CR Tia Sari Midi

43
STATUS PENDERITA No. catatan medik : 910963 Masuk RSAM : 10 April 2013 Pukul : 15.05 wib - ANAMNESIS Alloanamnesis (dari ibu pasien) 11 april 2013 I. Identitas - Nama penderita : An. ACH - Jenis kelamin : Perempuan - Umur : 12 tahun - BB : 25 kg - Agama : Islam - Suku : Lampung - Alamat : jl. Dr. Sutomo no 42-96, Penengahan, Bandar Lampung - Nama Ayah : Tn. S Umur : 53 tahun Pekerjaan : PNS Pendidikan : SMA - Nama Ibu : Ny. S Umur : 47 tahun Pekerjaan : Guru Pendidikan : SPG - Hub. dg orangtua : Anak kandung

Transcript of CR Tia Sari Midi

Page 1: CR Tia Sari Midi

STATUS PENDERITA

No. catatan medik : 910963

Masuk RSAM : 10 April 2013

Pukul : 15.05 wib

- ANAMNESIS

Alloanamnesis (dari ibu pasien) 11 april 2013

I. Identitas

- Nama penderita : An. ACH

- Jenis kelamin : Perempuan

- Umur : 12 tahun

- BB : 25 kg

- Agama : Islam

- Suku : Lampung

- Alamat : jl. Dr. Sutomo no 42-96, Penengahan, Bandar Lampung

- Nama Ayah : Tn. S

Umur : 53 tahun

Pekerjaan : PNS

Pendidikan : SMA

- Nama Ibu : Ny. S

Umur : 47 tahun

Pekerjaan : Guru

Pendidikan : SPG

- Hub. dg orangtua : Anak kandung

II. Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Demam

Keluhan tambahan : BAB cair

Page 2: CR Tia Sari Midi

Riwayat Penyakit Sekarang

Kurang lebih 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit os mengalami demam. Demam

terus menerus dan dirasakan lebih tinggi terutama pada malam hari. Demam tanpa

disertai kejang, menggigil, berkeringat malam ataupun penurunan kesadaran.

Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut bagian ulu hati, mual, nyeri kepala

dan penurunan nafsu makan. Kurang lebih 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit os

mengaku BAB cair disertai ampas berwarna coklat tanpa disertai lendir ataupun

darah 1x dalam sehari. Batuk dan pilek serta perdarahan disangkal. BAK dalam

batas normal, nyeri pada saat berkemih disangkal. Os kemudian melakukan

pemeriksaan darah dan didapatkan trombosit turun, kemudian os dibawa ke

RSAM Bandar Lampung. Riwayat keluarga yang mengalami sakit seperti ini

tidak ada. Os mengatakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit os jajan diluar saat

pergi berekreasi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Saat os berusia 6 tahun os pernah di opname karena penyakit bronchitis.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu os memiliki riwayat penyakit asma dan ayah os memiliki hipertesi

Riwayat Kehamilan

Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan namun tidak ada keluhan

yang berarti selama kehamilannya. Bayi lahir cukup bulan, secio secaria ec tali

pusat pendek dan kala 2 memanjang, bayi lahir langsung menangis. Berat badan

lahir 3800 gram, panjang badan 51 cm. Pada saat hamil ibu os berusia 38 tahun,

Riwayat Makanan

1. Usia 0-4 bulan : ASI dan susu formula, frekuensi minum ASI tiap kali bayi

menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih dari 8 kali dan lama

menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.

2. Usia 8 bulan : Nasi saring

Page 3: CR Tia Sari Midi

3. 12 bulan : nasi tim 3 kali sehari disertai dengan sayuran, lauk pauk serta

buah-buahan

4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur

bervariasi dan lauk pauk, dan diselingi dengan buah-buahan, porsi

menyesuaikan, 3 kali sehari.

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Imunisasi

B C G : 1x, umur 1 bulan, diameter scar 0,5 cm

Polio : 3x, umur 2,3,4 bulan

D P T : 3x, umur 2,3,4 bulan

Campak : 9 bulan

Hepatitis B : 3x, umur 0,1,6 bulan

Kesan : Lengkap sesuai umur

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Kompos Mentis

- Nadi : 98 x/menit, reguler, isi tegangan cukup

- Respirasi : 30x/menit

- Suhu : 37,5º C (per axiler)

- Tekanan darah : 110/70 mmhg

- BB : 25 kg

- Tinggi Badan : 150 cm

- Status gizi : gizi baik

BB/U : persentil +2SD (WHO 2005, Z-Score)

Status Generalis

1. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh

Pucat : (-)

Sianosis : (-)

Page 4: CR Tia Sari Midi

Ikterus : (-)

Perdarahan : (-)

Oedem umum : (-)

Turgor : Baik

Lemak bawah kulit : cukup

Pembesaran kelenjar getah bening generalisata : (-)

KEPALA

- Bentuk : Bulat, simetris

- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut, pertumbuhan merata

- Kulit : tidak pucat

- Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik

(-/-),pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)

- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)

- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping

hidung(-), sekret (-)

- Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor

LEHER

- Bentuk : Simetris

- Trakhea : Di tengah

- KGB : Tidak membesar

- JVP : Tidak meningkat

THORAKS

- Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi (-)

JANTUNG

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak 

Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula sinistra

Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar

Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra

Page 5: CR Tia Sari Midi

Batas kanan sela iga IV garis parasternal dextra

Batas kiri sela iga IV garis midklavikula kiri

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

PARU

ANTERIOR POSTERIOR

KIRI KANAN KIRI KANAN

Inspeksi Pergerakan

pernafasan simetris

Pergerakan

pernafasan simetris

Pergerakan

pernafasan

simetris

Pergerakan

pernafasan simetris

Palpasi Fremitus taktil

= kanan

Fremitus taktil

= kiri

Fremitus taktil =

kanan

Fremitus taktil

= kiri

Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi Suara nafas

Vesikuler

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

Suara nafas

vesikuler

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

Suara nafas

vesikuler

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

Suara nafas

vesikuler

Ronkhi (-)

Wheezing (-)

ABDOMEN

Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut

Perkusi : tympani

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

turgor kembali cepat

Auskultasi : bising usus normal

GENITALIA EXTERNA

- Kelamin : Laki-laki, tidak ada kelainan

EKSTREMITAS

- Superior : Oedem (-/-),sianosis (-), akral dingin -/-

- Inferior : Oedem (-/-),sianosis (-), akral dingin -/-

Page 6: CR Tia Sari Midi

Pemeriksaan Neurologis

Motorik : Koordinasi baik

Penilaian Superior ka / ki Inferior ka / ki

Gerak normal/normal normal/normal

Kekuatan otot 5/ 5 5/ 5

Tonus normotonus/ normotonus normotonus/ normotonus

Klonus - / - - / -

Atropi eutropi / eutropi eutropi / eutropi

Kesan motorik :normal

Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+/+)

R. Triseps : (+/+)

R. Patella : (+/+)

R. Archilles : (+/+)

Reflek Patologis : R. Babinsky : ( - / - )

R. Chaddock : ( - / - )

R. Oppeinheim : ( - / - )

Sensorik : sulit dinilai

Rangsang meningeal

Kaku kuduk : ( - )

Brudzinsky I : ( - )

Brudzinsky II : ( - )

Kernig sign : (-)

Otonom

- Miksi : normal

- Defekasi : normal

- Salivasi : normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (9 april 2013)

Page 7: CR Tia Sari Midi

Hb :14,5 gr/dl %

Ht : 44%

LED : 2 mm/jam

Leukosit : 4.700/ul

Hitung jenis

Basofil : 0%

Eosinofil: 0%

Batang : 0%

Segmen : 72%

Limfosit : 25%

Monosit : 3%

Malaria : Tidak ditemukan

Uji Serologi Widal (9 April 2013)

Tes Widal Hasil Titer

Typhi H antigen (+) 1/320

Typhi O antigen (+) 1/320

Paratyphi A-O Antigen (+) 1/80

Paratyphi B-OnAntigen (+) 1/320

Dengue Fever Ig M (-)

Dengue Fever Ig G (-)

Darah Rutin (10 April 2013)

Hb : 15,4 gr/dl

Ht : 46%

Trombosit : 124.000/ul

Darah Rutin (11 April 2013)

Page 8: CR Tia Sari Midi

Hb : 13,6 gr/dl

Ht : 40%

Trombosit : 159.000/ul

Darah Rutin (12 April 2013)

Hb : 14,1 gr/dl

Ht : 41%

Trombosit : 94.000/ul

V. RESUME

Pasien An. ACH, perempuan, berumur 12 tahun, berat badan 25 kg datang dengan

keluhan demam kurang lebih 4 hari smrs. Demam terus menerus dan dirasakan

lebih tinggi terutama pada malam hari. Demam tanpa disertai kejang, menggigil,

berkeringat malam ataupun penurunan kesadaran. Selain itu pasien juga mengeluh

nyeri perut bagian ulu hati, mual, nyeri kepala dan penurunan nafsu makan.

Kurang lebih 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit os mengaku BAB cair disertai

ampas berwarna coklat tanpa disertai lendir ataupun darah. Batuk dan pilek serta

perdarahan disangkal. BAK dalam batas normal, nyeri pada saat berkemih

disangkal. Os lalu dibawa ke RSAM Bandar Lampung. Riwayat keluarga yang

mengalami sakit seperti ini tidak ada. Os mengatakan 5 hari sebelum masuk

rumah sakit os jajan diluar saat pergi berekreasi. Imunisasi dasar lengkap sesuai

umur dan sesuai Depkes. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat

pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran, lahir dengan secio cesaria, cukup

bulan, pemeliharaan postnatal baik. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan

umum tampak sakit sedang, kompos mentis dan gizi kesan baik. Pemeriksaan .

Tanda vital: N: 98x/menit, RR: 30x/menit, t= 37,5oC, Pemeriksaan fisik: bibir

kering, lidah kotor dan nyeri tekan epigastrium . Pemeriksaan neurologi dalam

batas normal pemeriksaan laboratorium tanggal 9 April 2013 Hb: 14,5 gr/% ,

LED: 2 mm/jam, Leukosit: 4700/ul Hitung jenis: Basofil: 0%, Eosinofil: 0%,

Batang: 0%, Segmen: 72%, Limfosit: 25%, Monosit: 3%. Uji serologi tanggal 9

April 2013 Typhi H antigen positif 1/320, Typhi O antigen positif 1/320,

Page 9: CR Tia Sari Midi

Paratyphi A-O antigen positif 1/80, Paratyphi B-O antigen positif 1/320, Dengue

fever Ig M negative, Dengue fever Ig G negative. Hasil laboratorium tanggal 10

april 2013 Hb : 15,4gr/dl Ht: 46% , Trombosit: 124.000/ul, Hasil Laboratorium

tanggal 11 April 2013 Hb: 13,6gr/dl Ht: 40%, Trombosit: 159.000/ul. Hasil

laboratorium tanggal 12 April 2013 Hb: 14,1gr/dl Ht: 41%, Trombosit: 94.000/ul.

IV. Diagnosis Banding

Demam Typhoid

Gastroenteritis

Malaria

Infeksi Saluran Kemih

V. Diagnosis kerja

Demam Thypoid

VI. Penatalaksanaan

Terapi

1. IVFD RL XX gtt.

2. Paracetamol tablet 4x 250mg

3. Ranitidin ½ ampul/12jam IV

VII. Anjuran Pemeriksaan

Tubex test

VII. Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Functionam : ad bonam

Quo ad Sanationam : ad bonam

Page 10: CR Tia Sari Midi

VII. FOLLOW UP

Hari/tanggal Keluhan Status present Penatalaksanaan 10 april 2013IGD

KU: TS sedang

Sense: CM

S= Demam, Pusing, mual,

nyeri tekan epigastrium

Bb = 25 kg

Nadi: 84x/m

Nafas: 16x/m

T= 37,10c

4. IVFD RL XX gtt.

5. Paracetamol tablet 4x

250mg

6. Ranitidin ½

ampul/12jam IV

11 april 2013ruangan

Keluhan: Demam, Pusing KU : TSS

Kes : CM

Vital sign

nadi : 98x/menit

RR : 30x/menit

T : 37,8ºC

Pem.Neurologis

Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik

7. IVFD RL XVI gtt

8. Injeksi Visilin

1gr/8jam

9. Paracetamol 3x ½

tablet

10. Ranitidin ½

ampul/12jam

Cek DL

12 april 2013ruangan

Keluhan :

- Pusing, nyeri tekan

epigastrium, os sub febris

pada malam hari

- BAK Lancar- BAB normal

KU : TSS

Kes : CM

Vital sign

nadi : 96x/menit

RR : 28x/menit

T : 35,7ºC

Pem.Neurologis

Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik

11. IVFD RL XV gtt/m

12. Ceftriaxon 1gr/12 jam

13. Ranitidin ½ ampul/12

jam

14. Paracetamol 3x

250mg

13 April 2013 Keluhan : Pusing KU : TSS Keluarga minta pulang

Page 11: CR Tia Sari Midi

ruangan Kes : CM

Vital sign

nadi : 68x/menit

RR : 28x/menit

T : 35,4ºC

Pem.Neurologis

Motorik: baikReflek fisiologis+Reflek patologis-Rangsang meningeal –Otonom ;baik

Acc pulangCefixim 2x100 mg

Page 12: CR Tia Sari Midi

BAB II

ANALISA KASUS

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kejang demam kompleks

dan kejang demam sederhana. Diagnosa kerja pada pasien ini adalah kejang

demam sederhana. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang hasilnya

disesuaikan dengan kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai

pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana.

Dari anamnesa di dapatkan:

umur penderita < 6thn (1 thn 11 bulan),

kejang didahului demam,

kejang berlangsung hanya satu kali selama 24 jam, kurang dari 5 menit,

kejang umum, tonik-klonik,

kejang berhenti sendiri,

pasien tetap sadar setelah kejang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya:

Suhu tubuh 38,2oC di ruangan , di UGD = 39oC,

tidak ditemukan kelainan neurologis setelah kejang.

Dari hal yang di uraikan di atas sesuai dengan kriteria kejang demam sederhana

berdasarkan kriteria livingston. Sehingga diagnosa kerja pada pasien ini sudah

sesuai.

Dari anamnesa juga didapatkan batuk pilek 1 minggu sebelum masuk rumah

sakit, namun pasien belum pernah ke dokter, kemungkinan besar hal tersebut

merupakan gejala faringitis, dimana didukung dengan ditemukan tonsil dan

faring yang hiperemis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr.

Page 13: CR Tia Sari Midi

dr. Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam, infeksi yang paling

sering menyebabkan demam yang akhirnya memicu serangan kejang demam

adalah faringitis yaitu 34%. Selanjutnya adalah otitis media akut 31% dan

gastroenteritis 27%. Sehingga diagnosa yang sesuai pada kasus adalah kejang

demam sederhana et causa faringitis.

Pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah pemeriksaan darah lengkap.

Menurut kepustakaan, pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin

pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber

infeksi penyebab demam. Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal

dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.

Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 – 6,7%. Pungsi lumbal

menjadi pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien kurang dari 18

bulan. Pada kasus ini pasien berumur 23 bulan dan secara klinis tidak

ditemukkan gejala mengarah ke infeksi intrakranial sehingga pemeriksaan

pungsi tidak perlu dilakukan. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan

elektrolit dan gula darah sewaktu. Hal ini kurang sesuaikarena kenaikan suhu

1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% – 15%.

Mengakibatkan peningkatan glukosa dan oksigen. Selain itu dapat terjadi

perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium. Di lain pihak cek

elektrolit juga penting untuk memastikan apakah ketidak seimbangan elektrolit

dalam tubuh yang menjadi pencetus kejang demam.

Terapi cairan yang diberikan pasien ini dengan menggunakan ringer laktat.

Pemberian RL Kurang sesuai karena RL merupakan cairan resusitasi yang

hanya terdiri dari elektrolit seperti natrium laktat 1,55 g, natrium klorida 3 g,

kalium klorida 0,15 g, kalsium klorida 0,1 g, osmolaritas 274 mOsm/l, Na+ 130

mEq/l, K+ 4 mEq/l, laktat 27 mEq/l, Cl- 109,5 mEq/l, Ca2+ 2,7 mEq/l. jika hanya

diberikan RL tidak mencukupi untuk kebutuhan kalori

Page 14: CR Tia Sari Midi

Pada kasus ini sebaiknya diberikan cairan N4 D5. Karena pada kasus kejang

demam dibutuhkan cairan rumatan yaitu D5 ¼ NS. D5 ¼ NS terdiri dari

glukosa 55 gram, NaCl 2,25 gram. D5 ¼ NS pada kasus ini digunakan untuk

menambah kalori dan mengembalikan keseimbangan elektrolit karena seperti

yang telah di bahan bila kenaikan suhu 10c akan mengakibatkan peningkatan

kebutuhan glukosa.

Pada kasus ini dengan BB = 10,kg Kebutuhan cairan: 10kg X 100

cc/kgBB/hari = 1000 : 60 = 15 tetes/menit (mikro). Pada kasus ini diberikan X

tetes/menit pada terapi awal ugd, namun bertambah menjadi 25 tetes/menit.

jumlah pemberian tetesan kurang sesuai karena melebihi kebutuhan cairan

pasien ditambah pasien dalam kondisi dapat minum maupun makan.

Terapi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi kejang demam sudah

sesuaidalam pemberian paracetamol, dimana paracetamol diberikan selama

pasien mengalami demam yaitu dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat

diulang 4-6 jam. Dengan BB 10 Kg maka paracetamol yang dapat diberikan

100-150mg/kali pemberian. Pada pasien ini diberikan paracetamol 3 x 1 cth

120 mg = 1 cth. Pada kasus ini diberikan 120 X 3 = 360 mg. Indikasi dan dosis

paracetamol pada kasus ini sudah sesuai.

Pada pasien diberikan stesolid supp yang berisi diazepam, dengan dosis untuk

anak dengan berat badan dibawah 10 kg, diberikan 5mg (1 tube isi 5 mg) bila

kejang. Hal tersebut belum sesuai, karena diazepam penting sebagai profilaksis

intermiten, dimana diazepam dapat diberikan pada pasien yang suhunya

mencapai 38,50C untuk mencegah timbulnya kejang kembali. Pemberian

diazepam sebagai profilaksis intermitten merupakan pilihan tepat dibanding

obat anti kejang lain. Pemeberian diazepam ditambah antipiretik jauh lebih

efektif untuk mencegah terulangnya kejang, dibandingkan pemberian

antipiretik saja. Pada pasien ini sebaiknya diberikan diazepam oral, karena

melihat kondisi pasien yang sadar dan masih dapat makan dan minum.

Page 15: CR Tia Sari Midi

Pemeberian diazepam rektal dapat diberikan bila pasien mengalami penurunan

kesadaraan atau saat pasien sedang kejang.

Pada pasien ini di berikan ampicilin 250 mg/6jam (1000mg/hari) dan

gentamisin 35 mg/12 jam (70mg/hari) tidak sesuai karena antibiotik ampisilin

+ gentamisin ditujukan untuk pasien kejang demam dengan adanya faringitis

yang disebabkan oleh bakteri. Faringitis pada pasien ini disebabkan oleh virus,

karena menurut kepustakaan, kebanyakan faringitis disebabkan oleh virus.

Faringitis yang disebabkan oleh virus menimbulkan gejala sama seperti

common cold, dan pada pemeriksaan fisik, ditemukan faring yang hiperemis

dan membengkak. Sedangkan faringitis yang disebabkan oleh bakteri pada

pemeriksaan fisik ditemukan faring hiperemis dan pada soft palate terdapat

erythematous atau petekie. Tonsil juga membengkak dan merah, terkadang

ditutupi dengan eksudat. Papil lidah juga bisa membengkak dan memerah

(stawberry tounge).

Selain dengan pengobatan medikamentosa diperlukan pengobatan supportif

pada pasien dengan kejang demam, yaitu dengan menjaga keseimbangan cairan

dan elektrolit, membebaskan jalan nafas dan terapi oksigen terutama untuk

kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya

apnea, meningkatkan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet

yang akhirnya terjadi hiposekmia, hiperkapnia, asidosis laktat, disebakan

metabolisme anaerobik. Menggunakan pakaian tipis dalam ruangan yang baik

ventilasi udaranya. Anak tidak harus terus berbaring di tempat tidur, tetapi

dijaga agar tidak melakukan aktivitas berlebihan. Anak dapat dikompres untuk

mencegah demam yang akan memicu kejang. Umumnya mengompres anak

akan menurunkan demamnya dalam 30-45 menit. Pada pasien ini merupakan

kejang demam kedua dalam kurun 1 tahun, sehingga edukasi kepada keluarga

pasien seharusnya diberikan.

Page 16: CR Tia Sari Midi

Prognosis penderita ini adalah ad bonam untuk quo ad vitam dan functionam

karena pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat sehingga

sudah tidak kejang, walaupun masih demam.

Dengan penanggulangan yang sesuaidan cepat, prognosis baik dan tidak

menyebabkan kematian. Frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% -

50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

Resiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam

tergantung dari faktor :

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum

anak menderita kejang demam

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian

hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%,dibandingkan

bila hanya ada satu atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan

kejang tampa demam terjadi hanya 2 – 3 % saja. Sedangkan pada kasus ini

tidak didapatkan satupun faktor diatas.

Page 17: CR Tia Sari Midi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal diatas 38ºC)yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium

(Pusponegoro. D, 2006).

Kejang demam dapat juga didefinisikan sebagai kejang yang disertai demam

tanpa bukti adanya infeksi intrakranial, kelainan intrakranial, kelainan metabolik,

toksin atau endotoksin seperti neurotoksin Shigella (R Strange, Gary, 2009).

Kejang demam pertama kali pada anak biasanya dihubungkan dengan suhu yang

lebih dari 38ºC, usia anak kurang dari 6 tahun, tidak ada bukti infeksi SSP

maupun ganguan metabolic sistemik akut (Rudolph AM, 2004).

Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal mulai

demam. Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat bersifat

fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum di

mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik,

maupun tonik-klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat

berlangsung lebih dari 15 menit (Lumbantobing Sm, 2007).

B. ETIOLOGI

Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan

tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi

terjadinya kejang (1). Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 %

Page 18: CR Tia Sari Midi

anak yang mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat

kejang demam pada masa kecilnya (Lumbantobing, 2007).

Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang

paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran

pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis (W Hay. et al, 2009).

C. Patofisiologi

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi

K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya

terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam

dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran

dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan

energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak

20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan

dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui

membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang

cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan

bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.

Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu

tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada

suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat

terjadi pada suhu 40oC atau lebih.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi

pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga

Page 19: CR Tia Sari Midi

kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan

sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis.

Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari

kejang demam, yaitu:

Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.

Cepatnya kenaikan suhu.

Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.

Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga

sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.

Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan

baik susunan saraf pusat (korteks serebri) (Tejani NR, 2010).

D. Faktor Risiko

Kejang demam terkait dengan tiga unsur yaitu umur, demam dan predisposisi.

Faktor predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam berhubungan dengan

riwayat keluarga, riwayat kehamilan dan persalinan, gangguan tumbuh kembang

anak, seringnya menderita infeksi, dan kadar elektrolit, seng dan besi darah

rendah (Bahtera T, 2009).

E. Manifestasi Klinis

Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi

tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan

kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot.

Kontraksi dapat berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak

akan jatuh apabila sedang dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan urin

tanpa dikehendakinya (Lumbantobing SM, 2007).

Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat.

Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang

Page 20: CR Tia Sari Midi

klonik), maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan

kesadarannya dan tidak dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya.

F. Klasifikasi

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam Tahun 2006 membuat kriteria dan

membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau

klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang.

2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut :

a. Kejang lama > 15 menit

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau

kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak

tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, kejang umum didahului kejang

parsial.

c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2

bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara

anak yang mengalami kejang demam.

G. Diagnosis

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan

penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi

susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan

elektrolit, dan adanya lesi struktural pada sistem saraf misalnya epilepsy

Page 21: CR Tia Sari Midi

(Behrman et al, 2005). Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

Anamnesis (Tejani NR, 2011)

1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis

meningitis encephalitis)

2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap

atau naik turun)

4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran

napas, otitis media, gastroenteritis)

5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan

kejang

6. Sifat kejang (fokal atau umum)

7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai

demam atau epilepsi)

9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

10. Trauma

Pemeriksaan Fisik (Tejani NR, 2011).

1. Temperature tubuh

2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya

demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis)

3. Pemeriksaan reflex patologis

4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis

meningitis, encephalitis)

Pemeriksaan Penunjang

Menurut konsensus penatalaksanaan kejang demam tahun 2006, pemeriksaan

penunjang pada kejang demam yaitu:

Page 22: CR Tia Sari Midi

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,

tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,

atau keadaan lain misalnya gastroentritis dehidrasi disertai demam.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,

elektrolit dan gula darah.

2. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis

bakterialis adalah 0,6 % - 6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan

diagnosis meningitis karena manifesti klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu

pungsi lumbal dianjurkan pada :

a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

b. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan

c. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perl dilakukan pungsi lumbal.

3. EEG : Masih kontroversi karena manfaat untuk pengolahan sangat

sedikit

Pemeriksaan elektrornsefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang

tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.

4. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)

atau magnetic resonance (MRI) jarang sekali dikerjakan , tidak hanya atas

indikasi seperti :

a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

b. Paresis nervus VI

c. Papiledema

Page 23: CR Tia Sari Midi

H. Tata Laksana

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang

kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling

cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara

intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan

dengan keccepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis

maksimal 20mg.

Obat praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam

rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg

untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan

lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah

usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi

dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kehjang, dianjurkan ke

rumah sakit. Dirumah sakit ddapat diberikan diazepam intravena dengan dosis

0,3-0,5 mg/kgBB.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secar intravena dengan dosis

awal 10-20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB.menit atau kurang dari

50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kgBB/hati,

dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat diruang

intensif (Pusponegoro. D et al. 2006).

Menurut Deliana, 2002 pada tata laksana kejang demam ada 3 hal yang perlu

dikerjakan, yaitu:

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Page 24: CR Tia Sari Midi

Pengobatan fase akut

Pada waktu pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien

dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas

agar oksigenasi tetap terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur,

diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital seperti

kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang

tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam

adalah pilihan utama dengan pemberian secara intrarektal .

Mencari dan Mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun

demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang

dicurigai meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil

sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan

pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur

kurang dari 18 bulan.

Pengobatan Profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan

bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap.

Ada 2 cara profilaksis,yaitu:

1. Profilaksis intermittent pada waktu demam

2. Profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan tiap hari

Profilaksis intermittent

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orang tua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada

pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorbsi dan cepat masuk ke otak. Hal

yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak

mendapat hasil dengan fenobarbilal intermittent. Diazepam intermittent

Page 25: CR Tia Sari Midi

memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan

diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengan berat badan

kurang dari 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg,

setiap pasien menunjukkan suhu 38,5˚C atau lebih. Diazepam dapat pula

diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada

waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan

hipotonia.

Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai

apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet

yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur

dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot

dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

Profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16ug/ml

dalam darah yang menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah

berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital berupa kelainan watak

yaitu iritabel,hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30-50% pasien.Efek

samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital.

Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah Asam

valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan fenobarbital tetapi

kadang-kadang menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis valproat adalah

15-40 mg/kgBB/hari. Valproat tidak menyebabkan kelainan watak. Fenitoin dan

carbamazepin tidak efektif untuk pencegahan kejang demam. Profilaksis terus

menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat

menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di

kemudian hari.

Page 26: CR Tia Sari Midi

Menurut Livingston semua pasien epilepsy diprovokasi oleh demam diberikan

pengobatan fenobarbital selama 3 tahun bebas kejang. Indikasi ini sudah banyak

ditinggalkan dan indikasi profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah:

1 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau

perkembangan

2 Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologist sementara atau menetap

4 Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi pada

bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu

episode demam

Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

J. Prognosis

Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita kejang

demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa pengobatan

dengan antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83

penderita kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar

dari 6 bulan-3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan

rumatan, kejang demam kambuh pada 27 penderita.

Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan

mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila

kejang demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini

terjadi dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 %

dalam kurun waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita

yang mengalami kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian

terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 % kejang

demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan.

Page 27: CR Tia Sari Midi

Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun

kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun

kemungkinan kekambuhannya 28 %.

Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak

yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada

kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki

riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang

tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis

maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita

epilepsi pada kehidupan dewasa mereka (Lumbantobing SM, 2007).

Page 28: CR Tia Sari Midi

DAFTAR PUSTAKA

Behrman RE, Kliegman RM, Arvio. 2005. Nelson Ilmu Kesehatan anak, volume

3, edisi 15. Jakarta: EGC.

Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. IDAI Sari

Pediatri, Vol. 4, No. 2: 59 - 62

Lumbantobing SM. 2007. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Pusponegoro. D. Hardiono dkk. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang

Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

R Strange, Gary. 2009. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United States:

McGrawHill Companies.

Rosalyn Carson-DeWitt, MD. 2012. Viral Pharyngitis. Accessed on April 16th

2013. Available at:

http://pediatrics.med.nyu.edu/conditions-we-treat/conditions/viral-

pharyngitis

Rudolph AM. 2002. Febrile Seizures. Rudolph Pediatrics. 20th Edition. Appleton

& Lange.

.

Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures. Accessed on April 16th 2013. Available

at: http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview

Tjipta Bahtera Dr,SpA. 2009. Kejang Demam dalam pedoman pelayanan medik

anak Edisi ke 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP,Semarang,

Page 29: CR Tia Sari Midi

W Hay, William. 2009. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19th

edition. United States of America: McGrawHill. Page 697-698.

Wolf, Paul; Shinnar, Shlomo. 2005. Febrile Seizures Page 83-88. Current

Management in Child Neurology.

Page 30: CR Tia Sari Midi

LAPORAN KASUS

DEMAM TIFOID

Di susun oleh:

Difitasari Cipta Perdana, S.Ked

Mutia Agustina Maharani, S.Ked

Syahrul Hamidi N, S.Ked

Pembimbing :

dr. Murdoyo, Sp.A

dr. Fedriyansyah, Sp.A

SMF ANAK

RUMAH SAKIT HI ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

2013