2. Tekstil Printing

23
29 RISET FORMULASI PENGENTAL PENCAPAN TEKSTIL DARI POLISAKARIDA RUMPUT LAUT ABSTRAK Untuk mengetahui kemampuan natrium alginat produk dalam negeri sebagai bahan pengental pada pencapan batik, telah dilakukan serangkaian percobaan dan pencapan. Tahap awal telah dilakukan uji bahan baku alginat hasil ekstraksi dari Sargassum filipendula dan alginat komersial yaitu Manutex RS. Hasil analisis mutu alginat hasil ekstraksi menunjukkan viskositas 232 cps (konsentrasi 1,5 % b/v), pH 6,7, kadar air 6,21%, kadar abu 24, 47%, derajat putih 22,45%, zat tak larut 2,1 %, sedangkan hasil analisis mutu manutex RS menunjukkan viskositas 100 cps (konsentrasi 1,5 % b/v), pH 7,22, kadar air 10,41%, kadar abu 32, 82%, derajat putih 29,50%, zat tak larut 1,23%. Kemudian dilakukan uji penyimpanan larutan alginat hasil ekstraksi dan larutan Manutex RS pada konsentrasi 3 % selama 5 hari untuk melihat kestabilan pengental. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa larutan alginat hasil ekstraksi maupun larutan manutex RS sama-sama stabil selanjutnya dilakukan aplikasi alginat hasil ekstraksi sebagai pengental pada pencapan bahan batik dari bahan kain selulosa dengan variasi konsentrasi 2,0%, 2,5%, 3,0% dan 3,5% dengan zat pewarna reaktif, sedangkan untuk manutex RS konsentrasinya 3,0%. Pengujian yang dilakukan meliputi ketajaman motif, ketuaan warna, kekakuan kain, ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan pencucian. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa alginat hasil ekstraksi konsentrasi 2,5% sudah memenuhi mutu Manutex RS sebagai bahan pengental pada pencapan batik.

Transcript of 2. Tekstil Printing

Page 1: 2. Tekstil Printing

29

RISET FORMULASI PENGENTAL PENCAPAN TEKSTIL DARI POLISAKARIDA RUMPUT LAUT

ABSTRAK

Untuk mengetahui kemampuan natrium alginat produk dalam negeri sebagai bahan pengental pada pencapan batik, telah dilakukan serangkaian percobaan dan pencapan. Tahap awal telah dilakukan uji bahan baku alginat hasil ekstraksi dari Sargassum filipendula dan alginat komersial yaitu Manutex RS. Hasil analisis mutu alginat hasil ekstraksi menunjukkan viskositas 232 cps (konsentrasi 1,5 % b/v), pH 6,7, kadar air 6,21%, kadar abu 24, 47%, derajat putih 22,45%, zat tak larut 2,1 %, sedangkan hasil analisis mutu manutex RS menunjukkan viskositas 100 cps (konsentrasi 1,5 % b/v), pH 7,22, kadar air 10,41%, kadar abu 32, 82%, derajat putih 29,50%, zat tak larut 1,23%. Kemudian dilakukan uji penyimpanan larutan alginat hasil ekstraksi dan larutan Manutex RS pada konsentrasi 3 % selama 5 hari untuk melihat kestabilan pengental. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa larutan alginat hasil ekstraksi maupun larutan manutex RS sama-sama stabil selanjutnya dilakukan aplikasi alginat hasil ekstraksi sebagai pengental pada pencapan bahan batik dari bahan kain selulosa dengan variasi konsentrasi 2,0%, 2,5%, 3,0% dan 3,5% dengan zat pewarna reaktif, sedangkan untuk manutex RS konsentrasinya 3,0%. Pengujian yang dilakukan meliputi ketajaman motif, ketuaan warna, kekakuan kain, ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan pencucian. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa alginat hasil ekstraksi konsentrasi 2,5% sudah memenuhi mutu Manutex RS sebagai bahan pengental pada pencapan batik.

Page 2: 2. Tekstil Printing

30

PENDAHULUAN

Dua per tiga wilayah Indonesia merupakan wilayah laut yang

memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah baik dari

sumberdaya hayati yang mampu diperbaharui, maupun sumberdaya

nonhayati, energi kelautan dan jasa-jasa kelautan yang sampai sekarang

belum secara optimal dimanfaatkan. Salah satu sumberdaya hayati yang

dapat dimanfaatkan adalah rumput laut.

Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia

untuk memasok pasar internasional. Keadaaan alam Indonesia sebagai

negara kepulauan dengan perairan yang luas memiliki potensi

sumberdaya alam yang cukup besar. Potensi ini perlu dimanfaatkan untuk

mendapatkan nilai tambah yang lebih. Industri pengolahan rumput laut

merupakan cara untuk memanfaatkan sumberdaya alam rumput laut kita.

Salah satu hasil pengolahan rumput laut yang sangat diperlukan

untuk industri adalah alginat yang banyak dihasilkan dari rumput laut

coklat. Tingginya kebutuhan alginat untuk industri-industri seperti tekstil,

pangan, obat-obatan, kosmetika dan lain sebagainya di dunia tidak

dibarengi dengan produksi yang melimpah pula. Saat ini produsen alginat

hanya terpusat di beberapa negara saja, diantaranya Amerika, Norwegia,

Jepang dan Prancis (www.FAO/UNDP/RAS.com, 8 Maret 2005). Di

Indonesia industri rumput laut yang memproduksi alginat masih dapat

dihitung dengan jari, sementara kebutuhan alginat dalam negeri dipenuhi

dengan impor.

Rumput laut penghasil alginat (alginofit) terutama Macrocystis,

Laminaria, Aschophyllum, Nerocystis, Eklonia, Fucus dan Sargassum

biasanya hidup di perairan subtropis. Di perairan tropis termasuk

Indonesia terdapat jenis-jenis seperti Sargassum, Turbinaria, Padina,

Dictyota. Jenis rumput laut alginofit yang banyak ditemukan dan tersebar

luas di Indonesia adalah Sargassum dan Turbinaria. Jenis-jenis rumput

laut yang tumbuh secara alami dan berlimpah pada musim tertentu di

Page 3: 2. Tekstil Printing

31

beberapa wilayah perairan Indonesia diantaranya adalah Sargassum sp,

Hypnea sp, Entermorpha sp dan Ulva sp (Anggadiredja et al., 1996).

Dalam dunia industri dan perdagangan, algin dikenal dalam bentuk

asam alginik atau alginat. Asam alginik merupakan suatu getah yang

disebut juga gum alami (getah selaput/membran mucilage) , sedangkan

alginat adalah bentuk garam dari asam alginik. Gum alami tersebut

merupakan suatu polisakarida yang disebut phycocolloid (Yunizal, 2004).

Alginat

Alginat adalah istilah umum untuk senyawa dalam bentuk garam

dan turunan asam alginat (Glicksman, 1983). Natrium alginat digambarkan

sebagai produk dari karbohidrat yang telah dipurifikasi, diekstraksi dari

alga laut coklat dengan garam alkali. Gambaran tersebut di atas sama

dengan didefinisikan dalam Food Chemicals Codex (1981). Menurut

Merck Index (1976), algin merupakan polisakarida berbentuk gel yang

diekstraksi dari alga laut coklat atau dari gulma lumut laut.

Menurut Food Chemicals Codex (1981), rumus molekul natrium

alginat adalah (C6H7O6Na)n. garam Natrium dari asam alginat berwarna

putih sampai dengan kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tak

berbau dan berasa. Larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak

larut dalam alkohol dan larutan hidroalkoloid dengan kandungan alkohol

lebih dari 30 %, dan tidak larut dalam khloroform, eter dan asam dengan

pH kurang dari 3.

Struktur Alginat

Pada tahun 1930, Cretcher dan Nelson berhasil menemukan

bahwa asam alginat merupakan komponen organik yang tersusun dari

polimer asam D-mannuronat (Chapman dan Chapman, 1980). Selanjutnya

pada tahun 1955 dengan menggunakan teknik kromatografi kertas Fischer

dan Dorfel menemukan adanya asam L-guluronat dan asam D-

mannuronat pada asam alginat. Pada tahun 1960 dengan menggunakan

Page 4: 2. Tekstil Printing

32

prosedur hidrolisis asam parsial, Vincent mengisolasi asam guluronat dan

asam mannuronat dari berbagai oligosakarida. Hal ini ditegaskan oleh

Hirst et al., (1964) dalam King (1983), dengan menggunakan metode

hidrolisis asam parsial mengurai asam alginat dan mengisolasi crystalin

mannosylgulose. Oleh karena itu dinyatakan bahwa asam alginat

merupakan poliguluronan yang mengandung asam D-mannuronat dan L-

guluronat dengan ikatan β 1-4.

O O

H H OH H OH

OH OH OH OH

OH H OH H

H H H H

Asam ß – D – mannuronat Asam α – L - guluronat

Gambar 1. Struktur Molekul –D-manuronat dan –L- guluronat

- G – G – G – G – G - - M – M – M – M – M -

Poliguluronat Polimanuronat

Gambar 7. Struktur kimia polimer asam alginat (Sand 1982; King 1983; Onsoyen 1992; Winarno 1996).

Sifat Fisiko Kimia Alginat

Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi sifat-sifat larutan alginat

adalah suhu, konsentrasi ukuran polimer, dan adanya pelarut dari air

destilasi. Sedangkan faktor kimia adalah pH dan adanya sequestran,

H

COOH

COOH

Page 5: 2. Tekstil Printing

33

garam monovalen dan kation polivalen (Cottrell dan Kovacs, 1980). Sifat-

sifat dari asam alginat, natrium alginat yang telah dimurnikan dan propilen

glikol alginat dapat dilihat pada Tabel 3.

Menurut Tseng (1947), asam alginat tidak larut dalam air dingin dan

hanya sedikit larut dalam air panas, akan tetapi larut dalam alkohol, eter

dan gliserol. Garam-garam dari asam alginat seperti K, Na, NH4 + Ca, Na

+ Ca, dan propilen glikol alginat larut dalam air dingin dan air panas serta

membentuk larutan yang stabil, yang disebabkan oleh tertolaknya anion

karboksilat.

Alginat sukar larut dalam air jika kandungan air di dalam senyawa

yang berpenetrasi dengan alginat diperlukan untuk hidrasinya.

Keberadaan gula, pati atau protein dalam air akan menurunkan laju

hidrasi dan akan diperlukan waktu pencampuran yang lebih lama. Kation

garam monovalen (seperti NaCl) dengan konsentrasi lebih dari 0.5 % juga

mempengaruhi. Bahan-bahan ini sebaiknya ditambahkan setelah alginat

dihidrasikan dan dilarutkan. Kehadiran kation polivalen dalam jumlah yang

sedikit saja akan menghalangi proses hidrasi dan jumlah besar akan

menyebabkan pengendapan (McHugh, 1987).

Tabel 9. Sifat-sifat fisik dari asam alginat, natrium alginat yang telah

dimurnikan dan propilen gliko alginat Sifat Asam Alginat Na-alginat

dimurnikan

Propilen glikol

alginat

Kadar air maksimum (%) 7 13 13

Kadar abu maksimum (%) 2 23 10

Warna tepung Putih Krem Krem

Berat jenis 1.59 1.46

Bulk density (lb/ft3) 54.62 33.71

Suhu browning (o C) 160 150 155

Suhu pengarangan (o C) 250 340.460 220

Suhu pengabuan (o C) 450 480.0 400

Panas pembakaran (kal/g) 2.8 2.5 4.44

Sumber : Kelco Algin (1976) dalam King (1983)

Page 6: 2. Tekstil Printing

34

Natrium alginat sukar larut dalam air keras dan susu, sebab

keduanya mengandung ion-ion Ca, ion-ion ini harus disingkirkan dulu

dengan reagen kompleks seperti natrium hexametaphosphat atau

ethylendiamine tetraacetic acid (EDTA). Alginat sukar larut dalam pelarut

water miscible seperti alkohol dan keton. Larutan alginat encer (1 %) akan

ditolerir dengan penambahan 10-20 % oleh pelarut ini. Adanya pelarut-

pelarut dalam air sebelum alginat dilarutkan akan menghambat proses

hidrasi (McHugh, 1987).

Polisakarida dari alga laut yaitu alginat, agar-agar, karagenan dan

furcelaran dapat membentuk gel di bawah kondisi khusus. Larutan alginat

akan bereaksi dengan kation-kation di dan trivalen untuk membentuk gel.

Gel akan terbentuk pada suhu kamar sampai 100 oC dan gel ini tidak

dapat mencair karena pemanasan. Gel ini dapat diaplikasikan pada

bermacam-macam industri, khususnya Ca yang digunakan sebagai ion

divalen. Larutan asam alginat dapat membentuk alginat dan bersifat lebih

lunak daripada gel kalsium alginat. Gel dari asam alginat ini dapat mencair

di dalam mulut sehingga dapat diaplikasikan dalam industri makanan

(McHugh, 1987).

Viskositas dari larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, pH,

bobot molekul, suhu dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi

konsentrasi atau bobot molekul semakin tinggi viskositasnya. (Chapman,

1970).Viskositas larutan alginat akan menurun dengan pemanasan.

Dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu lama akan

mengakibatkan degradasi molekul dan menyebabkan penurunan

viskositas (Glicksman, 1969).

Viskositas juga dipengaruhi oleh pH. Larutan garam alginat

menunjukkan sedikit perubahan viskositas pada kisaran pH 4-10. oleh

karena itu alginat dengan kisaran pH tersebut biasa digunakan untuk

industri makanan (Glicksman, 1969). Asam alginat dapat terdegradasi

oleh enzim, alkali (basa) atau senyawa pereduksi lainnya. Enzim alginase

akan memotong rantai polimer alginat menjadi rantai oligosakarida yang

Page 7: 2. Tekstil Printing

35

bersifat tidak tereduksi. Bila alginat didegradasi oleh alkali atau basa maka

akan terbentuk sejumlah turunan asam uronat tak jenuh (Percival, 1970).

Manfaat Alginat

Manfaat algin sangat luas baik di sektor pangan maupun non

pangan. Menurut Putro (1991), 3 % alginat dimanfaatkan untuk industri

pengolahan makanan, dan 50 % untuk tekstil. Algin antara lain berfungsi

sebagai pengikat air, pembentuk gel, pengemulsi dan penstabil (Chapman

dan Chapman, 1980; Cottrell dan Kovacs, 1980).

Dalam industri makanan algin dapat dimanfaatkan untuk industri

hasil susu, roti, kue, serta jenis makanan lain. Pada industri farmasi dan

kosmetika algin berfungsi sebagai bahan pensuspensi atau sebagai

pelindung bagi bahan pharmaceutical seperti pada penicilin preparat

sulfat, untuk memantapkan body (bentuk) dan stabilitas emulsi dari

ointment produksi salep, disintegrating agent (alat disintegrasi) untuk

produksi tablet. Sedangkan untuk industri kertas bermanfaat untuk surface

sizing, bahan perekat (adhesive), crafting. Untuk industri tekstil sebagai

printing silk/ silk serve printing yang dapat memperbaiki warna yang timbul

dan pada finishing sebagai bahan perekat (adhesive). Untuk ketel uap

sebagai boiler feed water compounds yaitu pelindung koloid (Winarno,

1990).

Menurut Winarno (1990), algin pada produk susu dimanfaatkan

sebagai stabilisator dan membantu menstabilkan keutuhan/bentuk dari

produk tersebut yaitu es krim, ice milk (susu es), milk shake mixes,

sherbets, coklat susu, yoghurt, susu asam dan lain sebagainya. Menurut

Glicksman (1969), adanya natrium alginat dalam proses pembuatan keju

dapat meminimumkan pengerasan permukaan dan memperbaiki tekstur

keju yang dihasilkan.

Sifat algin yang bagus dalam mencengkram air (water holding

capacity) menyebabkan produk roti-kue tidak cepat kering pada udara

dengan kelembaban rendah dan juga tekstur yang halus dapat

dipertahankan. Produk roti-kue yang dapat menggunakan algin antara lain

Page 8: 2. Tekstil Printing

36

cake filling dan toppings, bakery jellies, meringues, glazes, pie filling dan

lain sebagainya. Pada produk candy gels algin membuat produk ini

mencapai tekstur empuk sampai pada pengunyahannya dan memiliki

retention (penyimpanan) air yang bagus. Propilene glikol alginat

menghasilkan buih yang stabil, tahan lama dan lebih creamer pada

produksi bir, dan untuk french dressing (bumbu salad) sebagai emulsi dan

bahan pengental sehingga produk ini tahan lama dan tidak pecah bila

disimpan pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Juga dalam produksi

pengalengan (canning) untuk meningkatkan viskositas (Winarno, 1990).

Algin pada pengolahan hasil perikanan untuk pembekuan ikan

dimana jeli alginat digunakan untuk mengkristalkan produk beku sehingga

menghindari pembusukan akibat reaksi oksidasi. Selain hal tersebut di

atas masih banyak lagi kegunaan algin dalam industri baik pangan

maupun non pangan.

Salah satu aplikasi alginat adalah sebagai zat pengental pada

pencapan kain (textille printing). Alginat terbukti menghasilkan pengental

yang kadarnya tinggi (untuk pembuatan pengental cukup digunakan

larutan 2 – 5% saja), mudah masuk ke dalam serat, mudah dihilangkan

kembali, selain itu juga hasil pencapan sangat memuaskan karena

membuat warna dan gambar lebih tajam. Sebab struktur kimianya

mengikat zat pewarna, namun lebih mudah melepaskannya pada bahan

kain.

Standar Mutu Algin

Standar mutu internasional baik untuk asam alginat maupun

natrium alginat yang telah ditetapkan sesuai Food Chemical Codex (FCC)

dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut Winarno (1990), algin dalam

pasarannya sebagian besar berupa natrium alginat, yaitu suatu garam

alginat yang larut dalam air. Jenis algin yang larut dalam air adalah kalium

atau ammonium alginat. Sedang algin yang tidak larut dalam air adalah

kalsium alginat dan asam alginat. Derivat atau produk turunan yang

terpenting adalah propilen glikol alginat.

Page 9: 2. Tekstil Printing

37

Tabel 10. Standar mutu asam alginat serta natrium alginat.

Spesifikasi Asam alginat Natrium Alginat

Kemurnian (% bobot kering) (%) 91 - 104,5 90,8 – 106

Kadar CO2 (%) ≤ 23 ≤ 21

Kadar abu (%) ≤ 4 18 – 27

Kadar logam berat (ppm) ≤ 0,004 ≤ 3

Kadar As (ppm) ≤ 3 ≤ 3

Kadar Pb (ppm) ≤ 10 ≤ 10

Kadar susut pengeringan (%) ≤ 15 ≤ 15

Sumber : Food Chemical Codex (1981).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

� Menghasilkan natrium alginat yang berviskositas tinggi sebagai bahan

pengental untuk pencapan kain (printing textil)

� Melakukan uji mutu hasil pencapan secara laboratorium.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dimulai pada bulan Januari sampai bulan Desember

2006. Untuk ekstraksi alginat dilakukan di Workshop Pengolahan Produk,

sedangkan analisa alginat dilakukan di Laboratorium kimia, Balai Besar

Bioteknologi dan Pengolahan Produk Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Untuk pencapan dilakukan di pengrajin batik, Yogyakarta, sedangkan

pengujiannya dilakukan di Sekolah Tinggi Tekstil, Bandung, Laboratorium

Evaluasi Kimia, Laboratorium pencapan dan Penyempurnaan, serta

Laboratorium Kimia Fisika.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis

Sargassum filipendula dari daerah pantai Binuangeun, Kabupaten

Page 10: 2. Tekstil Printing

38

Malingping, Provinsi Banten, formaldehid, HCL, Na2CO3, kaporit, NaOH,

isopropanol, air, Manutex, pewarna reaktif, sabun, urea dan asam asetat.

Peralatan yang akan digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur,

penangas air, penyaring vibrator, termometer, pengaduk, mixer, spatula,

stirer, oven, kain blacu, saringan plastik, timbangan, kertas pH, alat

pencapan, mesin steaming, viskometer, pH meter, whiteness meter,

spectroflash 500, kasa pencapan datar, crockmeter, skala penodaan,

hidrokstraktor atau mangel, setrika, kain kapas putih kering dan basah,

launderometer, stiffness tester dan skala abu-abu.

Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi 4 tahapan yaitu :

1. Ekstraksi alginat menggunakan metode ekstraksi alginat dari rumput

laut Sargassum filipendula (Murdinah,dkk 2005) yang dimodifikasi.

2. Karakterisasi mutu alginat hasil ekstraksi dan manutex RS meliputi

parameter : pH menggunakan pH meter, kadar air dan kadar abu

(AOAC, 1984), zat yang tidak larut, derajat putih (whiteness meter),

dan viskositas menggunakan viskometer Brookfield.

3. Pengujian stabilitas larutan alginat dan larutan alginat komersial

mulai konsentrasi 1%-5% (b/v) pada suhu ruangan dilakukan

penyimpanan larutan selama 5 hari pada suhu kamar dan diamati

parameter: pH menggunakan pH meter, viskositas menggunakan

viskometer Brookfield dan pemisahan larutan secara visual.

Pengamatan dilakukan setiap hari. Hasil pengamatan yang terbaik

selama penyimpanan dari larutan pengental akan diaplikasikan pada

pencapan tekstil.

4. Aplikasi formula pasta pada batik dan untuk mengetahui mutu hasil

pencapan akan dilakukan uji secara laboratorium. Parameter yang

akan diuji adalah : persentase ketajaman motif berdasarkan rumus :

A/19 x 100%, dimana A adalah panjang motif hasil pencapan

(Amirudin, 1987), uji ketuaan warna (Judd, 1967), uji kekakuan kain

berdasarkan SNI 08-0314-1989, uji tahan luntur warna terhadap

Page 11: 2. Tekstil Printing

39

gosokan berdasarkan SNI 08-0288-1989, dan uji tahan luntur warna

terhadap pencucian berdasarkan SNI 08-0285-1998.

Pengujian pencapan

Pengujian hasil pencapan yang dilakukan yaitu Pengujian

viskositas pasta pengental, ketajaman motif, ketuaan warna, kekakuan

kain, ketahanan luntur warna terhadap gosokan dan ketahanan luntur

warna terhadap pencucian.

a. Viskositas pasta

Memasukkan pasta pengental ke dalam gelas piala, lalu spindel

dipasang pada alat penguji lalu ujung spindel dimasukkan ke dalam pasta

pengental, kemudian viskometer dinyalakan. Setelah itu spindel diputar

dan jarum penunjuk pada skala akan menunjukkan harga viskositas dari

pasta pengental yang diukur, diamati dan dibaca nilai yang ditunjuk pada

skala.

Kemudian pasta pencapan dilakukan penyimpanan selama satu

minggu dan dianalisa viskositasnya, untuk mengetahui stabilitas viskositas

dari pasta pencapan.

b. Ketajaman motif

Alat yang digunakan : kasa datar ukuran laboratorium dengan motif

segitiga siku-siku yang berukuran tinggi 1 cm dan alas 19 cm.

Prinsip pengujian : contoh uji yang sudah dicap dengan motif

segitiga siku-siku tersebut kemudian diukur panjang motifnya yang

tertutup pasta. Semakin pendek panjang motif yang ditutup pasta berarti

persentase ketajaman motifnya senakin kecil.

Cara kerja :

• Dilakukan proses pencapan dengan menggunakan kasa

datar yang bermotif segitiga siku-siku.

• Kemudian hasil pencapannya diukur, misal a cm, lalu

dihitung persentase ketajaman motifnya dengan rumus :

% ketajaman motif = a/19 x 100%

Page 12: 2. Tekstil Printing

40

c. Ketuaan warna

Pengujian dilakukan dengan alat spectroflash-500 dengan

reflektansi warna pada panjang gelombang 400-700 nm dengan interval

20 nm untuk menentukan panjang gelombang maksimum, kemudian

menghitung ketuaan warna (nilai K/S). Cara pengujian yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

• Spectroflash-500 yang dilengkapi dengan komputer dan mesin

pencetak dinyalakan

• Pada komputer dipilih bagian colour phisics dan dari bagian itu

dipilih lagi bagian quality control

• Dalam bagian colour difference yang terdapat pada bagian quality

control dilakukan pemilihan cahaya yang digunakan

• Contoh uji diukur dengan spectroflash-500 pada panjang

gelombang maksimum, lalu dimasukkan nomor pengukuran contoh

uji (R-Code)

• Dari bagian house keeping dipilih bagian reflektansi value dan K/S

• Hasil pengukuran dicetak setelah nomor pengukuran value dan K/S

contoh uji awal sampai dengan akhir dimasukkan.

d. Kekakuan Kain

Prinsip pengujian kekakuan bahan dilakukan berdasarkan SNI 08-

0314-1998, yaitu :

• Contoh uji dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran

2,5x20 cm untuk lusi dan pakan

• Alat stiffness tester diletakkan pada meja

• Contoh uji diletakkan di bidang datar dari alat, salah satu ujungnya

berhimpit dengan tepi depan bidang datar. Penggeser diletakkan

pada contoh uji sehingga skala nol satu garis dengan garis

penunjuk pada alat.

• Penggeser didorong ke depan sehingga contoh uji menjulur keluar

dari tepi depan bidang datar dan melengkung ke bawah karena

Page 13: 2. Tekstil Printing

41

beratnya sendiri. Penggeser didorong terus sehingga tepi depan

contoh uji sebidang dengan garis pantulan yang ada pada cermin

alat.

• Setelah 6-5 detik panjang lengkung kain dibaca pada skala pada

alat. Sebelum pembacaan kedudukan pembaca harus sejajar

dengan alat.

• Setelah didapatkan panjang lengkung yang didapat dari skala maka

kekakuan kain dapat dihitung dengan rumus :

K= 10 x B x P3

Keterangan : K = Kekakuan lentur dalam mg.cm

B = Berat kain (10x10 cm) dalam mg

P = Panjang lengkung dalam cm

e. Ketahanan luntur warna terhadap gosokan

Prinsip pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan basah

dan kering kain dilakukan berdasarkan SNI 08-0285-1998, yaitu :

• Contoh uji dipotong dengan ukuran 5x15 cm, dengan panjangnya

miring terhadap lusi dan pakan. Contoh uji masing-masing dua

buah, satu untuk pengujian kering dan lainnya untuk pengujian

basah

• Untuk gosokan kering, contoh uji diletakkan di atas alat penguji

dengan sisi yang panjang searah dengan arah gosokan. Jari

crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan

anyamannya miring terhadap arah gosokan. Kemudian digosokkan

10 kali maju mundur (20 kali gosokan) dengan cara memutarkan

alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran per detik. Kain

putih diambil dan dievaluasi

• Untuk gosokan basah, basahi kain putih dengan air suling,

kemudian peras diantara kertas saring, sehingga kadar air dalam

kain menjadi 65 + 5% terhadap berat kain pada kondisi standar

kelembaban relatif 65 + 2% dan suhu 27 + 20C. kemudian

dikerjakan dengan cara seperti pada gosokan kering secepat

Page 14: 2. Tekstil Printing

42

mungkin untuk menghindarkan penguapan. Kain putih dikeringkan

diudara sebelum dievaluasi

• Penilaian dilakukan dengan membandingkan penodaan warna

pada kain putih terhadap skala penodaan (Staining Scale)

f. Ketahanan luntur warna terhadap pencucian

Prinsip pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian

dilakukan berdasarkan SNI 08-0288-1998, yaitu :

• Contoh uji dan dua helai kain putih masing-masing dipotong

berukuran 5x10 cm dimana yang sehelai sejenis dengan contoh uji,

sedang yang sehelai lagi dari serat menurut pasangannya

• Kedalam bejana dimasukkan 200 ml larutan yang mengandung

0,5% volume sabun dan 10 buah kelereng baja tahan karat.

Kemudian bejana ditutup rapat dan dipanasi lebih dulu sampai

400C

• Bejana tersebut diletakkan pada tempatnya dengan penutupnya

menghadap keluar. Pemasangan bejana diatur sedemikian rupa

sehingga pada tiap sisi mesin terdapat bejana-bejana yang

jumlahnya sama

• Untuk pemanasan pendahuluan paling sedikit mesin dijalankan

selama 2 menit

• Mesin dihentikan dengan bejana tegak lurus ke atas, tutup bejana

dibuka, contoh uji yang telah diremas-remas dimasukkan ke dalam

larutan, kemudian ditutup kembali. Launderometer dijalankan

selama 45 menit

• Mesin dihentikan, bejana-bejana diambil dan isinya dikeluarkan;

masing-masing contoh uji dicuci dua kali di dalam gelas piala

dengan 100 ml air pada suhu 400C, selama masing-masing 1 menit

dengan mengadukkan dan diperas dengan tangan. Kemudian

diasamkan dalam 100 ml larutan asam asetat 0,014% (0,05 ml

asam asetat 28% per 100 ml air) selama 1 menit pada suhu 270C,

dicuci lagi didalam 100 ml air pada suhu 270C selama 1 menit dan

Page 15: 2. Tekstil Printing

43

akhirnya diperas dengan hidrokstraktor atau mangel. Setelah itu

contoh uji dikeringkan dengan jalan menyetrika pada suhu 1350-

1500C

• Evaluasi perubahan warna dilakukan dengan membandingkan

pada skala abu-abu (grey scale), sedangkan evaluasi pada kain

putih dilakukan dengan cara membandingkan skala penodaan

(Staining Scale).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 11. Karakteristik Alginat dan alginat komersial

Parameter Alginat Alginat komersial

Kadar air 8.49 10.41

Kadar abu 22.42 32.82

pH 7.10 7.20

Viskositas 322 100

Zat yang tidak

larut

2.1 1.2

Derajat putih 22.4 29.5

Dari hasil analisis viskositas yang diperoleh antara alginat hasil

ekstraksi dengan alginat komersial, nilai viskositas alginat hasil ekstraksi

lebih tinggi dibandingkan dengan viskositas alginat komersial. Secara

ekonomis pemakaian alginat hasil ekstraksi akan lebih sedikit

dibandingkan dengan alginat komersial, tentu hal ini akan menguntungkan

dari segi ekonomis. Sedangkan untuk derajat putih, alginat komersial lebih

tinggi nilainya dibandingkan dengan alginat hasil ekstraksi, namun dalam

aplikasi warna alginat tidak begitu berpengaruh karena setelah pencapan

pengental akan dihilangkan melalui pencucian.

Page 16: 2. Tekstil Printing

44

Tabel 12. Hasil Analisis Penyimpanan Alginat dan Alginat komersial

selama 5 hari

Pengamatan Alginat Alginat

komersial

H1 Viskositas 100 322

pH 7.22 7.1

visual Tdk ada

pemisahan

Tdk ada

pemisahan

H2 Viskositas 95 585

pH 7.34 7.19

visual Tdk ada

pemisahan

Tdk ada

pemisahan

H3 Viskositas 92.5 340

pH 7.49 6.86

visual Tdk ada

pemisahan

Tdk ada

pemisahan

H4 Viskositas 90 230

pH 6.7 6.52

visual Tdk ada

pemisahan

Tdk ada

pemisahan

H5 Viskositas 30 90

pH 5.4 5.61

visual Tdk ada

pemisahan

Tdk ada

pemisahan

Dari hasil penyimpanan larutan alginat hasil ekstraksi dengan

alginat komersial selama 5 hari, sama-sama homogen secara visual. Hal

ini menyatakan bahwa pemakaian larutan pengental dari 1 hari sampai

pada hari ke 2 masih bisa digunakan, jadi larutan pengental tidak harus

dibuang seandainya pada pemakaian 1 hari tidak habis digunakan. Hal ini

dilihat dari segi pH masih stabil sampai hari ke 5, namun dari segi

Page 17: 2. Tekstil Printing

45

viskositas pada hari ke-3 sudah mulai penurunan viskositas hal ini

menyatakan sudah mulai tidak stabil.

Tabel 13. Hasil analisis ekstraksi alginat komersil dengan alginat hasil

ekstraksi.

Parameter Alginat komersil

Alginat hasil ekstraksi

Kadar air rumput laut 17,76 CAW (%) 57,6 Viskositas konsentrasi 1,5% (b/v), T=60oC 100 232

pH konsentrasi 1,5% (b/v), T=60oC 7,22 7,10 Kadar air (%) 10,41 8,49 Kadar abu (%) 32,82 22,42 Derajat putih (%) 29,5 22,45 Zat tak larut (%) 1,23 4,93 Tabel 14. Stabilitas penyimpanan alginat selama 5 hari pada konsentrasi

1 – 5%, masing-masing dilakukan 2 kali perlakuan. Hari ke Konsentrasi

(%) Alginat komersil Alginat ekstraksi

1 1 2 3 4 5

25 197 930

1370 1700

65 610 1960 8300

36.000 2 1

2 3 4 5

45 187 900

1520 5600

85 530 1500 8.500 33.500

3 1 2 3 4 5

42 175 880

1080 4600

75 480 1120

12.800 23.500

4 1 2 3 4 5

35 147 840

1020 3880

70 440 1100

11.200 18.200

5 1 2 3 4 5

25 140 610 980

3100

60 400 1040

10.200 16.800

Page 18: 2. Tekstil Printing

46

Tabel 15. Stabilitas penyimpanan formulasi pasta printing selama 5 hari pada konsentrasi 1 – 5%, masing-masing 2 kali perlakuan. Bahan formulasi yang dilakukan terdiri dari : zat warna reaktif 4%, natrium karbonat 1%, air 1 liter dan variasi alginat dari 1 – 5% alginat.

Hari ke Konsentrasi (%)

Alginat komersil Alginat ekstraksi

1 1 2 3 4 5

25 135 720

1580 4800

75 1360 5500 8200

tt 2 1

2 3 4 5

30 180 880

1840 7000

75 1620

10200 tt tt

3 1 2 3 4 5

40 150 700

1720 5800

80 1500 9500

tt tt

4 1 2 3 4 5

40 140 620

1600 5300

65 1440 6500

tt tt

5 1 2 3 4 5

25 140 610

1480 3940

65 1240 3840

14900 tt

Tabel 16. Perbandingan viskositas alginat komersil dengan alginat

ekstraksi pada penggunaan 4% alginat komersil dengan 2% dan 3% alginat ekstraksi.

Hari ke Alginat 4% Alginat ekstraksi 2%

Alginat ekstraksi 3%

1 1580 1360 5500 2 1840 1620 10200 3 1720 1500 9500 4 1600 1440 6500 5 1480 1240 3840

Page 19: 2. Tekstil Printing

47

Tabel 17. Hasil analisis Ketajaman Motif

Sampel Ketajaman Motif (%) A 102.80 B 102.00 C 102.16 D 101.86

E(STD) 102.00

Dari hasil ketajaman motif dilihat bahwa hampir semua konsentrasi

dari alginat hasil ekstraksi masih bisa digunakan bila dibandingkan

dengan alginat komersial. Hal ini berarti bahwa pemakaian alginat hasil

ekstraksi dari konsentrasi 2,0% sudah memenuhi mutu ketajaman motif

dari alginat komersial konsentrasi 3,0%.

Tabel 18. Hasil analisis analisa ketuaan warna

Sampel Ketuaan warna (K/S) A 9,80 B 11,99 C 10,12 D 12,00

E(STD) 10,09

Untuk hasil ketuaan warna, perbedaan nilai ketuaan warna alginat

hasil ekstraksi dari konsentrasi terendah dengan nilai ketuaan warna

alginat komersial tidak begitu berbeda. Ketuaan warna paling tinggi

diperoleh pada pemakaian konsentrasi 3,5%. Hal ini menyatakan bila ada

pemakaian lebih dari 1 warna untuk pencapan maka pada konsentrasi

3,5% lebih kelihatan perbedaannya. Semakin tinggi nilai ketuaan warna

semakin baik penyerapan warnanya.

Tabel 19. Hasil analisis kekakuan kain

Sampel Kekakuan kain (mg.cm) A 71.24 B 67.61 C 74.45 D 93.71

E(STD) 86.04

Page 20: 2. Tekstil Printing

48

Untuk hasil analisis kekakuan kain nilai alginat komersial berada

diantara nilai kekakuan kain pada alginat hasil ekstraksi pada konsentrasi

3,0% dan 3,5%. Secara mutu nilai kekakuan kain yang diinginkan adalah

nilai kekakuan kain yang terendah. Namun faktor nilai kekakuan kain

untuk mutu kain banyak dipengaruhi faktor yaitu : pencucian, sabun yang

digunakan dan viskositas pengental. Mutu hasil pencapan untuk kekakuan

kain tidak begitu berpengaruh karena dalam skala pabrik untuk

mengurangi kekakuan kain ditambahkan pelembut.

Tabel 20. Hasil analisis Tahan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan

Item test Kode sampel A B C D STD TLW thd Pencucian

- perubahan warna 4 4 4 4 4 - penodaan pd cotton

4-5 4-5 4-5 4-5 4-5

- penodaaan pd polysester

4-5 4-5 4-5 4-5 4-5

TLW thd gosokan - gosokan Basah 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 - gosokan Kering 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5

Dari hasil analisis tahan luntur warna terhadap pencucian dan

gosokan untuk alginat hasil ekstraksi dan alginat hasil komersial memiliki

nilai yang sama, hal ini menunjukkan bahwa mutu alginat hasil ekstraksi

dari konsentrasi 2,0% sampai konsentrasi 3,% masih memenuhi mutu

alginat komersial 3,0%.

Keterangan:

A : Konsentrasi 2.0%

B : Konsentrasi 2.5%

C : Konsentrasi 3.0%

D : Konsentrasi 3.5%

E : Konsentrasi 3.0% (standard komersial)

Page 21: 2. Tekstil Printing

49

KESIMPULAN

Dari penelitian dan pengujian pada aplikasi pasta pencapan diperoleh

bahwa:

1. Hasil viskositas alginat hasil ekstraksi (232 cps) lebih tinggi

dibandingkan dengan viskositas manutex RS (100 cps) pada

konsentrasi yang sama yaitu pada 1,5% (b/v)

2. Larutan alginat hasil ekstraksi dan larutan manutex RS pada

konsentrasi 3 % penyimpanan selama 5 hari sama sama stabil

3. Hasil uji aplikasi pasta pencapan dengan menggunakan antara

alginat hasil ekstraksi konsentrasi 2,5% mempunyai mutu yang

sama dengan Manutex RS, sehingga alginat hasil ekstraksi dapat

menggantikan Manutex RS sebagai bahan pengental.

DAFTAR PUSTAKA

Anggadireja, J., Irawati, N., dan Kusmiyati. 1996. Protein dan Manfaat

Rumput Laut Indonesia dalam Bidang Farmasi. Seminar Nasional

Industri Rumput Laut. Jakarta.

Basmal, J., Yunizal dan Tazwir. 1999. Pengaruh Perlakuan Pembuatan

Semi Refined Alginate dari Rumput Laut Coklat (Turbinaria ornata)

Segar terhadap Kualitas Sodium Alginat. Makalah pada Forum

Komunikasi I Ikatan Fisologi Indonesia, Serpong. Instalasi

Penelitian Perikanan Laut (INLITKANLUT). Jakarta.

Chapman, V.J., and Chapman, D.J. 1980. Seaweed and Their Uses, 2nd

ed. Methuen and co. Ltd. London.

Djufri, Rasyid dan kawan-kawan. 1973. Teknologi Pengelantangan,

Pencelupan dan Pencapan. Institut Teknologi Tekstil. Bandung.

Draget, K.I. 2000. Alginates. Di Dalam Handbook of Hydrocolloids.

Norwegian University of Science and Technology. Norwegia.

King,A.H. 1982. Brown Seaweed Extract (Alginat). Dalam Glicksman, M.

(Ed.). Food Hydrocolloids, Volume 11. CRC Press, Inc. Florida.

Komarudin, Anshor. 2002. Pengaruh Wkatu Penyimpanan Pasta Cap

Natrium Alginat dan Campuran Natrium Alginat-Emulsi terhadap

Page 22: 2. Tekstil Printing

50

Hasil Pencapan Rayon Viskosa Menggunakan Zat Warna Reaktif.

Skripsi. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. Bandung.

Melala, E.F. 2000. Pengaruh Perendaman dengan Formaldehid (HCOH)

dan Pengendapan Asam Alginat dengan HCl, terhadap Sifat Fisika

Kimia Natrium Alginat dari Rumput Laut Coklat (Phaeophyceae).

Skipsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nussinovitch, A. 1998. Hydrocolloid Aplication, Gum Technology in the

Food and Other Industries. Blackie Academic and Professional.

Israel.

Pane, Anwar B, 1995. Ekologi Tumbuhan Laut, Pemanfaatan dan

Pencemaran yang Berpengaruh Terhadapnya. Disampaikan pada

“Training Course on Wetland Ecology and Integrated Coastal Zone

Planning and Management”, Asian Wetland Bureau. Fakultas

Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Regional Seafarming Development and Demonstration Project. 1991.

Algin, a Brown Seaweed Polysaccharide.

http://FAO/UNDP/RAS.html. [8 Maret 2005].

Sekarasih, Yuyun. 2000. Pengaruh Konsentrasi Bahan Pemucat dan Jenis

Bahan Pengendap pada Proses Ekstraksi Rumput Laut Coklat

(Sargassum filipendula C. Agarth) terhadap Rendemen dan Mutu

Natrium Alginat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Siregar, Adella H. 1980. Tepung Alginat sebagai Bahan Pengental

Pencapan. Paper. Institut Teknologi Tekstil. Bandung.

Siswati, Junita. 2002. Kajian Ekstraklsi Alginat dari Rumput Laut

Sargassum sp. Serta Aplikasinya sebagai Penstabil Es Krim.

Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sostar, S and Schneider, R. 1997. Guar Gum as an Environment-friendly

Alternative Thickener in Printing with reactive Dyes. Elsevier

Science Ltd. Jerman.

Page 23: 2. Tekstil Printing

51

Turk, S.S and Schneider, R. 2000. Printing Properties of a High Subtituted

Guar Gum and Its Mixture with Alginate. Elsevier Science Ltd.

Jerman.

Wikipedia. Science Ensiklopedia.

http://Wikipedia/Ensiklopedia/Gum/Guar.html. [10 Februari 2005].

Winarno, S G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar

Harapan. Jakarta.

Yani, M. 1988. Modifikasi dan Optimasi proses Ekstraksi dalam Rancang

Bangun Proses Tepung Algin dari Jenis Turbinaria ornata. Skripsi.

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yunizal. 2004. Teknologi Pengolahan Alginat. Pusat Riset Pengolahan

Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.