ANALISIS UNSUR INTRINSIK SAJAK GEMBALA
KARYA MUHAMMAD YAMIN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstuktur
mata kuliah Puisi
Dosen : Nicko Asmara S., Drs.
Oleh
Dedi Irawan
09210110157
4C Dikbasasinda
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMUPENDIDIKAN (STKIP)
SEBELAS APRIL SUMEDANG
2010-2011
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT.yang telah memberikan taufik dan
hidayah-Nya kepada saya, sehingga saya senantiasa bisa menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Shalawat dan salam tak lupa saya curahkan kepada Nabi Muhammad SWT.
Penyusunan makalah yang diberi judul “Analisis Unsur Intrinsik Sajak Gembala karya
Muhammad Yamin”, diajukan sebagai pamenuhan salah satu tugas terstruktur mata kuliah
Puisi.
Dalam penyusunan makalah ini saya mendapatkan beberapa halangan dan rintangan
yang harus saya lewati, tetapi berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak saya bisa
menyelesaikannya, walaupun saya sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu saya dalam
penyusunan makalah ini, diantaranya kepada :
1. Bapak Nicko Asmara S., Drs., selaku dosen mata kuliah puisi yang telah memberikan
gambaran dan pencerahannya tentang penyusunan makalah ini.
2. Keluarga dan teman-teman seperjuangan yang telah membantu dan memberikan
dukungannya.
Akhirnya, saya minta maaf atas segala kekurangannya, dan saya harapkan kritik dan
saran yang membangun, dan mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi saya
khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.
Sumedang, Juni 2011
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
2.1 Pengertian Puisi...................................................................................................3
2.2 Metode Puisi........................................................................................................3
2.3 Hakekat Puisi........................................................................................................7
BAB III DATA DAN ANALISIS DATA................................................................................9
3.1 Sajak.....................................................................................................................10
3.2 Analisis Sajak........................................................................................................10
3.3.1 Analisis Metode Puisi..................................................................................10
3.3.2 Analisis HakekatPuisi...................................................................................15
BAB IV KESIMPULAN....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi
irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Walaupun singkat
dan padat, tetapi berkekuatan.Oleh karena itu, salah satu usaha penyair adalah memilih
kata-kata yang memiliki persamaan bunyi (rima).Puisi yang baik lazimnya menawarkan
serangkaian makna kepada pembacanya.
Dalam menangkap rangkaian makna tersebut, tentu saja pembaca perlu masuk ke
dalamnya dan mencoba memberi penafsiran terhadapnya. Langkah dasar yang dapat
dilakukan untuk pemahaman itu adalah ikhtiar untuk mencari tahu makna teks.Sebagai
sebuah teks, puisi menyodorkan makna eksplisit dan implisit.Makna eksplisit dapat kita tarik
dari perwujudan teks itu sendiri; pilihan katanya, rangkaian sintaksisnya, dan makna
semantisnya.Pilihan kata atau diksi menyodorkan kekayaan nuansa makna, rangkaian
sintaksis berhubungan dengan maksud yang hendak disampaikan.Adapun makna implisit
berkaitan dengan interpretasi dan makna yang menyertai dibelakang puisi bersangkutan.
Dalam puisi terdapat unsur yang membangunnya, yaitu ada unsur intrinsic dan ada
unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah metode(unsur ragawi/bentuk) dan hakikat puisi
(unsure jiwani/isi). Dalam metode puisi diantarnya terdapat diksi (diction), kata nyata
(conkreet word), majas (gaya bahasa), Imajeri(pembayangan/citraan), versifikasi (rima,
irama, meutrum) dan tipografi. Sedangkan dalam hakekat puisi diantaranya terdapat tema
(sense), feeling (rasa), tone (nada) dan amanat (maksud/tujuan).
Sedangkan unsur ekstrinsik terkait pada unsur sosiologis/antropologis,
idiologis/fisiologis, religis, dan historis. Dalam hal ini lebih dititik beratkan pada unsur
ekstrinsik karya puisi yang dijelaskan diatas.
Dengan melihat salah satu unsur puisi yaitu unsur ekstrinsik, dengan kedua unsurnya
tersebut, saya akan mencoba menganalisis salah satu sajak karya Muhammad Yamin yang
berjudul Gembala, untuk mengetahui bagaimana metode dan hakekat puisi diatas.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah, diantaranya:
1. Bagaimanakah analisis metode puisi (unsur ragawi/bentuk) yang terkandung dalam
sajak Gembala karya Muhammad Yami?
2. Bagaimanakah analisis hakekat puisi (unsur jiwani/isi) yang terkandung dalam sajak
Gembala karya Muhammad Yamin?
1.3 Tujuan Penelitian
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana penganalisisan metode puisi (unsur ragawi/bentuk)
yang terkandung dalam sajakGembala karya Muhammad Yamin.
2. Untuk mengetahui bagaimana penganalisisan hakekat puisi (unsure jiwani/isi) yang
terkandung dalam sajakGembala karya Muhammad Yamin.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Puisi
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti
pembangun, pembentuk, pembuat.Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya
membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair.Dalam perkembangan selanjutnya,
makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun
menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan
(Sitomorang, 1980:10).Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat
dengan –poet dan -poem.
Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet
berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta.Dalam bahasa Yunani sendiri, kata
poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir
menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa.Dia adalah orang yang
berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang
yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada
umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-
baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat
berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya,
kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang
merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
3
(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang
imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden
mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-
baur.
(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan,
dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-
katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti
musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan
keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan,
bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.Semuanya merupakan
detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun
tetap terdapat benang merah.Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan
bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya.Unsur-
unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan
kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
2.2 Metode Puisi
Untuk mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana.Sarana-
sarana tersebutlah yang disebut metode puisi. Metode puisi terdiri dari :
1. Diction (diksi)
Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.Karena
puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.Pemilihan kata-kata dalam puisi
erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam
Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek
4
penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan
fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam
bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan
kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
2. Kata Nyata (Conkreet Word)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif
sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan
kondisi pemakaiannya. Slamet Mulyana menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-
kata yang telah dipergunakan oleh penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus.
Melalui diksi-diksi yang dipilihnya, penyair berusaha untuk dapat menumbuhkan
pembayangan para penikmat sajaknya.Untuk dapat mencapai itu, setiap penyair
berupaya untuk menggunakan kata-kata yang tepat dan imajinatif dalam arti dapat
dimaknai oleh para penikmat sajaknya.Semakin mudah dimaknai dan dapat
menimbulkan pembayangan yang lengkap tentang sesuatu, maka kata-kata tersebut
dapat digolongkan pada kata nyata.Sedangkan apabila tidak demikian, maka kata-kata
tersebut termasuk blank word (kata tanpa makna).
3. Majas (gaya bahasa)
Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan
imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan dan
sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain
a. Perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal
lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak,
seperti, semisal, umpama, laksana, dll.
b. Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa
mempergunakan kata-kata pembanding.
c. Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau
diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat
berturut-turut.
d. Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana
benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
5
e. Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
f. Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk
benda itu sendiri. Majas yang menyatakan unsur keseluruhan (part pro toto) atau
seluruhnya untuk sebagian ( totem pro parte).
g. Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang
dilanjutkan.
4. Imageri (imaji, daya bayang)
Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam
mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh
penyair. Maka penyair menggunakan segenap kemampuan imajinasinya, kemampuan
melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
Imaji disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada beberapa macam citraan, antara
lain
a. Citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan
dengan indra penglihatan
b. Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan
dengan indra pendengaran
c. Citra penciuman, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman.
d. Citra perabaan, yaitu citraan yang timbul oleh sesuatu yang dirasakan anggota tubuh.
e. Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak
bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
f. Citra suhu, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran keadaan suhu.
g. Citra pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh pencecapan.
5. Versifikasi
Unsur versifikasi didalamnya mencakup kajian tentang rima (persanjakan), ritme
(irama) dan metrum. Irama dalam istilah puisi tidak berarti sama dengan irama dalam
musik. Irama dalam puisi mengacu pada prosodi yang menyoal tinggi><rendah,
lemah><keras, panjang><pendek, cepat><lambat, dst.
6
a. Metrum, yaitu irama yang tetap, menurut pola tertentu.
b. Ritme, yaitu irama yang disebabkan perntentangan atau pergantian bunyi tinggi
rendah secara teratur.
Irama menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi
sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup.Irama diwujudkan
dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga,
a. Dinamik, yaitu tekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
b. Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara.
c. Tempo, yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata.
Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi.Dalam rima dikenal perulangan bunyi
yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta
kesenangan.Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang
berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut
cacophony.
Berdasarkan jenisnya, persajakan dibedakan menjadi
a. Rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
b. Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata
terakhir.
c. Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara
mutlak (suku kata sebunyi)
d. Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau
dengan vokal sama.
e. Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup
(konsonan).
f. Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris
yang sama atau baris yang berlainan.
g. Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah
kata.
h. Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf
mati/konsonan.
Berdasarkan letaknya, rima dibedakan
7
a. Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
b. Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
c. Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
d. Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama
dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
e. Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama
dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
f. Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir
semua larik (aaaa)
g. Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir
dua larik puisi (aa-bb)
6. Tipografi
Bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda titik.Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan
terhadap puisi.
2.3 Hakikat Puisi
1. Tema/makna (sense)
Setiap karya sastra termasuk puisi pasti mengandung tema yang dapat kita
artikan sebagai sesuatu yang menjadi pokok persoalan bagi sastrawannya. Melalui
tema, kita akan memahami gagasan, pikiran ,pandangan hidup dan perasaan
sastrawan yang bersangkutan.
2. Rasa (feeling)
Sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan
pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu
masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya
8
bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang
sosiologis dan psikologisnya.
3. Nada (tone)
Sikap penyair terhadap pembacanya.Nada juga berhubungan dengan tema
dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte,
bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah
begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah
pembaca, dll.
4. Amanat/tujuan/maksud (itention)
Sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi.
Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat
ditemui dalam puisinya.
9
BAB III
SAJAK DAN ANALISIS SAJAK
3.1 Sajak
Gembala M. Yamin
Perasaan siapa tidakkan nyala
Melihat anak berlagu dendang
Seorang saja ditengah padang
Tiada berbaju buka kepala
Beginilah nasib anak gembala
Berteduh dibawah kayu nan rindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang kerumah disenja kala
Jauh sedikit sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan elok permai
Wahai gembala disegara hijau
Mendengar puputmu menurutkan kerbau
Maulah aku menurutkan dikau
3.2 Analisis Sajak
3.2.1 Analisis Metode Puisi
1. Diksi
Dalam penganalisis diksi saya melihat bagaimana pemilihan dan penggunaan kata-kata
dan penempatannya dalam kontruksi larik/baik pada puisi. Dalam sajak gembala, 10
pengarang menggunakan pilihan dan penggunaan kata yang begitu menarik.Dalam sajak
Gembala terdapat beberapa diksi yang digunakan.Perhatikan penggalan sajak Gembala
dibawah ini.
Gembala
Perasaan siapa tidakkan nyala
Melihat anak berlagu dendang
Seorang saja ditengah padang
Tiada berbaju buka kepala
....................................
Berteduh dibawah kayunan rindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang kerumah disenja kala
...................................
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alamnanelok permai
Wahai gembala di segara hijau
...................................
Maulah aku menurutkan dikau
1. Kenapa penyair mengambil judul yang digunakan adalahGembaladengan hanya satu
kata itu, padahal banyak sekali pilihan untuk dijadikan sebuah judul seperti seorang
anak gembala, penggembala, anak gembala dan sebagainya?
2. Kenapa penyair menggunkan frase tidak kan nyala, yang jusru menunjukan ketidak
mungkinan atau berlebihan, padahal bisa menggunakan frase tidak akan tersentuh,
terusik, terpengaruhi yang maknanyamungkinrelatif sama?
3. Kenapa penyair menggunakan frase berlagu dengang pada seorang anak, padahal
seorang anak tidak bisa mengeluarkan suara lagu dendang, kenapa tidak menggunakan
frase atau kata yang maknanya mungkin sama, seperti berbahagia, bernyanyi ria?
11
4. Kenapa penyair menggunakan frase seorang saja untuk menunjukan kesendirian
seorang penggembala, padahal bisa menggunakan frase/kata lain yang lebih lazim
seperti sendiri atau sendirian?
5. Kenapa penyair menggunakan kata tiada bukan menggunakan kata tidak?
6. Kenapa penyair menggunakan kata kayu, bukannya menggunakan kata pohon yang bisa
dianggap lebih logis?
7. Kenapa penyair menggunakan kata nan, bukannya menggunakan kata yang?
8. Kenapa penyair menggunakan kata semenjak, bukannya menggunakan kata sejak yang
dianggap sudah lazim?
9. Kenapa penyair menggunakan frase senja kala, bukan menggunakan frase lain yang
lebih lazim seperti sore hari?
10. Kenapa penyair menggunakan frase melagukan alam, padahal alam tidak bisa untuk
dilagukan?
11. Kenapa penyair menggunakan kata elok, bukan menggunakan kata lain seperti indah?
12. Kenapa penyair menggunakan frase segara hijau, bukan frase lain yang lebih lazim
seperti padang rumput yang mungkin maknanya sama?
13. Kenapa penyair menggunakan kata dikau untuk menunjuk pada seorang gembala
tersebut, tidak menggunakan kata ganti lain seperti kamu?
2. Kata Nyata (Conkreet Word)
Dalam membuat sebuah sajak seorang penyair berupaya menumbuhkan
pembayangan para penikmat sajaknya melalui diksi-diksi yang dipilihnya.Begitu juga dengan
sajak “Gembala” karya Muhammad Yamin.Dalam sajak tersebut pada umumnya setiap kata
yang digunakan pada tiap-tiap larik dapat dipahami, artinya dapat menimbulkan
pembayangan yang lengkap tentang sesuatu.Penyair banyak menggunakan kata-kata nyata
yang dapat dipahami pembaca. Lihat pemahaman kata pada tabel berikut:
kata Pemahaman
Gembala Padang rumput, hewan ternak, penggembala
Perasaan Hati, sedih, bahagia, marah, dll.
Siapa Tanya, nama
12
Nyala Lampu, terang
Melihat Mata
Anak Ibu, bapak
Berlagu Musik, suara
Dendang Lagu, musik
Padang Pasir, rumput, luas
Berbaju Rapih, kusut, badan, tubuh
Kepala Mata, hidung, rambut, dll.
Nasib Buruk, baik, sial, kehidupan
Beteduh Pohon, duduk, segar
Kayu Pohon, kering
Rindang Teduh, daun, pohon
Pagi Matahari, segar, dingin
Meninggalkan Berjalan, pergi
Kandang Hewan, bau, kayu
Rumah Kursi, pintu, jendela, keluarga
Senja Matahari, sore, merah, langit
Kala Waktu
Sesayup Bunyi
Sampai Tujuan, tempat
Terdengar Bunyi
Bunyi Suara, bising
Serunai Musik, suling
Melagukan Musik, suara, bernyanyi
Alam Langit, pepohonan, laut
Elok Indah
Permai Indah
13
Segara Lap[ang, luas
Hijau Warna, rumput
Puput Blank Word
Menurutkan Patuh
Kerbau Hewan, membajak
Bagi sebagian orang kata puput mungkin merupakan blank word , karena tidak
semua orang tahu apa makna kata puput dalam sajak tersebut. Mungkin puput adalah kata
kerja karna dalam konteks lariknya “mendengar puputmu menurutkan kerbau”, yang dapat
dimaknai sebagai pengaruh terhadap objek untuk menurut terhadap seseorang yang
memuput.
3. Majas (Gaya Bahasa)
Majas merupakan pengungkapan bahasa yang diungkapkan penyair secara tersirat.
Dalam sebuah gaya bahasa penyair menggunakan bahasa kiasan yang berarti wujud bahasa
yang tidak menyatakan arti sebenarnya.
Dalam sajak Gembala saya menemukan penggunaan majas atau gaya bahasa. Perhatikan
larik-larik sajak yang mengandung majas dalam sajak teratai dibawah ini.
...........
Perasaan siapa tidakkan nyala
Melihat anak berlagu dendang
..........................
..........................
....................................
Melagukan alamnanelok permai
1. Pada larik pertama bait pertama yang berbunyi “perasaan siapa tidakkan nyala”, dan
pada larik ketiga bait ketiga yang berbunyi “melagukan alam.....”mengandung sebuah
majas yang menunjukan pernyataan berlebiha dan tidak mungkin terjadi, atau dapat
disebut majas Hiperbola. Karena dalam hal ini sebuah perasaan dilebih-lebihkan 14
sehingga disebutkan bahwa perasaan bisa menyala, dan alam takan bisa dilagukan
seperti yang disebutkan.
2. Pada larik kedua bait pertama saya menemukan penggunaan sebuah pribahasa yang
berbunyi ‘’... anak berlagu dendang”, yang mungkin bisa dimaknai sebagai anak yang
berbahagia.
3. Pada larikmelihat anak berlagu dendang mengandung majas sinekdoke karena kata anak
tersebut menyatakan sebagian untuk keseluruhan yakni pars pro toto yang berarti kata
anak mewakili seluruh orang yang bekerja sebagai penggembala.
4. Imajeri/Pembayangan/Citraan
Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan
merasakan seperti apa yang dialami penyair. Majas dan citraan merupakan komponen kunci
dalam upaya mengapresiasi karya sastra puisi. Dalam sajak Gembala pun penyair berusaha
menggunakan citraan agar pembaca ikut terlibat atau mampu merasakan apa yang
dirasakan oleh penyair.
Perhatikan penggalan sajak dibawah ini:
........
Perasaan siapa tidakkan nyala
Melihat anak berlagu dendang
Seorang saja ditengah padang
Tiada berbaju buka kepala
....................................
Berteduh dibawah kayu nanrindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang kerumah di senja kala
............................
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alamnanelok permai
15
Wahai gembala di segara hijau
Mendengar puputmu menurutkan kerbau
...................
Larik-larik diatas dapat masukkan ke dalam citra:
Penglihatan : nyala, seorang saja ditengah padang, tiada berbaju buka kepala, rindang,
elok permai, dan segara hijau.
Pendengaan : berlagu dendang dan bunyi serunai.
Gerak : melihat, berteduh, meninggalkan, pulang, melagukan, mendengarkan, dan
menurutkan.
5. Versifikasi
Unsur versifikasi mencakup kajian tentang tentang rima (persanjakan), ritme (irama)
dan meutrum.Irama dalam kajian puisi erat kaitannya dengan persanjakan yang digunakan.
Adapun dalam sajak Gembala ini, kita bisa melihat rima yang digunakan oleh penyair.
Perhatikan rima yang terdapat dalam sajak Gembala dibawah ini.
Perasaan siapa tidakkan nyala
Melihat anak berlagu dendang
Seorang saja ditengah padang
Tiada berbaju buka kepala
Beginilah nasib anak gembala
Berteduh dibawah kayu nan rindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang kerumah disenja kala
Jauh sedikit sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan elok permai
16
Wahai gembala di segara hijau
Mendengar puputmu menurutkan kerbau
Maulah aku menurutkan dikau
Pada bait pertama dan kedua diatas termasuk kedalam rima berpeluk, yakni persamaan
bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan
larik ketiga (ab-ba). Sedangkan pada bait ketiga dan keempat termasuk kedalam berangkai ,
yakni persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa).
6. Tipografi (tata grafis)
Bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan
barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik.Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.Hal ini
dimaksudkan bahwa dalam pembuatan sebuah puisi penyair memperhatikan EYD atau tidak.
Pada sajak Gembala dapat dilihat tipografinya, perhatikan sajak berikut:
Gembala M. Yamin
Perasaan siapa tidakkan nyala
Melihat anak berlagu dendang
Seorang saja ditengah padang
Tiada berbaju buka kepala
Beginilah nasib anak gembala
Berteduh dibawah kayu nan rindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang kerumah disenja kala
Jauh sedikit sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan elok permai
17
Wahai gembala di segara hijau
Mendengar puputmu menurutkan kerbau
Maulah aku menurutkan dikau
Adapun analisis tipografi dalam sajak Gembaladiantaranya :
1. Penempatan judul berada pada center text.
2. Penulisan nama penyair ditempatkan dibawah judul dengan nama Muhammad disingkat
dengan M Yamin.
M Yamin
3. Penempatan alignment left (perataan kiri)
4. Penggunaan huruf kapital pada huruf awal disetiap larik
P
M
5. Tidak ada penggunaan tanda baca pada seluruh sajak.
6. Bait pertama dan kedua terdapat 4 larik sedangkan bait ketiga dan keempat 3 larik.
7. Pemisahan antara tiap bait ditunjukan dengan jarak renggang kebawah tanpa ada
penjolokan.
.........
............
8. Penulisan sajaknya tidak memperhatikan EYD, karena tidak adanya penggunaan tanda
baca.
18
3.3.2 Analisis Hakikat Puisi
1. Tema atau Sense
Dalam setiap sajak pasti mengandung tema yang dapat diartikan sebagai suatu pokok
permasalahan bagi seorang penyair.Dalam sajak Gembala mengandung tema yang diangkat
oleh penyair. Sebuah tema mengandung dua unsur, yakni tema umum dan tema khusus.
Tema yang terdapat pada sajakGembala adalah :
Tema umum sajak : Kemasayarakatan/kehidupan sosial
Tema khusus sajak : seorang penggembala yang tentram dan damai dalam
keberadaannya dan menikmati/bahagia atas apa yang menjadi pekerjaannya, meskipun
dia harus berangkat pagi menuju padang rumput dan harus pulang sore ke rumahnya.
2. Feeling atau Rasa
Feeling atau rasa merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan terhadap puisi.
Dalam sajak Gembala ini Muhammad Yamin menanamkan rasa atau feeling yang dipaparkan
yaitu sikap empati terhadap seorang pengembala, sehingga beliau menyanjung-nyanjung
seorang gembala serta merasa ingin untuk menututnya.
3. Tone atau Nada
Tone atau nada ini menggambarkan bagaimana sikap penyair pada pembaca. Dalam
sajak ini Moh. Yamin bersikap memberitahukan kepada pembaca tentang seorang yang
mempunyai pekerjaan sebagai pengembala dengan segala keadaannya. Sehingga pembaca
tahu dan ikut merasakan bagaimana keadaan tersebut.
4. Amanat/Maksud/Pesan (Intention)
Setiap membuat sajak, penyair pasti mempunyai amanat, maksud atau tujuan yang
ingin disampaikan kepada pembaca.Unsur amanat ini selalu bersejajar dengan tema. Adapun
amanat yang ingin disampaikan Moh. Yamin dalam sajak Gembala ini adalah sebagai berikut:
1. Janganlah kita menganggap bahwa bekerja sebagai pengembala itu hina, karena
setiap pekerjaan ada hikmah tersendiri.
2. Bekerjalah dengan penuh ketekunan dan kesabaran, dan berbahagialah dengan
pekerjaanmu apa adanya, dan lakukan dengan keikhlas hati.
19
3. Bekerjakeraslah dalam kehidupan, untuk memperoleh sebuah kebahagiaan di
akhirnya.
20
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam sebuah puisi juga terdapat unsur yang membangunnya, salah satunya adalah
unsur intrinsik. Unsur intrinsik tersebut adalah metode(unsur ragawi/bentuk) dan hakikat
puisi (unsure jiwani/isi). Dalam metode puisi diantarnya terdapat diksi (diction), kata nyata
(conkreet word), majas (gaya bahasa), Imajeri(pembayangan/citraan), versifikasi (rima,
irama, meutrum) dan tipografi. Sedangkan dalam hakekat puisi diantaranya terdapat tema
(sense), feeling (rasa), tone (nada) dan amanat (maksud/tujuan).
DAFTAR PUSTAKA
Doc. Nickhas:MK Puisi-gnp09/10; stkip
21
Aminuddin.2009.Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007.Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 1995. Dasar-Dasar Psikosastra. Bandung: Angkasa.
http://merpatidanpelangi.blogspot.com/2011/01/hakikat-puisi.html
http://www.sutondo.co.cc/2011/04/unsur-unsur-yang-membangun-puisi-dan.html
http://syairsyiar.blogspot.com/search/label/Muhammad%20Yamin
22
Top Related