Crs Geby # Os Nasal

60
BAB I PENDAHULUAN Hidung merupakan unsur estetik wajah karena posisinya sentral dan menonjol pada bidang sagital wajah. Dan piramid nasal disusun oleh tulang yang tipis pada sentral wajah. 1 Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma wajah sekitar 40% adalah fraktur nasal. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior wajah merupakan salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika terdapat trauma pada wajah. 2 Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga. 3 Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan karena pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis. Jenis fraktur nasal tergantung pada arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan fraktur nasal tertutup yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris. 2 1

description

FRAKTUR OS NASAL

Transcript of Crs Geby # Os Nasal

BAB IPENDAHULUAN

Hidung merupakan unsur estetik wajah karena posisinya sentral dan menonjol pada bidang sagital wajah. Dan piramid nasal disusun oleh tulang yang tipis pada sentral wajah.1Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma wajah sekitar 40% adalah fraktur nasal. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior wajah merupakan salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika terdapat trauma pada wajah.2Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.3Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan karena pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis. Jenis fraktur nasal tergantung pada arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan fraktur nasal tertutup yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris.2Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur septum. Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis os maksila dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur. Fraktur os nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung.4 Pada pemeriksaan di dapatkan pembengkakan, epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari arah lateral dapat menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi local dan imobilisasi dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan dipertahankan dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupu-kupu untuk 1-2 minggu.5Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada integritas mukosa. Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode juga penting untuk menghindari komplikasi potensial dari patah tulang dan septum hidung. Dengan memastikan tidak adanya hematom penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut serta menghindari komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang berbahaya. Selain itu, penting untuk ahli bedah menilai gejala sisa pada awal dan akhir dari luka untuk terapi.2

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN Nama: Tn. NF Umur: 18 tahun Jenis kelamin: Laki-Laki Alamat: Budiman, RT 8 Jambi Agama: Islam Pekerjaan : Swasta Pendidikan: SLTA Register: 779759

2.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis, Tgl : 10 November 2014) Keluhan UtamaHidung susah bernafas dan nyeri sejak 1 minggu yang lalu SMRS. AnamnesaPasien datang dengan keluhan hidung nyeri dan sulit bernafas. Pasien mengaku sore harinya ketika bermain futsal pasien mengelami trauma pada hidungnya karena terkena siku temannya. Ketika terkena siku tersebut, hidung pasien mengeluarkan darah berwarna merah segar dengan jumlah sedikit, namun setelah beberapa saat tidak berdarah lagi dan os tetap melanjutkan permainannya.Malam harinya, os mengeluh nyeri pada hidungnya dan bertambah berat ketika disentuh. Kemudian menyebabkan pasien sulit untuk bernafas. Kemudian pasien berobat ke IGD lalu diberi obat Ibuprofen dan Metilprednisolon. Dan diberi saran untuk berobat ke bagian THT. Penurunan fungsi penghidu. Pasien menyangkal ada nyeri tekan pada wajah. Bernafas melalui mulut (+), Suara sengau (+), Demam (), batuk (), buntu (+), lendir pada tenggorok (). Riwayat asma (). Kemudian disarankan untuk dilakukan reposisi hidung, dan pasien dirawat pada tanggal 9 November 2014. Riwayat PengobatanOs berobat ke IGD, tanggal 2 November 2014, didiagnosis dengan fraktur os nasal, diberi obat: Ibuprofen 2 x 400 mg Metilprednisolon 1 x 1 tab Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma pada hidung 1 hari sebelum berobat Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat DM disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan pasien

2.3 HAL-HAL PENTING

TELINGAHIDUNGTENGGOROKLARING

Gatal : -/-Rinore : -/-Sukar Menelan : +Suara parau : -

Dikorek : -/-Buntu : +/+Sakit Menelan : -Afonia : -

Nyeri :-/-BersinTrismus :-Sesak napas : -

Bengkak :-/-* Dingin/Lembab : -Ptyalismus : -Rasa sakit : -

Otore :-/-* Debu Rumah : -Rasa Ngganjal : -Rasa mengganjal :-

Tuli :-/-Berbau : -/-Rasa Berlendir : -

Tinitus :+/+Mimisan : -/-Rasa Kering : -

Vertigo :+/+Nyeri Hidung : +/+

Mual : +Suara sengau : +

Muntah : +

2.4 PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran: compos mentis Pernapasan: 20 x/i Suhu: 36,9 C Nadi : 64 x/i TD: 110/80 mmHg Anemia: -/- Sianosis: -/- Stridor inspirasi: + Retraksi suprasternal: - Retraksi interkostal: - Retraksi epigastrial: -

a) TelingaDaun TelingaKananKiri

Anotia/mikrotia/makrotia--

Keloid --

Perikondritis--

Kista--

Fistel--

Ott hematoma--

Liang TelingaKananKiri

Atresia--

Serumen prop--

Epidermis prop--

Korpus alineum--

Jaringan granulasi--

Exositosis --

Osteoma--

Furunkel--

Membrana TimpaniKananKiri

Hiperemis--

Retraksi--

Bulging--

Atropi--

Perforasi--

Bula--

Sekret--

Refleks CahayaKe arah jam 5Ke arah jam 7

Retro-aurikularKananKiri

Fistel--

Kista--

Abses--

Pre-aurikularKananKiri

Fistel--

Kista--

Abses--

b) HidungRinoskopi AnteriorKananKiri

Vestibulum nasiHiperemis (+), livide (-)Hiperemis (+), livide (-)

Kavum nasiEdema mukosa (+), Sekret (+), hiperemis (+)Edema mukosa (+), Sekret (+), hiperemis (+)

Selaput lendirDbnDbn

Septum nasiDeviasi (+)Deviasi (-)

Lantai + dasar hidungHiperemis (+)Hiperemis (+)

Konka inferiorHipertrofi (-), hiperemis (+)Hipertrofi (-), hiperemis (+)

Meatus nasi mediusPolip (-)Polip (-)

Polip--

Korpus alineum--

Massa tumor--

Fenomena palatum moleTidak tampakTidak tampak

Rinoskopi PosteriorKananKiri

Kavum nasiEdema mukosa (+), Sekret (+), hiperemis (+)Dbn

Selaput lendir

KoanaHiperemis (+), edema (+)

Septum nasiDeviasi ke kanan

Konka superiorHiperemis (+), edema (+)

AdenoidDbn

Massa tumor-

Fossa rossenmullerDbn

Transiluminasi SinusKananKiri

Sinus Maksilaris Terang Terang

Sinus Frontalis Terang Terang

c) MulutHasil

Selaput lendir mulutDbn

Bibir Sianosis (-) raghade (-)

LidahAtropi papil (-), tumor (-)

GigiM2 kanan bawah terdapat karies dan nyeri perkusi

Kelenjar ludahDbn

d) FaringHasil

UvulaBentuk normal, terletak ditengah

Palatum mole hiperemis (-), massa (-)

Palatum durumHiperemis (-), massa (-)

Plika anteriorHiperemis (-)

TonsilDekstra : tonsil T1, hiperemis (-), permukaan rata, kripta tidak melebar detritus (-)

Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-), permukaan rata, kripta tidak melebar detritus (-)

Plika posteriorHiperemis (-)

Mukosa orofaringHiperemis (-), granula (-)

e) Laringoskopi indirectHasil

Pangkal lidah Hiperemis (-), ulkus (-), apthae (-)

Epiglotis Hiperemis (-), udem (-)

ValekulaHiperemis (-), udem (-)

Plika ventrikularisHiperemis (-), udem (-)

Plika vokalis Hiperemis (-), udem (-), simetris gerakan abduksi dan adduksi pita suara

Komisura anteriorDbn

Aritenoid Dbn

Massa tumor -

Sinus piriformis Dbn

TrakeaDitengah, tidak ada deviasi

f) Kelenjar Getah Bening LeherKananKiri

Regio IDbnDbn

Regio IIDbnDbn

Regio IIIDbnDbn

Regio IVDbnDbn

Regio VDbnDbn

Regio VIDbnDbn

area ParotisDbnDbn

Area postauriculaDbnDbn

Area occipitalDbnDbn

Area supraclavicularDbnDbn

g) Pemeriksaan Nervi CranialesKananKiri

Nervus III, IV, VIDbnDbn

Nervus VIISimetris Simetris

Nervus IXRefleks muntah (+)

Regio XIIDeviasi lidah (-)

2.5 PEMERIKSAAN AUDIOLOGITes PendengaranKananKiri

Tes rinne++

Tes weberTidak ada lateralisasiTidak ada lateralisasi

Tes schwabachSama dg pemeriksa/NSama dg pemeriksa/N

Kesimpulan : Fungsi Pendengaran dalam batas normal

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANGa) Radiologi: Rontgent cranium:

Ekspertise: Tidak tampak fraktur cranialUsul: Foto nasal Rontgent thorax:

Ekspertise: Cor: CTR < 50% Aorta dan mediastinum superior tak melebar Trachea ditengah Pulmo: Hilus tak melebar, corakan bronkhovaskular baik Tak tampak infiltrat Kedua sinus costofrenicus lancip, diafragma baik Tulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada baikb) Laboratorium: Hb: 13,7 gr/dL SGOT: 21

CT: 3 detik SGPT: 29

BT: 1,5 detik Ureum: 14,3

Trombosit: 263 Kreatinin: 1,1

Leukosit: 8,3 GDS: 73

2.7 DIAGNOSIS Fraktur os Nasal

2.8 DIAGNOSIS BANDING1. Deviasi Septum2. Hematoma Septum

2.9 PENATALAKSANAAN Diagnostik Rontgent os Nasal Rontgent waters position CT-Scan Pada kasus ini yang dilakukan adalah: Rontgent Cranium Rontgent Thorax

Terapi: Reposisi hidung, dilakukan pada tanggal 10 November 2014 pada pukul 09.30, dengan cara: Pasien ditidurkan di meja operasi terpasang ETT. Dilakukan desinfeksi dan demarkasi di lapangan operasi. Dilakukan reposisi os nasal bagian kartilago dengan forcep asch dan washlam Dipasang fiksasi internal dengan menggunakan tampon sportjes boorzalf di cavum nasi dextra dan sinistra sebanyak 4/4. Dilakukan fiksasi eksternal dengan menggunakan hipafix. Operasi selesai Terapi post operasi: RL 20 gtt/i Ciprofloxacin 2 gr/24 jam Ketorolac 3 x 1 ampul

Monitoring Monitoring ini dilakukan post tindakan reposisi: Monitoring TTV dan tanda-tanda perdarahan (post nasal bleeding, lihat pada kassa ada perarahan atau tidak) Rencana evaluasi tampon hari Jumat, tanggal 12 November 2014

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)1. Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien2. Menjelaskan terapi yang diberikan tentang manfaat, cara, dan efek samping obat dan tindakan3. Menjelaskan kepada pasien kapan dilakukan pelepasan tampon

2.10 PROGNOSA Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad fungsionam: dubia ad bonamGambar 1. Foto os sebelum dilakukan reposisi hidungGambar 2. Foto os ketika dilakukan reposisi hidung

Gambar 3. Post reposisi hidung

FOLLOW UP

TanggalStatus LokalisSOAP

11 November 2014 Post nasal bleeding (-) Perdarahan di kassa (-) Nyeri pada hidung (+) Dahak bercampur darah (+) Pusing saat berdiri TD: 120/100 mm/Hg HR: 60 x/i RR: 20 x/i T: 36,5oCPost operasi reposisi os nasal RL 20 gtt/i Ciprofloxacin 1 x 1gr Ketorolac 3 x 1 amp Rencana evaluasi tampon 14 November 2014

12 November 2014 Post nasal bleeding (-) Perdarahan di kassa (-) Sakit menelan seperti ada yang mengganjal Kepala pusing TD: 110/90 mmHg HR: 64 x/i RR: 22 x/i 36,5oCPost operasi reposisi os nasal RL 20 gtt/i Ciprofloxacin 1 x 1gr Ketorolac 3 x 1 amp Rencana evaluasi tampon 14 November 2014

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung1,6,7,8Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam kehidupan kita. Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai saringan (filter) terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga menjadi air conditioning sistem dengan cara menghangatkan atau melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita.2a. EmbriologiHidung dibentuk oleh lima prominensia facialis. Prominensia frontalis membentuk jembatan hidung. Prominensia nasalis mediana yang menyatu membentuk lengkung dan ujung hidung. Dan prominensia nasalis lateralis menghasilkan cuping hidung.Selama minggu keenam, fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian karena pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke mesenkim dibawahnya. Mula-mula membrana oronasalis memisahkan kedua lekukan dari rongga mulut primitif melalui foramen yang baru terbentuk, koana primitif.Kedua koana ini terletak di kedua sisi garis tengah dan tepat di belakang palatum primer. Kemudian dengan terbentuknya palatum sekunder dan perkembangan lebih lanjut rongga hidung primitif, terbentuknya koana defenitif di taut antara rongga hidung dan faring.Sinus udara paranasal berkembang sebagai divertikulum dinding hidung lateral dan meluas ke dalam maksila, os etmoidale, os frontale, dan os sfenoidale. Sinus-sinus ini mencapai ukurannya yang maksimal selama pubertas dan ikut membentuk wajah yang definitif.

b. Hidung LuarHidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke bawah :1. Pangkal hidung (bridge)2. Dorsum nasi 3. Puncak hidung 4. Ala nasi 5. Kolumela 6. Lubang hidung (nares anterior)

Gambar 1. Anatomi Hidung10

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu m. nasalis pars transversa dan m. nasalis pars allaris. Kerja otot-otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh: Superior: os frontal, os nasal, os maksila Inferior: kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minor.

Perdarahan: 1. a. nasalis anterior (cabang a. Etmoidalis yang merupakan cabang dari a. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna). 2. a. nasalis posterior (cabang a. Sfenopalatinum, cabang dari a. Maksilaris interna, cabang dari a. Karotis interna)3. a. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

Persarafan: 1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

c. Kavum NasiDengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas batas kavum nasi : Posterior: berhubungan dengan nasofaring Atap: os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan sebagian os vomer Lantai: merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum. Medial: septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela. Lateral: dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang-kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini. Dibagian anterior septum nasi terdapat bagian yang disebut Area Little, merupakan anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena trauma dan menyebabkan epistakis. Di bagian antrokaudal, septum nasi mudah digerakkan. 4,9

Gambar 3. Rongga hidung10

Perdarahan: Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah a. sfenopalatina yang merupakan cabang dari a. maksilaris dan a. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari a. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama sama arteri.Persarafan: 1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi n. Palatina mayor menjadi n. Sfenopalatinus

d. Konka Nasi berlinDi dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi, yaitu konka nasi inferior, konka nasi medius, dan konka nasi superior. Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar diantara ketiga konka nasi. Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus vena dan membentuk jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatina, etmoid, maksila, dan lakrimal. 4,9Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi inferior. Terletak diantara konka inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di dalam konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup meatus nasi media yang disebut konka bulosa. 4,9Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling kecil. Mukosa yang melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka nasi yang keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya merupakan bagian dari konka superior yang membelah menjadi dua bagian. 4,9

e. Meatus Nasi berlinMeatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat dibawah konka inferior. Dekat ujungnya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini seringkali dilindungi oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (Plika lakrimalis Hasner). 4,9Meatus nasi media terletak diantara konka inferior dan konka media. Ostium sinus merupakan lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi dari sinus paranasal sebagian terletak di meatus media. 4,9Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari sinus maksila terdapat kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior. Struktur-struktur yang ada di dalam meatus nasi media disebut kompleks ostiomeatal. Kompleks ini penting artinya secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase sinus paranasal. Kelainan dalam kompleks ini akan mempengaruhi potensi ostium sinus sehingga berperan besar dalam patofisiologi sinus paranasal.9Meatus nasi superior terletak diantara konka media dan konka superior dan merupakan meatus yang terkecil. Disinalah bermuara sinus etmoid posterior. Resesus sfeno-etmoid terdapat pada dinding lateral rongga hidung diantara atap rongga hidung dan konka nasi superior. Di sini terdapat muara sinus sphenoid. 4,9

f. Sinus ParanasalManusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran dan simetris bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulangwajah dan diberi nama yang sesuai; sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa kelompok-kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara ke dalam hidung.Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung.Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.

g. Mukosa Hidung Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan.Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

h. Fungsi Hidung1. Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. 2. Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara:a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C. 3. Sebagai penyaring dan pelindung Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh : a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi b. Silia c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime. 4. Indra penghidu Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat. 5. Resonansi suara Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau. 6. Proses bicara Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara. 7. Refleks nasal Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.3.2 DefinisiFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada bagian tulang di organ hidung.11

3.3 InsidenDi Amerika Serikat fraktur hidung merupakan fraktur ketiga paling sering sering ditemui selain dari fraktur klavikula dan pergelangan tangan.2 Sekitar 39-45% dari seluruh fraktur wajah. Pria dua kali lebih banyak disbanding wanita. Insiden meningkat pada umur 15-30 tahun dan dihubungkan dengan perkelahian dan cedera akibat olahraga. Selain itu juga, paling sering disebabkan oleh jatuh dari motor dan kecelakaan lalu lintas.6,11

3.4 EtiologiPenyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.3 Penyebab utama dari trauma dapat berupa: Cedera saat olahraga Akibat perkelahian Kecelaaan lalu lintas Terjatuh Masalah kelahiran Kadang dapat iatrogenik 11,12

3.5 PatofisiologiTulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien muda cenderung mengalami fraktur kominunitiva septum nasal dibandingkan dengan pasien dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih kompleks.4Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal.4Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada kartilago septum nasal.4,9,13

Gambar 4. Penulangan HidungDiunduh dari http://www.learn-free-medical-transcription.blogspot.comFraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis. Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III.4,9,13

Gambar 5. Fraktur os nasal

3.6 KlasifikasiFraktur hidung dapat dibedakan menurut :41. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi, dan tulang rawan triangularis.2. Arah datangnya trauma: Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi dari salah satu tulang nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal dan septum nasi dengan akibat terjadi deviasi yang tampak dari luar. Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai bagian distal hidung atau kedua tulang nasal bisa patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan melebar. Bahkan kerangka hidung luar dapat terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada kompleks etmoid. Datang dari arah kaudal : relatif jarang.Jenis fraktur nasal meliputi:2,141. Fraktur nasal sederhana,2. Fraktur pada prosessus frontalis maksila,3. Fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi, 4. Fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer, 5. Fraktur kominutiva pada vomer, dan 6. Fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir dari hidung.3.6.1 Fraktur Nasal Sederhana Jika hanya terjadi fraktur tulang hidung saja dapat dilakukan reposisi fraktur dengan analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan reposisi dilakukan dalam keadaan narkose umum.2Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2% yang dicampur dengan epinefrin 1: 1000. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang masing-masing 3 buah pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di antara konka media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dalam foramen sfenopalatina. Tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang kadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethazoline spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan efek vasokonstriksi yang baik.2

Gambar 6. Fraktur hidung sederhana3.6.2 Fraktur Nasal KominutivaFraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang hidung nampak rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa fragmen tulang tetap hilang. Bidai digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi yang sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang hidung.43.6.3 Fraktur Nasal TerbukaFraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat tindakan.23.6.4 Fraktur Nasoorbitoetmoid KompleksJika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal. Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut ialah:2A. Komplikasi neurologik :1. Robeknya duramater2. Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya meningitis3. Pneumoensefal4. Laserasi otak5. Avulsi dari nervus olfaktorius6. Hematoma epidural atau subdural7. Kontusio otak dan nekrosis jaringan otakB. Komplikasi pada mata :1. Telekantus traumatika2. Hematoma pada mata3. Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan kebutaan4. Epifora5. Ptosis6. Kerusakan bola mataC. Komplikasi pada hidung :1. Perubahan bentuk hidung2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur,dislokasi, atau hematoma pada septum3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)4. Epistakis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya arteri etmoidalis5. Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontal atau mukokelPada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut di atas, jika terdapat kehilangan kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak sehingga memerlukan bantuan seorang ahli bedah saraf otak. Konsultasi kepada seorang ahli mata diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan terdapatnya kelainan pada mata. Pemeriksaan penunjang radiologic berupa CT scan (axial dan koronal) diperlukan pada kasus ini.2Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa kemungkinan terjadinya fistul cairan serebro spinal. Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, untuk ini diperlukan konsultasi dengan ahli mata. Klasifikasi nasoorbitetmoid kompleks tipe I mengenai satu sisi noncommunited fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe II, mengenai fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai kerusakan fragmen sentral berat dengan robeknya tendo kantus media.2Seorang ahli bedah maksilofasial harus mengenal organ yang rusak pada daerah tersebut untuk melakukan tindakan rekonstruksi dengan cara menyambung tulang yang patah sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan. Fraktur nasoorbitetmoid kompleks ini seringkali tidak dapat diperbaiki dengan cara sederhana menggunakan tampon hidung atau fiksasi dari luar. Apabila terjadi kerusakan duktus naso-lakrimalis akan menyebabkan air mata selalu keluar. Tindakan ini memerlukan penanganan yang lebih hati-hati dan teliti. Rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan kawat (stainless steel) atau plate & screw. Pada fraktur tersebut di atas, memerlukan tindakan rekonstruksi kantus media.2

3.7 Gejala KlinisTanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa :11a) Depresi atau pergeseran tulang tulang hidung.b) Terasa lembut saat menyentuh hidung.c) Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.d) Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye).e) Deformitas hidung.f) Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).g) Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.h) Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter meliputi:11,15 Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam Hidung terlihat miring atau melengkung Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah mereda Terjadi demam Perdarahan hidung berulang Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat darurat: Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang hidung Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung Cedera lain pada tubuh dan muka Kehilangan kesadaran Sakit kepala yang hebat Muntah yang berulang Penurunan indra penglihatan Nyeri pada leher Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan. 11

3.8 DiagnosisDiagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.2Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water dan bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.2Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat fraktur, bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana (saddle nose) yang berat.4a. Anamnesis Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan anosmia.4,13,14b. Pemeriksaan fisikKebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat dihantam atau terdorong. Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur nasal sering dihubungkan dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea. Fraktur nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa. Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.4,9,14Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang piramid hidung telah terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 4,9,14Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.4,9,13,14

Gambar 7. Deformitas septum nasal16

b. Pemeriksaan RadiologisJika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang diindikasikan. Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli klinis sering salah dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi. CT-scan dapat diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau mandibular.4,13,17

Gambar 8. Foto x-ray fraktur hidung 18

Gambar 9. CT-scan potongan coronal dan axial pada fraktur nasal 19

3.9 PenatalaksanaanTujuan Penangananan Fraktur Hidung :12a. Mengembalikan penampilan secara memuaskanb. Mengembalikan patensi jalan nafas hidungc. Menempatkan kembali septum pada garis tengahd. Menjaga keutuhan rongga hidung e. Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela, perubahan bentuk punggung hidungf. Mencegah gangguan pertumbuhan hidung 3.9.1 KonservatifPenatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien. 2,10Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat mengenai kapan seharusnya penatalaksanaan dilakukan. Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera setelah fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya, jarang pasien dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan apakah patah yang terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi sulit dilakukan. Sebab dari itu pasien dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi tertutup dilakukan 7-10 hari setelahnya dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan ditunda setelah 7-10 hari maka akan terjadi kalsifikasi. 4,9Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam kondisi baik, pernapasan optimal dan keadaan pasien cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan terhadap fraktur. Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi diperlukan. Tindakan pembersihan (debridement) juga dapat dilakukan. Namun pada tindakan debridement harus diperhatikan dengan bijak agar tidak terlalu banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan untuk melapisi kartilago yang terbuka.9,13

3.9.2 OperatifUntuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung. 5,13A. Teknik reduksi tertutup Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang sederhana dan unilateral. Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang digunakan untuk mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi. Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan analgesia lokal yang baik, dapat memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terbentuk proses kalsifikasi pada tulang hidung sehingga perlu dilakukan tindakan rinoplasti estetomi.Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah:1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)2. Cunam Asch3. Cunam Walsham4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)5. Pinset bayonet

Gambar 10. Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center) Walsham forceps, and (right) Boies elevator.14

Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan yang sederhana. Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi jari2Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung, cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur dikembalikan pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.2Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis gips yang dibentuk dari huruf T dan dipertahankan hingga 10-14 hari.2Langkahlangkah pada tindakan reduksi tertutup:1. Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis. Forceps Walshams digunakan untuk memindahkan kedua prosesus nasalis keluar maksila dan menggunakan tenaga yang terkontrol untuk menghindari gerakan menghentak yang tiba-tiba.2. Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch yang diletakkan di belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan forceps walshams, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat memegang septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari pegangan utama bagian bawah dengan ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk menghindari terjadinya kompresi dan kerusakan kolumela yang hebat dan lebih luas.3. Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan septum nasal.4. Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan mengindikasikan kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus diulang. Prosesus nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat terbentuk dengan bantuan jari-jari tangan.5. Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam menilai bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui septoplasti atau reseksi mukosa yang sangat terbatas.6. Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk, maka dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka. Pertama-tama, luka harus dibuka. Sangatlah penting untuk membuang semua benda asing yang berada pada luka seperti pecahan kaca, kotoran atau batu kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah yang cukup dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat dibutuhkan. Penutupan pertama terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm. Kadang luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive (steristrips).4

Gambar 11. Reposisi Fraktur Hidung20

Gambar 12. Teknik Reduksi Tertutup20

B. Teknik reduksi terbukaFraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan keuntungan. Pada daerah dimana fraktur berada sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam tulang. Masalah pada hidung menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah bahkan pada masa sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi setelah fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang terjadi. 5,14Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk:1. Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.2. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat nyata adanya fragmentasi tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial dan apparatus lakrimalis. Reposisi dan perbaikan hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini harus segera dilakukan.3. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi pada interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral atas, dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.4

3.10 Komplikasia. Hematoma SeptiMerupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum hematom ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang hilang. Prosedur yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase. 4,9,13

Gambar 13. Bilateral septal hematomas associated with a nasal fracture 21Penanganan hematom septum berupa : 4,14 Insisi dan drainase hematoma, Pemasangan drain sementara, Pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum Dan memperkecil kemungkinan terjadinya hematom ulang Dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya infeksi.b. Fraktur Dinding OrbitaFraktur pada dinding orbita dan lantai orbita dapat terjadi akibat pukulan. Gejala klinis yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler.4c. Fraktur Septum NasalSekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada hidung bagian bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan tulang hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan menggunakan forceps Asch.4d. Fraktur Lamina KribriformisMerupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang akan menyebabkan komplikasi berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.13,15

3.11 PrognosisKebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien.12,13

BAB IVANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita Fraktur os Nasal. Berdasarkan anamnesa didapatkan: Pasien mengeluh hidung susah bernafas dan nyeri terutama ketika disentuh Pasien juga mengaku mengalami trauma ketika bermain futsal, yaitu terkena siku temannya saat sedang bermain futsal Pasien juga mengeluh setelah trauma tersebut, dari hidung pasien keluar darah

Hal ini sesuai dengan gejala klinis dari fraktur os nasal yaitu: Keluhan utama penderita fraktur os nasal adalah hidung susah bernafas, epistaksis dan nyeri serta terdapat etiologi yang jelas yaitu telah tejadi trauma. Dari pemeriksaan fisik pada pasien dengan rinoskopi anterior tampak hiperemis pada bagian vestibulum nasi serta pada bagian konka inferior. Dan terdapat deviasi septum ke arah kanan. Hal ini sesuai dengan teori yaitu pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak deformitas tulang hidung. Dan pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang seperti rontgen cranium dan rontgent thoraks.Pada pasien ini saat di IGD diberikan terapi medikamentosa dengan pemberian Ibuprofen 2 x 400 mg dan metilprednisolon 1 x 1 tab. Namun, kemudian disarankan untuk melakukan tindakan reposisi os nasal dengan reduksi tertutup.

BAB VKESIMPULAN

1. Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera. Pada kasus trauma wajah sekitar 40% adalah fraktur nasal.2. Etiologi pada literatur adalah fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau muka.3. Pada anamnesis pasien didapatkan, hidung susah bernafas dan nyeri terutama ketika disentuh, terkena siku temannya saat sedang bermain futsal, keluar darah dari hidung pasien.4. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan hiperemis pada bagian vestibulum nasi, dan konka. Serta deviasi ke kanan dari septum nasi.5. Penatalaksaan fraktur hidung bisa dilakukan secara konservatif dan operatif. Pada pasien ini dilakukan juga tindakan reposisi hidung tertutup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Huriyati E, Fitria H. Penatalaksanaan Fraktur Os Nasal Lama Dengan Komplikasi Saddle Nose. Bagian Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher. FKUNAND. Padang: 2011. Diunduh tanggal: 10 November 20142. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rostuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118-122,199-202.3. Adam T.R et al. Nasal and Septal Fractures. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/878595. Diunduh: 10 November 2014.4. Anonymus. Fraktur nasal. Di unduh dari: http://ilmubedah.info/definisi-anatomi-diagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal. Diunduh: 10 November 20145. R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang Hidung. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.338.6. URL: http://www.geocities.ws/koskap3sakti/lain2/RSUD-BA/THT/ref-THT-RSBA-polip-nasi.doc. Diunduh 10 November 20147. Mansjoer A, Triyanti K, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama. Media Aesculapius. FKUI. 2001.8. Sadler TW. Langman Embriologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta: EGC, 20099. Lalwani AK. Current Diagnosis dan Treatment : Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-2. USA; McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.10. Anatomi hidung. Diunduh dari : www.netterimages.com. Diunduh:10 November 201411. Mayo Clinic Staff. Broken Nose. Diunduh dari: http//www.mayoclinic.com/health/broken-nose. 10 November 201412. P Van den Broek, etc. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Fraktur Hidung. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.121.13. Samual J.H. Nasal Fracture. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/84829-overview. 10 November 2014.14. Corry J.K. Management of Acute Nasal Fractures. Diunduh dari: www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html. 10 November 2014.15. Elizabeth A B. Broken Nose. Diunduh dari : http://www.emedicinehealth.com/broken nose/article em.htm. 10 November 2014.16. Deformitas Septum Nasal. Diunduh dari : www.healthline.com. 10 November 2014.17. George L Adams. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Fraktur Hidung. Edisi ke-6. Cetakan ke-3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997.h.513.18. Foto x-ray fraktur hidung. Diunduh dari: www.emedicine.medscape.com. 10 November 201419. CT-scan fraktur nasal. Diunduh dari: rhinoplastyinseattle.com. 10 November 201420. Reposisi dan reduksi fraktur hidung. Diunduh dari: www.primary-surgery.org 10 November 2014. 21. Vaskularisasi Hidung. Di unduh dari: www.aafp.org/afp/2005/0115/p305.html. 10 November 201442