94516786 Laporan Kasus BPH

61
BAB I PRESENTASI KASUS BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA I.1 Identitas Nama : Tn. S Umur : 68 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jombang Gardu RT 01/RW 09, Cilegon Tanggal masuk : 28 Febuari 2011 No. CM : 72 71 18 I.2 Anamnesis Autoanamnesis dan alloanamnesis A. Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil B. Keluhan tambahan : Buang air kecil harus mengedan, sering tidak tuntas, menetes dan terasa sakit, buang air kecil menjadi lebih sering, dan tampak benjolan pada daerah pubis C. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Cilegon dengan keluhan gejala nyeri setiap kali buang air kecil.

description

hgdfhas dshafdas fjdsgfd sfjhgfs jfgsf sjhfgsjf sjhfgsjhvf sjhfgds fjshgfjsh fjdhfg

Transcript of 94516786 Laporan Kasus BPH

Page 1: 94516786 Laporan Kasus BPH

BAB I

PRESENTASI KASUS

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

I.1 Identitas

Nama : Tn. S

Umur : 68 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jombang Gardu RT 01/RW 09, Cilegon

Tanggal masuk : 28 Febuari 2011

No. CM : 72 71 18

I.2 Anamnesis

Autoanamnesis dan alloanamnesis

A. Keluhan utama : Pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil

B. Keluhan tambahan: Buang air kecil harus mengedan, sering tidak

tuntas, menetes dan terasa sakit, buang air kecil

menjadi lebih sering, dan tampak benjolan pada daerah

pubis

C. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Cilegon dengan keluhan gejala

nyeri setiap kali buang air kecil. Pasien menyatakan pertama kali dirasakan

sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluh harus mengedan agar air

kencingnya keluar, selain itu pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas

atau tidak puas. Pasien menyatakan gejala yang dirasakan menjadi

bertambah, pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang

keluar menetes dan terasa sakit. Pada daerah pubis tampak benjolan dan

tidak nyeri apabila di tekan. Gejala ini tanpa disertai dengan demam.

Page 2: 94516786 Laporan Kasus BPH

D. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat pernah kencing mengeluarkan batu disangkal

Riwayat pernah nyeri buang air kecil disertai buang air kecil berwarna

kemerahan disangkal

Pasien memiliki riwayat hipertensi

Riwayat DM dan jantung disangkal

E. Riwayat penyakit keluarga :

Pasien menyangkal bahwa dalam keluarganya ada yang pernah

mengalami keluhan seperti dia.

I.3 Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan umum : tampak sakit sedang

B. Kesadaran : compos mentis

C. Vital sign

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5 º C

D. Status Generalisata

Kepala : normocephal

Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil bulat

isokor, reflek cahaya (+/+)

Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak

hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum

Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)

Mulut : Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada perdarahan, lidah

tidak kotor,faring tidak hiperemis

Page 3: 94516786 Laporan Kasus BPH

Leher : Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran

kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak meningkat

Thorax

Paru-paru :

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri

simetris

Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan

paru, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung :Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi : Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri

Batas kanan sela iga V garis sternal kanan

Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni, murmur (-)

Abdomen :

Inspeksi : Perut datar simetris.

Palpasi : Hepar dan Lien tidak membesar, nyeri tekan

epigastrium (+), nyeri Lepas (-), defans

muskuler (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Superior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

Inferior : Sianosis (-), oedem (-), ikterik (-)

Page 4: 94516786 Laporan Kasus BPH

E. Status Lokalis

Regio Costovertebra

- Inspeksi : Bentuk pinggang simetris, benjolan (-)

- Palpasi : Bimanual Ballotement ginjal (-)

- Perkusi : Nyeri Ketok (-)

Regio Supra Pubis

- Inspeksi : Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan

- Palpasi : Nyeri Tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defance Muscular (-)

- Perkusi : Timpani

- Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Regio Genetalia Eksterna

- Inspeksi : Orifisium uretra eksterna baik

- Palpasi : Testis teraba dua buah, kanan dan kiri. Konsistensi

Kenyal.

Regio Anal

- Inspeksi : Bentuk Normal, benjolan(-)

- Rectal Toucher : Sfingter Ani Menjepit

Pada mukosa teraba massa yang konsistensinya

kenyal, permukaan sedikit tidak rata, batas tegas,

puncak agak sulit dicapai.

Tidak teraba nodul

- Handscoon : Darah, lendir dan feses tidak ada

F. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium ( tanggal 28 Febuari 2011 )

Hb : 13,1 g/dl

Ht : 40 %

Leukosit : 8.640/ul

Trombosit : 306.000/ul

LED : 90 mm/jam

Masa pendarahan : 2’

Page 5: 94516786 Laporan Kasus BPH

Masa pembekuan : 10’

Golongan darah : B/Rh +

Glukosa darah sewaktu : 111 mg/dl

SGOT : 24 u/l

SGPT : 11 u/l

Ureum : 43 mg/dl

Kreatinin : 1,0 mg/dl

Asam urat : 3,9 mg/dl

HbsAg : non-reaktif

I.4 Resume

A. Anamnesis

Pasien laki-laki berumur 68 tahun datang dengan keluhan :

Nyeri pada saat buang air kecil

Keluhan dirasakan sudah satu tahun yang lalu

Pasien harus mengedan agar air kencingnya keluar

Pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas

Pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar

menetes dan terasa sakit

Pada daerah pubis tampak benjolan dan tidak nyeri apabila di tekan

Tanpa disertai dengan demam

B. Pemeriksaan fisik

Status generalisata : dalam batas normal

Status lokalis

- Regio Costovertebra : Tidak Ada Kelainan

- Regio Suprapubis : Tidak Ada Kelainan

- Regio Genetalia Eksterna : Tidak ada kelainan

- Regio Anal

Rectal Toucher : Tonus Sfingter ani (+), pada mukosa teraba

massa konsistensi kenyal permukaan sedikit

tidak rata, batas tegas, puncak agak sulit

dicapai.

Page 6: 94516786 Laporan Kasus BPH

Handscoon : Darah, lendir dan feses tidak ada

I.5 Diagnosis Kerja

Benign prostat hiperplasia

I.6 Diagnosis Banding

- Striktur urethra

- Karsinoma prostat

- Prostatitis

I.7 Terapi

Operatif : Prostatektomi

I.8 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

I.9 Laporan Operasi ( 01 Maret 2011 )

Diagnosis pre-operasi : BPH

Diagnosis post-operasi : BPH

Tehnik operasi : Open prostatektomi

Follow Up

28 Febuari 2011

s/ - pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil

- pasien mengeluh buang air kecil sedikit ( tidak puas ) dan tidak ada keluar

batu

- pasien selalu mengedan pada saat buang air kecil

o/ - Tekanan darah :130/90 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Suhu : 36,5 º C

- KU : sedang

Page 7: 94516786 Laporan Kasus BPH

- KS : CM

Status lokalis pubis

Inspeksi : tampak benjolan pada pubis

Palpasi : Nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, batas tegas, immobile

a/ Pre-op BPH

th/ IVFD 20 tpm

01 Maret 2011

s/ - pasien mengeluh nyeri pada luka operasi

- pusing (+), mual (+), muntah (+) 10x/hari berisi makanan+lendir

- nafsu makan menurun, DC 3 way (+), drainase (+), irigasi (+)

o/ - Tekanan darah :150/90 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Suhu : 36 º C

- KU : sedang

- KS : CM

Status lokalis pubis

Inspeksi : tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (-)

drainase (+), DC 3 way (+), urine jernih, irigasi (+) jernih dan

lancar

Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi

a/ post-op BPH ( H+1)

th/ - IVFD RL 28 tpm

- Pelastin 2 x 1 ( ST )

- Remopain 3 x 1

- Kalnex 3 x 1

- Vit.K 3 x 1

03 Maret 2011

s/ - pasien mengeluh pusing

- mual (-), muntah (+)

o/ - Tekanan darah :150/90 mmHg

Page 8: 94516786 Laporan Kasus BPH

- Nadi : 84 x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Suhu : 36 º C

- KU : sedang

- KS : CM

Status lokalis pubis

Inspeksi : tampak luka ditutupi oleh verband, rembesan darah (-)

drainase (+), DC 3 way (+), urine jernih, irigasi (+) jernih dan

lancar

Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah luka operasi

a/ post-op BPH ( H+2 )

th/ - IVFD RL 28 tpm

- Pelastin 2 x 1 ( ST )

- Remopain 3 x 1

- Kalnex 3 x 1

- Vit.K 3 x 1

04 Maret 2011

s/ - pasien mengeluh pusing tetapi sudah berkurang

- mual (-), muntah (-)

o/ - Tekanan darah :140/90 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Pernafasan : 20 x/menit

- Suhu : 36 º C

- KU : sedang

- KS : CM

a/ post-op BPH ( H+3 )

th/ - IVFD RL 20 tpm

- Pelastin 2 x 1 ( ST )

- Remopain 3 x 1

Page 9: 94516786 Laporan Kasus BPH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

( BPH )

Pendahuluan

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami

pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat

juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu

banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil.

Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna

pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia

50 tahun (50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang.

Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah

dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian

bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian

bermanifes dengan gejala klinik.

Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran

kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari

tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan

yang paling berat yaitu operasi.

Page 10: 94516786 Laporan Kasus BPH

I. Definisi

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan

dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan

mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

II. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh

kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria,

mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada

disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat

normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex

kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.

Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :

1. lobus medius

2. lobus lateralis (2 lobus)

3. lobus anterior

4. lobus posterior 

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior

akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus

medius kadang-kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak

Page 11: 94516786 Laporan Kasus BPH

homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista

ini disebut kelenjar prostat.6

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara

lain adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler

anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada

zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi

dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya

merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan

karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Page 12: 94516786 Laporan Kasus BPH

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan

dari verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah

depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum

triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.

Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat

dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat

secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum.

Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan

jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul anatomis sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang

membungkus kelenjar prostat.

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

1. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya

yang menghasilkan bahan baku sekret.

2. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga

sebagai adenomatous zone

3. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang

merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau

mengalami hipertrofi pada usia lanjut.

Page 13: 94516786 Laporan Kasus BPH

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :

1. kapsul anatomis

2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang

sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul

3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam

(inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena

mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran

pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan

bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan

lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung

jaringan kelenjar.

Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi

epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga

keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.

Page 14: 94516786 Laporan Kasus BPH

Vaskularisasi

Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis

inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a.

mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna).

Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico

Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2

kelompok , yaitu:

1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral darivesico

prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan

kelompok kelenjar periurethral.

2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa

cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar

paraurethral).

Aliran Limfe

Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat

yang kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang

menuju ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.

Persarafan

Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus

dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

Fisiologi

Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan

cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan

cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat

dibawah pengaruh Androgen Bodiesdan dapat dihentikan dengan pemberian

Stilbestrol.

Page 15: 94516786 Laporan Kasus BPH

III. Epidemiologi

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang

ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami

peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada

peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.

Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia.

Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat

benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang

lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.

IV. Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab

terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa

hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan

kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya

hiperplasia prostat adalah:

1. Teori Hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan

hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena

produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi

estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim

aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya

hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron

diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian

estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain

ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan

menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat

menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan

menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol

pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi

penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan

penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan

Page 16: 94516786 Laporan Kasus BPH

hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen

oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua

bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan

bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma

kelenjar prostat. Terdapat empat  peptic growth factor yaitu: basic

transforming growth factor, transforming growth factor 1,

transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.

3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel

yang mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada

seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara

pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya

kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi

sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel

stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya

proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau

proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi

berlebihan.

5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting

pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron

didalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim

NADPH.

Page 17: 94516786 Laporan Kasus BPH

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH

tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya pada BPH,

aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak

pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif

terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan

dengan prostat normal.

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan

sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan

98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding

globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas.

Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel

prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di

dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5

dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma

menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor

complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor”

yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan

menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese

protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.

6. Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran

stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme

“glandular budding” kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya

alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan “glandular

morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat

ini, menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali

Page 18: 94516786 Laporan Kasus BPH

seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan

periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya. 

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan

tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan

faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang

berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol,

dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-

akibatnya.

V. Patofisiologi

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya

gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik

ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan

mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine

(obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot

polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor.

Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot

polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari

stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh

komponen mekanik.

Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi

uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk

mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan

berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini

menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase

penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai

keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom

(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk

ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk

berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin

tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua

Page 19: 94516786 Laporan Kasus BPH

muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran

balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini

jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan

akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

VI. Gambaran Klinis

Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran

kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.

1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala

obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena

penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang

membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan

atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder

emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih

tergantung tiga faktor, yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala

obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar

dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun,

tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot

detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.

Page 20: 94516786 Laporan Kasus BPH

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria

yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas

otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada

vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.

Gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara

klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih b

bagian atas + sisa urin > 150 ml.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih

sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat

gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-

PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri

atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan

satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap

pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai

Page 21: 94516786 Laporan Kasus BPH

dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi

nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:

- Ringan : skor 0-7

- Sedang : skor 8-19

- Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot

vesica urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica

urinaria akan mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase

dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Faktor pencetus

Kompensasi Dekompensasi

(LUTS) Retensi urin

Inkontinensia paradoksa

International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan

terakhir

Tidak

sekali<20% <50% 50% >50%

Hampir

selalu

a. Adakah anda merasa

buli-buli tidak kosong

setelah berkemih

0 1 2 3 4 5

b. Berapa kali anda

berkemih lagi dalam

waktu 2 menit

0 1 2 3 4 5

c. Berapa kali terjadi arus

urin berhenti sewaktu

berkemih

0 1 2 3 4 5

Page 22: 94516786 Laporan Kasus BPH

d. Berapa kali anda tidak

dapat menahan untuk

berkemih

0 1 2 3 4 5

e. Beraapa kali terjadi arus

lemah sewaktu memulai

kencing

0 1 2 3 4 5

f. Berapa keli terjadi

bangun tidur anda

kesulitan memulai untuk

berkemih

0 1 2 3 4 5

g. Berapa kali anda

bangun untuk berkemih di

malam hari

0 1 2 3 4 5

Jumlah nilai :

0 = baik sekali 3 = kurang

1 = baik 4 = buruk

2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh

beberapa faktor pencetus, antara lain:

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,

menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau

minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air

dalam jumlah yang berlebihan

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas

seksual atau mengalami infeksi prostat akut

Page 23: 94516786 Laporan Kasus BPH

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi

otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria,

antara lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas

berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang

merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari

infeksi atau urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia

inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan

pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

VII. Diagnosis

a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang

keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum,

adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba

prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

2. Adakah asimetris

3. Adakah nodul pada prostate

4. Apakah batas atas dapat diraba

5. Sulcus medianus prostate

6. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba

membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,

permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan

menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas

atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat,

Page 24: 94516786 Laporan Kasus BPH

konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat

tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria

bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi

pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang.

Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah

inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.

Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan

sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di

fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,

condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi

penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin

dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya

komplikasi.

1. Darah

Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Page 25: 94516786 Laporan Kasus BPH

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Urin :

Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses

infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine

berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan

sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba

yang diujikan.

Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit

yang mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah

dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes

mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.

d. Pemeriksaan pencitraan

1. Foto polos abdomen (BNO)

BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran

kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat

menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin, yang

merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa

menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau

Page 26: 94516786 Laporan Kasus BPH

adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.

2. Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:

1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau

hidronefrosis

2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh

adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar

prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata

kail atauhooked fish

3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,

divertikel, atau sakulasi vesica urinaria

4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. Sistogram retrograd

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi

urin, maka sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran

indentasi.

Page 27: 94516786 Laporan Kasus BPH

4.  USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)

Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya

kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk

melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria

dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin

ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.

5. Pemeriksaan Sistografi

Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau

pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat

memberikan gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria

atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter,

atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi

keterangan mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra

pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.

6. MRI atau CT jarang dilakukan

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan

bermacam – macam potongan.

e. Pemeriksaan Lain

1. Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin

ditentukan oleh :

daya kontraksi otot detrusor

tekanan intravesica

resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan

puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan,

laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya

sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin

lemah pancaran urin yang dihasilkan.

2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Page 28: 94516786 Laporan Kasus BPH

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan

uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah

obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk

membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan

pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan

cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin

dapat diukur.

3. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan

dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan

mengukur berapa volume urin yang masih tinggal atau ditentukan

dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan

dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada

orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total

sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari

100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan

intervensi pada penderita prostat hipertrofi.

VIII. Kriteria Pembesaran Prostat

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan

beberapa cara, diantaranya adalah :

1. Rektal grading

Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine

Page 29: 94516786 Laporan Kasus BPH

derajat 1 : <50 ml

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada

uretroskopi

derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm

IX. Diagnosis Banding

Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:

1. Struktur uretra

2. Batu buli-buli kecil

3. Kanker prostat

4. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang

menggunakan obat-obat parasimpatolitik.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :

1. Instabilitas detrusor

2. Infeksi saluran kemih

3. Prostatitis

4. Batu ureter distal

5. Batu vesika kecil.

Page 30: 94516786 Laporan Kasus BPH

X. Komplikasi

Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

a. Inkontinensia Paradoks

b. Batu Kandung Kemih

c. Hematuria

d. Sistitis

e. Pielonefritis

f. Retensi Urin Akut Atau Kronik

g. Hidroureter

h.  Hidronefrosis

i. Gagal Ginjal

XI. Penatalaksanaan

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya

akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik

dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan

sisa volume urin, yaitu:

Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur

ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin

kurang dari 50 ml.

Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat

satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin

lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.

Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi

dan sisa urin lebih dari 100 ml

Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk

menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate

Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan

pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap

dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan

WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul

obstruksi.

Page 31: 94516786 Laporan Kasus BPH

Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan

untuk menentukan cara penanganan, yaitu :

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan

dapat diberikan pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi

operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih

ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita

masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa

dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup

berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih

dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga

reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan

operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah

membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang

kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat

dengan TURP atau operasi terbuka.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,

meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi

yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk

hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade

terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai

keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat

gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran

kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya

kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan

obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara

medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Page 32: 94516786 Laporan Kasus BPH

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Watchfull waitingPenghambat

adrenergik α

Prostatektomi

terbuka

TUMT

TUBD

Penghambat

reduktase α

Fitoterapi

Hormonal

Endourologi

1. TURP

2. TUIP

3. TULP (laser)

Strent uretra

dengan prostacath

TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif

1. Observasi (Watchful waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang

diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk

mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal

(parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan

minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol

keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

2. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan

golongan  blocker (penghambat alfa adrenergik)

2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon

testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik 

Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di

dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan

Page 33: 94516786 Laporan Kasus BPH

alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher

vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering

digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat

alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu

α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai

obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis

tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik

untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas

detrusor.

Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran

urine, menurunkan sisa urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga

memberi penyulit hipotensi, pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat

jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai merasakan

berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5

mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan

dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil.

Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan

manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek

samping obat ini adalah melemahkan libido dan ginekomastia.

Fitoterapi

Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi

yang digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw

Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin

diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prostatisme BPH dalam

konteks “watchfull waiting strategy”.

Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

Page 34: 94516786 Laporan Kasus BPH

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor

androgen

bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat

aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase. 

Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah

menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih,

hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau

keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani

pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi

terbuka atau operasi endourologi transuretra.

1. Prostatektomi terbuka

a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)

Keuntungan :

Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada

subservikal

Mortaliti rate rendah

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu

selama bila membuka vesika

Kerugian :

Dapat memotong pleksus santorini

Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus

dikerjakan dari dalam vesika

Page 35: 94516786 Laporan Kasus BPH

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

a.2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Keuntungan :

Baik untuk kelenjar besar

Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan

penyulit : batu buli, batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya

sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os pubis, kerusakan

sphingter eksterna minimal.

Kerugian :

Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada

dinding vesica sembuh

Sulit pada orang gemuk

Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neckstenosis

4%)

Inkontinensia (<1%)

Perdarahan

Epididimo orchitis

Recurent (10 – 20%)

Carcinoma

Ejakulasi retrograde

Impotensi

Fimosis

Deep venous trombosis

a.3. Transperineal

Keuntungan :

Page 36: 94516786 Laporan Kasus BPH

Dapat langssung pada fossa prostat

Pembuluh darah tampak lebih jelas

Mudah untuk pinggul sempit

Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

Impotensi

Inkontinensia

Bisa terkena rektum

Perdarahan hebat

Merusak diagframa urogenital 

b. Prostatektomi Endourologi

b.1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi

hampir seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan

perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman,

efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada

sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh

pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan

tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan

pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini

berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.

Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling

banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan

trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar

supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh

darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik,

yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi.

Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O

steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik

sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui

Page 37: 94516786 Laporan Kasus BPH

pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air

dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala

intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini

ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,

tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang

akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas

sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk

mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang

lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah

cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam,

dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air

pada buli-buli selama reseksi prostat.

Keuntungan :

Luka incisi tidak ada

Lama perawatan lebih pendek

Morbiditas dan mortalitas rendah

Prostat fibrous mudah diangkat

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

Teknik sulit

Resiko merusak uretra

Intoksikasi cairan

Page 38: 94516786 Laporan Kasus BPH

Trauma sphingter eksterna dan trigonum

Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

Alat mahal

Ketrampilan khusus

Komplikasi:

Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi

retrograd, dan striktura uretra.

b.2. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif,

tetapi ukuran prostatnya mendekati normal.Pada hiperplasia prostat

yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda

umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau

bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga

dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat

seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang

menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter

sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak

kapsul prostat.

Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan

menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara

TUR.

b.3. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk

mengangkat prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah,

sedang pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat

Page 39: 94516786 Laporan Kasus BPH

memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara

operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4

menit untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri

dan medius). Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn

effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan

prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar,

yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan

menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu

sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat

menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.

Keuntungan bedah laser ialah :

Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi

retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi

Teknik lebih sederhana

Waktu operasi lebih cepat

Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

Tidak memerlukan terapi antikoagulan

Resiko impotensi tidak ada

Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :

Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).

3. Invasif Minimal

1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai

diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan

memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang

Page 40: 94516786 Laporan Kasus BPH

mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang

radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat,

selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat

sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut

mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang

mungkin timbul.

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat

memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena

temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan

surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses

pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga

berkurang.

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency)

memancarkan gelombang “radio frequency” yang panjang

gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari

gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang

ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat

menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena

kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga

pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat

mengalir keluar.

2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula

dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam

12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal).

Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.

Mekanismenya :

1. Kapsul prostat diregangkan

2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika

dirusak

Page 41: 94516786 Laporan Kasus BPH

3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi

untuk menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai

prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur

dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat

dipertahankan.

4. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra,

hanya saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk

stent ada yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang

diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis

indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau

bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars

prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang

panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter

pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral

tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini

merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang

invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita

belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif. 

DAFTAR PUSTAKA

1. Mahummad A., 2008., Benigna Prostate

Hiperplasia., http://ababar.blogspot .com/2008/12/benigna-prostate-

hyperplasia.html., 3 Maret 2009

Page 42: 94516786 Laporan Kasus BPH

2.  Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi., Edisi

ke – 2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85

3. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta :

EGC, 2004. pp. 782-786