekitar 6-16 kg, terutama dari pertumbuhan isi

konsepsi dan volume berbagai organ / cairan intrauterin. Berat janin + 2.5-3.5 kg, berat

plasenta + 0.5 kg, cairan amnion + 1.0 kg, berat uterus + 1.0 kg, penambahan volume

sirkulasi maternal + 1.5 kg, pertumbuhan mammae + 1 kg, penumpukan cairan

interstisial di pelvis dan ekstremitas + 1.0-1.5 kg.

4. FISIOLOGI PERTUMBUHAN JANIN

Proses organogenesis :

Usia gestasi (minggu) Panjang fetus Pembentukan organ

4 7,5-10mm Rudimen mata, telinga,

hidung

8 2,5cm Hidung, telinga, jari

terbentuk. Kepala menekuk

ke dada

12 9cm Daun telinga lebih jelas,

kelopak mata melekat, leher

mulai terbentuk, genitalia

eksterna terbentu tetapi

belum terdiferensiasi

16 16-18cm Genitalia eksterna terbentu

49

Page 50: Laporan Anin B 18 Widia

dan dapat dikenali, kulit tipis

dan berwarna merah

20 25cm Kulit lebih tebal, rambut

mulai tumbuh di kepala, dan

rambut halus (lanugo)

tumbuh di kulit

24 30-32cm Kedua kelopak mata di

tumbuhi alis dan bulu mata

serta kulit keriput. Kepala

besar, jika lahir dapat

bernafas tetapi hanya

bertahan hidup beberapa jam

saja

28 35cm Kulit berwarna merah dan

ditutupi verniks kaseosa. Jika

lahir dapat bernafas,

menangis pelan dan lemah.

Bayi imatur

32 40-43cm Kulit merah dan keriput. Jika

lahir tampak seperti orang

tua kecil (little old man)

36 46cm Muka berseri tidak keriput.

Bayi prematur

40 50-55cm Bayi cukup bulan. Kulit licin,

verniks kaseosa banyak,

rambut kepala tumbuh baik,

organ baik, pada laki-laki

testis di dalam scrotum, pada

wanita labia mayora

berkembang baik, telah

terbentuk tulang kepala, dan

pada 80% kelahiran, telah

terbentuk pusat penulangan

50

Page 51: Laporan Anin B 18 Widia

pada epifisis tiba proksimal

5. DIAGNOSIS KEHAMILAN

Tanda dan gejala kehamilan menurut Prawiroharjo (2008) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1) Tanda tidak pasti kehamilan

a) Amenorea (tidak dapat haid)

Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid lagi. Dengan

diketahuinya tanggal hari pertama haid terakhir supaya dapat ditaksir umur kehamilan

dan taksiran tanggal persalinan akan terjadi, dengan memakai rumus Neagie: HT – 3

(bulan + 7).

b) Mual dan muntah

Biasa terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan hingga akhir triwulan pertama.Sering

terjadi pada pagi hari disebut “morning sickness”.

c) Mengidam (ingin makanan khusus)

Sering terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan, akan tetapi menghilang dengan

makin tuanya kehamilan.

d) Pingsan

Bila berada pada tempat-tempat ramai yang sesak dan padat.Biasanya hilang sesudah

kehamilan 16 minggu.

e) Anoreksia (tidak ada selera makan)

Hanya berlangsung pada triwulan pertama kehamilan, tetapi setelah itu nafsu makan

timbul lagi.

f) Mamae menjadi tegang dan membesar.

51

Page 52: Laporan Anin B 18 Widia

Keadaan ini disebabkan pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang merangsang

duktus dan alveoli payudara.

g) Miksi sering

Sering buang air kecil disebabkan karena kandung kemih tertekan oleh uterus yang mulai

membesar. Gejala ini akan hilang pada triwulan kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan,

gejala ini kembali karena kandung kemih ditekan oleh kepala janin.

h) Konstipasi atau obstipasi

Ini terjadi karena tonus otot usus menurun yang disebabkan oleh pengaruh hormon steroid

yang dapat menyebabkan kesulitan untuk buang air besar.

i) Pigmentasi (perubahan warna kulit)

Pada areola mamae, genital, cloasma, linea alba yang berwarna lebih tegas, melebar dan

bertambah gelap terdapat pada perut bagian bawah.

j) Epulis

Suatu hipertrofi papilla ginggivae (gusi berdarah).Sering terjadi pada triwulan pertama.

k) Varises (pemekaran vena-vena)

Karena pengaruh dari hormon estrogen dan progesteron terjadi penampakan pembuluh

darah vena.Penampakan pembuluhdarah itu terjadi disekitar genetalia eksterna, kaki dan

betis, dan payudara.

2) Tanda kemungkinan kehamilan

52

Page 53: Laporan Anin B 18 Widia

a) Perut membesar

Setelah kehamilan 14 minggu, rahim dapat diraba dari luar dan mulai pembesaran perut.

b) Uterus membesar

Terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan konsistensi dari rahim.Pada pemeriksaan

dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan bentuknya makin lama makin bundar.

c) Tanda Hegar

Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama daerah ismus.Pada

minggu-minggu pertama ismus uteri mengalami hipertrofi seperti korpus uteri.Hipertrofi

ismus pada triwulan pertama mengakibatkan ismus menjadi panjang dan lebih lunak.

d) Tanda Chadwick

Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada vulva, vagina, dan

serviks.Perubahan warna ini disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen.

e) Tanda Piscaseck

Uterus mengalami pembesaran, kadang–kadang pembesaran tidak rata tetapi di daerah

telur bernidasi lebih cepattumbuhnya.Hal ini menyebabkan uterus membesar ke salah satu

jurusan hingga menonjol jelas ke jurusan pembesaran.

f) Tanda Braxton-Hicks

Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi.Tanda khas untuk uterus dalam masa

hamil.Pada keadaan uterus yang membesar tetapi tidak ada kehamilan misalnya pada

mioma uteri, tanda Braxton-Hicks tidak ditemukan.

g) Teraba ballotemen

Merupakan fenomena bandul atau pantulan balik.Ini adalah tanda adanya janin di dalam

uterus.

h) Reaksi kehamilan positif

53

Page 54: Laporan Anin B 18 Widia

Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human chorionic gonadotropin pada

kehamilan muda adalah air kencing pertama pada pagi hari.Dengan tes ini dapat

membantu menentukan diagnosa kehamilan sedini mungkin.

3) Tanda pasti kehamilan

a) Gerakan janin yang dapat dilihat, dirasa atau diraba, juga bagian-bagian janin.

b) Denyut jantung janin

1) Didengar dengan stetoskop-monoral Laennec

2) Dicatat dan didengar dengan alat doppler

3) Dicatat dengan feto-elektro kardiogram

4) Dilihat pada ultrasonograf.

c) Terlihat tulang-tulang janin dalam foto-rontgen

6. MOLA HIDATIDOSA

DEFINISI

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya

mengalami perubahan hidrofobik.

PATOLOGI

Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung – gelembung berisi cairan jernih

merupakan kista – kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri.Secara

histopatologic kadang – kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal.

Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu jenis tumbuh dan yang satu lagi

menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai

yang berdiameter lebih dari 1 cm.

54

Page 55: Laporan Anin B 18 Widia

Mola hidatidosa terbagi menjadi :

1. Mola Hidatidosa Sempurna

Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel

bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering

berkelompok – kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai

oleh:

- Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus

- Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

- Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi

- Tidak adanya janin dan amnion.

2. Mola Hidatidosa Parsial

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin

tampak sebagai jaringan janin.Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat

pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi – villi berpembuluh lainnya

dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena.

ETIOLOGI

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat

menyebabkan antara lain:

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi

terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari Tropoblast

3. keadaan sosioekonomi yang rendah

4. paritas tinggi

5. kekurangan protein

6. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

GEJALA KLINIS

a. Amenorrhoe dan tanda – tanda kehamilan

b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan gejala utama

dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai

beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.

55

Page 56: Laporan Anin B 18 Widia

c. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan.

d. Tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan janin maupun ballotement

e. Hiperemesis, Pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.

f. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24

g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti

h. Tirotoksikosis

56

Page 57: Laporan Anin B 18 Widia

DIAGNOSIS

1. Klinis

a. Berdasarkan anamnesis

b. Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan kekuningan yang disebut muka

mola (mola face)

2. Palpasi :

- Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek

- Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

1. Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

2. Pemeriksaan dalam :

- Memastikan besarnya uterus

- Uterus terasa lembek

- Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

2. Laboratorium

Pengukuran kadar Hormon Karionik Ganadotropin (HCG) yang tinggi maka uji biologik dan

imunologik (Galli Mainini dan Plano test) akan positif setelah titrasi (pengeceran) :

- Galli Mainini 1/300 (+) maka suspek molahidatidosa

3. Radiologik

- Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin

- USG : ditemukan gambaran snow strom atau gambaran seperti badai salju.

4. Uji Sonde (cara Acosta-sison)

Tidak rutin dikerjakan.Biasanya dilakukan sebagai tindakan awal curretage.

5. Histopatologik

Dari gelembung-gelembung yang keluar, dikirim ke Lab. Patologi Anatomi

KOMPLIKASI

- Perdarahan yang hebat sampai syok

- Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

- Infeksi sekunder

57

Page 58: Laporan Anin B 18 Widia

- Perforasi karena tindakan atau keganasan

PENATALAKSANAAN

1. Evakuasi

a. Perbaiki keadaan umum.

b. - Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap

- Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan

kuret.

c. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita.

d. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-

sisa jaringan.

e. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, Paritas 4 atau

lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

2. Pengawasan Lanjutan

- Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral/pil.

- Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :

1. Setiap minggu pada Triwulan pertama

2. Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua

3. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

4. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

- Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :

a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan

b. Pemeriksaan dalam :

- Keadaan Serviks

- Uterus bertambah kecil atau tidak

c. Laboratorium

Reaksi biologis dan imunologis :

- 1x seminggu sampai hasil negatif

- 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya

- 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

- 1x3 bulan selama tahun berikutnya

- Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan

58

Page 59: Laporan Anin B 18 Widia

3. Sitostatika Profilaksis

Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

59

Page 60: Laporan Anin B 18 Widia

DAFTAR PUSTAKA

1. Cuninngham. F.G. dkk. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGG

2. Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M., 2001., Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia., Jakarta., EGC

3. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka SarwonoPrawirohardjo.

4. Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo

edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

5. Sofian, Amru. 2011. Sinopsis ObstetriRustam Mochtar Jilid 1 edisi 3.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. ECG.

60