AUTISME (print).docx

45
“AUTISME” Oleh : Eduardus Heru 171509 Ongky Aprilliyota 171509 Onny Fitri Irmayani 1715091074 Nino Prasetyono 1715091814 Jurusan Bimbingan & Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan

Transcript of AUTISME (print).docx

Page 1: AUTISME (print).docx

“AUTISME”

Oleh :

Eduardus Heru 171509

Ongky Aprilliyota 171509

Onny Fitri Irmayani 1715091074

Nino Prasetyono 1715091814

Jurusan Bimbingan & Konseling

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta

2010

Page 2: AUTISME (print).docx

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan

penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup

menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Autisme yang merupakan

salah satu bahasan dalam mata kuliah Kesehatan Mental yang kami sajikan berdasarkan study

pustaka dari berbagai macam sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai

rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan

penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang “Autisme dan hal yang menyebabkannya”. Walaupun makalah ini

mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam

proses pencarian data dan proses pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun

makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.

Terima kasih.

Jakarta, 5 Oktober 2010

Penyusun

Page 3: AUTISME (print).docx

DAFTAR ISI

JUDUL ………………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Autisme…………………………………………………. 3B. Penyebab Terjadi Autisme………………………………………….. 5C. Ciri-ciri Autisme……………………………………………………..6D. Klasifikasi Anak Autistik (Autisme)………………………………...9E. Diagnosa Autisme ………………………………………………….10F. Pengobatan Anak Autistik (Autisme)………………………………11G. Teknik dan Pendekatan Bimbingan & Konseling untuk Anak Autisme ……………………………………………….15H. Peranan Orang Tua, Guru, dan Masyarakat dalam Pendidikan Anak Autistik (Autisme)………………………………15

BAB III KESIMPULAN …………………………………………………25

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………26

Page 4: AUTISME (print).docx

BAB I

PENDAHULUAN         

Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang

diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang

dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan

penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan

fantasi sendiri”.

Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan yang sampai

yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya tidak hanya mempengaruhi

kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga kemampuannya untuk

mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”

Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan yaitu: kerusakan

di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak autistik adalah: (1)

Perkembangan hubungan sosial yang terganggu, (2) gangguan perkembangan dalam komunikasi

verbal dan non-verbal, (3) pola perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya

timbul pada tiga tahun yang pertama.

Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor psikososial,

karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak menjadi “dingin” pula; dan (2).

Teori gangguan neuro-biologist yang menyebutkan gangguan neuroanatomi atau gangguan

biokimiawi otak. Pada 10-15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan

penelitian mulai membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanya

kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada kedua anak

kembar.

Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang

sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel

otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain

itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal,

Page 5: AUTISME (print).docx

seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak yang

dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak

dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.

Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada

anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, ras, etnik

maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan

perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun

keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan

perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara yang sama

seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan

dengan anak lain.

Page 6: AUTISME (print).docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AUTISME

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’yang

berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan ‘orientasi atau arah

atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisiseseorang yang luar

biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998). Pengertian ini

menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindakdengan minat pada orang lain,

tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.Ini, tidak membantu orang lain untuk

memahami seperti apa dunia mereka. Sudah sejak tahun 1938, sebenarnya dr. Leo Keanner

(seorang dokter spesialispenyakit jiwa)melaporkan bahwa dia telah mendiagnosa dan

mengobati pasien dengan sindroma autisme yang dia sebut infantile autisme.untuk

menghormatinya autisme juga disebut dengan sindroma keanner. Dengan gejala tidak

mampu bersosialisasi, megalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang,

serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitar.

Sedangkan menurut Dawson Autisme adalah gangguan perkembangan yang parah

yang meliputi ketidakmampuan dalam membangun hubungan sosial, ketidaknormalan dalam

berkomunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang-ulang, dan stereotip. (Dawson,1989).

Ketidakmampuan sosial meliputi suatu kegagalan untuk menggunakan kontak mata langsung

untuk membangun interaksi sosial, jarang mencari orang lain untuk memperoleh kenyamanan

atau afeksi, jarang memprakarsai permainan dengan orang lain dan tidak memiliki relasi dengan

teman sebaya untuk berbagi minat dan emosi secara timbal balik. Selain kekurangan sosial ini,

anak-anak autistik juga memperlihatkan keabnormalan komunikasi yang terfokus pada masalah

penggunaan bahasa dalam rangka membangun komunikasi sosial, tidak adanya keselarasan dan

kurangnya timbal balik, serta penggunaan bahasa.

Page 7: AUTISME (print).docx

yang stereotip dan berulang-ulang. Misalnya jika kita bertanya (pada anak autistik) “Apa

kabar Budi?” Budi akan menjawab “Apa kabar Budi” anak-anak autistik juga juga bingung

dengan kata ganti misalnya ialah ketika mereka memakai kata anda untuk aku.

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita,

yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang

normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia

repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).

Autisme merupakan gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi anak-anak

dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya (Hanafi, 2002).

Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berentetan atau pervasive (Matson

dalam APA, 1987).

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi,

interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dan anak autistik adalah anak yang mempunyai

masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola

bermain, perilaku dan emosi. (Depdiknas, 2002).

Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana

terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap

lingkungan sekitar. Sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri. Dengan

kata lain pada anak autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan

pervasive). Autisme merupakan suatu keadaaan dimana seorang anak berbuat semaunya

sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih

kecil biasanya sekitar usia 2-3 tahun.Autisme bisa mengenai siapa saja, baik yang sosio

ekonomi mapan maupun kurang, anak maupun dewasa, dan semua etnis.

Page 8: AUTISME (print).docx

B. PENYEBAB TERJADI AUTISME

Faktor penyebab atuisme mesih terus dicari dan masih dalam penelitian parah ahli. Beberapa

teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika (keturunan memegang peranan penting dalam

proses terjadinya autisme.

A. Faktor Genetik

Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik.Penyakit genetik

yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom

fragile X (20-30%). Disebut fragile- X karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh

adanya kerapuhan (fragile) X 4.Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara

X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak

seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa digolingkan sebagai

dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat

(carrier). (Dr. Sultana MH Faradz, Ph.D, 2003)

B. Ganguan pada Sistem Syaraf

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada hampir

semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil. Hampir

semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme. Otak kecil

berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur

perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu

fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur

emosi dan perilaku.

C. Ketidakseimbangan Kimiawi

Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan dengan

makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan tertentu, seperti bahan-

bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa,

bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001

telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme

menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 – 10.

Page 9: AUTISME (print).docx

tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari

hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan metabolisme yang

kompleks, dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak

yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18

anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi terhadap

gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003). Penelitian lain

menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan hormonal, peningkatan kadar dari

bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi.

D. Kemungkinan Lain

Autisme juga diduga dapat disebabkan oleh virus, seperti rubella, toxo, herpes, jamur,

nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat

menghambat pertuimbuhan sel otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung

terganggu terutama fungsi pemahaman komunikasi dan interaksi (Depdiknas, 2002).

Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga

tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak

berbicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.

C. CIRI-CIRI AUTISME

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam

kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan

berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang

lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif

terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan,

penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau

jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan.

Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah

sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal

mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang

terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para

penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang

Page 10: AUTISME (print).docx

mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu

bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Autisme ditandai oleh ciri-ciri utama antara lain:

a. Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya

b. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya

c. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal

d. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang.

Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan

dalam bidang :

a. Interaksi sosial

b. Komunikasi (bicara dan bahasa)

c. Perilaku – emosi

d. Pola bermain

e. Gangguan sensorik – motorik

f. Perkembangan terlambat atau tidak normal

Menurut Depdiknas (2002) mendeskripsikan anak dengan autisme berdasarkan jenis

masalah gangguan yang dialami anak dengan autisme. Karakteristik dari masing-masing

masalah/gangguan itu di deskripsikan sebagai berikut:

1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi dengan karakteristiknya sebagai berikut:

a. Perkembangan bahasa anak autistic lambat atau sama sekali tidak ada. Anak tampak

seperti tuli, dan sulit bicara.

b. Kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

c. Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat

dimengerti orang lain.

d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi senang meniru atau membeo

(echolalia)

e. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan,

misalnya bila ingin meminta sesuatu.

Page 11: AUTISME (print).docx

2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial dengan karakteristik berupa:

a. anak autistic lebih suka menyendiri

b. anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau meghindari tatapan muka

atau mata orang lain.

c. Tidak tertarik bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih

tua.

d. Bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau dan menjauh.

3. Masalah/gangguan di bidang sensoris degan karakteristiknya berupa:

a. Anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.

b. Anak autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.

c. Anak autistic senang mencium-cium atau menjilat-jilat mainan atau benda-benda

yang ada disekitarnya.

d. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut

4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain karakteristiknya berupa:

a. Anak autistic tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.

b. Anak autistik tidak suka bermain dengan teman sebayanya

c. Anak autistik tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik

lalu rodanya diputar.

5. masalah/gangguan di bidang perilaku karakteristiknya berupa:

a. Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan

berperilaku berkekurangan (hipoaktif).

b. Anak autistik memperlihatkan stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti

bergoyang-goyang mengepakan tangan seperti burung.

c. Anak autistik tidak suka kepada perubahan

d. Anak autistik duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Masalah/gangguan di bidang emosi karakteristiknya berupa:

a. Anak autistic sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan

menangis tanpa alasan

b. Anak autistik kadang agresif dan merusak

c. Anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri

Page 12: AUTISME (print).docx

d. Anak autistik tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada

di sekitarnya.

D. Klasifikasi Anak Autistik (Autisme)

Dalam berinteraksi sosial anak autistikdikelompokan atas 3 kelompok yaitu:

1. KELOMPOK MENYENDIRI

Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya

Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang sulit berubah

meskipun usianya bertambah lanjut. Dan meskipun ada ada perubahan,

mungkin hanya bisa mengucapkan beberapa patah kata yang sederhana saja.

Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalu berbuat sesuatu,

akan melakukannya berulang-ulang.

Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-bunyi aneh,

gerakan tangan, tabiat yang mudah marah, melukai diri sendiri, menyerang

teman sendiri, merusak dan menghancurkan mainannya.

2. KELOMPOK ANAK AUTISME YANG PASIF

Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu bermain dengan

kelompok teman bergaul dan sebaya, tetapi jarang sekali mencari teman

sendiri.

Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih agak

terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak sebaya.

Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang-kadang

pula dibumbui kata yang kurang dimengerti.

Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan dengan anak

autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi menurut kemauannya sendiri.

Page 13: AUTISME (print).docx

3. KELOMPOK ANAK AUTISME YANG AKTIF TETAPI MENURUT

KEMAUANNYA SENDIRI

Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak autisme yang

menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan memiliki perbendaharaan kata

yang paling banyak

Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja terselip kata-

kata yang aneh dan kurang dimengerti.

Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.

Dalam berdialog, seringmengajukan pertanyaan dengan topik yang menarik,

dan bila jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya dipotong, akan

bereaksi sangat marah.

E. DIAGNOSA AUTISME

a. Perkembangan anak menurun dan tidak normal, yang mulai terlihat sejak anak usia 3

tahun, disertai salah satu gejala berikut:

1. Menggunakan bahasa yang tidak wajar dalam berkomunikasi sehari-hari.

2. Tidak mampu menciptakan hubungan persahabatan yang akrab dan hangat

3. Tidak mampu berakting (peran), misalnya kadang-kadang berperan sebagai bapak

atau guru dll.

b. Paling tidak ditemukan sebanyak enam (6) gejala dari No. 1, 2, dan 3: Sekurang-

kurangnya dua (2) gejala dari No. 1, serta paling tidak satu (1) gejala dari No.2 dan

No. 3. berikut:

1. Secara kualitas interaksi sosial sangat kurang, yang terlihat paling tidak 2 gejala

pada keadaan berikut:

Tidak mau berpandangan secara kontak mata, raut wajah gerakan tubuh dan

tangan dalam mengekspresikan keakraban pergaulan sehari-hari.

Gagal mengembangkan pemkiran yang wajar dalam menghadapi sejumlah

kesempatan, menghadapi teman sebaya,berbagi perhatian , bebagi kegiatan

dan emosi.

Tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang sekitar, dalam hal

hubungan antarteman sepergaulan dan perilaku berkomunikasi.

Page 14: AUTISME (print).docx

Kurang mampu mencari kegembiraaan bersama-sama dengan teman

sepergaulan dan kurang bisa memperlihatkan atau menunjuk seseorang yang

menjadi perhatiannya.

2. Kurangnya kualitas dalam berkomunikasi, seperti terlihat paling tidak 1 gejala

berikut:

Terlambat atau tidak mampu sama sekali berbahasa sehingga kadang-kadang

didimbangi dengan bahasa isyarat melalui gerakan tangan, mimik, dan

gerakan tubuh. Keadaan ini sering dimulai dengan bersungut-sungut.

Kurang mampu bercakap-cakap dengan teman sepergaulan meskipun

mungkin masih ada kemampuan berbahasa.

Mengulang-ulang kata atau kalimat-kalimat.

Tidak bisa spontan mempercayai teman bermain

3. Perilaku dan perhatian yang berulang-ulang, seperti terlihat paling tidak 1 gejala

berikut:

Buah pikiran yang berulang-ulang dan perhatian terbatas baik itensitas

maupun isinya.

Kegiatan rutin dan gerakan ritual seperti dipaksakan

Gerakan otot berulang-ulang, seperti melambai-lambaikan tangan atau

memutar-mutar tangan, atau menggerak-gerakakan tubuh.

Perhatian terpaku pada atu bahan/benda permainan, (seperti mencium-cium

bau, meraba-raba halusnya permukaan mainan.

F. PENGOBATAN ANAK AUTISTIK (AUTISME)

Menurut ahli, sebagian besar anak autisme bila diagnosanya cepat di tegakkan dan di

tanggulangi dengan baik oleh penyakit jiwa, bisa tumbuh samapai dewasa dan masih bisa

berbuat dan berguna untuk sesama meskipun mungkin cara hidup kesehariannya masih

autistik (menurut keinginan dan caranya sendiri).

Jangan dikira tidak ada cara pengobatannya. Banyak yang bisa dilakukan terhadap

penderita autisme, antara lain :

1. terutama melalui program pendidikan dan latihan di ikuti pelayanan dan perlakuan

lingkungan yang wajar.

Page 15: AUTISME (print).docx

2. untuk mngurangi perilaku anak yang tidak wajar, pengasuh dan orang tua harus di

ajari cara menghadapi anak autisme.

3. pengobatan yang dilakukan adalah untuk membatasi memberatnya gejala dan

keluhan, sejalan dengan pertambahan usia anak.

4. diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan tanggung jawab terhadap orang

sekitarnya.

5. untuk mencapai keadaan tersebut, bimbingan dan pendidikan harus dilakukan secara

perorangan, dan tidak mungkin efektif bila di lakukan secara kelas.

6. orang tua, saudara atau pelatih sukarela, harus ikut menyediakan waktu dan perhatian

beesama-sama tenaga penolong sehingga anak tidak mempunyai peluang untuk

kembali pada kebiasaannya yang kurang baik, yang sudah terbiasa dia lakukan

sebelumnya.

7. perlunya menegakkan diagnosa autisme secara dini.

Berikut ini adalah contoh dalam menangani penderita autisme.

“ Seorang ibu datang membawa anaknya yang baru berumur 9 minggu, mengeluhkan

anaknya seperti tidak ada kontak pandang dengan orang tua disertai beberapa keterlambatan

perkembangan, seperti sangat peka trhadap beberapa jenis makanan. Dikarenakan

diagnosanya segera di tegakkan, lingkungan dapat memahami, dan diberikan bantuan

seperlunya sehingga pada umur 15 tahun dapat dipahami sepenuhnya masalah pada anak

yang menderita autisme ini. Ternyata pendengaran anak ini sangat kurang peka demikian

juga penglihatannya. Berkat temuan ini pengelolaan terhadap penderita tentu saja berbeda

satu sama lain, misalnya keterbatasan penglihatan anak ini bisa di atasi dengan bahasa

isyarat. Masalah lain pada anak ini adalah ingin terus menerus dalam gendongan, dan duduk

di pangkuan, sulit melupakan bau sesuatu, termasuk bau pakaiannya sendiri. Sebagi

tambahan, pengelolaan terhadap anak ini di usahakan agar suasana rumah dan lingkungan

tidak terlalu bising, radio tidak boleh distel keras-keras, dan makanan pun yang diberikan

harus lunak tanpa dibubuhi penyedap rasa.

Jadi, penanganan masalah dari anak autisme ini, anatara lain adalah :

1. Mengurangi kepekaan terhadap bunyi, rasa perabaan kulit, cahaya, rasa makanan, dan

lain-lain serta mengusahakan perubahan perilaku yang menyimpang.

Page 16: AUTISME (print).docx

2. Bila kebiasaan perilaku dan tutur bahasanya yang kacau bertambah memburuk, saatnya

anak ini memerlukan pembimbing khusus.

3. latihan bicara berbahasa, dan bahasa isyarat, diperlukan untuk memberikan pelatihan dan

bimbingan bagi anak yang mengalami ganguan berbahasa yang berat (sampai anak

seperti orang bisu, tak mau bicara).

4. Psycoterapy lebih diperlukan pada autisme anak yang lebih besar dari pada untuk anak

autisme yang masih balita.

Perencanaan pengobatan yang paripurna terhadap anak autisme, termasuk :

Program pendidikan

Petunjuk bagi pengasuh dan keluarga dalam menghadapi anak autisme

Perhatian pada pengaruh langkah pengibatan yang di ambil

Obat-obat psikotropik kadang-kadang bermanfaat pada beberapa penderita autisme.

Fasilitas pengobatan untuk anak prasekolah biasnya dipersiapkan untuk anak autisme yang

masih kecil dan berat. Sekolah pemerintah, sebaiknya tanggap untuk menyediakan fasilitas

untuk menangani anak autisme.

Program pelatihan anak autisme antara lain :

a) Program playgroup untuk anak autisme usia prasekolah.

b) Program wisata dan rekreasi.

c) Konsultasi disertai pelatihan bagi orang tua dan kelurga anak autisme.

d) Tempat tinggal/ruang perawatan anak autisme bila keluarganya tidak mampu

menanggulangi di dalam keluarga.

e) Latihan kerja dan beberapa program persiapan bergaul dan bekerja dimasyarakat bagi

anak autisme yang sudah agak besar dan remaja.

f) Fasilitas perawatan gigi, dan pelayanan kesehatan khusus untuk penderita autisme.

g) Persiapan fasilitas lain di dalam masyarakat sehingga penderita autisme tidak terlalu

tergantung pada orang sekitarnya.

Page 17: AUTISME (print).docx

Berikut ini langkah-langkah yang diperlukan dalam pengelolaan penderita autisme.

1. tentukan terlebih dahulu masalah penyimpangan perilaku dan perilaku yang mana kira-

kira kita perlu ditingkatkan.

2. tentukan berapa sering timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.

3. tentukan apa faktor pencetus timbulnya penyimpangan perilaku tersebut.

4. tentukan perubahan mana yang perlu untuk meningkatkan atau mengurangi

penyimpangan perilaku.

5. rencanakan program tersebut.

6. yakinkan dan usahakan agar semua pihak yang terlibat ikut peduli dengan program

tersebut.

7. periksa dan usahakan agar semua program yang direncanakan bisa berjalan secara

konsisten.

8. adakan penilaian program secara teratur dan jangan terlalu mengharapkan hasilnya

dalam waktu singkat.

9. adakan modifikasi atau hentikan program setelah hasil yang anda harapkan tercapai.

Ingat, beberapa jenis kelainan perilaku tidak mudah untuk di ubah. Salah seorang ahli

menganjurkan, paling tidak, 3 bulan setelah program dilaksanakan baru dilakukan penilaian

apakah berhasil atau gagal. Bila terlalu buru-buru mengubah langkah pengelolaan, bisa

menimbulkan malapetaka bagi si penderita.

10. memberikan permainan yang rutin dan tetap merupakan jenis pengobatan bagi anak

autisme, yang bisa mengurangi kecemasan dan meningkatkan rasa aman dalam dunianya.

11. bergaul akrab dengan penderita, menuntun dalam berjalan, misalnya berekreasi, juga di

anjurkan oleh para profesional.

12. pengobatan secara psikologi dan secara bermain, termasuk yang dianjurkan juga.

13. begitu juga latihan memilih dan latihan berkomunikasi.

Page 18: AUTISME (print).docx

G. TEKNIK & PENDEKATAN BIMBINGAN KONSELING UNTUK ANAK

AUTISME

Dalam usaha untuk memahami masalah yang dialami oleh anak autistik dan membantu

meringankan dan mengatasi masalah anak autistik, maka perlu diterapkan teknik dan

pendekatan bimbingan dan konseling yang sesuai. Teknik-teknik bimbingan menurut

Mortensen dan Schmuller(1984)ialah mencakup teknik observasi, pengetesan, studi kasus,

wawancara, catatan kumulatif, otobiografi, pertemuan dengan orang tua, sosiometri,

widiawisata, diskusi dan bermain peran, dan rekreasi.

Pendekatan bimbingan konseling untuk anak autistik pada prinsipnya sama dengan

pendekatan bimbingan konseling untuk anak normal pada umumnya. Hanya pendekatan

bimbingan konseling tersebut disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak

autistik, baik secara individual maupun kelompok. Beberapa diantaranya adalah pendekatan

behavior (perilaku) dan pendekatan realitas.

H. PERANAN ORANG TUA, GURU, DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

ANAK AUTISTIK (AUTISME).

A. Peranan Orang Tua

Menurut Puspita (2001) bahwa peranan orang tua anak autistik dalam membantu anak

untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan optimal sangat menentukkan. Tindakan

awal yang perlu dilakukan oleh para orang tua anak autistik ialah orang tua perlu teliti dalam

mengamati berbagai gejala yang nampak pada diri anak yang autistik. Ketelitian orang dalam

mengamati berbagai gejala tersebut akan menjadi bahan acuan bagi orang tua dalam

mengambil keputusan yang tepat dalam memberikan penanganan secara dini kepada anak

autistik. Namun, pada umumnya para orang tua berlindung dibalik harapan kosong dengan

beranggapan bahwa “anak saya tergolong autisme ringan”, padahal autisme ringan, sedang,

berat akan cenderung menjadikkan anak tidak dapat “mandiri” bilamana tidak di tangani

secara dini.

Tindakan lain yang perlu diperhatikan oleh para orang tua anak autistik adalah

memberikan penanganan kepada anaknya berdasarkan masalah dan gejala perilaku yang

nampak pada diri anak autistik. Masalah dan gejala perilaku yang ditunjukan oleh sesama

Page 19: AUTISME (print).docx

anak yang autistik adalah tidak sama. Karena itu, penanganan yang diberikan kepada setiap

anak juga tidak sama.

Penanganan yang diberikan orang tua kepada anaknya yang autistik sebaiknya bersifat

terpadu dan menyeluruh yang mencangkup aspek fisik dan psikis atau jasmani dan rohani.

Pemberian pendidikan dan latihan secara intensif tanpa di barengi dengan upaya

memperbaiki keseimbangan metabolisme atau perbaikan kondisi fisik pada diri anak yang

autistik, maka akan memberikan hasil yang kurang optimal. Sebaliknya, jika para orang tua

hanya menggantungkan harapan pada obat-obatan atau kontrol makanan tanpa ada usaha

pemberian pendidikan dan latihan yang intensif, kontinyu, dan konsisten kepada anak yang

autistik, tentu saja hasilnya juga kurang optimal.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu dilakukan oleh para orang tua dalam

menetapkan tatalaksana yang tepat bagi srtiap anak, yaitu orang tua harus mengenali

kelebihan dan kekurangan anak, lengkap dengan ciri autisnya untuk mengetahui kebutuhan

anak, mengenali kemungkinan penanganan yang dapat diberikan kepada anak, menetapkan

beberapa jenis penanganan sesuai kebutuhan, melakukan pemantauan secara terus menerus

terhadap perkembangan anak, dan secara berkala kembali kepada langkah pertama, yaitu

mengetahui kelebihan dan kekurangan pada diri anak yang autistik sesuai dengan proses

perkembangan yang terjadi pada diri anak autistik. (puspita, 2001).

Para orang tua tidak boleh lupa bahwa meskipun anaknya autistik, namun anaknya yang

autistik tersebut terus mengalami perubahan atau perkembangan. Karena itu, para orangtua

anak autistik harus juga selalu berkembang dengan cara para orang tua harus selalu berusaha

dan belajar terus menerus untuk mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan semua

aspek kehidupan anak yang autistik.

Greenspan (1998) mengemukakan bahwa peran orang tua anak autistik perlu meluangkan

waktu sedikitnya 6-8 kali selama 20-30 menit secara terus menerus bersama anak dalam

bentuk aneka kegiatan yang dilakukan anak bersama di lantai. Tujuan utama pendekatan ini

adalah untuk menumbuhkan perhatian dan kedekatan anak kepada orang tua, memancing

komunikasi dua arah antara anak dengan orang tua, mendorong ekspresi dan penggunaan

perasaan dan pendapat, dan menumbuhkan kemampuan berpikir logis pada diri anak.

Dalam memberikan penanganan kepada anak autis dirumah, beberapa hal yang perlu

diperhatikan oleh para orang tua anak autistik ialah orang tua harus dapat mengenali keadaan

Page 20: AUTISME (print).docx

anak apa adanya. Para orang tua perlu ingat bahwa autisme adalah gangguan perkembangan

yang terjadi pada anak usia dibawah tiga tahun. Perwujudan gangguan perkembangan ini

mencangkup tiga aspek utama, yaitu gangguan komunikasi, gangguan perilaku, dan

gangguan interaksi (puspita, 2001).

Setelah para orang tua mengenali keadaan anaknya apa adanya dan mengetahui ciri

autisme yang dimiliki anak serta gejala autisme yang muncul pada setiap anak yang bersifat

sangat individual dan unik, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh para orang

tua anak autistik adalah melakukan pendampingan yang intensif. Pendampingan yang

dimaksud adalah memastikan adanya interaksi aktif antara anak dengan orang tua atau

pengasuhnya yang ada disekitar nya. Tujuan kegiatan pendampingan yang intensif ini ialah

untuk membina kontak batin secara terus menerus dengan anak dan untuk meningkatkan

pemahaman anak yang umumnya cenderung terbatas.

Proses pendampingan dilaksanakan sejak anak autistik mulai membuka mata sampai

saatnya anak autistik tersebut tertidur kembali di malam hari. Saat proses pendampingan

terjadi anak ditemani untuk memberikan informasi dan pengalaman dalam berbagai bentuk

kepada anak. Yang perlu diingat oleh para orang tua adalah jangan membiarkan anak

sendirian tanpa melakukan sesuatu. Para orang tua harus selalu berusaha meningkatkan

pemahaman anaknya dalam berbagai bidang, misalnya dalm bidang kemampuan berpikir dan

kemandirian mengurus diri sendiri agar kemampuan anak autistik pada bidang tersebut

mendekati kemampuan yang dimiliki oleh anak lain yang seusia dengan mereka.

Peningkatan pemahaman anak dalam bidang kemampuan berpikir dan kemandirian

mengurus diri sendiri tersebut dapat dilakukan oleh para orang tua dengan cara memberikan

pengalaman sebanyak mungkin kepada anak yang disertai dengan pengarahan. Orang tua

harus mengikuti anaknya kemana ia pergi, memeberi tahu terhadap apa yang dipegang dan

dilihat anaknya, dan menjelaskan beberapa kejadian yang dialami anaknya, serta orang tua

perlu memberi makna pada kehidupan anaknya (puspita 2001).

Penanganan anak auitistik seharusnya tidak tertuju kepada keinginan agar anak mampu

berbicra, tetapi memahami apapun yang dikatakan oleh orang lain. Perkenalkan kepada anak

berbagai kegiatan untuk mengembangkan minat anak auitstik dalam dunia disekitarnya.

Selain meningkatkan pemahaman anak autis, upaya selanjutnya adalah sedapat mungkin

mengurangi atau menghilangkan ciri negatif yang ada pada anak. Misalnya anak autis yang

Page 21: AUTISME (print).docx

cenderung membenturkan kepala untuk mencari perhatian, peganglah kepala anak sambil

diusap-usap. Dengan cara seperti ini anak merasa diperhatikan.

Para orang tua perlu menanamkan pemahaman kepada anak bhawa dalam kehidupan

didunia ini ada aturan-aturan yang perlu ditaati. Aturan itu ada disekolah, dirumah, dan

dalam kehidupan masyarakat. Misalnya mengajarkan anak untuk taat terhadap aturan waktu

salat, maka orang tua perlu memberikan contoh keteladanan berupa salat lima waktu sesuai

dengan waktu salat.

Dalam proses pewarisan keteladanan tersebut, anak autistik sebagai sudah diikutkan

dalam shalat berjamaah dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya pada setiap waktu

shalat tiba. Pewarisan keteladanan seperti ini, juga dapat di lakukan pada bidang-bidang

kehidupan yang lain, seperti pembiasaan cara berperilaku santun dan sopan kepada orang tua

dan ke[ada orang yang lebih tua, anggota keluarga lainnya dalam satu rumah, kepada teman,

dan orang lain disekitar rumah, dan lingkungan dimasyarakat.

Para orang tua juga perlu mengenali pola perilaku yang ditampilkan oleh anak autistik,

karena pola perilaku trsebut sering merupakan perwujudan dari kebutuhan fisik anak autistik

akan sesuatu. Misalnya anak autistik senang melompat di tempat tidur dan kegiatan ini bisa

dilakukan berjam-jam lamanya, maka tnidakan yang perlu dilakukan oleh para orang tua

adalah memberikan fasilitas yang dapt mencegah anak mengalami kecelakaan. Biarkan anak

melompat sesuka hatinya, selama tidak membahayakan bagi dirinya dan merusak barang

miliknya dan barang-barang yang ada disekitar tempat tidur itu.

Jika para orang tua anak yang autistik itu berhasrat mengajarkan konsep-konsep baru,

misalnya konsep tentang warna, angka, bentuk, dan sebagainya, maka pastikan bahwa pada

saat tersebut hanya ada satu aspek dari konsep baru tersebut yang ditargetkan dicapai oleh

anak. Gunakan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pemahaman anak.

Jika orang tua mengajarkan anak tentang benda-benda yang berbentuk balok, maka ambil

ambil balok yang berasal dari kayu (aslinya) lalu terangkan kepada anak tentang balok

tersebut. Sesudah itu, anak autistik disuruh mengambil gambar balok tersebut dengan balok

kayu asli untuk mengetahui apakah anak sudah memehami tentang konsep bentuk balok.

Dalam melayani kebutuhan anak autistik anak autistik oloeh pihak orang tua, keluarga,

guru, terapis, pembantu di rumah tangga, dan pihak lain yang menaruh minat dan peduli

terhadap anak autistik, di butuhkan kesabaran, ketekunan, keikhlasan, dan sikap mau

Page 22: AUTISME (print).docx

menerima keberadaan anak autistik apa adanya. Selain itu, dibutuhkan kerja sama yang

sinergik kesemua pihak tersebut untuk menghindari rasa bosan dalam melayani kebutuhan

anak autistik, seperti yang dikemukakan oleh lovaas, 1996 bahwa orang tua yang paling

hangat dan penuh kasih sayang terhadap anaknya yang autistik dapat mengalami hilang akal

dan bahkan berubah menjadi maniak (gila) yang selalu berteriak-teriak jika tertekan

menghadapi anaknya.

Jika para orang tua, guru, terapis, anggota keluarga lainya, dan pihak terkait lainnya

melatih kemampuan motorik kasar dan halus anak autistik, maka latihan koordinasi visual

motorik, keseimbangan, ketelitian, dan latihan konsentrasi sangat perlu diberikan kepada

anak autistik. Dalam pemberian latihan tersebut, yang perlu diperhatikan ialah kesesuaian

program dengan karakteristik, kemampuan, dan kondisi perkembangan anak autistik (puspita,

2001).

Selain usaha tersebut diatas yang dapt dilakukan oleh para orang tua anak auitistik, orang

tua juga perlu menerima bimbingan keluarga melalui kegiatan “home training”. Pelatihan

yang diterima oleh para orang tua dirumah (home training) dapt berupa: para ahli yang terdiri

dari dokter, psikolog, psikiater, dan pedagog menerangkan tentang apa, bagaimana, dan di

apakan anak autisme itu; para guru dan pelatih memberikan latihan-latihan sederhana untuk

dipraktekkan dirumah khusus nya untuk memberi stimulasi kepada anak nya dalam bidang

latihan panca indera; orang perlu mendapatkan dan mempelajari isi video home training dari

lembaga yang menangani anak autis.

Tujuan pemberian latihan kepada orang tua adalah agar orang tua dapt mempelajari dan

mempraktekkan isi video home itu dirumah. Latihan-latihan tersebut dapat berupa latihan

kontak mata dengan orang lain, latihan makan sendiri dengan nasi tidak berantakan, latihan

konsentrasi terhadap permainan, latihan berpakaian, latihan sosialisasi dalm kelompok

bermain, dan sebagainya.

Usaha lain yang dapat dilakukan oleh para orang tua anak autis ialah membawa anaknya

ke pusat-pusat terapi dan mengikuti programnya. Di pusat-pusat terpai tersebut dilakukan

latihan-latihan perkembangan anak yang mengarah kepada domain kognitif, afektif, dan

psikomotor (saragi, 2002).

Hanafi (2002) juga mengemukakan bahwa ada bebrapa hal yang perlu dilakukan oleh

para orang tua anak yang autistik, yaitu bersikap realistis menerima anaknya dengan segala

Page 23: AUTISME (print).docx

kelebihan dan kekurangannya, tidk hanya memindahkan beban dan tanggung jawab

pendidikan kepada lembaga pendidikan autisme, tetapi lebih bersikap proaktif terlibat dalm

proses pendidikan dan pemandirian anak autistik, misalnya mempelajari metode penanganan

autistik yang tepat dan sesuai karakter putra nya, ikut aktif dalam penyusunan program

pendidikan anaknya, melanjutkan dan menyelaraskan kegiatan dirumah dengan program

disekolah. Selain itu, para orang tua secara bersama-sama dengan lembaga penyelengara

pendidikan untuk anak autisme mempersiapkan dan mengupayakan kemandirian anak dan

orang tua perlu memupuk kerja sama dan menanamkan pengertian kepada semua anggota

keluarga lainnya di dalam satu rumah tangga untuk terlibat aktif dalam usaha memandirikan

anaknya yang autistik.

B. Peranan Guru

Guru sebagai pengajar dan pendidik di sekolah memiliki peranan yang ganda. Yaitu

membantu orang tua anak autistik disekolah dan membantu terapis atau pembimbing dan

pelatih dalam program penata laksanaan gangguan autisme. Widyawati (2002)

mengemukakan bahwa tujuan terapi pada gangguan autistik adalah untuk mengurangi

masalah perilaku, meningkatkan kemampuan dan perkembangan belajar anak autistik,

terutama dalam hal penguasaan bahsa, dan membantu anak autistik agr mampu bersosialisasi

dalm beradaptasi dilingkungan sosialnya.

Tujuan tersebut diatas dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang

menyeluruh dan bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi wicara meupakan

kompenen yang penting. Namun yang tidak boleh dilakukan oleh pihak guru khususnya dan

pihak lain yang terkait ialah bhwa masing-masing individu anak yang autistik adalah unik,

sehingga jangan beranggapan bahwa satu metode berhasil untuk satu anak dan metode

tersebut berhasil pula untuk anak autistik yang lain. Jadi suatu metode yang duterapkan

disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan dari masing-masing anak yang autistik.

Guru perlu memperhatikan kelemahan dan kekuatan anak sebagai basis dalam menyusun

dan menerapkan pendidikan untuk anak autistik. Guru perlu memberikan pelatihan yang

terstruktur yang memperkecil kesempatan anak untuk melepaskan diri dari teman-temannya

dan guru segera bertindak bila anak melakukan aktivitas sendiri. Anak perlu di iukt sertakan

dalam proses penyusunan program pelatihan struktur ini dengan tujuan agar anak dapat

Page 24: AUTISME (print).docx

mengatur sendiri pikiran dan tindakannya agar anak dapat bekerja atas dasar kemampuan

sendiri (mandiri).

Dalam mebelajarkan tetang bahasa, sebaiknya materinya membicarakan tentang hal-hal

yang ada di dalam kehidupan sehari-hari anak. Dengan materi tersebut, anak lebih mudah

mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi. Pada bebrapa anak dapat dilatih

bahasa isyarat dan keterampilan sosial yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan sehari

hari.

Untuk anak autistik yang berusia remaja dan dewasa muda. Program pendidikan dan

latihan yang perlu diberikan oleh guru kerjasama dengan pihak yang terkait (orang tua,

terapis, dan tenaga medis, ahli terapi wicara, psikolog, dan lainnya) ialah masalah yang

berkenaan dengan kekurangan dalam interaksi sosial, hubungan timbal balik, memahami

aturan-aturan sosial, memusatkan perhatian bila anak berada dalam suatu kelompok, dan

kemampuan mengerjakan cara-cara yang di ajarkan oleh pembimbingnya (widyawati, 2002).

Dalam menangani anak autistik yang agresif, peranan yang perlu dilakukan oleh guru

adalah mengajari berkomunikasi bukan kata-kata dan tingkatan keterampilan sosial anak

melalui peragaan. Guru perlu juga konsultasikan anak ke ahli endokrinologi untuk mengatasi

agresivitas seksual anak dan konsultasi neurologi untuk mengatasi adanya serangan kejang

lobus temporalis dan sindrom hipo talamik. Guru harus menciptakan lingjungan sekolah yang

aman, teratur, dan responsif terhadap anak autistik. Guru harus berusaha untuk

membangkitkan rasa percaya diri pada anak dan membantu orang tua untuk mengerti dan

mempraktekkan teknik-teknik perilaku yang di ajarkan bersama-sama dengan anak autistik

agar meningkatkan persepsi orang tua, sehingga para orang tua dapat membantu dengan

efektif dan mengintrol perilaku anak mereka. Selain itu, guru perlu juga mengembangkan

berbagai keterampilan sebagai pengganti agresivitas, seperti keterampilan sosial,

keterampilan berkomunikasi, kerjasama, menggunakan waktu senggang, dan keterampilan

berekreasi (widyawati, 2002).

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan oleh guru disekolah dan para orang tua

dirumah untuk mencegah timbulnya perilaku agresivitas pada diri anak. Teknik-teknik

tersebut, yaitu dengan :

Membina hubungan yang kuat dengan anak, memastikan anak memiliki rutinitas yang

teratur(terutama dirumah), meninjau kembali bermacam tuntunan terhadap anak autistis,

Page 25: AUTISME (print).docx

mengatur perubahan rutinitas(sebelum/sesudah hari libur), menjelaskan dan menyiapkan

anak terhadap perubahan, mengurangi suara dan keributan disekitar anak, membuat rencana

untuk “hari-hari buruk” dengan memilih suatu tempat yang tenang agar anak autistis dapat

lebih tenang, pergunakan relaksasi dan kontrol diri sebagai cara untuk memberi lebih banyak

keterampilan pada anak, pertemuan rutin dengan anggota tim

terapis/pembimbing/pendidik/pelatih agar mereka menyadari anggota tim menyadari tanda-

tanda agresivitas yang muncul pada anak autistis, dan supervisi dari ahli ilmu jiwa atau

psikolog yang terlatih dalam perilaku kognitif anak autistik (widyawati, 2003).

Guru perlu juga mengetahui gaya belajar anak autistik. Berupa: Rote Learner, yaitu anak

cenderung mengafalkan informasi apa adanya tanpa memahami arti simbol yang dihapalkan

itu; Gestalt Learner, yaitu anak dapat mengahafalkan kalimat-kalimat secara utuh tanpa

mengerti arti kata perkata yang terdapat pada kalimat itu dan anak cenderung belajar

menggunakan gaya gestalt, yaitu melihat sesuatu secara keseluruhan; Visual Learner, yaitu

anak senang melihat buku, gambar-gambar dan tv dan mudah memahami sesuatu yang

dilihat daripada yang mereka dengar; Hands on Learner, yaitu anak senang mencoba-coba

dan mendapatkan pengetahuan dari pengalamannya mencoba-coba ini; dan Auditory Learner,

yaitu anak autistik senang bicara dan lebih mudah memahami terhadap yang mereka dengar

dari pada terhadap apa yang mereka lihat. Dengan mengetahui gaya belajar dari setiap anak

autistik, maka guru diharapkan dapat menyesuaikan proses pendidikan, bimbingan, dan

latihannya terhadap gaya belajar anak autistik tersebut.

Guru perlu juga mengetahui masalah belajar yang dialami anak autistik. Ada empat

masalah belajar yang mempengaruhi proses berpikir yang mempengaruhi proses belajar anak

autistik disekolah menurut paull dan jordan (1999), yaitu: masalah persepsi, msalah

kesadaran akan pengalaman, masalah daya ingat, dan masalah emosi. Anak autistik

bermasalah persepsi karena tidak dapat mempersepsi stimulus dari lingkungan seperti

dilingkungan anak normal. Anak autistik bermasalah dalam hal kesadaran terhadap

pengalaman karena anak autistik sulit memahami bahwa sesuatu itu telah dialaminya, anak

autistik bermasalah dalam hal daya ingat karena anak autistik daya ingatnya lemah, sehingga

anak autistik seulit mengaitkan ingatan dengan pengalaman mereka sebagai pribadi dan anak

autistik bermasalah emosi karena emosi anak autistik tidak stabil dan cenderung subjektif.

Page 26: AUTISME (print).docx

Puspita (2001) menyatakan peran dan tugas guru pendamping anak autistik sangat besar.

Guru pendamping anak autistik memiliki peran ganda, yaitu membantu anak menguasai

tugas akademis dan membantu anak berkembang sesuai tahapan perkembangan yang

seharusnya. Greenspan (1998) mengemukakan bahwa tugas guru pendamping secara umum

adalah: membantu anak mempersiapkan diri menghadapi tugas berikutnya, membantu anak

mengerti bagaimana bekerja dikelas, tidak sekedar duduk dibelakang anak, dan membantu

terlaksananya tugas anak tetapi menggunakan tugas sekolah sebagai kesempatan interaksi

sehingga anak belajar dua keterampilan pada saat yang sama, dan menjembatani terjadinya

interaksi antara yang satu dengan anak yang lain sehingga anak dapat memahami tentang

bagaimana bergaul, berbagi, bergiliran, dan sebagainya.

Untuk dapat membantu anak autistik mengaktualisasikan potensinya secara maksimal,

ada beberapa hal yang perlu diprtimbangkan oleh guru, beberapa hal tersebut ialah berupa:

guru perlu memahami bagaimana anak autis melihat dunia, guru perlu memanfaatkan gaya

belajar anak, guru perlu membuat anak sadar akan makna setiap informasi, guru perlu

mengaitkan informasi yang diterima anak didalam kelas dengan kehidupannya sehari-hari,

dan guru perlu memulai bimbingannya dengan memulai dari minat anak.

Selain itu, guru perlu pula memperhatikan perbedaaan individu, jangan membiarkan anak

asik sendiri tetapi guru perlu mengupayakan adanya interaksi anak dengan orang lain, jangan

terlalu mengarahkan anak, hindari gaya bertanya yang kaku, biarkan anak melakukan

berbagai hal secara mandiri, dan jangan pernah asumsi pada guru bahwa anak memahami

perkataan anda.

C. Peranan Masyarakat

Keterlibatan masyarakat dalam usaha membantu anak autistik dalam berbagai hal,

khususnya dalam masalah pemberian pendidikan, pelatihan, dan bimbingan dibidang

pendidikan, sosial, karier, pribadi, dan keterampilan sensorik dan motorik sangat besar

peranannya. Hanafi(2002) mengemukakan bahwa anak autistik yang menunjukan perbaikan

gejala yang menggembirakan, memerlukan dukungan, bantuan dan kesempatan serta

toleransi dari lingkungan diluar keluarga dan sekolah khusus atau klinik untuk anak autistik.

Untuk mengembangkan potensi anak autistik sebagai makhluk sosial, maka masyarakat

pendidikan dan masyarakat diluar sekolah sangan dibutuhkan kontribusinya.

Page 27: AUTISME (print).docx

Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah: memberikan

kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai atau diintegrasikan keseolah umum

sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Selain itu, masyarakat juga perlu

memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil dan

segala sesuatu yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan membantu usaha

sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya bagi masyarakat

luas melalui media cetak dan elektronik.

Sedangkan kontribusi yang diharapkan dari masyarakat luas ialah berupa: membantu

menciptakan situasi lingkungan yang kondusif atau mendukung bagi anak autistik. Selain itu,

para orang tua “anak yang normal” diharapkan dapat memahami dan menerima kebutuhan

pendidikan anak autistik untuk diintegrasikan kedalam lingkungan normal, dan masyarakat

luas baik sebagai individu maupun sebagai pemilik fasilitas umum, bersedia memberikan

kesempatan kepada anak autistik untuk menggunakan fasilitas umum yang dimilikinya

sebagai sarana belajar dan interaksi sosial bagi anak yang autistik. Misalnya pemilik pusat

perbelanjaan atau swalayan dapat memberikan kesempatan kedapa anak autistik untu belajar

berbelanja, belajar antri, belajar membayar sendiri harga barang yang dibeli, dan bahkan jika

memungkinkan untuk membuka kasier khusus untuk anak yang autistik (hanafi 2002).

Page 28: AUTISME (print).docx

BAB IIIKESIMPULAN

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’yang

berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan ‘orientasi atau arah

atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisiseseorang yang

luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998).

Penyebab terjadinya autisme adalah factor genetic, gangguan pada system syaraf,

ketidakseimbangan kimiawi, dan kemungkinan lainya. Karakteristik menurut power

(1989) yaitu adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi social, komunikasi ( bcara dan

bahasa), prilaku emosi, pola bermain, gangguan sensorik – motorik, dan perkembangan

terlambat atau tidak normal.

Untuk mendidik anak autisme diperlukan kerjasama yang berkesinambungan antara

guru, orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi yang perlu dilakukan oleh masyarakat

pendidikan ialah: memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai atau

diintegrasikan keseolah umum sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki.

Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi secara jujur dan berimbang atau

proporsional tentang dan hasil dan segala sesuatu yang berkenaan dengan penanganan

pendidikan autisme, dan membantu usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu

yang berhubungan dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.

Page 29: AUTISME (print).docx

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Abdul. 2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik.

Bandung: Alfabeta Bandung

Yatim, Faisal. dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak.

Jakarta: Pustaka Populer Obor

Santrock, John. W.1995. Live – Span Development : Perkembangan Masa

Hidup Jilid I. Jakarta: Erlangga

www. Wikipedia.org/autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )

www.autis.info.org/tentang autisme ( Diunduh tanggal 25 september 2010 )

Page 30: AUTISME (print).docx