Isi Makalah
-
Upload
gilang-rmdhn -
Category
Documents
-
view
57 -
download
0
Transcript of Isi Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus
auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada
rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic
Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan
peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang
berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan
menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.
HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta.Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan
peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini diantaranya :
a. Apa pengertian hirschsprung deseases ?
b. Bagaimana klasifikasi hirschsprung deseases ?
c. Apa etiologi hirschsprung deseases ?
d. Bagaimana patofisologi hirschsprung deseases ?
e. Bagimana manifestasi klinis hirschsprung deseases ?
f. Bagaimana komplikasi dari hirschsprung deseases ?
g. Bagimana pemeriksaan penunjang pada hirschsprung deseases ?
h. Bagaimana penatalaksanaan pada hirschsprung deseases ?
1
i. Bagaimana prognosis dari hirschsprung deseases ?
j. Bagimana Pathway (pohonmasalah) hirschsprung deseases ?
k. Bagimana cara memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien yang menderita
hirschsprung deseases ?
1.3 Tujuan Penulisan
A. Tujuan umum
Tujuan Umum dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat menganalisa
dan memberikan asuhan keperawatan dengan tepat pada klien dengan hirschsprung
deseases.
B. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengetahui pengertian hirschsprung deseases.
2. Mengetahui klasifikasi hirschsprung deseases.
3. Mengetahui etiologi hirschsprung deseases.
4. Mengetahui patofisologi hirschsprung deseases.
5. Mengetahui manifestasi klinis hirschsprung deseases.
6. Mengetahui komplikasi dari hirschsprung deseases.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada hirschsprung deseases.
8. Mengetahui tentang penatalaksanaan pada hirschsprung deseases.
9. Mengetahui prognosis dari hirschsprung deseases.
10. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien yang menderita
hirschsprung deseases.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini diantaranya :
a. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan hirschsprung deseases.
b. Bagi Perawat atau Tenaga Kesehatan
Dapat mengetahui pengetahuan yang lebih luas tentang hirschsprung deseases sehingga
dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik dan tepat.
2
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang ditulis dalam makalah ini diantaranya :
a. Kaver
b. Kata Pengantar
c. Daftar Isi
d. BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat, dan sitematika penulisan dari makalah.
e. BAB II Tinjauan Teori yang berisi tentang anatomi dan fisiologi kolon, definisi,
klasifikasi, etiologi, fatofisiologi, pathway (pohon masalah), manifestasi klinis,
komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan prognosis dari hirschsprung
deseases.
f. BAB III Asuhan Keperawatan pada klien dengan hirschprung desease dimulai dari
pengkajian, diagnose, dan intervensi keperawatan.
g. BAB IV Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
h. Daftar Pustaka
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Usus Besar
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih
besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus
diameternya makin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid.
Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbebtang dari kolon
sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang
dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah
5,9 inci.
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela
submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-gambaran yang
khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga
pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek
daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang
disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak
yang disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus
lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus.
Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri
mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua
pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang
utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri
mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon
4
transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga
cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea.
Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria
hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui
vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari
sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada
anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan
tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemorroid.
Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada
pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna
kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis
sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar
limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran
pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi
limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum
mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus
yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian
tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai
bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis
melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion
yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan
submukosa (meissner).
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang
berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai
oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien
dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien
dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada
penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner.
5
2.2 Fisiologi Usus Besar
Fungsi usus besar yang utama adalah absorbsi air dan elektrolit. Setiap hari kolon
mengabsorbsi ±600 ml air. Kapasitas absorbsi usus besar adalah sekitar 2000 ml / hari, jika
kapasitas ini terlampaui maka akan terjadi diare. Berat akhir feses normal yang dikeluarkan
sekitar 200 gr dengan komposisi terdiri dari 75% berupa air dan sisanya berupa residu
makanan yng tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas dan mineral yang tidak
diabsorbsi.
Proses pencernaan makanan yang terjadi di usus besar dilakukan dengan bantuan
bakteri di usus besar. Bakteri ini berfungsi mensintesis vit. K dan beberapa vit. B dan
membantu pembusukan beberapa zat makanan seperti protein dan karbohidrat, serta
membentuk berbagai gas yang dapat membantu pembentukkan flatus di kolon. Gas-gas
tersebut adalah NH3, CO2, H2, H2S, dan CH4. Beberapa gas ini dikeluarkan dalam feses dan
sisanya diabsorbsi dan diangkut ke hati untuk diubah menjadi senyawa kurang toksik dan
diekskresikan melalui saluran kemih.
Pencernaan makanan di usus besar berlangsung karena adanya gerakan peristaltic
yang propulsif. Ada dua jenis gerakan peristaltik yang propulsif yaitu: pertama adalah
kontraksi lamban dan tidak teratur yang berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke
depan menghambat beberapa haustra. Kedua adalah gerakan peristaltik massa yaitu kontraksi
yang melibatkan segmen kolon. Gerakan ini mengerakkan massa ke depan yang akhirnya
merangsang defekasi
Adanya gerakan propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan
merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.
Sfingter ani eksterna bersifat voluntar sedangkan sfingter ani interna dikendalikan sistem
saraf otonom. Saat rektum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani relaksasi
sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter ani
eksterna dan interna relaksasi waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi massa feses.
Defekasi dapat dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen. Defekasi juga
dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum
secara betahap akan relaks dan keinginan defekasi menghilang.
6
2.3 Definisi Penyakit Hirschsprung
Penyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan karakteristik tidak
adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal. Hal ini menyebabkan adanya obstruksi i
ntestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005).
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Cecily
Betz & Sowden : 2002).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat
lahir ≤ 3 Kg, lebih banyak laki – lakidari pada perempuan.(Arief Mansjoeer : 2000 ).
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini
merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi,
karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai
persarafan (ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan fungsinya
sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-
beda untuk setiap individu.
Penyakit ini sedikitnya empat kali lebih banyak terjadipada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan serta lebih umum terjadi pada anak-anak yang mengalami
down syndrome (abnormalitas kromosom). Penyakit hirschsprung dapat bersifat akut dan
mengancam keselamatan atau bahkan kronis.
2.4 Klasifikasi Penyakit Hirschsprung
Klasifikasi penyakit Hirschsprumg adalah sebagai berikut:
a. Hirschsprung segmen pendek
Pada morbus hirschsprung segmen pendek daerah aganglionik meliputi rektum sampai
sigmoid, ini disebut penyakit hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak (80%)
ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima kali lebih banyak daripada perempuan.
b. Hirschsprung segmen panjang
Pada hirschsprung segmen panjang ini daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari
sigmoid.
7
c. Hirschsprung kolon aganglionik total
Dikatakan Hirschsprung kolon aganglionik total bila daerah aganglionik mengenai
seluruh kolon.
d. Hirschsprung kolon aganglionik universal
Dikatakan Hirschsprung aganglionosis universal bila daerah aganglionik meliputi
seluruhkolon dan hampir seluruh usus halus.
2.5 Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama
setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu
dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat
lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.Adanya feses yang
menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yangkhas. Bila telah timbul enterokolitis
nikrotiskans terjadi distensi abdomenhebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah
( Nelson, 2002 : 317 ).
2.6 Etiologi Penyakit Hirschprung
Penyakit Hirschprung terjadi saat perkembangan fetus dimana terjadi kegagalan
perkembangan serabut saraf, kegagalan migrasi serabut saraf, atau terhentinya perkembangan
serabut saraf pada segmen usus.Faktor genetik juga berperan dalam menyebabkan penyakit
Hirschprung. 10% anak dengan Down syndrome (abnormalitas kromosom) menderita
penyakit Hirschprung.
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus
sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down
8
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
2.7 Patofisiologi Penyakit Hirscprung
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik
hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar (Price, S & Wilson,1995 : 141).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion
parasimpatik di submukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu
atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus
abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang berakibat
timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen.
Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi,
mengakibatkan pengeluaran feses,gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan
yang semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran
cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kumanke lumen
usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal
tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona L.Wong,1999:2000)
9
2.8 Komplikasi Penyakit Hirschprung
Komplikasi dari penyakit hirschprung diantaranya sebagai berikut :
a. Obstruksi usus
Adalah suatu penyakit Obstruksi usus sendiri dapat diartikan sebagai
adanya sumbatan mekanik yang terjadi di usus, baik yang sifatnya
parsial maupun total.
b. Kontipasi
Adalah suatu keadaan yang ditandai dengan susahnya keluar feses
c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Ketidak seimbangan cairan disini diakibatkan karena tubuh tidak dapat
mengeluarkan zat sisa dengan baik sehingga dapat mengakibatkan
fungsi keseimbangan cairan dalam tubuh.
d. Entrokilitis Neukrotis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat
kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi
parsial. Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis
anastomosis, sfingter ani dan kolon aganglionik yang tersisa masih
spastic.
Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti
tanda obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara eksplosif cair
dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi parah
yang dapat menyebabkan nekrosis dan perforasi kebocoran
anastomose. Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang
berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat
pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar
anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang
dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu
tubuh terdapat infiltrat atau abses rongga pelvis
e. Pneumatosis usus
f. Abses perikolon
g. Perforasi
h. Septikemia.
10
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan pada penyakit hirschprung diantaranya :
a. Rontgen abdomen (menunjukan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja).
b. Barium enema, yaitu dengan memasukan suatu cairan zat zat radioaktif melalui anus,
sehingga nantinya dapat terlihat jelas di rontgen sampai sejauh manakah usus besar
yang terkena penyakit ini.
c. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat
menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya
dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan
barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.
d. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan
balon di dalam rectum).
e. Pemeriksaan colok anus
Pemeriksaan ini sangat penting, karena dengan pemeriksaan tersebut jari akan
merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan
mekonium atau tinja yang menyemprot.
2.10 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Medik
1. Tindakan pertama pada neonates
Dibuat kolostomi sementara pada bagian usus yang sudah mengandung ganglion;
biasanya dibuat sigmoidostomi one loop, yaitu anus dan ujung paling proksimal dari
bagian usus yang aganglioner dijahit rapat / ditutup kemudian bagian sigmoid yang
mengandung ganglion ini dimuarakan pada kulit.
2. Tindakan definitive
Adalah oprasi membuang bagian yang aganglioner, tapi tetap mempertahankan anus.
bermacam-macam teknik operasi, yaitu:
a. Metode Swenson
Dibuang bagian yang aganglioner dan bagian sisa di rektum dibalikkan keluar,
kemudian bagian yang sehat ditarik dan ditembuskan keluar anus dan dilakukan
anastomosis di luar. Setelah selesai kembali didorong ke dalam. Cara ini disebut
juga metode pull through Swenson.
11
Operasi ini memerlukan waktu lama dan dapat dilakukan setelah anak berusia 2-3
tahun dengan berat badan 12-13 kg. Sekarang ternyata banyak anak laki-laki yang
menjalani opersi dengan teknik ini mengalami impoten karena operasi ini merusak
saraf-saraf yang menuju genital, terutama yang melekat pada prostat.
b. Metode Rehbein / State
Anastomosis tetap dilakukan dengan rektum sisa berada di dalam; ini berarti bagian
yang ditinggalkan itu harus lebih panjang untuk memungkinkan penjahitan yang
berarti pula bahwa ada bagian aganglioner yang ditinggalkan.
Menurut Rehbein walaupun cara ini tidak sehebat Swenson tapi cukup memadai
karena anak dapat defekasi 2-3 hari sekali dan tidak timbul kelainan impotensi, akan
tetapi cara ini mudah terjadi residif.
c. Metode Duhamel
Bagian yang aganglioner tidak dibuang, hanya pada bagian proksimal dari bagian ini
dijahit. Bagian yang hipertrofi dibuang sampai pada bagian yang berdiameter normal
dan ini kemudian ditarik ke arah anal disambungkan tepat di atas muskulus sfingter
ani eksternus pada sisi belakang dari rektum. Jadi dilakukan colo rectostomy end to
side, dengan ini sfingter ani eksternus tetap dipakai, sedangkan bagian yang
aganglioner tidak dipakai.
Menurut metode Duhamel ini, saraf-saraf yang melekat pada prostat tidak diganggu
gugat, trauma operasi kecil sehingga dapat dilakukan pada bayi-bayi usia 8-9 bulan,
bahkan ada yang berani pada bayi usia 4 bulan. Malah pada bayi-bayi yang datang
terlambat, misalnya telah berusia 3-4 bulan dapat langsung dikerjakan metode
Duhamel tanpa mengadakan kolostomi dahulu.
d. Metode Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk
tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun
1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang
aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk
kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
3. Terapi medikamentosa
12
Digunakan antibiotik yang potensial yang dapat membunuh berbagai jenis bakteri
seperti bakteri gram positif dan negatif serta bakteri anaerob. Sebaiknya sebelum
menentukan jenis antibiotik yang dipilih dilakukan kultur sensitivitas sehingga terapi
yang diberikan efektif.
- Ampicilin inj 25mg / kg BB 4 x 1 untuk membunuh bakteri gram positif.
- Gentamicin inj 2,5mg / kg BB 3 x 1 untuk membunuh bakteri gram negative.
- Metronidazole inj 7,5mg / kg BB 4 x 1 untuk membunuh bakteri anaerob.
4. Terapi non medikamentosa
- Diet : sebelum operasi pasien dinjurkan untuk puasa, setelah dilakukan operasi dan
fungsi usus dapat bekerja optimal dapat diberikan ASI atau susu formula melalui
NGT, dan untuk beberapa pasien dapat diberikan diet tinggi serat seperti buah dan
sayuran.
- Selama 6 minggu pasien dianjurkan untuk membatasi aktivitas agar luka operasi dapat
sembuh baik.
B. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penyakit hirschprung
diantaranya :
1. Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode
neonatal, perhatikan utama antara lain Membantu orang tua untuk
mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini.
2. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
3. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis
( pembedahan ).
4. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak
– anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai
status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan
simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat,
tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi
parenteral total.
13
Koping keluarga tidak efektif
2.11 Prognosis
Secara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien
yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan
kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi
sekitar 20%.
2.12 Pathway Hirschprung Disease
14
Usus spastis dan daya dorong tidak ada
pembedahan Gangguan rasa nyaman nyeri
Kurang pengetahuan
Resikoi gangguan integritas kulit
Resiko infeksi
Absensi ganglion maissner and auerbach
Obstipasi dan tidak ada mekonium
Mual, muntah, diare
Volum cairan tubuh menurun
Distensi abdomen hebat
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan pola BAB (konstipasi)
Perubahan status kesehatan anak yang menurun
( pohon masalah hirschprung desease )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hirschprung Desease
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Klien
Berisi nama lengkap klien, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,
no register RS, dan tanggal masuk rumah sakit.
c. Penanggung jawab
Berisi nama penanggung jawab, umur, alamat, dan hubungan dengan klien
2. Riwayat Penyakit.
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut
kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b.Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir
dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering
mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama
beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga
15
yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam.
Diare berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti klien
3. Pemeriksaan Fisik.
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak
yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan
dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja
yang menyemprot.
d. Sistem genitourinarius.
Tidak ada kelainan
e. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem muskuloskeletal.
Kaku (ada gangguan rasa nyaman)
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Akral hangat.
i. Sistem presepsi sensori.
Tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan ronksen dengan foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus
melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
16
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi
usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar
dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan
aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
5. Analisa Data
No Data Senjang Etiologi Masalah
1. - Adanya aganglion di usus yang menyebebkan obstruksi di usus.-Konstipasi
Absensi ganglion maissner and auerbach
↓Usus spastis dan daya dorong
tidak ada↓
Obstipasi dan tidak ada mekonium
Gangguan pola BAB (buang air besar)
2. - Bayi tidak mau nete.- Sering muntah.- Feses yang menyemprot dan bau busuk.
Absensi ganglion maissner and auerbach
↓Mual, muntah,diare
Nutrisi kurang dari kebutuhan
3. - Bayi mengalami diare.- Dehidrasi.- Sering muntah yang berwarna hijau.
Absensi ganglion maissner and auerbach
↓Mual, muntah,diare
Volum cairan tubuh menurun
4. - Adanya ostruksi.- Distensi abdomen pada bayi.- Perut kembung.- Perut tegang.
Absensi ganglion maissner and auerbach
↓Usus spastis dan daya dorong
tidak ada↓
Obstipasi dan tidak ada
Gangguan rasa nyaman nyeri
17
mekonium↓
Distensi abdomen hebat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi (BAB) : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong karena aganglion pada colon.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.
C. Intervensi Keperawatan
No DiagnosaIntervensi
Tujuan Perencanaan Rasional
1. Dx 1 Klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.
- Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.
- Pantau jumlah cairan kolostomi.
- Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.
- Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya.
- Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan
- Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.
2. Dx 2 Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
- Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
- Pantau pemasukan makanan selama perawatan.
- Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
- Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori.
18
- Pantau atau timbang berat badan.
- Untuk mengetahui perubahan berat badan.
3. Dx 3 Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
- Monitor tanda-tanda dehidrasi.
- Monitor cairan yang masuk dan keluar
- Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan
- Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
- Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
- Mencegah terjadinya dehidrasi
4. Dx 4 Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
- Kaji terhadap tanda nyeri dan skala nyeri
- Berikan tindakan kenyamanan pada klien (menggendong, suara halus, ketenangan)
- Berikan obat analgesik sesuai program
- Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
- Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
- Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat
D. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi
1. Dx 1 - Memonitor cairan yang keluar dari kolostomi.- Memantau jumlah cairan kolostomi.- Memantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.
2. Dx 2 - Memberikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.- Memantau pemasukan makanan selama perawatan.
19
- Pantau atau timbang berat badan.
3. Dx 3 - Memonitor tanda-tanda dehidrasi. - Memonitor cairan yang masuk dan keluar- Memberikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.
4. Dx 4 - Mengkaji terhadap tanda nyeri dan skala nyeri- Memberikan tindakan kenyamanan pada klien (menggendong,
suara halus, ketenangan)- Membeerikan obat analgesik sesuai program
E. Evaluasi
Di tangguhkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan karakteristik tidak
adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal. Hal ini menyebabkan adanya obstruksi i
ntestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005).
Penyakit Hirschprung terjadi saat perkembangan fetus dimana terjadi kegagalan
perkembangan serabut saraf, kegagalan migrasi serabut saraf, atau terhentinya perkembangan
serabut saraf pada segmen usus.Faktor genetik juga berperan dalam menyebabkan penyakit
Hirschprung. 10% anak dengan Down syndrome (abnormalitas kromosom) menderita
penyakit Hirschprung.
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus
sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
20
4.2 Saran
PHirschprung adalah sebuah penyakit yang dapat mengancam penderita kalau
penanganannya kurang baik oleh karena itu kepada para tenaga medis yang melakukan
perawatan pada klien dengan Hirschprung tolong perhaatikan prinsip dan kode etik dalam
melakukan asuhan keperawatan.
Penulis berharap kepada Bapak/Ibu Dosen yang menganalisis makalah
ini dapat mengkoreksi kesalahan dan kekurangn dalam makalah supaya
penulis dapat menintrofeksi diri dan memperbaiki makalah menjadi lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik , Edisi 3. Jakarta EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak , buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease in: Ashcraft Pediatric
Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III,
EGC, Jakarta.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Marry. E. Muscari, 2005, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik , Edisi 4. Jakarta : EGC
21