BPH Portofolio

41
BAB I PENDAHULUAN Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat. Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik. 7 Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. 1 Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan 1

description

ll

Transcript of BPH Portofolio

Page 1: BPH Portofolio

BAB IPENDAHULUAN

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi

pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi.

Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia

50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan

bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat.

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar

negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan

untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur.

Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini,

dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi

kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.7

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan

pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi

perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada

usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan

tanda klinik.1

Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk

mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling

ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

1

Page 2: BPH Portofolio

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Pasien berobat ke RS DKT tanggal : 08-03-2012

No. Rekam Medik :

ANAMNESIS

I. Identitas

Nama : Tn. D

Usia : 65 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. H.Umar Maja Baru, Kel. Sumur Putri, Kec. Teluk Betung

Utara – Bandar Lampung

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Status pernikahan : Menikah

Pendidikan : SMA

II. Anamnesis

Anamnesis diambil secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 09-02-2012, jam

13.30 WIB di bangsal Mawar RS DKT Bandar Lampung.

III. Keluhan Utama

Tidak bisa BAK sejak 8hari SMRS

IV. Keluhan Tambahan

-

V. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien tidak bisa BAK sejak 8 hari SMRS, saat itu merasa nyeri pada perut bagisn

bawah. Seminggu SMRS berobat ke puskesmas lalu dipasang kateter, volume urin ± ¾ urin

bag. Awalnya, pasien buang air kecil tidak lancar sejak 2 tahun yang lalu. Pasien harus

menunggu pada permulaan BAK, mengedan pada saat BAK, alirannya terputus-putus tidak

dipengaruhi perubahan posisi, pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir BAK.

Pasien juga merasa tidak puas setelah BAK, sering kencing terutama pada malam hari

terbangun untuk kencing, keluhan juga disertai nyeri saat BAK, nyeri BAK tidak menjalar.

2

Page 3: BPH Portofolio

BAK berdarah (-), tidak keruh, BAK keluar pasir (-), nyeri pinggang (-), demam (-),

penurunan BB (-).

VI. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat darah tinggi, asma, penyakit jantung, kencing manis disangkal.

VII. Riwayat Penyakit keluarga

Riwayat penyakit DM,asama, hipertensi, penyakit jantung disangkal.

VIII.Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak suka makan sayur dan buah, serta jarang minum. Namun, BAB

lancar 1x/2-3hari dengan konsistensi normal. Minum banyak ± 8 gelas/hari.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 09-03-2012, jam 13.30 WIB di bangsal Mawar RS

DKT Bandar Lampung.

I. Keadaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan sakit : sakit ringan

BB : 50 kg

TB : 160 cm

BMI : 19,53

Kesan gizi : cukup

II. Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 80 X/menit

Pernapasan : 18 X/menit

Suhu : 36,9 ºC

III. Kepala dan Leher

Bentuk kepala : normocephali

Rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah : simetris, tidak ditemukan benjolan

Mata

Conjungtiva anemis -/-, Sclera ikterik -/-, oedem palpebra -/-

Pupil isokor, 3 mm, kekeruhan pada lensa -/-

Telinga

3

Page 4: BPH Portofolio

Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra, Bentuk aurikula

dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak hiperemis, Tidak

ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra

Dinding meatus aurikularis dextra dan sinistra tidak oedem, tidak hipremis

Nyeri tekan tragus -/-, Nyeri tekan aurikula -/-, Nyeri tarik aurikula -/-, Nyeri tekan

retroaurikula -/-

Hidung

Tidak terlihat deformitas

Nares anerior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/-

Mulut

Bentuk mulut normal

Tidak ditemukan kelainan kulit daerah perioral

Bibir tidak pucat, tidak kering,tidak sianosis

Lidah tidak kotor, tidak tremor, tidak hiperemis, tidak kering, tidak nampak bercak-

bercak

Uvula terletak ditengah, tidak oedem, tidak ada pulsasi, berwarna merah muda,

Faring tidak hiperemis

Tonsila T1-T1, tidak hiperemis

Leher

Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid,

tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak deviasi trakea

Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak teraba pembesaran KGB leher, kaku

kuduk (-), trakea teraba di tengah, trakeal tug (-)

Pada auskultasi tidak terdengar bruit

IV. Thorax

Thorax Anterior

Inspeksi

bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang

tertinggal, pernapasan abdominotorakal

Pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi ataupun bulging

4

Page 5: BPH Portofolio

Tidak ditemukan eflouresensi pada kulit dinding dada,

Tidak terdapat kelainan tuang iga dan sternum, Tidak terlihat spider navy

Ictus cordis terlihat pada ics 5, 1 cm medial linea midclavicularis kiri, pulsasi

abnormal (-)

Palpasi

Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan

pada dinding dada, Gerak nafas simetris

Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, friction fremius (-), thrill (-)

Teraba ictus cordis pada ics 5, 1 cm medial linea midclavicularis kiri , diameter 2

cm, kuat denyut cukup

Angulus costae 80 º

Perkusi

Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor

Batas paru-hepar pada linea midclavicularis kanan ics 6, peranjakan hepar 2 jari

dibawah ics 6

Batas kanan bawah paru-jantung pada ics 5 linea sternalis kanan, batas kanan

atas paru-jantung pada ics 3 linea sternalis kanan

Batas paru-lambung pada linea axilaris anterior ics 8

Batas kiri paru-jantung pada ics 5 linea midcavicularis kiri, batas atas kiri paru-

jatung pada ics 3 linea parasternalis kiri

Auskultasi

Suara nafas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing-/-

BJ I, BJ II regular, kekuatan cukup, punctum maksimum pada linea midclavicula

kiri ics 5, murmur (-), gallop (-), splitting (-)

Thorax Posterior

Inspeksi

Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis

tidak terlihat eflouresensi, Tidak terlihat benjolan, Tidak terdapat kelainan

vertebra

Palpasi

gerak napas simetris, vokal fremitus simetis

Tidak ditemukan nyeri tekan

Perkusi

5

Page 6: BPH Portofolio

tidak terdapat nyeri ketuk, Perkusi secara umum terdengar sonor

Batas bawah paru kanan pada ics 10, batas bawah paru kiri pada ics 11

Auskultasi

suara nafas vesikuler

V. Abdomen

Inspeksi

Bentuk perut rata, tidak terlihat sagging of the flanks, pinggang tampak simetris

dari anterior dan posterior

Eflouresensi (-), Tidak terdapat pelebaran vena-vena superficial

Tidak terdapat smilling umbilicus

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Arterial bruit (-), venous hum (-)

Palpasi

supel, defens muskular umum dan setempat (-), turgor kulit baik, tidak teraba

massa

Nyeri tekan (-) pada suprapubik

Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Vesika fellea tidak teraba, murphy sign (-)

Ballotement -/-, NK CVA -/-, Undulasi (-)

Perkusi

Perkusi secara umum terdengar timpani

Batas bawah hepar sejajar linea midklavikularis dextra pada ics 7 dan batas atas

hepar pada ics 5 linea midklavikularis dextra.

VI. Extremitas

Ektremitas atas

Inspeksi

Tangan kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak terdapat

eflouresensi, tidak ada ptechiae, tidak terdapat palmar eritem, distribusi rambut

normal

Kuku tidak tampak pucat, tidak sianosis, Tidak ditemukan clubbing finger

Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas atas dapat bergerak aktif

dan bebas, Tidak ada gerakan involunter, tidak ada tremor

Palpasi

6

Page 7: BPH Portofolio

tidak terdapat nyeri tekan, akral hangat dan kering

pitting oedem (-)

kekuatan otot normal 5555 5555

Ekstremitas bawah

Inspeksi

Tungkai kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak terdapat

eflouresensi, tidak ada ptechiae, distribusi rambut normal

Kuku tidak tampak pucat, tidak sianosis, Tidak ditemukan clubbing finger

Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas bawah dapat bergerak aktif

dan bebas, Tidak ada gerakan involunter

Palpasi

tidak terdapat nyeri tekan, akral hangat dan kering

pitting oedem (-)

kekuatan otot normal

5555 5555

STATUS LOKALIS

Regio Suprapubik

• Inspeksi : Datar, tidak tampak massa

• Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba massa

• Perkusi : Timpani

Regio Genitalia Eksterna

• Inspeksi : Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran scrotum,

terpasang cateter, produksinya ada, urin berwarna kuning jernih

• Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, tidak teraba masa, tidak teraba pengerasan pada

bagian ventral penis.

Regio Anal

• Inspeksi : Tidak tampak massa

• Palpasi : Nyeri tekan tidak ada

• Rectal toucher : Tonus sfingter ani cukup, ampula recti tidak kolaps, mukosa

rectum licin. Prostat : teraba membesar, polus atas tidak dapat diraba, sulcus medianus

mendatar, kenyal, permukaan licin,tidak nyeri.

• Sarung tangan : Feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak ada

7

Page 8: BPH Portofolio

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG

Laboratorium darah

GDS : 112 mg/dl (< 140 mg/dl)

SGOT : 31 u/l (< 42 u/l)

SGPT : 14 u/l (<47 u/l)

Ureum : 39 mg/dl (10-40 mg/dl)

Kreatinin : 1,2 mg/dl (0,67-1,50 mg/dl)

Hb : 15 g/dl (13-18 g/dl)

Leukosit : 6400 /mm3 (4500-10000 /mm3)

LED : 85 mm/jam (0-10 mm/jam)

Trombosit : 312.000 /mm3 (150000-400000 /mm3)

Ht : 18%

Bleeding time : 2’30” (1’- 3’)

Clotting time : 7’ (1’- 10’)

Protein total : 6,3 g/dl ( g/dl)

Abumin : 4,5 g/dl ( g/dl)

Globulin : 1,8 g/dl ( g/dl)

Urinalisa

Warna : kuning jernih

pH : 6,0 (4,6-8,0)

Protein : -

Glukosa : -

Leukosit : -

Eritrosit : - 0-1 /LPB

Epitel : +

Kristal amorf : -

Urobilinogen : normal

Bilirubin : -

Ketone : -

Silinder : -

Nitrit : -

Darah : -

Berat jenis : 1015

8

Page 9: BPH Portofolio

EKG

Normal

Rontgen thorax PA

Normal

DIAGNOSIS KERJA

Suspek BPH

DIAGNOSIS BANDING1. Urolithiasis2. ISK

3. Ca prostat

RENCANA PEMERIKSAAN TAMBAHANUSG abdomenPSA

PENATALAKSANAAN

IVFD RL 20 tpm

Ganti kateter urin

Konsul Sp.U (setelah hasil USG Abdomen)

PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonamAd sanationam : dubia ad bonamAd fungsionam : dubia ad bonam

Page 10: BPH Portofolio

BAB III

FORMAT PORTOFOLIO

Kasus 1

Topik: BPH

Tanggal (kasus): 9-03-2012 Persenter: dr. Anditta Zahrani

Tangal presentasi: 13-4-2012 Pendamping: dr. Imelda M.

Tempat presentasi: RS DKT Bandar Lampung

Obyektif presentasi:

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi: laki-laki,65 thn, tak bisa BAK

□ Tujuan: mengatasi BPH

Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

Cara membahas: □ Diskusi □Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos

Data pasien: Nama: Tn.D No registrasi:

Nama klinik: RS DKT Telp: - Terdaftar sejak: -

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: BPH/ retensi urin

2. Riwayat Pengobatan: pasang kateter di puskesmas

3. Riwayat kesehatan/ Penyakit: Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya

4. Riwayat keluarga/ masyarakat: tak ada riwayat BPH di keluarga

5. Riwayat pekerjaan: -

6. Lain‐lain : -

Daftar Pustaka:

BPH

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.

2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran

Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.

3. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,

1994.

4. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.

Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.

5. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Bailey’s Emergency Surgery 11th edition, Gadjah Mada

Page 11: BPH Portofolio

University Press, 1992.

6. www.prostata-therapie.de.co.uk

7. www.prostateinformation.co.uk

Hasil pembelajaran:

1. Diagnosis BPH

2. Patogenesis BPH

3. Penatalaksanaan BPH

4. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat

Subyektif

Tn.D,67 tahun tidak bisa BAK sejak 8hari SMRS, lalu dibawa ke puskesmas untuk dipasang

kateter urin. 2 tahun yang lalu, selalu menunggu pada permulaan buang air kecil, mengedan

pada saat buang air kecil, alirannya terputus-putus, pancaran air kencing lemah dan menetes

pada akhir kencing. Pasien juga merasa tidak puas setelah buang air kecil, sering kencing

terutama pada malam hari, nyeri saat BAK, nyeri BAK tidak menjalar. BAK berdarah (-), tidak

keruh, BAK keluar pasir (-), nyeri pinggang (-), demam (-), penurunan BB (-).

Obyektif

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Regio Suprapubik

• Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba massa

Regio Genitalia Eksterna

• Inspeksi : Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran scrotum, terpasang

cateter, produksinya ada, urin berwarna kuning jernih

Regio Anal

• Rectal toucher : Tonus sfingter ani cukup, ampula recti tidak kolaps, mukosa rectum

licin. Prostat : teraba membesar, polus atas tidak dapat diraba, sulcus medianus mendatar,

kenyal, permukaan licin,tidak nyeri.

• Sarung tangan : Feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak ada

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :

- Laboratorium : (n)

- Urinalisis: (n)

“Assessment”

Pada pasien terdapat gejala-gejala LUTS yang sesuai dengan kepustakaan BPH antara lain:

hesitansi, pancaran urin yang lemah pengosongan buli-buli yang kurang puas, double voiding, air

Page 12: BPH Portofolio

kencing menetes, mengedan bila BAK, urgensi, frekuensi, disuria, dan nokturia. Pada RT terdapat

tanda-tanda pembesaran prostat.

“Plan”

Diagnosis: BPH

Pengobatan: IVFD RL 20 tpm, ganti kateter urin, Konsul Sp.U untuk rencana prostatektomi

Konsultasi: Dijelaskan secara rasional tentang penatalaksanaan yang dilakukan.

Rujukan: Pada pasien ini dirujuk ke dokter spesialis urologi

Kontrol:

Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan

- Edukasi gejala klinis,

diagnosis,penyebab, faktor

resiko, dan pengobatan serta

merujuk pasien ke bagian

Spesialis urologi agar

mendapatkan penatalaksanaan

lebih lanjut

Kunjungan ke puskesmas -Timbul kesadaran pasien untuk

berobat dan memeriksakan ke

dokter..

Page 13: BPH Portofolio

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

BENIGN PROSTAT HIPERTROPHY

DEFINISI

Benign Prostate Hypertrofia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar

periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer

dan menjadi simpai bedah.

ANATOMI

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra

(uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan

berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm,

lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.12

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona

perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian

besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proximal dari spincter externus

di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2%

dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat.

Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian di

keluarkan bersama cairan semen lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ±25%

dari seluruh volume ejakulat.

Prostat mendapat inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus.

Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis

S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi

kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat

ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi.

Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-

buli. Ditempat itu banyak terdapat reseptor adrenegika. Rangsangan simpatik menyebabkan

dipertahankannya tonus otot polos tersebut.

Page 14: BPH Portofolio

EPIDEMIOLOGI

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40

tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai

pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.

Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.4

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar negeri

diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan untuk

prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya

perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada

perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik

(kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.7

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada

usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi

anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%.

Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.1

Etiologi4

Etiologi BPH belum pasti, tetapi kemungkinan berhubungan dengan multifaktor dan

endokrin. Kelenjar prostat terdiri atas elemen stromal dan epitel. Masing-masing atau bahkan

keduanya dapat berkembang menjadi nodul-nodul hiperplastik dan gejala-gejala yang ada dapat

diartikan sebagai suatu BPH.

Page 15: BPH Portofolio

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat;

tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan

kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging.

Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:

1. Teori dihidrotestosteron

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat.

Dibentuk dari testosteron yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat oleh

enzim 5a-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berkaitan

dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya

terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada BPH kadar DHT tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal. Hanya saja pada

BPH, aktivitas enzim 5a-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak. Hal ini

menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih

banyak dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia semakin tua kadar testosteron samakin menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap

sehingga perbandingan antara estrogen: testostron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat

berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan

sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor

androgen, dan menurunkan jumlah sel-sel prostat (apoptosis). Jadi meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tapi sel-sel prostat yang telah

ada mempunyai umur lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

3. Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak

langsung di kontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) yang selanjutnya

mempengaruhi sel-sel stroma sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun

sel-sel stroma.

4. Berkurangnya kematian sel prostat

Estrogen di duga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan

TGFB berperan pada proses apoptosis.

5. Teori sel stem

Sel stem adalah sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi secara ekstensif. Terjadinya BPH

dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang

berlebihan sel stroma maupun epitel.

Page 16: BPH Portofolio

PATOFISIOLOGI4

Suatu hubungan gejala dapat dikaitkan antara BPH dengan obstruksi dari prostat atau

terjadinya respon sekunder pada kandung kencing saat berkemih. Komponen obstruksi dapat menjadi

komponen obstruksi dinamis atau komponen mekanis.

Saat pembesaran prostat timbul, obstruksi mekanis terjadi dari adanya gangguan didalam

lumen uretra atau leher kandung kencing, menyebabkan kesulitan yang tinggi dalam berkemih. Saat

prostat membesar terjadi proses penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin.

Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-

buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini

menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, Penonjolan serat

detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistokopi akan terlihat seperti balok yang disebut

trabekulasi (buli-buli). Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa

yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini

disebut fase kompensasi otot dinding. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien

dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom

(LUTS).

Komponen dinamis dalam obstruksi prostat menerangkan variasi natural dalam gejala yang

terjadi pada pasien. Stroma prostat, yang terdiri dari otot polos dan kolagen, kaya akan suplai

persarafan adrenergik. Tingkat stimulasi otonom diatur oleh uretra prostatika. Penggunaan terapi α-

blocker menurunkan tonus, sehingga resitensi saat berkemih berkurang.

Keluhan iritatif berkemih yang kosong pada BPH berasal dari respon sekunder dari kandung

kencing untuk meningkatkan pengeluaran isi kandung kencing. Pengeluaran ini terhambat karena otot

detrusor hipertrofi dan hyperplasia dikarenakan terjadinya deposisi kolagen. Meskipun selanjutnya

keluhan ini akan berkurang tidak stabilnya otot detrusor juga menjadi factor. Pada pemeriksaan

inspeksi, penebalan otot detrusor pada serabut otot terlihat sebagai trabekula pada pemeriksaan

cystocospic. Jika terlewat pada pemeriksaan, herniasi mucosal antara otot detrusor terjadi divertikula

(disebut juga Divertikula vera yang hanya terdiri mukosa dan serosa)

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh buli-buli tidak terkecuali pada kedua

ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke

ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan

hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh

adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos

yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu

dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat

normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1,

Page 17: BPH Portofolio

hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan

prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan

tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

GEJALA KLINIS4

1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Gejala-gejala pada BPH dapat dibagi menjadi 2, yaitu : gejala obstruksi dan gejala iritasi. Gejala

obstruksi dapat berupa hesitansi (menunggu lama pada permulaan buang air kecil), pancaran urin

yang lemah pengosongan buli-buli yang kurang puas, double voiding (miksi untuk kedua kalinya

dalam 2 jam dari yang sebelumnya, nyeri bila miksi, air kencing menetes), mengedan bila miksi.

Gejala iritatif berupa urgensi (tergesa-gesa buang air kecil), frekuensi (sering buang air kecil),

disuria, dan nokturia (buang air kecil malam hari lebih dari 1 kali).

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam

yang merupakan tanda dari infeksi/ urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih

Hernia inguinalis, hemoroid karena peningkatan tekanan intraabdominal. Urin yang selalu

menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan tanda inkontinensia paradoksa.

MENEGAKKAN DIAGNOSA

1. ANAMNESIS

American Urological Association (AUA) telah mengembangkan suatu standar daftar pertanyaan

yang berlaku dan dapat dipercaya dalam identifikasi kebutuhan akan perawatan terhadap pasien-

pasien dan dalam memonitoring terhadap terapi yang dilakukan. Penilaian ini terfokus pada 7

pertanyaan yang di ajukan terhadap pasien-pasien untuk mengetahui seberapa sering timbul gejala

iritasi dan obstruksi. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0-5,

sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai 1-7. Dimana score 0-7

ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

SKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS)

Untuk pertanyaan nomer 1 hingga 6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut:

0 = Tidak pemah

1 = Kurang dari sekali dari 5 kali kejadian

2 = Kurang dari separuh kejadian

3 = Kurang lebih separuh dari kejadian

4 = Lebih dari separuh dari kejadian

5 = Hampir selalu

Page 18: BPH Portofolio

Dalam satu bulan terakhir ini berapa seringkah anda:

1. Merasakan masih terdapat sisa urine sehabis kencing ?

2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu anda baru saja kencing ?

3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan berkali-

kali?

4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing ?

5. Merasakan pancaran urine yang lemah ?

6. Harus mengejan dalam memulai kencing ?

Untuk pertanyaan nomer 7, jawablah dengan skor seperti di bawah ini:

0 = Tidak pernah 3 = Tiga kali

1 = Satu kali 4 = Empat kali

2 - Dua kali 5 = Lima kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk kencing ?

Total Skor (S) = ............

Pertanyaan nomer 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di atas; jawablah

dengan:

1.Sangat senang 2. Senang

3. Puas 4. Campuran antara puas dan tidak puas

5. Sangat tidak puas 6. Tidak bahagia

7. Buruk sekali

8. Dengan keluhan seperti ini bagaimanakah anda menikmati hidup ini?

Kesimpulan: S__, L_I , Q_, R _ ,V_I

(S:Skor I-PSS, L:Kualitas hidup, Q: pancara urine dalam ml/detik, R: sisa urine, V: volume

prostat)

2. PEMERIKSAAN FISIK

Untuk mengetahui adanya penurunan kekuatan pancaran aliran urin, pemeriksa harus menilai

proses pengosongan urin pasien sebagai hal utama dalam pemeriksaan. Pada pemeriksaan rectal

toucher kelenjar prostat diperiksa dengan memperhatikan dari segi bentuk dan ukuran serta

konsistensi. Pasien dengan pembesaran prostat mungkin tidak ditemukan gejala obstruksi traktus

urinarius, sedangkan pada pasien dengan pembesaran lobus medial dapat ditemukan dengan jelas

suatu adanya gejala obstruktif dan retensi urin tanpa adanya suatu pembesaran prostat yang

teraba.

Sebagai tambahan dalam menilai kelenjar prostat, pada pemeriksaan rectal toucher dapat

memberikan keuntungan bagi pemeriksa dalam menilai kekuatan tonus dari spingter ani, yang

secara tidak langsung juga memberikan gambaran keadaan dari persarafan vesika urinaria. Pada

perabaan prostat harus diperhatikan :

Page 19: BPH Portofolio

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Adakah asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostat

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba

ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada

carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak

simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Apabila terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba

dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada

pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus

mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk

melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti

batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah

meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa

kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

Sedimen urin diperiksa untuk menandakan infeksi/hematuri.

Kultur urine untuk mencari jenis kuman dan menentukan sensitifitas.

Faal ginjal, ureum kreatinin, mengetahui adanya penyulit pada saluran kemih bagian atas.

Pemeriksaan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya diabetes melitus

yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika

dicurigai adanya keganasan prostat perlu di periksa kadar penanda tumor PSA.

b. Gambaran Radiologis

BNO berguna untuk dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya

batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk

menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.

Ultrasonografi transrektal atau TRUS, dimaksudkan untuk mengetahui besar atau

volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk

untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urine. Ultrasonografi

transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal

akibat obstruksi BPH yang lama. Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara

pemeriksaan ini untuk prostat hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena

Page 20: BPH Portofolio

ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga

relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal

( TRUS = Trans Rectal Ultrasonografi ). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan

kelenjar prostat apalagi bila menggunakan transducer yang ’biplane’. Selain untuk

mengetahui adanya pembesaran prostat pemeriksaan USG dapat pula mendeteksi volume

buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli.

TRUS dapat pula mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi

yang tepat yaitu apabila besarnya lebih dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau akan

dilakukan operasi dipilih operasi buka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula dilakukan

dengan USG suprapubik atau trans urethral tetapi cara transuretral dianggap terlalu invasif.

Pada PIV, pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling

defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas

berbentuk seperti mata kail (hooked fish), mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun

ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli – buli

yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli. Foto setelah miksi dapat dilihat

adanya residu urin

c. Uroflowmetri

Dengan uroflowmetri dapat diukur: (1) pancaran urin maksimal (maximal flow rate-

Qmax); (2) volume urin yang keluar (voided volume); (3) lama waktu miksi. Pengukuran sisa

urin yang tertinggal dalam buli-buli setelah buang air kecil diukur dengan memasang kateter

setelah buang air kecil.

Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/ detik dan pancaran maksimal

sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik,

sedang pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.

DIAGNOSA BANDING

Kondisi obstruksi lainnya dari traktus urinarius bagian bawah adalah striktur uretra, batu buli-

buli atau ca prostat.

Yang harus diketahui dalam menilai pria dengan dugaan BPH yaitu adanya riwayat urethritis

atau trauma untuk menyingkirkan adanya striktur uretra atau kontraktur leher buli-buli.

Hematuri dan nyeri biasanya merupakan gejala adanya batu buli-buli.ca prostat dapat

diketahui pada DRE atau kenaikan serum PSA.

Suatu infeksi pada traktus urinarius dapat memberikan gambaran gejala iritasi BPH, untuk

mengetahui adanya infeksi maka dilakukan kultur urine dan urinalisis.

Page 21: BPH Portofolio

KOMPLIKASI

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi

sebagai berikut :

Batu Kandung Kemih

Hematuria

ISK

Hidroureter

Hidronefrosis

Gagal Ginjal

TERAPI

Untuk BPH dengan gejala ringan (score 0-7) terapi hanya berupa ”Watchful Waiting”.

Disamping itu terapi spesifik lainnya berupa adanya indikasi untuk tindakan operasi termasuk retensio

urine kronik (sedikitnya 1 kali percobaan menggunakan kateter yang gagal), infeksi traktus urinarius

berulang, gross hematuri berulang, batu buli-buli,insufisiensi ginjal dari buli-buli atau divertikula

buli-buli yang besar.

1. Watchful Waiting

Pilihan terapi ini hanya untuk pasien BPH dengan gejala ringan(score 0-7). Pasien dengan gejala

sedang dapat dilakukan terapi ini jika pasien menginginkan.

Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang

mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti:

Jangan mengkonsumsi alkohol atau rokok setelah makan malam

Kurangi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli

Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin

Kurangi makanan pedas atau asin

Jangan menahan kencing terlalu lama

2. Terapi Medis

I. Alpha Bloker

Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat adrenergik alpha

sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat

alpha yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan

mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena

menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi

postural dan kelainan kardiovaskuler lain.

Page 22: BPH Portofolio

Ditemukannya obat penghambat adrenegik-a1 adalah : Prazosin dua kali sehari, terazosin,

afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sehari sekali. Obat-obat ini dilaporkan dapat

memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.

Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adrenegik-a1A, yaitu tamsulosin

yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu

memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut

jantung.

II. Inhibitor 5 alpha-reduktase

Finasteride adalah merupakan inhibitor 5 alpha-reduktase yang memblok perubahan hormon

testosteron menjadi dihydrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel dari kelenjar

prostat yang mengakibatkan pengurangan ukuran dari kelenjar dan memberikan perbaikan

gejala. 6 bulan terapi diperlukan untuk mengetahui efek maximum dari ukuran prostat.

III. Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuhan-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala-

gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmologik tentang kandungan zat aktif yang

mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.

Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai : anti-androgen, menurunkan kadar sex hormon

binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (BFGF) dan epidermal

growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti inflamasi,

menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat.

Di antara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah : Pygeum africanum, serena repens,

Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

3. Terapi Operasi Konvesional

I. Transurethral Resection Of The Prostat (TURP)

95% dari simple prostatektomi dapat dilakukan secara endoskopi yang di masukan melalui

penis atau uretra. Kebanyakan dari prosedur ini memerlukan pemakaian anestesi spinal serta

membutuhkan 1-2 hari perawatan di RS. Keuntungan dari TURP tidak dilakukan sayatan

sehingga mengurangi terjadinya infeksi.Resiko pada TURP termasuk didalamnya berupa

ejakulasi retrograd, impoten, dan inkontinensia.

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigasi

(pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan

yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi

hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai yaitu H2O steril (aquades). Salah

satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke

saluran sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi, yang jika

Page 23: BPH Portofolio

berlebih dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau

dikenal dengan sindroma TURP.

Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah

meningkat , dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema

otak yang akhirnya jatuh kedalam koma dan meninggal.

Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP, dipakai cairan isotonik yaitu glisin dan

harus membatasi untuk tidak melakukan reseksi lebih dari satu jam. Terapi standar sindrom

ini terdiri dari pemberian diuretik dan penggunaan salin hipotonik intravena

II. Transurethral Inscision Of The

Prostat (TUIP)

Sering pada pria dengan gejala BPH sedang sampai berat serta kelenjar prostat yang kecil,

sering mempunyai hyperplasia pada komisura posterior (leher buli-buli terangkat). Pada

pasien-pasien ini akan sangat bermanfaat, cara ini lebih cepat dan sedikit mengalami

kesalahan daripada TURP.

Pada cara ini melibatkan 2 potongan menggunakan pisau Colinns pada arah jam 5 dan jam 7.

kedua potongan ini dimulai dari arah distal sampai mulut uretra dan meluas keluar sampai ke

verumontirium.

Sebelum melakukan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya Ca prostate dengan

melakukan colok dubur, melakukan USG Transrektal, dan pengukuran kadar PSA.

Komplikasi yang terjadi perdarahan, infeksi, penyempitan uretra, dan impontensi.

III. Open Simple Prostatektomi

Page 24: BPH Portofolio

Jika ukuran prostat terlalu besar untuk dipindahkan secara endoskopi, maka diperlukan suatu

enukleasi terbuka. Kelenjar prostate lebih dari 100 g biasanya dilakukan suatu enukleasi

terbuka. Open prostatektomi mungkin dapat pula berguna, yaitu dengan seiring adanya

divertikula buli-buli atau batu buli-buli atau jika posisi litotomi tidak memungkinkan untuk

dilakukan operasi.

Indikasi absolut prostatektomi :

1. kronik obstruktif dengan azotemia

2. obstruksi kronik dengan eksaserbasi akut

3. batu buli-buli dengan obstruksi kronik

4. kerusakan pada buli-buli dan traktus urinarius bagian atas dari obstruksi

5. infeksi traktus urinarius berulang dari obstruksi

6. perdarahan dari hipertrofi benigna

Indikasi relatif prostatektomi :

1. retensi akut

2. frekuensi BAK yang mengganggu tidur atau kerja perubahan obstruksi awal pada buli-

buli serta traktus urinarius bagian atas

3. residual urin

4. batu buli-buli

5. prostatitis berulang

6. BPH dengan komplikasi

Pembesaran kelenjar prostat bukan indikasi prostatektomi. Pada open prostatektomi dapat

dilakukan 2 cara yaitu: suprapubik dan retropubik. Simple suprapubik prostatektomi

dilakukan secara transvesical dan merupakan operasi pilihan dalam menangani masalah

kelainan dalam buli-buli. Setelah buli-buli di buka kemudian dibuat satu potongan

semisirkuler pada mukosa buli-buli, distal dari trigonum. Pemotongan pada bidang datar

harus sangat tajam, kemudian pada potongan tumpul dengan menggunakan jari dibuat untuk

memindahkan adenoma. Pada potongan apical juga dibuat setajam mungkin untuk

menghindari injuri terhadap distal spingter mekanisme. Setelah adenoma di angkat, setelah

hemostasis dicapai dengan melakukan penjahitan, dimana sebelumnya telah dipasang kateter

uretra dan suprapubik sebelum di lakukan penutupan.

Page 25: BPH Portofolio

Pada simple retropubik prostatektomi buli-buli tidak di masuki. Kemudian insisi pada daerah

kapsul prostate yang akan di operasi, lalu adenomanya di enukleasi. Pada simple retropubik

hanya digunakan 1 kateter.

4. Terapi Invasif Minimal

I. Terapi Laser

Ada 4 sumber tenaga yang digunakan pada terapi ini yaitu : Nd YAG, Holmium YAG, KTP

YAG, dan diode yang dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, interstitial fibre.

Beberapa perbedaan tehnik Necro coagulation telah diketahui :

Transurethral Laser Induced Prostatectomy (TULIP)

Dilakukan dengan cara menggunakan panduan memakai USG Transurethral. Alat-alat

pada TULIP diletakkan di dalam uretra dan USG Transurethral digunakan untuk

menuntun alat TULIP, perlahan mungkin ditarik dari leher buli-buli sampai ke apex.

Untuk mengetahui kedalamannya dapat dilihat melalui USG.

Visual Contact Ablative

Cara ini merupakan cara yang membutuhkan waktu yang lama, karena di lakukan dengan

cara meletakkan serat dari lasernya langsung berada didalam jaringan prostat yang dapat

menguap.

Terapi Laser Intersitiel

Pada cara ini seratnya diletakkan langsung pada prostat, dan biasanya dibawah kendali

cytoskopi. Pada setiap penusukan, lasernya ditembakan langsung, sehingga

mengakibatkan lapisan submukosanya mengalami nekrosis koagulasi. Penggunaan cara

ini hanya dapat mengurangi sedikit gejala iritasinya saja, karena mukosa dari uretera

berbeda dan sisa dari jaringan prostatnya dipisahkan serta jaringan dari prostatnya

diresobpsi.

Page 26: BPH Portofolio

Keuntungan dari penggunaan bedah laser adalah (1) perdarahannya minimal, (2) gejalanya

jarang timbul lagi, (3) berguna pada pasien – pasien yang menggunakan terapi antikoagulan,

(4) dapat dilakukan pada pasien- pasien rawat jalan.

Kerugiannya adalah : (1) kurangnya jaringan patologik yang tersedia, (2) membutuhkan

waktu saat kateterisasi post operasi, (3) bertambahnya gejala iritasi.

II. Elektrovaporasi Prostat

Sama dengan TURP, hanya teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin

diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini

cukup aman, perdarahan minimal, masa rawat di RS lebih singkat. Namun hanya dapat

dilakukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan butuh waktu operasi lebih

lama.

III. Termoterapi

Energi panas bersamaan gelombang mikro dipancarkan melalui kateter transuretra. Besar dan

arah pancaran energi diatur sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang membuntu

uretra. Morbiditas rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dapat dijalani oleh pasien dengan

kondisi kurang baik jika menjalani pembedahan. Direkomendasikan bagi prostat yang

ukurannya kecil.

IV. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA)

Metode ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai 100o,

sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri dari kateter TUNA yang

dihubungkan dengan generator. Metode ini tidak dapat digunakan pada terapi pembesaran

lobus medial dan leher buli – buli . pasien seringkali masih mengeluh hematuria, disuria,

kadang retensi urine dan epididimo-orkitis.

V. High – intensity focused ultrasound (HIFU)

Metode ini merupakan bentuk lain dari ablasi thermal jaringan. Alat ini didesain khusus

sebagai USG dengan dual fungsi yang diletakkan direktum. Probenya dapat digunakan untuk

memberikan gambaran prostat dan juga dapat menghantarkan ledakan kecil dari energi USG

yang terfokus dengan kekuatan tinggi yang mana dapat mengakibatkan panasnya jaringan

prostat dan dapat mengakibatkan suatu nekrosis koagulasi. Pada pembesaran lobus medial

Page 27: BPH Portofolio

dan leher buli – buli tidak dapat menggunakan metode ini. Metode ini memerlukan anestesi

umum.

VI. Intrauretrhal stenting

Intrauretrhal stenting merupakan suatu alat yang secara endoskopi diletakkan didalam fossa

prostatika dan dibuat untuk menahan bentuk dari uretrha pars prostatika. Alat ini dibuat

secara khusus digunakan pada pasien pasien dengan angka harapan hidup terbatas dan bukan

pada pasien – pasien dengan indikasi operasi. Namun setelah pemasangan kateter ini, pasien

masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, rasa tidak enak di

daerah penis.

VII.Transurethral balloon dilatation of the prostate

Dilatasi balon dari kelenjar prostat dibentuk secara khusus dengan suatu kateter yang mampu

mendilatasi fossa prostatika saja atau fossa prosatika dan leher buli –buli. Metode ini sangat

efektif pada prostat – prostat dengan ukuran kecil ( < 40 cm3 ).

Keuntungannya : mudah digunakan, aman, hospitalisasi yang minimal, sejauh ini tidak

menimbulkan impotent.

Page 28: BPH Portofolio

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.

2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran

Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.

3. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 1994.

4. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.

Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.

5. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Bailey’s Emergency Surgery 11th edition, Gadjah Mada University

Press, 1992.

6. www.prostata-therapie.de.co.uk

7. www.prostateinformation.co.uk

Page 29: BPH Portofolio

BAB V

ANALISIS KASUS

Pasien didiagnosis BPH atas dasar:

Anamnesis: Tidak bisa BAK sejak 1 minggu SMRS, nyeri perut bagian bawah. 2 tahun SMRS,

selalu menunggu pada permulaan buang air kecil, mengedan pada saat buang air kecil, alirannya

terputus-putus, pancaran air kencing lemah dan menetes pada akhir kencing, tidak puas setelah buang

air kecil, sering kencing terutama pada malam hari, nyeri saat BAK, nyeri BAK tidak menjalar. BAK

berdarah (-), tidak keruh, BAK keluar pasir (-), nyeri pinggang (-), demam (-), penurunan BB (-).

Pemeriksaan fisik : Nyeri tekan suprapubik (+), RT: Prostat : teraba membesar, polus atas tidak

dapat diraba, sulcus medianus mendatar, kenyal, permukaan licin,tidak nyeri, darah tidak ada

Pemeriksaan penunjang : lab (n), urinalisa (n)

Pada pasien terdapat gejala-gejala LUTS yang sesuai dengan kepustakaan BPH antara lain: hesitansi,

pancaran urin yang lemah pengosongan buli-buli yang kurang puas, double voiding, air kencing

menetes, mengedan bila BAK, urgensi, frekuensi, disuria, dan nokturia. Pada RT terdapat tanda-tanda

pembesaran prostat.

Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi: : IVFD RL 20 tpm, Pasang kateter urin, Konsul Sp.U untuk

rencana prostatektomi.