Isi Makalah

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion. HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis. 1.2 Rumusan Masalah 1

Transcript of Isi Makalah

Page 1: Isi Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus

auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada

rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic

Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan

peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang

berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.

Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch

pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang

mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya

penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan

menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan

peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.

HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di

Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.

Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka

diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono

mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto

Mangunkusomo Jakarta.Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan

peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini diantaranya :

a. Apa pengertian hirschsprung deseases ?

b. Bagaimana klasifikasi hirschsprung deseases ?

c. Apa etiologi hirschsprung deseases ?

d. Bagaimana patofisologi hirschsprung deseases ?

e. Bagimana manifestasi klinis hirschsprung deseases ?

f. Bagaimana komplikasi dari hirschsprung deseases ?

g. Bagimana pemeriksaan penunjang pada hirschsprung deseases ?

h. Bagaimana penatalaksanaan pada hirschsprung deseases ?

1

Page 2: Isi Makalah

i. Bagaimana prognosis dari hirschsprung deseases ?

j. Bagimana Pathway (pohonmasalah) hirschsprung deseases ?

k. Bagimana cara memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien yang menderita

hirschsprung deseases ?

1.3 Tujuan Penulisan

A. Tujuan umum

Tujuan Umum dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat menganalisa

dan memberikan asuhan keperawatan dengan tepat pada klien dengan hirschsprung

deseases.

B. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu :

1. Mengetahui pengertian hirschsprung deseases.

2. Mengetahui klasifikasi hirschsprung deseases.

3. Mengetahui etiologi hirschsprung deseases.

4. Mengetahui patofisologi hirschsprung deseases.

5. Mengetahui manifestasi klinis hirschsprung deseases.

6. Mengetahui komplikasi dari hirschsprung deseases.

7. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada hirschsprung deseases.

8. Mengetahui tentang penatalaksanaan pada hirschsprung deseases.

9. Mengetahui prognosis dari hirschsprung deseases.

10. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien yang menderita

hirschsprung deseases.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini diantaranya :

a. Bagi Mahasiswa

Dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan hirschsprung deseases.

b. Bagi Perawat atau Tenaga Kesehatan

Dapat mengetahui pengetahuan yang lebih luas tentang hirschsprung deseases sehingga

dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik dan tepat.

2

Page 3: Isi Makalah

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang ditulis dalam makalah ini diantaranya :

a. Kaver

b. Kata Pengantar

c. Daftar Isi

d. BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat, dan sitematika penulisan dari makalah.

e. BAB II Tinjauan Teori yang berisi tentang anatomi dan fisiologi kolon, definisi,

klasifikasi, etiologi, fatofisiologi, pathway (pohon masalah), manifestasi klinis,

komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan prognosis dari hirschsprung

deseases.

f. BAB III Asuhan Keperawatan pada klien dengan hirschprung desease dimulai dari

pengkajian, diagnose, dan intervensi keperawatan.

g. BAB IV Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

h. Daftar Pustaka

3

Page 4: Isi Makalah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Usus Besar

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki

(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih

besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus

diameternya makin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup

ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau

tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke

sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid.

Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas

berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai

setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah

membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbebtang dari kolon

sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang

dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah

5,9 inci.

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela

submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-gambaran yang

khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga

pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek

daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang

disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak

yang disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus

lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus.

Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri

mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua

pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang

utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri

mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon

4

Page 5: Isi Makalah

transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga

cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea.

Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria

hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui

vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari

sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior

mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada

anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan

tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan

hemorroid.

Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada

pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna

kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis

sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar

limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran

pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi

limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum

mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.

Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus

yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian

tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai

bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis

melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion

yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan

submukosa (meissner).

Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta

perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang

berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai

oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien

dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien

dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada

penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner.

5

Page 6: Isi Makalah

2.2 Fisiologi Usus Besar

Fungsi usus besar yang utama adalah absorbsi air dan elektrolit. Setiap hari kolon

mengabsorbsi ±600 ml air. Kapasitas absorbsi usus besar adalah sekitar 2000 ml / hari, jika

kapasitas ini terlampaui maka akan terjadi diare. Berat akhir feses normal yang dikeluarkan

sekitar 200 gr dengan komposisi terdiri dari 75% berupa air dan sisanya berupa residu

makanan yng tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas dan mineral yang tidak

diabsorbsi.

Proses pencernaan makanan yang terjadi di usus besar dilakukan dengan bantuan

bakteri di usus besar. Bakteri ini berfungsi mensintesis vit. K dan beberapa vit. B dan

membantu pembusukan beberapa zat makanan seperti protein dan karbohidrat, serta

membentuk berbagai gas yang dapat membantu pembentukkan flatus di kolon. Gas-gas

tersebut adalah NH3, CO2, H2, H2S, dan CH4. Beberapa gas ini dikeluarkan dalam feses dan

sisanya diabsorbsi dan diangkut ke hati untuk diubah menjadi senyawa kurang toksik dan

diekskresikan melalui saluran kemih.

Pencernaan makanan di usus besar berlangsung karena adanya gerakan peristaltic

yang propulsif. Ada dua jenis gerakan peristaltik yang propulsif yaitu: pertama adalah

kontraksi lamban dan tidak teratur yang berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke

depan menghambat beberapa haustra. Kedua adalah gerakan peristaltik massa yaitu kontraksi

yang melibatkan segmen kolon. Gerakan ini mengerakkan massa ke depan yang akhirnya

merangsang defekasi

Adanya gerakan propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan

merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.

Sfingter ani eksterna bersifat voluntar sedangkan sfingter ani interna dikendalikan sistem

saraf otonom. Saat rektum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani relaksasi

sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter ani

eksterna dan interna relaksasi waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi massa feses.

Defekasi dapat dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen. Defekasi juga

dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum

secara betahap akan relaks dan keinginan defekasi menghilang.

6

Page 7: Isi Makalah

2.3 Definisi Penyakit Hirschsprung

Penyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan karakteristik tidak

adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal. Hal ini menyebabkan adanya obstruksi i

ntestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005).

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion

dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan

keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Cecily

Betz & Sowden : 2002).

Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan

pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat

lahir ≤ 3 Kg, lebih banyak laki – lakidari pada perempuan.(Arief Mansjoeer : 2000 ).

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini

merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi,

karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai

persarafan (ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan fungsinya

sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-

beda untuk setiap individu.

Penyakit ini sedikitnya empat kali lebih banyak terjadipada anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan serta lebih umum terjadi pada anak-anak yang mengalami

down syndrome (abnormalitas kromosom). Penyakit hirschsprung dapat bersifat akut dan

mengancam keselamatan atau bahkan kronis.

2.4 Klasifikasi Penyakit Hirschsprung

Klasifikasi penyakit Hirschsprumg adalah sebagai berikut:

a. Hirschsprung segmen pendek

Pada morbus hirschsprung segmen pendek daerah aganglionik meliputi rektum sampai

sigmoid, ini disebut penyakit hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak (80%)

ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima kali lebih banyak daripada perempuan.

b. Hirschsprung segmen panjang

Pada hirschsprung segmen panjang ini daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari

sigmoid.

7

Page 8: Isi Makalah

c. Hirschsprung kolon aganglionik total

Dikatakan Hirschsprung kolon aganglionik total bila daerah aganglionik mengenai

seluruh kolon.

d. Hirschsprung kolon aganglionik universal

Dikatakan Hirschsprung aganglionosis universal bila daerah aganglionik meliputi

seluruhkolon dan hampir seluruh usus halus.

2.5 Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama

setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu

dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan

Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat

lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan

evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa

konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.

Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.Adanya feses yang

menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yangkhas. Bila telah timbul enterokolitis

nikrotiskans terjadi distensi abdomenhebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah

( Nelson, 2002 : 317 ).

2.6 Etiologi Penyakit Hirschprung

Penyakit Hirschprung terjadi saat perkembangan fetus dimana terjadi kegagalan

perkembangan serabut saraf, kegagalan migrasi serabut saraf, atau terhentinya perkembangan

serabut saraf pada segmen usus.Faktor genetik juga berperan dalam menyebabkan penyakit

Hirschprung. 10% anak dengan Down syndrome (abnormalitas kromosom) menderita

penyakit Hirschprung.

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan

dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah

rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus

sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down

8

Page 9: Isi Makalah

Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,

kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

2.7 Patofisiologi Penyakit Hirscprung

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer

dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik

hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini

menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan

tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga

mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus

dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega

Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi

dan relaksasi peristaltik secara normal.

Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,

menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi

obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar (Price, S & Wilson,1995 : 141).

Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion

parasimpatik di submukosa (meissher) dan mienterik  (aurbach) tidak ditemukan pada satu

atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus

abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang berakibat

timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen.

Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi,

mengakibatkan pengeluaran feses,gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan

yang semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran

cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kumanke lumen

usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal

tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona L.Wong,1999:2000)

9

Page 10: Isi Makalah

2.8 Komplikasi Penyakit Hirschprung

Komplikasi dari penyakit hirschprung diantaranya sebagai berikut :

a. Obstruksi usus

Adalah suatu penyakit Obstruksi usus sendiri dapat diartikan sebagai

adanya sumbatan mekanik yang terjadi di usus, baik yang sifatnya

parsial maupun total.

b. Kontipasi

Adalah suatu keadaan yang ditandai dengan susahnya keluar feses

c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Ketidak seimbangan cairan disini diakibatkan karena tubuh tidak dapat

mengeluarkan zat sisa dengan baik sehingga dapat mengakibatkan

fungsi keseimbangan cairan dalam tubuh.

d. Entrokilitis Neukrotis

Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat

kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi

parsial. Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis

anastomosis, sfingter ani dan kolon aganglionik yang tersisa masih

spastic.

Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti

tanda obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara eksplosif cair

dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi parah

yang dapat menyebabkan nekrosis dan perforasi kebocoran

anastomose. Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang

berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat

pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar

anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang

dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu

tubuh terdapat infiltrat atau abses rongga pelvis

e. Pneumatosis usus

f. Abses perikolon

g. Perforasi

h. Septikemia.

10

Page 11: Isi Makalah

2.9 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan pada penyakit hirschprung diantaranya :

a. Rontgen abdomen (menunjukan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja).

b. Barium enema, yaitu dengan memasukan suatu cairan zat zat radioaktif melalui anus,

sehingga nantinya dapat terlihat jelas di rontgen sampai sejauh manakah usus besar

yang terkena penyakit ini.

c. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat

menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya

dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan

barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.

d. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan

balon di dalam rectum).

e. Pemeriksaan colok anus

Pemeriksaan ini sangat penting, karena dengan pemeriksaan tersebut jari akan  

merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan

mekonium atau tinja yang menyemprot.

2.10 Penatalaksanaan

A. Penatalaksanaan Medik

1. Tindakan pertama pada neonates

Dibuat kolostomi sementara pada bagian usus yang sudah mengandung ganglion;

biasanya dibuat sigmoidostomi one loop, yaitu anus dan ujung paling proksimal dari

bagian usus yang aganglioner dijahit rapat / ditutup kemudian bagian sigmoid yang

mengandung ganglion ini dimuarakan pada kulit.

2. Tindakan definitive

Adalah oprasi membuang bagian yang aganglioner, tapi tetap mempertahankan anus.

bermacam-macam teknik operasi, yaitu:

a. Metode Swenson

Dibuang bagian yang aganglioner dan bagian sisa di rektum dibalikkan keluar,

kemudian bagian yang sehat ditarik dan ditembuskan keluar anus dan dilakukan

anastomosis di luar. Setelah selesai kembali didorong ke dalam. Cara ini disebut

juga metode pull through Swenson.

11

Page 12: Isi Makalah

Operasi ini memerlukan waktu lama dan dapat dilakukan setelah anak berusia 2-3

tahun dengan berat badan 12-13 kg. Sekarang ternyata banyak anak laki-laki yang

menjalani opersi dengan teknik ini mengalami impoten karena operasi ini merusak

saraf-saraf yang menuju genital, terutama yang melekat pada prostat.

b. Metode Rehbein / State

Anastomosis tetap dilakukan dengan rektum sisa berada di dalam; ini berarti bagian

yang ditinggalkan itu harus lebih panjang untuk memungkinkan penjahitan yang

berarti pula bahwa ada bagian aganglioner yang ditinggalkan.

Menurut Rehbein walaupun cara ini tidak sehebat Swenson tapi cukup memadai

karena anak dapat defekasi 2-3 hari sekali dan tidak timbul kelainan impotensi, akan

tetapi cara ini mudah terjadi residif.

c. Metode Duhamel

Bagian yang aganglioner tidak dibuang, hanya pada bagian proksimal dari bagian ini

dijahit. Bagian yang hipertrofi dibuang sampai pada bagian yang berdiameter normal

dan ini kemudian ditarik ke arah anal disambungkan tepat di atas muskulus sfingter

ani eksternus pada sisi belakang dari rektum. Jadi dilakukan colo rectostomy end to

side, dengan ini sfingter ani eksternus tetap dipakai, sedangkan bagian yang

aganglioner tidak dipakai.

Menurut metode Duhamel ini, saraf-saraf yang melekat pada prostat tidak diganggu

gugat, trauma operasi kecil sehingga dapat dilakukan pada bayi-bayi usia 8-9 bulan,

bahkan ada yang berani pada bayi usia 4 bulan. Malah pada bayi-bayi yang datang

terlambat, misalnya telah berusia 3-4 bulan dapat langsung dikerjakan metode

Duhamel tanpa mengadakan kolostomi dahulu.

d. Metode Soave

Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk

tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun

1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.

Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang

aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk

kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.

3. Terapi medikamentosa

12

Page 13: Isi Makalah

Digunakan antibiotik yang potensial yang dapat membunuh berbagai jenis bakteri

seperti bakteri gram positif dan negatif serta bakteri anaerob. Sebaiknya sebelum

menentukan jenis antibiotik yang dipilih dilakukan kultur sensitivitas sehingga terapi

yang diberikan efektif.

- Ampicilin inj 25mg / kg BB 4 x 1 untuk membunuh bakteri gram positif.

- Gentamicin inj 2,5mg / kg BB 3 x 1 untuk membunuh bakteri gram negative.

- Metronidazole inj 7,5mg / kg BB 4 x 1 untuk membunuh bakteri anaerob.

4. Terapi non medikamentosa

- Diet : sebelum operasi pasien dinjurkan untuk puasa, setelah dilakukan operasi dan

fungsi usus dapat bekerja optimal dapat diberikan ASI atau susu formula melalui

NGT, dan untuk beberapa pasien dapat diberikan diet tinggi serat seperti buah dan

sayuran.

- Selama 6 minggu pasien dianjurkan untuk membatasi aktivitas agar luka operasi dapat

sembuh baik.

B. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penyakit hirschprung

diantaranya :

1. Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe

pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode

neonatal, perhatikan utama antara lain Membantu orang tua untuk

mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini.

2. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak

3. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis

( pembedahan ).

4. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana

pulang.

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak

– anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai

status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan

simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat,

tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi

parenteral total.

13

Page 14: Isi Makalah

Koping keluarga tidak efektif

2.11 Prognosis

Secara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang

mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien

yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan

kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi

sekitar 20%.

2.12 Pathway Hirschprung Disease

14

Usus spastis dan daya dorong tidak ada

pembedahan Gangguan rasa nyaman nyeri

Kurang pengetahuan

Resikoi gangguan integritas kulit

Resiko infeksi

Absensi ganglion maissner and auerbach

Obstipasi dan tidak ada mekonium

Mual, muntah, diare

Volum cairan tubuh menurun

Distensi abdomen hebat

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Gangguan pola BAB (konstipasi)

Perubahan status kesehatan anak yang menurun

Page 15: Isi Makalah

( pohon masalah hirschprung desease )

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hirschprung Desease

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Klien

Berisi nama lengkap klien, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,

no register RS, dan tanggal masuk rumah sakit.

c. Penanggung jawab

Berisi nama penanggung jawab, umur, alamat, dan hubungan dengan klien

2. Riwayat Penyakit.

a. Keluhan utama.

Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering

ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut

kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.

b.Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir

dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering

mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama

beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga

15

Page 16: Isi Makalah

yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam.

Diare berbau busuk dapat terjadi.

c. Riwayat penyakit dahulu.

Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.

d. Riwayat kesehatan keluarga.

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti klien

3. Pemeriksaan Fisik.

a. Sistem kardiovaskuler.

Tidak ada kelainan.

b. Sistem pernapasan.

Sesak napas, distres pernapasan.

c. Sistem pencernaan.

Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak

yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan

dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja

yang menyemprot.

d. Sistem genitourinarius.

Tidak ada kelainan

e. Sistem saraf.

Tidak ada kelainan.

f. Sistem muskuloskeletal.

Kaku (ada gangguan rasa nyaman)

g. Sistem endokrin.

Tidak ada kelainan.

h. Sistem integumen.

Akral hangat.

i. Sistem presepsi sensori.

Tidak ada kelainan.

4. Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan ronksen dengan foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus

melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.

16

Page 17: Isi Makalah

b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi

usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar

dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.

c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.

d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan

aktivitas enzim asetilkolin eseterase.

5. Analisa Data

No Data Senjang Etiologi Masalah

1. - Adanya aganglion di usus yang menyebebkan obstruksi di usus.-Konstipasi

Absensi ganglion maissner and auerbach

↓Usus spastis dan daya dorong

tidak ada↓

Obstipasi dan tidak ada mekonium

Gangguan pola BAB (buang air besar)

2. - Bayi tidak mau nete.- Sering muntah.- Feses yang menyemprot dan bau busuk.

Absensi ganglion maissner and auerbach

↓Mual, muntah,diare

Nutrisi kurang dari kebutuhan

3. - Bayi mengalami diare.- Dehidrasi.- Sering muntah yang berwarna hijau.

Absensi ganglion maissner and auerbach

↓Mual, muntah,diare

Volum cairan tubuh menurun

4. - Adanya ostruksi.- Distensi abdomen pada bayi.- Perut kembung.- Perut tegang.

Absensi ganglion maissner and auerbach

↓Usus spastis dan daya dorong

tidak ada↓

Obstipasi dan tidak ada

Gangguan rasa nyaman nyeri

17

Page 18: Isi Makalah

mekonium↓

Distensi abdomen hebat

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi (BAB) : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak

adanya daya dorong karena aganglion pada colon.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

inadekuat.

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.

C. Intervensi Keperawatan

No DiagnosaIntervensi

Tujuan Perencanaan Rasional

1. Dx 1 Klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.

- Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.

- Pantau jumlah cairan kolostomi.

- Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

- Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya.

- Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan

- Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

2. Dx 2 Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.

- Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

- Pantau pemasukan makanan selama perawatan.

- Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

- Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori.

18

Page 19: Isi Makalah

- Pantau atau timbang berat badan.

- Untuk mengetahui perubahan berat badan.

3. Dx 3 Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.

- Monitor tanda-tanda dehidrasi.

- Monitor cairan yang masuk dan keluar

- Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan

- Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya

- Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

- Mencegah terjadinya dehidrasi

4. Dx 4 Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

- Kaji terhadap tanda nyeri dan skala nyeri

- Berikan tindakan kenyamanan pada klien (menggendong, suara halus, ketenangan)

- Berikan obat analgesik sesuai program

- Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

- Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

- Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

D. Implementasi Keperawatan

No Diagnosa Implementasi

1. Dx 1 - Memonitor cairan yang keluar dari kolostomi.- Memantau jumlah cairan kolostomi.- Memantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

2. Dx 2 - Memberikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.- Memantau pemasukan makanan selama perawatan.

19

Page 20: Isi Makalah

- Pantau atau timbang berat badan.

3. Dx 3 - Memonitor tanda-tanda dehidrasi. - Memonitor cairan yang masuk dan keluar- Memberikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.

4. Dx 4 - Mengkaji terhadap tanda nyeri dan skala nyeri- Memberikan tindakan kenyamanan pada klien (menggendong,

suara halus, ketenangan)- Membeerikan obat analgesik sesuai program

E. Evaluasi

Di tangguhkan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan karakteristik tidak

adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal. Hal ini menyebabkan adanya obstruksi i

ntestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005).

Penyakit Hirschprung terjadi saat perkembangan fetus dimana terjadi kegagalan

perkembangan serabut saraf, kegagalan migrasi serabut saraf, atau terhentinya perkembangan

serabut saraf pada segmen usus.Faktor genetik juga berperan dalam menyebabkan penyakit

Hirschprung. 10% anak dengan Down syndrome (abnormalitas kromosom) menderita

penyakit Hirschprung.

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding

usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah

rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus

sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down

Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,

kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

20

Page 21: Isi Makalah

4.2 Saran

PHirschprung adalah sebuah penyakit yang dapat mengancam penderita kalau

penanganannya kurang baik oleh karena itu kepada para tenaga medis yang melakukan

perawatan pada klien dengan Hirschprung tolong perhaatikan prinsip dan kode etik dalam

melakukan asuhan keperawatan.

Penulis berharap kepada Bapak/Ibu Dosen yang menganalisis makalah

ini dapat mengkoreksi kesalahan dan kekurangn dalam makalah supaya

penulis dapat menintrofeksi diri dan memperbaiki makalah menjadi lebih baik

lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik , Edisi 3. Jakarta EGC.

Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak , buku 2. Jakarta : Salemba

Medika 

Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in: Ashcraft Pediatric

Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468

Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III,

EGC, Jakarta.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs

Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Marry. E. Muscari, 2005, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik , Edisi 4. Jakarta : EGC

21