IMPLEMENTASI BAHASA JAWA RAGAM KRAMA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN SIKAP...

133
IMPLEMENTASI BAHASA JAWA RAGAM KRAMA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN SIKAP TA’DZIM SISWA (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga) SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) OLEH Khoiri Alfiyah NIM 23010150287 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2019

Transcript of IMPLEMENTASI BAHASA JAWA RAGAM KRAMA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN SIKAP...

IMPLEMENTASI BAHASA JAWA RAGAM KRAMA SEBAGAI

UPAYA PEMBINAAN SIKAP TA’DZIM SISWA

(Studi Kasus di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH

Khoiri Alfiyah

NIM 23010150287

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

TAHUN 2019

ii

iii

iv

v

vi

MOTTO

سن م هم منين إيمانا أح ملم ال ممؤ عن أبي ىمري رة قال قال رسمولم اللو صلى اللوم علي و وسل أك

خملمقا(رواه الترمذي وأبو داود وأحمد(

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Kaum mukmin yang

paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya

(diantara mereka).” (HR. al-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad)

vii

PERSEMBAHAN

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

kesempatan dan kekuatan, penulis spersembahkan skripsi ini kepada:

1. Kedua orang tua yang saya ta’dhimi Bapak Sunardi dan Ibu Sutarni

yang telah memberikan kasih sayang kepada penulis, semoga segala

yang menjadi perjuangan akan mendatangkan kemanfaatan dunia

akhirat.

2. Kedua adik tercinta yang selalu menjadi pacuan semangat untuk selalu

berbenah diri, semoga semangat berlajar dan pengabdian kepada

orang tua selalu tercurahkan kepada kami.

3. Kepada kakak tercinta mba Ani dan suami, mba Arif dan suami,

kepada mba Irti yang selalu menjadi teladan untuk adik-adiknya.

4. Kepada sahabat Ana Alfi Khamidah, Ika Wiranti, Siti Aina, Zulfa dan

teman-teman PAI H yang selalu memberi dukungan dan semangat.

5. Kepada almamater tercinta IAIN Salatiga yang telah memberikan

keilmuan, kawan, dan guru-guru yang hebat.

6. Bapak Sutomo, M.Pd selaku kepala sekolah SMP Muhammadiyah

Plus Salatiga yang telah memberikan izin dan bimbingan kepada

penulis dalam melakukan penelitian.

7. Ibu Amalina Rizqi Rahmawati, S.Pdselaku guru PAI SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga yang telah membimbing dan

memberikan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian.

viii

8. Ibu Ina Dinawati, S.Sselaku guru bahasa Jawa SMP Muhammadiyah

Plus Salatiga yang telah membimbing dan memberikan informasi

kepada penulis dalam melakukan penelitian.

9. Teman seperjuangan PAI-H yang selalu memberikan dukungan dan

semangat.

10. Teman-teman PPL SMP Muhammadiyah Plus Salatiga yang telah

memberikan pengalaman berharga dan menginspirasi.

11. Teman-teman KKN Posko 85 Wonosegoro yang selalu saling

mendukung dan saling mendoakan.

12. Kepada keluarga besar LDK Fathir Ar-Rasyid yang telah memberi

banyak pengalaman dan teman dalam berorganisasi.

13. Kepada keluarga besar PonPes Mahirul Hikam Assalafi beserta kakak-

kakak pengurus yang telah membekali saya ilmu selama ngaji.

14. Kepada organisasi tercinta Bina Taruna yang telah mengajarkan segala

hal tentang kemasyarakatan sehingga kami dapat berjuang bersama

dalam proses pendewasaan.

15. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini

yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

ix

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, penulis

penjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesepatan dan

kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang

sungguh merupakan nikmat yang luar biasa. Shalwat serta salam semoga selalu

tersanjungkan kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW beserta para

keluarga, sahabat dan pengikut setiap beliau.

Skripsi ini merupakan kajian yang berjudul Implementasi Bahasa Jawa Ragam

Krama sebagaiUpaya Pembinaan Sikap Ta’dhim Siswa studi kasus di SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga. Penulis meyadari bahwa skripsi ini tidak akan

terwujud tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan

kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang

telah membantu, baik berupa moril maupun materil. Untuk itu itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin, M.Ag selaku rektor Institut Agama Islam Negeri

Salatiga.

2. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Agselaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan Institut Agama Islam Negeri.

3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Siselaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama

Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

x

4. Bapak M. Agung Hidayatulloh, S.S., M.Pd.Iselaku pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dukungan yang sangat

berguna bagi keberhasilan studi saya.

5. Bapak Drs. Bahroni, M.Pd selaku pembimbing skripsi yang telah

mencurahkan ketekunan, kesabaran dan bersedia meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan dan penyelesaian

skripsi ini.

6. Segenap dosen dan sivitas akademik Institut Agama Islam Negeri Salatiga

yang telah mencurahkan ilmunnya kepada penulis selama perkuliahan.

Semoga amal kebaikan beliau diterima oleh Allah dan mendapatkan balasan

yang lebih baik. Meskipun bukan karya yang sempurna semoga penelitian ini

dapat bermanfaat.

Tengaran, 9 Juli 2019

Penulis,

Khoiri Alfiyah

NIM. 23010150287

xi

ABSTRAK

Alfiyah, Khoiri. 2019. Implementasi Bahasa Jawa Ragam Krama Sebagai

Upaya Pembinaan Sikap Ta’dhim Siswa (Studi Kasus di SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga). Skripsi. Program StudiPendidikan Islam

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri

Salatiga. Pembimbing: Drs. Bahroni, M.Pd.

Kata Kunci: Sikap Ta‟dhim, Bahasa Jawa Ragam Krama

Ta’dhim adalah syarat dari keberkahan ilmu. Sikap ta’dhim dapat

diterapkan melalui tutur kata yang lembut dan bahasa tubuh yang santun ketika

berbicara dengan guru. Bahasa Jawa adalah bahasa yang istimewa karena

memiliki undha-usuk basa sehingga berbicara harus dengan unggah-ungguh

atau tata krama. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:(1)

bagaimana implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah

Plus Salatiga? (2) apa faktor yang mendorong dan menghambat implementasi

bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga?

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian lapangan

yang bersifat kualitatif deskriptif dengan subjek penelitian Kepala Sekolah SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga, guru PAI, guru bahasa Jawa dan peserta didik.

Adapun cara mengumpulkan dengan melalui observasi, wawancara dan

dokumentasi. Kemudian data dianalisis menggunakan reduksi data, penyajian

data dan penarikan kesimpulan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut, (1) dalam

mengimplementasikan bahasa Jawa ragam kramadi SMP Muhammadiyah Plus

Salatiga memiliki program hari Kamis berbahasa Jawa, menghafal kosa kata

bahsa Jawa yang disusun oleh Tim ISMUBA, adapun implementasi bahasa Jawa

yang uatama dilakukan pada pembelajaran bahasa Jawa. (2) faktor yang

mendorong implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah

Plus adalah adanya semangat dan kesadaran seluruh warga sekolah untuk

melestarikan bahasa Jawa sebagai budaya kearifan lokal, komitmen yang

dibangun untuk selalu menerapkan bahasa Jawa dalam setiap kesempatan dan

keteladanan dari Bapak/Ibu guru. Adapun faktor yang menghambat adalah latar

belakang siswa yang berasal dari berbagai daerah sehingga tidak semua siswa

tidak dapat berbahasa Jawa, minimnya kerjasama dengan wali siswa untuk tetap

menerapkan bahasa Jawa di rumah sebagai bahasa sehari-hari dan intensitas

waktu yang terbatas di sekolah.

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

LOGO IAIN SALATIGA ........................................................................... ii

NOTA PEMBIMBING ............................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN DEKLARSI .................... v

MOTTO ...................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ....................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................ ix

ABSTRAK ............................................................................................... xi

DAFTAR ISI ............................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 3

C. Tujuan Penenlitian.................................................................... 3

xiii

D. Manfaat Penelitian.................................................................... 3

E. Metode Penelitian ..................................................................... 4

F. Definisi Operasional ................................................................. 7

G. Sistematika Penulisan ............................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ......................................................................... 11

1. Bahasa.................................................................................. 11

a. Pengertian Bahasa ........................................................... 11

b. Fungsi Bahasa ................................................................. 12

2. Bahasa Jawa......................................................................... 17

a. Bahasa Jawa .................................................................... 16

b. Strata dalam Bahasa Jawa ............................................... 16

c. Bahasa Jawa Ragam Krama ........................................... 18

d. Unggah-Ungguh dalam Bahasa Jawa ............................. 19

e. Karakteristik Unggah-Ungguh Dalam Bahasa Jawa

Ragam Krama ................................................................. 20

f. Pentingnya Implementasi Bahasa Jawa Ragam Krama .. 21

g. Kedudukan Bahasa Jawa ................................................ 22

h. Konsep Hidaup Rukun Dalam Masyarakat Jawa ........... 24

3. Pembinaan Akhlak............................................................... 29

a. Pengertian Pembentukan Akhlak .................................... 29

b. Metode Pembinaan ......................................................... 30

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak 31

4. Sikap Ta’dhim ..................................................................... 36

a. Pengertian Sikap Ta’dhim ............................................... 36

b. Ciri-Ciri Sikap Ta’dhim .................................................. 37

c. Pembinaan Sikap Ta’dhim Melalui Bahasa Jawa Ragam

Krama ............................................................................. 40

B. Kajian Pustaka .......................................................................... 44

xiv

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ......................................................................... 47

B. Sumber Data ............................................................................. 48

C. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 48

D. Lokasi Penelitian ...................................................................... 53

E. Analisis Data ............................................................................ 53

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah Plus Salatiga ........... 56

B. Penyajian Data.......................................................................... 58

C. Analisis Data ............................................................................ 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................... 72

B. Saran ......................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 74

Lampiran-Lampiran

xv

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Surat Penunjukan Pembimbing

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

1. Surat izin penelitian

2. Surat keterangan melakukan penelitian

Lanpiran 4. Pedoman wawancara

1. Daftar pertanyaan

Lampiran 5Transkip wawancara

Lampiran 6 Catatan observasi

Lampiran 7 Daftar guru dan daftar peserta didik

1. Daftar guru

2. Daftar peserta didik

Lampiran 9Foto dokumentasi penelitian

1. Foto temuan penelitian

Lampiran 10 Lembar Konsultasi

Lampiran 11Daftar Nilai SKK

Lampiran 12 Daftar riwayat hidup

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sikap ta’dhim adalah kunci dari keberkahan ilmu. Imam Az-

Zarnuji (2012:70) mengatakan bahwa seorang pelajar tidak akan

mendapatkan ilmu dan tidak akan mendapatkan kemanfaatan ilmu kecuali

dengan mengagungkan ilmu, mengagungkan orang-orang yang berilmu

dan mengagungkan serta menghormati guru. Sikap ta’dhim dapat

diterapkan salah satunya melalui tutur kata yang santun kepada guru.

Seiring berkembangnya teknologi sikap ta’dhim semakin perlu untuk

dibina. Hal ini disebabkan tidak adanya batasan dalam berkomunikasi

sehingga menimbulkan sikap bebas pada kalangan pelajar.

Pada zaman modern ini bahasa daerah sering ditinggalkan dan

generasi muda lebih memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.

Salah satu bahasa yang mulai ditinggalkan adalah bahasa Jawa. Suatu

bahasa menjadi tergeser karena mendapat banyak pengaruh, salah satunya

melalui teknologi yang sebagian besar bahasanya berasal dari kosakata

bahasa Indonesia maupun kosakata bahasa asing. Bahasa tersebut bergeser

karena tuntutan sosial dan ekonomi. Menurut Mulyanto (dalam Marmanto,

2010: 20) menyatakan bahwa sejak kemerdekaan RI, bahasa Jawa hanya

diambil alih oleh bahasa Indonesia, sehingga prestise bahasa Jawa semakin

menurun.

2

Bahasa Jawa adalah bahasa yang istimewa karena memiliki tatanan

undha-usuk basa (strata bahasa) yang mengharuskan berbicara

menggunakan unggah-ungguh (tata krama). Alasan generasi muda

memilih tidak menerapkan bahasa Jawa adalah karena adanya tatanan

bahasa yang sulit. Karena bahasa Jawa memiliki tatanan strata bahasa

maka diharapkan dengan diterapkannya bahasa Jawa di sekolah dapat

membina sikap ta’dhim peserta didik.

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga adalah sekolah unggulan di

Salatiga. Sebagai sekolah unggulan SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

menginginkan peserta didik unggul dalam bidang akademis maupun

unggul dalam berakhlak. Dalam membina akhlak peserta didik SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga memiliki program-program unggulan yang

berbeda dengan sekolah lain. Dimulai dari pagi ketika sampai di sekolah

peserta didik disambut dengan jabatan tangan dari Bapak Ibu guru.

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga memiliki semangat yang tinggi

dalam melestarikan kebudayaan daerah. Kepala sekolah dan seluruh

dewan guru menginginkan peserta didik menjadi pelajar yang unggul

dalam akademis, kuat dalam spiritual, baik dalam berakhlak dan mencintai

budaya. Penguatan habit and cultur menjadi visi sekolah tersebut. Dalam

rangka mendukung kelestarian budaya kearifan lokal SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga memiliki program implementasi bahasa

Jawa ragam krama.

3

Berangkat dari latar belakang masalah tersebut maka penulis

tertarik untuk membuat judul IMPLEMENTASI BAHASA JAWA

RAGAM KRAMA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN SIKAP

TA’DHIM PESERTA DIDIK (STUDI KASUS DI SMP

MUHAMMADIYAH PLUS SALATIGA).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga tahun 2019?

2. Apa faktor pendorong dan penghambat implementasi bahasa Jawa

ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga tahun 2019?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga tahun 2019?

2. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat implementasi

bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga tahun

2019?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif

sebagai tolak ukur dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

4

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti berharap dapat mengetahui peran bahasa Jawa ragam

krama sebagai upaya membina sikap ta’dzhim peserta didik.

b. Bagi peserta didik dengan adanya penelitian ini diharapkan

memiliki kesadaran dan memilliki kemampuan untuk bersikap

ta’dhim kepada orang yang lebih tua.

c. Bagi guru penelitian ini diharapkan dapat menjadi insprasi untuk

mendidik sikap peserta didik agar memiliki sikap ta’dhim.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi dll., secara holistik dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode alamiah (Moleong,

2009: 6). Penelitian ini adalah salah satu penelitian dengan pendekatan

studi kasus. Penelitian studi kasus adalah jenis penelitian kualitatif

yang mendalam tentang individu, kelompok, institusi, dan sebagainya

dalam waktu tertentu (Sugiarto, 2015:12). Dalam penelitian ini peneliti

akan meneliti fenomena-fenomena penerapan bahasa Jawa ragam

krama di desa SMP Muhammadiyah Plus Salatiga.

5

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer akan diperoleh dari pihak-pihak yang

bersangkutan langsung dengan obyek penelitian, diantaranya

kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan dan peserta didik secara

kolektif.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh guna mendukung penelitian

meliputi, data profil SMP Muhammadiyah Plus Salatiga,

dokumentasi kegiatan SMP Muhammadiyah Plus Salatiga, dan

literatur yang berkaitan dengan judul.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Observasi

Metode observasi adalah kegiatan penelitian yang

dilaksanakan untuk memperoleh informasi faktual dari gejala-

gejala yangmuncul dari objek penelitian, baik tentang institusi

sosial, ekonomi, atau politik di suatu daerah (Nazir, 1983: 65).

Metode ini menjadi metode prioritas dalam penelitian.

b. Metode Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh informasi untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara pewawancara dengan nrasumber (Nazir, 1983: 234).

Peneliti akan melakukan wawancara kepada informan yang

6

berkaitan dengan penelitian secara langsung, meliputi kepala

sekolah SMP Muhammadiyah Plus Salatiga sebagai pemimpin

sekolah tersebut sehingga dirasa memahami keadaan peserta

didiknya. Selain itu peneliti akan mewawancarai guru dan peserta

didik untuk mengetahui keadaan sosial dan bahasa keseharian yang

diterapkan.

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi adalah dapat berupa tulisan pribadi seperti

buku harian, bisa pula berupa dokumen resmi seperti surat-surat

instansi (Nasution, 2003: 85). Dokumentasi diperlukan guna

memberikan data yang konkrit meliputi dokumen wawancara,

kondisi sosial, dan data peserta didik SMP Muhammadiyah Plus

Salatiga.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SMP Muhammadiyah Plus

Salatiga yang terletak di Togaten. Sekolah tersebut adalah salah satu

sekolah unggulan di kota Salatiga. Sebagian besar peserta didik

berlatar belakang kelas sosial menengah ka atas yang lebih sering

berbahassa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Jawa terlebih

bahasa krama. Oleh sebab itu peneliti merasa tertarik untuk

mengobservasi sikap dan perilaku peserta didik.

5. Analisis Data

7

Analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

analisis kualitatif deskriptif yaitu data yang didapat dari responden

berupa kata-kata dengan apa adanya kemudian data diuraikan atau

dianalisis menggunakan kata-kata apa yang melatarbelakangi perilaku

responden. Kemudian direduksi, disimpulkan dan diveritisikasikan

kepada responden.

F. Definisi Operasional

1. Bahasa Jawa

Bahasa Jawa mengenal stratifikasi sosial yang rumit terkait dengan

unggah-ungguh atau tata krama. Dalam bahasa Jawa terdapat sistem

yang menyangkut perbedan kedudukan, pangkat, umur serta tingkat

keakraban dengan lawan bicara.. Dalam konsepsi orang Jawa, berbagai

gaya ini menyebabkan adanya tigkatan bahasa yang berbeda tinggi-

rendahnya (Roqib, 2007:44-45).

Dalam kerangka menggunakan bahasa lisan dan bahasa tubuh

(body language), masyarakat Jawa mengenal istilah dupak dugang,

esem mantri, yaitu senyum bupati (simbol seorang pemimpin) cukup

untuk merespon sesuatu, tetapi bila lurah marah, ia menggunakan

suara yang keras. Dalam hal ini dapat diahami bahwa struktur sosial

seseorang memengaruhi penggunaan bahasa, misalnya orang ningrat,

pejabat, atau orang berpendidikan dirasa kurang tepat jika

menggunakan bahasa yang kasar atau terlalu banyak. Sedangkan orang

8

biasa, awam, atau miskin menggunakan bahasa yang kasar dan jorok

dianggap biasa dan dapat dimaklumi (salah kaprah) (Roqib, 2007: 46).

2. Ta’dhim

Ta’dhim dalam bahasa Inggris adalah respect yang mempunyai

makna sopan-santun, menghormati dan mengagungkan orang yang

lebih tua atau dituakan. W.J.S. Poerwadarminta mengatakan bahwa

sikap ta’dhim adalah perbuatan atau perilaku yang mencerminkan

kesopanan dan menghormati kepada orang lain terlebih kepada orang

yang lebih tua darinya atau pada seorang kyai, guru dan orang yang

dimulyakan.

Menurut A. Ma‟ruf Asrori sikap ta’dhim diartikan lebih luas lagi

yaitu bukan hanya bersikap sopan dan menghormati saja akan tetapi

lebih dari itu, yaitu:

a. Konsentrasi dan memperhatikan.

b. Mendengarkan nasehat-nasehatnya.

c. Meyakini dan merendahkan diri kepadanya.

Lebih lanjut oleh ma‟ruf dijelaskan bahwa sikap-sikap tersebut diatas

merupakan wujud dari sikap mengagungkan seorang guru.

Dari beberapa pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa

sikap ta’dhim adalah suatu totalitas dari kegiatan ruhani (jiwa) yang

direalisasikan dengan prilaku dengan wujud sopan-santun,

menghormati orang lain dan mengagungkan guru.

Sikap ta’dhim ini wajib dilakukan oleh siswa kepada gurunya

9

(http://perahujagad.blogspot.com/2014/10/sikap-tadzim-siswa-kepada-

guru-dalam.html)

3. Bahasa Jawa ragam krama

Yang dimaksud dengan ragam krama adalah bentuk unggah-

ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama, atau yang

menjadi unsur inti di dalam ragam krama, bukan leksikon lain. Ragam

krama merupakan bentuk yang digunakan sebagai bentuk hormat

dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Afiks yang biasa

digunakan antara lain dipun-, -ipun, dan –aken.

Dalam bahasa Jawa ragam krama dibedakan menjadi dua yaitu

krama lugu dan krama alus. Krama lugu merupakan bentuk krama

yang kadar kehalusannya rendah. Meskipun demikian, krama lugu

masih lebih halus jika dibandingkan dengan bentuk ngoko dan madya.

Bentuk krama yang lain adalah krama alus. Krama alus adalah bentuk

bahasa Jawa yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan

dapat ditambah dengan leksikon krama inggil atau krama andhap.

Meskipun begitu,yang menjadi leksikon inti dalam ragam ini hanyalah

leksikon yang berbentuk krama (Dwianti, 2012: 459).

G. Sistematika Penulisan

Guna memperoleh gambarandan pemaham yang menyeluruh

tentang penelitian ini maka peneliti menyusunnya dalam bentuk yang

10

sistematis. Sistematika penulisan ini disusun dari bab ke bab. Adapun

sistematika penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,

penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi kajian pustaka yang membahas tentang penelitian

terdahulu, pengertian bahasa, pengertian bahasa Jawa ragam krama dan

penerapannya, konsep hidup rukun, sikap ta’dhim, dan peran bahasa Jawa

ragam krama.

Bab III menyajikan tentang metode penelitian peran bahasa Jawa

ragam krama dalam membina sikap ta’dhim siswa.

BAB IV berisi tentang deskripsi analisis hasil penelitian

implementasi berbahasa Jawa ragam krama sebagai upaya pembinaan

sikap ta’dhim siswa (Studi kasus di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga).

BAB V adalah penutup yang menjelaskan kesimpulan hasil

penelitian implementasi bahasa Jawa ragam krama sebagai upaya

pembinaan sikap ta’dhim siswa (Studi kasus di SMP Muhammadiyah Plus

Salatiga).

11

BAB II

LANDASAN TOERI

A. Landasan Teori

1. Bahasa

a. Pengertian Bahasa

Widjono (2017: 14-25) menjelaskan bahwa bahasa adalah

sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi

oleh masyarakat pemakainya. Menurut Widjono (2017: 15-25)

bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu

seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya, sistem tersebut

menyangkut unsur-unsur berikut:

1) Sitem lambang yang bermakna dan dapat dipahami oleh

masyarakat pemakainya.

2) Sistem lambang tersebut bersifat konvensional yang ditentukan

oleh masyarakat pemakainya berdasarkan kesepakatan.

3) Lambang-lambang tersebut bersifat arbiter (kesepakatan)

digunakan secara berulang dan tetap.

4) Sistem lambang tersebut bersifat terbatas, tetapi produktif.

Artinya, dengan sistem yang sederhana dan jumlah aturan yang

terbatas dapat menghasilkan jumlah kata, frasa, klausa, kalimat,

paragraf, dan wacana ynag tidak terbatas jumlahnya.

5) Sistem lambang tersebut bersifat unik, khas, dan tidak sama

dengan bahasa lain.

12

6) Sistem lambang dibangun berdasarkan kaidah yang bersifat

universal. Hal ini memungkinkan bahwa suatu sistem bisa

sama dengan sistem bahasa lain.

b. Fungsi Bahasa

Fungsi bahasa menurut Widjono (2017: 15-22) adalah sebagai

berikut:

1) Sebagai sarana komunikasi

Bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat.

Fungsi tersebut digunakan dalam berbagai lingkungan,

tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam, misalnya,

komunikasi ilmiah, komunikasi bisnis, komunikasi kerja,

komunikasi sosial, dan komunikasi budaya. Untuki itu

pemakaian bahasa komunikatif memerlukan pengetahuan dan

ketrampilan menggunakan berbagai ragam bahasa yang dapat

mendukung pengembangan pengetahuan, ketrampilan,

pemikiran, dan sikap yang hendak dikomunikasikannya.

2) Bahasa sebagai sarana integrasi dan adaptasi

Dengan bahasa seseorang dapat menyatakan hidup bersama

dalam suatu ikatan. Misalnya: integritas kerja dalam sebuah

institusi, integritas karyawan dalam sebuah departemen,

integritas berbangsa dan bernegara dan lain-lain. Integritas

tersebut membawa dampak positif, misalnya harus beradaptasi

13

dalam integritas tersebut sehingga tidak menimbulkan konflik

dan perpecahan.

3) Bahasa sebagai kontrol sosial

Bahasa sebagai kontrol sosial berfungsi untuk

mengendalikan komunikasi agar orang yang terlihat dalam

komunikasi dapat saling memahami. Masing-masing

mengamati ucapan, perilaku, dan simbol-simbol lain yang

menunjukkan arah komunikasi. Dalam kegiatan sehari-hari

bahasa sebagai bentuk timbal balik, baik secara lisan maupun

tulisan. Masyarakat dpat saling memberi saran, kritik, nasihat,

tegur sapa dan sebagainya.

4) Bahasa sebagai sarana ekspresi diri

Orang tidak memiliki pemahaman tanpa pengungkapan.

Bahasa sebagai ekspresi (pengungkapan) atas pemahaman

dirinya dapat dilakukan dari tingkat yang paling sederhana

hingga tingkat ekspresi yang kompleks. Manusia berekspresi

dengan bahasa dalam menyatakan cinta, rasa sedih, rasa

bahagia dan kecewa.

5) Bahasa sebagai sarana memahami orang lain

Untuk menjamin efektivitas komunikasi, seseorang perlu

memahami orang lain, sebagaimana ia memahami dirinya

sendiri. Dengan pemahaman terhadap seseorang, pemakai an

14

bahasa dapat mengenali berbagai hal mencakup kondisi pribadi

lawan bicaranya.

6) Bahasa sebagai sarana mengamati lingkungan sekitar

Manusia bagian dari lingkungan sekitar, baik lingkungan

sosial maupun lingkungan alam. Keberhasilan seseorang

menggunakan kecerdasannya ditentukan oleh kemampuannya

memanfaatkan situasi lingkungan sehingga memperoleh

kreativitas baru yang membawa keuntungan kepada

masyarakatnya. Untuk mencapai kreativitas tersebut, seseorang

harus mengamati secara cermat dengan sasaran dan target yang

jelas sehingga dapat mengukur tingkat keberhasilannya.

Bahasa sebagai alat untuk mengamati masalah tersebut

harus diupayakan kepastian konsep, kepastian makna, dan

kepastian proses berpikir sehingga dapat mengekspresikan hasil

pengamatan tersebut secara pasti (eksak). Misalnya, apa yang

melatarbelakangi pengamatan, bagaimana masalahnya,

mengidentifikasi objek apa yang diamati, menjelaskan metode,

mengamati, apa tujuan mngamati, bagaimana hasil

pengamatan, dan apa kesimpulannya.

7) Bahasa membangun karakter

Kecerdasan merupakan bagian dari karakter manusia.

Kemampuan berbahasa yang efektif, logis, sistematis, jelas dan

mudah dipahami merupakan refleksi kecerdasan. Sebaliknya,

15

kekurangmampuan berbahasa dapat mencerminkan tingkat

kecerdasannya. Kurangnya kemampuan berbahasa ini berakibat

pada ketidak jelasan dan kelambanan berekspresi dan

memahami konsep informasi dari orang lain. Lebih lanjut,

kemampuan ini berdampak pada penilaian karakter seseorang.

8) Bahasa sabagai sarana menciptakan kreativitas baru

Setiap orang memiliki bakat alam yang dibawanya sejak

lahir. Bakat itu berupa dorongan untuk berekspresi dan

berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa sebagai sarana

berekspresi dan berkomunikasi berkembang menjadi sarana

berpikkir logis yang memungkinkan pemakainnya untuk

mengembangkan segala potensinya. Perkembangan itu sejalan

dengan potensi akademik yang dikembangkannya melalui

pendidikan yang kemudian berkembang menjadi bakat

intelektual.

Jika didukung dengan wawasan yang luas dan pemikiran

kritis, seseorang akan mampu menciptakan kreativitas baru

berdasarkan potensi alam, potensi akademis, potensi sosial dan

ekonomi yang dikuasainya.

Kita menyadari betapa banyaknya potensi budaya yang

dimiliki oleh Indonesia khususnya pulau Jawa. Terlihat bahwa

budaya-budaya kita telah tergeser dengan budaya barat. Tidak

akan ada pelestarian tanpa kretivitas baru. Kreativitas tidak

16

dapat muncul dan direalisasikan jika tidak memahami bahasa,

bahasa nasional, bahasa internasional dan bahasa daerah.

2. Bahasa Jawa

a. Bahasa Jawa

Bahasa Jawa mengenal stratifikasi sosial yang rumit terkait

dengan unggah-ungguh atau tata krama. Dalam bahasa Jawa

terdapat sistem yang menyangkut perbedan kedudukan, pangkat,

umur serta tingkat keakraban dengan lawan bicara. Dalam konsepsi

oang Jawa, berbagai gaya ini menyebabkan adanya tigkatan bahasa

yang berbeda tinggi-rendahnya (Roqib, 2007:44-45).

Dalam kerangka menggunakan bahasa lisan dan bahasa tubuh

(body language), masyarakat Jawa mengenal istilah dupak dugang,

esem mantri, yaitu senyum bupati (simbol seorang pemimpin)

cukup untuk merespon sesutu, tetapi bila lurah marah, ia

menggunakan suara yang keras. Dalam hal ini dapat diahami

bahwa struktur sosial seseorang memengaruhi penggunaan bahasa,

misalnya orang ningrat, pejabat, atau orang berpendidikan dirasa

kurang tepat jika menggunakan bahasa yang kasar atau terlalu

banyak. Sedangkan orang biasa, awam, atau miskin menggunakan

bahasa yang kasar dan jorok dianggap biasa dan dapat dimaklumi

(salah kaprah) (Roqib, 2007: 46).

b. Strata Dalam Bahasa Jawa

17

Masyarakat Jawa mengutamakan unggah-ungguh atau

tatakrama, karena memiliki rasa rendah hati dan senang

menghormati orang lain namun bukan berarti merasa menjadi

rendah diri dan tidak bermartabat. Sama halnya dengan masyarakat

suku lainn, masyarakat suku Jawa selalu menjaga harga diri dan

kehormatan. Mereka memilki cara tersendiri untuk menjunjung dan

melindungi martabatnya, yaitu dengan menerapkan unggah-

ungguh atau tatakrama. Unggah-ungguh adalah urutan bahasa

menurut kedudukan tatakrama (Haryana, Supriya,2001 : 1).

Masyarakat suku Jawa hidup dengan falsafah keharmonisan

yang sangat humanstik. Mereka berpedoman bahwa dengan

menghormati orang lain tidak akan menjadikan dirinya rendah

sebaliknya syarat untuk dihormati adalah dengan menghormati.

Dimanapun kita berada jika bersikap santun orang akan segan dan

cenderung tidak meremehkan.

Dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki tatakrama dalam

kehidupan masyarakat suku Jawa apabila berbicara dengan orang

lain maka ia akan memiliki arah pembicaraan yang jelas,

memerhatikan kedudukan bahasa, dan memiliki susila sehingga

menjadikan sejuk dan nyaman bagi orang yang mendengarkan.

Menurut Haryana dan Supriya (2001:1) dalam unggah-

ungguh basa terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan

berkaitan dengan kedudukan bahasa. Faktor-faktor ini akan

18

menjadi pertimbangan dalam berbicara dengan orang lain. Faktor-

faktor tersebut adalah:

1) Faktor umur, contohnya anak kecil wajib menghormati orang

dewasa, anak muda wajib menghormati orang tua.

2) Faktor kekerabatan, contohnya keponakan wajib

menghormati paman dan bibinya walaupun seandainya

pangkat keponakan lebih tinggi.

3) Faktor derajat pangkat, contohnya warga masyarakat

menghormati kepala desa dan jajaran kepengurusannya.

4) Faktor kelas sosial, contohnya umumnya golongan mnengah

ke atas lebih dihormati.

5) Faktor keturunan, contohnya golongan ningrat dan

bangsawan harus dimormati , karena mereka adalah

pemimpin berjalannya sebuah negara.

6) Faktor kualitas diri, contohnya sarjana, seniman, budayawan,

ulama, dan pahlawan menduduki kelas terhormat.

7) Faktor keakraban, contohnya terhadap orang yang belum

kenal atau belum akrab hendaknya lebih berhati-hati dalam

berbicara, dengan menggunakan basa krama.

c. Bahasa Jawa Krama

Seperti bahasa yang lain, bahasa Jawa memiliki ciri khas dan

sebuah sistem yang di dalamnya terdapat komponen-komponen

yang sifatnya otonom. Leksikon bahasa Jawa memuat dua buah

19

kelommpok yang berposisi satu dengan yang lainnya secara

semantis. Kelompok tersebut merupakan sebuah perpaduan dari

kata reesmi dan non-resmi. Ciri khas dari kata krama adalah kata

yang yang mengungkapkan suatu sifat resmi. Sedangkan kata

ngoko ditandai dengan ketidakhadiran sifat resmi. Sebagai sebuah

kategori, kelompok ngoko dan krama mempunyai kedudukan

istimewa dalam banyak sistem semantis dari leksikon bahsasa Jawa

(Uhlenbeck, 1982: 311).

Dalam kata resmi memiliki ciri-ciri antara lain adalah, pertama

kata itu mengacu kepada kehidupan sehari-hari dan memiliki

frekuensi yang tinggi dalam naskah. Kedua, kata resmi dipakai

untuk menyatakan konsep umum bukan khusus. Ketiga, kata resmi

memiliki makna objektif tidak pernah memiliki makna subjektif

(Uhlenbeck, 1982: 313-314).

d. Unggah-ungguh dalam bahasa Jawa ragam krama

Unggah-ungguh adalah aturan sopan santun, tatakrama,

etika dalam pergaulan suku Jawa yang didasarkan pada undha-usuk

basa atau strata bahasa. Menurut Haryana dan Supriya (2001:172)

terdapat aturan dalam menerapkan unggah-ungguh basa yaitu:

1) Harus memerhatikan etika ketika berbicara dengan orang lain,

dengan cara memerhatikan posisi diri sendiri yang ditentukan

oleh umur, kekerabatan, pangkat, gelar, urutan silsilah

keluarga dan kelas sosial lawan bicara.

20

2) Harus memahami suasana ketika berbicara, peka terhadap

segala bahasa tubuh dari lawan bicara agar dapat

memposisikan diri dengan baik dan benar.

3) Memerlukan hati yang tulus dan ikhlas secara lahir dan batin

untuk menghormati orang lain. Sehingga sikap hormat yang

dimiliki tidak hanya sebatas sandiwara.

4) Sikap hormat yang lahir batin akan mewujudkan tentramnya

suasana berupa bahasa tubuh dan mimik wajah yang selaras

kesantunannya.

5) Sikap ramah, hati lembut dan keakraban akan menjadikan

suasana kekeluargaan yang kuat.

6) Harus dapat menyelaraskan dan menyeimbangkan antara

menghormati orang lain dan menjaga harga diri. Terlalu

menunduk dan membungkuk akan menjadikan hilangnya harga

diri. Sebaliknya apabila tidak pernah menunduk akan terlihat

angkuh dan sombong. Oleh karena itu harus bijaksana dalam

menerapkan bahasa tubuh.

7) Harus memiliki wibawa dan bijaksana dalam berkata, dalam

berpenampilan maupun dalam beretika. Harga diri akan

ditentukan oleh tiga hal tersebut, perkataan, penampilan dan

etika atau tatakrama.

e. Karakteristik Unggah-Ungguh DalamBahasa Jawa Ragam

Krama

21

Menurut Hayana dan Supriya (2001: 123) terdapat

karakteristik dalam unggah-ungguh bahasa Jawa yang

membedakan dengan bahasa yang lain yaitu:

1) Unggah-ungguh basaadalah jati diri bahasa Jawa, sebuah

bahasa yang memiliki tatanan undha-usuk basa, yang tersusun

dari basa ngoko, basa ngoko alus, basa krama dan basa krama

alus.

2) Unggah-ungguh basa berupa sebuah sistem yang tersusun

secara sistematis menjadi satu kesatuan dan komprehensif

yang saling berhubungan antara satu bagian dengan bagian

yang lain.

3) Pembagian undha-usuk basa adalah sebagai berikut:

a) Tataran kalimat, yang berwujud ngoko, krama dan

krama inggil.

b) Tataran ater-ater (awalan) dan ukara panambang

(imbuhan) yang digunakan dalam ragam ngoko, krama

dan krama inggil.

c) Ragam ukara tandang (kalimat aktif), ukara tanduk

(kalimat pasif), ukara pitaken (kalimat tanya) dan

ukara perintah (kalimat perintah).

f. Pentingnya Implementasi Bahasa Jawa Ragam Krama

22

Menurut Hayana dan Supriya (2001: 123) pentingnya

menerapkan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari adalah

sebagai berikut:

1) Bahasa Jawa memiliki unggah-ungguh basa sebagai sumber

dalam bertika untuk menghormati orang yang lebih tua sebagai

dasar untuk membina luhuring budi (akhlak mulia).

2) Sebagai orang Jawa harus merasa memiliki bahasa Jawa dan

memiliki kesadaran kewajiban melestarikan bahasa Jawa.

g. Kedudukan Bahasa Jawa

Pergeseran budaya mengindifikasikan adanya pergerseran

moralitas bangsa. Menurut Dewianti (2012: 464) terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi kepunahan bahasa Jawa, antara lain

adalah:

1) Faktor Kedwibahasaan

Faktor kedwibahasan adalah situasi dimana dalam suatu

masyarakat digunakan lebih dari satu bahasa. Pada umumnya

gejala ini tidak dapat dielakkan dalam masyarakat. Saat ini

bahasa Indonesia telah didaulat menjadi bahasa persatuan dan

bahasa resmi di sekolah dan institusi-institusi lainnya. Hal ini

menjadikan siswa terbiasa menggunakan bahasa Indonesia

dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa menganggap dan menggunakan bahasa Indonesia

sebagai leksikon bahasa Jawa krama, seperti kata sakit

23

menggantikan kata gerah, kata sembuh menggantikan kata

saras. Penggunaan bahasa Jawa krama lebih menantang karena

lawan bicara bisa jadi berasal dari latar belakang bahasa yang

berbeda. Generasi yang tinggal di perbatasan bahasa lebih

memilih menggunakan bahasa ngoko dan mengalami

percampuran bahasa.

2) Faktor Media dan Teknologi

Tren penggunaan bahasa Indonesia yang diperkenalkan

oleh media televisi telah menggeser penggunaan bahasa daerah

dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahasa Indonesia

pada stasiun-stasiun televisi nasional telah mengalihkan

kebiasaan generasi muda dalam berbahasa daerah menjadi

berbahasa Indonesia. Hal ini sangat wajar terjadi karena

intensitas generasi muda dalam menonton televisi adalah setiap

hari. Bahasa yang digunakan di media televisi menjdi kiblat

penggunaan bahasa oleh generasi muda.

3) Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Kurang Maksimal

Pembelajaran bahasa Jawa di sekolah bertujuan agar siswa

mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dengan baik

dan benar. Dalam hal penggunaan bahasa krama pembelajaran

di sekolah kurang maksimal. Pembelajaran bahasa Jawa tidak

digunakan sebagai bahasa yang komunikatif, namun lebih

menekankan pada aspek struktural.

24

Kurang maksimalnya pembelajaran bahsa Jawa dapat

dibuktikan melalui leksikon bahasa Jawa yang masih

dipertahankan oleh siswa. Jenis leksikon bilangan dan binatang

masih bertahan, namun jenis leksikon dalam bentuk kata kerja

semakin hilang. Dalam pembentukan kalimat kata kerja

merupakan hal yang inti. Hal ini membuktikan siswa semakin

kurang kemampuannya dalam menyusun gagasan dalam

kalimat bahasa Jawa krama.

h. Konsep Hidup Rukun dalam Masyarakat Jawa

Menurut Magnis (1985: 38) terdapat dua kaidah yang

menentukan pola pergaulan dalam massyarakat Jawa, yaitu kaidah

prinsipkerukunan dan kaidah prinsip hormat. Adapun

penjelasaannya adalah sebagai berikut:

1) Rukun

Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan

masyarakat yang harmonis. Keadaan semacam itu disebut

rukun. Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat

dipertahankan pada semua keadaan sosial. Berlaku rukun

berarti menghilangkan kata-kata ketegangan dalam masyarakat

atau pribadi-pribadi sehingga hubungan sosial tetap terlihat

selaras dan baik (Magnis, 1985: 38).

Terdapat dua tuntutan dalam prinsip kerukunan. Pertama,

dalam pandangan masyarakat Jawa yang menjadi poin

25

bukanlah menciptakan keadaan keselarasan sosial, melainkan

lebih untuk tidak mengganggu keselarasan yang sudah

terwujud (Magnis, 1985: 38).

Kedua, prinsip rukun pertama-tama tidak menyangkut suatu

sikap batin atau keadaan jiwa, melainkan penjagaan

keselarasan dalam pergaulan. Yang diatur adalah permukaan

hubungan-hubungan sosial yang kentara. Yang perlu dicegah

ialah konflik-konflik yang terbuka. Agar manusia dapat hidup

sesuai tuntutan kerukunan dengan harmonis maka, ditentukan

sikap-sikap batin tertentu. Tuntutan agar semua pihak menjaga

kerukunan tidak mengenai sikap-sikap batiin tersebut,

melainkan agar ketentraman masyarakat tidak terganggu, dan

jangan sampai tampak adanya perselisihan (Magnis, 1985:

40).

2) Berlaku Rukun

Suatu konflik menjadi pecah apabila kepentingan-

kepentingan yang saling bertentangan bertabrakan. Sebagai

cara bertindak kerukunan menuntut agar individu bersedia

menomorduakan, bahkan bila perlu melepaskan kepentingan

pribadi demi kesepakatan bersama (Magnis, 1985: 40).

Masyarakat Jawa telah mengembangkan norma-norma

kelakuan yang diharapkan dapat mencegah terjadinya emosi-

emosi yang dapat menimbulkan konflik. Sekurang-kurangnya

26

dapat mencegah agar emosi tidak pesah secara terbuka. Norma

tersebut berlaku dalam lingkungan hidup masyrakat kecuali

dalam keluarga inti di mana kekuatan simpati spontan (tresna)

biasanya mencegah terjadinya emosi-emosi agresif atau

sekurang-kurangnya dapat membatasinya. Norma tersebut

terangkum dalam tuntutan untuk selalu mawas diri dan

menguasai emosi (Magnis, 1985: 41).

Bagi masyarakat Jawa harus hati-hati dalam situasi-situasi

dimana kepentingan-kepentingan yang berlawanan saling

berhadapan. Suatu permintaan atau tawaran tidak boleh

langsung ditolak. Jawaban yang tepat adalah suatu jawaban

nggih yang sopan yang tidak pernah langsung kata mboten.

Sebaiknya permintaan dan tawaran tidak diajukan secara

langsung, melainkan harus direncanakan dan disusun agar

permintaan tersebut dapat diterima dengan baik (Magnis, 1985:

42).

Satu keutamaan yang dihargai oleh masyarakat Jawa

adalah kemampuan untuk mengatakan hal-hal yang tidak enak

secara tidak langsung. Berita yang tidak disenangi, pringatan-

peringatan dan tuntutan-tuntutan tidak diajukan secara

langsung kepada seseorang, melainkan harus dipersiapkan

terlebih dahulu. Suatu pembicaraan yang beradab sering

nampak iseng-iseng saja sebelum muncul sesuatu yang berarti.

27

Dengan demikian setiap pihak memiliki kesempatan untuk

menyusun dan mempersiapkan diri secara emosional. Apabila

akhirnya pembicaraan sudah sampai pada masalah yang

sebenarnya, maka tidak ada bahaya besar dan timbulnya reaksi

emosional yang berlebihan (Magnis, 1985: 43).

Suatu teknik lain untuk menghindari kekecewaan adalah

kebiasaan untuk berpura-pura. Kemampuan untuk be-ethok-

ethok adalah suatu seni yang tinggi dan dinilai positif. Ethok-

ethok berarti bahwa diluar lingkungan keluarga inti seseorang

tidak akan memperlihatkan apa yang sebenarnya. Hal ini

terutama berlaku pada perasaan negatif. Meskipun dalam

keadaan sedih yang mendalam, ia diharapkan tersenyum.

Begitupun perasaan positif yang kuat hendaknya juga ditutupi

kecuali dlaam lingkungan yang sangat akrab. Usaha ini adalah

untuk menjaga tingkat keakraban tetap sedang-sedang saja

(Magnis, 1985: 43).

Suatu sarana yang ampuh untuk mencegah konflik adalah

dengan tatakrama masyarakat Jawa yang mengatur semua

bentuk interaksi langsung di luar lingkungan keluarga inti dan

lingkungan teman-teman akrab. Tatakrama tersebut

menyangkut gerak badan, urutan duduk, isi dan bentuk suatu

pembicaraan. Bahasa Jawa sangat cocok untuk itu, suatu

pembicaraan untuk orang-orang beradab harus dijalankan

28

dalam bentuk krama, namun bahasa krama tidak menyediakan

kemungkinan untuk bicara kasar, untuk mengumpat, untuk

memberi perintah secara langsung atau untuk menampakkan

emosi (Magnis, 1985: 45).

3) Rukun dan Sikap Hati

Inti prinsip rukun adalah untuk mencegah segala kelakuan

yang dapat menimbulkan konflik. Tujuan kelakuan rukun

adalah keselarasan sosial, keadaan yang rukun. Suatu keadaan

disebut rukun apabila semua pihak dalam kelompok berdamai

satu sama lain.

Motivasi untuk berlaku rukun bersifat ganda: di satu pihak

individu berada di bawah tekanan berat dari pihak

lingkungannya yang mengharapkan daripadanya bersikap

rukun dan memberikan sanksi terhadap kelakuan yang tidak

sesuai. Di lain pihak individu membatinkan tuntutan

kerukunan sehingga ia merasa bersalah dan malu apabila

kelakuannya mengganggu kerukunan (Magnis, 1985: 52).

Masyarakat Jawa tidak menuntut bahwa tidak boleh ada

kepentingan yang bertabrakan melainkan tuntutan untuk selalu

menguasai kelakuannya agar apabila ada kepentingan yang

bertabrakan tidak terjadi konflik terbuka. Betapapun

kepentingan dua pihak bertentangan, masyarakat Jawa

menuntut agar selalu mengontrol diri, dapat membawa diri

29

dengan sopan, tenang dan rukun sehingga dapat disebut

sebagai orang dewasa (Magnis, 1985: 53).

3. Pembinaan Akhlak

a. Pengertian Pembentukan Akhlak

Berbicara pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang

tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan adalah pembentukan

akhlak. Menurut sebagian ahli mengatakan bahwa, akhlak tidak

perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting yang dibawa sejak

manusia lahir. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan

tumbuh dengn sendirinya tanpa perlu dibentuk atau diusahakan

(Abuddin, 2017:134).

Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak

adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan

keras serta sungguh-sungguh. Pada kenyataannya di lapangan,

usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga

pendidikan terus dikembangkan.

Hal ini membuktikan bahwa akhak perlu dibina dan pembinaan

akhlak ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi

muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya,

hormat kepada bapak-ibu dan menyayangi lingkungan (Abuddin,

2017:134).

Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan karena pada

saat ini terdapat banyak tantangan sebagai dampak dari kamajuan

30

bidang iptek. Orang akan mudah berkomunikasi dengan siapapun,

kapanpun dimanapun dan dengan bahasa apapun tanpa batas.

Peristiwa dan tayangan yang baik dan yang buruk akan dengan

mudah diakses oleh pengguna internet dari berbagai kalangan

(Abuddin, 2017:135).

Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai

usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak,

menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram

dengan baik dan secara berkesinambungan. Potensi rohaniah yang

ada dalam diri manusia, termasuk di dalamny akal, nafsu amarah,

nahfu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani dan intuisi dibina

secara opimal dengan cara dan pendekatannya yang tepat

(Abuddin, 2017:135).

b. Metode Pembinaan

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama

dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari misi kerasulan Nabi

Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak.

Perhatian Islam dalam membina akhlak dapat dianalisis pada

seluruh aspek ajaran Islam bermuatan akhlak. Seluruh ajaran

agama Islam mengarah kepada akhlak terpuji.

Cara yang dapat ditempuh untuk membina akhlak seorang

anak adalah dengan pembiasaanyang ditanamkan sejak kecil dan

dilakukaan secara berkesinambungan. Imam Al-Ghazali

31

mengatakan bahwa, kepribadian manusia pada dasarnya dapat

menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Untuk

itu Imam Al-Ghazali menganjurkan untuk mengajarkan akhlak,

yaitu dengan cara melatih jiwa pada pekerjaan dan tingkah laku

yang mulia. Jika orang tua menghendaki agar anaknya menjadi

pemurah, maka anak harus dibiasakan melakukan pekerjaan yang

bersifat pemurah. Sehingga murah hati dan dermawan akan

menjadi tabiatnya yang mendarah daging (Abuddin, 2017:141).

Dalam tahap-tahap tertentu pembinaan akhlak, khususnya

akhlak lahiriah dapat dilakukan dengan caara paksaan yang lama-

kelamaan tidak akan merasa terpaksa (Abuddin, 2017:135).

Seorang anak yang ingin berkata dengan lembut harus sering

diingatkan agar tidak berkata kasar. Apabila anak terlihat berkata

dan berperilaku kasar maka harus segera ditegur.

Cara lain yang tidak kalah ampuh adalah dengan keteladanan.

Akhlak terpuji tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran,

instruksi dan larangan. Tabiat jiwa untuk menerima keutamaan

tidak cukup hanya dengan perintah guru. Menanamkan sopan

santun harus dengan pendidikan yang yang panjang dan lestari.

Pendidikan tidak akan sukses tanpa memberi keteladanan yang

baik dan nyata (Abuddin, 2017:141).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak

32

Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada

umumnya, ada tiga aliran yang populer. Pertama aliran nativisme,

Kedua, aliran empirisme, dan ketiga aliran konvergensi (Abuddin,

2017:143).

Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling

mempengaruhi pembentukan diri seseorang adalah faktor

pembawaan dari dalam diri. Pembawaan ini dapat berupa

kecenderungan bakat, akal, dan sebagainya. Jika seorang sudah

memililki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka

dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik (Abuddin,

2017:143).

Dalam aliran ini diyakini bahwa faktor penentu baik dan

buruknya sikap seseorang ditentukan oleh faktor internal. Sehingga

dapat dikatakan kurang memperhitungkan faktor eksternal berupa

pembinaan akhlak dan pendidikan.

Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling

berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor

eksternal, yaitu lingkungan sosial termasuk pembinaan akhlak dan

pendidikan (Abuddin, 2017:143). Berbeda dengan aliran nativisme,

aliran empirisme meyakini bahwa sikap dan akhlak seseorang

dapat dibentuk dan dibina melalui lingkungan sosial dan

33

pendidikan. Sehingga baik dan buruknya akhlak ditentukan oleh

baik dan buruknya lingkungan dan pendidikan yang diterima.

Menggabungkan aliran nativisme dan aliran empirisme, aliran

konvergensi tidak memungkiri bahwa faktor internal dan eksternal

memiliki perannya masing-masing dalam membentuk akhlak

seseorang. Fitrah dan kecenderungan ke arah yang baik yang ada

dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode

(Abuddin, 2017:143). Aliran ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa

setiap anak terlahir dengan fitrah yang baik sebagaimana kertas

putih, selanjutnya bersih dan tidaknya kertas akan ditentukan

dengan lingkungan dan pendidikan. Seseorang akan semakin baik

jika mendapat lingkungan dan pendidikan yang baik, dan

begitupun selanjutnya.

Allah berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 78:

هاتكم ال ت علمون شيئا وجعل لكم واللو أخرجكم من بطون أممع واألبصار واألفئدة لعلكم تشكرون الس

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam

keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberikanmu

pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”

Ayat ini mengandung petunjuk bahwa manusia lahir dengan

potensi yang diberikan Allah berupa penglihatan, pendengaran dan

perasaan. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara

menggunakan mengebangkan potensi tersebut melalui pembinaan

dan penddikan.

34

Sehingga dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi

pembentukan akhlak seorang anak ada dua, faktor internal dan

faktor eksternal. Faktotr internal berupa potensi yang

dianugerahkan oleh Allah sejak sang anak lahir. Potensi ini akan

berkembang dengan baik apabila faktor eksternal berupa

lingkungan dan pedidikan diterima dengan baik. Melalui kerjasama

antara orang tua, guru dan tokoh masyarakat akhlak seorang anak

akan terbentuk dengan seutuhnya.

Dalam padangan Islam bukan sekedar kata-kata yang diulang-

ulang dan slogan yang dipamer-pamerkan. Akhlak ialah watak,

kebiasaan dan sikap yang mendalam dan dijiwai, bekerjasama

dalam membentuk berbagai faktor warisan yang merupakan naluri,

temperament, faktor lingkungan melalui pendidikan, bimbingan

dan latihan. Apabila seseorang gagal dalam membentuk akhlak

maka usaha yang dibuat oleh lembaga-lembaga pendidikan tidak

akan berhasil mencapai tujuan yang diinginkan (Omar, 1979: 319-

320).

Berubahnya akhlak terkait dengan banyak perkara, secara

keseluruhan akhlak dianggap sebagai sesuatu yang dipelajari,

terpengaruh dengan waktu, tempat, lingkungan, adat-istiadat,

kebisaan dan tekad yang kuat untuk berubah.

35

Tingkah laku seseorang, akhlak, dan adat-istiadat yang ia anut

dapat berubah. Perubahan ini berlaku melalui pendidikan,

partisipasi aktif dari tokoh panutan dalam memberikan teladan, dan

lingkungan sosial yang menggalakkan tingkah laku yang

dikehendaki melalui pembiasaan. Namun membina akhlak

seseorang bukanlah perkara yang mudah, hal ini dikarenakan jiwa

tidak mudah menyalahi kebiasaanya dan meninggalkan sikapnya

yang telah mendarah daging (Omar, 1979: 322). Hal ini dibuktikan

dengan firman Allah dalam QS. Ar-Ra‟du ayat 11

ر بات من ب ي يديو ومن خلفو يفظونو من أمر اللو إن اللو ال ي غي لو معقروا ما بأن فسهم وإ ذا أراد اللو بقوم سوءا فال مرد لو وما لم من ما بقوم حت ي غي

دونو من وال Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu

mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka

menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak

mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada

yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi

mereka selain Dia.”

Perubahan akhlak dan sikap tidak hanya terjadi pada mausia.

Sebagai contoh anjing yang merupakan hewan buas dapat menjadi

jinak dan tunduk kepada tuannya apabila dilatih. Semua ini adalah

perubahan dalam tabiat dan akhlak yang berubah melalui latihan,

sedangkan hewan tidak berakal. Jika hal ini berlaku pada hewan,

sudah tentu pada manusia yang dikarunia akal oleh Allah (Omar,

1979: 323).

36

4. Sikap Ta’dhim

a. Pengertian Sikap Ta’dhim

Arti kata ta’dhim dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu

amat hormat dan sopan (KBBI Online, 2019). Sedangkan ta’dhim

berasal dari bahasa Arab التعظيم yang berarti mengagungkan,

memuliakan (Munawwir, 1997: 947).

Ta’dhim atau menghormati guru adalah kewajiban setiap

siswa. Imam Az-Zarnuji berkata dalam kitabnya Ta’limul ta’alim(

Az-Zarnuji, 2012: 70).

الينال العلم والينتفع بو االبتعظيم العلم واىلو وتعظيم االستاذوتوقريهMencari ilmu tidak akan mendapatkan ilmu dan tidak akan

mendapatkan kemanfaatan ilmu kecuali dengan mengagungkan

ilmu dan orang-orang yang berilmu, mengagungkan dan

menghormati guru.

Menghormati guru, pengajar, atau pendidik merupakan salah

satu akhlak mulia dalam Islam. Para sahabatsangat menghormati

Rasulullah sebagai guru mereka. Sahabat tidak memulai berbicara

ketika Rasulullah belum berbicara. Mereka tidak angkuh dan

sombong sehingga mendapatkan kemanfaatan illmu yang

disampaikan oleh Rasulullah (Fajar, 2017: 189).

Gagalnnya pendidikan dalam mencetak generasi yang

berkarakter tangguh, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur,

diantaranya disebabkan tidak adanya rasa hormat siswa kepada

gurunya (Fajar, 2017: 190). Banyak kasus yang terjadi antara guru

37

dan siswa yang terjadi karena hilangnya keta’dhiman murid kepada

guru.

Menurut Ida (2019: 7) terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan lunturnya sikap ta’dhim siswa kepada guru,

diataranya adalah:

1) Posisi sosial siswa lebih tinggi dari guru, hal ini dapat terjadi

apabila siswa berasal dari keluarga terpandang atau

orangtuanya memiliki jabatan. Hal ini akan terjadi apabila

siswa tidak menerima pendidikan keluarga yang baik.

2) Posisi ekonomi siswa lebih tinggi dari guru, hal ini sering

terjadi di sekolah favorit dengan biaya pendidikan yang tinggi.

Akan terjadi hal yang tidak menyenangkan ketika guru

memiliki keterbatasan untuk mengingatkan siswa. Hal ini

sering terjadi karena siswa akan berdalih bahwa orang tua

mereka telah membayar sekolah dengan biaya yang mahal.

Siswa lebih paham dengan materi yang diajarkan, sedangkan

guru kurang mendalami materi. Hal ini akan terjadi apabila guru

kehilangan kewibaannya.

(https://www.google.com/amp/s/idasuramunhusna.wordpress.com/

2013/10/13/lunturnya-budaya-sopan-santun-siswa-terhadap-

guru/amp/).

b. Ciri-Ciri Sikap Ta’dhim

38

Anak harus memposisikan guru ditempat yang terhormat. Ia

tidak boleh menghina, mengejek, ataupun bergurau, dan membuat

gaduh di dipannya. Ia juga harus tunduk, patuh, dan mendengarkan

guru dengan baik (Syarifuddin, 2004: 102)

Bagian lain dari menghormati guru adalah membantu melayani

kepentingannya. Menghormati guru bukanlah kultus, melainkan

suatu hak yang memang layak diterima guru atas kegiatannya

mendidik siang dan malam. Rasulullah senantiasa menyeru untuk

mendahulukan orang yang lebih tua, baik usia maupun ilmunya.

Dalam hadits disebutkan:

“Sesungguhnya termasuk memuliakan Allah ta’ala ialah

memuliakan seorang muslim ialah memuliakan seorang muslim

yang berusia lebih tua, memuliakan pengemban Al-Qur’an yang

konsisten dengan Al-Qur’annya, serta memuliakan penguasa yang

adil” (HR. Abu Dud) (Syarifuddin, 2004: 103)

Sikap menghormati guru akan bermanfaat bagi anak pada masa

dewasanya kelak. Sabda Rasulullah:

“Seorang remaja (anak) yang memuliakan orang yang tua bukan

karena usianya kecuali kelak Allah akan menyiapkan baginya

orang yang memuliakannya saat senja” (HR. Tirmidzi).

Seorang anak dituntut menghormati orang yang lebih tua

dalam ilmu dan usianya. Namun peghormatan itu hendaknya tidak

menjadi penghalang mereka untuk bersikap kritis seperti berbeda

pendapat dengan guru sesuai dengan hasil ijtihadnya, asal

perbedaan itu bisa diutarakan dengan santun dan dengan tetap

megindahkan hak-hak guru.

39

Adapun ciri-ciri sikap ta’dhim kepada guru menurut Imam Az-

Zarnuji (2012: 73-74) dalam kitabnya Ta’limul Muta’alim adalah

sebagai berikut:

1) Tidak berjalan di depan guru.

2) Tidak duduk di kursinya.

3) Tidk duduk terlalu dekat dengan guru.

4) Tidak memulai berbicara di hadapan guru kecuali dengan

seizinnya.

5) Ketika hendak bertanya kepada guru hendaknnya

memerhatikan waktu yang tepat, tidak bertanya ketika guru

sedang letih.

6) Tidak mengetuk pintu namun menunggu dengan sabar ketika

hendak bertemu dengan guru.

7) Mencari keridlaan guru dengan menjauhi hal-hal yang tidak

disukai guru.

8) Mentaati perintah guru kecuali hal-hal yang dillarang Allah.

9) Menghormati keluarga, kerabat dan sahabat-sahabat guru.

10) Mendengarkan ilmu dan nasihat dengan penuh penghormatan

meskipun ia telah mendengar nasihatt tersebut sebanyak seribu

kali.

11) Tidak duduk dihadapan guru dengan menoleh-noleh, namun

duduklah dengan menundukkan kepala dan tawadlu’.

40

Menurut Imam Abdil Khamid Ahmad Nawawi dalam kitabnya

Jawahirul Adab ciri-ciri ta’dhim adalah sebagai berikut:

1) Patuh kepada guru terhadap perkara-perkara yang haq

2) Memberikan salam ketika bertemu dengan guru

3) Melakukan tindakan yang membahagiakan guru , dan

sebaliknya tidak melakukan perkara yang tidak disukai guru

4) Ta’dhim dan tawadlu’ dengan tidak banyak bicara ketika

duduk bersandingan dengan guru sebagaimana ketika sholat,

tidak melakukan hal-hal lain selain sholat

5) Mengutamakan apa yang diperintahkan guru apabila itu adalah

perkara yang hak, tanpa banyak bertanya yang tidak perlu

6) Tidak menolah-noleh dan berbicara dengan teman ketika guru

sedang menyampaikan pelajaran

7) Memuliakan guru dengan berdiri ketika guru datang

8) Mempersiapkan tempat duduk guru sebelum beliau memasuki

kelas

9) Mencatat pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan

tulisan.

5. Pembinaan Sikap Ta’dhim Melalui Bahasa Jawa Ragam Krama

Pendidikan undha-usuk basa dapat dilakukakn melalui dua tahap

yaitu, aplikatif dan apresiasif. Apliktaif dilakkan dengan cara

menghafal kosa kata bahasa Jawa krama, mengubah bahasa ngoko

menjadi krama, membuat surat berbahasa krama, dan berlatih pidato

41

bahasa krama. Adapun apresiasif adalah prses proses menghayati dan

merasakan perbedaan saat mendengar bahasa Jawa ragam krama dan

ngoko. Pada tahap ini siswa akan mulai merasakan hikmah berbahasa

Jawa krama yang sarat dengan nilai sopan-santun. Menurut Ki Hajar

Dewantara pendidikan undha-usuk tidak dapat dilakukan sebatas di

sekolah, namun juga harus melibatkan penddikan dalam keluarga dan

masyarakat (Haryana, Supriya,2001 : 167).

a. Pendidikan Undha-Usuk di Sekolah

Pendidikan undha-usuk di sekolah dipegang oleh guru bahasa

Jawa. Dalam hal ini diperlukan tekad yang kuat dan metode yang

mudah diterima oleh siswa. Pendidikan ini diharapkan sudah

diterapkan mulai usia dini, karena pada usia ini siswa berada pada

tahap elajar berbicara dengan baik (Haryana dan Supriya, 2001 :

168).

Secara teknis anak usia dini peka terhadap rangsang dan lebih

mudah untuk dibina aspek emosional, penghayatan dan

ketrampilannya. Sehingga dianjurkan pada tingkat sekolah TK

sudah mulai diajarkan undha-usuk basa, tentu saja dengan metode

yang sesuai seperti melalui dongeng, gambar-gambar, dialog, dan

tembang dolanan (Haryana dan Supriya, 2001 : 168).

b. Pendidikan Undha-Usuk di Keluarga

Dalam keluarga suku Jawa pendidikan undha-usuk basa sudah

dikenalkan sejak bayi. Dimulai dai kedua orang tua dan didukung

42

oleh semua anggota keluarga anak dibiasakan untuk berbicara

dengan santun melalui basa krama yang tepat. Anak akan lebih

baik jika diajak membaca buku-buku berbahasa Jawa (Haryana dan

Supriya, 2001 : 168).

Selain membiasakan membaca buku-buku berbahasa Jawa,

pendidikan undha-usuk basa dalam keluarga dpat dilakukan secara

langsung. Metode ini dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa

krama dalam setiap perbincangan. Hal ini dilakukan sedikit demi

sedikit, sabar, dan telaten untuk mengarahkan sang anak (Haryana

dan Supriya, 2001 : 168).

Kelemahan metode langsung adalah mengurangi keakraban

apabila dilakukan secacra spontan. Untuk mengantisipasi hal

demikian maka ketika anak sudah mulai terbiasa, orang tua dan

kakak berbicara menggunakan bahasa campuran antara krama dan

ngoko.

Yang sering menjadi keprihatinan adalah orang tua sekarang

lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia yang dianggap lebih

mudah, dan takut keliru jika menggunakan bahasa Jawa. Lebih

memrihatinkan lagi apabila alasan menggunakan karena Indonesia

adalah karena bahasa Indonesia lebih modern dan lebih terkenal

dari bahsa Jawa. Baik bagi anak untuk dididik berbahasa Indonesia

karena itu adalah bahasa persatuan, namun jangan dijadikan alasan

untuk meninggalkan bahasa Jawa. Bagi anak bahasa persatuan dan

43

bahasa daerah harus diajarkan secara seimbang (Haryana, Supriya

dan 2001 : 169).

c. Pendidikan Undha-Usuk di tengah Masyarakat

Undha-usuk basa dan unggah-ungguh basa akan lebih lestari

dan terus berkembang apabila didukung oleh segenap waga

masyarakat, aparat pemerintah dan tokoh masyarakat. Masyarakat

diharapkan memberikan contoh pada generasinya dalam pergaulan

sehari-hari. Terlebih apabila ada anak yang tidak pas dalam

menggunakan undha-usuk basa berkenan untuk mengingatkan dan

membenarkan (Haryana dan Supriya,2001 : 169).

Terdapat banyak cara untuk menularkan budaya berbahasa

Jawa kepada generasi muda antara lain dengan menyediakan buku

bacaan di perpustakaan desa, menerbitkan berita berbahasa Jawa,

mengumumkan hal-hal penting menggunakan bahasa Jawa dan

menggiatkan seni kebudayaan Jawa (Haryana dan Supriya, 2001 :

169).

Diharapkan pemerintah daerah dengan kewenanan otonominya

khususnya pemerintah provinsi DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur

dapat bekerjasama dengan segenap warga masyarakat, tokoh

masyarakat, penggiat seni dan duta daerah untuk memberikan

sumbangsih terhadap pelestarian bahasa Jawa.

44

B. Kajian Pustaka

1. Peneliti melakukan kajian pustaka terhadap jurnal yang berjudul

Kedudukan Bahasa Jawa Ragam Krama Pada Kalangan Generasi

Muda: Studi Kasus di Desa Randegan Kecamatan Dawarblandong,

Mojokerto dan di Dusun Tutul Kecamatan Ambulu, Jember.

Pennelitian ini dilakukan oleh Dewianti Khazanah. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa kedudukan bahasa Jawa mengalami pergeseran

secara signifikan. Posisi bahassa Jawa mulai tergantikan dengan

bahasa Indonesia. Peneliti tersebut menginginkan pelestarian bahassa

Jawa karena bahasa Jawa adalah cermin dari budaya ketimuran yang

syarat dengan nilai-nilai kesantunan. Terdapat subjek dan tujuan yang

sama dalam penelitian dengan proposal, yaitu untuk melestarikan

bahasa Jawa karena dianggap sebagai bahasa yang menjunjung tinggi

nilai sopan santun. Namun terdapat perbedaan yang menonjol yaitu

pada penelitian jurnal tersebut berada pada tahap mengkaji kedudukan

bahasa Jawa, sedangkan dalam proposal ingin diteliti sejauh mana

peran bahasa Jawa dalam membina akhlak takzimpserta didik.

2. Peneliti melakukakan kajian terhadap jurnal yang berjudul Pengikisan

Bahasa Dalam Masyarakat Jawa: Catatan Tentang Proses Kepunahan

Bahaa Jawa yang ditulis oleh Hendarto Suprata mahasiswa Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang. Dalam penelitian ini

peneliti mengungkapkan bahwa Bahasa Jawa sebagai bahasa adi

luhung tidak mengalami kepunahan secara total melainkan mengalami

45

pergeseran dalam jumlah tutur. Hal ini dibuktikan bahwa bahasa Jawa

ragam ngoko masih banyak digunakan di masyarakat. Sedangkan

bahasa Jawa ragam krama mulai jarang digunakan kecuali hanya pada

acara-acara tertentu. Dalam percakapan sehari-hari lebih banyak

menggunakan bahasa Indonesia dengan berbagai faktor. Hal ini

membuktikan bahwa pergeseran budaya mendingikasikan pergeseran

moralitas.

Terdapat persamaan dalam penelitian ini, yaitu permasamaan

persepsi bahwa bahasa Jawa ragam krama mengandung nilai-nilai

kesantunan yang membutuhkan perhatian dan pelestarian. Terdapat

perbedaan dalam kedua penelitian ini yaitu pada penelitian Hendarto

Suprapta membahas tentang kepunahan bahasa Jawa sedangkan dalam

skripsi ini peneliti meneliti peran bahasa Jawa dalam membina sikap

takzimpeserta didik.

3. Peneliti juga melakukan kajian terhadap skripsi berjudul Pendidikan

Akhlak: Pembinaan Sikap Sopan Siswa Terhadap Guru di MTs Rakit

kecamatan Rakit Kabupaten Banjar Negara. Skripsi ini ditulis oleh

Nur Cahyaningsih mahasiswi urusan Pendidikan Agama Islam Institut

Agama Islam Negeri Purwokerto tahun 2017. Dalam penelitian ini

dilakukan pembinaan sikap sopan santun kepada guru melalui

keteladanan dari guru, melalui nasihat dan menegakkan peraturan yang

tegas. Terdapat persamaan dalam penelitian in yaitu dalam hal

pembinaan akhlak. Perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh Nur

46

Cahyaningsih pembinaan akhlak dilakukan melalui keteladanan,

nasihat dan peraturan yang tegas. Sedangkan dalam skripsi ini peneliti

menggunakan pendekatan pembiasaan budaya berbahasa Jawa ragam

krama.

4. Peneliti melakukan kajian terhadap jurnal dengan judul Pendidikan

Karakter Hormat dalam Buku Pelajaran Bahasa Jawa di Sekolah.

Jurnal ini ditulis oleh Suwarna dan Suharti mahasiswa fakultas Bahasa

Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Disebutkan bahwa bahasa Jawa

dapat membentuk sikap hormat atau sikap ta’dhim. Hal ini disebabkan

karena bahasa Jawa memiliki sistem undha-usuk basa dan tata krama

yang berbeda dengn bahasa yang lain. Dalam penelitian ini ditemukan

bahwa semakin tinggi jenjang sekolah, materi pendidikan karakter

hormat disapaikan semakin abstrak, langsung, integratif, polistrategi,

dan metaforis. Begitupun sebaliknya semakin rendah jenjang sekolah

semakin konkrit, langsung, monostrategi, dan lugas. Hal ini

disebabkan semakin tinggi usia siswa semakin mudah mereka

menerima pendidikan krakter dan sebaliknya.

Terdapat persamaan dalam penelitian ini, yaitu dalam jurnal

disebutkan bahwa bahasa Jawa dapat membina sikap hormat siswa

karena memiliki strata bahasa. Namun terdapat perbedaan yang nyata,

karena skripsi ini membahas pembinaan sikap ta’dhim melalui bahasa

Jawa sedangkan jurnal ini membahas konten buku pelajaran bahasa

Jawa yang mengandung pendidikan karakter hormat.

47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan metode alamiah (Moleong, 2009: 6). Penelitian ini

adalah salah satu penelitian dengan pendekatan studi kasus. Penelitian

studi kasus adalah jenis penelitian kualitatif yang mendalam tentang

individu, kelompok, institusi, dan sebagainya dalam waktu tertentu

(Sugiarto, 2015:12).

Studi kasus merupakan salah satu meode penelitian dibidang ilmu-

ilmu sosial. Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang tepat

apabila peneliti memiliki rumusan masalah berkenaan dengan why atau

how. Hal ini terjadi apabila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk

mengontrol peristwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan apabila fokus

penelitian terletak pada fenomena kontemporer dalam konteks kehidupan

nyata. Dalam penggunaannya peneliti harus memusatkan perhatian kepada

aspek pendesainan dan pelaksanaan penelitian agar mampu menghadapi

kritik-kritik tradisional tertentu terhadap metode atau tipe pilihannya

(Robert, 1997: 1).

48

Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti dan mengamati

fenomena-fenomena penerapan bahasa Jawa ragam krama di SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga.

B. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer akan diperoleh dari pihak-pihak yang bersangkutan

langsung dengan objek penelitian, diantaranya kepala sekolah, guru,

tenaga kependidikan dan peserta didik secara kolektif.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh guna mendukung penelitian meliputi data

profil SMP Muhammadiyah Plus Salatiga, dokumentasi kegiatan SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga, dan literatur yang berkaitan dengan

judul.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Observasi

Metode observasi adalah kegiatan penelitian yang dilaksanakan

untuk memperoleh informasi faktual dari gejala-gejala yang muncul

dari objek penelitian, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau

politik di suatu daerah (Nazir, 1983: 65). Metode ini menjadi metode

prioritas dalam penelitian.

49

Metode penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari

pengamatan berperanserta. Pengamatan berperanserta adalah penelitian

yan bercirikan interaksi sosial, dengan intensitas waktu yang lama

antara peneliti dan lingkungan subjek penelitian, dan selma itu pula

data dikumpulkan secara sistematis dalam bentuk catatan lapangan dan

berlaku tanpa gangguan (Moleong, 2002: 117).

Sebagai pengamat, peneliti berperanserta dalam kehidupan sehari-

hari subjeknya dalam situasi yang diinginkan untuk memahaminnya.

Sehingga tidak semua peristiwa peneliti harus terlibat. Terdapat

seperangkat acuan yang menjadi pedoman untuk berperanserta.

Intensitas komunikasi dan interaksi antara peneliti dan subjeknya akan

memberikan pandangan mengenai kebisaan, konflik, perubahan yang

terjadi dan kaitannya dengan lingkungan penelitian (Moleong, 2002:

118).

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh informasi untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan (Nazir, 1983: 234). Wawancara dalam suatu

penelitian yang melibatkan masyarakat atau lembaga merupakan

pendukung utama dari metodi observasi (pengamatan (Burhan, 2007:

100).

Secara garis besar wawancara dibagi menjadi dua, yaitu

wawancara berencana dan wawancara tidak berencana. Perbedaannya

50

adalah perlu tidaknya peneliti menulis daftar pertanyaan sebagai

pedoman wawancara. Sementara itu, dipandnag dari pertanyaanya

wawancara tergolong menjadi dua, yaitu wawancara tertutup dan

wawancara terbuka. Perbedannya adalah apabila jawaban yang

dikehendaki tidak terbatas maka disebut wawancara terbuka, dan

sebaliknya (Burhan, 2007: 100).

Menurut Burhan (2007:101) peneliti harus dapat menentukan

informan kunci. Penentuan untuk menjadi informan kunci harus

melalui beberapa pertimbangan. Burhan (2007: 101) menyebutkan

pertimbangan tersebut antara lain adalah:

1) Informan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan

permasalahan yang diteliti

2) Usia informan telah dewasa

3) Informan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani

4) Informan bersifat netral, tidak memiliki kepentingan pribadi untuk

menyudutkan pihak lain

5) Informan memiliki pengetahuan yang luas mengenai permasalahan

yang diteliti.

Peneliti akan melakukan wawancara berencana atau terstruktur

dengan sifat terbuka. Wawancara akan dilakukan dengan informan

kunci yaitu guru pengajar Bahasa Jawa dengan pertimbangan-

pertimbangan di atas. Selain informan kunci, wawancara juga akan

51

dilakukan bersama kepala sekolah sebagai pemimpinsekolah, kepada

guru pendidikan agama Islam dan kepada siswa yang bersangkutan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah dapat berupa tulisan pribadi seperti buku

harian, bisa pula berupa dokumen resmi seperti surat-surat instansi

(Nasution, 2003: 85).

Dokumen dibagi menjadi dua, yaitu dokumen pribadi dan

dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan

seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan

kepercayaannya. Makksud mengumpulkan dokumen pribadi adalah

untuk memperoleh kejadian nyata mengenai situasi sosial dan

penjelasan berbagai aktor di lingkungna subjek peneltian. Apabila

seorang guru meminta siswa untuk menuliskan pengalaman berkesan

mereka, hla ini termasuk dokumen pribadi (Moleong, 2002: 161).

Sedangkan dokumen resmi terbagi atas dokumen internal dan

dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumumamnn,

instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan

dalam kalangan sendiri. Dokumen demikian dapat menyajikan

informasi mengenai keadaan, aturan, disiplin, dan dapat memberikan

petunjk tentang gaya kepemimpinan. Dokumen eksternal berisi

informasi suatu lembaga sosial, seperti majalah, buletin, dan berita

yang akan disiarkan kepada masyarakat. Dokumen eksternal dapat

52

dimanfaatkan untuk menelaah konteks sosial, kepemimpinan dan

sebagainya (Moleong, 2002: 163).

Penelitian ini membutuhkan dokumen resmi dan dokumen pribadi.

Dokumentasi diperlukan guna memberikan data yang konkrit meliputi

dokumen wawancara, kondisi sosial, dan data peserta didik SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga.

4. Catatan Lapangan

Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar,

dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam penelitian kualitatif. Catatan

yang dibuat di lapangan berbeda dengan catatan lapangan. Catatan itu

berupa coretan seperlunya, berisi kata-kata inti, frase, pokok-pokok isi

pembicaraan atau pengamatan, berupa gambar, sketsa, sosiogram,

digram, dan sebagainya (Moleong, 2002: 153).

Catatan singkat tersebut berguna sebagai alat perantara antara apa

yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium dan dirasa dengan catatan

sebenarnya dlam bentuk cacatan lapangan. Catatan singkat akan

disempurnakan dan dilengkapi yang kemudian disebut catatan

lapangan. Proses ini dilakukan setiap melakukan wwawancara,

pengamatan, tidak boleh dilalaikan karena akan tercampur dengan

informasi lain dan ingatan seseorang sifatnya terbatas (Moleong, 2002:

153).

Penemuan pengetahuan atau teori harus didukung oleh data

konkret dan bukan berasal dari ingatan. Keabsahan data harus

53

didasarkan atas data yang terdapat dalam cacatan lapangan. Di sinilah

letak pentingnya catatan lapangan. Dapat dikatan bahwa dalam

penelitian kualitatif jantungnya adalah catatan lapangan (Moleong,

2002: 153).

D. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan objek penelitian adalah SMP Muhmmadiyh Plus

Salatiga yang bertempat di kelurahan Sidomukti, kecamatan Mangunsari

kota Salatiga. Penulis memilih lokasi tersebut dengan pertimbangan

bahwa:

1. SMP Muhammadiyah Plus Salatiga memiliki program implementasi

bahasa Jawa ragam krama.

2. SMP Muhammadiyah Plus Salatiga belum pernah dilakukan penelitian

yang sejenis dengan judul yang diteliti penulis.

E. Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah proses mensistematiskan apa yang

sedang diteliti dan mengatur hasil wawancara seperti apa yang dilakukan

dan difahami yang bertujuan agar peneliti dapat menyajikan hasil

penelitiannya kepada orang lain. Tujuan utama analisis data dalam

penelitian kualitatif adalah untuk mencari makna di balik data, melalui

pengakuan subjek pelaku. Oleh karena itu, maka peneliti harus terlibat

dalam kehidupan subjek (partisipant obeservation) dan mengadakan

wawancara mendalam (depth interview) (Kasiram: 2010: 355).

54

Dalam menganalisis data peneliti akan menggunakan metode sebagai

berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian,

pengabstraksian dan pentaransformasian data kasar dari lapangan.

Proses ini berlangsung selama penelitian dilakukan, dari awal sampai

akhir penelitian. Selama pengumpulan data peneliti membuat ringkasan,

kode, materi-materi, menulis memo dan lain-lain (Basrowi, 2008: 209).

Fungsi reduksi data adalah untuk menajamkan, menggolongkan,

membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi sehingga interpretasi

dapat ditarik. Dalam reduksi data peneliti mengorganisasi data yang

benar-benar valid. Ketika peneliti meragukan kebenaran data maka

akan dicek ulang dengan informan lain yang dirasa perlu (Basrowi dan

Suwandi, 2008: 209).

2. Penyajian data

Adalah sekumpulan informasi yang tersusun memberi

kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan penambilan tindakan.

Bentuk penyajian data dapat berupa teks narasi, metriks, grafik,

jaringan dan bagan. Tujuannya adalah untuk memudahkan membaca

dan menarik kesimpulan. Dalam proses ini peneliti mengelompokan

hal-hal yang serupa menjadi kategori atau kelompok-kelompok.

Masing-masing kelompok tersebut menunjukkan tipologi yang ada

sesuai dengn rumusan masalahnya (Basrowi dan Suwandi, 2008: 209).

55

3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi

Kesimpulan diverisikasi selama penelitian berlangsung. Makna-

makna yang muncul data harus selalu diuji kebenaran dan

kesesuaiannya sehingga validasinya terjamin. Dalam tahap ini, peneliti

membuat rumusan proposisi yang terkait dengan prinsip logika,

mengangkatnya dari temuan penelitian. Selajutnya mengkaji secara

berulang-ulang terhadap data yang ada, penelompokan data yang telah

terbentuk dan proposisi yang telah dirumuskan. Langkah selanjutnya

adalah melaporkan hasil penelitian lengkap dengann temuan baru yang

berbeda dari temuan yang sudah ada (Basrowi dan Suwandi, 2008:

209).

56

BAB IV

PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

1. Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

Alamat Kampus : Jl. Suropati No. 14 Togaten Salatiga

Kecamatan : Sidomukti

No. Telp : (0298) 3224411

Email : [email protected]

Website : smpmplussalatiga.sch.id

Tahun Pendirian : 2016

Tahun Beroperasi : 2017

Status Sekolah : Swasta

Kepala Sekolah : Sutomo, M.Ag.

2. Sejarah SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga adalah sebuah lembaga

pendidikan yang merupakan sekolah lanjutan dari SD Muhammadiyah

Plus Salatiga. Hal ini berangkat dari sebuah tekad dan pemikiran untuk

mengadakan proses pendidikan yang berkelanjutan. Sehingga

dibutuhkan sebuah lembaga yang mampu menjembataninya. Dari

diskusi yang intens antara Majelis Dikdasmen PDM Kota Salatiga, staf

pimpinan SD Muhammadiyah Plus, dan beberapa lembaga terkait,

57

maka tercetuslah ide untuk mendirikan SMP Muhammadiyah Plus

pada tanggal 26 November 2016.

3. Visi dan Misi SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

a. Visi

Menjadi lembaga yang unggul dalam keilmuan serta

mengupayakan terbentuknya generasi muslim berkualitas unggul

dalam prestasi, cerdas dan beramal Qurani.

b. Misi

1) Menumbuhkan sikap penghayatan dan pengamalan ajaran

agama dalam kehidupan sehari – hari.

2) Menyelenggarakan pendidikan yang kompetitif, efektif dan

islami.

3) Membentuk jiwa religius siswa dengan pembiasaan islami.

4) Meningkatkan kompetensi dan komitmen seluruh tenaga

kependidikan dalam rangka meningkatkan pengetahuan,

wawasan dan kecerdasan siswa.

5) Menanamkan dan menumbuhkan semangat disiplin serta

berakhlaq mulia.

6) Melaksanakan kegiatan diri siswa yang terprogram secara

efektif dan efisien.

4. Program Unggulan

a. Tahfidz 3 Juz dan Tematik

b. Sains Al-Quran

58

c. Bilingual (Arabic, English)

d. Sister School, Fieldtrip, and Student Exchange (Malaysia,

Singapore, Thailand)

e. Pemprograman

f. CAT (PTS, PAS, UKK)

g. Daarut Taqwa Camp

5. Fasilitas

a. Ruang belajar yang representatif

b. Fasilitas kesehatan dengan dokter jaga

c. Laboratorium Karakter (Masjid)

d. Laboratorium Bahasa

e. Laboratorium Komputer

f. Laboratorium IPA

g. Perpustakaan Digital

h. Lapangan Olahraga

i. Kantin Sehat

j. Tenaga Pendidik Profesional

B. Penyajian Data

1. Implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus

Salatiga tahun 2019

a. Melalui pembelajaran di kelas

59

Implementasi bahasa Jawa di SMP Muhammadiyah Plus

Salatiga mengacu pada peraturan Gubernur, bahwa bahasa Jawa

masuk pada pelajaran muatan lokal. Berdasarkan wawancara

dengan Bapak Sutomo selaku kepala sekolah, beliau mengatakan:

Berkaitan dengan pembelajaran bahasa Jawa sacara

terstruktur ini masuk dalam kurikulum lokal. Sudah ada

dasarnya dalam peraturan Gubernur untuk melaksanakan

kurikulum bahasa Jawa. Untuk program yang sudah

dilaksanakan di sekolah kami, kami melaksanakan komunikasi

di hari Kamis itu menggunakan bahasa Jawa, membudayakan

bahasa Jawa kepada seluruh warga sekolah (W/St/10/5/2019).

Bahasa Jawa selalu diterapkan dalam setiap pelajaran bahasa

Jawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ina Dinawati selaku

guru bahasa Jawa, beliau mengatakan:

Untuk bahasa yang saya gunakan setiap masuk kelas itu

pasti saya awali dengan salam. Kalau salam kan ya dengan

Assalamu‟alaikum. Kemudian menanyakan kabar mengunakan

bahasa Jawa pripun kabare. Nanti setelah anak-anak menjawab

sae Bu napa pripun gitu. Ya pokoknya saya awali dengan

mengunakan bahasa Jawa. Untuk masuk ke mata pelajarannya

itu ya saya usahakan selalu menggunakan bahasa Jawa

walaupun itu tidak selalu krama (W/Id/3/5/2019).

Dari hasil catatan lapangan yang dilakukan oleh penulis

menunjukkan bahwa peserta didik menunjukkan sikap santun saat

pembelajaran baru saja dimulai. Peserta didik menjawab sapaan

dari guru dengan lembut namun bersemangat menggunakan bahasa

Jawa. Selebihnya ketika proses pembelajaran terjadi tanya jawab

antara peserta didik dengan guru. Peserta didik bertanya bahasa

Jawa dari kata yang ingin ia ucapkan apabila ia belum mengerti.

Sekali waktu guru lupa menerjemahkan ucapannya ke dalam

60

bahasa Indonesia kemudian peserta didik menanyakan arti dari

kalimat yang diucapkan guru.

Implementasi bahasa Jawa tidak hanya digunakan pada

pelajaran bahasa Jawa saja, pada pelajaran yang lain juga

diterapkan bahasa Jawa, contohnya pada pelajaran PAI.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Riris selaku guru PAI,

beliau mengatakan:

Walaupun kita guru PAI gih, sebisa mungkin kalau

mengajar sisipkan bahasa Jawa. Karna setau saya wong Jawa

kuwi paling sopan, bahasa sing basane paling apik kuwi wong

Jawa. Bahasa yang didengarkan itu adem. Kita gunakan bahasa

Jawa agar wibawa kita juga terjaga di depan ana-anak

(W/Rr/3/5/2019).

Berdasarkan catatan lapangan ketika berada di kelas guru PAI

lebih banyak menggunakan bahas Jawa walaupun tidak krama

dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Namun beliau

menyisipkan beberapa kosa kata krama seperti njih, boten, mpun,

dereng. Guru juga menyampaikan kalimat yang disengaja untuk

mengajarkan tatanan bahasa Jawa kepada peserta didik mialnya

“Yen Bu guru wis rawuh terus murid e durung teko neng kelas

berarti kwi telat lan kudu izin disik matur apa alesane telat yen Bu

guru wis maringi izin lagi oleh lenggah”. Hal ini bertujuan agar

peserta didik mengerti tatanan kosa kata yang sesuai ketika

berbicara.

61

Kepala sekolah menekankan kepada dewan guru untuk selalu

mengajarkan bahasa Jawa kepada peserta didik di setiap

kesempatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sutomo

selaku kepala sekolah, beliau mengatakan:

Kepada guru dan calon guru karena bahasa Jawa ini jujur,

sudah mulai luntur jarang kita gunakan secara rutin, terus pada

setiap kesempatan terus komitmen untuk menggunakan bahasa

Jawa. Di setiap penyambutan, pelajaran untuk terus

mensosialisasikan bahasa Jawa kepada anak-anak

(W/St/10/5/2019).

Dari hasil wawancara di atas dapat penulis disimpulkan bahwa

implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah

Plus salatiga adalah melalui pembelajaran di kelas, mulai dari

membuka pelajaran hingga memyampaikan materi. Bahasa Jawa

diterapkan di setiap pembelajaran baik pelajaran bahasa Jawa

maupun pelajaran yang lain, hal ini dilakukan karena kepala

sekolah menekankan kepada dewan guru agar mengajarkan bahasa

Jawa kepada peserta didik di setiap kesempatan.

b. Program hari Kamis berbahasa Jawa

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga memiliki program

berbahasa Jawa setiap hari Kamis. Berdasarkan wawancara dengan

kepala sekolah, beliau mengatakan:

Untuk program yang sudah dilaksanakan di sekolah kami,

kami melaksanakan komunikasi di hari Kamis itu

menggunakan bahasa Jawa, membudayakan bahasa Jawa

kepada seluruh warga sekolah (W/St/10/5/2019).

62

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ibu Ina Dinawati

selaku guru bahasa Jawa, beliau mengatakan:

Sudah ada. Hari Kamis menggunakan bahasa Jawa. Di sini

dulu sudah sebenarnya, sudah dipraktikkan hari Kamis bahasa

Jawa hari Jumat bahasa Inggris. Tapi tahun kedua ini malah

belum digalakkan lagi. Kalau dulu saya waktu masuk kelas

membuat perjanjian ketika pelajaran Bu Ina semua harus

menggunakan bahasa Jawa entah itu ngoko atau krama

sebisanya pokoknya menggunakan bahasa Jawa. Nanti yang

ketahuan menggunakan bahasa Indonesia kena denda. Nah dari

situ semua itu bisa berjalan mba. Mbuh ra ketung sing terbiasa

bahasa Indonesia sak penake dewe lah ibarate ning ki mereka

jadi berusaha gitu lo. Tapi ini yang tahun kedua kok ya

ndelalah, mungkin karena saya baru cuti dan sebagainya jadi

kurang fokus ngajarnyna. Belum saya laksanakan lagi, insha

Allah nanti yang tahun depan saya galakkan lagi

(W/Id/3/5/2019).

Bahasa Jawa selalu di terapkan di hari Kamis, sehingga

seluruh warga sekolah wajib berbahasa Jawa di hari Kamis. Ketika

peserta didik berbicara dengan guru tidak menggunakan bahasa

Jawa, maka guru tidak akan menjawab. Namun bukan merupakan

hal yang mudah untuk membudayakan bahasa Jawa kepada peserta

didik, hal ini dikarenakan banyak peserta didik yang belum bisa

berbahasa Jawa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan

Ibu Riris selaku guru PAI, beliau mengatakan:

Di sini kita ada program berbahasa Jawa di hari Kamis.

Jadi Bapak/Ibu guru tidak akan menjawab kalau anak-anak

bertanya tidak dengan bahasa Jawa. Tapi kita tetap menerima

anak-anak yang berbahasa Indonesia campur krama, sudah ada

usahanya. Kadang mereka bertanya, Bu ini bahasa Jawanya

apa? Soalnya aku mau tanya nanti ndak dijawab. Jadi sebelum

mereka mu menanyakan sesuatu mereka bilang pangapunten

Bu saya mau tanya, jadi itu sudah suatu hal yang menunjukkan

bahwa dia itu punya ikhtirom punya ta‟dhim, menghromati

orang lain, taat (W/Rr/3/5/2019).

63

Dari hasil wawancara di atas dapat penulis simpulkan

bahwa SMP Muhammadiyah Plus Salatiga memprogramkan hari

Kamis berbahasa Jawa. Seluruh warga sekolah wajib menggunakan

bahasa Jawa tanpa terkecuali. Peserta didik secara tertib

melaksanakan program ini, walaupun banyak yang belum bisa

berbahasa Jawa namun mereka tetap berusaha dengan cara

bertanya terlebih dahulu kepada guru. Sebelum bertanya peserta

didik mengucapkan kata permisi sebagai wujud sopan santun

mereka. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik mempunyai

upaya untuk melaksanakan sikap ta’dhim.

c. Program menghafal kosa kata yang bahasa Arab, bahasa Indonesia

dan bahasa Jawa oleh Tim Al-Islam, Kemuhammadiyahan dan

Bahasa Arab (ISMUBA)

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga sebagai Yayasan

Muhammadiyah memiliki kurikulum ISMUBA. Istimewanya di

sekolah tersebut selain mengembangkan bahasa Arab, juga

mengembangkan bahasa Jawa. Berdasarkan wawancara dengan Ibu

Ina Dinawati selaku guru bahasa Jawa, beliau mengatakan:

Dari tim ISMUBA itu membuat vocab setiap hari, ada

bahasa Arab, ada bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dari situ

kan anak-anak paling tidak perbendaharaan kata bisa

bertambah sedikit demi sedikit (W/Id/3/5/2019).

Dari hasil wawancara di atas dapat penulis simpulkan bahwa

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga memiliki komitemen untuk

mengimplementasikan bahasa Jawa. Hal ini dibuktikan dengan

64

adanya program menghafal kosa kata bahasa Jawa untuk peserta

didik. Lebih lanjut kepala sekolah menambahkan bahwa

implementasi bahasa Jawa ini juga merupakan upaya melestarikan

budaya daerah. Bapak Sutomo selaku kepala sekolah, beliau

mengatakan:

Faktor yang mendorong yaitu nguri-uri, melestarikan

bahasa Jawa itu menjadi motivasi agar tidak luntur tidak

terhempas oleh budaya di era milineal ini (W/St/10/5/2019).

Implementasi bahasa Jawa di SMP Muhammadiyah Plus

dilaksanakan dalam rangka membina sikap ta’dhim siswa dan

sebagai upaya menjaga kelestarian budaya daerah yang mulai

luntur.

2. Faktor pendorong dan penghambat Implementasi bahasa Jawa ragam

krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga tahun 2019

Terdapat faktor-faktor yang mendorong implemnetasi bahasa Jawa

ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga sehingga dapat

berjalan dengan lancar, yaitu sebagai berikut:

a. Semangat melestarikan budaya kearifan lokal

Salah satu faktor yang mendorong adalah semangat dan

kesadaran semua warga sekolah untuk nguri-uri atau melestarikan

budaya kearifan lokal. Hal ini didasarkan pada hasil wawancara

dengan Bapak Sutomo selaku Kepala Sekolah, beliau mengatakan

bahwa:

65

Faktor yang mendorong yaitu nguri-uri, melestarikan

bahasa Jawa itu menjadi motivasi agar tidak luntur tidak

terhempas oleh budaya di era milineal ini(W/St/10/5/2019).

b. Komitmen untuk menerapkan bahasa Jawa dalam setiap

kesempatan.

Faktor lain yang turut mendorong implementasi bahasa Jawa

ragam krama adalah adanya komitmen dewan guru untuk

mengajarkan dan mensosialisasikan bahasa Jawa disetiap

kesempatan. Bapak Sutomo mengatakan bahwa:|

Kepada guru dan calon guru karena bahasa Jawa ini jujur,

sudah mulai luntur jarang kita gunakan secara rutin, terus pada

setiap kesempatan terus komitmen untuk menggunakan bahasa

Jawa. Di setiap penyambutan, pelajaran untuk terus

mensosialisasikan bahasa Jawa kepada anak-

anak(W/St/10/5/2019).

Sebagai bentuk komitmen dalam menerapkan bahasa Jawa

dewan guru memberikan sanksi apabila siswa tidak menerapkan

bahasa Jawa diwaktu yang ditentukan. Ibu Ina mengatakan bahwa:

Kalau dulu saya waktu masuk kelas membuat perjanjian

ketika pelajaran Bu Ina semua harus menggunakan bahasa

Jawa entah itu ngoko atau krama sebisanya pokoknya

menggunakan bahasa Jawa. Nanti yang ketahuan

menggunakan bahasa Indonesia kena denda.Nah dari situ

semua itu bisa berjalan mba. Mbuh ra ketung sing terbiasa

bahasa Indonesia sak penake dewe lah ibarate ning ki mereka

jadi berusaha gitu lo (W/Id/3/5/2019).

c. Keteladanan dari Baoak/Ibu guru

Faktor pendukung yang tidak kalah penting adalah teladan dari

Bapak/Ibu guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Riris

beliau mengatakan bahwa:

Walaupun kita guru PAI gih, sebisa mungkin kalau

mengajar sisipkan bahasa Jawa. Karna setau saya wong Jawa

kuwi paling sopan, bahasa sing basane paling apik kuwi wong

66

Jawa. Bahasa yang didengarkan itu adem. Kita gunakan bahasa

Jawa agar wibawa kita juga terjaga di depan ana-anak

(W/Rr/3/5/2019).

Hal serupa juga disampaikan oleh Ibu Ina, beliau mentakan

bahwa:

Iya dari kita sendiri membiasakan itu. Jadi nek matur ya

pakai bahasa Jawa gitu otomatis kan anak yang denger itu kan

insha Allah lebih cepet nangkapnya (W/Id/3/5/2019).

Dapat penulis simpulkan bahwa faktor yang mendukung

implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah

Plus Salatiga adalah adanya semangat dan kesadaran seluruh warga

sekolah untuk melestarikan budaya kearifan lokal, adanya

komitmen Bapak/Ibu guru untuk terus menerapkan bahasa Jawa

dan keteladanan yang diberikan Bapak/Ibu guru keoada siswa.

Keteladanan dari guru sangat penting dan memiliki dampak positif.

Apabila Bapak/Ibu guru menerapkan bahasa Jawa di sekolah maka

siswa akan merasa tidak asing dan perbendaharaan katanya terus

bertambah.

Adapun faktor penghambat adalah sebagai berikut:

a. Tidak semua siswa dapat berbahsa Jawa dikarenakan latar belakang

daerah yang berbeda-beda.

Terdapat faktor yang menghambat implementasi bahasa Jawa

ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga salah satunya

yaitu tidak semua siswa dapat berbahasa Jawa. Hal ini sesuai dengan

hasil wawancara dengan Ibu Ina selaku guru Bahasa Jawa:

Nah terkadang anak-anak jaman sekarang itu nggak bisa

basa Jawa, di rumah juga sudah dibiasakan bahasa Indonesia.

67

Jadi mereka itu kadang hanya apa misalnya itu kata yang

sangat mudah untuk kita sebagai orang tua ya maksudnya, itu

kata-kata yang sering mereka dengar tapi mereka itu tidak tau

artinya (W/Id/3/5/2019).

Siswa tidak bisa berbahasa Jawa karena dirumah terbiasa

menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan karena siswa

berasal dari latar belakang daerah yang berbeda-beda. Berdasarkan

hasil wawancara dengan Bapak Sutomo selaku Kepala Sekolah

beliau mengatakan bahwa:

Karena kita kan siswa berlatar belakang yang berbeda-

beda, ada yang Jawa, ada yang luar Jawa, bahkan ada yang luar

negeri juga. Tentunya dengan ragam bahasa Jawa ini secara

mayoritas orang Jawa, itupun masih harus belajar

membudayakan berbahasa Jawa (W/St/10/5/2019).

b. Minimnya kerjasama dengan wali siswa untuk menerapkan bahasa

Jawa di rumah

Minimnya kejasama dengan orang tua siswa menjadi

penghambat lancarnya implementasi bahasa Jawa ragam krama.

Karena bahasa adalah hal yang memerlukan pembiasaan secara

berkesinambungan. Apabila di sekolah telah diterapkan bahasa

Jawa ragam krama namun di rumah tidak maka ketrampilan siswa

akan lambat berkembang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara

dengan Ibu Ina, beliau mengatakan bahwa:

Selain itu pembiasaan di rumah dengan orang tua itu.

Kalau di sekolah kita getol menggunakan bahasa Jawa

misalnya terus kita mengarahkan mereka untuk nanti di rumah

dengan orang tua menggunakan bahasa Jawa ya nggo krama

ya nak matur karo Bapak/Ibu. Tapi kalau Bapak/Ibunya sendiri

di rumah misale kamu itu ngomong apa sih? malah susahnya di

situ (W/Id/3/5/2019).

68

c. Intensitas waktu dalam menerapkan bahasa Jawa di sekolah terbatas.

Intensitas waktu yang terbatas juga menghambat implementasi

bahasa Jawa krama di sekolah. Hal ini berdasarkan pada hasil

wawancara dengan Ibu Ina, beliau mengatakan bahwa:

Sebenarnya kalau misalnya pertemuan untuk pelajaran

bahasa Jawa sendiri mungkin lebih sering kita memasuki ke

arah situnya kan lebih bayak. Tapi kita terbatas jam dan

sebagainya anak jadi tidak bisa terbiasa. Padahal insha Allah

kalau misalnya lebih sering mereka gunakan itu otomatis akan

terjalin dan terlatih dengan sendirinya (W/Id/3/5/2019).

Dapat penulis simpulkan bahwa faktor yang menghambat

implementasi bahasa Jawa ragam krama adalah latar belakang

siswa yang berbeda-beda sehingga tidak semua siswa dapat

berbahasa Jawa, minimnya kerjasama dengan wali siswa untuk

tetap menerapkan bahasa Jawa di rumah dan intensitas waktu

untuk implementasi bahasa Jawa di sekolah sangat terbatas.

C. Analisis Data

1. Implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus

Salatiga

Implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah

Plus Salatiga dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang berlaku

yaitu melalui mata peplajaran bahasa Jawa. Guru menggunakan

bahasa Jawa yang kemudian diterjemahkan dalam bahaasa Indonesia

ketika mengajar di kelas. Hal ini dilakukkan karena tidak semua

peserta didik mengerti dan bisa berbahasa Jawa.

69

Agar peserta didik memiliki komitmen untuk belajar bahasa Jawa,

maka guru bahasa Jawa menerapkan hukuman apabila dalam

pembelajaran bahasa Jawa peserta didik berbicara dengan bahasa

Indonesia. Hukuman tersebut berupa denda yang uangnya dimasukkan

ke kas kelas. Hal ini efektif membuat peserta didik bersungguh-

sungguh dalam belajar bahasa Jawa. Peserta didik akan berusaha

bertanya apabila belum mengetahui bahasa Jawa dari sebuah kata

yang ingin ia ucapkan.

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga memiliki program Kamis

berbahasa Jawa. Semua warga sekolah wajib berbicara menggunakan

bahasa Jawa di hari tersebut. Apabila peserta didik bertanya

menggunakan bahasa Indonesia maka guru tidak akan menjawabnya.

Apabila peserta didik belum mengetahui cara berbicara dengan bhasa

Jawa, maka diperbolehkan bertanya terlebih dahulu kemudian

menirukan ucapan guru. Hal ini berdampak baik untuk menanamkan

sikapp ta’dhim kepada peserta didik karena peserta didik akan

mengucapkan permisi seperti kata nuwun sewu untuk bertanya kepada

guru.

Untuk mendukung implementasi bahasa Jawa ragam krama tim

kurikulum ISMUBA setiap hari memberikan kosakata bahasa Jawa

yang harus dihafal oleh peserta didik dan dites oleh guru di hari

Jum‟at.

70

2. Faktor pendorong dan penghambat implementasi bahasa Jawa ragam

krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

Salah satu faktor yang mendorong adalah semangat dan kesadaran

semua warga sekolah untuk nguri-uri atau melestarikan budaya

kearifan lokal. Kepala sekolah selalu mengajak seluruh warga sekolah

agar melestarikan budaya kearifan lokal dengan cara menerapkan

bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Karena menurut beliau

bahasa Jawa adalah bahasa yang santun dan memiliki peran penting

dalam membina sikap ita‟dhim idan tawadu’.

Faktor lain yang turut mendorong implementasi bahasa Jawa

ragam krama adalah adanya komitmen dewan guru untuk

mengajarkan dan mensosialisasikan bahasa Jawa disetiap kesempatan.

Dalam pembelajaran di kelas bahasa pengantarnya adalah bahasa

Indonesia, namun bahasa Jawa selalu disisipkan agar siswa terbiasa

berbahasa Jawa dengan baik dan benar.

Faktor pendukung yang tidak kalah penting adalah teladan dari

Bapak/Ibu guru. Penerapan bahasa Jawa tidak hanya sampai pada

tahap aplikatif dengan menghafal kosakata namun telah sampai pada

tahap persuasif. Keteladanan dari Bapak/Ibu guru akan mendorong

siswa untuk menghayati intisari dari bahasa Jawa yang bersifat santun

dan menenangkan.

Terdapat faktor yang menghambat implementasi bahasa Jawa

ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga salah satunya

71

yaitu tidak semua siswa dapat berbahasa Jawa. SMP Muhammadiyah

Plus Salatiga memiliki siswa dengan berbagai latar belakang daerah

sehingga tidak semua siswa mampu berbahasa Jawa. Namun Kepala

Sekolah selalu mengkapanyekan penerapan bahasa Jawa walaupun

masih belajar siswa boleh memakai bahasa Jawa ngoko.

Minimnya kejasama dengan orang tua siswa menjadi penghambat

lancarnya implementasi bahasa Jawa ragam krama. Karena bahasa

adalah hal yang memerlukan pembiasaan secara berkesinambungan.

Kerjasama dengan wali siswa menjadi penting kareana sebagaian

waktu siswa adalah berada di rumah dan berinteraksi langsung dengan

kedua orangtua. Apabila di sekolah telah diterapkan bahasa Jawa

ragam krama namun di rumah tidak maka ketrampilan siswa akan

lambat berkembang.

Intensitas waktu yang terbatas juga menghambat implementasi

bahasa Jawa krama di sekolah. Kurangnya intensitas waktu sangat

berpengaruh dalam keberhasilan program ini. Hal ini dikarenakan

bahasa Jawa bukanlah bahasa yang mudah melainkan bahasa yang

kompleks, sehingga dibutuhkan waktu yang panjang untuk belajar.

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Implementasi bahasa Jawa ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus

Salatiga dilaksanakan melalui program berikut:

a. Bahasa Jawa diterapkan dalam kelas bahasa Jawa, PAI dan

pelajaran yang lain.

b. Diterapakan program hari Kamis berbahasa Jawa.

c. Program menghafal kosa kata bahasa Jawa yang disusun oleh Tim

ISMUBA

2. Faktor pendorong dan penghambat implementasi bahasa Jawa ragam

krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

Faktor yang mendorong implementasi implementasi bahasa Jawa

ragam krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga adalah sebagai

berikut:

a. Semangat dan kesadaran seluruh warga sekolah untuk

melestarikan bahasa Jawa sebagai budaya kearifan lokal.

b. Komitmen untuk menerapkan bahasa jAwa melalui pemberian

sanksi kepada siswa yang tidak menerapkan bahasa Jawa pada

waktu yang telah diprogramkan.

c. Keteladanan dari Bapak/Ibu guru dalam menerapkan bahasa Jawa

di sekolah maupun di rumah sebagai bahasa sehari-hari.

73

Adapun faktor yang menghambat implementasi bahasa Jawa ragam

krama di SMP Muhammadiyah Plus Salatiga adalah sebagai berikut:

a. Latar belakang siswa berasal dari daerah yang berbeda-beda

sehingga tidak semua siswa dapat berbahasa Jawa.

b. Minimnya kerjasama dengan wali siswa dalam menerapkan bahasa

Jawa ketika di rumah sebagai bahasa sehari-hari.

c. Intensitas waktu dalam menerapkan bahasa Jawa di sekolah sangat

terbatas sehingga kurang maksimal.

B. Saran

1. Agar peserta didik lebih giat dalam belajar bahasa Jawa sehingga

semakin terbina sikap ta’dhim. Karena keberkahan ilmu berasal dari

sikap hormat.

2. Agar guru semakin kompak dalam menanamkan sikap ta’dhim kepada

peserta didik. Hal pertama yang dilihat oleh siswa adalah sikap guru,

maka keteladanan adalah hal utama dalam pendidikan.

3. Agar calon guru dan juga penulis semakin giat belajar untuk menjadi

guru yang kompeten dalam sikapnya sehingga nantinya akan menjadi

guru yang dapat diteladani oleh peserta didiknya.

74

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka

Cipta.

Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif (Aktualisasi

Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer). Cet. 8. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persda.

Cahyaningsih, Nur. 2017. Pendidikan Akhlak (Pembinaan Sikap Sopan Siswa

Kepada Guru di MTs Negeri 1 Rakit Kecamatan Rakit Kabupaten

Banjarnegara. Skripsi. IAIN Purwokerto.

Gustam, Mudatsir. Jawahirul Adab karya Abi Abdul Hamid Ahmad Nawawi.

Harjawiyana, Haryana dan Supriya. 2001. Marsudi Unggah-Ungguh Basa

Jawa. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Ikawati, Erna. 2015. Penggunaan Bahasa Jawa Pada Masyarakat Jogjakarta.

Vol. 7. No. 01.

K, Robert. 1997. Studi Kasus (Desain dan Metodologi). Jakarta: PT Raja

Drafindo Persada.

Kasiram, Moh. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. Malang:

UIN Maliki Press.

Khazanah, Dewianti. 2012. Kedudukan Bahasa Jawa Ragam Krama Pada

Kalangan Generasi Muda: Studi Kasus Di Desa Randegan Kecamatan

Dawarblandong, Mojokerto Dan Di Dusun Tutul Kecamatan Ambulu,

Jember. Vol. 9. No. 2

Kurnianto, Fajar. 2017. Keutamaan Etika Islam Menjadi Manusia Berkarakter

& Berkualitasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Moleong, Lexy J. 2002. Metoogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir. cet. 2. Surabaya: PT.

Pustaka Progressif.

Nasution,S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nata, Abbudin. 2017. Akhlak Tasawufi dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali

Press.

Nazir. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

75

Omar, Mohammad. 1979. Falsafah Pendikan Islsam. Jakarta: Bulan Bintang.

Roqib, Moh. 2007. Harmoni Dalam Budaya Jawa (Dimensi Edukasi dan

Keadilan Gender). Purwokerto: STAIN Purwokerto Press.

Sri, Marmanto. 2012. Pelestarian Bahasa Jawa Krama di Kota Surakarta.

Surakarta: UN

Sunarto, Ahmad. 2012. Etika Menuntut Ilmu terjemah Ta’limul Muta’lim

Karya Imam Burhanuddin Azzarnuji, Makna Jawa Pegon Dan Terjemah

Indonnesia. Surabaya: Al-Miftah.

Suprapta, Hendarto. Pengikisan Bahasa dalam Masyaraat Jawa (Catatan

tentang Proses Kepunahan Bahasa Jawa). Fakultas Ilmu Budaya

Universtas Diponegoro Semarang.

Suseno, Frans Magnis. 1985. Etika Budaya Jawa. Cet. Kedua. Jakarta:

gramedia.

Suwarna dan Suharti. 2014. Pendidikan Karakter Hormat dalam Buku

Pelajaran Bahasa Jawa di Sekolah. Jurnal Pendidikan. Vol. 4. No. 2.

Syarifuddin, Hmd. 2004. Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-

Qur’an. Depok: Gema Insan

Uhlenbeck. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. terj. Soenarjati Djajanegara.

Seri ILDEP. Jakarta: Djembatan

Widjono Hs. 2007. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan

Kepribadian di Perguruan Tinggi. Cet. kedua. Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia.

(http://perahujagad.blogspot.com/2014/10/sikap-tadzim-siswa-kepada-guru-

dalam.html). diakses pada hari Selasa, 06 November 2018 pukul 06.57

(https://www.google.com/amp/s/idasuramunhusna.wordpress.com/2013/10/13/l

unturnya-budaya-sopan-santun-siswa-terhadap-guru/amp/). Diakses pada

hari Sabtu, 30 Maret 2019, pukul 07.39 WIB.

https://www.kbbi.web.id/takzim. Diakses padaa hari Jumat, 29 Maret 2019,

pukul 09. 40 WIB.

1

LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1 Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Surat Penelitian

1. Surat izin penelitian

2. Surat keterangan melakukan penelitian

Lampiran 4 Pedoman Wawancara

A. Guru bahasa jawa

1. Sebagai guru bahasa Jawa dalam melakukan kegiatan pembelajaran

bahasa apa yang Ibu pakai sebagai pengantar ?

2. Bagaimana respon siswa ketika Ibu selalu menggunakan bahasa Jawa

telebih bahasa Jawa ragam kama ketika di kelas?

3. Apakah semua siswa di kelas dapat berbahasa Jawa?

4. Seberapa besar kemampuan siswa untuk menerapkan bahasa Jawa

yang baik dan benar?

5. Kita ketahui bahwa dalam bahasa jawa diajarkan unggah-ungguh saat

berbicara, dimana bahasa tubuh juga diatur contohnya dengan

menundukkan pandangan dan bertutur kata dengan lembut. Ketika

siswa mampu berbicara dengan bahasa Jawa ragam krama, apakah

kemudian bahasa tubuh mereka dapat selaras dengan tutur katanya?

6. Mengingat bahwa bahasa Jawa mengajarkan unggah-ungguh dan tata

krama yang tinggi, menurut pendapat Ibu apakah bahasa Jawa ragam

krama dapat membina sikap ta’dhim siswa?

7. Bagaimana usaha Ibu dalam menanamkan semangat cinta bahasa Jawa

kepada siswa?

8. Apa faktor yang mendukung dan menghambat usaha Ibu dalam

mengimplementasikan bahasa Jawa kepada siswa?

9. Sejauh ini menurut Ibu apakah orang tua siswa sudah ikut berperan

dalam mengimplementasikan bahasa Jawa kepada siswa?

10. Apa harapan Ibu kepada generasi muda terhadap bahasa Jawa?

B. Guru Pendidikan Agama Islam

1. Sebagai guru PAI menurut Ibu sikap ta’dhim seperti apa yang harus

dimiliki oleh siswa?

2. Menurut Ibu bagaimana sikap siswa terhadap guru, apakah sudah

memiliki sikap ta’dhim?

3. Faktor apa yang menyebabkan sikap ta’dhim maupun sikap tidak

ta’dhim siswa?

4. Bagaimana usaha Ibu dalam membina sikap ta’dhim siswa?

5. Seberapa besar peran pendidikan agama Islam dalam membina sikap

ta’dhim siswa?

6. Menurut Ibu apakah orang tua siswa sudah ikut berperan serta dalam

membina sikap ta’dhim siswa?

7. Apa harapan Ibu kepada siswa dan kepada calon guru kaitannya

dengan pembinaan sikap ta’dhim?

C. Kepala Sekolah

1. Sebagai kepala sekolah apa kebijakan Bapak dalam implementasi

bahasa Jawa? Apakah sudah terdapat program dalam hal tersebut?

2. Bagaimana proses berjalannya implemnetasi bahasa Jawa? Apakah

terdapat progres dan hambatan?

3. Faktor apa yang mendorong dan menghambat implementasi bahasa

Jawa?

4. Selama berjalannya program implementasi bahasa Jawa menurut

pendapat Bapak apakah bahasa Jawa mampu berperan dalam

membina sikap ta’dhim siswa?

5. Mengingat perlunya peran orang tua dalam membina sikap ta’dhim

siswa serta implementasi bahasa Jawa, apakah sudah ada komunikasi

dari sekolah kepada orang tua?

6. Apa harapan Bapak kepada siswa, kepada guru dan calon guru

terhadap impementasi bahasa Jawa dalam membina sikap ta’dhim

siswa?

Lampiran 5 Transkip Wawancara

Transkip Wawancara

Pewawancara : Khoiri Alfiyah (Kh)

Informan : Ibu Ina Dinawati (Id)

Waktu wawancara : 2 Mei 2019 pukul 09.30 WIB

Tempat wawancara : mushola putri SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

Agenda wawancara : bahasa Jawa dan perannya dalam membina sikap ta’dhim

Kh: “Sebagai guru bahasa Jawa bahasa pengantar apa yang Ibu gunakan ketika

mengajar di kelas?”

Id: “Untuk bahasa yang saya gunakan setiap masuk kelas itu pasti saya awali

dengan salam. Kalau salam kan ya dengan Assalamu‟alaikum. Kemudian

menannyakan kabar mengunakan bahasa Jawa “Pripun kabare”. Nanti

setelah anak-anak menjawab “sae Bu” napa pripun gitu. Ya pokoknya saya

awali dengan mengunakan bahasa Jawa. Untuk masuk ke mata pelajarannya

itu ya saya usahakan selalu menggunakan bahasa Jawa walaupun itu tidak

selalu krama. Nah terkadang anak-anak jaman sekarang itu nggak bisa basa

Jawa, di rumah juga sudah dibiasakan bahasa Indonesia. Jadi mereka itu

kadang hanya apa misalnya itu kata yang sangat mudah untuk kita sebagai

orang tua ya maksudnya, itu kata-kata yang sering mereka dengar tapi

mereka itu tidak tau artinya. Nah di situlah saya memasuki, maksudnya

untuk menjelaskannya itu menggunakan bahasa Indonesia. Paling untuk

menekankan saja. Misalnya “Bu itu artinya apa to?”, itu baru saya jawab

menggunakan bahasa Indonesia. Atau kadang saya translate sekalian, jadi

misalnya saya menerangkan menggunakan bahasa Jawa kemudian kebetulan

ada yang dari Jakarta dia tidak bisa basa Jawa itu ya langsung saya translate

menggunakan bahasa Indonesia.”

Kh: “Berarti anak-anak juga merespon Bu ketika Ibu berbicaranya denngan

bahasa Jawa dan anak-anak tidak faham mereka juga bertanya?”

Id: “Iya.”

Kh: “Apakah tidak semua siswa bisa berbahasa Jawa Bu?”

Id: “Tidak. Semua kelas itu pasti ada yang tidak bisa bahasa Jawa. Maksudnya

ya mungkin bahasa Jawanya hanya sekedar yang umum mereka dengar saja,

itupun ngoko kan gitu. Karena ada beberapa siswa yang pindahan dari

Jakarta dan dari luar daerah, luar Salatiga, luar Jawa gitu.”

Kh: “Seberapa besar kemampuan siswa untuk menerapkan bahasa Jawa yang

baik dan benar?”

Id: “Sebagian bisa tapi kebanyakan belum. Jadi lebih banyak yang belum bisa

daripada yang sudah bisa.”

Kh: “Dalam bahasa Jawa diatur unggah-ungguh dalam berbicara, seperti

menundukkan pandangan dan bertuutur kata lembut. Bagi anak-anak yang

sudah bisa berbahasa Jawa apakah bahasa tubuh mereka sudah selaras

dengan tutur katanya?”

Id: “Otomatis. Jadi kalau anak-anak yang sudah bisa itu ya biasanya langsung

menyesuaiakan gitu.”

Kh: “Menurut Ibu apakah orang tua sudah turut berperan dalam membiasakan

berbahasa Jawa kepada anak-anak?”

Id: “Untuk di rumah kan kita sendiri ndak tau ya mbak ya. Maksudnya di

rumah itu mereka menggunakan bahasa apa, atau orang tuanya latar

belakangnya apakah asli Jawa atau bukan kita kan juga ndak tahu. Tapi

kebanyakan itu malah orang tua sendiri itu sering bilang kalau saya saja

juga tidak bisa basa Jawa gitu lo, walaupun dia orang Jawa. Maksudnya ya

wong kene wae tapi sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia jadi

kebiasaannya di rumah malah bahasa Indonesia.”

Kh: “Apakah ada Bu siswa yang ketika dengan guru maturnya

selalumenggunakan bahasa Jawa krama?”

Id: “Ada. Kalau ketemu itu pasti nggih Bu, pokoknya ngomongnya pakai

bahasa Jawa itu ada.”

Kh: “Mengingat bahwa dalam bahasa Jawa ada aturan unggah-ungguh menurut

Ibu apakah bahasa Jawa krama bisa berperan untuk membina sikap ta’dhim

siswa?”

Id: “Sebenarnya kalau misalnya pertemuan untuk pelajaran bahasa Jawa sendiri

mungkin lebih sering kita memasuki ke arah situnya kan lebih bayak. Tapi

kita terbatas jam dan sebagainya anak jadi tidak bisa terbiasa. Padahal insha

Allah kalau misalnya lebih sering mereka gunakan itu otomatis akan terjalin

dan terlatih dengan sendirinya.”

Kh: “Jadi sebenarnya bahasa Jawa krama mampu berperan membina sikap

ta’dhim siswa namun terbatas oleh waktu, begitukah yang Ibu maksud?”

Id: “Iya. Waktu dan kekompakan juga, maksudnya kalau dari Bapak/Ibu guru

kan sudah membiasakan bagaimana anak harsu bersikap kepada ornag tua

itu kan memang sebenarnya sudah, karna itu diajarkan dala Ilam juga. Tapi

kalau untuk menggunakan bahasa Jawanya itu yang agak kesulitan.”

Kh: “Apakah sekolah sudah mencanangkan program pembiasaan bahasa

daerah?”

Id: “Sudah ada. Hari Kamis menggunakan bahasa Jawa. Di sini dulu sudah

sebenarnya, sudah dipraktikkan hari Kamis bahasa Jawa hari Jumat bahasa

Inggris. Tapi tahun kedua ini malah belum digalakkan lagi. Kalau dulu saya

waktu masuk kelas membuat perjanjian ketika pelajaran Bu Ina semua harus

menggunakan bahasa Jawa entah itu ngoko atau krama sebisanya pokoknya

menggunakan bahasa Jawa. Nanti yang ketahuan menggunakan bahasa

Indonesia kena denda.Nah dari situ semua itu bisa berjalan mba. Mbuh ra

ketung sing terbiasa bahasa Indonesia sak penake dewe lah ibarate ning ki

mereka jadi berusaha gitu lo. Tapi ini yang tahun kedua kok ya ndelalah,

mungkin karena saya baru cuti dan sebagainya jadi kurang fokus

ngajarnyna. Belum saya laksanakan lagi, insha Allah nanti yang tahun

depan saya galakkan lagi.”

Kh: “Berarti denda ketika tidak bebahasa Jawa merupakan salah satu usaha Ibu

dalam mengimpementasikan bahasa Jawa kepada siswa ketika pelajaran?”

Id: “Iya. Paling tidak ya ketika pelajaran saya atau ketika dengan saya itu

usahakan selalu mengggunakan bahasa Jawa. Dari tim ISMUBA itu

membuat vocab setiap hari, ada bahasa Arab, ada bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa. Dari situ kan anak-anak paling tidak perbendaharaan kata bisa

bertambah sedikit demi sedikit.”

Kh: “Jadi setiap hari anak diwajibkan menghafal kosa kata?”

Id: “Iya setiap hari anak-anak menghafal. Hari Senin sampai Kamis anak-anak

menghafal dan hari Jum‟at mereka akan ditanya apa yang sudah kamu hafal

selama empat hari?”

Kh: “Apa faktor yang menghambat implementasi bahasa Jawa selain anak-anak

belum bisa berbahasa Jawa, apakah ada?”

Id: “Selain itu pembiasaan di rumah dengan orang tua itu. Kalau di sekolah kita

getol menggunakan bahasa Jawa misalnya terus kita mengarahkan mereka

untuk nanti di rumah dengan orang tua menggunakan bahasa Jawa ya nggo

krama ya nak matur karo Bapak/Ibu. Tapi kalau Bapak/Ibunya sendiri di

rumah misale kamu itu ngomong apa sih? malah susahnya di situ. Kalau

dulu temen saya itu ada yang heran karena saya dengan orang tua basa, terus

dia praktek ke Bapaknya. Nah ketika seperti itu hal yang tidak biasa terjadi

Bapaknya malah berpikiran lain, dikiranya mau minta uang atau minta

sesuatu karena ngomongnya lembut ndak seperti biasanya.”

Kh: “Apa harapan Ibu kepada siswa Ibu, kepada generasi bangsa dan kepada

calon guru kaitannya dengan implementasi bahasa Jawa?”

Id: “Untuk siswa-siswa kedepanya harapnnya untuk selalu menjunjung tinggi

ungggah-ungguh, walaupun mereka tidak bisa bahasa Jawa. Tapi alangkah

indahnya bertata krama, bagaimana caranya bersikap dengan oran yang

lebih tua, kepada kakak kelas sendiri atau di luar bertemu dengan orang

asing yang mereka tidak kenal. Jadi mereka itu kalau isa jagan selalu cuek

dengan lingkungan. Kan sekarang sudah kalah dengan HP. Ketika kita di

luar wis mesti dolanane HP terus padahal sebelah kita ada orang tua.

Misalkan baru di tempat umum nunggu angkot bareng itu kan kok

kayaknnya kalau misalnya negur “Bapak bade tindak pundi?” gitu aja wis

lego, agar interaksi sosialnya ndak ilang. Untuk calon guru ya semoga bisa

melanjutka menerapkan ungggah-ugguh kepada anak-anak.”

Kh: “Di lingkungan keluarga bagaimana cara Ibu untuk melestarikan bahasa

Jawa?”

Id: “Iya dari kita sendiri membiasakan itu. Jadi nek matur ya pakai bahasa Jawa

gitu otomatis kan anak yang denger itu kan insha Allah lebih cepet

nagkapnya.”

Transkip Wawancara

Pewawancara : Khoiri Alfiyah (Kh)

Informan : Ibu Rizky Amalina/ Ibu Riris (Rr)

Waktu wawancara : 2 Mei 2019 pukul 10.30 WIB

Tempat wawancara : mushola putri SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

Agenda wawancara : sikap ta’dhim dan peran bahasa Jawa

Kh: “Sebagai guru PAI menurut Ibu sikap ta’dhim seperti yang harus dimiliki

oleh siswa?”

Rr: “Minimal untuk menerapkan sikap ta‟dhim itu kita sebagai guru harus

menjadi Ibu bagi mereka. Guru itu harus jadi orang tua bagi siswa. Kalau itu

sudah diterapkan pasti sak jahat-jahate anak pasti mereka akan ita‟dhim

kepada guru. Anak-anak tidak akan bermuka dua, maksudnya itu di depan

manut dan di belakang nggrundel. Yang penting itu untuk menerapkan sikap

ta‟dhim anak kita harus bisa menjadi orang tua bagi siswa sampai tidak ada

celah, sehingga saat anak mau melakukan sesuatu yang melanggar ucapan

kita mereka pekewuh.”

Kh: “Apakah sikap yang demikian juga dimiliki anak terhadap guru-guru yang

lain?”

Rr: “Kalau dengan guru yang lain itu tergantung gurunya mba, jadi bagaimana

cara guru itu masing-masing. Kalau saya ketika masuk kelasa selalu saya

tekankan ke anak-anak untuk jaga sikap, jaga perilaku karna itu yang

menentukan hidup kamu. Kalau kamu tidak bisa menghargai seorang guru

kamu tidak bisa menghargai diri kamu sendiri. Kita tidak bisa memaksa

anak-anak untuk menghormati semua oranag tapi ita bisa ajarkan dengan

diri kita menghormati rekan-rekan guru maka anak akan meniru. Berbeda

dengan di pondok pesantren, kalau di pondok kan santri itu melihat kejadian

dari a sampai z. Dengan kakak tingkat saja bertemu cium tangan apalagi

dengan Kyai harus benar-benar nunduk, karna itu sudah membudaya. Lain

halnya dengan di sekolah terutama sekolah swasta yang anak-anak itu

berlatar belakang anak orang kaya. Mereka selalu bilang bahwa guru itu

sudah digaji. Tugas kita memberikan pengetian kepada anak bahwa gaji

yang sekian itu tidak cukup untuk menggantikan ilmu. Kita fahamkan

bahwa misalkan sepuluh menit saja waktu pelajar anak-anak itu benar-benar

meghargai guru, insha Allah ilmunya manfaat. Biar anak-anak itu ada

ikhtiromnya kepada guru.”

Kh: “Apa saja faktor yang bisa mendorong dan menghambat sikap ta’dhim

siswa?”

Rr: “Pendukung pertama adalah kerjasama dan persamaan persepsi antara

keseluruhan guru. Faktor penghambatnya ya sama ketika guru yang lain

tidak bisa diajak kompromi untuk menerapkan suatu sikap kepada anak. Di

kelas itu 30 anak bisa memilii 100 karakter, nah bagaimana cara kita agar

semua anak faham? Kita berikan teladan bagaimana bersikap ta‟dhim

kemudian kita ceritakan dan kita motivasi anak. Anak sekarang itu tidak

suka pelajaran yang itu jadi kita harus mengemas dengan menarik, dari

situlah keta‟dhiman kita masukkan. Guru harus lebih pintar dari anak dan

kekinian agar anak-anak itu hormat.”

Kh: “Seberapa besar peran orang tua dalam membina sikap ta’dhim siswa?”

Rr: “Sangat penting mba. Orang tua itu madrasah petama bagi anak-anak. Mau

diapa-apakan pun kembali kesikap orang tua. Itu sebabnya setiap satu bulan

itu ada pertemuan antara wali murid dengan wali kelas untuk parenting agar

orang tua mengetahui perkembangan anak.”

Kh: “Bagaimana intensitas pertemuan setiap wali murid apakah setiap bulan

semua dapat hadir?”

Rr: “Walaupun tidak setiap bulan hadir semua namun begini, ada enam kali

pertemuan rata-rata tidak hadir dua kali. Jadi menurut saya ada kesadaran

dari orang tua untuk turut membina anak-anak tidak selalu semua harus guru

yang menyelesaikan.”

Kh: “Menurut Ibu apakah bahasa Jawa ragam krama dapat membina sikap

ta’dhim siswa?”

Rr: “Menurut saya bahasa Jawa lebih mendukung karena memiliki tingkatan

strata yang membedakan cara bicara kepada yang lebih muda dan yang lebih

tua, sehingga keta‟dhiman anak itu terbentuk. Ada aturan bicara dengan

yang lebih tua dengan bahasa krama, itu sudah satu tingkatan ta‟dhim

menurut saya, karna kalau anak ngomong ngoko neng wong tuo itu benar-

benar sudah hilang tata kramanya.”

Kh: “Kalau di sekolah ini apakah akan mudah diterapkan?”

Rr: “Di sini kita ada program berbahasa Jawa di hari Kamis. Jadi Bapak/Ibu guru

tidak akan menjawab kalau anak-anak bertanya tidak dengan bahasa Jawa.

Tapi kita tetap menerima anak-anak yang berbahasa Indonesia campur krama,

sudah ada usahanya. Kadang mereka bertanya, Bu ini bahasa Jawanya apa?

Soalnya aku mau tanya nanti ndak dijawab. Jadi sebelum mereka mu

menanyakan sesuatu mereka bilang pangapunten Bu saya mau tanya, jadi itu

sudah suatu hal yang menunjukkan bahwa dia itu punya ikhtirom punya

ta‟dhim, menghromati orang lain, taat. Berarti secara tidak langsung ta‟dhim

itu kan sudah jalan sendiri mba. Adakalanya ta’dhim itu haus didoktrin dulu,

dengan cara kita bisa mencontohi kepada anak-anak. Jangan sampai kita

menyampaikan kata-kata yang negatif kepada anak.”

Kh: “Apa yang menjadi harapan Ibu kepada siswa dan kepada calon guru?”

Rr: “Semoga anak-anak menjadi anak yang seholeh, arna kalau kita mengejar

akirat dunianya sudah pasti dapat. Untuk guru-guru saya berharap tetap

membaurlah kepada anak-anak tapi jangan sampai kehilangan wibawa. Seperti

ini, kita ta’dhim pada Pak Kyai bukankarena takut tapi karena monghormati,

setiap ita mendapat problem yang kita cari adalah Pak Kyai kalau kita di

pesantren. Jadilah seperti itu, anggaplah anak-anak itu adalah anak yang kita

lahirkan sendiri. Jadilah guru yang selalu diharapkan oleh siswa, jangan

menjadi guru yang didoakan semoga tidak pernah lagi bertemu. Walaupun kita

guru PAI gih, sebisa mungkin kalau mengajar sisipkan bahasa Jawa. Karna

setau saya wong Jawa kuwi paling sopan, bahasa sing basane paling apik kuwi

wong Jawa. Bahasa yang didengarkan itu adem. Kita gunakan bahasa Jawa

agar wibawa kita juga terjaga di depan ana-anak.”

Transkip Wawancara

Pewawancara : Khoiri Alfiyah (Kh)

Informan : Bapak Sutomo (St)

Waktu wawancara : 10 Mei 2019 pukul 10.00 WIB

Tempat wawancara : ruang direktur SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

Agenda wawancara : implementasi bahasa Jawa di SMP Muhaamdiyah

Plus Slatiga

Kh: “Apa kebijakan Bapak dalam mengimplementasikan bahasa daerah

utamanya bahasa Jawa, apakah sekolah sudah memiliki program?”

St: “Berkaitan dengan pembelajaran bahasa Jawa sacara terstruktur ini masuk

dalam kurikulum lokal. Sudah ada dasarnya dalam peraturan Gubernur

untuk melaksanakan kurikulum bahasa Jawa. Untuk program yang sudah

dilaksanakan di sekolah kami, kami melaksanakan komunikasi di hari

Kamis itu menggunakan bahasa Jawa, membudayakan bahasa Jawa kepada

seluruh warga sekolah.”

Kh: “Apakah ada kendala Pak?”

St: “Ini kita pada ranah pembiasaan, kalau kedala tentu saja ada. Karena kita

kan siswa berlatar belakang yang berbeda-beda, ada yang Jawa, ada yang

luar Jawa, bahkan ada yang luar negeri juga. Tentunya dengan ragam bahasa

Jawa ini secara mayoritas orang Jawa, itupun masih harus belajar

membudayakan berbahasa Jawa.”

Kh: “Apa faktor yang mendorong berhasilnya implementasi bahasa Jawa?”

St: “Faktor yang mendorong yaitu nguri-uri, melestarikan bahasa Jawa itu

menjadi motivasi agar tidak luntur tidak terhempas oleh budaya di era

milineal ini.”

Kh: “Sejauh program yang sudah berlangsung menurut pandangan Bapak

apakah sikap ta’dhim siswa dapat terbina melalui implemntasi bahasa Jawa

ini?”

St: “Praktek ini kan sudah melekat ya secara keseharian, bagi kami selaku

pendidik dan peserta didik atau siswa. Untuk bahasa Jawa ini kalau

dipraktekkan betul kan membawa dampak sikap anak kepada orang yang

lebih tua. Apalagi tadi kita programkan bahasa Jawa krama inggil. Memang

ya anak-anak dengan segala tantangannya ini ya terus proses, tidak harus

semua krama inggil. Dengan segala keterbatasan background masing-

masing.”

Kh: “Apakah ada kerjasama antara sekolah dan ornag untuk membina sikap

siswa?”

St: “Program rutin kita sudah ada, setiap semester dua kali. Tapi untuk

kegiatan-kegiatan pengajian atau kegiatan sosial kami sudah mempunyai

IKWAM, Ikatan Wali Murid Muhammadiyah ini satu bulan sekali

pertemuan, mengadakan kajian dan paranting mengundang seorang

narasumber.”

Kh: “Apa yang menjadi harapan Bapak kaitannya dengan mebinaan sikap

ta’dhim dan pelestarian bahasa Jawa?”

St: “Nggih tadi sudah saya sampaikan bahwa jika bahasa Jawa ini kita

implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, tentunya sangat memberikan

dampak kepada siswa bagaimana bersikap, dna bertawadlu‟ kepada orang

yang lebih tua. Karena denganbahaa Jawa ini kesantunan, edukatifnya itu

sangat terasa. Sehingga kalau siswa menerapkan bahasa Jawa dengan baik,

itulah proses wujud tawadlu’ kepada oran yang lebih tua, kepada teman

bagian dari menghargai. Kepada guru dan calon guru karena bahasa Jawa

ini jujur, sudah mulai luntur jarang kita gunakan secara rutin, terus pada

setiap kesempatan terus komitmen untuk menggunakan bahasa Jawa. Di

setiap penyambutan, pelajaran untuk terus mensosialisasikan bahasa Jawa

kepada anak-anak.”

Lampiran 6 Catatan Observasi

Catatan Observasi

Tanggal Observasi Kegiatan Observasi

22 April 2019 Mengajukan proposal penelitian kepada kepala

sekolah

23 April 2019 Memasukkan surat izin penelitian

Meninjau keadaan sekolah

29 April 2019 Melakukan perjanjian waktu wawancara dan

memberikan daftar pertanyaan kepada Ibu Ina

dinawati

2 Mei 2019 Melakukan perjanjian waktu wawancara dan

memberikan daftar pertanyaan kepada Ibu Riris

3 Mei 2019 Melakukan wawancara dengan Ibu Ina Dinawati dan

Ibu Riris

10 Mei 2019 Melakukan wawancara dengan Bapak Sutomo

10 Mei 2019 Melakukan observasi kepada peserta didik melalui

obrolan ringan

13 Mei 2019 Meminta data profil sekolah, daftar guru dan daftar

peserta didik

21 Mei 2019 Mengambil surat balasan penelitian

Lampiran 7 Pedoman Dokumentasi

1. Dokumentasi daftar guru

Daftar Guru dan Karyawan

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

No Nama Guru

1. Muttaqin, S. PdI

2. Ana Irawanti, M.Pd.

3. Ina Dinawati, S.S

4. Vera Atmawati, S. Pd.

5. Iwan Tri Nugroho, S.Pd.

6. Winanti Sekar U., S.Pd.

7. Amalina Rizqi Rahmawati, S.Pd.

8. Arif Fahrurozi , S.Pd.

9. Elisa Linda Yulia, S.Pd.

10. Agus Zainuri, S.Pd.I

11. Bogi Dwi Febrihandoko, S.Pd

12. Nur Hidayati, S.Psi

13. Ika Nuratri Nugrahani, M.Pd

14. Azizah, S.Pd

15. Nadya Rizky Syah Putri, S.Pd.

16. Tri Bekti, S.Pd

17. Suryaning Sari, S.Pd.

18. Prihatin Suryaningtyas, S.Pd.

19. Yessica Alfawzia, S.Pd.

Nama Karyawan

20. Eko Budi Prasetiyo, Amd. Esy

21. Muhlisin, Amd.

22. Umi Kulsum, S.Pd.

23. Awanda Rohma Pertiwi, S.Hum

24. Sunarno

25. Joko Retno Sutrisno

26. Aris Sunandar

27. Mukhlisin

28. Widyatma Devi Setiaji

29. Sabar Yulianto

2. Dokumentasi daftar peserta didik

Daftar Peserta Didik Kelas VII

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

NO NAMA LENGKAP NIS NISN

1 Abu Syarif Abdillah Fikri 0068 0061742279 L

2 Ahmad Ramadhani Adam Saputra 0069 0053038420 L

3 Ahnaf Shandy Prasetya 0070 0061443567 L

4 Aldini Sofia Syifa 0071 0069143726 P

5 Aliffianisa Anggun Putri Andini 0072 0063869149 P

6 Allensya Great Haq 0073 0065497640 P

7 Ammara Nafisa Hasnannuha 0074 0065565029 P

8 Angger Nofal Pramuditya 0075 0051948254 L

9 Anindita Aulya Khaerani 0076 0056002394 P

10 Anisa Aninda Nugraheni 0077 0061560417 P

11 Annas Bintan Satriawan 0078 0057342716 L

12 Annisa Athiyyatul Husna 0079 0061767632 P

13 Ariq Murtadho 0080 0068051611 L

14 Aruming Ni'matul Rachma 0081 00552955488 P

15 Athaya Farizqy Ramadhina 0082 0066614000 P

16 Aulia Fadhila Salma 0083 0057283077 P

17 Aura Naila Fakhira Wiratno 0084 061894361 P

18 Azra Nabila Bratandari 0085 0058348581 P

19 Azzaral Aswad Asshiddiqy 0086 0051823403 L

20 Bajra Arekananta 0087 0068910269 L

21 Bimo Aryoseto 0088 0067314544 L

22 Daffa Firman Wijaya 0089 0068412914 L

23 Damar Jati Phanuluh 0090 0076650037 L

24 Desmira Cahya Saqeena 0091 0061829793 P

25 Desti Auwali Khoiriyah 0092 0067977596 P

26 Diva Trixie Marvia 0093 0064909754 P

27 Elva Dina Maulida 0094 0064494280 P

28 Elvaretta Bernessa Putri 0095 0063863102 P

29 Fachruddin Nur huda 0096 0057575477 L

30 Fany Kartika Kirania 0097 0066600870 P

31 Farid Eka Maulana 0098 0066830342 L

32 Farrel Ridho Ferdiayanto 0099 0063055170 L

33 Farrel Zacky Laksita 0100 0054656547 L

34 Fatih Fauzi Farkhi 0101 0066009967 L

35 Febrian Felix Handoyo Putra 0102 0065083613 L

36 Firly Arya Mahardika 0103 0063511214 L

37 Fitri Izzudin 0104 0053559980 L

38 Gading Risyad Wibisono 0105 0066260163 L

39 Galan Yudan Yasaghani 0106 0069467784 L

40 Gesya Fitri Widiastuti 0107 0054473411 P

41 Hanif Wasistha Hasbi 0108 0053808723 L

42 Hasna Fairuzza Fathina 0109 0056899367 P

43 Hernawan Arya Muttaqin 0110 0056963272 L

44 Ibram Rizky Maulana 0111 L

45 Ilham Tri Kurnianto 0112 0052326337 L

46 Ineke Eta Kurnia 0113 0055560032 P

47 Jasir Umar Afif Rizalli Putra 0114 0062323811 L

48 Jeffry Tafta Yani 0115 0067915429 L

49 Keysha Amanda Ariella 0116 0067700647 P

50 Keisha Biantari Widya Angesti 0117 0062156223 P

51 M Bintang Aditya Pratama Arifianto 0118 0057220294 L

52 Mahardika Dafa Prabowo 0119 0066275693 L

53 Metadilis Ridho Noviawan 0120 0052240004 L

54 Muhamad Abrar Ardiyansyah 0121 0051121192 L

55 Muhammad Akmal Zein Zhalifunas 0122 0062774039 L

56 Muhammad Arsalan Shidqi 0123 0068186229 L

57 Muhammad Daffa Afraizel 0124 0059837344 L

58 Muhammad Fachry Naufal Hermawan 0125 0063943105 L

59 Muhammad Hilmi Ghazanfar 0126 0052362525 L

60 Muhammad Maulana Najih Saputra 0127 0065778581 L

61 Muhammad Naufal Dzaki 0128 0059598079 L

62 Muhammad Rasyad Hasanain 0129 0062667026 L

63 Muhammad Zakky Nugroho 0130 0058109113 L

64 Nabiila Zahrah Citra Hani 0131 0064106602 P

65 Najwa 0132 0052454809 P

66 Najwa Khalisa Azahra 0133 0069780088 P

67 Najwa Razita Denaputri 0134 0067528328 P

68 Nata Rayhan Ardiansyah 0135 0067623250 L

69 Nayla Kanamona 0136 0067785109 P

70 Prima Wijaya Mahendra Putra 0137 0063261674 L

71 Putri Futia Sari 0138 0069240823 P

72 R Diva Amelia Permatasari 0139 0068867061 P

73 Rachmaretha Rayvana Winatha Putri 0140 0065379697 P

74 Rafa Ganendra Putra Purwanto 0141 0067937936 L

75 Rafi Eka Maulana 0142 0065143248 L

76 Rajwa Naila Saefudin 0143 0063074843 P

77 Ramadhana Arkan Nendhy Pratama 0144 0056094940 L

78 Rayhan Hamza Shamlan 0145 0062167257 L

79 Rayyan Ilham Wahyudi 0146 0057921118 L

80 Reva Raihanah 0147 0063215198 P

81 Rifzika Aida Fatiha 0148 0062667400 P

82 Risky Adi Saputro 0149 0052828549 L

83 Salsabila Nadya Aulia 0150 0054918904 P

84 Sania Intan Tsani 0151 0064552762 P

85 Seira Lory Hanana 0152 0063907531 P

86 Shabrian Daffa' Wardhana 0153 0057425798 L

87 Shakila Vadya Lakeisha 0154 0069667314 P

88 Sultan Maulana Putra Pamungkas 0155 0061821454 L

89 Tiara Agnish Warsito 0156 0064111251 P

90 Widda Isyfi A'yuna 0157 0056430418 P

91 Arya Khairul Rahman 0158 0063079386 L

92 Rumaisha Az Zahra 0159 0065449219 P

93 Javiar Maulana Hani Kusuma 0160 0066671205 L

Daftar Peserta Didik Kelas VII

SMP Muhammadiyah Plus Salatiga

NO NAMA

1. Abid Syaiqul Izza Al Wahdi

2. Abiwimbanu Nur Riza

3. Adi Raja Suryanata

4. Aditya Fandi Ramadhan

5. Affan Tsa Aufa

6. Ajril Lutfi Indrawan

7. Alfarobi Sabilar Rosyad Wahyudi

8. Ali Mahendra Faqih

9. Alma Shofi Thufaila

10. Alma Wulan Saptaningrum

11. Alvito Dwi Nov

12. Alya Fauzizah Hasmy

13. Alya Rosyida

14. Amalia Fairuz Zahra

15. Andry Chevyn Dwi Widodo

16. Arba Khoirunnisa

17. Ariful Hakim Nugroho

18. Arsyadhany El Syady

19. Bagas Shulthoni

20. Bena Fredella Faadillah Nurvia

21. Cinta Ailsa Fauziya

22. Dean Raditya Hiswara

23. Eldinov Alan Omar Salman

24. Fadia Aqila Savitri

25. Fanida Rahmi Bay

26. Fatimah Aristyaningsih Ayu Habibah

27. Fitria Ayu Riyanti

28. Gusti Aryo Adi Nugroho

29. Hakim Irsyad Darmawan

30. Hamida Falsa Putri

31. Hapsari Lindhu Pangesti

32. Haqi Ahnaf Athallah

33. Haydar Salam Jaffar Robae'i

34. Imam Baihaqi

35. Jannahtul Angger

36. Kajendra Andya Kumara Natha

37. Keisha Jenny Maulida Nugraha

38. Keyra Nadia Yasmin

39. Krisna Indra Bayu

40. Muhamad Aqila Mumtaz Sani

41. Muhammad Adib Al Hanif

42. Muhammad Afsar Tambawang

43. Muhammad Subairi Putra Halim

44. Muhammad Ubaida Fairuz Zahran

45. Muhammmad Ivan Kurniawan

46. Muthi'ah Syifa Azzahra

47. Nabila Luthfi Putri Salsabila

48. Nabila Zalfa

49. Nadine Benita

50. Natasya Putri Syawalina

51. Naura Dhia Yusfa'ida

52. Nisrina Hasna Abidah

53. Qoulan Akbar Syakuuro

54. Rachmania Ainur Ichsani

55. Rafly Farrel Pradana

56. Rahma Alyah Nabilah

57. Rizky Azka Alfiansyah

58. Rizqan Nafis Buhtari

59. Roswita Dinia

60. Salsabilla Pranisti

61. Sayid Akbar Imanu

62. Talitha Aurelia Arisanti

63. Vhaviriele Abel Romadhan

64. William Pratama Lim

65. Zildan Irfan Akbar

66. Naufal Rashif Mutsla

Lampiran 9 Dokumentasi

Dokumentasi

Aula Gedung Sekolah

Kantin Perpustakaan

Budaya cium tangan

Upacara Bendera

Perpustakaan Aula

Kantin Sholat Dhuha

Wawancara Ibu Ina Wawancara Ibu Riris

Wawancara Bapak Sutomo

Lampiran 10 Lembar Konsultasi

Lampiran 11 Daftar Nilai SKK

SATUAN KETERANGAN KEGIATAN

Nama : Khoiri Alfiyah Progdi : PAI

NIM : 2300010150287 P A : M. Agung Hidayatulloh, S.S., M.Pd.I.

No Jenis Kegiatan Pelaksanaan Jabatan Nilai

1. Keterampilan Kejuruan Menjahit

Garmen melalui Peningkatan

Kualitas dan Produktivitas Tenaga

Kerja Kabupaten Semarang Tahun

Anggaran 2017 oleh Dinas

Tenaga Kerja Kabupaten

Semarang

9 Januari-27

Februari 2017

Peserta 12

2. Seminar Nasional “Muslimah

Sejati Bertabur Inspirasi” oleh

LDK Fathir Ar Rasyid IAIN

Salatiga

29 November 2015 Peserta 8

3. Seminar Nasional “Musik, Islam,

dan Nusantara” oleh SMC IAIN

Salatiga

5 Desember 2015 Peserta 8

4. Seminar Nasional “Encouraging

The Milinneal Feneration on

having Character Education” oleh

CEC IAIN Salatiga

5 Mei 2018 Peserta 8

5. Seminar Nasional

“Pemuda, Peradaban Islam dan

Kemandririan” Oleh Karim

Learning and Training Center

02 September 2015 Peserta 8

6. Workshop Rebana Nasional

“Meningkatkan Hubbun Nabi

dalam Mewadahi Semangat Muda

Melestarikan Tradisi Islami” Oleh

JQH Al-Furqan IAIN Salatiga

13 Mei 2017 Peserta 8

7. Seminar Nasional

“Pendidikan Agama Menjadi

Pelopor Kebangkitan Nasional di

Era Modern” Oleh HMJ PAI

IAIN Salatiga

21 Mei 2016 Peserta 8

8. Seminar Nasional

“Muslimah Sejati Bertabur

Inspirasi” Oleh LDK Fatir Ar

Rasyid IAIN Salatiga

29 November 2015 Peserta 8

9. Wisud Akbar 08

“Wisuda Akbar Dunia Menghafal

QS. Al Fath” Oleh PPTQ Daarul

Quran, Yayasan Daarul Qur‟an

Nusantara

22 Oktober 2017 Peserta 6

10. Wisuda Akbar 07

“Indonesia Menghafal: QS. Al

Hasyr, QS. Al Jumu‟ah, QS. Al

Munaafiquun” Oleh PPTQ Daarul

Quran, Yayasan Daarul Qur‟an

Nusantara

29 Mei 2016 Peserta 6

11. SK Pengurus LDK Fathir Ar 29 Januari 2018 Staff Devisi 8

Rasyid masa bakti 2018 Nisa

12. Training of Hypnoteaching

Methode dengan tema

“Melejitkan Potensi Diri Menjadi

Guru PAI Kreatif Dan

Profesioanl” oleh biro konsultan

TAZKIA

19 Mei, 26 Mei dan

02 Juni 2018

Peserta 8

13. Intensif English Language

Program oleh UPTPB IAIN

Salatiga

22 Februari-10 Juni

2016

Peserta 8

14. Program Pelatihan Intensif Bahasa

Arab

22 Februari-10 Juni

2016

Peserta 8

15. Ibtida‟ LDK Fathir Ar Rasyid

dengan tema “Kontekstualisasi

Ukhuwah Islamiyah Dalam

Bingkai Dakwah” oleh LDK

Fathir Ar Rasyid

05 November 2017 Panitia 6

16. Masa penerimaan anggota baru

PMII “ASWAJA sebagai benteng

kader PMII untuk mewujudkan

mahasiswa yang berpribadi ulul

albab” oleh PMII Rayon Tarbiyah

Matori Abdul Djalil Salatiga

18-20 September

2015

Peserta 4

17. Gardika “Kegiatan Pessantren

Ramadhan 1439 H MAN Salatga”

oleh LDK Fathir Ar Rasyid IAIN

Salatiga

5-7 Juni 2017 Pemateri 4

18. Language Camp SMP

Muhammadiyah Plus Salatiga

7-9 September 2018 Pembimbing 4

19. Pelatihan Kepramukaan oleh 19-21 Juni 2018 Peserta 4

FTIK IAIN Salatiga

20. Ibtida‟ Lembaga Dakwah Kampus

Fathir Ar Rasyid IAIN Salatiga

29-30 Oktober 2016 Peserta 3

21. Gerbang masuk ITTAQO dengan

tema “Duniamu Seluas

Bahasamu” oleh ITTAQO IAIN

Salatiga

19-20 November

2016

Peserta 3

22. Training Kader I dengan tema

“Mencetak Kader Dakwah Yang

Berkarakter Rabbani Demi

Mewujudkan Generasi Unggul”

oleh LDK Fathir Ar Rasyid IAIN

Salatiga

8-9 April 2017 Peserta 3

23. Training Kader II dengan tema

“Pembentuk Kader Dakwah

Cerdas, Berkarakter dan Siap

Berkontribusi di Masyarakat” oleh

LDK Fathir Ar Rasyid IAIN

Salatiga

1-2 Desember 2017 Peserta 3

24. OPAK IAIN Salatiga 2015

dengan tema “Penguatan Nilai-

Nilai Islam Indonesia Menuju

Negara yang Aman dan

Damai”oleh Dewan Mahasiswa

(DEMA) IAIN Salatiga

14 Agustus 2015 Peserta 3

25. OPAK FTIK dengan Tema

“Integrasi Pendidikan Karakter

Mahasiswa Melalui Kampus

Edukatif Humanis dan

Religius”oleh dewan mahasiswa

13 agustus 2015 Peserta 3

FTIK IAIN Salatiga

26. Talkshow “Sukses Kuliah

Bersama KAMMI Salatiga” oleh

KAMMI Salatiga

16 September 2015 Peserta 2

27. Kegiatan Seminar Sehari dalam

Rangka Kumjumgam Studi

dengan Tema “Peran Masyarakat

dalam Mewujudkan Pendidikan

Islam yang Rahmatal Lil

„Alamin” Oleh IAIN Salatiga

Bekerjasama dengan SMPIT

Nurul Islam Kab. Semarang

17 Desember 2017 Peserta 2

Lampiran 9. Riwayat Hidup