DINAS KEHUTANAN JAWA BARAT
Landasan dan Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan di Jawa Barat
2013
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................
I. Pendahuluan ................................................................................ 1
II. Kondisi Umum Hutan Mangrove di Jawa Barat ................................ 2
III. Justifikasi Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan (Lestari) ....................................................... 4
IV. Permasalahan dan Kendala Pengelolaan Hutan Mangrove ............... 6
V. Asas dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan (Lestari) di Jawa Barat .................................. 9
VI. Tujuan Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan (Lestari) di Jawa Barat ................................ 10
VII. Ruang Lingkup Pengelolaan Hutan Mangrove
Secara Berkelanjutan (Lestari) di Jawa Barat ................................ 12
VIII. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan (Lestari) di Jawa Barat ................................ 13
IX. Kesimpulan ................................................................................ 14
1
I. Pendahuluan
Secara geografis, wilayah Jawa Barat Bagian Utara dan Selatan yang
berbatasan dengan laut yang memiliki sumberdaya alam hayati berupa
Hutan Mangrove. Hutan Mangrove ini merupakan sebagai salah satu
ekosistem yang unik merupakan sumberdaya alam yang sangat potensial,
mendukung hidupnya keanekaragaman flora dan fauna. Hutan mangrove
memiliki bermacam-macam fungsi, antara lain fungsi fisik, biologis dan
sosial ekonomis. Fungsi biologis yang dimiliki hutan mangrove antara lain
sebagai daerah asuhan (nursery grund), daerah mencari makan (feeding
ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) dari berbagai biota laut,
tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota,
sumber plasma nutfah (Rahmawaty, 2006). Komunitas terestris akuatik
yang ada di dalamnya secara langsung atau tidak langsung berperan
penting bagi kelangsungan hidup manusia baik dari segi ekonomi, sosial
maupun lingkungan (ekologi).
Ekosistem Hutan Mangrove ini sangat mudah dipengaruhi oleh ekosistem
yang ada di sekitarnya serta sulit untuk dipulihkan kembali jika terjadi
degradasi. Upaya merehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman
jenis mangrove sebenarnya sudah dimulai sejak tahun sembilan-puluhan.
Data penanaman mangrove oleh Departemen Kehutanan sejak tahun 1995
hingga 2003 baru terealisasi seluas 7.890 ha (Departemen Kehutanan,
2004) dan dari 2003 hingga 2007 telah mencapai 70.185 ha (Departemen
Kehutanan, 2008), namun tingkat keberhasilannya sangat rendah. Tercatat
2
rehabilitasi Hutan Mangrove yang telah dilakukan di Jawa Barat pada tahun
2008 seluas 365 Ha, tahun 2009 seluas 50 Ha, tahun 2010 seluas 311 Ha,
tahun 2011 seluas 480 Ha, dan tahun 2012 seluas 270 Ha (Dinas
Kehutanan, 2013).
Mengingat fungsi dan manfaat dari Hutan Mangrove bagi kehidupan
manusia dan biota lain di sekitarnya serta karakteristik dari ekosistem Hutan
Mangrove yang sulit untuk dipulihkan kembali, pengelolaan Hutan
Mangrove harus diselenggarakan secara berkelanjutan (lestari).
II. Kondisi Umum Hutan Mangrove di Jawa Barat
Hutan Mangrove di Jawa Barat terdapat di Pesisir Pantai Utara dan Selatan.
Hutan mangrove di Provinsi Jawa Barat sampai dengan tahun 2011
mencapai luasan 40.129,89 Ha. Hutan mangrove yang ada di dalam
kawasan hutan mencapai angka 32.313,59 Ha (80,52%) dan sisanya
7.816,30 Ha (19,48%) berada di luar kawasan hutan. Luas hutan mangrove
rusak mencapai 15.275,51 Ha atau setara dengan 38,06 % dari total hutan
mangrove yang ada. Dari luasan hutan mangrove yang ada, luasan terbesar
ada di Kabupaten Karawang yaitu mencapai angka 13.181, 39 Ha (32,85%),
kemudian Kabupaten Bekasi seluas 10.481,15 Ha, Kabupaten Indramayu
seluas 8.720,35 Ha, Kabupaten Subang seluas 7.346 Ha, Kabupaten Cirebon
seluas 190 Ha, Kabupaten Ciamis seluas 170 Ha, Kabupaten Garut seluas
32 Ha, dan Kabupaten Sukabumi seluas 9 Ha (Kementerian Kehutanan,
2012).
3
Luas Hutan Mangrove berdasarkan data Statistik Kehutanan Jawa Barat
Tahun 2012 mengalami penambahan yaitu menjadi seluas 42.436,24 Ha.
Hutan Mangrove tersebut tersebar di Kabupaten Bekasi seluas 10.481,15
Ha, Kabupaten Karawang seluas 8.735,90 Ha, Kabupaten Subang seluas
9.013,78 Ha, Kabupaten Indramayu seluas 12.705,41 Ha, dan di Kabupaten
Cirebon seluas 1.500 Ha. Penambahan luas Hutan Mangrove tersebut
merupakan salah satu hasil dari kegiatan rehabilitasi Hutan Mangrove di
Jawa Barat dilaksanakan dalam kurun waktu 2008 – 2012. Pada tahun 2008
telah dilaksanakan rehabilitasi Hutan Mangrove seluas 365 Ha, tahun 2009
seluas 50 Ha, tahun 2010 seluas 311 Ha, tahun 2011 seluas 480 Ha, dan
tahun 2012 seluas 270 Ha (Dinas Kehutanan Jawa Barat, 2013).
Mangrove sejati yang dijumpai di Hutan Mangrove di Pesisir Utara Jawa
Barat yaitu Avicennia marina, Avicennia alba, Rhizophora mucronata,
Rhizophora apiculata, Acanthus ilicifolius, Aegiceras floridum, Soneratia
alba, Nypa fructicans, Bruguiera sp., dan Exoecaria agallocha. Jenis
Mangrove ikutan yang terdapat di Hutan Mangrove wilayah ini diantaranya:
Derris trifoliata, Ipomoea pes-caprae, Sesuvium portulacastrum,
Clorodendrum inerme, Wedelia biflora, dan Passiflora foetida. Vegetasi
bawah yang dijumpai di lokasi ini adalah Bluntas (Pluchea indica), Seruni
(Widelia biflora) dan Teki Laut (Cyperus maritima).
Jenis Mangrove sejati yang terdapat di wilayah Pesisir Selatan Jawa Barat
diantaranya: Nypa fruticans, Avicennia marina, Avicennia alba, Sonneratia
alba, Acanthus ilicifolius, Excoecaria agallocha, Rhizophora mucronata,
4
Aegiceras corniculatum, Bruguiera gymnorrhiza, dan Xylocarpus granatum.
Sedangkan Mangrove ikutan atau vegetasi pantai di wilayah ini antara lain:
Ipomoea pes-caprae, Pandanus tectorius, Derris trifoliate, Thespesia
populnea, Pongamia pinnata, Hibiscus tiliaceus, Cocos nucifer, Terminalia
catappa, dan Morinda citriflora.
III. Justifikasi Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan (Lestari)
Ekosistem Hutan Mangrove di Jawa Barat yang mempunyai karakteristik
unik dan nilai manfaat serta fungsi bagi kehidupan manusia dan biota
lainnya perlu pengelolaan yang berkelanjutan (lestari). Beberapa justifikasi
untuk mengelola ekosistem mangrove secara berkelanjutan adalah
(Mangrove Information Centre, 2003):
1) Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan (renewable
resources atau flow resources yang mempunyai manfaat ganda
(manfaat ekonomis dan ekologis). Berdasarkan sejarah, sudah sejak
dulu hutan mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup
bagi berbagai masyarakat lokal. Selain itu sesuai dengan
perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan berbagai jenis
sumber daya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas
perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah
devisa negara. Secara garis besar, manfaat ekonomis dan ekologis
mangrove adalah:
5
a. Manfaat ekonomis, terdiri atas :
1. Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu
bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu)
2. Hasil bukan kayu
Hasil hutan ikutan (tannin, madu, alcohol, makanan, obat-
obatan, dll)
Jasa lingkungan (ekowisata)
b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung
lingkungan, baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan
maupun habitat berbagaia jenis fauna, diantaranya :
Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin
kencang
Pengendali intrusi air laut
Habitat berbagai jenis fauna
Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang
biak berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi
Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)
Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi
dibandingkan tipe hutan lain.
2) Mangrove mempunyai nilai produksi primer bersih (PPB) yang cukup
tinggi, yakni: biomassa (62,9-398,8 ton/ha), guguran serasah (5,8-
25,8 ton/ha/th) dan riap volume (20 ton/ha/th, 9 m3/ha/th pada hutan
6
tanaman bakau umur 20 tahun). Besarnya nilai produksi primer ini
cukup berarti bagi penggerak rantai pangan kehidupan berbagai jenis
organisme akuatik di pesisir dan ehidupan masyarakat pesisir itu
sendiri.
3) Dalam skala internasional, regional dan nasional, hutan mangrove
luasnya relatif kecil bila dibandingkan, aik dengan luas daratan
maupun luasan tipe hutan lainnya, padahal manfaatnya (ekonmis dan
ekologis) sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat
(khususnya masyarakat pesisir), sedangkan dipihak lain ekosistem
mangrove bersifat rentan (fragile) terhadap gangguan dan cukup
sulit untuk merehabilitasi kerusakannya.
4) Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun bersama dengan
ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam
stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis.
5) Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang
cukup tinggi yang saat ini sebagaian besar manfaatnya belum
diketahui.
IV. Permasalahan dan Kendala Pengelolaan Hutan Mangrove
Sebagai suatu ekosistem hutan, mangrove sejak lama telah diketahui
memiliki berbagai fungsi ekologis, disamping manfaat ekonomis yang
bersifat nyata, yaitu menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi.
Sebagaimana halnya dalam pengelolaan sumberdaya alam (SDA) lain yang
7
bermanfaat ganda, ekonomis dan ekologis, masalah utama yang dihadapi
dalam pengelolaan hutan mangrove adalah menentukan tingka pengelolaan
yang optimal, dipandang dari kedua bentuk manfaat (ekonomi dan ekologi
tersebut). Dibandingkan dengan ekosistem hutan lain, ekosistem hutan
mangrove memiliki beberapa sifat kekhususan dipandang dari kepentingan
keberadaan dan peranannya dalam ekosistem SDA, yaitu (Mangrove
Information Centre, 2003):
a. Letak hutan mangrove terbatas pada tempat-tempat tertentu dan
dengan luas yang terbatas pula.
b. Peranan ekologis dari ekosistem hutan mangrove bersifat khas, berbeda
dengan peran ekosistem hutan lainnya.
c. Hutan mangrove memiliki potensi hasil yang bernilai ekonomis tinggi.
Selain permasalahan tersebut di atas, beberapa kendala dalam pengelolaan
Hutan Mangrove, antara lain:
a. Kendala Aspek Teknis
1. Kondisi habitat yang tidak begitu ramah, yakni tanah yang anaerob
dan labil dengan salinitas yang relatif tinggi apabila dibandingkan
dengan tanah mineral, adanya pengaruh pasang surut dan
sedimentasi serta abrasi pada berbagai lokasi tertentu.
2. Adanya pencampuran komponen ekosistem akuatik (ekosistem laut)
dan ekosistem daratan, yang mengakibatkan pengelolaannya
menjadi lebih kmpleks. Hal ini mengharuskan kecermatan yang tinggi
dalam menerapkan pengelolaan mengingat beragamnya sumber
8
daya hayati yang ada pada umumnya relatif peka terhadap
gangguan, dan adanya keterkaitan antara ekosistem mangrove
dengan tipe ekosistem produktif lainnya di suatu kawasan pesisir
(padang lamun, terumbu karang, estuaria).
3. Kawasan pantai dimana mangrove berada umumnya mendukung
populasi penduduk yang ccukup tinggi, tetapi dengan tingkat
kesejahteraan dan tingkat pendidikan yang rendah.
b. Kendala Aspek Kelembagaan
Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa kendala aspek kelembagaan
diantaranya adalah :
1. Tata ruang kawasan pesisir di banyak lokasi belum tersusun secara
baik, bahkan ada yang belum sama sekali.
2. Status kepemilikan bahan dan tata batas yang tidak jelas.
3. Banyaknya pihak yang berkepentingan dengan kawasan dan sumber
daya mangrove.
4. Belum jelasnya wewenng dan tanggung jawab berbagai stakeholder
yang terkait.
5. Masih lemahnya law enforcement dari peraturan perundangan yang
sudah ada.
6. Masih lemahnya koordinasi di antara berbagai instansi yang
berkompeten dalam pengelolaan mangrove.
9
7. Praktek perencanaan, pelaksanaa dan pengendalian dalam
pengelolaan mangrove belum banyak mengikutsertakan partisipasi
aktif masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan tersebut.
V. Asas dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan (Lestari) di Jawa Barat
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang
mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, maka dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999
tentang Kehutanan dalam hal penyelenggaraan kehutanan senantiasa
mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan
berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan
dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan,
keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan
bertanggung-gugat.manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan,
kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Hal tersebut menjadi dasar
asas dalam pengelolaan Hutan Mangrove secara berkelanjutan di Jawa
Barat. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor: 6 Tahun 2011
Tentang Pengurusan Hutan Mangrove Dan Hutan Pantai, pengurusan Hutan
Mangrove berlandaskan:
a. asas manfaat dan lestari;
b. asas kerakyatan dan keadilan;
c. asas kebersamaan;
10
d. asas keterbukaan;
e. asas kemitraan;
f. asas desentralisasi; dan
g. asas akuntabilitas.
VI. Tujuan Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan
(Lestari) di Jawa Barat
Penetapan tujuan dalam pengelolaan Hutan Mangrove sangatlah penting
sebagai arah yang akan dicapai dalam berbagai aktifitas pengelolaan Hutan
Mangrove di Jawa Barat. Sesuai dengan amanat Undang-undang No. 41
tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 10 tujuan dari pengelolaan
(pengurusan) hutan adalah bertujuan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat.
Penerjemahan tujuan dalam pengelolaan Hutan Mangrove di Jawa Barat
dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor: 6 Tahun
2011 Tentang Pengurusan Hutan Mangrove Dan Hutan Pantai Pasal 2 dan
3. Pasal 2 menyatakan “Pengurusan hutan mangrove dan hutan pantai
dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas pengelolaan hutan mangrove
dan hutan pantai sebagai bagian dari hutan secara lestari, dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat guna menjamin
kelestarian ekosistem pesisir, serta menjamin ketersediaan lapangan kerja
dan kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat, dalam memecahkan
persoalan ekonomi, sosial dan budaya lokal yang terjadi di masyarakat
sekitar hutan mangrove dan hutan pantai”. Kemudian Pasal 3
11
menuangkakan tujuan pengurusan hutan mangrove dan hutan pantai
adalah:
a. Melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan
memperkaya hutan mangrove dan hutan pantai serta ekosistem secara
berkelanjutan;
b. Memberikan kontribusi optimal terhadap pencapaian kawasan lindung
sebesar 45 % (empat puluh lima persen);
c. Menciptakan harmonisasi, sinergitas dan keterpaduan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan para
pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan mangrove dan hutan
pantai;
d. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran
yang proporsional;
e. Mengoptimalkan fungsi lindung untuk mencapai manfaat lingkungan,
sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari;
f. Memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintahan serta
mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove
dan hutan pantai agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan
keberkelanjutan; dan
g. Meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui
peran serta masyarakat dalam pemanfaatan hutan mangrove dan hutan
pantai.
12
VII. Ruang Lingkup Pengelolaan Hutan Mangrove Secara
Berkelanjutan (Lestari) di Jawa Barat
Dalam pengelolaan Hutan Mangrove di Jawa Barat, ruang lingkup
pengelolaannya meliputi (Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor: 6
Tahun 2011 Tentang Pengurusan Hutan Mangrove dan Hutan Pantai):
a. Perencanaan dan penataan hutan mangrove dan hutan pantai;
b. Rehabilitasi dan konservasi hutan mangrove dan hutan pantai;
c. Perlindungan dan pengamanan hutan mangrove dan hutan pantai;
d. Penelitian dan pengembangan hutan mangrove dan hutan pantai;
e. Pemanfaatan hutan mangrove dan hutan pantai;
f. Pendidikan dan pelatihan, serta penyuluhan hutan mangrove dan hutan
pantai;
g. Sistem informasi hutan mangrove dan hutan pantai;
h. Koordinasi pengurusan hutan mangrove dan hutan pantai;
i. kerjasama dan kemitraan pengurusan hutan mangrove dan hutan pantai;
j. Peranserta masyarakat dan dunia usaha dalam pengurusan hutan
mangrove dan hutan pantai;
k. Insentif dan disinsentif dalam pengurusan hutan mangrove dan hutan
pantai;
l. Pembinaan dan pengendalian dalam pengurusan hutan mangrove dan
hutan pantai; dan
m. Pengawasan dalam pengurusan hutan mangrove dan hutan pantai.
13
VIII. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan
(Lestari) di Jawa Barat
Pengelolaan Hutan Mangrove di Jawa Barat hendaknya memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat yang berkeadilan
dan berkelanjutan. Hal tersebut didapat dengan mengoptimalkan aneka
fungsi Hutan Mangrove yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan
fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan
ekonomi, yang seimbang dan lestari. Konsep dasar ini merupakan rujukan
dalam menentukan strategi atau bahkan bentuk pengelolaan secara
berkelanjutan Hutan Mangrove di Jawa Barat.
Strategi yang dibangun dalam pengelolaan Hutan Mangrove di Jawa Barat
setidaknya memuat:
1. Strategi Perlindungan Hutan Mangrove;
Perlindungan dimaksudkan untuk mencegah dan membatasi kerusakan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan
manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit.
2. Strategi Rehabilitasi Hutan Mangrove; dan
Rehabilitasi dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi hutan mangrove dan hutan pantai sehingga
dayadukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga.
3. Strategi Pemanfaatan Hutan Mangrove.
Pemanfaatan hutan mangrove dan hutan pantai diselenggarakan untuk
memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan mangrove dan hutan pantai
14
secara optimal, adil dan lestari. Pemanfaatan Hutan Mangrove tersebut
dapat dilakukan melalui pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa
lingkungan, pemungutan hasil hutan bukan kayu, pembudidayaan
sumberdaya perikanan, dan pemanfaatan biota ekosistem mangrove.
Kegiatan pemanfaatan Hutan Mangrove dilakukan dengan tetap harus
memperhatikan dayadukung dan dayatampung lingkungan.
4. Strategi Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat
Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat harus mencapai kemajuan,
kemandirian, kenyamanan dan cara hidup yang baik, dengan
memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan setempat dengan
cara seimbang dan lestari.
IX. Kesimpulan
1. Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang unik dan
khas yang memiliki fungsi fisik, ekologis, dan ekonomis.
2. Mengingat fungsi, manfaat, dan karakteristik Hutan Mangrove, maka
pengelolaan Hutan Mangrove harus diselenggarakan secara
berkelanjutan (lestari).
3. Strategi pengelolaan Hutan Mangrove di Jawa Barat meliputi: strategi
perlindungan, strategi rehabilitasi, strategi pemanfaatan, serta strategi
pembinaan dan pembinaan masyarakat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kehutanan Jawa Barat. 2012. Statistik Kehutanan Jawa Barat Tahun
2012. Dinas Kehutanan Jawa Barat. Bandung.
Dinas Kehutanan Jawa Barat. 2013. Petunjuk Teknis Pengelolaan Hutan
Mangrove dan Hutan Pantai Jawa Barat. Dinas Kehutanan Jawa Barat.
Bandung.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial. 2005.
Pedoman Inventarisasi Dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove.
Jakarta.
Kementerian Kehutanan. 2012. Profil Kehutanan 33 Provinsi. Kementerian
Kehutanan. Jakarta.
Mangrove Information Centre. 2003. Pengelolaaan Kawasan Hutan
Mangrove Yang Berkelanjutan. Seminar Pengelolaan Hutan Mangrove
Denpasar, Bali 8 September 2003
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor: 6 Tahun 2011 Tentang
Pengurusan Hutan Mangrove dan Hutan Pantai.
Rahmawaty. 2006. Upaya Pelestarian Mangrove Berdasarkan Pendekatan
Masyarakat. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
(Online), (http://library usu.ac.id).
Rochana, E. Ekosistem Mangrove Dan Pengelolaannya di Indonesia.
www.irwantoshut.com
Septiarusli, I. E. 2010. Ekosistem Mangrove di Jawa Barat.
http://irmaneka.wordpress.com/2010/03/30/ekosistem-mangrove-di-
jawa-barat/
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan.