Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

20
1. MATERI DAN METODE 1.1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples, panic, kain saring, pengaduk kayu. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan kepala ikan, enzim papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang putih. 1.2. Metode Tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram dihancurkan, lalu dimasukkan ke dalam toples Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1% Setelah itu ditambahkan 300 ml air dan diaduk Hasil fermentasi kemudian disaring, lalu filtrat direbus selama 30 menit sampai mendidih (selama perebusan ditambahkan bumbu seperti 50 g bawang putih, 50 g garam, dan 1 butir gula kelapa) Setelah mendidih kecap dibiarkan agak dingin, lalu Kecap ikan yang telah jadi diamati secara sensoris yang

description

Praktikum kecap ikan adalah salah satu praktikum teknologi hasil laut semester 5.

Transcript of Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Page 1: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI DAN METODE

1.1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender, pisau, botol, toples,

panic, kain saring, pengaduk kayu. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini

adalah tulang dan kepala ikan, enzim papain komersial, garam, gula kelapa, dan bawang

putih.

1.2. Metode

Tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram dihancurkan, lalu dimasukkan ke dalam

toples

Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%; 0,4%; 0,6%; 0,8%; dan 1%

Setelah itu ditambahkan 300 ml air dan diaduk

Hasil fermentasi kemudian disaring, lalu filtrat direbus selama 30 menit sampai mendidih (selama perebusan

ditambahkan bumbu seperti 50 g bawang putih, 50 g garam, dan 1 butir gula kelapa)

Setelah mendidih kecap dibiarkan agak dingin, lalu dilakukan penyaringan keduaKecap ikan yang telah jadi diamati secara sensoris yang meliputi warna, rasa, dan aroma

Page 2: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengujian kecap ikan dengan perlakuan enzim papain berbagai konsentrasi daapt

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain

Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)

C1 Enzim papain 0,2% ++ +++ +++ +++ 3,00

C2 Enzim papain 0,4% ++ +++ ++++ +++ 3,20

C3 Enzim papain 0,6% - - - - -

C4 Enzim papain 0,8% ++++ +++++ ++++ +++ 4,00

C5 Enzim papain 1% +++ ++++ ++++ +++ 3,70

Keterangan:Warna : Aroma + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam +++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam ++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa Penampakan + : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental

Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa enzim papain yang digunakan pada pembuatan kecap,

ditambahkan dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 0,2% (kelompok C1), 0,4%

(kelompok C2), 0,6% (kelompok C3), 0,8% (kelompok C4), 1% (kelompok C5). Secara

keseluruhan dari parameter sensori yang digunakan, tampak bahwa hasil penilaian

terbaik didapatkan oleh kecap ikan kelompok C4 (enzim papain 0,8%). Kecap ikan

tersebut memiliki warna coklat gelap (++++) dengan rasa yang sangat asin (+++++) dan

aroma kecap ikan yang tajam (++++) serta penampakan keseluruhan agak kental (+++).

Sedangkan untuk salinitasnya, presentase tertinggi sebesar 4,00% dari kecap ikan

kelompok C4 (enzim papain 0,8%) dan terendah sebesar 3,00% dari kecap ikan

kelompok C1 (enzim papain 0,2%). Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu

semakin tinggi presentase enzim papain yang ditambahkan, maka nilai parameter

sensorinya semakin baik dan presentase salinitasnya juga semakin tinggi.

Page 3: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Secara umum kecap merupakan produk olahan bahan pangan yang dibuat melalui

proses fermentasi kedelai hitam serta kacang-kacangan lainnya yang menghasilkan

cairan kental berwarna coklat sampai hitam (Rahman, 1992). Sedangkan kecap ikan

adalah produk hasil hidrolisa ikan yang dapat dihasilkan melalui beberapa proses

hidrolisis, seperti fermentasi, enzimatis, dan penggunaan bahan kimia. Kecap yang

berasal dari bahan nabati dapat dibedakan menjadi kecap manis dan kecap asin,

sedangkan kecap yang berasal dari bahan hewani (ikan) hanya dapat diolah menjadi

kecap asin. Berdasarkan warnanya, kecap ikan memiliki warna kekuningan coklat

hingga coklat muda, sedangkan kecap asin dari bahan nabati memiliki warna merah

kecoklatan. Tidak seperti kecap pada umumnya, kecap ikan harus dikemas dengan

kemasan khusus atau disimpan dalam tempat tertentu. Hal ini dikarenakan kecap ikan

mengandung senyawa NaFeEDTA yang sifatnya tidak stabil terhadap cahaya matahari

langsung (Fidler et al, 2004).

Kecap ikan dapat dihasilkan melalui 2 cara fermentasi, yaitu fermentasi menggunakan

garam (penggaraman) dan fermentasi menggunakan enzim (enzimatis). Menurut

Majumdar & Basu (2010) prinsip dari fermentasi menggunakan garam adalah untuk

menurunkan water activity dan aktivitas bakteri pembusuk pada ikan. Secara garis

besar, proses fermentasi dengan garam terbagi dalam dua tahap yaitu tahap garam

berdifusi ke dalam ikan dan tahap osmosis kandungan air. Pada fermentasi secara

enzimatis, biasanya ditambahkan enzim protease seperti enzim bromelin atau enzim

papain. Perbandingan campuran antara daging ikan dengan cairan ektrak enzim pada

proses pembuatan kecap ikan sebesar 1 : 5 (Afrianto & Liviawaty, 1989). Pembuatan

kecap ikan dengan fermentasi garam biasanya membutuhkan waktu lebih dari 7 bulan,

sedangkan jika menggunakan fermentasi enzim membutuhkan waktu yang lebih

singkat. Metode fermentasi dianggap sebagai metode yang paling murah dari segi biaya

operasional dan dapat dilakukan dengan peralatan seadanya (Anihouvi et al, 2012).

Pada praktikum kecap ikan, bahan-bahan yang digunakan adalah bagian dari ikan bawal

berupa kepala dan tulang serta ekstrak enzim papain. Menurut Moeljanto (1992),

Page 4: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

pembuatan kecap ikan tidak membutuhkan jenis ikan tertentu, bahkan sisa pengolahan

dari ikan pun dapat digunakan sebagai bahan dasarnya. Selain itu menurut

Sangjindavong et al. (2009), bagian-bagian sisa ikan seperti tulang, ekor, kepala tepat

digunakan dalam pembuatan kecap ikan karena kandungan total nitrogennya dapat

mencapai 15.33 g/l. Sedangkan enzim papain, sebagai salah satu jenis enzim protease

digunakan dalam pembuatan kecap ikan karena sifatnya yang dapat menghidrolisis

protein.

Berdasarkan tahap pembuatannya, pertama-tama tulang dan ekor ikan bawal

dihancurkan dan diambil sebanyak 50 gram. Kemudian dimasukkan dalam toples

kaca/plastik bening dan ditambahkan dengan enzim papain sebesar 0,2% (kelompok

C1), 0,4% (kelompok C2), 0,6% (kelompok C3), 0,8% (kelompok C4), 1% (kelompok

C5). Lalu toples yang telah berisi campuran tersebut, ditutup dengan rapat dan

diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Hal tersebut dimaksudkan agar fermentasi

dapat berlangsung secara anaerob sehingga berjalan lebih cepat dan kualitas dari kecap

ikan menjadi lebih baik (Lisdiana dan Soemardi, 1997). Jika menggunakan buah pepaya

atau nanas sebagai sumber enzimnya maka pembuatan kecap akan optimum pada

hidrolisis 6 hari (Hasnan, 1991).

Setelah 3 hari inkubasi, bahan ditambah dengan air matang sebanyak 250 ml dan

dilakukan proses penyaringan. Menurut Lee & Kim (2013), Setelah pasta ikan

mengalami fermentasi dalam periode yang cukup lama, maka perlu dilakukan

penyaringan untuk mendapatkan larutan sauce dari pasta ikan yang terfermentasi

tersebut. Filtrat tersebut ditambahkan bumbu-bumbu berupa 50 gram bawang putih, 50

gram garam, dan 1 butir gula kelapa yang kemudian direbus hingga mendidih selama 15

menit. Tahap perebusan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa kecap ikan,

menguapkan air sehingga didapatkan kecap ikan yang lebih kental, dan membantu

membunuh mikroorganisme kontaminan yang kemungkinan muncul ketika proses

fermentasi maupun proses penyaringan. Bawang putih yang ditambahkan memiliki

senyawa antimikroba allisin yang dapat menghambat aktivitas pertunasan sel khamir

sehingga berfungsi sebagai pengawet alami (Fardiaz, 1992). Sedangkan gula kelapa

akan berkontribusi terhadap pembentukan warna coklat dari kecap ikan sebagai efek

Page 5: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

reaksi maillard (Lees & Jackson, 1973). Selama perebusan juga dilakukan pengadukan

agar semua bahan yang ditambahkan dapat tercampur sempurna. Setelah kecap ikan

tersaji, maka dilakukan uji sensori meliputi warna, rasa, aroma, dan penampakan oleh

salah satu praktikan dan pengukuran salinitas terhadap garam kecap ikan menggunakan

hand refractometer.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil sensori untuk parameter warna dari

kecap ikan kelompok C1-C5 berturut-turut adalah kurang coklat gelap (papain 0,2%),

kurang coklat gelap (papain 0,4%), tidak ada hasil (papain 0,6%), coklat gelap (papain

0,8%), dan agak coklat gelap (papain 1%). Secara keseluruhan, hasil sensori warna

diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar enzim papain yang ditambahkan, maka

warna kecap ikan yang dihasilkan akan semakin gelap. Hal ini sesuai dengan teori

Astawan (1991), warna cairan hasil hidrolisa akan semakin gelap ketika adanya

aktivitas protease dalam skala besar sebagai akibat dari tingginya konsentrasi enzim.

Warna kecoklatan pada kecap merupakan hasil dari reaksi Maillard, dimana gugus asam

amino pada sisa-sisa ikan bereaksi dengan gula pereduksi dari gula kelapa sehingga

muncul warna kecoklatan (Lees & Jackson, 1973). Namun untuk kelompok C3 tidak

didapatkan hasil karena saat proses inkubasi terjadi kontaminasi mikroorganisme dari

luar akibat toples tidak tertutup secara sempurna. Selain itu sebelum inkubasi pada

metode praktikum ini juga tidak ditambahkan garam, padahal menurut Astawan &

Astawan (1988), senyawa pada garam dapat melindungi ikan dari serangan belatung,

pencemaran lalat, dan pembusukan oleh bakteri pembusuk.

Hasil sensori untuk parameter rasa dari kecap ikan kelompok C1-C5 berturut-turut

adalah asin (papain 0,2%), agak asin (papain 0,4%), tidak ada hasil (papain 0,6%),

sangat asin (papain 0,8%), asin (papain 1%). Rasa asin dari kecap ikan, selain berasal

dari garam ternyata juga berasa dari penambahan enzim papain. Menurut Astawan &

Astawan (1988), enzim papain akan mengurai protein menjadi asam amino, peptida, dan

pepton yang berkontribusi terhadap rasa asin pada kecap ikan. Selain menggunakan uji

sensori, rasa asin dari kecap juga diuji salinitasnya menggunakan hand refractometer.

Hasil salinitas kelompok C1-C5 berturut-turut adalah 3,00% (papain 0,2%), 3,20%

(papain 0,4%), tidak ada hasil (papain 0,6%), 4,00% (papain 0,8%), 3,70% (papain 1%).

Page 6: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Berdasarkan data hasil salinitas, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar

konsentrasi enzim papain, maka akan semakin besar pula jumlah garam yang masuk ke

dalam proses fermentasi. Menurut Simanjorang, et al. (2012), garam yang ditambahkan

akan menyebabkan terjadinya penarikan air dalam dalam potongan bagian ikan,

sehingga semakin banyak garam akan semakin banyak air yang keluar. Bersamaan

dengan proses keluarnya air, garam akan masuk ke dalam sel-sel ikan.

Hasil sensori untuk parameter aroma dari kecap ikan kelompok C1-C5 berturut-turut

adalah tajam (papain 0,2%), tajam (papain 0,2%), tidak ada hasil (papain 0,6%), tajam

(papain 0,8%), tajam (papain 1%). Secara keseluruhan, semua kecap ikan yang

dihasilkan memiliki aroma yang tajam. Beberapa senyawa yang berkontribusi dalam

pembentukan aroma kecap ikan adalah komponen nitrogen pendukung serta asam

amino seperti histidin dan arginin. Semakin tinggi presentase enzim protease yang

digunakan, maka aroma yang dihasilkan pun akan semakin kuat (Dincer et al., 2010).

Namun teori tersebut kurang sesuai karena dari hasil pengamatan, semua menunjukkan

kecap beraroma tajam, padahal konsentrasi enzim papain yang digunakan antar

kelompok berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena uji sensori parameter aroma tidak

menggunakan “alat” penetral indera penciuman, tidak seperti melakukan uji sensori

parameter rasa dimana indera pengecap dapat dinetralkan dengan air mineral. Oleh

karena itu, besar kemungkinan aroma dari kecap ikan pertama, masih terbawa ketika

panelis menguji aroma kecap ikan kedua, dan seterusnya. Aroma volatil yang terbentuk

berkaitan dengan aktivitas metabolisme dari Bacillus spp. selama proses fermentasi

(Anihouvi, et al. 2012).

Hasil sensori untuk parameter penampakan dari kecap ikan kelompok C1-C5 berturut-

turut adalah agak kental (papain 0,2%), agak kental (papain 0,2%), tidak ada hasil

(papain 0,6%), agak kental (papain 0,8%), agak kental (papain 1%). Berdasarkan hasil

praktikum dapat disimpulkan bahwa penambahan enzim papain dengan konsentrasi

yang berbeda tidak berpengaruh terhadap tingkat kekentalan kecap ikan. Menurut

Hardoko (2004), vikositas dipengaruhi oleh presentase penambahan garam dan lama

fermentasi. Semakin tingginya konsentrasi penambahan garam maka kemampuan untuk

melarutkan protein juga semakin tinggi. Selain itu, ketika fermentasi dilakukan dalam

Page 7: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

jangka waktu cukup lama, maka pemecahan substrat oleh bakteri akan semakin

meningkat, sehingga terbentuk senyawa-senyawa sederhana yang meningkatkan

viskositas. Selain itu, berdasarkan sensori yang telah dilakukan, kecap ikan memiliki

tingkat kekentalan yang lebih rendah dibanding kecap biasa. Martasasmita et al., (1975)

jug menambahkan, bahwa soluble solid semakin banyak terbentuk ketika fermentasi

dilakukan dalam waktu yang lama sehingga kecap semakin kental.

Tingkat kesegaran ikan, tinggi rendahnya konsentrasi enzim papain yang ditambahkan,

lamanya proses fermentasi, tingkat kebersihan ikan dan proses pembuatan, serta jenis

bumbu yang ditambahkan menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil atau

tidaknya pembuatan kecap ikan (Astawan & Astawan, 1991). Apabila bahan baku

(ikan) yang digunakan semakin segar, maka warna kecap akan semakin gelap dan

rasanya semakin kuat karena kandungan asam amino yang dihasilkan dari proses

hidrolisis ikan terbentuk dalam jumlah banyak. Selain itu komponen penyusun aroma

kecap ikan akan semakin banyak terbentuk ketika semakin banyak juga enzim papain

yang ditambahkan. Menurut Fachruddin (1997), penambahan bumbu akan memperkuat

aroma dan rasa kecap ikan dan berperan juga sebagai pengawet alami. Selain itu, dalam

pemilihan jenis ikan yang digunakan juga perlu diperhatikan bahwa lebih disarankan

menggunakan ikan dengan kadar DHA/EPA dan asam amino esensial yang tinggi,

supaya kecap ikan yang dihasilkan juga memiliki nilai gizi yang lebih baik (Dincer et

al.,2010).

Komponen kimia seperti Total Volatile Nitrogen (TVN) dan asam amino biogenik

(seperti histamin) yang hampir tidak ada dalam otot ikan, ternyata banyak terbentuk

selama proses fermentasi sebagai hasil dari tahap autolisis dan aktivitas mikroorganisme

ikan. Oleh karena itu, pada kecap ikan terkandung senyawa nitrogen terlarut yang cukup

banyak. Hal ini juga didukung oleh teori Anihouvi et al. (2012) angka TVN yang tinggi

menunjukkan bahwa adanya pembentukan komponen dasar dari nitrogen seperti

ammonia yang terbentuk selama protein mengalami degradasi akibat aktivitas enzimatis

dan mikroorganisme.

Page 8: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Proses pembuatan kecap ikan terbagi ke dalam 2 cara fermentasi, yaitu fermentasi

dengan garam (penggaraman) dan fermentasi dengan enzim (enzimatis).

Jenis enzim protease yang digunakan dalam praktikum ini adalah enzim papain.

Selama fermentasi, toples harus berada dalam kondisi tertutup rapat tanpa celah

sedikit pun agar tidak terjadi kontaminasi dari mikroorganisme lingkungan dan

menciptakan kondisi fermentasi anaerob.

Bawang putih yang ditambahkan memiliki fungsi sebagai pengawet alami karena

mengandung senyawa antimikroba allisin yang dapat menghambat aktivitas

pertunasan sel khamir.

Gula kelapa akan bereaksi dengan komponen kecap ikan dan selama pemanasan

terjadi reaksi Maillard sehingga warna kecap ikan menjadi lebih coklat.

Semakin tinggi kadar enzim papain yang ditambahkan, maka warna kecap ikan yang

dihasilkan akan semakin gelap.

Selain berasal dari garam, rasa asin pada kecap ikan ternyata juga berasa dari

penambahan enzim papain.

Semakin tinggi presentase enzim papain, maka aroma yang dihasilkan pun akan

semakin kuat.

Ketika bahan yang digunakan adalah ikan segar, maka warna kecap semakin gelap

dan flavornya semakin kuat karena kandungan asam amino dari hidrolisis ikan

terbentuk dalam jumlah banyak.

Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses produksi kecap ikan adalah tingkat

kesegaran ikan, konsentrasi enzim papain, lamanya proses fermentasi, tingkat

kebersihan ikan dan proses pembuatan, serta jenis bumbu yang ditambahkan.

Semarang, 11 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen:

- Michelle

Darmawan

Ananta Levina Savitri

Page 9: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13.70.0003 (C3)

Page 10: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Anihouvi V.B. Kindossi J.M. Hounhouigan J.D. 2012. Processing and Quality Characteristics of Some Major Fermented Fish Products from Africa: A Critical Review. International Research Journal of Biological Sciences. Vol 1(7), 72-84.

Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pessindo.

Astawan, M. W. & M. Astawan. 1988. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Dincer, Tolga. Sukran Cakli., Berna Kilinc., Sebnem Tolasa. 2010. Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce. Journal of Animal and Veterinary Advances 9(2): 311-315.

Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fidler, M.C., A. Krzystek, T. Walczyk, And R.F. Hurrell. 2004. Photostability of Sodium Iron Ethylenediaminetetraacetic Acid (NaFeEDTA) in Stored Fish Sauce and Soy Sauce. Journal of Food Science.

Hardoko. 2004. Pembuatan Kecap Ikan dengan Penambahan Kecap Kedelai dan Garam dalam Proses Fermentasinya. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol. 2 No.1

Hasnan, M. 1991. Pengaruh Penggunaan Enzim Papin Selama Proses Hidrolisis Kecap Ikan. Fakultas Teknologi PErtanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lee, Jong Oh. Kim, Jin Young. 2013. Development of Cultural Context Indicator of Fermented Food. International Journal of Bio-Science and Bio-Technology Vol. 5 No.4

Lees, R. & E. B. Jackson. 1973. Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.

Lisdiana & W. Soemardi. 1997. Budidaya Nanas: Pengantar dan Pemasaran. CV.Aneka. Solo.

Page 11: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Majumdar, R.K. Basu, S. Characterization of The Traditional Fermented Fish Product Lona ilish of Northeast India. Indian Journal of Traditional Knowledge. Vol 9 (3) 453-458.

Martasasmita, S. Winarno, F.G. dan Kristiaty, D. 1975. Pengaruh Jenis Kapang, Waktu Fermentasi, dan Varietas Kedelai Terhadap Mutu Kecap. Buletin Penelitian Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Penerbit Arcan. Jakarta.

Sangjindavong, Mathana., Juta Mookdasanit., Pongtep Wilaipun., Pranisa Chuapoehuk., Chamaiporn Akkanvanitch. 2009. Using Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi Waste. Kasetsat J. (Nat.Sci.) 43: 791-795.

Simanjorang, Eviyanti., Nia Kurniawati., Zahidah Hasan. 2012. Pengaruh Penggunaan Enzim Papain dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Karakteristik Kimia Kecap Tutut. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3 No.4 209-220.

Page 12: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Kelompok C1

Hasil pengukuran = 30

Gram Papain :

Kelompok C2

Hasil pengukuran = 60

Gram Papain :

Kelompok C3

Hasil pengukuran = -

Gram Papain : -

Kelompok C4

Hasil pengukuran = 40

Gram Papain :

Page 13: Kecap Ikan_AnantaLevinaSavitri_13.70.0003_C3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Kelompok C5

Hasil pengukuran = 37

Gram Papain :

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal