Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16
Acara III KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRATIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh : Ratna Rahayuningtyas 13.70.0138 Kelompok : D5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

description

tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan kecap asin secara enzimatis. enzin proteolitik dengan berbagai konsentrasi.

Transcript of Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Page 1: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara III

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRATIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh :

Ratna Rahayuningtyas

13.70.0138

Kelompok : D5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI dan METODE

1.1. Materi

Bahan yang digunakan adalah tulang, kepala, ekor ikan, enzim papain komersial, garam,

gula kelapa, dan bawang putih. Alat-alat yang digunakan yaitu blender, pisau, toples

kaca, panci, kain saring, pengaduk kayu.

1.2. Metode

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok

D1), konsentrasi 0,4% (kelompok D2), konsentrasi 0,6% (kelompok D3),

konsentrasi 0,8% (kelompok D4); konsentrasi 1% (kelompok D5)

Tulang dan kepala ikan dihancurkan dan dimasukkan ke dalam toples

sebanyak 50 gram

Page 3: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Filtrat ditambahkan dengan 50 gram bawang putih, 50 gram garam,

dan 50 gram gula kelapa.

Hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring

Hasil fermentasi ditambahkan dengan air sebanyak 300 ml

Page 4: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap

Setelah dingin hasil perebusan disaring

Filtrat direbus sampai mendidih sambil diaduk selama 30 menit

Page 5: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Salinitas kecap ikan dihitung dengan menggunakan rumus:

Dilakukan uji salinitas kecap dengan menggunakan hand refractometer

Kecap diambil sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan aquades sebanyak 9 ml

(pengenceran 10-1)

Page 6: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)

D1 Enzim papain 0,2% ++++ +++++ ++ +++++ 4,00

D2 Enzim papain 0,4% +++++ ++++ ++ ++++ 3,00

D3 Enzim papain 0,6% +++ ++++ ++ +++ 3,00

D4 Enzim papain 0,8% +++ ++ ++++ + 2,50

D5 Enzim papain 1% +++ +++++ +++ + 3,50 Keterangan:

Warna : Aroma

+ : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam

++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam

+++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam

++++ : coklat gelap ++++ : tajam

+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajam

Rasa Penampakan

+ : sangat tidak asin + : sangat cair

++ : kurang asin ++ : cair

+++ : agak asin +++ : agak kental

++++ : asin ++++ : kental

+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental

Dari hasil pengamatan dapat diketahui dari segi warna, kelompok yang memiliki warna

sangat coklat adalah kelompok D2 yang ditambah enzim papain 0,4%, sedangkan

kelompok D4, D5 memiliki warna paling muda (agak coklat gelap). Untuk segi rasa,

kelompok yang memiliki rasa paling asin adalah kelompok D1 dan D5 (sangat asin)

yang ditambah enzim papain 0,8% dan enzim papain 1%, sedangkan kelompok D2, D3

memiliki rasa asin dan D4 memiliki rasa kurang asin. Sementara dari segi aroma,

kelompok yang memiliki aroma paling tajam adalah kelompok D4 (tajam), sedangkan

kelompok D1, D2 dan D3 memiliki aroma kurang tajam dan kelompok D5 memiliki

rasa agak asin. Dari segi penampakan, penampakan agak kental didapat kelompok D3.

Untuk kelompok D4 dan D5 memperoleh penampakan sangat cair dan kelompok D1

mendapatkan penampakan sangat kental serta kelompok D2 memperoleh penampakan

kental. Untuk salinitas tiap kelompok, salinitas tertinggi pada kelompok D1 dengan

penambahan enzim papain 0,2% sebesar 4%. Dan terendah salinitasnya adalah

kelompok D4 dengan penambahan enzim papain 0,8% adalah 2,5%.

Page 7: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini akan membahas mengenai proses pembuatan kecap ikan atau yang

sering disebut kecap asin. Kecap asin merupakan cairan yang diperoleh dari proses

fermentasi ikan dalam larutan garam. Seperti yang terdapat dalam tujuan praktikum ini

adalah untuk mengetahui proses pembuatan kecap ikan secara enzimatis serta

mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi enzim papain yang digunakan terhadap

karakteristik kecap ikan yang meliputi rasa, aroma, warna, dan salinitas serta

penampakan. Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah dari bagian-

bagian ikan seperti tulang, kepala, duri, ekor ikan. Seperti yang dikatakan oleh Shih et

al (2003), bahwa limbah dari ikan tersebut dapat mengambil bagian yang cukup besar

dari keseluruhan porsi ikan. Dengan demikian, kepala dan isi perut ikan dapat

dimanfaatkan seperti produk ikan ikan. Ada pun bahan tambahan seperti garam, bawang

putih, dan gula jawa. Pada umumnya bahan utama dalam pembuatan kecap ikan adalah

ikan serta garam (Hariyono, 2005). Seperti yang terdapat dalam junal “Proteinase.-

producing halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated From Fish Sauce Fermentation and

Their Ability to Produce Volatile Compound” mengatakan bahwa kecap asin yang

berasal dari Thailand atau yang lebih sering nam pla, banyak mengandung bakteri T.

Halophilus pada proses fermentasi.

Ikan bisa dijadikan sebagai sumber gizi yang penting, namum sebelumnya ikan sangat

mudah sekali mengalami kerusakan. Pada jurnal “Halobacterium sp. SP1(1) as a starter

culture for accelerating fish sauce fermentation” juga dikatakan bahwa kecap asin

memiliki nilai gizi yang tinggi seperti adanya asam amino enssensial yaitu seperti asam

aspartat, asam gluntamat, glisin alanin dan serin. Sehingga perlu dilakukan pencegahan

terhadap gejala tersebut seperti perebusan, pendinginin, pengasapan, penggeringan,

penggaraman serta bisa juga dilakukan pengasaman (fermentasi). Dengan demikian

maka nilai gizi yang penting itu bisa dijaga dan dapat memperpanjang umur simpannya

(Olubunmi, 2010). Ada pun manfaat dari salah satu dari cara penggolahan ikan tersebut

untuk memperbaiki bau (odor), cita rasa (flavor), penampakan dan tekstur dari daging

ikan. Selain itu bisa juga untuk memperpanjang umur simpan dari bahan mentah

tersebut (Iskandar, 1995).

Page 8: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Kecap ikan biasanya terbuat dari ikan kecil yang nilai konsumsinya tidak banyak

digemari (Olubunni, 2010). Kecap merupakan cairan yang berwarna coklat bening yang

didapatkan dari hasil hidrolisat ikan asin. Kecap asin ini jika dibandingkan dengan rasa

kecap kedelai akan sangatlah berbeda yaitu rasa dari kecap asin agak asin, memiliki

warna kekuningan sampai coklat muda, serta banyak mengandung senyawa nitrogen.

Penerimaan kecap asin terhadap kecap asin ini cukup baik karena rasanya gurih, serta

pengolahannya juga mudah dan murah. Fungsi dari kecap asin yaitu untuk

menambahkan cita rasa makanan sehingga bisa digunakan sebagai pengganti garam

dalam memasak juga memberikan rasa yang berbeda pada makanan.

Pada praktikum kali ini, pembuatan kecap asin menggunakan cara enzimatis. Cara

enzimatis ini menggunakan ekstrak dengan penambahan enzim protease. Enzim

protease ini bisa berasal dari enzim papain yang terkandung dalam getah pepaya atau

enzim bromelin yang terkandung dalam buah nanas muda. Enzim tersebut mampu

menguraikan protein menjadi beberapa komponen yaitu seperti peptide, peptone, dan

kompenan asam amino yang saling berhubungan menghasilka rasa yang khas. Tujuan

dari pembahan enzim tersebut yaitu untuk mempercepat penguraian protein sehingga

dapat lebih cepat pembuatan kecap asin ini menjadi hanya beberapa hari (Afrianto &

Liviawaty, 1989). Dibalik itu semua pastinya ada kelebihan yang dapat diperoleh

dengan adanya cara fermentasi seperti waktu yang diperlukan lebih singkat

dibandingkan dengan hanya menggunakan garam. Sedangkan kelemahan dari cara

fermentasi ini adalah dapat menghasil rasa dan aroma yang kurang disukai oleh

masyarakat, dikarenakan masyarakat telah terbiasa mengkonsumsi kecap ikan yang

dioleh secara fermentasi tradisional menggunakan garam (Astawan & Astawan, 1988).

Namun menurut jurnal “Oceanobacillus aswanensis Strain FS10 sp.an extremely

halotolerat Bacterium Isolated From Salted Fish Sauce in Aswan city,Egypt”

menyatakan bahwa selama terjadinya fermentasi kecap ikan, ada mikroba yang

memiliki sifat halofilik bisa juga bersifat halotoleran, merupakan mikro yang tahap

terhadap konsentrasi NaCl 0,32%.

Cara pembuatan kecap asin ini dimulai dengan melakukan penghancurkan tulang,

kepala dan ekor ikan kemudian dihaluskan serta ditimbang sebanyak 50 gram. Peran

dari penghancuran ini untuk mendapatkan luas permukaan yang luas, sehingga

meningkatkan luas permukaan bahan begitu pula dengan luas permukaan terhadap

Page 9: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

volume bahan juga semakin meningkat dan menyebabkan kemampuan pelepasan

komponen flavor semakin besar (Saleh, 1996). Setelah dilakukan penghalusan, tahap

selanjutnya adalah penambahan enzim papain dengan berbagai konsentrasi. Pada

kelompok 1 diberi enzim papain sebanyak 0,2%, kelompok 2 diberi enzim papain

berkonstrasi 0,4%, kelompok 3 diberi enzim papain berkonsentrasi 0,6%, pada

kelompok 4 diberi enzim papain berkonsentrasi 0,8% sedangkan pada kelompok 5

diberi enzim papain berkonsentrasi 1%. Penambahan enzim ini berperan untuk

mengurangi waktu pembuatan kecap asin serta aroma yang dihasilkan terkadang kurang

sedap (Kanlayakrit & Anan, 2007).

Kemudian dilakukan inkubasi selama 4 hari pada suhu ruang. Hal ini merupakan

fermentasi yang dapat menguraikan protein menjadi asam amino dan peptide daripada

itu kecap asin ini lebih mudah untuk dicerna dan diserap oleh tubuh manusia (Kasmidjo,

1990). Setelah 4 hari inkubasi maka didapat hasil fermentasi, lalu dilakukan

penyaringan dengan penambahan air sebanyak 300 ml dan diaduk. Filtrat yang

didapatkan kemudian direbus hingga mendidih selama 15 menit serta ditambahkan

bumbu-bumbu yag telah disiapkan seperti garam, bawang putih, gula jawa masing-

masing sebanyak 50 gram. Adanya penambahan garam yang cukup banyak ini berperan

untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen serta dapat memperpanjang umur simpan

(Eyo, 2001). Menurut Kasmidjo (1990) penambahan gula kelapa dapat meningkatkan

viskositas dang menyebabkan warna coklat karemal pada kecap, serta memberikan rasa

manis. Bawang putih banyak mengandung allicin dan alliin yang efektif sebagai

antimikroba (Fachruddin, 1997). Hal ini bisa dilihat dari hasil pengamatan bahwa

dengan penambahan gula kelapa dapat menghasilkan warna coklat pada akhir

pemasakan. Setelah dilakukan pemasakan ditunggu agak dingin serta dilakukan

penyaringan kedua. Tujuan penyaringan ini untuk memisahkan cairan dengan ikan yang

terbentuk dari hasil fermentasi. Selanjutnya dilakukan uji sensori yang meliputi

penampakan warna, bau, dan rasa. Yongsawardigul (2007) menekankan bahwa uji

sensori lebih banyak dilihat dari penampakan warna, bau dan rasa.

Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum pembuatan kecap asin, bahwa

setiap kelompok memperoleh hasil yang berbeda-beda. Dilihat dari segi warna,

kelompok 1 dengan penambahan enzim papain 0,2 % adalah coklat gelap. Pada

kelompok 2 memperoleh warna sangat coklat gelap yang mendapat perlakuan

Page 10: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

penambahan enzim papain 0,4%. Sedangkan pada kelompok 3,4,5 mendapatkan warna

agak coklat gelap dengan penambahan enzim papain yang berbeda yaitu 0,6%, 0,8%

dan 1%. Diperolehan warna yang berbeda ini dipengaruhi karena adanya reaksi

pencoklatan atau yang sering disebut reaksi maillard, berasal dari reaksi gula dengan

komponen pembentuk citarasa lainnya (Kasmidjo, 1990). Sedangkan menurut

Astawan&Astawan bahwa adanya aktivitas enzim proteolitik pada tubuh ikan sehingga

menyebabkan cairan yang didapatkan berwarna coklat. Kemudian semakin banyak

enzim proteolitik yang ditambahkan maka semakin berwarna coklat gelap dari akhirnya.

Namun hasil tersebut tidak sesuai dengan toeri tersebut, seharusnya kelompok 5 dengan

penambahan enzim papain 1% mendapatkan warna sangat coklat gelap.

Dari segi rasa yang diperoleh bahwa kelompok 1 memperoleh rasa sangat asin,

kelompok 2 dan 3 memperoleh rasa asin. Pada kelompok 4 memperoleh rasa kurang

asin dan kelompok 5 memperoleh rasa asin. Berdasarkan terori dari Astawan&Astawan

(1991), menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi enzim yang digunakan, maka

semakin lemah pula rasa asin kecap asin tersebut. Namun dapat dilihat bahwa kelompok

1 dengan enzim papain 0,2% memperoleh rasa sangat asin sama hal pada kelompok 5

yang gunakan enzim papain 1% memperoleh rasa sangat asin. Hal tersebut tidak sesuai

dengan teori yang sebelumnya. Ketidaksesuain itu terjadi karena adanya kesalahan

praktikan dalam dalam penambahan bumbu yang jadikan salah satu indikator kualitas

suatu kecap asin (Astawan&Astawan, 1991). Sedangkan dari segi aroma, kelompok

1,2,3 memperoleh aroma atau bau yang kurang tajam, sedangkan kelompok 4

memperoleh aroma yang tajam dan kelompok 5 memperoleh aroma yang agak tajam.

Semakin banyak enzim papain yang digunakan, maka akan menghilangkan aroma amis

dari ikan yang dapat menyebabkan aroma khas dari kecap asin. Dari jurnal yang

berjudul “Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu Lu)”

menyatakan bahwa senyawa volatile yang ada kecap asin dapat bervariasi karena

berasal dari ikan yang digunakan untuk produksi kecap asin. Pada penelitian juga

menemukan 43 senyawa volatile yang tidak diketahui pada kecap asin yang ada di

Thailand. Juga dikatakan pada jurnal “ Untuk dari segi penampakan, diperoleh

penampakan yang sangat kental pada kelompok 1. Untuk kelompok 2 diperoleh

penampakan yang kental, kelompok 3 diperoleh penampakan yang agak kental.

Sedangkan pada kelompok 4, 5 diperoleh penampakan yang cair. Menurut

Page 11: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Astawan&Astawan (1991), bahwa semakin tinggi enzim papain yang tambahkan maka

semakin cair kecap asin yang diperoleh. Hal tersebut sudah sesuai dengan hasil

pengamatan, pada kelompok 5 dengan penambahan enzim papan 1% memperoleh

penampakan yang cair sedangkan pada kelompok 1 dengan penambahan enzim papain

0,2% memperoleh penampakan yang sangat kental.

Untuk hasil pengamatan dari pengukuran salinitas, yang menggunakan hand

refractometer. Menurut Shadily (1984), refraktometer adalah alat yang digunakan untuk

mengetahui indeks bias suatu medium seperti zat cair, padat, maupun gas. Dari

pengamatan, kelompok 1 memiliki salinitas yang tertinggi yaitu 4% dengan perlakuan

enzim papain 0,2% sedangkan pada kelompok 5 yang menggunakan enzim papain 1%

memperoleh hasil salinitas 3,5%. Hal tersebut tidak sesui dari teori Hariono (2006) yang

menyatakan bahwa semakin tinggi enzim papain yang tambahkan maka semakin tinggi

pula salinitas yang diperoleh.

Pada jurnal “Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish

Sauce” menyatakan bahwa Amina biogenik adalah berat molekul senyawa nitrogen

rendah terjadi banyak pada makanan, terutama disebabkan oleh kegiatan dekarboksilasi

asam amino mikroba tertentu. Keberadaan amina biogenik ini tidak diinginkan karena

dapat mengakibatkan efek toksikologi kepada konsumen seperti hipertensi, sakit kepala,

diare, ruam, dan peradangan ketika dicerna dalam jumlah yang berlebihan. Amina

biogenik secara luas hadir dalam produk makanan, khususnya makanan fermentasi

seperti kecap ikan, keju, bir, dan sauerkraut. Kecap ikan adalah produk fermentasi ikan

yang populer digunakan sebagai bumbu di Asia Tenggara.

Page 12: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

4. KESIMPULAN

Kecap asin merupakan cairan yang diperoleh dari proses fermentasi ikan dalam

larutan garam.

Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah dari bagian-bagian ikan

seperti tulang, kepala, duri, ekor ikan.

Kecap asin yang berasal dari Thailand atau yang lebih sering nam pla, banyak

mengandung bakteri T. Halophilus pada proses fermentasi.

Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan dapat dilakukan seperti perebusan,

pendinginin, pengasapan, penggeringan, penggaraman serta bisa juga dilakukan

pengasaman (fermentasi).

Manfaat penggolahan ikan tersebut untuk memperbaiki bau (odor), cita rasa (flavor),

penampakan dan tekstur dari daging ikan. Selain itu bisa juga untuk memperpanjang

umur simpan dari bahan mentah tersebut.

Kecap asin ini jika dibandingkan dengan rasa kecap kedelai akan sangatlah berbeda

yaitu rasa dari kecap asin agak asin, memiliki warna kekuningan sampai coklat

muda.

Selama terjadinya fermentasi kecap ikan, ada mikroba yang memiliki sifat halofilik

bisa juga bersifat halotoleran, merupakan mikro yang tahap terhadap konsentrasi

NaCl 0,32%.

Penambahan enzim proteolitik bertujuan untuk mempercepat proses pembuatan

kecap asin.

Semarang, 29 Oktober 2015

Praktikan , Asisten Dosen

Michelle Darmawan

Ratna Rahayuningtyas

13.70.0138

Page 13: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.

Yogyakarta.

Akolkar, A.D, Durai, D and Desai A.J. 2010. Halobacterium sp. SP1(1) as a starter

culture for accelerating fish sauce fermentation. Journal of Applied Microbiology

ISSN 1364-5072.

Astawan M.W. & M.W. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat

Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.

Astawan, M.W & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat

Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Eyo, A.A. (2001). Fish Processing Technology in the tropics. University oIlorin, Press.

Pp 403.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Hariono I, Yeap S E, Kok T N and Ang G T. (2006). Use Of Koji And Protease In Fish

Sauce Fermentation. Singapore J Pri Ind 32: 19-29 2005/06.

Hariyono, I; Yeap S.E; Kok T.N; dan Ang G.T. (2005). Use of Koji and Protease in

Fish Sauce Fermentation. J Pri Ind 32: 19-29 2005/06. Singapore.

Hezayen, Francis F, Younis, Magdi A.M, Hagaggi, Noura S.A, Shabeb, Mohamed S.A.

2010. Oceanobacillus aswanensis Strain FS10 sp.an extremely halotolerat

Bacterium Isolated From Salted Fish Sauce in Aswan city,Egypt. Global Journal

of Molecular Sciencies 5 (1):01-06.

Iskandar, H.M. (1995). Teori Pengolahan Makanan. Grasindo Gramedia Widiasarana

Indonesia. Jakarta.

Jiang, Jing-jing, Zeng, Qing-xiao, Zhu, Zhi-wei. 2008. Analysis of Valatile Compounds

in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu Lu). Food Bioproscess Technol Journal.

Kanlayakrit, W & Anan Boonpan. (2007). Screening o Halophilic Lipase-Producing

Bcteria and Characterization o Enzyme or ish Sauce Quality Improvement.

Kasetsart J. 9Nat. Sci.) 41: 576-585.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta

Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Muhammad Zukhrufuz ZaMaN, Fatimah abu Bakar, Jinap SelaMat and Jamilah Bakar.

2010. Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria Fish

Sauce. Czech J Food Sci Vol 28, 2010 No 5:440-449.

Page 14: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Yongsawatdigul. 2010. Proteinase-producing halophilic lactic acid bacteria isolated

from fish sauce fermentation and their ability to produce volatile compounds.

International Journal of Food Microbilogy.

Olubunmi Fakunle, Sadiku Suleman, Ibanga Uche, and Babinisi Olumide. (2010).

Preliminary Production Of Sauce From Clupeids. New York Science Journal.

2010;3(3):45-49]. (ISSN: 1554-0200).

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi

Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

Shadily, Hasan. (1984). Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

Shih, I.L.; L.G. Chen; T.S. Yu; W.T. Chang; & S.L. Wang. (2003). Microbial

reclamation of fish processing wastes for the production of fish sauce. Enzyme

and Microbial Technology 33 (2003) 154-162.

Page 15: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Kelompok D1

Hasil pengukuran = 40

Gram Papain :

Kelompok C2

Hasil pengukuran = 30

Gram Papain :

Kelompok C3

Hasil pengukuran = 30

Gram Papain :

Kelompok C4

Hasil pengukuran = 25

Page 16: Kecap Ikan_ratna rahayuningtyas_13.70.0138_D5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

14

Gram Papain :

Kelompok C5

Hasil pengukuran = 35

Gram Papain :

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal