Download - UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

Transcript
Page 1: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS LAPORAN PRAKTEK RESIDENSI SPESIALIS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN PENERAPAN TEORI

KONSERVASI LEVINE PADA KASUS KARDIOVASKULER

DI RUMAH SAKIT JANTUNG HARAPAN KITA JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Oleh

ANI WIDIASTUTI

1006800711

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI RESIDENSI ILMU KEPERAWATAN

KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DEPOK, JULI 2012

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

`

xv

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS LAPORAN PRAKTEK RESIDENSI SPESIALIS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN PENERAPAN TEORI

KONSERVASI LEVINE PADA KASUS KARDIOVASKULER

DI RUMAH SAKIT JANTUNG HARAPAN KITA JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun untuk memenuhi tugas akhir program profesi spesialis

keperawatan medikal bedah

Oleh

ANI WIDIASTUTI

1006800711

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI RESIDENSI ILMU KEPERAWATAN

KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DEPOK, JULI 2012

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan YME karena kasih dan karunia-Nya,

akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul “Analisis

Laporan Praktek Residensi Spesialisasi Keperawatan Medikal Bedah Dengan Penerapan

Teori Konservasi Levine pada Kasus Kardiovaskuler Di Rumah Sakit Jantung Harapan

Kita Jakarta”. Dalam penyusunan KIA ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia

2. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

3. Prof. Dra. Elly Nurachmah, SKp, M.App.Sc, D.N.Sc, RN, selaku supervisor utama

yang telah memberikan arahan dan masukan selama penyusunan KIA ini.

4. Tuti Herawati, SKp, MN, selaku supervisor praktek yang telah memberikan

bimbingan dan arahan selama penyusunan KIA ini

5. Debie Dahlia, S.Kp., MHSM, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan

arahan selama mengikuti residensi

6. Staf akademik dan staf non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia

7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2010, khususnya Program Residensi Keperawatan

Medikal Bedah spesialisasi kardiovaskuler yang telah saling mendukung dan

membantu selama proses residensi

8. Pimpinan dan rekan-rekan kerjaku di unit Edukasi dan keperawatan rumah sakit

Pondok Indah Jakarta yang telah memberi dukungan dan pengertian yang sangat besar

selama penulis menjalani pendidikan.

9. Pimpinan dan rekan-rekan kerjaku di Fakultas Ilmu-ilmu kesehatan Universitas

Pembangunan Nasional Jakarta program studi ilmu keperawatan yang telah memberi

dukungan selama penulis menjalani pendidikan.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

`

xv

10. Keluarga besarku terutama putra-putri kecilku tercinta Andru dan Naomi yang telah

bersabar menemani, memberi semangat dan membuat peneliti dapat tetap tersenyum

dan optimis menyelesaikan residensi dan KIA ini.

11. Serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan KIA ini.

Semoga segala bantuan dan kebaikan, akan mendapat berkat dan anugrah yang berlimpah

dari Tuhan YME. Peneliti menyadari tesis ini masih belum sempurna, dengan kerendahan

hati peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang membangun demi

perbaikan KIA ini.

Depok, 12 Juli 2013

Peneliti

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

ABSTRAK

Ani Widiastuti

Spesialis Ilmu Keperawatan Peminatan Medikal Bedah FIK-UI

Analisis Laporan Praktek Residensi Spesialisasi Keperawatan Medikal Bedah Dengan

Penerapan Teori Konservasi Levine pada Kasus Kardiovaskuler Di Rumah Sakit Jantung

Harapan Kita Jakarta

xiv + 63 + 2 tabel + 1 skema + 2 gambar + 3 lampiran

Analisis laporan praktek residensi merupakan analisis yang dilakukan selama penulis

menjalankan praktek residensi 1, 2 dan 3 di rumah sakit jantung pusat nasional Harapan

Kita Jakarta. Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1

kasus kelolaan utama, dan 30 kasus resume, dengan penerapan teori keperawatan model

konservasi Levine, pembuatan evidence best nursing serta pembuatan inovasi

keperawatan. Tujuan analisis ini adalah untuk memberikan gambaran peran perawat

dalam penatalaksanaan keperawatan selama praktik residensi spesialis keperawatan

medikal bedah dengan penerapan teori konservasi Levine pada kasus kardiovaskuler di

RS Jantung Harapan Kita Jakarta dan merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban

terhadap pengelolaan kasus pasien acut coronary syndrome dengan intervensi CABG.

Teori Levine tepat digunakan mengingat pasien dengan kasus kardiovaskuler

membutukan kemampuan beradaptasi karena perubahan yang terjadi baik internal

maupun eksternal sehingga tercapai konservasi untuk kesembuhan pasien. Pelaksanaan

EBN (evidence base nursing) dilakukan di unit intermediate bedah yaitu melatih pasien

menggunakan otot-otot diafragma dan nafas dalam untuk memperbaiki ekspansi paru.

Hasil analisa menunjukan terdapat perbedaan yang significan pada oksigenasi pasien

sebelum dan sesudah intervensi (P value<0.05). Kegiatan inovasi dilakukan di unit ICU

yaitu membuat prosedur pemberian obat kewaspadaan tinggi dengan memperhatikan

prinsip safety. Hasil menunjukan perawat dapat menerima perubahan atau prosedur baru

yang bertujuan mencegah kesalahan dalam pemberian obat sesuai six goal patient safety

dari JCI (joint commision International)

Kata kunci : acute coronarry syndroma, teori konservasi Levine, coronarry artery

bypass graft, evidence base nursing, inovasi keperawatan

Daftar pustaka 29 (1999-2012)

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

`

xv

ABSTRACT

Ani Widiastuti

Specialis of Nursing Science, specialty in Medical Surgical Nursing, Faculty of Nursing,

UI

Analysis of repport specialist practice, specialty in Medical Surgical Nursing with

aplicated conservation theory from Levine on Cardiovascular case at hospital of cardiac

centre Harapan Kita Jakarta

xiv + 63 + 2 tabel + 1 skema + 2 gambar + 3 lampiran

Analysis of repport specialist practice is analysis as a result of recidence practice 1,2 and

3 in hospital of cardiac centre Harapan Kita Jakarta. The contens of repport are nursing

care patient acute coronarry syndroma with coronarry artery bypass graft (CABG) and 30

cases others that base on Levine conservation nursing Theory, evidence base nursing and

nursing inovation. The purpose of this analysis is give description of nurse roles in

medical surgical nursing with aplication nursing theory Levine conservation and as

responsibility of nurse in nursing care plan. Levine nursing theory has been used because

of need for adaptation by every cardiac surgery patient to get energy conservation. The

aplication of was done at surgical intermediate unit. The result showed that there is a

significant influence of exercise breathing muscle and deep breathing to lung expansion

or oxygenation before and after exercise (p < 0.05). Nursing inovation about high allert

medication aplicate on intensive care unit. The result showed that every nurse can accept

the inovation, they very aware with new procedure about administration of high allert

medication. This inovation base on need of hospital for safety administration of high

allert medication and avoid medication error as one of six goal patient safety from JCI

(joint commision International).

Keywords : acute coronarry syndroma, theory of energy conservation by Levine,

coronarry artery bypass graft, evidence base nursing, Nursing inovation

Bibliography, 29 (1999-2012)

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

HALAMAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............................................. vi

SURAT PERNYATAAN .............................................................................. vii

ABSTRAK ..................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Tujuan ..................................................................................................... 7

C. Manfaat ................................................................................................... 7

BAB 2. TINJAUAN TEORI ...................................................................... 8

A. Konsep Acute Coronary Syndrome ......................................................... 8

1. Pengertian ................................................................................................. 8

2. Klasifikasi ACS ........................................................................................ 8

3. Etiologi ..................................................................................................... 10

4. Patofisiologi .............................................................................................. 13

5. Manifestasi klinik ..................................................................................... 14.

6. Komplikasi ............................................................................................... 15

7. Penatalaksanaan ........................................................................................ 15

B. Konsep CABG ......................................................................................... 18.

1. Pengertian ................................................................................................. 18

2. Klasifikasi ................................................................................................ 18

3. Indikasi ..................................................................................................... 18

4. Pemilihan arteri ........................................................................................ 19

5. Perawatan paska operasi .......................................................................... 20

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

uiperpustakaan
Inserted Text
Page 12: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

`

xv

6. Komplikasi ............................................................................................... 21

B. Konsep Teori Keperawatan ..................................................................... 21.

1. Model Konservasi Levine ........................................................................ 21

2. Integrasi Teori dalam Proses Keperawatan .............................................. 26

BAB 3. PENERAPAN TEORI KONSERVASI LEVINE PADA

ASKEP PASIEN DENGAN GANGGUAN KARDIOVASKULER ...... 28

A. Gambaran Kasus Kelolaan Utama .......................................................... 28

1. Identitas Pasien ......................................................................................... 2

2. Keluhan utama dan riwayat Kesehatan Sekarang .................................... 28

3. Riwayat Kesehatan Dahulu ...................................................................... 29

4. Riwayat Kesehatan Keluarga .................................................................... 29

B. PENERAPAN TEORI KONSERVASI LEVINE PADA KASUS

KELOLAAN UTAMA............................................................................. 29

1. Pengkajian Teori Konservasi .................................................................... 32

2. Judgement/ Tropicognosis ........................................................................ 32

3. Hipotesis/intervensi ................................................................................... 33

4. Implementasi ............................................................................................. 34

5. Evaluasi .................................................................................................... 34

C. Pembahasan .............................................................................................. 40

D. Analisis Penerapan Teori Konservasi Levine ....................................... 44

E. Analisis kasus Resume ............................................................................ 46

BAB 4. PENERAPAN PRAKTIK BERBASIS PEMBUKTIAN

(EVIDENCE BASED NURSING) ............................................................. 49

A. Penelaahan Kritis ..................................................................................... 49

B. Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian................................. ...... 51

C. Pelaksanaan Penerapan Evidence Based Nursing Practice ...................... 51

1. Rancangan penerapan EBN ................................................................. 51

2. Populasi dan Sampel EBN ................................................................... 52

3. Tempat dan Waktu ................................................................................ 52

4. Prosedur Penerapan EBN ...................................................................... 52

5. Hasil Penerapan EBN ........................................................................... 54

6. Pembahasan ........................................................................................... 54

BAB 5. KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

SISTEM KARDIOVASKULER ................................................................ 56

A. Analisis Situasi ........................................................................................ 56

B. Kegiatan Inovasi ...................................................................................... 57

1. Kontrak Pelaksanaan Kegiatan ............................................................ 58

2. Desiminasi Awal Program Inovasi ..................................................... 58

3. Pelaksanaan Program Inovasi .............................................................. 58

4. Pelaksanaan Evaluasi ......................................................................... 60

C. Pembahasan ............................................................................................. 61

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 62

A. Simpulan ................................................................................................. 62

B. Saran ........................................................................................................ 63

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

`

xv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Klasifikasi myokard infark menurut waktu kejadian……………………… 10

Tabel 2.2 Lokasi infark, lead EKG dan arteri koroner………………………………. 11

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

DAFTAR SKEMA

Hal

Skema 2.1 Model konservasi Levine ........................................................... 23

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

`

xv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Tabel 4.1 Pergerakan otot diafragma........................................……………………… 53

Tabel 4.2 Pursed lip breathing………………………………....................................... 53

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kasus resume

Lampiran 2. Proyek inovasi

Lampiran 3. Hasil reka data EBN

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktek residensi merupakan kegiatan praktek yang dilaksanakan pada tatanan

nyata dalam hal ini adalah di rumah sakit yang memungkinkan mahasiswa

memiliki pengalaman nyata dalam mengaplikasikan teori sekaligus melakukan

analisis dalam proses tersebut. Praktek residensi terbagi dalam residensi 1, 2 dan 3

yang berlangsung dalam 2 semester. Selama praktek residensi, banyak hal baru

dan menarik yang didapat dan dilakukan mahasiswa sebagai upaya meningkatkan

kemampuan dan pengalaman mahasiswa. Untuk itu perlu dibuat laporan praktek

residensi yang memaparkan dan membahas kegiatan praktek residensi

keperawatan medikal bedah dalam hal ini spesialisasi kardiovaskuler yang

Dilaksanakan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta.

Kegiatan praktek didasari oleh kompetensi residensi yang harus dicapai

mahasiswa meliputi kompetensi dalam melakukan tindakan keperawatan

khususnya dalam mengelola kasus kardiovaskuler, serta kompetensi dalam

kemampuan berkomunikasi yang efektif dan terapeutik, kemampuan dalam

menampilkan perilaku profesional, serta kemampuan dalam melakukan diskusi

yang sistematis. Kompetensi spesialis kardiovaskuler meliputi kemampuan klinik

dan analitik dalam tahap pengkajian pasien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler, intervensi hingga evaluasi. Rumah sakit jantung harapan kita

menjadi tempat praktek yang tepat untuk dapat mencapai kompetensi tersebut.

Pelayanan yang lengkap dan terpadu dengan jumlah kasus yang banyak dan

bervariasi memungkinkan mahasiswa dapat belajar sekaligus mengaplikasikan

teori keperawatan kardiovaskuler dengan baik. Mahasiswa diharapkan dapat

mencapai kompetensi tersebut selama menjalani praktek residensi 1.2 dan 3.

Laporan ini berisi pengalaman dan analisis mahasiswa dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler dengan salah

satu teori keperawatan yang dipilih dan diaplikasikan terhadap kasus yang

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

2

Universitas Indonesia

dikelola, termasuk pengalaman melakukan praktek berdasar pembuktian atau

Evidence Based Nursing Practice serta hasil analisa terhadap kegiatan inovasi

yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Laporan ini juga

dilampirkan hasil pengelolaan yang dilakukan mahasiswa selama residensi

terhadap kasus-kasus kardiovaskuler yang dibuat dalam bentuk resume kasus.

Rumah Sakit Jantung Harapan Kita merupakan rumah sakit jantung pusat nasional

yang menjadi rujukan bukan saja dari Jakarta tetapi dari seluruh pelosok di

Indonesia. Jumlah kunjungan yang mencapai ribuan setiap tahunnya menjadikan

rumah sakit Harapan Kita sebagai centre of science bagi perkembangan ilmu dan

skill dalam penanganan pasien dengan kasus kardiovaskuler baik pada tingkat

Nasional maupun Internasional. Jumlah intervensi bedah yang sangat besar dilihat

dari jumlah tindakan bedah perhari yang mencapai 7-8 pasien dengan daftar

tunggu tindakan yang tidak pernah sepi mendorong pihak managemen Rumah

Sakit terus berbenah diri. Kemajuan diagnostik dan intervensi yang didukung

dengan peralatan terkini yang canggih baik bedah maupun non bedah serta

sumber daya manusia yang terus diperbaharui secara kuantitas dan kualitas

menjadi anadalan Rumah Sakit memberi pelayanan terbaik kepada pasien. Bukti

keseriusan Rumah Sakit terhadap mutu pelayanan juga dibuktikan dengan upaya

Rumah Sakit mengikuti akreditasio Internasional JCI dalam waktu dekat.

Gangguan Kardiovaskuler yang ditemukan mahasiswa selama praktek residensi di

RS Harapan Kita sangat bervariasi mulai kasus serangan akut pada saat pasien

masuk ke unit gawat darurat hingga penatalaksanaanya baik bedah maupun non

bedah. Kasus juga meliputi kelompok penyakit jantung koroner, gangguan katup

jantung, penyakit jantung kongenital serta berbagai gangguan kardiovaskuler

lainnya yang sangat kompleks dan menarik untuk di pelajari.

Penyakit jantung koroner merupakan bentuk yang paling umum ditemui selama

residensi dari berbagai kasus penyakit jantung yang ada. Menurut data American

Heart Association (AHA), 2006, lebih dari 13 juta penduduk Amerika menderita

penyakit jantung, dan 700 ribu diantaranya meninggal dunia setiap tahun. (

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

3

Universitas Indonesia

Shiplett, Barbara, 2007). Di Indonesia sendiri berdasarkan Hasil Survei Kesehatan

Rumah Tangga Nasional (SKRTN) tahun 2001, diketahui bahwa penyakit jantung

koroner merupakan penyebab kematian nomor 1 atau sekitar 26,4 % angka

kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner. (Anggraeni, 2008).

Acute coronary syndrome (ACS) merupakan sekumpulan gejala akut pada

pembuluh darah koroner akibat suplai darah yang tidak adekuat pada pembuluh

darah koroner, mencakup angina pectoris tidak stabil, infark myokard dengan

gelombang ST elevasi dan tanpa gelombang ST elevasi ( Brunner & Suddarth,

2002). ACS meliputi spektrum pasien-pasien yang mengalami nyeri dada atau

angina serta keluhan lain akibat ischemic atau infark miokard. Terdiri dari Angina

Pektoris Tidak Stabil, Infark Miokard dengan gambaran EKG ST elevasi dan non

ST elevasi. Ketiga keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatan dalam sistem

kardiovaskuler yang memerlukan tatalaksana yang baik untuk menghindari

tejadinya kematian mendadak.

Intervensi bedah yang utama dan mayoritas pada penyakit jantung koroner adalah

operasi pintas jantung koroner (CABG). Karakteristik pasien yang makin bervariasi

dilihat dari rentang usia penderita penyakit jantung koroner yang makin

memanjang, mendorong penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang

pengelolaan dan asuhan keperawatan pasien dengan penyakit jantung koroner yang

dilakukan intervensi bedah CABG. Penulis juga menggali lebih dalam intervensi

keperawatan yang dapat membantu pasien pasca operasi terhindar dari komplikasi

akibat gangguan ekspansi paru dan komplikasi infeksi sehingga dapat mempercepat

proses penyembuhan, yang penulis kerjakan dalam bentuk kegiatan Evidence Base

Nursing (EBN). Proses penyembuhan yang memerlukan waktu lama

mengakibatkan hari rawat pasien di rumah sakit menjadi bertambah. Kondisi ini

dapat mempengaruhi pasien dan keluarga terutama dari segi finansial, dimana

membutuhkan biaya yang semakin banyak (Smeltzer, 2008).

Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu metode

revaskularisasi yang umum dilakukan pada pasien yang mengalami

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

4

Universitas Indonesia

atherosklerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri koroner atau

penyumbatan yang signifikan pada Left Main Artery Coroner (Chulay&Burns,

2006). Sebagai alternative terakhir penatalaksanaan penyakit jantung koroner,

tindakan CABG memiliki komplikasi yang tidak sedikit bagi pasien.

Hipovolemia, perdarahan, tamponade jantung, infeksi pneumonia, atelektasis

bahkan kegagalan proses weaning dari ventilator dapat terjadi akibat komplikasi

dari tindakan. Tindakan Untuk mencegah dan mengatasi komplikasi perlu

penanganan yang tepat dan cepat. Pencegahan terhadap kejadian komplikasi juga

harus dilakukan secara dini agar pasien terhindar dari masalah baru yang dapat

memperlambat proses penyembuhan. Perawat turut berperan penting dalam upaya

preventif terhadap komplikasi paska operasi.( Black & Hawks. (2005).

Program pendidikan Perawat spesialis dikembangkan dalam rangka menjawab

tuntutan kebutuhan masyarakat saat ini dan tuntutan perkembangan profesi

keperawatan, melalui berbagai perannya sehingga mampu bekerja sebagai

pemberi dan pengelola asuhan keperawatan, pendidik, peneliti, pembimbing dan

konselor, advokator, menerima dan melakukan rujukan dalam mengatasi masalah

klien dan pembaharu (change agent). Peran perawat professional secara umum

meliputi empat peran yaitu pemberi asuhan keperawatan, pendidik, peneliti dan

pengelola, baik dalam pelayanan keperawatan maupun dalam lingkungan

komunitas (Perry & Potter, 2005).

Perawat memiliki tanggung jawab pada setiap peran yang dijalankan dari keempat

peran perawat profesional. Pengalaman penulis selama praktik residensi di

Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta menjalankan peran perawat spesialis sebagai

pemberi asuhan keperawatan diberikan kepada pasien dengan berbagai macam

gangguan system kardiovaskuler seperti, gangguan koroner jantung, kongenital,

infeksi dan lain sebagainya namun demikian pada laporan praktek residensi ini

hanya menguraikan beberapa kasus yang pernah ditemukan dan dikelola, yang

penulis fokuskan pada asuhan pasien paska bedah pintas jantung koroner

(CABG).

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

5

Universitas Indonesia

Pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien

gangguan kardiovaskuler khususnya pasien acute coronary syndrome dengan

tindakan bedah pintas koroner jantung, yang sering ditemukan adalah munculnya

gangguan pada fungsi oksigenasi, seperti kesulitan bernafas, sesak, dada masih

sakit saat tarik nafas, ketakutan untuk berubah posisi semi fowler atau bergerak.

Setelah menganalisis teori yang tepat untuk keadaan tersebut maka penulis

mengembangkan penerapan asuhan keperawatan berdasarkan teori keperawatan

konservasi Levine. Teori ini memotivasi dan mendorong pasien mengeksplor dan

memaksimalkan kekuatan dan energi pasien mengatasi masalah secara fisiologis

dan psikologis sehingga dapat meningkatkan proses penyembuhan pasien dan

untuk mempertahankan kesehatannya. Dalam laporan praktek residensi ini

menggambarkan pengalaman penulis dalam menerapkan teori konservasi Levine

pada kasus Acute coronary Syndrome dengan intervensi bedah pintas jantung

koroner dan menganalisis pasien kelolaan selama praktek residensi di RS Jantung

Harapan Kita Jakarta.

Teori konservasi menurut Levine dinilai tepat untuk diterapkan pada kasus bedah

pintas koroner. Mengingat Levine mendasarkan teorinya pada kemampuan pasien

memelihara energi yang ada untuk mempertahankan kesehatan dan penyembuhan.

Pasien paska bedah jantung mengalami penurunan fungsi secara fisiologis dimana

proses operasi yang berlangsung lama serta mekanisme operasi yang dapat

menimbulkan trauma jaringan serta proses hipotermi mendorong pasien untuk

beradaptasi terhadap perubahan tersebut sehingga mendukung terjadinya

konservasi.

Penyakit jantung koroner memberi dampak sangat besar dalam kehidupan

penderitanya. Tindakan pembedahan pintas jantung koroner memberi harapan bagi

pasien untuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan berkualitas. Perawat

berperan penting dalam mendampingi dan memberikan asuhan yang tepat sehingga

pasien dapat melalui paska operasi dengan baik, lancar dan tanpa komplikasi. Pada

akhirnya pasien akan menjalani perawatan sesuai pathway yang diharapkan,

mengurangi lama rawat di rumah sakit dan tentunya mengurangi biaya perawatan.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

6

Universitas Indonesia

Pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien

paska operasi CABG salah satunya adalah monitoring hemodinamik, monitoring

intake dan output, memperbaiki ekspansi paru dan oksigenasi pasien. Hal inilah

yang membutuhkan peran penting perawat untuk melakukan asuhan secara

komprehensif. Keseluruhan aspek perlu dikaji, dimonitor dan dievaluasi. Setiap

intervensi yang diberikan harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Kerjasama

interdisipliner diperlukan untuk dapat memberikan asuhan yang terbaik dan

maksimal kepada pasien.

Peran perawat sebagai peneliti, dilakukan dengan menerapkan hasil penelitian

dalam praktek klinik keperawatan (Evidence Based Nursing Practice), dalam hal

ini penulis melakukan cara sederhana tetapi efektif untuk memperbaiki ekspansi

paru dan oksigenasi yaitu dengan melatih pasien melakukan latihan otot

diafragma dan nafas dalam. Pasien paska operasi cenderung takut untuk mulai

bergerak dan berlatih. Ketakutan dan rasa malas disebabkan oleh banyak faktor

seperti rasa sakit, kurang semangat, kurang motivasi, yang pada akhirnya dapat

berakibat kurang optimalnya ekspansi paru sehingga oksigenasi terganggu, timbul

komplikasi seperti atelektasis, infeksi paru (pneumonia), dan menyebabkan lama

hari rawat makin memanjang serta biaya perawatan terus meningkat. Peran

perawat yang unik merupakan kunci dalam menilai, melaksanakan intervensi,

dan mengevaluasi dampak intervensi-intervensi pada seorang pasien. Intervensi

ini sebenarnya sudah dilakukan oleh fisioterapist, tetapi belum cukup efektif jika

hanya dilakukan sehari sekali. Perawat yang berada disamping pasien selama 24

jam memiliki kesempatan lebih besar untuk melatih dan memotivasi pasien

melakukan latihan tersebut. Perawat juga setiap saat memahami kondisi pasien

untuk berlatih sehingga hasilnya dapat lebih efektif. (Westerdahl, 2005)

Peran perawat sebagai innovator dilakukan dengan membuat proyek inovasi berupa

panduan dan SPO ( standard operational Procedure) obat-obatan dengan

kewaspadaan tinggi (high allert medication) di unit ICU ( Intensive care unit).

Inovasi ini bertujuan mengurangi risiko kesalahan yang ditimbulkan akibat

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

7

Universitas Indonesia

kesalahan dalam memberikan obat-obatan dengan kewaspadaan tinggi yang

seringkali digunakan di unit ICU. Obat-obat kewaspadaan tinggi merupakan jenis

obat-obatan yang sering menimbulkan kesalahan dalam proses pemberiannya dan

akibat kesalahan tersebut dapat menimbulkan dampak yang sangat fatal bagi

pasien. (JCI, 2012). Sosialisasi dan penerapan SPO ini diharapkan dapat

memudahkan perawat dalam pemberian obat-obatan tersebut serta mengurangi

risiko kesalahannya.

Berdasarkan uraian di atas penulis berkepentingan untuk membahas lebih lanjut

dalam “Analisis Laporan Praktek Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

dengan penerapan teori Konservasi Levine di RS Jantung Harapan Kita Jakarta.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum :

Untuk memberikan gambaran peran perawat dalam penatalaksanaan keperawatan

selama praktik residensi spesialis keperawatan medikal bedah dengan penerapan

teori konservasi menurut Levine di RS Jantung Harapan Kita Jakarta

2. Tujuan khusus

a. Melaporkan hasil analisa dan sintesa terhadap seluruh rangkaian praktek

residensi

b. Merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap pengelolaan

kasus pasien acut coronary syndrome dengan intervensi CABG

c. Merupakan salah satu persyaratan untuk ditetapkan sebagai Spesialis

Keperawatan Medikal Bedah.

C. Manfaat

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Analisis pengalaman ini dapat dijadikan sebagai gambaran bagi perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah kardiovaskuler

melalui penerapan teori keperawatan Konservasi menurut Levine yang akan

memberikan masukan tentang pentingnya menggali dan meningkatkan kekuatan

atau energi yang dimiliki pasien oleh perawat dan membantu mengembangkan

teori ini untuk meningkatkan kualitas asuhan kepada pasien.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

8

Universitas Indonesia

2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Menambah kekayaan keilmuan khususnya keperawatan medikal bedah tentang

penerapan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, peneliti, pendidik

dan innovator dalam praktik residensi program ners spesialis kardiovaskuler.

3. Bagi Pendidikan Keperawatan

Laporan paktek residensi ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

praktek residensi keperawatan medikal bedah kardiovaskuler, dan menjadi acuan

program ners kardiovaskuler serta untuk meningkatkan kualitas praktik residensi

pada masa yang akan datang.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

9

Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini akan diuraikan tentang konsep-konsep yang mendasari analisis

laporan yaitu tentang acut coronary syndroma, CABG (coronary artery bypass

graft) dan teori konservasi menurut Levine sebagai dasar dalam pengkajian

pasien. Selama menjalankan praktek residensi kejadian penyakit jantung koroner

menjadi mayoritas kasus yang ditemui. Intervensi pilihan terakhir yang dilakukan

untuk mengatasi stenosis koroner yang tidak dapat diatasi dengan intervensi yang

lain adalah intervensi bedah yaitu CABG.

A. Konsep Acut Coronary Syndroma (ACS)

1. Pengertian

Acut coronary syndrome (ACS) merupakan sekumpulan gejala akut pada

pembuluh darah koroner akibat suplai darah yang tidak adekuat pada pembuluh

darah koroner, mencakup angina pectoris tidak stabil, infark myokard dengan

gelombang ST elevasi dan tanpa gelombang ST elevasi ( Wood, 2005). Gejala

akut ini muncul akibat penyempitan pembuluh darah koroner. Pembuluh darah

koroner adalah pembuluh darah yang berfungsi menyuplai oksigen dan zat

makanan ke otot jantung, pembuluh ini dapat menyempit akibat pertumbuhan plak

sehingga diameter pembuluh darah tersebut menyempit dan pasokan darah ke otot

jantung menjadi berkurang dan otot jantung mengalami ischemic atau infark.

2. Klasifikasi

Penyakit jantung koroner akut atau acute coronary syndome (ACS) merupakan

salah satu dari tiga penyakit jantung yang terjadi akibat gangguan pada arteri

koroner. Penggabungan ketiga hal tersebut dalam satu istilah ACS, didasarkan

kesamaan dalam pathofisiologi, proses terjadinya arterosklerosis serta rupturnya

plak atherosklerosis yang menyebabkan trombosis intravaskular dan gangguan

suplay darah miokard, ketiga diagnosa tersebut adalah :

a. Angina Pektoris tidak stabil ( UAP)

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

10

Universitas Indonesia

Merupakan nyeri dada hebat yang terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen

yang tidak adekuat ke sel – sel miokardium. Nyeri yang timbul pada kasus angina

pectoris tidak stabil dapat muncul kapan saja, pada aktifitas maupun istirahat.

Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke

daerah abdomen. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan

oksigen juga meningkat; pada jantung yang sehat, arteri koroner berdilatasi dan

mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung; namun jika arteria

koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak

dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka

terjadi iskemi miokardium; sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis

anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak efisien dan

menyebabkan terbentuknya asam laktat.(Corwin, 2009)

Kasus Angina pectoris tidak stabil dijumpai pada individu dengan perburukan

penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya terjadi akibat arterosklerosis koroner,

yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spame. Nyeri

seperti tertekan di daerah perikardium, atau substernum dada, kemungkinan

menyebar ke lengan, rahang atau thoraks. Nyeri biasanya berkurang dengan

istirahat dan pemberian nitrat.

b. Infark miokard non ST elevasi ( NONSTEMI)

Merupakan kematian sel – sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen

berkepanjangan, hal ini adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokard

yang tidak teratasi. Sel – sel miokardium mulai mati sekitar 20 menit mengalami

kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan

ATP secara aerobic lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya.

Pada kasus infark myokard ini, gambaran EKG tidak mengalami perubahan, tetapi

enzyme jantung biasanya meningkat dan nyeri dadanya khas infark

myokard.(Doug,

c. Infark miokard dengan ST elevasi (STEMI)

Merupakan infark myokard yang memiliki tanda dan gejala yang khas yaitu

muncul gambaran EKG ST elevasi atau gelombang QS disertai nyeri dada

retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk atau ditindih barang berat.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

11

Universitas Indonesia

Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu leher, rahang bahkan ke

punggung epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectosis dan

tidak responsive terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang terutama pada pasien

diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai

perasaan mual, muntah sesak, pusing keringat dingin, berdebar-debar atau

sinkope. Pasien sering tampak ketakutan, cemas dan gelisah. Kelainan pada

pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Takikardia, kulit

yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relative lebih berat

kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding

dada pada Infark Miokard inferior. (Wood, 2005)

Infark miokard sendiri dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu

Menurut zona infark:

a. Zona nekrosis.

Ditandai gelombang Q phatologis pada elektroda yang berhadapan dengan daerah

nekrosis

b. Zona perlukaan/injuri.

Ditandai oleh deviasi segmen ST yaitu: pada daerah infark ditemukan elevasi

segmen ST yang cembung keatas pada daerah yang berlawanan ditemukan depresi

segmen ST.

c.Zona iskemik.

Ditandai oleh T terbalik yang berbentuk “kepala anak panah”.

Tabel 2.1. Infark menurut waktu kejadiannya

Deskripsi karakteristik ekg waktu setelah sakit

pertama

Hyperacute - ST segmen elevasi

- T wave tinggi Menit sampai jam

Acut

- ST segmen elevasi

T Wave inverted

- Gelombang Q

patologis.

24 jam sampai 7 hari

Recent

- T wave Inverted

- Gelombang Q

patologis.

1 minggu sampai 3

bulan.

Old - Patologis Q Wafe Setelah 2 sampai 3 bulan

(Wood, 2005)

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

12

Universitas Indonesia

Tabel 2.2. Infark menurut area atau lokasi dan arteri koroner yang terkena.

Lokasi Infark Lead Arteri koroner yang

terkena

Anterior (V2), V3, V4 L A D

Septal V1, V2 L A D

Anteroseptal V1, V2, V3, (V4) L A D

Lateral I, aVL (high lateral)

V5, V6 (low lateral) L C X

Anterolateral V3, V4, V5, V6, (I, aVL) L C X

Inferior II, III, aVF R C A

Posterior V7, V8, V9 atau

Resiprokal di V1, V2, V3 R C A dan atau L C X

Ventrikel kanan

(RV Infark) V3R, V4R R C A

(Wood, 2005)

3. Etiologi

Selain hal tersebut diatas, ada faktor-faktor yang mempengaruhi yang disebut

faktor resiko, (Lewis, 2007), yaitu :

Faktor resiko yang tidak dapat diubah :

a. Usia

Karena pada usia yang makin meningkat terdapat perubahan fisiologis pada

kardiovaskuler, dimana hilangnya elastisitas dan komplians jantung, frekuensi

jantung istirahat, curah jantung dan volume sekuncup pada lansia menurun.

Dinding arteri juga hilang elastisitasnya, tonus vasomotor dan lumennya berubah

karena arteriosclerosis atau aterosklerosis, karena meningkatnya tahanan vaskuler

perifer.

b. Riwayat keluarga positif penderita jantung koroner.

Individu dengan keturunan penyakit jantung koroner dalam keluarga memiliki

kemungkinan lebih sering mengalami penyakit yang sama.

c. Jenis kelamin

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

13

Universitas Indonesia

Terjadi tiga kali lebih sering pada pria dibanding wanita, tetapi wanita paska

menopouse, memiliki prevalensi yang sama dengan pria.

Faktor resiko yang dapat diubah, yaitu :

a. Merokok

Merokok berperan dalam memperparah terjadinya penyakit pada pembuluh darah

koroner melalui tiga cara, yaitu :

1). Menghirup asap akan meningkatkan kadar karbon monoksida (CO) darah.

Hemoglobin, komponen darah yang mengangkut oksigen, lebih mudah terikat

pada kepada CO daripada O, jadi oksigen yang disuplai ke jantung menjadi sangat

berkurang, membuat jantung bekerja lebih keras untuk menghasilkan energi yang

sama.

2). Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin, yang

menyebabkan konstriksi arteri. Aliran darah dan oksigenasi jaringan menjadi

terganggu.

3). Merokok meningkatkan adhesi trombosit, mengakibatkan kemungkinan

peningkatan pembentukan thrombus.

b. Tekanan darah tinggi

Tekanan darah tinggi adalah faktor yang paling membahayakan karena biasanya

tidak menunjukkan gejala sampai telah menjadi lanjut. Tekanan darah tinggi

menyebabkan terjadinya gradien tekanan yang harus yang harus dilawan oleh

ventikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus

menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung jadi meningkat.

c. Kolesterol darah tinggi

Lemak yang tidak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein yang larut dalam air,

yang memungkinkannya dapat dapat diangkut dalam sistem peredaran darah.

d. Hiperglikemia

Hubungan antara tingginya kadar glukosa dan meningkatnya penyakit jantung

koroner disebabkan karena hyperglikemia meningkatkan agregarsi tombosit, yang

dapat menyebabkan thrombus.

e. Pola perilaku

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

14

Universitas Indonesia

Stress dan perilaku tertentu diyakini mempengaruhi patogenesis penyakit jantung

koroner. Penelitian psikobiologis dan epidemiologis menunjukkan perilaku

seseorang yang rentan terhadap penyakit jantung koroner adalah orang yang

ambisius kompetitif, selalu tergesa, agresif dan kejam.

4. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya stenosis koroner akut diawali dengan pembentukan

Arterosklerosis (pengerasan dinding arteri) disebabkan karena penumpukan

lemak (plak) pada dinding arteri sehingga terjadi penebalan dan penyempitan

yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah. Adapun prosesnya sebagai

berikut (Corwin, 2009).

a. Kerusakan intima (lapisan terdalam arteri) akibat rokok, hiperkolesterolemia,

diabetes melitus sehingga permukaan intimanya kasar.

b. Lemak tertarik, daerah yang kasar menarik sel-sel pembawa kolesterol dan

lemak lainnya.

c. Terbentuk plak, lapis demi lapis plak terbentuk, sehingga mempersempit

arteri dan mengurangi aliran darah di dalamnya.

d. Ruptur plak ateroma pada arteri koroner, kemudian diikuti oleh terjadinya

thrombus. Terjadinya thrombus ini disebabkan oleh ruptur plak yang

kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombocit.

e. Spasme arteri koroner

a. Pada saat arteri koroner mengalami penciutan (spasme), aliran arteri koroner

tidak mencukupi kebutuhan, hal inilah yang menimbulkan gangguan.

f. Emboli arteri koroner.

a. Dalam hal ini emboli terjadi di daerah pembuluh darah koroner, sehingga

suply oksigen jadi berkurang.

Seperti disebutkan diatas, setelah terjadi plak di arteri koroner baik itu yang

disebabkan oleh arteriosklerosis maupun hal lain, akan meningkatkan aktivasi

platelet dan terjadilah pembentukan thrombus atau penyempitan di daerah arteri

koroner sehingga suply oksigen menjadi berkurang atau tidak mendapatkan

oksigen dan makanan sama sekali dan dapat menyebabkan jaringan menjadi

nekrotik/kematian jaringan miokard dan akibatnya dapat terjadi gangguan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

15

Universitas Indonesia

repolarisasi yang menyebabkan gangguan irama jantung dimana terlihat gambaran

EKG gelombang ST segmen elevasi dan muncul Q wafe, dan juga dapat

menyebabkan pelepasan enzim lisosom dapat dlihat dari peningkatan CPK,

CKMB dan LDH, selain itu terjadi glikolisis anaerob yang menyebabkan produksi

asam laktat meningkat sehingga timbul nyeri/angina.

Infark miokard yang mengenai endocardium sampai epikardium disebut infark

transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial. Setelah 20

menit terjadinya sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan

bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Biasanya

bila yang terjadi oklusi di arteri left antherior descending , infark mengenai

dinding antherior ventrikel kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri left

circumflex yang oklusi, infark mengenai dinding lateral atau posterior dari

ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang terjadi oklusi, infark terutama

mengenai dinding inferior dari ventikel kiri, tetapi bisa juga septum dan ventrikel

kanan.

5. Manifestasi klinis (Ignativicius, 2006).

a. Nyeri dada. biasanya berlangsung lebih dari 30 menit dan makin lama

bertambah berat yang berlokasi di dada kiri menjalar ke rahang, leher ,lengan dan

punggung. Rasa nyeri ini dapat digambarkan oleh penderita sebagai perasaan

seperti tertekan benda berat, seperti diremas-remas, seperti terbakar atau seperti

ditusuk-tusuk.

b. Sesak nafas merupakan gejala yang sering menyertai nyeri dada pada acute

coronary syndroma akibat tidak adequatnya suply oksigen sehingga pasien merasa

dada seperti ditekan beban berat.

c. Timbul mual muntah yang berkaitan dengan nyeri dada yang hebat.

d. Perasaan lemas, kepenatan atau lelelahan. Jika jantung tidak efektif memompa,

maka aliran darah ke otot selama melakukan aktifitas akan berkurang,

menyebabkan penderita merasa lemas dan lelah. Gejala ini biasanya bersifat

ringan.

e. Kulit yang dingin, pucat, akibat vasokonstriksi syaraf simpatis.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

16

Universitas Indonesia

f. Pengeluaran urine berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta

peningkatan aldosteron dan ADH.

g. Takhikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung.

h. Pusing atau pingsan, penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung

yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa

menyebabkan pusing/pingsan.

6. Komplikasi

a. Edema paru akut

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga

interstitial maupun didalam alveoli. Edema paru adalah merupakan tanda adanya

kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding

kapiler, menembus keluar, dan menimbulkan dispneu yang sangat berat. Kongesti

paru terjadi bila dasar vaskuler paru menerima darah yang berlebihan dari

ventricle kanan, yang tidak mampu diakomodasikan dan diambil oleh jantung kiri.

b. Gagal jantung

Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif, adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi

kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif

paling sering disebut gagal jantung kiri atau gagal jantung kanan.

c. Kardiogenik shock

Shok kardigenik adalah merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau

gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikle kiri mengalami kerusakan yang luas.

Otot jantung kehilangan kontraktilitasnya menimbulkan penurunan curah jantung

dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal).

Derajat shok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri, meskipun kardiogenik

shock biasanya terjadi sebagai komplikasi miokard infark, namun bisa juga terjadi

pada tamponade jantung, emboli paru, kardiomyopati dan disritmia.

7. Penatalaksaan

a. Therapi

Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplay

oksigen, yaitu vasodilator (khususnya nitrat), antikoagulan, dan trombolitik.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

17

Universitas Indonesia

Sedangkan analgetik dapat menghilangkan nyeri namun tidak diketahui apakah

bisa memperbaiki aliran koroner secara langsung.

1) Aspirin dan antipletelet secara oral dapat membantu sebelum diberikan

streptokinase. Dosis aspirin yang diberikan adalah 325 mg dikunyah/ditelan

lalu diteruskan 160 mg-325 mg/hari.

2) Pemberian Oksigen dengan nasal kanule pada semua pasien yang dicurigai

Miokard infark, Dan dapat diberikan secara facemask atau endotrakheal tube

terutama pada pasien yang mengalami edema paru atau kardigenik shock.

Pemberian besarnya oksigen tergantung dari keadaan klien dan hasil

laboratorium AGD dan saturasi oksigen/oxymetri.

3) Vasodilator

Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitoglicerin

(NTG) intravena. Dosis NTG yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri

dada bervariasi antara satu pasien dengan pasien lainnya. Karena dosis NTG

yang berbeda-beda, maka jumlah NTG yang diberikan ditentukan dengan

berdasarkan jumlah untuk mampu menghilangkan nyeri, tetapi tetap

mempertahankan tekanan systolic dalam batas parameter teraupetik untuk

masing-masing pasien. Dosis ditentukan berdasarkan berat badan dan diukur

dalam miligram per kilogram berat badan. NTG ini menyebabkan dilatasi

arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah di perifer, sehingga

menurunkan jumlah darah yang kembali ke jantung (preload) dan mengurangi

beban kerja (workload) jantung, dan karena NTG kerjanya di arteri maka

menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang juga merupakan tujuan

yang diharapkan. Tetapi efek samping utama obat ini adalah hipotensi klinis.

Obat ini dapat dimulai dengan 10-20 mikro/menit dan dievaluasi setiap 5-10

menit dan dapat diberikan secara terus menerus 24 jam -48 jam.

4) Antikoagulan

Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan

integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah,

sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan thrombus dan

selanjutnya menurunkan aliran darah. Dosis yang diberikan adalah bolus

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

18

Universitas Indonesia

5000 unit intravena dilajutkan dengan infuse 1000 unit/jam selama 4-5 hari

dengan menyesuaikan APTT 1,5 sampai 2 kali nilai normal.

5) Trombolitik

Tujuan trombolitik adalah untuk melarutkan setiap thrombus yang telah

terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya

infark. Agar efektif obat ini harus diberikan pada awal terjadinya nyeri dada,

paling efektif diberikan sebelum 8 jam sejak nyeri dada dan maksimal 12 jam

setelah kejadian. Tiga macam obat trombolitik yang terbukti bermanfaat

melarutkan thrombus (trombolisis) adalah streptokinase, aktifator

plasminogen jaringan, dan anistreptase. Tetapi obat streptokinase bekerja

secara sistemik pada mekanisme pembekuan darah, meskipun obat ini

terbukti dapat melarutkan bekuan darah namun ada resiko terjadi potensial

perdarahan sistemik dan juga mempunyai faktor resiko reaksi alergi dan

terbukti lebif efektif bila diberikan langsung pada arteri koroner. Pemberian

langsung pada arteri koroner memerlukan fasilitas katerisasi jantung.

Sebelum pemberian trombolisis diberikan aspirin 160 mg dikunyah, dan

streptokinase diberikan dalam dosis 1,5 juta unit dalam NaCl 0.9% 100 cc

melalui infuse selama 1 jam.

6) Analgetik

Pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati

dengan nitrat dan antikoagulan, analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat

yang diberikan secara intravena dengan dosis 1-2 mg. Respon kardiovaskuler

terhadap morfin dipantau dengan cepat khususnya tekanan darah yang dapat

sewaktu-waktu turun. Tetapi morfin dapat menurunkan preload dan afterload

dan merelaksasi bronchus sehingga oksigenasi meningkat, maka tetap ada

keuntungan teraupetik dengan pemberian obat ini selain menghilangkan

nyeri.

b. Tindakan Medis Yang Bertujuan Untuk Pengobatan

1). PTCA (Percutaneous Trans Coronary Angioplasty)

PTCA ini hanya memerlukan insersi kecil di pembuluh arteri lengan atau pangkal

paha untuk memasukkan kateter pada arteri yang menuju muara koroner, melalui

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

19

Universitas Indonesia

kateter ini dimasukkan kateter lain yang mempunyai balon diujungnya, pada

lokasi penyempitan balon ini dikembangkan, dan bila balon telah melebarkan

pembuluh darah koroner itu kemudian dikempeskan kembali dan ditarik keluar.

Dilakukan pemasangan stent setelah dilakukan tindakan dibalon, stent yang

berbentuk laksana cincin atau gorong-gorong ini dapat mempetahankan pelebaran

yang dilakukan balon. Dikenal jenis stent yang berlapis berbagai jenis obat yang

mampu mereduksi angka penyempitan ulang hingga dibawah 5 %. Selain itu

dikenal juga tehnik pengeboran sumbatan koroner yang mengeras termasuk

penggunaan laser.

2). CABG (Coroner arteri bypass Graft)

yaitu pembedahan dilakukan dengan tehnik terbuka, yaitu pembedahan di daerah

dada dengan beberapa tehnik pembedahan. Tehnik pembedahan pertama dengan

heart lung machine atau pompa jantung, dan tehnik kedua dengan operasi tanpa

alat pompa (off pump) tehnik ini disebut juga beating heart surgery atau operasi

jantung tanpa menggunakan mesin jantung.

B. Konsep CABG (Coronarry artery bypass Graft)

1. Pengertian

Coronary artery bypass grafting (CABG) adalah jenis pembedahan yang dikenal

revascularisation, yang bertujuan untuk memperbaiki aliran darah ke jantung pada

pasien dengan penyakit jantung koroner ( coronary artery disease) yang parah.

CABG merupakan penanganan penyakit jantung koroner dengan cara membuat

saluran baru melewati bagian arteri koronaria yang mengalami penyempitan atau

penyumbatan (Price & Wilson, 2006). diperkirakan.Pembedahan jantung yang

pertama kali dilakukan pada tahun 1895 oleh ahli bedah Itali de Vechi,dan yang

paling revolusioner adalah tehnik pintasan jantung paru pada tahun 1951 dan

kebanyakan prosedur adalah graf pintasan arteri Koroner atau yang sekarang

dikenal sebagai CABG( coronary artery bypass graft )

2. Kalsifikasi CABG

Pada operasi bedah jantung akibat penyakit jantung koroner, dapat dilakukan

melalui dua metode yaitu on pump CABG dan off pump CABG

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

20

Universitas Indonesia

a. On pump CABG yaitu operasi yang dilakukan dengan menggunakan mesin

pompa jantung. Sehingga denyut jantung dihentikan untuk sementara waktu

pemasangan pembuluh darah. Pada metode ini peredaran darah dalam tubuh

tetap terjaga dengan mesin pompa jantung paru.

b. Off pump CABG, yaitu operasi yang dilakukan tanpa menggunakan mesin

pompa jantung paru sehingga jantung tetap berdenyut selama jalannya

operasi.

3. Indikasi CABG

Indikasi utama pengobatan penyakit jantung koroner dengan CABG menurut

Woods, 2005 adalah sebagi berikut:

a. Menghilangkan Angina yang tidak dapat dikontrol dengan terapi medis

pemberian trombolitik, atau Percutaneus Coronary Intervention (PCI)

b. Pengobatan sumbatan arteri koroner utama kiri (left mean) atau penyumbatan

lebih dari 60% atau multivessel disease

c. Mencegah dan mengobati myokard infark, dysritmia atau gagal jantung

d. Pengobatan komplikasi kegagalan PCI (Percutaneus Coronary Intervention )

Untuk dilakukan pintasan arteri koroner harus sudah mengalami sumbatan

paling tidak 70% ( 60% pada arteri koroner utama kiri) untuk pertimbangan

dilakukan CABG. jika sumbatan pada arteri kurang dari 70% maka aliran

darah melalui arteri tersebut masih cukup banyak sehingga mencegah aliran

darah yang adekuat pada pintasan yang mengakibatkan akan terjadi bekuan

pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia-sia.

CABG dilakukan dibawah anastesi umum. dibuat irisan sternotomi median dan

pasien dibawah control mesin pintasan jantung paru. pembuluh darah dari bagian

tubuh lain (misalnya vena safena, arteri mamaria interna) ditandur di distal arteri

koroner “memintas” sumbatan. Setelah selesai penutupan pasien kemudian

dimasukan ke unit perawatan kritis.

4. Pemilihan Arteri

Kemajuan terbaru dalam prosedur pembedahan adalah dalam hal banyaknya

pilihan pembuluh darah yang dapat digunakan untuk pintasan arteri koroner, yang

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

21

Universitas Indonesia

paling sering adalah vena safena magna, diikuti vena safena parva, vena sefalika

dan basilica. vena diambil dari tungkai ( atau lengan) dan ditandur ke aorta

asendens dan ke arteri koroner di sebelah distal sumbatan.

a. Vena safena digunakan pada prosedur CABG darurat karena dapat

diperoleh melalui satu kali pembedahan oleh satu tim bedah sementara tim bedah

lainnya melakukan pembedahan dada. Salah satu efek samping penggunaan vena

safena adalah sering terjadi edema pada ekstremitas yang diambil venanya.

derajad edema sangat bervariasi dan menghilang dalam waktu yang lama. Dapat

terjadi perubahan arterosklerotik simtomatis pada vena safena yang digunakan

untuk tandur 5 sampai 10 tahun setelah CABG. Perubahan yang sama juga bisa

terjadi pada vena lengan namun lebih cepat, kira-kira 3-6 tahun setelah

pembedahan.

b. Arteri mamaria kanan dan kiri juga digunakan, tetapi prosedur

pengambilan arteri ini dari dinding dada menyebabkan pasien terlalu lama di

bawah control anastesia dan mesin pintas jantung paru. Kemajuan di bidang

pintasan jantung paru dan anastesia, telah mampu menyingkat waktu yang

diperlukan untuk memulai prosedur pembedahan dan telah menurunkan resiko

panjangnya waktu pembedahan, sehingga timbul kecenderungan untuk kembali

menggunakan arteri untuk CABG. Penelitian menunjukan bahwa tandur arteri

tidak merubah arteriosklerotis dengan cepat dan tidak lebih lama dibanding tandur

vena, sehingga sekarang penggunaan arteri mamaria kanan dan kiri kembali

digunakan. Ujung proksimal arteri mamaria dibiarkan melekat, sedang ujung

distalnya dilepas dari dinding dada.Untuk arteri distal tersebut kemudian

ditandurkan ke artei koroner di distal lesi. Arteri mamaria interna kadang-kadang

kurang panjang selain itu diameternya kadang tidak mencukupi untuk CABG.

Salah satu efek samping penggunaan arteri mamaria adalah kerusakan sensori

saraf ulnaris, yang bisa bersifat sementara maupun permanen.

c. Arteri gastroepiploika ( terletak pada kurvatura mayor gaster) juga bisa

digunakan untuk CABG. Arteri ini suplai darahnya jauh lebih banyak ke

dindingnya, dibanding arteri mamaria interna, sehingga tidak berespon sebaik

arteri mamaria ketika digunakan sebagai tandur. Kerugian lain penggunaan arteri

gastroepiploika adalah irisan dada harus diperpanjang sampai perut sehingga

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

22

Universitas Indonesia

pasien terpajan lebih luas terhadap resiko infeksi akibat kontaminasi traktus

gastrointestinal pada tempat irisan.

5. Perawatan Paskaoperasi

a. Perawatan di rumah sakit

Pada mulanya perawatan pasien dipusatkan pada pencapaian atau pemeliharaan

stabilitas hemodinamik dan pemulihan dari anastesi umum. dalam 48 jam pertama

pasien tersebut dipindahkan ke unit elemetri atau bedah. Perawatan pasien

ditujukan pada perawatan luka, kemajuan aktivitas dan diit. selain itu harus

ditekankan pendidikan mengenai pengobatan dan modifikasi factor resiko. Pasien

menjalani rehabilitasi pada fase 1 ketika pasien masih di rawat dan terbaring di

rumah sakit.

b. Perawatan di rumah

Pemulangan pasien dari rumah sakit biasanya dilakukan 5 sampai 10 hari setelah

CABG. Pasien mulai menjalani rehabilitasi fase 2 dimana pasien yang telah

pulang rawat masih harus kembali ke rumah sakit mengikuti proses rehabilitasi

dengan pengawasan tenaga kesehatan. Selanjutnya pasien akan menjalani

rehabilitasi fase 3 dimana pasien dapat mengikuti program rehabilitasi di

masyarakat atau klub senam jantung yang terdapat di masyarakat. Pasien bisa

merasakan gejala penyakit jantung koronernya berkurang dan dapat menikmati

peningkatan kualitas hidup.

6. Komplikasi

Bedah pintas arteri koroner dengan tandur bisa menimbulkan komplikasi seperti

infark miokardium, disritmia dan perdarahan. penyebab dasar jantung koroner

sebenarnya belum dihilangkan, sehingga pasien bisa mengalami angina,

intoleransi aktifitas, atau gejala lain yang dirasakan sebelum CABG. Obat-obat

yang diperlukan sebelum operasi masih perlu dilanjutkan. penyesuaian gaya hidup

yang dianjurkan sebelum pembedahan tetap penting, bukan hanya untuk

penanganan penyakit,namun juga untuk mempertahankan viabilitas tandur yang

baru dipasang. Jadi dapat disimpulkan komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

a. Postperfusion syndrome (pumphead), gangguan neurocognitive berhubungan

dengan cardiopulmonary bypass

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

23

Universitas Indonesia

b. Nonunion sternum; kurangnya vaskularisasi internal thoracic artery .

c. Myocardial infarction akibat embolisasi, hypoperfusion, kegagalan graft.

d. Angina atau myikardial infark berulang akibat stenosis yang terlambat atau

hypoperfusion.

e. Stroke, efek sekunder dari embolisasi atau hypoperfusi

C. Penerapan Teori konservasi Levine

Teori diperlukan karena merupakan landasan dan analisis berpikir. Terdapat

banyak teori dan konsep keperawatan yang diperkenalkan oleh para ahli

keperawatan. Salah satunya adalah teori Konservasi yang dikembangkan oleh

Myra Estrin Levine (1920-1996) di Chicago, Illinois. Fokus teori Konservasi dari

Levine ini adalah mempromosikan adaptasi konservasi (Schaefer & Pond, 2009;

Alligood & Tomey, 2006). Levine memandang bahwa adaptasi merupakan suatu

proses dimana individu melakukan interaksi dengan lingkungan untuk mencapai

dan mempertahankan integritas atau keutuhan diri (Schaefer & Pond,

2009;Alligood & Tomey, 2006).

1. Gambaran Teori Konservasi Levine

Individu sesungguhnya senantiasa hidup dalam interaksinya dengan lingkungan

dimana dalam proses interaksi tersebut, respon setiap individu terhadap perubahan

lingkungan berbeda antara satu dengan lainnya. Adapun lingkungan yang

melingkupi individu tersebut meliputi lingkungan internal dan eksternal.

Lingkungan internal melibatkan aspek fisiologi dan patofisiologi dari individu

dimana lingkungan ini secara konstan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di

dalam lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal sendiri meliputi lingkungan

perseptual, operasional, dan konseptual. Lingkungan perseptual merupakan

lingkungan yang berhubungan dengan kemampuan individu menginterpretasikan

sesuatu seperti halnya melalui penginderaan. Adapun lingkungan operasional

meliputi unsur-unsur yang mempengaruhi individu secara fisik namun tidak

secara langsung dirasakan oleh individu tersebut, contohnya seperti radiasi dan

mikroorganisme. Lingkungan eksternal lainnya adalah lingkungan konseptual

yang meliputi pola kebudayaan dan eksistensi spiritual dengan simbolisasi melalui

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

24

Universitas Indonesia

bahasa, pikiran, sejarah, nilai-nilai, dan keyakinan individu (Alligood & Tomey,

2006).

Keberhasilan individu dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan lingkungan

akan mendukung terjadinya konservasi. Dengan kata lain, konservasi merupakan

hasil dari adaptasi (Alligood & Tomey, 2006; Schaefer & Pond, 1994). Melalui

konservasi maka seorang individu akan dapat memelihara energi yang ada untuk

mempertahankan kesehatan dan penyembuhan sehingga keutuhan diri

(wholeness/integrity) individu dapat tercapai dan dipertahankan (Alligood &

Tomey, 2006).

Levine pribadi menyatakan bahwa Ia tidak bertujuan khusus untuk

mengembangkan „teori keperawatan‟, tetapi ingin menemukan cara untuk

mengajarkan konsep-konsep utama dalam Keperawatan Medikal Bedah dan

berusaha untuk mengajarkan siswa keperawatan sebuah pendekatan baru dalam

kegiatan keperawatan. Levine juga ingin berpindah dari praktek keperawatan

pendidikan yang mernurutnya sangat prosedural dan kembali fokus pada

pemecahan masalah secara aktif dan perawatan pasien (George, 2002).

a. Model Konservasi Levine

Model konservasi levine merupakan Keperawatan praktis dengan konservasi

model dan prinsip yang berfokus pada pelestarian energi pasien untuk kesehatan

dan penyembuhan. Adapun prinsip konservasi tersebut adalah sbb:

b. Konservasi Energi

Individu memerlukan keseimbangan energi dan memperbaharui energi secara

konstan untuk mempertahankan aktivitas hidup. Konservasi energi dapat

digunakan dalam praktek keperawatan.

c. Konservasi Integritas Struktur

Penyembuhan adalah suatu proses pergantian dari integritas struktur. Seorang

perawat harus membatasi jumlah jaringan yang terlibat dengan penyakit melalui

perubahan fungsi dan intervensi keperawatan.

d. Konservasi Integritas Personal

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

25

Universitas Indonesia

Seorang perawat dapat menghargai klien ketika klien dipanggil dengan namanya.

Sikap menghargai tersebut terjadi karena adanya proses nilai personal yang

menyediakan privasi selama prosedur.

e. Konservasi Integritas Sosial

Kehidupan berarti komunitas social dan kesehatan merupakan keadaan social

yang telah ditentukan. Oleh karena itu, perawat berperan menyediakan kebutuhan

terhadap keluarga, membantu kehidupan religius dan menggunakan hubungan

interpersonal untuk konservasi integritas social.

f. Tiga Konsep Utama Dari Model Konservasi

Skema 2.1. Model Konservasi Levine

1) Wholeness (Keutuhan)

Erikson dalam Levine (1973) menyatakan wholeness sebagai sebuah sistem

terbuka. Keutuhan menekankan pada suara, organik, mutualitas progresif antara

fungsi yang beragam dan bagian-bagian dalam keseluruhan, batas-batas yang

terbuka. Levine menyatakan bahwa “interaksi terus-menerus dari organisme

individu dengan lingkungannya merupakan sistem yang „terbuka dan cair‟, dan

kondisi kesehatan, keutuhan, terwujud ketika interaksi atau adaptasi konstan

lingkungan, memungkinkan kemudahan (jaminan integritas) di semua dimensi

kehidupan”. Kondisi dinamis dalam interaksi terbuka antara lingkungan internal

dan eksternal menyediakan dasar untuk berpikir holistik, memandang individu

secara keseluruhan.

2) Adaptasi

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

26

Universitas Indonesia

Adaptasi merupakan sebuah proses perubahan yang bertujuan mempertahankan

integritas individu dalam menghadapi realitas lingkungan internal dan eksternal.

Konservasi adalah hasil dari adaptasi. Beberapa adaptasi dapat berhasil dan

sebagian tidak berhasil. Levine mengemukakan 3 karakter adaptasi yakni: historis,

spesificity, dan redundancy. Levin menyatakan bahwa setiap individu mempunyai

pola respon tertentu untuk menjamin keberhasilan dalam aktivitas kehidupannya

yang menunjukkan adaptasi historis dan spesificity. Redundancy

menggambarkan pilihan kegagalan yang terselamatkan dari individu untuk

menjamin adaptasi. Kehilangan redundancy memilih apakah melalui trauma,

umur, penyakit, atau kondisi lingkungan yang membuat individu sulit

mempertahankan hidup.

3) Lingkungan

Levine memandang setiap individu memiliki lingkungannya sendiri baik

lingkungan internal maupun eksternal. Perawat dapat menghubungkan lingkungan

internal individu dengan aspek fisiologis dan patofisiologis, dan lingkungan

eksternal sebagai level persepsi, opersional dan konseptual. Level perseptual

melibatkan kemampuan menangkap dan menginterpretasi dunia dengan organ

indera. Level operasional terdiri dari segala sesuatu yang mempengaruhi individu

secara fisiologis meskipun mereka tidak dapat mempersepsikannya secara

langsung, seperti mkroorganisme. Pada konseptual level, lingkungan dibentuk

dari pola budaya, dikarakteristikkan dengan keberadaan spiritual, dan ditengahi

oleh simbol bahasa, pikiran dan pengalaman.

g. Respon organisme

Respon organisme adalah kemampuan individu untuk beradaptasi dengan

lingkungannya, yang bisa dibagi menjadi fight atau flight, respon inflamasi,

respon terhadap stress, dan kewaspadaan persepsi.

1) Fight-flight merupakan respon yang paling primitif dimana ancaman yang

diterima individu baik nyata maupun tidak, merupakan respon terhadap ketakutan

melalui menyerang atau menghindar hal ini bersifat reaksi yang tiba-tiba. Respon

yang disampaikan adalah kewaspadaan untuk mencari informasi untuk rasa aman

dan sejahtera.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

27

Universitas Indonesia

2) Respon peradangan atau inflamasi merupakan mekanisme pertahanan yang

melindungi diri dari lingkungan yang merusak, merupakan cara untuk

menyembuhkan diri, respon individu adalah menggunakan energi sistemik yang

ada dalam dirinya untuk membuang iritan atau patogen yang merugikan, untuk hal

ini sangat dibutuhkan kontrol lingkungan.

3) Respon terhadap stress menghasilkan respon defensif dalam bentuk

perubahan yang tidak spesifik pada manusia, perubahan structural dan kehilangan

energi untuk beradaptasi secara bertahap terjadi sampai rasa lelah terjadi,

dikarakteristikkan dengan pengaruh yang menyebabkan pasien atau individu

berespon terhadap pelayanan keperawatan.

4) Kewaspadaan perceptual, respon sensori menghasilkan kesadaran persepsi,

informasi dan pengalaman dalam hidup hanya bermanfaat ketika diterima secara

utuh oleh individu, semua pertukaran energi terjadi dari individu ke lingkungan

dan sebaliknya. Hasilnya adalah aktivitas fisiologi atau tingkah laku. Respon ini

sangat tergantung kepada kewaspadaan perceptual individu, hanya terjadi saat

individu menghadapi dunia (lingkungan) baru disekitarnya dengan cara mencari

dan mengumpulkan informasi dimana hal ini bertujuan untuk mempertahankan

keamanan dirinya.

h. Trophicognosis

Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai alternatif untuk diagnosa

keperawatan. Ini merupakan metode ilmiah untuk menentukan sebuah penentuan

rencana keperawatan.

i. Konservasi

Levine menguraikan model Konservasi sebagai inti atau dasar teorinya.

Konservasi menjelaskan suatu system yang kompleks yang mampu melanjutkan

fungsi ketika terjadi tantangan yang buruk. Dalam pengertian Konservasi juga,

bahwa individu mampu untuk berkonfrontasi dan beradaptasi demi

mempertahankan keunikan mereka.

B. Integrasi Teori Konservasi dalam Proses Keperawatan

Teori keperawatan harus dapat diIntegrasikan dalam asuhan keperawatan. Hal ini

dikarenakan teori keperawatan merupakan teori yang dibangun berdasarkan

kesatuan konsep-konsep, definisi, dan asumsi yang menjelaskan dan menguraikan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

28

Universitas Indonesia

fenomena dalam keperawatan. Selain itu, teori keperawatan juga merupakan

gambaran empiris dalam pengembangan ilmu keperawatan yang memberikan

arahan dalam asuhan keperawatan (Alligood & Tomey, 2006). Dengan kata lain,

integrasi teori keperawatan dalam asuhan keperawatan memberikan pedoman

dalam mengorganisasi setiap komponen dalam proses keperawatan (Christensen

& Kenney, 2009). Proses keperawatan merupakan suatu langkah sistematis yang

menuntun perawat untuk berpikir kritis dalam melaksanakan praktik keperawatan.

Dalam uraian umum proses keperawatan, perawat melakukan pengkajian terhadap

kondisi klien, menganalisis data hasil pengkajian dan menginterpretasikan data

tersebut dalam bentuk masalah dan diagnosa keperawatan, merumuskan rencana

penatalaksanaan asuhan keperawatan, menerapkan dan mengevaluasi setiap

tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Christensen & Kenney, 2009).

Adapun langkah-langkah dalam proses keperawatan melalui integrasi teori

Konservasi sebagai berikut:

f. Assessment

Assessment atau pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan.

Pada tahapan ini, perawat melakukan pengkajian secara komprehensif melalui

wawancara dan observasi. Adapun pengkajian yang dilakukan meliputi

pengkajian mengenai respon klien terhadap penyakit, telaah catatan medis dan

evaluasi hasil pemeriksaan diagnostik, dan menggali informasi lainnya terkait

kondisi kesehatan dan penyakit klien melalui wawancara dengan klien dan atau

keluarga. Pada klien usia bayi, wawancara dilakukan pada orangtua atau anggota

keluarga lainnya. Pada tahapan ini pula, perawat melakukan pengkajian mengenai

lingkungan, baik internal maupun eksternal, serta pengkajian terhadap hal-hal

yang mempengaruhi prinsip konservasi (Alligood & Tomey, 2006).

g. Judgement/Trophicognosis

Tahapan judgement merupakan tahapan dimana perawat menginterpretasikan atau

menetapkan masalah atau kebutuhan klien akan bantuan. Interpretasi ini dilakukan

atas dasar analisis terhadap data hasil pengkajian yang sebelumnya telah diperoleh

(Alligood & Tomey, 2006).

h. Hypothesis

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

29

Universitas Indonesia

Tahapan hypothesis memuat mengenai perencanaan asuhan keperawatan yang

akan dilakukan. Pada tahapan hypothesis ini, perawat menyusun rencana asuhan

keperawatan dimana rumusan rencana asuhan keperawatan ini didasarkan pada

tujuan untuk mempertahankan dan memelihara keutuhan diri klien (Alligood

&Tomey, 2006).

i. Intervention

Tahapan intervention merupakan tahapan dimana perawat melakukan intervensi

berupa asuhan keperawatan langsung pada klien. Pada tahapan ini, perawat

menggunakan hypothesis yang sebelumnya telah disusun sebagai panduan

melakukan asuhan keperawatan. Intervensi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip

konservasi (Alligood & Tomey, 2006).

j. Evaluation

Evaluation merupakan tahapan dimana perawat mengobservasi respon organismik

klien terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan. Pada tahapan ini,

perawat juga mengobservasi apakah hypothesis yang sebelumnya telah disusun

dan dilakukan dalam bentuk asuhan keperawatan, mampu mendukung proses

adaptasi klien sehingga tujuan asuhan keperawatan pada klien untuk

mempertahankan dan memelihara keutuhan diri klien tersebut dapat tercapai.

Respon ini dapat dinilai dalam kemampuan pasien mengontrol nyeri, perbaikan

kualitas tidur, penurunan stress, komunikasi efektif, peningkatan energi dan

meningkatnya kepuasan pasien. (Alligood & Tomey, 2006).

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

30

Universitas Indonesia

BAB III

PENERAPAN TEORI KONSERVASI LEVINE PADA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM KARDIOVASKULER

Bab ini akan membahas mengenai peran perawat spesialis sebagai pemberi

asuhan keperawatan yang mempunyai tanggung jawab terhadap kelangsungan dan

pemenuhan asuhan keperawatan terutama sebagai advisor untuk masalah

keperawatan kardiovaskuler. Berikut ini dipaparkan gambaran perawat dalam

mengelola satu kasus utama yaitu pasien dengan post operasi CABG dan

menganalisis 30 kasus kardiovaskuler lainnya dalam bentuk resuma yang dirawat

di rumah sakit Jantung Harapan Kita Jakarta.

A. Gambaran Kasus Kelolaan Utama

1. Identitas Pasien

Pasien Tn. HD, 44 tahun, nomer MR 2012-33-77-49, status menikah, suku Sunda,

asal Sukabumi Jawa Barat, Agama Islam, pendidikan akademi, pekerjaan

karyawan swasta, jaminan Gakin Jakarta. BB 70 kg, TB 160 cm. Pasien masuk

rumah sakit pada tanggal 24 April 2013 pukul 09.05 WIB ke ruang intermediate

bedah untuk persiapan operasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 April 2013

post operasi CABG dimana pasien masuk ICU jam 16.50 WIB.

2. Keluhan utama dan riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien masuk ruang ICU post CABG 3x, LIMA-Intermediate, SVG-OM, SVG-

RCA distal, off pump, atas indikasi CAD 2VD+LM, EF 24%, Hipertensi, pasien

masih terpasang ETT sambung ventilator, WSD substernal, drain dalam batas

normal, undulasi (+), terpasang catether swan gans, hasil monitoring CO 4.2

L/mnt. CI 2.5 L/m2, terpasang dower catether, urine 50-60 ml/jam, setelah

bangun, keluhan nyeri luka operasi dan area pemasangan drain ada, skala 5,

pasien masih mengantuk, nafas masih dibantu ventilator.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

uiperpustakaan
Inserted Text
Page 48: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

31

Universitas Indonesia

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien memiliki riwayat hipertensi sudah sekitar 5 tahun, merokok 1 bungkus

perhari, dan kurang berolah raga. TIMI score 4/7. Pasien didiagnosa CHF karena

old anterior MCI dan hipertensi. Pada bulan Desember pasien sudah pernah

dirawat selama 5 hari dengan keluhan nyeri dada disertai sesak nafas dan rasa

tertindih beban berat. Pasien mengeluh makin sesak dengan aktifitas. Pasien

dilakukan pemeriksaan koroner pada tanggal 17 Desember 2012 dengan hasil LM

stenosis 30% di distal, Intermediate stenosis 80% di proximal, LCX, stenosis 80%

di OM1, total oklusi OM2, RCA stenosis 60-70 % di proximal, 70% di distal.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dan hipertensi dalam keluarga. Ayah

pasien meninggal karena penyakit jantung, kakak pasien juga pernah dirawat

akibat serangan jantung.

B. Penerapan Teori Konservasi Levine Pada Kasus Kelolaan Utama

1. Pengkajian Teori Konservasi

a. Perubahan lingkungan internal :

Pasien post operasi CABG 3x, LIMA-Intermediate, SVG-OM, SVG-RCA distal,

off pump, kesadaran masih dibawah pengaruh obat, TD 147/78 mmHg, nadi 82

x/mnt, RR dengan ventilator, suhu 35.6 oC. Pasien dilakukan CABG atas indikasi

CAD 2 VD dan LM disease. Hasil pemeriksaan didapatkan stenosis pada LM

30% distal, Intermediate stenosis 80% proximal, LCX, stenosis 80% OM1, total

oklusi OM2, RCA stenosis 60-70 % proximal, 70% distal. Kondisi ini juga telah

menyebabkan pasien dirawat dengan old anterior MCI serta CHF dengan EF 24%

dan menderita hipertensi sudah 5 tahun.

j. Perubahan lingkungan eksternal :

Pasien terpasang alat-alat invasive yaitu kateter arteri pada arteri radialis sinistra,

kateter CVC (central venous catheter) pada vena subclavia sinistra dan kateter PA

di vena jugularis interna dextra. Pasien juga terpasang slang drain pada substernal

dan intrapleural serta pace maker dengan 2 buah wire di ventrikel. Alat-alat

tersebut membatasi aktivitas pasien di tempat tidur dan membuat pasien tidak

nyaman. Pernafasan pasien juga dibantu ventilator, mode ASV 100%, FiO2 50%,

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

32

Universitas Indonesia

PEEP 5. Pasien masih kedinginan sehingga dipasang diathermi untuk

menghangatkan tubuh pasien.

k. Konservasi Energi :

Paska operasi, hemodinamik pasien cukup stabil, cardiac output (CO) 4.4 L/mnt,

cardiac index (CI) 2.5 L/m2, PCWP ( pulmonarry capilary wedge pressure) 14

mmHg, pasien masih mendapat obat-obatan untuk mensuport kebutuhan istirahat

pasien dan mengurangi nyeri serta perasaan tidak nyaman akibat alat-alat yang

terpasang. Meskipun demikian, pasien masih mengeluh nyeri pada luka operasi

dan area pemasangan drain, terutama saat ingin batuk atau tarik nafas panjang,

skala nyeri 7. Pernafasan masih dibantu ventilator, karena pasien masih

mengantuk akibat efek obat-obatan anestesi sehingga pernafasan spontan belum

adequat. Pasien masih dipuasakan, cairan infus mendapat Ringer lactat 60

ml/jam. Paska operasi, pasien dikunjungi oleh istri, anak dan keluarganya secara

bergantian.

l. Konservasi Integritas Struktur :

Aktifitas pasien masih dibantu, kebutuhan mandi, toileting, mobilisasi pasif masih

dibantu perawat karena pasien masih dibawah pengaruh obat-obatan sehingga

masih lemas dan mengantuk dan belum dapat dimandirikan. Hasil pemeriksaan

laboratorium Hb 11.4 g/dl, Ht 34 vol%, Leukosit 14980 /ul, GD 128 mg/dl.

Urine output 50-100 ml/jam

m. Konservasi Integritas Personal

Menurut istri pasien, pasien adalah seorang kepala rumah tangga sekaligus bapak

dan suami yang bertanggung jawab. Pasien lulusan akademi tetapi bekerja sebagai

karyawan swasta dengan gaji yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari

tanpa dapat menyisihkan untuk biaya kesehatan yang mahal, sehingga

pembiayaan operasi ditanggung melalui jaminan KJS (kartu Jakarta sehat). Pasien

juga taat beribadah, aktif mengikuti kegiatan masjid. Pasien melakukan sholat

tetap di tempat tidur. Pasien memiliki kultur sunda yang kuat dilihat dari gaya

bicara pasien dan nilai-nilai kesopanan dan menghargai aturan di rumah sakit.

n. Konservasi Integritas Sosial :

Pasien mempunyai hubungan persaudaraan yang kuat terbukti dari banyaknya

sanak saudara yang antri untuk membesuk. Pasien juga sangat kooperatif dalam

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

33

Universitas Indonesia

proses pengobatan dan mengikuti penjelasan yang diberikan perawa. Keluarga

memberi motivasi pasien untuk sembuh terlihat dari semangat keluarga menunggu

pasien selama dirawat dan membesuk pasien pada jam besuk. Komunikasi pasien

dan keluarga juga sangat harmonis. Istri selalu menceritakan tentang kondisi yang

baik tentang anak-anaknya dirumah.

o. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

Darah rutin Pre operasi Post operasi Normal-Satuan

Hb 15.9 11.4 13 -16 gr/dl

Ht 47 34 40 – 48 vol %

Leukosit 6980 14980 5000 – 10.000/ul

Trombosit 377 203 150 rb – 400 rb

Kimia Darah :

CK 192 187 20-40 u/l

CKMB 15 15 0-15 U/L

Cholesterol tot 212 mg/dl

Trigliserida 136 mg/dl

Uric acid 7.7 mg/dl

Ureum 25 27 mg/dl

Creatinin 1.18 0.9 mg/dl

GDS 101 128 70 – 200

Natrium 136 137 135 – 147

Kalium 3.4 4.0 3,5 – 5,5 mmol/l

Clorida 99 100 100–106 mmol/l

Alb 4.2 3.7 3-5 gr/dl

Ph 7.44 7.42 7.35-7.45 mmol/l

PO2 107 346 80-100 mmHg

PCO2 37 40 3.5-4.5 mmHg

HCO3 25.4 24.9 22-26 mmol/l

TCO2 26.5 21.8 23-27 mmol/l

BE 1.0 0.9 -2.4-2.3 mmol/l

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

34

Universitas Indonesia

p. Radiologi : Terdapat kardiomegali, CTR > 50%

q. Elektrokardiogram : Sinus rhytm, axis normal, LVH (+), terdapat t inverted di

II, III, aVF, ST depresi di v4-v6, poor r (QS) di v1-v3 dengan gel t masih

elevasi.

r. Echokardiografy : EDD 55, ESD 48, EF 28%, efusi perikardium minimal dan

efusi pleura minimal.

s. Managemen Terapi

1) Ventilasi mekanik : Mode ASV 100%, FiO2 50%, PEEP 5, RR 15x/mnt

2) Terapi injeksi/drip

a) Propofol 20 mg/jam, selanjutnya ganti paracetamol

b) Dobutamin 5 mcg/kgBB/mnt, selanjutnya stop

c) Nitroglicerin 0.5 mcg/mnt, selanjutnya stop

d) Lasix 2 x 1 amp

e) Sharox 3 x 1 gram

f) Ranitidin 2 x 1 amp

3) Terapi oral :

a) Aspilet 1x80 mg

b) Simvastatin 1x20 mg

c) Captopril 2x6.25 mg

d) Bisoprolol 1x1.25 mg

e) Paracetamol 3x1 gram

4) Terapi cairan : NaCl 0.9% untuk flushing 3 ml/jam, RL 60 ml/jam

5) Diet : diet jantung II, 1700 Kkalori/24 jam

2. Judgement/Trophicognosis

Diagnosa keperawatan didapat setelah melalui analisis dan pengumpulan data.

Adapun diagnosa yang diperoleh

adalah sebagai berikut

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan, luka insisi bedah dan iritasi

akibat pemasangan selang dada

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi

jantung yang terganggu

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

35

Universitas Indonesia

c. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer dan kardiak b.d penurunan fungsi

pompa jantung, intervensi intrakardiak

d. Resiko kekurangan volume cairan dan keseimbangan elektrolit berhubungan

dengan berkurangnya volume darah yang beredar, perdarahan

e. Risiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan ventilasi

penurunan ekspansi paru

f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi, terpasang alat invasif,

imunosupresi

3. Hipotesis/intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan, luka insisi bedah dan

iritasi akibat pemasangan selang dada.

NOC (nursing outcomes classification) :

1) Pain Level

2) Pain control

3) Comfort level

Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, memberitahukan nyerinya)

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang denkgan menggunakan manajemen nyeri

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri diatasi dan berkurang

5) Tanda vital dalam rentang normal

NIC (Nursing Intervention classification)

1) Managemen nyeri : mengkaji skala nyeri, teknik distraksi, relaksasi otot,

2) Managemen lingkungan : cegah kebisingan, cahaya terlalu terang, batasi

pengunjung

3) Mengatur posisi : atur posisi semi fowler atau yang nyaman menurut pasien

4) Menurunkan cemas : support emosional, mendorong coping positif

5) Managemen obat : anestesi, analgesik, sedatif secara iv, im, oral

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

36

Universitas Indonesia

Implementasi

1) Mengkaji nyeri, skala nyeri 7, karakteristik nyeri seperti rasa perih dan panas,

lokasi pada luka operasi, lokasi donor (kaki kanan) dan area pemasangan

drain, timbul terutama saat ingin bergerak, batuk atau tarik nafas

2) Mengukur tanda-tanda vital, TD : 150/90 mmHg, nadi 90 x/mnt, suhu :

36.50C

3) Membantu pasien membedakan antara nyeri bedah dengan nyeri angina,

pasien mengatakan nyeri tidak menyebar dan meningkat saat ada pergerakan

4) Mengajarkan pasien untuk menekan dengan tangan dan bantal jika ingin

batuk

5) Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan, mengurangi faktor presipitasi nyeri

dengan membatasi pengunjung.

6) Mengatur posisi nyaman dengan memperbaiki posisi bantal dan posisi tidur,

posisi kaki, membuat elevasi kepala, semifowler

7) Mengajarkan pasien menggunakan teknik relaksasi, distraksi dan imajinasi

saat nyeri timbul

8) Memberi dukungan pasien dan melibatkan keluarga, istri pasien untuk

memberi dukungan, untuk mengurangi cemas dan nyeri

9) Memberikan obat propofol bolus 20 mg iv, selanjutnya drip 20 mg/jam

Evaluasi

S : Pasien menyatakan lebih nyaman setelah posisi tidur diatur kembali, pasien

menyatakan lebih nyaman dengan meletakan bantal di dada saat ingin batuk,

pasien menyatakan masih sakit jika ada pergerakan.Pasien menyatakan lebih

nyaman dengan teknik imaginasi.

O : Pasien masih terlihat agak tegang terutama saat ingin batuk atau bergerak. TD

145/90-162/91 mmHg, nadi 80-96 x/mnt

A : Masalah nyeri masih ada, berkurang dan lebih nyaman dengan pengaturan

posisi, skala nyeri 3-5

P : Motivasi untuk menggunakan teknik imaginasi, teruskan pemberian propofol

drip 20 mg/jam dengan mengkaji terus penurunan nyeri

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

37

Universitas Indonesia

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah

dan fungsi jantung yang terganggu.

NOC (nursing outcomes classification) :

1) Cardiac Pump effectiveness

2) Circulation Status

3) Perfusi jaringan kardiak dan perifer

4) Vital Sign Status

Kriteria Hasil :

1) Hemodinamik dan tanda-tanda vital dalam rentang normal

2) Perdarahan dapat dikontrol

3) Irama dan frekuensi jantung stabil

4) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak sesak

5) Tidak terdapat tanda-tanda shoc

NIC (Nursing Intervention classification)

1) Mengontrol perdarahan : kaji perdarahan melalui drain, peradarahn luka,

pemberian cairan atau darah jika diperlukan

2) Cardiac care : Monitor irama jantung, tanda arytmia

3) Hemodinamic Monitoring : ukut tanda-tanda vital, ukur cardiac output,

cardiac index

4) Managemen shock

Implementasi

1) Mengukur hemodinamik : CO: 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2 PCW 15, bobutamin 5

mcg/kgBB/mnt

2) Mengukur TD : 142/90, nadi : 86, pulsasi kuat, acral hangat, tidak pucat, CRT

< 2 detik

3) Mengukur cairan drain 50 ml/jam, komponen darah, CVP 9 mmHg, tidak

terdapat peningkatan vena jugularis

4) Mengukur urine output 70 ml/jam, distensi vena jugularis, penurunan haluran

urine

5) Monitoring pemberian infus, infus berjalan lancar, mengukur intake

output/24 jam : intake : 3250/24 jam, output : 2150

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

38

Universitas Indonesia

Evaluasi

S : Pasien mengatakan tidak ada pusing dan sesak. Pasien mengatakan sudah lebih

enakan.

O : Hasil pengukuran CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15, urine output 60-70

ml/jam, TD : 130/84, nadi 80, RR 18, CRT < 2 detik

A: cardiac output stabil, hemodinamik stabil

P : Monitoring terus urine output, hemodinamik, CRT.

3. Risiko gangguan perfusi jaringan perifer dan kardiak b.d penurunan

fungsi pompa jantung, intervensi intrakardiak.

NOC (nursing outcomes classification) :

1) Status sirkulasi

2) Perfusi kardiak

3) Perfusi renal

4) Perfusi cerebral

Kriteria Hasil :

1) Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :

a) Hemodinamik stabil : cardiac output, cardiac indeks

b) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

c) Tidak ada ortostatik hipertensi

d) Urine output 1 ml/kgBB/jam

2) Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:

a) berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan

b) menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi

c) memproses informasi

d) membuat keputusan dengan benar

NIC (Nursing Intervention classification)

1) Managemen sirkulasi : kaji CRT, hemodinamik, tanda-tanda vital, kesadaran

2) Managemen shock : kaji tanda-tanda shock, pucat, sianosis, kaji urine output

3) Managemen sensasi perifer : kaji acral, kekuatan nadi

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

39

Universitas Indonesia

Implementasi

1) Mengkaji drain, jumlah cairan drain 40 ml/jam, isi darah.

2) Mengkaji tanda-tanda hipoperfusi : acral hangat, tidak pucat, kesadaran

compos mentis

3) Mengkaji hemodinamik, CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15 mmHg, urine

output 70 ml/jam, TD : 130/78 mmHg, nadi 83 x/mnt, pulsasi kuat, irama

teratur

4) Mengukur intake output/24 jam : intake : 3250/24 jam, output : 2150

5) Mengkaji CTR<2 detik, kesadaran kompos mentis, sudah dilakukan

ekstubasi, pasien sudah mulai minum dan makan bertahap

6) Mengkaji tanda dehidrasi : turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab

7) Memonitor dan memberikan dobutamin 5 mcg/kgBB/mnt

8) Memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul

9) Memonitor adanya parestesi atau tidak ada, kemampuan motorik, kekuatan

otot-otot

10) Memotivasi pasien melakukan rehabilitasi dini dan menjelaskan fase atau

tahapan rehabilitasi selanjutnya selama di rumah sakit maupun setelah pulang

atau di rumah

Evaluasi

S : Pasien mengatakan sudah lebih baikan, tidak ada pusing, tidak sesak, nyeri

masih ada, tidak ada penurunan ambang rasa pada kulit

O : Hasil pengukuran CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15 mmHg, urine output

70 ml/jam, TD : 130/78, nadi 83, pulsasi kuat, irama teratur, CRT< 2 detik, hasil

echo ulang EF 28%

A : tidak terjadi masalah perfusi jaringan, fungsi renal baik, produksi urine cukup

P : Monitoring urine output, kekuatan nadi perifer, drainase.

4. Resiko kekurangan volume cairan dan keseimbangan elektrolit

berhubungan dengan perdarahan, drainase.

NOC (nursing outcomes classification) :

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

40

Universitas Indonesia

1) Fluid balance

2) Hydration

3) Nutritional Status : Food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :

1) Mempertahankan urine output 0.5-1 ml/kgBB/jam

2) Hemodinamik/tanda-tanda vital dalam batas normal

3) Tidak ada tanda tanda dehidrasi,elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa

lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

NIC (Nursing Intervention classification)

1) Managemen cairan : berikan terapi cairan sesuai program, ukur intake output

2) Monitoring cairan : monitor cairan yang masuk, monitor intake output

3) Managemen hipovolemik : kaji CVP, kekuatan nadi, beri cairan sesuai

program

Implementasi

1) Mengukur TD 143/86. Nadi 88, CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15

mmHg, cairan drain 50 ml/jam, urine output 60 ml/jam

2) Monitor nadi perifer, kuat, capillary refill <2 detik, turgor kulit baik,

membrane mukosa baik

3) Memberikan minum teh manis 150 ml dan sirop 200 ml

4) Memberi makan lunak, habis ¾ porsi

5) Memonitor pemberian infus RL 60 ml/jam dan NaCl 3 ml/jam

6) Mengukur intake output/24 jam : intake : 3250 ml/24 jam, output : 2150ml/24

jam

Evaluasi

S : pasien mengatakan sudah mulai minum, sirop dan juice habis 1 gelas

O : Drainage Produksi urine 60-70 ml/jam, balance/24 jam intake : 3250 ml/24

jam, output : 2150 ml

A : Masalah kekurangan cairan tidak terjadi, pasien mulai minum dan makan

bertahap

P : Monitoring intake dan output , monitoring drainase

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

41

Universitas Indonesia

5. Risiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan

ventilasi penurunan ekspansi paru

NOC (nursing outcomes classification) :

1) Respiratory status : Ventilation

2) Respiratory status : Airway patency

3) Vital sign Status

Kriteria Hasil :

1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas

dengan mudah)

2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas

abnormal)

3) Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC (Nursing Intervention classification)

1) Airway managemen : kaji jalan nafas, kaji penumpukan sekret,

2) Terapi oksigen : berikan oksigen sesuai kebutuhan, kaji saturasi oksigen

3) Monitoring hemodinamik, TTV: Ukur tekanan darah, CO, CI

Implementasi

1) Mengkaji frekuensi pernafasan dan kedalaman, RR 18x/mnt, pasien sudah

ekstubasi dan sudah bernafas spontan, tidak sesak

2) Memberikan oksigen binasal 4 lpm, SpO2 99%

3) Mengkaji bunyi nafas vesikuler, Ronchi (-), wheezing (-), BJ 1 dan 2 normal,

gallop (-)

4) Mengajarkan teknik bernafas dengan mengembangkan diafragma dan nafas

dalam

5) Memonitor pernafasan, ekspansi dada adequat, keluhan nyeri masih ada post

ekstubasi, posisi semi fowler

6) Mengajarkan pasien batuk dengan menekan dengan bantal, saliva paska

ekstubasi ada sedikit, mengajarkan batuk efektif

7) Mengkaji tanda sianosis : tidak ada, akral dan mukosa bibir lembab dan

kemerahan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

42

Universitas Indonesia

8) Meninggikan kepala tempat tidur, pada posisi duduk atau semifowler.

Evaluasi

S : Pasien mengatakan tidak sesak nafas lagi paska selang dilepas, tetapi masih

sakit saat tarik nafas panjang

O : Bunyi nafas vesikuler, tidak ada bunyi nafas tambahan, RR 18x/mnt, ekspansi

dada optimal

A : Tidak terjadi gangguan pola nafas paska ekstubasi

P : Monitoring ekspansi dada, teruskan latihan batuk efektif dan nafas dalam

dengan bantuan bantal yang lembut

6. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi, terpasang alat

invasif, imunosupresi

NOC (Nursing outcomes classification) :

1) Immune Status

2) Knowledge : Infection control

3) Risk control

Kriteria Hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

3) Jumlah leukosit dalam batas normal

4) Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC (Nursing Intervention classification)

1) Infection Control (kontrol infeksi): kaji tanda-tanda infeksi, kaji pemeriksaan

darah, leukosit, kondisi luka.

2) Infection Protection (proteksi terhadap infeksi): cuci tangan, gunakan sarung

tangan, masker, skort jika diperlukan

3) Perawatan luka operasi: gunakan teknik septik-aseptik, kaji kondisi luka

Implementasi

1. Mengkaji balutan luka : bersih dan tidak ada rembesan pada luka

2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan serta sebelum

kontak dengan pasien

3. Mempertahankan prinsip septik dan aseptik dalam melkukan tindakan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

43

Universitas Indonesia

4. Memberitahu keluarga pasien untuk membatasi pengunjung yang mengalami

infeksi untuk tidak mendekat.

5. Mengkaji tanda-tanda vital TD : 124/80. Nadi 80, suhu 36.6 C

6. Membantu pasien mengubah posisi tidur dan menaikkan bagian kepala pasien

Evaluasi

S : Pasien mengatakan luka operasi masih terasa nyeri, pasien mengatakan tidak

ada demam atau meriang.

O: Hasil pengukuran tanda-tanda vital TD : 124/80. Nadi 80, suhu 36.6 C, irama

teratur, pulsasi kuat, kondisi balutan luka bersih, tidak ada rembesan

A: Masalah infeksi tidak terjadi dan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi

P: monitoring terus tanda-tanda infeksi dan lakukan pencegahan secara terus

menerus

C. Pembahasan

Pembahasan merupakan analisa dari seluruh proses asuhan keperawatan yang

telah dilaksanakan , memaparkan aspek keunggulan dan kelemahan serta kondisi

yang terjadi pada pasien dengan post CABG yang di rawat di ruang ICU rumah

sakit pusat jantung Harapan Kita Jakarta.

1. Proses keperawatan

Pengkajian melalui anamnesa bertujuan untuk mendapatkan riwayat kesehatan

dan faktor risiko serta perubahan spesifik dalam tingkat kesejahteraan dan pola

kehidupan (Potter & Perry, 2006). Dari pengkajian didapatkan data riwayat bahwa

pasien memiliki riwayat hipertensi sudah sekitar 5 tahun, merokok 1 bungkus

perhari, dan kurang berolah raga. Faktor risiko lainnya, pasien juga mempunyai

riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi. Dari beberapa faktor

risiko tersebut memungkinkan pasien yang masih berusia cukup muda ( 44 tahun)

mengalami serangan jantung koroner bahkan didiagnosa CHF karena old anterior

MCI dan hipertensi.

Merokok berperan memicu penyakit jantung koroner dengan meningkatkan kadar

karbon monoksida (CO) darah, dimana hemoglobin, komponen darah yang

mengangkut oksigen, lebih mudah terikat pada CO dari pada Oksigen, sehingga

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

44

Universitas Indonesia

oksigen yang disuplai ke jantung berkurang. Asam nikotinat pada tembakau juga

memicu pelepasan katekolamin, yang menyebabkan konstriksi arteri, aliran darah

dan oksigenasi jaringan menjadi terganggu. Merokok juga meningkatkan adhesi

trombosit, mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.

(Wood, 2005). Pasien juga menderita tekanan darah tinggi yang menyebabkan

terjadinya gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventikel kiri saat memompa

darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan

oksigen jantung jadi meningkat. Selain itu pasien juga mempunyai kolesterol

darah tinggi, dimana lemak yang tidak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein

yang larut dalam air, yang memungkinkannya dapat diangkut dalam sistem

peredaran darah. ( Ignativicius, 2008).

Pada bulan desember 2012 pasien sudah pernah dirawat selama 5 hari dengan

keluhan nyeri dada disertai sesak nafas dan rasa tertindih beban berat. Pasien

mengeluh makin sesak dengan aktifitas. Pasien dilakukan pemeriksaan koroner

pada tanggal 17 Desember 2012 dengan hasil LM stenosis 30% di distal,

Intermediate stenosis 80% di proximal, LCX, stenosis 80% di OM1, total oklusi

OM2, RCA stenosis 60-70 % di proximal, 70% di distal. Keterlambatan dalam

memeriksakan kesehatan secara intensif dan keteraturan dalam berobat membuat

pasien harus mengalami gagal jantung pada usia yang masih cukup muda dan

produktif. Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien

dengan infark jantung dimana terjadi ketidakmampuan jantung untuk memompa

darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi

yang sering dikenal dengani istilah gagal jantung kongestif. (Bruner &Suddart,

2002).

Pasien dilakukan tindakan pembedahan CABG ( coronarry artery bypass graft)

untuk mengatasi masalah stenosis pada koroner. Tindakan CABG dilakukan

meskipun diagnosa pasien adalah 2VD ( two vessel disease), tetapi disertai LM

(left mean) disease yaitu stenosis 30% di distal, Intermediate stenosis 80% di

proximal. Disamping itu pasien juga telah jatuh pada komplikasi gagal jantung

kongestif dengan EF 24%. Usia pasien yang masih sangat produktif

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

45

Universitas Indonesia

memungkinkan pasien untuk dilakukan operasi CABG ini supaya kualitas dan

produktifitas pasien dapat ditingkatkan.

Diagnosa keperawatan prioritas utama paska operasi CABG adalah Nyeri akut

berhubungan dengan trauma jaringan, luka insisi bedah dan iritasi akibat

pemasangan selang dada. Nyeri dapat timbul karena beberapa factor, luka operasi

atau tindakan pembedahan salah satu faktor penyebab terjadinya nyeri, apabila

nyeri berkelanjutan tidak dihilangkan akan mengganggu aktivitas fisik yang

akhirnya dapat menyebabkan aliran darah terganggu (Perry & Potter, 2006).

Pasien post operasi jantung akan merasakan nyeri yang spesifik yaitu seperti

tajam dan terbakar pada area luka insisi atau pembedahan serta pada area

pemasangan drain dan area donor yaitu kaki kanan pasien. Nyeri harus dapat

dengan jelas identifikasi untuk membedakan apakah nyeri tersebut adalah nyeri

angina atau infark jantung yang biasanya menyebar ataukan nyeri tersebut lokal

hanya pada area luka operasi.(Ignatificius, 2006). Penatalaksanaan nyeri

difokuskan pada nyeri akibat insisi pembedahan, sehingga pasien diberikan terapi

antinyeri atau anestesi, yaitu propofol bolus 20 mg iv selanjutnya drip 20 mg/jam.

Pasien juga diajarkan teknik relaksasi dengan imagine dan teknik batuk agar

mengurangi perasaan nyeri yaitu dengan menekan dada dengan bantal yang

lembut. Salah satu tindakan yang dilakukan perawat dalam mengatasi nyeri adalah

memberikan arahan, menjelaskan tentang nyeri dan cara mengatasinya, dengan

bahasa yang dapat dimengerti dan sesuai dengan tingkat pendidikan untuk

melakukan relaksasi, distraksi dan imajinasi terbimbing (guided imagery). Upaya

ini dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Perry & Potter, 2006)

Masalah penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan

fungsi jantung yang terganggu diangkat menjadi prioritas kedua mengingat pasien

sebelum operasi telah mengalami gagal jantung dan penurunan ejection fraction

yaitu 24%. Paska operasi pasien mendapat terapi dobutamin drip 5

mcg/kgBB/mnt untuk meningkatkan kontraktilitas jantung. Selama perawatan

pasien dapat mempertahankan hemodinamik tetap stabil, dengan tekanan darah

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

46

Universitas Indonesia

berkisar 124/80-165/90. Nadi 82-90, CO : 4.2 L/mnt, CI 2.4 L/m2, PCW 15

mmHg, urine output 60 ml/jam, nadi perifer, kuat, capillary refill <2 detik. Pasien

tidak terlihat pucat dan dapat recoverry di ICU dengan cepat. Penurunan curah

jantung merupakan salah satu komplikasi tersering yang dapat terjadi pada pasien

post bedah jantung yang dikenal dengan Postperfusion syndrome (pumphead)

yaitu berkurangnya suply oksigen akibat gangguan fungsi pompa jantung.

(Ignativicius, 2006).

Diagnosa risiko gangguan perfusi jaringan perifer dan kardiak b.d penurunan

fungsi pompa jantung, intervensi intrakardiak juga dirumuskan mengingat kondisi

pasien dengan masalah kardiak yang menyertai serta antisipasi tehdapat terjadinya

gangguan atau kegagalan organ lain seperti gagal ginjal. Masalah tidak terjadi

ditandai dengan produksi urine yang stabil baik yaitu antara 50-100 ml/jam, dan

balance cairan per 24 jam yang stabil cukup yaitu intake : 3250/24 jam, output :

2150.

Diagnosa berikutnya yaitu resiko kekurangan volume cairan dan keseimbangan

elektrolit berhubungan dengan berkurangnya volume darah yang beredar,

perdarahan. Diagnosa ini dimunculkan sebagai risiko. Pasien dipuasakan paska

operasi sampai saat pasien diekstubasi 6 jam kemudian. Masalah tidak terjadi, hal

ini dikarenakan belum diperolehnya data-data gangguan melainkan data-data yang

dalam monitoring masih dalam batas normal. Pasien sudah mulai minum dan

makan 2 jam paska ekstubasi. Pasien juga mendapat terapi infus RL 60 ml/jam

serta tidak ada keluhan mual dan muntah ketika pasien sudah mulai makan.

Diagnosa selanjutnya adalah risiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

ketidakadekuatan ventilasi, penurunan ekspansi paru. Pasien sangat kooperatif dan

mau berpartisipasi dalam latihan batuk dan bernafas secara efektif sehingga

proses weaning dan ekstubasi berjalan lancar sesuai program dan tidak mengalami

kesulitan. Pasien diekstubasi 6 jam paska operasi dan selanjutnya mampu bernafas

spontan tanpa bantuan ventilasi mekanik dengan adequat.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

47

Universitas Indonesia

Diagnosa antisipasi terhadap kejadian infeksi dirumuskan yaitu risiko tinggi

infeksi berhubungan dengan luka operasi, terpasang alat invasif, imunosupresi.

Hal ini mengingat pasien dalam keadaan terpasang beberapa alat invasive yang

memungkinkan menjadi sumber infeksi, selain itu pasien juga dalam kondisi

penurunan daya tahan tubuh paska operasi pembedahan jantung. Sampai pada saat

pasien pindah ke unit perawatan intermediate pasien tidak mengalami tanda-tanda

infeksi.

D. Analisis Penerapan Teori Pada Kasus Pasien Post CABG

Penerapan teori Levine pada kasus pasien post CABG diterapkan sebagai suatu

pendekatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn. HD yang dirawat

dengan operasi coronary artery bypass graft atas indikasi 2VD dan LM disease

dengan EF 24%

Pengkajian perawatan dengan menggunakan pola pengkajian dari Levine yang

memandang bahwa adaptasi merupakan suatu proses dimana individu melakukan

interaksi dengan lingkungan untuk mencapai dan mempertahankan integritas atau

keutuhan diri (Alligood & Tomey, 2006). Individu sesungguhnya senantiasa

hidup dalam interaksinya dengan lingkungan dimana dalam proses interaksi

tersebut, respon setiap individu terhadap perubahan lingkungan berbeda antara

satu dengan lainnya. Lingkungan yang meliputi lingkungan internal dan

eksternal. Lingkungan internal melibatkan aspek fisiologi dan patofisiologi dari

individu dimana lingkungan ini secara konstan dipengaruhi oleh perubahan yang

terjadi di dalam lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal sendiri meliputi

lingkungan perseptual, operasional, dan konseptual. (Alligood & Tomey, 2006).

Jadi pengkajian difokuskan pada kemampuan adaptasi pasien terhadap kondisinya

saat ini yaitu pasien paska operasi CABG dengan penggunaan berbagai alat

invasive yang mempengaruhi kemampuan pasien dalam beradaptasi terhadap

kesehatan dan kemampuanya. Sehingga pada pengkajian ini bisa tercapai

konservasi energi yang diharapkan untuk memperoleh kesembuhan dan kesehatan

pasien. Keberhasilan individu dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

48

Universitas Indonesia

lingkungan akan mendukung terjadinya konservasi. Dengan kata lain, konservasi

merupakan hasil dari adaptasi. Melalui konservasi maka seorang individu akan

dapat memelihara energi yang ada untuk mempertahankan kesehatan dan

penyembuhan sehingga keutuhan diri (wholeness/integrity) individu dapat

tercapai dan dipertahankan (Alligood & Tomey, 2006).

Proses keperawatan mulai dari pengkajian didasari oleh teori Levine yaitu

mengkaji perubahan lingkungan eksternal pasien yang mempunyai tiga tingkatan

perseptual, operasional dan konseptual. Adanya tingkatan tersebut memberikan

dimensi dalam interaksi antara individu dan lingkungan. Tingkatan perseptual

meliputi aspek kemampuan pasien dalam menerima dan memahami dunia dengan

indra yang dimiliki. Sedangkan operasional meliputi hal-hal yang mempengaruhi

fisik individu dan konseptual mengandung arti bahwa lingkungan itu dibentuk

dari pola budaya dan dimediasi oleh simbul bahasa ide dan sejarah. Pasien adalah

seorang Bapak dari kultur sunda yang kuat, yang memiliki tatanan kesopanan dan

tanggung jawab yang baik. Pasien dapat mengikuti arahan dengan baik selama

paska operasi, dapat berpartisipasi dengan baik mengikuti latihan pernafasan dan

mobilisasi bertahap yang diajarkan sehingga dapat pulih lebih cepat dan lepas dari

bantuan ventilasi mekanik dengan tepat waktu.

Pengkajian Levine juga diperlengkapi dengan pengkajian konservasi energy

berupa nutrisi, istirahat (tidur), waktu luang, pola koping, hubungan dengan

anggota keluarga/orang lain, pengobatan, lingkungan dan penggunaan energi

yakni fungsi dari beberapa sistem tubuh, emosi, stress sosial, dan pola kerja.

Pengkajian integritas struktur berupa pertahanan tubuh struktur fisik. Pengkajian

Integritas Personal yaitu keunikan, nilai, kepercayaan. Pengkajian Integritas

Sosial meliputi proses keputusan dari klien dan hubungan klien dengan orang lain

serta kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain atau masyarakat.

Kelebihan pengkajian Levine ini adalah memungkinkan perawat untuk lebih

komprehensif dalam menggali data dari pasien mengingat Levine sangat

memperhatikan kemampuan adaptasi pasien, dimana memandang pasien sebagai

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

49

Universitas Indonesia

individu yang sangat unik, yang mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda.

Kemampuan perawat dalam menggali kemampuan adaptasi pasien sangat

diperlukan sehingga tercapai konservasi energi yang diharapkan berguna dalam

proses penyembuhan dan kesehatan.

Kelemahan dari teori Levine ini menurut penulis adalah ada beberapa komponen

dalam pengkajian yang seringkali membuat penulis kesulitan dalam

mengkategorikan seperti pada pengkajian Integritas personal dan integritas sosial,

dimana pada pengkajian kedua integritas tersebut seringkali sama-sama

melibatkan peran dan dukungan keluarga, lingkungan dan masyarakat terkait

nilai-nilai dan kepercayaan pasien serta perannya dalam keluarga dan masyarakat.

Hal ini membuat isi pengkajian sepertinya overlaping atau menjadi duplikasi

penulisan. Untuk mengantisipasi hal tersebut penulis perlu lebih teliti dalam

menyusun dan mengkategorikan hasil pengkajian.

Sosialisasi penggunaan teori Levine ini juga belum banyak dilakukan sehingga

masih jarang digunakan pada pengkajian keperawatan di rumah sakit di indonesia

khususnya di Jakarta. Mahasiswa sebagian besar juga masih pada tahap

mempelajari belum sampai pada tahap mengaplikasikan dalam pengkajian

langsung pasien di rumah sakit. Hal tersebut memungkinkan pengkajian

konservasi menurut model Levine belum banyak dikenal di pelayanan rumah

sakit.

E. Analisis Kasus Resume

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai 30 kasus kelolaan lainnya yang

merupakan berbagai macam gangguan system musculoskeletal, dan merupakan

bagian dari laporan kasus, yaitu : 1) Gagal jantung kongestif, ADHF, 2) Diseksi

aortja 3) acute coronary syndroma 4) Arytmia jantung. 5) percutaneus coronary

intervention, 6) Kelainan jantung bawaan 7) Penyakit katup jantung 8) Post

partum cardiomyopati, 9) Post op selain CABG 10), Infeksi otot jantung

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

50

Universitas Indonesia

Pasien dalam kasus resume penulis ambil dari semua unit perawatan baik rawat

inap maupun seperti gedung perawatan, ICU (intensive care unit), intermediate

bedah dan medikal, dan cardiovascular care unit (CVCU) tetapi juga unit non

rawat inap seperti instalasi gawat darurat dan kamar operasi di Rumah sakit pusat

jantung nasional Harapan Kita.

Pengkajian pada pasien dilakukan dengan menggunakan format Levine. Proses

pengkajian meliputi perubahan lingkungan eksternal pasien yang mempunyai tiga

tingkatan perseptual, operasional dan konseptual. Tingkatan perseptual meliputi

aspek kemampuan pasien dalam menerima dan memahami dunia dengan indra

yang dimiliki. Sedangkan operasional meliputi hal-hal yang mempengaruhi fisik

individu dan konseptual mengandung arti bahwa lingkungan itu dibentuk dari pola

budaya dan dimediasi oleh simbul bahasa ide dan sejarah.

Usia pasien dengan gangguan kardiovaskuler sangat variatif dengan rentang

antara 20 sampai 60 tahun, dimana pasien sebagian besar berada pada usia

produktif dan rata-rata adalah laki-laki . Faktor risiko yang penulis identifikasi

dari seluruh kasus untuk kasus yang berkaitan dengan kelainan atau gangguan

pembuluh darah koroner adalah kebiasaan merokok, gaya hidup seperti pola

makan yang tidak sehat, kurang berolah raga, stress, hyperlipidemia dan penyakit

yang mendahului seperti diabetes melitus, hypertensi, dan faktor keturunan dalam

keluarga.

Semua kasus mengalami masalah kesehatan yang memungkinkan pasien

beradaptasi dengan keadaan tersebut sehingga tercapai konservasi energi yang

diharapkan untuk mencapai kesembuhan. Setiap pasien memiliki kemampuan

adaptasi yang berbeda-beda dilihat dari hasil pengkajian konservasi yang

dilakukan. Perawat bertugas menggali kemampuan adaptasi baik secara fisik

dalam integritas struktur dan konservasi energi serta adaptasi secara personal dan

sosial.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

51

Universitas Indonesia

Masalah utama yang muncul pada sebagian besar kasus adalah nyeri, sesak nafas

dan intoleransi aktifitas. Keluhan nyeri secara umum dapat dikelompokkan

kedalam beberapa penyebab seperti nyeri karena gangguan koroner, sehingga

suply oksigen ke myokardium tidak adequat, seperti kasus ACS (acute coronary

syndrome), pasien dengan PCI (percutaneus coronarry intervention), TPM

(temporary pace maker), arytmia jantung. Nyeri karena proses infeksi jantung

seperti myokarditis, perikarditis, dan gangguan katup jantung akibat jantung

rematik. Nyeri karena tindakan pembedahan yang menyebabkan trauma jaringan

atau agen cedera fisik. Tindakan pembedahan menunjukkan insiden pengalaman

nyeri sedang sampai berat. Nyeri adalah mekanisme yang dimaksudkan untuk

menimbulkan kesadaran bahwa telah terjadi kerusakan jaringan (Sherwood,

2001).

Pompa jantung yang terganggu juga menjadi penyebab tidak adequatnya suply

darah dan oksigen ke organ kardiak dan organ vital lainnya. Hal ini terjadi pada

kasus gagal jantung, ADHF (acute decompensated heart failure) dan PPCM

(postpartum cardiomyopathy).

Nyeri akut terjadi secara akut akibat cedera atau trauma atau penyakit iskemik

atau setelah intervensi bedah dan mempunyai awitan yang cepat dengan intensitas

yang bervariasi (ringan sampai berat). Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi munculnya keluhan nyeri, untuk jenis kelamin tidak berbeda

secara bermakna. Terbukti pada kasus yang dikelola semuanya mengalami nyeri

walau dengan intensitas yang berbeda. Cara individu mengekspresikan nyeri

merupakan sifat kebuadayaan yang lain (Perry & Potter, 2006).

Untuk mengatasi nyeri ada berbagai implementasi yang sudah diberikan mulai

dari intervensi keperawatan berupa teknik relaksasi dan distraksi serta pengaturan

posisi yang nyaman, juga intervensi medis melalui pemberian obat-obatan anti

nyeri yang diberikan secara intravena, bolus maupun drip serta secara oral.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

52

Universitas Indonesia

Masalah keperawatan kedua adalah penurunan curah jantung berhubungan dengan

kehilangan darah dan fungsi jantung yang terganggu diangkat menjadi prioritas

kedua mengingat pasien dengan gangguan otot jantung, katup jantung dan fungsi

pompa jantung, dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Pengkajian yang

dilakukan adalah hemodinamik, tekanan darah, urine output , nadi perifer,

capillary refill. Penurunan curah jantung merupakan salah satu komplikasi

tersering yang dapat terjadi pada penyakit jantung yaitu berkurangnya suply

oksigen akibat gangguan fungsi pompa jantung. ( Ignativicius, 2006).

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

53

Universitas Indonesia

BAB IV.

PENERAPAN PRAKTIK BERBASIS PEMBUKTIAN

(EVIDENCE BASED NURSING)

Baba ini akan membahas mengenai peran perawat sebagai peneliti, dengan

memberi kontribusi pada praktik keperawatan berdasarkan pembuktian (evidence

based), dengan memaparkan hasil analisa dan sintesa secara kritis terhadap hasil

penelitian terkait dengan gangguan system kardiovaskuler. Pengalaman

melaksanakan evidence based nursing pada kasus yang dikelola selama praktek

residensi spesialis keperawatan dan hasil penelaahan terhadap pengalaman

melakukan evidence based nursing termasuk keunggulan, kelemahan.

A. Penelaahan Kritis (Critical Review)

Penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian nomor 1 berdasarkan

Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN) tahun 2007. Menurut data

secara global pada tahun 2004, setidaknya, terdapat 12.1 juta orang hidup dengan

penurunan kualitas hidup akibat tidak adekuatnya aliran darah ke myokard atau

penyakit jantung koroner. (Schadewalt, 2010). Salah satu upaya mengembalikan

aliran darah koroner secara efektif adalah melalui tindakan pembedahan CABG

(Coronary Artery Bypass Graft). CABG merupakan salah satu metode

revaskularisasi yang umum dilakukan pada pasien yang mengalami

atherosklerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri koroner atau

penyumbatan yang signifikan pada Left Main Artery Coroner (Chulay&Burns,

2006).

Sebagai alternative terakhir penatalaksanaan penyakit jantung koroner, Tindakan

CABG memiliki komplikasi yang tidak sedikit bagi pasien. Hipovolemia,

perdarahan, tamponade jantung, infeksi pneumonia, atelektasis bahkan kegagalan

proses weaning dari ventilator dapat terjadi akibat komplikasi dari tindakan.

Pencegahan terhadap kejadian komplikasi harus dilakukan secara dini agar pasien

terhindar dari masalah baru yang dapat memperlambat proses penyembuhan.

Perawat turut berperan penting dalam upaya preventif terhadap komplikasi paska

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

54

Universitas Indonesia

operasi. Paska CABG, pasien akan menggunakan alat bantu pernafasan serta

dipasang slang atau WSD untuk mengeluarkan cairan intratorakal paska operasi.

Salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi

pasien post CABG adalah melatih pasien nafas dalam sekaligus melatih otot-

pernafasan. Tindakan ini bertujuan meningkatkan expansi paru-paru sekaligus

memperbaiki oksigenasi ke otot jantung. Latihan nafas dalam juga mencegah

atelektasis dan memperbaiki fungsi paru-paru yang dapat dilihat dari

pengembangan paru secara maksimal serta hasil pemeriksaan saturasi oksigen

dengan oksimetri maupun hasil pemeriksaan tekanan oksigen dan CO2 dalam

darah dapat kembali normal paska ekstubasi. Setiap keberhasilan tindakan

membutuhkan peran perawat sebagai petugas yang berada bersama pasien selama

24 jam. Melatih nafas dalam secara teratur paska pasien lepas dari ventilator dapat

memberi hasil yang signifikan terhadap meningkatnya kapasitas volume paru dan

memperbaiki nilai pertukaran gas pada pasien paska CABG. (Westerdahl, 2005).

Fenomena yang terjadi saat ini, pasien post CABG di RS Harapan Kita Jakarta

ruang intermediate bedah telah dilakukan fisioterapi dada dengan melatih batuk

efektif dan nafas dalam, akan tetapi kegiatan ini hanya dilakukan satu kali perhari

oleh petugas fisioterapi yang datang ke unit. Hal ini seringkali kurang efektif

mengingat proses latihan nafas dalam dengan mengembangkan otot-otot

diafragma harus dilakukan secara aktif dan berkelanjutan. (Jayasekara, 2011).

Perawat sebagai petugas yang berada 24 jam bersama pasien mempunyai

kesempatan besar untuk membantu pasien mengatasi permasalahan oksigenasi

paska operasi. Memotivasi dan mengajarkan pasien latihan otot-otot pernafasan

dapat membantu pasien terhindar dari komplikasi paska operasi CABG seperti

atelektasis, pneumonia serta memperbaiki ekspansi paru dan diafragma.

(Schadewalt, 2010).

Peran perawat sebagai peneliti harus dibuktikan melalui kegiatan meneliti dan

mengimplementasikan hasil penelitian tersebut sehingga bermanfaat bagi orang

lain atau bagi pasien. Penelitian keperawatan yang baik melahirkan temuan yang

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

55

Universitas Indonesia

akan menjadi dasar tindakan keperawatan yang efektif dan positif bagi usaha

penyembuhan pasien (Danim, 2002). Menurut pendapat Titler , (2008) Hasil

penilitan keperawatan dapat digunakan sebagai dasar perawat melaksanakan

praktik keperawatan. Dengan melaksanakan praktek keperawatan berdasarkan

pembuktian atau Evidence Based Nursing Practice (EBNP), pelayanan

keperawatan akan lebih bermutu dan berhasil guna.

Melalui praktik keperawatan berdasarkan pembuktian memberikan kerangka kerja

dan proses penggabungan hasil penelitian dan preferensi klien yang sistematis

dalam pengambilan keputusan klinik. Selama praktik residensi telah dilakukan

praktik keperawatan berdasarkan pembuktian yang berjudul “ Latihan otot

pernafasan dan nafas dalam untuk meningkatkan ekspansi dada dan paru pada pasien

post op coronary artery bypass graft di rumah sakit pusat jantung nasional harapan

Kita Jakarta”. Latar belakang dari praktik keperawatan berdasarkan pembuktian

yang telah dilakukan adalah timbulnya berbagai komplikasi yang berhubungan

dengan fungsi paru dan oksigenasi pasien. Tidak sedikit efek yang ditimbulkan

akibat tindakan pembedahan yang cukup lama, penggunaaan alat bantu nafas dan

mesin jantung paru, manipulasi atau trauma terhadap organ jantung dan paru,

serta efek hypotermi selama tindakan pembedahan. Hal-hal tersebut dapat

menimbulkan masalah seperti infeksi paru (pneumonia), atelektasis,

diaphragmatic palsy, lama rawat meningkat dan akhirnya berdampak pada

meningkatnya biaya perawatan dan terhambatnya proses

penyembuhan.(Schadewalt, 2010).

B. Praktek Keperawatan Berdasarkan Pembuktian

1. Rancangan Penerapan EBN

Penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimen yaitu memberikan

perlakuan atau intervensi pada subyek penelitian kemudian efek perlakuan

tersebut diukur dan dianalisis. Rancangan penelitian dengan pendekatan desain

pre post test group design tanpa kelompok kontrol. Desain ini membandingkan

hasil intervensi latihan otot pernafasan dan nafas dalam yang diukur sebelum dan

sesudah dilakukan intervensi. Cara melakukan pengukuran pertama sebelum

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

56

Universitas Indonesia

dilakukan latihan, lalu dilanjutkan pengukuran kedua paska latihan terhadap hasil

tekanan darah, sistole dan diastole, frekuensi jantung, frekuensi nafas, saturasi

oksigen dan ekspresi serta pengalaman atau pendapat pasien paska latihan. Hasil

pre dan post dianalisis untuk melihat perbedaan yang significan hasil pengukuran

sebelum dan setelah latihan

2. Populasi dan Sampel EBN

Populasi adalah pasien post operasi CABG hari pertama yang telah dilakukan

ekstubasi dan masih terpasang WSD. Sampel merupakan sebagian dari populasi

yang di teliti, dalam hal ini diambil 20 pasien sebagai responden, yang dilakukan

intervensi berupa latihan otot pernafasan dan nafas dalam.

3. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di unit intermediate bedah (IW bedah) RS Jantung Harapan

Kita Jakarta, dilaukan pada bulan April minggu pertama sampai minggu ketiga,

atau selama 2 minggu proses intervensi dan pengambilan data pre dan post test.

Pre test dilakukan sebelum intervensi atau latihan yaitu pada saat perawat selesai

memberi penjelasan kepada pasien dan pasien siap melakukan latihan, maka

diambil data-data tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, dan saturasi oksigen.

Setelah intervensi selesai dilakukan dan perawat sudah lebih relaks, maka diambil

data post test.

4. Prosedur Penerapan EBN

a. Latihan otot pernafasan dengan Pernapasan Diaprahma (Westerdahl,

2005).

1) Atur posisi fowler atau semi fowler, punggung dan bahu di sangga

dengan bantal

2) Anjurkan pasien meletakkan tangan dengan rileks di atas dada (di

batas iga, rasakan dengan jari-jari gerakan dada turun.

3) Anjurkan pasien bernapas dengan perlahan-lahan dan dalam, hingga

iga dan otot-otot pernafasan tertarik ke arah dalam

4) Anjurkan pasien tarik nafas dalam melalui hidung dan mulut, biarkan

perut menggembung dan paru-paru terisi udara

5) Anjurkan pasien menahan nafas dalam hitungan 1-5

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

57

Universitas Indonesia

6) Anjurkan pasien menghembuskan nafas dan biarkan semua udara

keluar melalui hidung dan mulut

7) Ulangi latihan sebanyak 15 kali dengan tangan diletakkan didada, di

atas kepala atau disamping, periode istirahat sebentar setiap 5 kali

nafas.

Gambar 4.1. Pergerakan Diafragma Saat Pernapasan Diafrahma

b. Latihan nafas dalam dengan pursed lip breathing

1) Hirup udara perlahan-lahan melalui hidung hingga paru-paru terasa

penuh dengan udara dan diaphragma mengembang (lamanya dalam

4 hitungan).

2) Tahan napas dalam selama hitungan 1-5.

3) Hembuskan napas perlahan-lahan melalui bibir dengan bentuk

seperti bersiull

4) Lakukan hembusan napas dua kali lebih lama dari menghirup

udara (lamanya dalam 8 hitungan).

5) Jangan memaksa mengosongkan paru-paru

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

58

Universitas Indonesia

Gambar 4.2 . Pursed Lip Breathing. A: Inspirasi Melalui Hidung; B: Ekspirasi

Melalui Mulut Dengan Meniup, Bibir Seperti Bersiul ( Westerdahl, 2005).

c. Chek kembali keadaan umum, tanda–tanda vital/hemodinamik pasca

latihan

d. Lepaskan sarung tangan

e. Cuci tangan

f. Lanjutkan observasi pasien

5.Hasil Penerapan EBN

Ada perbedaan yang significant tekanan darah pada pengukuran pertama

atau sebelum intervensi dan kedua atau sesudah intervensi ( sistolik P

value 0.001, diastolik P value 0.007.). Artinya rata-rata tekanan darah post

intervensi lebih rendah (normal) dibanding sebelum intervensi.

Ada perbedaan yang significant frekuensi jantung pada pengukuran

pertama dan kedua ( P value 0.003). Artinya rata-rata frekuensi jantung

post intervensi lebih rendah (normal)dibanding sebelum intervensi

Ada perbedaan yang significant frekuensi nafas pada pengukuran pertama

dan kedua ( P value 0.01) Artinya rata-rata frekuensi nafas post intervensi

lebih rendah(normal) dibanding sebelum intervensi

Ada perbedaan yang significant saturasi oksigen pada pengukuran pertama

dan kedua ( P value 0.002) Artinya rata-rata saturasi oksigen post

intervensi lebih tinggi dibanding sebelum intervensi.

Hasil pendapat responden

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

59

Universitas Indonesia

60% Mengatakan “senang difasilitasi dan diingatkan untuk latihan

pernafasan karena jika sendiri suka malas atau lupa”

70 % mengatakan “latihan ini sangat bermanfaat buat saya”

15% mengatakan “masih nyeri di luka operasi jika tarik nafas panjang”

Dua orang pasien menolak dengan alasan “perut masih mual” dan “masih

ngantuk”

4.4. Pembahasan

Indikator timbulnya komplikasi pada pasien post CABG seperti atelektasis,

infeksi pneumonia dan masa perawatan yang makin lama di rumah sakit dapat

didapat dari berbagai cara seperti pemeriksaan rontgen thorax, pemeriksaan AGD,

dan pemeriksaan menggunakan spirometri. Tetapi untuk memudahkan perawat

dalam pelaksanaan, maka dapat diambil indikator sederhana melalui tanda-tanda

vital pasien, frekuensi nafas permenit, saturasi oksigen dan pengalaman atau

pendapat pasien setelah latihan. Meskipun tindakan latihan telah dilakukan oleh

petugas fisioterapist, tetapi latihan hanya dilakukan sekali perhari, sehingga masih

kurang efektif. Pada siang, sore atau malam hari ketika pasien dalam keadaan

bangun dan nyaman, pasien dapat dilatih melakukan latihan otot pernafasan dan

nafas dalam oleh perawat.

Keterbatasan penelitian ini tentunya dari instrumen evaluasi , karena

menggunakan indikator yang sederhana seperti tekanan darah, frekuensi denyut

jantung, frekuensi nadi, dan saturasi oksiegen, tidak menggunakan alat-alat yang

dapat mengukur secara lebih akurat seperti spirometri, pemeriksaan rontgen

thorax serta pemeriksaan AGD.

Jumlah sampel penelitian juga menjadi keterbatasan, dimana hanya dilakukan

pada duapuluh pasien pre dan post. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu

penelitian. Idealnya peneliti melakukan studi terhadap seluruh populasi untuk

menentukan bobot terhadap temuannya (Bailey, 1982), hal ini sangat penting

dalam análisis suatu penelitian. Jumlah sampel penting menurut Danim, (2008)

dalam menentukan sampel harus menjadi pertimbangan karena semakin kecil

sampel penelitian yang diambil dari kelompok populasi makin tinggi

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

60

Universitas Indonesia

kecenderungan kekeliruan pengambilan simpulan. Demikian juga pada penelitian

Westerdahl, 2005 penelitian dilakukan terhadap jumlah sampel yang cukup

banyak yaitu pada 90 pasien post CABG yang telah diekstubasi.

Pada kesimpulan yang didapatkan tentang latihan otot pernafasan dan nafas

dalam, didapat hasil efektif meningkatkan ekspansi paru dilihat dari peningkatan

hasil saturasi oksigen dan penurunan frekuensi pernafasan pasien ke normal. Hasil

lain yang didapat adalah bahwa latihan ini juga membuat pasien merasa relaks,

dilihat dari menurunnya frekuensi jantung ke nilai normal, dan tekanan darah

lebih stabil kembali ke normal. Meskipun indikator sangat sederhana, namun

dapat menggambarkan bahwa ekspansi paru dan fungsi oksigenasi pasien

meningkat paska latihan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Westerdahl, 2005 dan penelitian yang dilakukan oleh Lynne, 2005.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

61

Universitas Indonesia

BAB V.

KEGIATAN INOVASI PADA GANGGUAN

SISTEM KARDIOVASKULER

A. Analisis Situasi

Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (RSPJNHK) merupakan

rumah sakit yang menjadi rujukan bukan saja dari Jakarta tetapi dari seluruh

pelosok di Indonesia. Dengan visi menjadi institusi kardiovaskuler terpercaya di

Asia Pasifik dan misi menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan pelatihan

serta penelitian kardiovaskuler secara profesional, dan ditopang oleh tata kelola

yang baik, serta dengan moto patient first, maka Rumah sakit ini telah

membuktikan melalui pelayanan yang komprehensif dan terpadu bagi pasien

dengan masalah kardiovaskuler. Rumah sakit juga menetapkan tujuan yang

hendak dicapai yaitu 1). Terselenggaranya pelayanan kardiovaskuler yang berhasil

guna, bermanfaat secara luas, memenuhi standar mutu internasional, 2).

Terselenggaranya pendidikan pelatihan kardiovaskuler bagi tenaga kesehatan

Indonesia dan kawasan regional, 3). Terlaksananya penelitian kardiovaskuler yang

membawa manfaat pada pelayanan kardiovaskuler dan program pendidikan

pelatihan kardiovaskuler.

Jumlah kunjungan yang mencapai ribuan setiap tahunnya menjadikan rumah sakit

Harapan Kita sebagai centre of science bagi perkembangan ilmu dan skill dalam

penanganan pasien dengan kasus kardiovaskuler baik pada tingkat Nasional

maupun Internasional. Jumlah intervensi bedah yang sangat besar dilihat dari

jumlah tindakan bedah perhari yang mencapai 7-8 pasien dengan daftar tunggu

tindakan yang tidak pernah sepi mendorong pihak managemen Rumah Sakit terus

berbenah diri. Kemajuan diagnostik dan intervensi yang didukung dengan

peralatan terkini yang canggih baik bedah maupun non bedah serta sumber daya

manusia yang terus diperbaharui secara kuantitas dan kualitas menjadi anadalan

Rumah Sakit memberi pelayanan terbaik kepada pasien. Bukti keseriusan Rumah

Sakit terhadap mutu pelayanan juga dibuktikan dengan upaya Rumah Sakit

mengikuti akreditasio Internasional JCI dalam waktu dekat.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

62

Universitas Indonesia

B. Kegiatan Inovasi

Inovasi dibuat oleh residensi keperawatan medikal bedah peminatan

kardiovaskuler berdasarkan kebutuhan unit dan kebutuhan Rumah Sakit yang

diperoleh dari analisis terhadap fenomena yang ada serta masukkan dari unit dan

rumah sakit Harapan Kita. Standar ke-3 dari 6 standar The JCI International

Patient Safety Goals (IPSG) adalah meningkatkan keamanan dari penggunaan

obat-obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert medication) (JCI, 2010).

Institute for Safe Medication Practices/ISMP (2012), mendefinisikan “High alert

medication” atau obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat yang mempunyai

risiko tinggi yang dapat menyebabkan kerugian yang signifikan ketika terjadi

kesalahan penggunaan (ISMP, 2012). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011, menyebutkan rumah

sakit harus mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan

obat-obat yang perlu diwaspadai.

Ruang ICU dewasa RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (RS PJNHK)

Jakarta, banyak sekali menggunakan obat-obatan yang termasuk ke dalam

kategori “high alert medication”, seperti pemberian elektrolit konsentrasi tinggi,

pemberian obat intravena secara titrasi, pemberian sedasi, serta beberapa obat

kardiovaskular yang memerlukan pengawasan tinggi, misalnya adrenalin,

dobutamin, dan dopamin. Karena itu diperlukan suatu panduan bagi perawat

dalam memberikan obat “high alert” sehingga risiko kesalahan dapat

diminimalkan. Mengetahui bahwa risiko pemberian obat-obatan terhadap

kesalahan (medication error) sangat tinggi, serta menanggapi tuntutan akreditasi

internasional (JCI) akan pentingnya pengawasan terhadap obat-obatan dengan

kewaspadaan tinggi, maka kelompok kami tertarik untuk membuat sebuah inovasi

sebagai upaya mencegah kejadian kesalahan dalam pemberian obat-obatan

tersebut. Inovasi ini akan memfasilitasi perawat dengan panduan dan standar

operasional prosedur (SPO) sehingga memudahkan perawat dalam bekerja.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

63

Universitas Indonesia

Proyek inovasi ini bertujuan untuk memberikan panduan dan langkah-langkah

kerja yang jelas bagi perawat di unit ICU pada saat memberikan obat-obatan

dengan kewaspadaan tinggi. Melalui inovasi ini diharapkan risiko kesalahan

perawat dalam pemberian terapi obat-obatan dapat diminimalkan bahkan

dihilangkan. Hal ini tentu akan berdampak pada meningkatnya kualitas asuhan

dan pelayanan yang diberikan perawat di unit ICU kususnya dan Rumah sakit

pada umumnya.

Materi yang disosialisasikan adalah berupa panduan obat-obatan high allert atau

obat-obatan dengan kewaspadaan tinggi. Sosialisasi dilakukan secara bertahap

kepada kepala instalasi, kepala unit, leader, serta perawat pelaksana. Sosialisasi

juga dilakukan secara individu kepada perawat di unit ICU untuk mengetahui

pemahaman perawat terhadap penggunaan panduan dan SPO pemebrian obat-

obatan kewaspadaan tinggi.

Standar prosedur operasional ini dibuat menurut jenis obat atau nama obat guna

mengurangi risiko kesalahan akibat pemberian obat. Mengingat banyaknya jenis

obat kewaspadaan tinggi, maka kami memilih jenis obat yang banyak digunakan

di unit ICU dewasa serta memiliki risiko tinggi timbulnya kesalahan dalam

pemberian, yaitu kalium, adrenalin dan propofol.

1. Kontrak Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan inovasi dilaksanakan pada akhir masa praktek bertepatan dengan unit

terakhir yang harus dilalui kelompok kami adalah unit ICU dimana rencana

pelaksanaan inovasi adalah di unit ICU. Inovasi dimulai pada bulan April minggu

ketiga sampai awal bulan Mei 2013.

2.Desiminasi Awal Program Inovasi

Sosialisasi ini dilakukan pada tanggal 29 April 2013 yang dihadiri oleh kepala

instalasi, kepala ruangan, leader, serta perawat pelaksana. Materi sosialisasi

meliputi latar belakang perlunya panduan dan standar prosedur pemberian obat

kewaspadaan tinggi, pengertian obat kewaspadaan tinggi, jenis-jenis obat

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

64

Universitas Indonesia

kewaspadaan tinggi, strategi meningkatkan keamanan pemberian obat

kewaspadaan tinggi, kewenangan dan tanggung jawab perawat dalam pemberian

obat kewaspadaan tinggi, serta prosedur standar pemberian obat kewaspadaan

tinggi yang diferifikasi menggunakan form check list berisi SPO sesuai jenis atau

nama obat. (ISMP, 2012). Selanjutnya desiminasi dilanjutkan secara individu

kepada masing-masing perawat. Sepanjang proses sosialisasi juga diperoleh

masukan-masukkan dari para perawat yang kemudian ditambahkan lagi oleh

kelompok untuk memperbaiki panduan dan SPO yang telah dibuat.

Selama proses diskusi, diperoleh beberapa masukan dari para peserta sosialisasi

yang digunakan untuk melengkapi atau memperbaiki panduan dan SPO

pemberian obat kewaspadaan tinggi sehingga dapat lebih mudah dalam penerapan

oleh perawat. Beberapa masukkan antara lain bahwa SPO perlu dibuat lebih

simple dengan langkah-langkah tindakan lebih sistematis dan minimal. Sistematis

mengandung makna bahwa setiap prosedur harus diawali dengan pengucapan

salam, memastikan identitas pasien, dan menjelaskan tujuan prosedur. Masukkan

lain adalah bahwa perawat dengan standar kompetensi apa yang memiliki

kewenangan memberikan obat kewaspadaan tinggi. Pemberian label warna yang

jelas sesuai standar yang ada untuk masing-masing obat kewaspadaan tinggi juga

disarankan oleh peserta sosialisasi untuk dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk

mengurangi risiko kesalahan dalam pemberian obat. Proses sosialisasi dan diskusi

menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertujuan melengkapi panduan,

prosedur standar operasional dan form ferifikasi.

3. Pelaksanaan Program Inovasi

Panduan pemberian obat kewaspadaan tinggi merupakan Inovasi keperawatan

yang dibuat berdasar pada berbagai sumber termasuk jurnal keperawatan dan

lainnya. Inovasi keperawatan berupa panduan pemberian obat ini difokuskan pada

intervensi keperawatan yaitu pemberian obat. Hal ini mengingat komponen lain

dari obat kewaspadaan tinggi (high allert medication) merupakan ranah farmasi

atau medis seperti proses pengadaan, penyediaan atau stock, permintaan serta

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

65

Universitas Indonesia

penyimpanan obat. ( JCI, 2012). Inovasi ini berguna untuk mencegah kesalahan

yang terjadi akibat pemberian obat kewaspadaan tinggi oleh perawat.

Inovasi dilakukan di ruang ICU (intensive care unit) lantai 2 gedung perawatan 1

RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita melalui tiga tahap yaitu persiapan,

pelaksanaan dan evaluasi. Tahap pelaksanaan, setelah selesai sosialisasi panduan,

standar prosedur operasional dan form ferifikasi (check list) untuk memastikan

perawat bekerja sesuai SPO, maka segera dilaksanakan inovasi di ICU.

Pelaksanaan awal dilakukan dengan pendampingan kepada masing-masing

perawat agar dapat melaksanakan pemberian obat-obatan risiko tinggi sesuai

dengan prosedur dalam inovasi. Ditemukan beberapa kesulitan perawat dalam

pelaksanaan prosedur seperti dosis obat yang perlu disesuaikan dengan

perhitungan di unit.

4. Pelaksanaan Evaluasi

Pada awal implementasi, perawat masih kesulitan membagi waktu untuk

pengisian form check list ferifikasi yang sebagian besar diakibatkan oleh

kesibukan perawatan pasien. Tetapi kesulitan ini sangat individual, dilihat dari

beberapa perawat tetap dapat melakukannya tanpa mengalami kesulitan dalam

pembagian waktu. Hal ini dapat saja dipengaruhi oleh kompleksitas masalah

pasien yang berbeda-beda.

Hasil observasi terhadap pelaksanaan SPO ditemukan beberapa hal terkait

langkah-langkah dalan prosedur, antara lain

a. Sebagian besar perawat sangat kooperatif dan merespon positif dengan

pembuatan prosedur ini, karena menurut mereka ini merupakan hal yang baik

untuk menghindari kesalahan pemberian obat, hal ini ditunjukan dengan

antusiasme perawat dalam memberi pertanyaan dan masukkan serta dalam

proses penerapan SPO.

b. Pada langkah identifikasi data pasien, sebelumnya, sebagian besar perawat

(80%) belum melakukan identifikasi ulang data pasien seperti mengecek

gelang pasien atau memastikan benar pasien dengan perawat lainnya pada

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

66

Universitas Indonesia

saat hendak memberikan obat kepada pasien. Setelah disosialisasikan

prosedur, meskipun nilai pastinya belum dapat diidentifikasi, tetapi semakin

banyak perawat menyadari pentingnya identifikasi data pasien.

c. Pada langkah prosedur pengecekan obat (doble check) sebelumnya, sekitar

70% perawat sudah melakukannya sebelum pemberian obat kewaspadaan

tinggi, sedangkan selebihnya tanpa melakukan double ceck. Dari data

tersebut, sebagian besar (80%) nya melakukan dengan tidak mencocokan

daftar obat dan obat pasien melainkan hanya mengecek obat berdua. Melalui

inovasi ini, perawat lebih memahami risiko kesalahan yang dapat berakibat

vatal akibat tidak melakukan pengecekan obat dengan benar.(

d. Pada langkah pendokumentasien, seluruh perawat sudah melakukan

dokumentasi pemberian obat dengan benar bahkan monitoring dilakukan

secara continous setiap jam.

Secara keseluruhan, inovasi ini dapat diterima dengan baik, didukung dan

diberikan respon positif oleh kepala ruangan, leader serta para perawat

pelaksana di unit ICU bedah jantung

C. Pembahasan

Kami sangat menyadari bahwa inovasi ini masih banyak kekurangan. Kekurangan

yang timbul dapat merupakan konten atau isi, sistematika, kemudahan dalam

pelaksanaan maupun Sumber atau referensi. Atas hal tersebut, kami sangat

terbuka menerima segala masukkan dan saran yang dapat melengkapi dan

memperbaiki panduan maupun prosedur standar pemberian obat kewaspadaan

tinggi.

Hal-hal lain yang menjadi kekurangan inovasi ini antara lain

1. Banyaknya jenis obat kewaspadaan tinggi ( high allert medication) yang

ada di sumber atau referensi serta di unit ICU, namun karena segala

keterbatasan yang ada, maka hanya 3 (tiga) jenis obat yang dapat kami

susun.

2. Masih cukup panjangnya langkah-langkah prosedur sehingga

menimbulkan kesulitan pada pemahaman maupun implementasinya

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

67

Universitas Indonesia

apalagi jika dikaitkan dengan kesibukan perawat dalam mengelola asuhan

keperawatan pasien.

3. Penggunaan dosis obat pada panduan dan SPO mengacu pada referensi

atau jurnal yang ada, yang memungkinkan untuk tidak sesuai dengan dosis

yang digunakan di unit ICU, hal ini dapat menyulitkan perawat dalam

proses pengecekan dan pemberian obat.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

68

Universitas Indonesia

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang pengalaman praktek residensi,

penulis sebagai pemberi asuhan keperawatan, peneliti, pendidik, dan sebagai

innovator dalam asuhan keperawatan pasien dengan gangguan system

kardiovaskuler dapat merumuskan beberapa hal penting sebagai simpulan dan

saran, yaitu :

A. Simpulan

Perawat sebagai Pemberi asuhan keperawatan secara profesional pada pasien

gangguan system kardiovaskuler perlu mendasarkan pemahaman pada anatomi,

fisiologi, patofisiologi, penatalaksanaan keperawatan yang memadai, teori

keperawatan yang mendukung sebagai dasar asuhan keperawatan dan hasil riset

yang dapat dijadikan dasar yang kuat dalam pelaksanaan praktek klinik

keperawatan.

Teori keperawatan Konservasi dari Levine merupakan salah satu model yang

menekankan pada kemampuan adaptasi individu terhadap gangguan atau masalah

yang terjadi dengan menggali dan memanfaatkan energi yang dimiliki sehingga

dapat membantu mengatasi masalah yang dialami kususnya pada gangguan

kardiovaskuler.

Praktek keperawatan yang berbasis pembuktian ilmiah, berupa latihan otot-otot

diafragma dan latihan nafas dalam pada pasien CAD post CABG dengan teknik

pernafasan diafragma dan lip pursued breathing dapat meningkatkan ekspansi

paru dan fungsi oksigenasi pasien serta mencegah komplikasi seperti infeksi paru,

atelektasis dan sebagainya. Penerapan praktik berbasis pembuktian ini terbukti

dapat memberi dampak bagi pasien sebagai penerima asuhan keperawatan dan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

69

Universitas Indonesia

efektif untuk dilaksanakan oleh perawat dalam praktek keperawatan

kardiovaskuler.

Pengembangan peran perawat sebagai innovator dan pendidik bermanfaat untuk

memperbaiki sistem pelayanan kesehatan, praktek pemberian asuhan keperawatan

serta promosi kesehatan pada pasien, keluarga kususnya dengan masalah

kardiovaskuler.

B. Saran

1. Diperlukan penelitian dan metodologi yang memadai serta indikator evaluasi

yang jelas untuk mengevaluasi sejauhmana penerapan teori Konservasi dari

Levine digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien

gangguan system kardiovaskuler.

2. Perawat sebagai seorang ners spesialis keperawatan medikal bedah peminatan

system kardiovaskuler, perlu terus mengembangkan diri secara terus menerus

berkelanjutan agar dapat menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan

keperawatan, peneliti, pendidik dan innovator dimanapun perawat bekerja.

3. Manajemen asuhan keperawatan yang sudah dijalankan di RS jantung

Harapan Kita dapat terus ditingkatkan dan dikembangkan, agar lebih

mengacu kepada prosedur standar yang diharapkan sesuai akreditasi nasional

dan internasional.

4. Praktik keperawatan professional yang melibatkan ners spesialis

membutuhkan dukungan dari system pelayanan kesehatan yang ada,

dukungan organisasi profesi, praktek keperawatan berkelanjutan dan

perlindungan perawat berdasarkan undang-undang praktek keperawatan.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

70

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Bianchi. (2004). Chest wall kinematics and breathlessness during

pursed lip breathing in patients with COPD. American college of

chest physicians.

Black & Hawks. (2005). Medical surgical nursing clinical management

for positive outcomes. 7th

(ed). St Louis, Missouri. Elsevier

Saunders.

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku, Jakarta EGC.

Corwin, J. E. (2009) Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC

Delaune & Ladner ( 2006). Fundamental of nursing standards &

practice, third edition, Thomsom Delmar Learning, Clifton Park,

New York

Doenges, Moorhouse & Murr (2006). Nursing Care Plan Guidelines for

Individualizing Client Care Across The Life Span. Philadelphia :

FA Davis co

Eliot, Doug (2007). ACCCN,s Critical Care Nursing, National Library

of Australian, Smidmore street, Marrickville, NSW

Govil, S. R., M.P.H., Weidner, G., Merritt-Worden, T., & Ornish, D.

(2009). Socioeconomic status and improvements in lifestyle,

coronary risk factors, and quality of life: The multisite cardiac

lifestyle intervention program. American Journal of Public

Health, 99(7), 1263-70.

Ignatavicius & Workman ( 2006). Medical Surgical Nursing : Critical

thinking for hycollaborative care, fifth edition, St. Louis, Missouri

63146

Institute for Safe Medication Practices/ISMP (2012), “High alert

medication”

Jayasekara, Rasika.(2011). Cardiac Surgery : Respiratory

Physiotherapy. Evidence Summaries, Joanna Briggs Institute

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

71

Universitas Indonesia

Kozier B., Erb G., Berman A., Snyder S. (2008). Fundamentals of

Nursing: Concepts, Process, and Practice, Eighth Edition,

Pearson Prentice Hall

Koehn, K., Holay, S., & Schaefer, E. J. (2002). Cardiovascular risk

reduction and dietary compliance with a home-delivered diet and

lifestyle modification program. Journal of the Academy of

Nutrition and Dietetics, 102(10), 1445-51. Retrieved from

http://search.proquest.com/docview/218401812?accountid=17242

Lavie, C. J., & Milani, R. V. (1999). Effects of cardiac rehabilitation

and exercise trainng programs on coronary patients with high

levels of hostility. Mayo Clinic Proceedings, 74(10), 959-66.

Retrieved from

Lewis, S. L., Heitkemper, M. M., Dirksen, S. R., O‟Brien, P. G.,&

Bucher, L. (2007). Medical Surgical Nursing. Philadelpia : Mosby

Elsevier Inc.

Lynne Geddes, E., Darlene Reid, W., Crowe, J., Kelly O'Brien, &

Brooks, D. (2005). Inspiratory muscle training in adults with

chronic obstructive pulmonary disease: A systematic review.

Respiratory Medicine, 99(11), 1440-1458. doi:

http://dx.doi.org/10.1016/j.rmed.2005.03.006

NANDA. (2006). NANDA, NOC and NIC Linkages Nursing diagnoses:

definitions & Classification, NANDA International, philadelphia

Mosby, Elsevier

Potter, P.A & Perry, A.G. (2006). Fundamental Of Nursing: Concepts,

Procces and practice, St Louis: CV Mosby Company.

Price A. S., & Wilson M.L., (2006). Patofisiologi Konsep klinis Proses-

proses Penyakit, edisi 6 vol 2. Jakarta :EGC

Schadewaldt, V., & Schultz, T. (2010). A systematic review on the

effectiveness of nurse-led cardiac clinics for adult patients with

coronary heart disease [2010]. Adelaide, Australia, Adelaide:

Joanna Briggs Institute. Retrieved from

http://search.proquest.com/docview/356841717?accountid=17242

Smeltzer, S. C., Bare B.G., Hinkle J.L., Cheever K.H. (2008). Textbook

of Medical Surgical Nursing, 9th edition, Philadelphia, Lippincot,

Williams & Wilkins

Tarigan, Rosna. (2008). Pengaruh latihan otot pernafasan terhadap

ekspansi dada dan paru pada pasien PPOK di RS Adam Malik

Medan,Tesis, Universitas Indonesia, Depok.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

72

Universitas Indonesia

Titler MG. (1993). Critical analysis of research utilization (RU): An

historical perspective. Am J Crit Care 1993;2(3):264. 11.

Kirchhoff KT. State of the Science.

Tomey, A. M. (2006). Nursing Theorists and Their Work. Third

Edition. St. Louis: Mosby.

Tomey, A.M. & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory: Utilization

and Application , Elsevier, Mosby.

Westerdahl, E., Lindmark, B., Eriksson, T., Örjan Friberg, & al, e.

(2005). Deep-breathing exercises reduce atelectasis and improve

pulmonary function after coronary artery bypass surgery*. Chest,

128(5), 3482-8.

Wynne, Rochelle. (2004). Post operative pulmonary dysfunction in

adults after cardiac surgery with cardiopulmonary bypass :

clinical significance and implications for practice. American

journal of critical care

Woods, Susan. Et.al. (2005). Cardiac Nursing, edisi 5, philadelphia, A

Wolters Kluwer Company, Lippincott Williams & Wilkins

http://www.uiowa.edu/~medtest/iss_reference/High%20Alert%20Medic

ations.pdf

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER

DENGAN PENDEKATAN TEORI KONSERVASI MENURUT LEVINE

NO GAMBARAN UMUM KASUS PENGKAJIAN STATUS KESEHATAN, PENGKAJIAN KONSERVASI, DIAGNOSIS, PENETAPAN TUJUAN, INTERVENSI DAN EVALUASI

SYNDOMA KORONER AKUT DAN CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)

1 Ny. AL, 66 tahun, Diagnosis CAD, 3VD, post PCI, DM tipe 2, hipertensi St 2, MRS 06 September 2012

Pengkajian status kesehatan : mengeluh nyeri dada sudah 1 mgg smrs, cepat lelah, dada rasa berat,

Catetherisasi hasil stenosis 80% di RCA, stenosis 80-90% distal LAD, 50% di LCX distal, 70% OM3.

Tindakan PTCA 3 stent, 2 di LAD, 1 di RCA. Riw DM tipe 2 dan Hypertensi, EKG sinus rythm, rontgen

cardiomegali, CTR 65%. TD : 140/78 mmHg, Nadi 87 x/mnt, RR : 18 x/mnt. VES (+)

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : stenosis koroner, infark myokard, mudah lelah dan sesak.

eksternal : jarang cek kesehatan, menopouse, jauh dari fasilitas pelayanan. Konservasi Energi : pasien

makan minum tidak bermasalah, cukup istirahat Integritas Struktur : Pasien mengeluh nyeri pada luka

tusukan di radialis. Kadang muncul VES. Mendapat terapi cordaron, ranitidhin dan omeprazol.Integritas

Sosial : Ibu rumah tangga, mengurus suami dan anak.Diagnosa : Nyeri luka tusukan, Risiko penurunan

cardiac output. Tujuan : Nyeri berkurang, Cardiac pump effektiveness. Intervensi :Dysrytmia management,

pain managemen, medication management, Oksegen management. Evaluasi : Pasien dapat beradaptasi

dengannyeri dan risiko penurunan cardiac output

2 Tn. BD, 44 tahun, ACS, infark di inferior, ST elevasi II. II. aVF, MRS 1 april 2013

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh nyeri dada 3 jam smrs. menjalar ke lengan kiri, disertai sesak

nafas. Keringat dingin, EKG ST elevasi di II, III, aVF. TD : 110/70 mmHg, HR 102 x/mnt

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Pasien mengalami infark myokard akut, inferior, arytmia,

sering timbul VT , Eksternal : Pasien merokok, bekerja terlalu lelah, kurang olah raga. Konservasi Energi :

Pasien pucat, keringat banyak Integritas Struktur : Pasien dilberikan terapi plavik loading, hemodinamik

pasien stabil. Integritas Sosial : Pasien sudah menikah dengan 3 orang anak, istri selalu menunggu di rumah

sakit.Diagnosa : Nyeri dada, penurunan cardiac output Tujuan : Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya.

Cardiac pump effektiveness Intervensi : Pain managemen, cardiac care, medication management, Oksigen

management. Evaluasi : Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya, hemodinamik stabil.

3 Ny. Adel, 82 tahun, ACS, NSTEMI, TIMI 5/7, ADHF,

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh nyeri dada menjalar ke lengan kiri, disertai sesak nafas.

Cateterisasi 3VD, TD : 159/74, HR : 70, sinus rhytm, RR : 20, SH 36,2, dipasang IABP, echo SV : 53.8 ml,

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

post PCI, rujukan dari RSPI, dengan IABP, MRS 08 April 2013

CO : 3.9 L/mnt

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Pasien ada DM tipe 2 dan hypertensi, Eksternal : Pasien

post menopouse, sibuk mengurus cucu. Konservasi Energi : Pasien udah makan, habis 1 porsi, istirahat

kurang karena sesak Integritas Struktur : Pasien diberikan terapi bisoprolol, candesartan, hemodinamik

pasien tidak stabil. Integritas Sosial : Ibu dari 8 anak, suami sudah meninggal, anak-anak bergantian

menjenguk.Diagnosa : Nyeri dada, penurunan cardiac output Tujuan : Pasien dapat beradaptasi dengan

nyerinya. Cardiac pump effektiveness Intervensi : Pain managemen, cardiac care, medication management,

Oksigen management. Evaluasi : Pasien tidak dapat beradaptasi dengan nyeri dan sesak, hemodinamik tidak

stabil setelah IABP di aff, pasien meninggal.

4 Tn. GR, 53 tahun, UAP, EKG : S persisten di V5-V6, T inverted di V1-V3, MRS 25 Maret 2013

Pengkajian status kesehatan : mengeluh remas-remas, 4 jam smrs, timbul saat sedang tidur, nyeri

berkurang dengan pemberian ISDN sublingual, EKG sinus rythm, TD : 130/78 mmHg, Nadi 87 x/mnt, RR :

18 x/mnt.

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Nyeri dada timbul menjalar disertai keringat dingin seperti

diremas-remas. Faktor risiko ,dyslipidemia.dan merokok Eksternal : pasien kurang olah raga. Konservasi

Energi : Pasien masih nyeri dada, makan sedikit, istirahat kurang karena sesak, Integritas Struktur : Pasien

dilberikan terapi ISDN, ascardia, lasix, EKG takikardia. Integritas Sosial : Pasien seorang bapak dengan 2

orang anak,istri menunggu.Diagnosa : Nyeri dada , penurunan cardiac output Tujuan : nyeri berkurang,

Cardiac pump effektiveness Intervensi : pain managemen, cardiac care, medication management, Oksigen

management. Evaluasi : Nyeri berkurang, pasien dapat beradaptasi dengan penurunan cardiac output,

hemodinamik stabil.

5 Tn. DD, 40 tahun, ACS, infark di lateral, rujukan dari RS Jakarta untuk PCI 3 stent DES di LAD, riw post DC shock ec. VT, VF, MRS 10 april 2013

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh nyeri dada menjalar ke lengan kiri, disertai sesak nafas. VT dan

VF (+), dilakukan DC shock 360 joule, EKG ST elevasi di I, aVL, V5-V6, hiperacut T di V2-V6. Acute

infark antero lateral ekstensif

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Stenosis koroner, total oklusi di mid, distal LAD. Infark di

laterla.Nyeri dada, sesak, post VT VF, Eksternal : Pasien merokok, bekerja terlalu lelah, kurang olah raga.

Konservasi Energi : Pasien udah makan, habis 1 porsi, istirahat cukup Integritas Struktur : Pasien

dilakukan PCI, hemodinamik pasien stabil. Integritas Sosial : Pasien sudah menikah dengan 2 orang anak,

istri selalu menunggu di rumah sakit.Diagnosa : Nyeri dada, penurunan cardiac output Tujuan : Pasien

dapat beradaptasi dengan nyerinya. Cardiac pump effektiveness Intervensi : Pain managemen, cardiac care,

medication management, Oksigen management. Evaluasi : Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya,

hemodinamik stabil.

6 Tn. ZM, 54 tahun, acut Pengkajian status kesehatan : Mengeluh sesak nafas 6 jam smrs. Sesak saat berbaring dan istirahat, kadang

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

STEMI anterior dan inferior, onset 6 jam SMRS, Killip 3, TIMI 5/14, ALO, TAVB, TPM, MRS14 April 2013

dada rasa panas, lama 30 menit, TD : 205/95, HR : 80, on TPM

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : sesak timbul bahkan saat istirahat, pucat, acral dingin. faktor

risiko ,dyslipidemia.dan merokok Eksternal : pasien kurang olah raga, dilakukan pemasangan TPM karena

TAVB, Konservasi Energi : Pasien sudah mulai makan sedikit, istirahat cukup, Integritas Struktur :

Pasien dilberikan terapi ISDNl, ascardia, lasix, Integritas Sosial : Pasien seorang bapak, dengan 2 orang

anak, istri menunggu.Diagnosa : pola nafas, penurunan cardiac output Tujuan : pola nafas efektif, Cardiac

pump effektiveness Intervensi : cardiac care, medication management, Oksigen management. Evaluasi :

sesak berkurang, pasien dapat beradaptasi dengan penurunan cardiac output, hemodinamik stabil.

CRONIC HEART FAILURE, ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILLURE (CHF/ADHF)

1 Tn. DDG, 54 tahun, CHF ec. ACS, hasil catheter : total oklusi LAD proximal, LCX distal, RCA proximal, MRS 11 januari 2013,

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh sesak nafas sudah beberapa hari ini, bertambah disertai nyeri dada

saat aktivitas, pasien riw jantung koroner

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Stenosis koroner, total oklusi di distal LAD. RCA dan

LCX, Eksternal : Pasien merokok, , kurang olah raga. Konservasi Energi : Pasien makan cukup, istirahat

cukup Integritas Struktur : Pasien dilberikan terapi bisoprolol, plavik, lasix, hemodinamik pasien stabil.

Integritas Sosial : Pasien sudah menikah dengan 4 orang anak, istri selalu menunggu di rumah

sakit.Diagnosa : pola nafas, Nyeri dada, penurunan cardiac output Tujuan : pola nafas efektif, Pasien dapat

beradaptasi dengan nyerinya. Cardiac pump effektiveness Intervensi : airway managemen, Pain

managemen, cardiac care, medication management, Oksigen management. Evaluasi : sesak berkurang, pasien

dapat beradaptasi dengan nyerinya, hemodinamik stabil.

2 Tn. RS, 55 tahun, ADHF, riw STEMI, rencana PCI, MRS 04 April 2013

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh sesak nafas sudah 1 minggu smrs. Sesak saat berbaring dan sesak

bertambah saat aktivitasah, pernah dirawat dengan STEMI, TIMI 4/7, grace score 326, riw hipertensi. EKG

SR, HR 46x/mnt

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Faktor risiko dyslipidemia dan hipertensi., Eksternal :

Pasien merokok, , kurang olah raga. Konservasi Energi : Pasien makan sedikit, istirahat kurang karena

sesak, Integritas Struktur : Pasien dilberikan terapi bisoprolol, plavik, lasix, hemodinamik pasien stabil.

Integritas Sosial : Pasien sudah menikah dengan 2 orang anak, istri selalu menunggu di rumah

sakit.Diagnosa : pola nafas, penurunan cardiac output Tujuan : pola nafas efektif, Cardiac pump

effektiveness Intervensi : cardiac care, medication management, Oksigen management. Evaluasi : sesak

berkurang, pasien dapat beradaptasi dengan penurunan cardiac output, hemodinamik stabil.

3 Tn. BS, 56 tahun, CHF FC II, ec HHD, HT tidak terkontrol, STEMI, MRS

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh sesak nafas sudah 5 hari smrs. Nyeri dada 12.5 jam smrs. Menjalar

ke punggung, STEMI, inferior killip I, TIMI 2/14, riw hipertensi. EKG SR, ST elevasi V2-V4

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Faktor risiko dyslipidemia dan hipertensi., Eksternal :

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

01 April 2013 Pasien merokok 2 bks perhari, Konservasi Energi : Pasien makan sedikit, istirahat kurang karena sesak,

Integritas Struktur : Pasien dilberikan terapi brilanta, plavik,ISDN, hemodinamik pasien stabil. Integritas

Sosial : Pasien sudah menikah dengan 3 orang anak, istri menunggu di rumah sakit.Diagnosa : Nyeri dada,

penurunan cardiac output Tujuan : Nyeri berkurang, Cardiac pump effektiveness Intervensi : pain

managemen, cardiac care, medication management, Oksigen management. Evaluasi : Nyeri berkurang, sesak

berkurang, pasien dapat beradaptasi dengan penurunan cardiac output, hemodinamik stabil.

4 Ny. ND, 60 tahun, ADHF pada ACS, NSTEMI, TIMI 5/7, Crusade 59, MRS 08 April 2013

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh sesak nafas sudah 1 minggu smrs. Sesak saat berbaring dan sesak

bertambah saat aktivitasah, disertai nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri , TD : 137/82, HR : 105, sinus

takikardia, EF 15%.

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Faktor risiko post menopouse, , dyslipidemia., Eksternal :

pasien kurang olah raga. Konservasi Energi : Pasien makan sedikit, istirahat kurang karena sesak, Integritas

Struktur : Pasien dilberikan terapi ISDNl, ascardia, lasix, EKG takikardia. Integritas Sosial : Pasien seorang

ibu rumah tangga, dengan 2 orang anak, suami sudah meninggal.Diagnosa : pola nafas, penurunan cardiac

output Tujuan : pola nafas efektif, Cardiac pump effektiveness Intervensi : cardiac care, medication

management, Oksigen management. Evaluasi : sesak berkurang, pasien dapat beradaptasi dengan penurunan

cardiac output, hemodinamik stabil.

5 Tn. DP, 61 tahun, ALO, ADHF ec. Old anterior MCI 3VD, CKD stage III, EF 31%, MRS 11 September 2012

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh sesak nafas sudah 2 hari smrs. Sesak saat berbaring dan sesak

bertambah saat aktivitas, cepat lelah, udema di kaki , TD : 137/97, HR : 83, sinus rhytm, EF 31%.

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Faktor risiko hipertensi , dyslipidemia.DM Eksternal :

pasien kurang olah raga. Konservasi Energi : Pasien makan sedikit,minum masih dalam pembatasan cairan,

istirahat kurang karena sesak, target balance -500 ml, Integritas Struktur : Pasien dilberikan terapi concor,

aspilet, lasix. Aktivitas dibantu, Integritas Sosial : Pasien seorang bapak, dengan 4 orang anak, istri sudah

meninggal.Diagnosa : pola nafas, penurunan cardiac output Tujuan : pola nafas efektif, Cardiac pump

effektiveness Intervensi : cardiac care, medication management, Oksigen management. Evaluasi : sesak

berkurang, pasien dapat beradaptasi dengan penurunan cardiac output, hemodinamik stabil.

Infeksi myokarditis, endokarditis

1 Tn. HS, 30 tahun, diagnosa myokarditis, rujukan dari RSUD tangerang, MRS 05 Maret 2013

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh nyeri dada seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar, gambaran

EKG sinus takikardi, ST elevasi di V2-V5. Hasil Rontgen : Efusi pleura bilateral. Pinggang jantung datar,

apex turun, EF 32 %.

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Beberapa hari sebelumnya pasien demam, disertai batuk dan

nyeri dada. Pasien sering pilek dan demam. Sesak nafas muncul jika berbaring, Eksternal : Pasien merokok,

sering pulang malam. Konservasi Energi : Pasien tidak nafsu makan, istirahat cukup Integritas Struktur :

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

Pasien dilberikan terapi antibiotik dan antipiretik, hemodinamik pasien stabil. Integritas Sosial : Pasien

sudah menikah dengan 2 orang anak, istri selalu menunggu di rumah sakit.Diagnosa : Nyeri dada. Tujuan :

Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya. Intervensi Pain managemen, medication management, Oksigen

management. Evaluasi : Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya

2 Tn. HP, 20 tahun, diagnosa infeksi endokarditis, PS valvular, infundibuler , VSD, MRS 19 Maret 2013

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh sesak nafas, hilang timbul, mual (+), muntah (-), BB turun 10 kg

dalam 3 bulan, EKG sinus rhytm, T inverted di V1-V3, TD 119/71, HR 75x/mnt

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : VSD closure, vegetasi, kultur darah streptococus

hemolitikus, demam naik turun sejak 4 bulan terakhir. Pasien sering pilek dan demam. Sesak nafas muncul

jika berbaring, Eksternal : Pasien sering merasa kelelahan karena tugas-tugas dalam kuliah. Konservasi

Energi : Pasien tidak nafsu makan, istirahat terganggu karena sesak Integritas Struktur : Pasien dilberikan

terapi antibiotik dan antipiretik, hemodinamik pasien stabil. Integritas Sosial : Pasien masih kuliah, orang

tua selalu menunggu di rumah sakit.Diagnosa : Penurunan cardiac output. Tujuan : Cardiac pump

effektivenes. Intervensi : Cardiac care, medication management, Oksigen management. Evaluasi :

Hemodinamik stabil, sesak berkurang

Post Operasi

1 Tn. MT, 68 tahun, Diagnosis, Post CABG 4x, CAD, 3VD, EF 68%2ruang IWB, MRS 10 Desember 2012

Pengkajian status kesehatan : mengeluh nyeri luka operasi, masih takut bergerak, post operasi CABG hari

ke-2, stenosis di LAD, RCA distal, OM1,2. EKG sinus takikardi, cardiomegali, CTR 65%. TD : 150/80

mmHg, Nadi 105 x/mnt, RR : 20 x/mnt.

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : stenosis koroner, infark myokard, post CABG hari ke-2,

nyeri luka operasi, takut bergerak. Konservasi Energi : makan minum tidak bermasalah, cukup istirahat

Integritas Struktur : Paska operasi masih terpasang WSD substernal, intrapleural, Hemodinamik belum

stabil. Mendapat terapi captopril 10 mg, paracetamol 500 mg. Integritas Sosial : Pensiunan yang masih

aktif.Diagnosa : Nyeri akut luka operasi, risiko penurunan cardiac output. Tujuan : Nyeri berkurang, Cardiac

pump effektiveness. Intervensi Pain management, medication management, Oksigen management. Evaluasi

: Pasien dapat beradaptasi dengan nyeri, risiko penurunan cardiac output

Valve disease

1 Tn. AH, 20 tahun, Diagnosis VSD dengan Eisenmengerisasi, GP 2, MRS 27 September 2012

Pengkajian status kesehatan : mengeluh sesak dan nyeri dada saat aktifitas, EKG sinus takikardi,

cardiomegali, CTR 65%. TD : 111/70 mmHg, Nadi 100 x/mnt, RR : 20 x/mnt.SpO2 88%

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : VSD sejak bayi, menolak operasi karena biaya, sering sesak

nafas dan nyeri dada, cepat lelah, Konservasi Energi : makan minum tidak bermasalah, cukup istirahat

Integritas Struktur : Pasien direncanakan operasi, memperbaiki keadaan umum,. Integritas Sosial : Anak

keduama dari 4 bersaudara, ayahnya selalu menunggu di rumah sakit.Diagnosa : Nyeri dada, penurunan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

cardiac output. Tujuan : Nyeri berkurang, Cardiac pump effektiveness. Intervensi Pain management,

medication management, Oksigen management. Evaluasi : Pasien dapat beradaptasi dengan nyeri, risiko

penurunan cardiac output

2 Nn. DA, 21 tahun, diagnosa AR sev, MR mod, MS mod, PH sev, Tindakan MVR dan AVR, BB 37 kg, TB 160 cm, MRS 06 Desember 2012

Pengkajian status kesehatan : sejak remaja ditemukan kelainan katup jantung, mengeluh sesak dan nyeri

dada saat aktifitas, hasil echocardiografy menunjukan AR sev, MR mod, MS mod, PH sev,

Tindakan MVR dan AVR, EKG sinus rytm selama tindakan, TD : 111/70 mmHg, Nadi 100 x/mnt, RR : 20

x/mnt.SpO2 88% Pengkajian konservasi :lingkungan internal : VSD sejak remaja, menolak operasi karena biaya, sering

sesak nafas dan cepat lelah dengan aktivitas minimal, Konservasi Energi : pasien dipuasakan untuk tindakan

operasi. cukup istirahat Integritas Struktur : Pasien dilakukan operasi perbaikan katup, selama operasi

hemodinamik pasien stabil. Integritas Sosial : Anak kedua dari 3 dari 4 bersaudara, ibunya selalu menunggu

di rumah sakit.Diagnosa : penurunan cardiac output. Tujuan : Cardiac pump effektiveness. Intervensi

medication management, Oksigen management. Evaluasi : Pasien dapat beradaptasi dengan risiko

penurunan cardiac output

Arytmia

1 Tn. BJ, 27 tahun, arytmia, SVT, 150x/mnt, sering timbul sudah sejak kecil, MRS 15 Maret 2013

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh berdebar-debar, sesak nafas dan rasa tidak nyaman di dada tiba-

tiba ketika sedang ngobrol, pasien sudah beberapa kali masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama dan

pulang kembali jika masalah sudah teratasi Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Kelainan pada

impuls jantung, sudah diderita sejak kecil Eksternal : Pasien biasa olah raga dan tidak merokok Konservasi

Energi : Pasien makan cukup, istirahat cukup Integritas Struktur : Pasien sering muncul keluhan jika

sedang stres, terlalu lelah atau bahkan sedang santai. EKG SVT, diberikan ATP 10 mg, kembali sinus.

hemodinamik pasien masih stabil. Integritas Sosial : Pasien belum menikah, berangkat ke rumah sakit

sendiri, Diagnosa : Penurunan cardiac output Tujuan : Cardiac pump effektiveness Intervensi : airway

managemen, cardiac care, medication management, Oksigen management. Evaluasi : hemodinamik stabil.

2 Tn. SP, 43 tahun, Arytmia, atrial flutter, atrial fibrilasi, CHF FC III, rencana Ablasi 3D, MRS 12 November 2012

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh dada berdebar-debar sudah 2 minggu terakhir smrs. Sesak saat

sejak 2 jam smrs dan sesak bertambah saat aktivitasah, disertai udema di kaki , TD : 130/90, HR : 155x/mnt,

RR 20 x/mnt

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Terdapat cardiomegali, CTR>60%, sudah pernah didiagnosa

hypertropy cardiomiopati, Faktor risiko dyslipidemia., Eksternal : pasien kurang olah raga. Konservasi

Energi : Pasien makan sedikit, istirahat kurang karena sesak, Integritas Struktur : Pasien dilberikan terapi

captopril, lasix, EKG takikardia. Integritas Sosial : Pasien seorang bapak, dengan 2 orang anak, suami

sudah meninggal.Diagnosa : pola nafas, penurunan cardiac output Tujuan : pola nafas efektif, Cardiac

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

pump effektiveness Intervensi : cardiac care, medication management, Oksigen management. Evaluasi :

sesak berkurang, pasien dapat beradaptasi dengan penurunan cardiac output, hemodinamik stabil.

Diseksi Aorta

1 Ny, SH, 55 tahun, diseksi aorta debakey I, CHF FC III, ec. Old anterior MCI, rencana Benttal procedure, mRS 25 September 2012

Pengkajian status kesehatan : Mengeluh sesak nafas sudah 1 minggu smrs. DOE (+), nyeri punggung saat

berbaring , TD : 90/50, HR : 103, sinus takikardi, EF 30%.

Pengkajian konservasi :lingkungan internal : Faktor risiko post menopouse, , dyslipidemia., ada

cardiomegali, CTR >60%Eksternal : Pasien jarang kontrol kesehatan, riwayat jantung koroner dan gagal

jantung. Konservasi Energi : Pasien makan sedikit, istirahat kurang karena nyeri dan sesak, Integritas

Struktur : Pasien dilberikan terapi ISDNl, ascardia, lasix, EKG takikardia. Integritas Sosial : Pasien seorang

ibu rumah tangga, dengan 2 orang anak, suami sudah meninggal.Diagnosa : penurunan cardiac output

Tujuan : Cardiac pump effektiveness Intervensi : cardiac care, medication management, Oksigen

management. Evaluasi : pasien dapat beradaptasi dengan penurunan cardiac output, hemodinamik stabil.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

1

PANDUAN

PEMBERIAN OBAT DENGAN KEWASPADAAN TINGGI (HIGH ALERT MEDICATIONS)

AGONIS ADRENERGIK: ADRENALIN

SEDASI-HIPNOTIK: PROPOFOL

KONSENTRAT ELEKTROLIT: KALIUM CHLORIDE 7,4% DI RUANG ICU DEWASA RS PUSAT JANTUNG NASIONAL HARAPAN KITA JAKARTA

Inovasi Praktek Residensi 3 PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KEKHUSUSAN KARDIOVASKULAR FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA MEI 2013

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

2

PANDUAN

PEMBERIAN OBAT DENGAN KEWASPADAAN TINGGI (HIGH ALERT MEDICATIONS) AGONIS ADRENERGIK: ADRENALIN SEDASI-HIPNOTIK: PROPOFOL KONSENTRAT ELEKTROLIT: KALIUM CHLORIDE 7,4%

DI RUANG ICU DEWASA RS PUSAT JANTUNG NASIONAL HARAPAN KITA JAKARTA

1. Supervisor Utama : Prof. Elly Nurrahman, DNSc

2. Supervisor klinik 1 : Ns. Rita Sekarsari, SpKV, MHSN

3. Supervisor klinik 2 : Ns. Harpen Dewi Sasmita, SpKV

4. Anggota Tim :

Ns. Dwi Nugroho Heri Saputro

Ns. Sadar Prihandana

Ns. Ani Widiastuti

Program Inovasi Praktek Residensi 3 Ners Spesialis KMB (Kardiovaskular) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Mei 2013

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

3

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

1

A. Latar belakang

Standar ke-3 dari 6 standar The JCI International Patient Safety Goals (IPSG) adalah

meningkatkan keamanan dari penggunaan obat-obat dengan kewaspadaan tinggi (high alert

medication) (JCI, 2010). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011, menyebutkan rumah sakit harus mengembangkan suatu

pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai. Ruang ICU

dewasa RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (RS PJNHK) Jakarta, banyak sekali

menggunakan obat-obatan yang termasuk ke dalam kategori “high alert medication”,

seperti pemberian elektrolit konsentrasi tinggi, pemberian obat intravena secara titrasi,

pemberian sedasi, serta beberapa obat kardiovaskular yang memerlukan pengawasan tinggi,

misalnya adrenalin, dobutamin, dan dopamin. Karena itu diperlukan suatu panduan bagi

perawat dalam memberikan obat “high alert” sehingga risiko kesalahan dapat

diminimalkan.

B. Tujuan

1. Sebagai acuan bagi perawat dalam memberikan obat kewaspadaan tinggi

2. Meningkatkan kewaspadaan perawat dalam memberikan obat kewaspadaan tinggi

sehingga risiko kesalahan obat dapat diminimalkan

3. Meningkatkan keselamatan pasien

C. Sasaran

Perawat yang bekerja di ICU Dewasa RS PJNHK Jakarta.

D. Ruang lingkup

Panduan ini membahas tentang kategori obat dengan kewaspadaan tinggi, peran dan

tanggung jawab perawat, perhatian perawat dalam memberikan obat kewaspadaan tinggi

yang meliputi adrenalin, propofol, dan koreksi kalium, di Ruang ICU Dewasa RS PJNHK

Jakarta

E. Pengertian “High Alert Medication”

Institute for Safe Medication Practices/ISMP (2012), mendefinisikan “High alert

medication” atau obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat yang mempunyai risiko

tinggi yang dapat menyebabkan kerugian yang signifikan ketika terjadi kesalahan

penggunaan (ISMP, 2012). Joint Commission International/JCI dalam Accreditation

Standards for Hospitals (2010), memasukkan obat yang termasuk ke dalam kategori

kewaspadaan tinggi adalah obat yang a) mempunyai persentasi kesalahan tertinggi, b)

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

2

menyebabkan dampak buruk bila diberikan tidak tepat, c) pengobatan yang mempunyai

risiko tinggi terjadinya efek samping, dan d) obat yang memiliki kemiripan baik nama

maupun bentuknya.

F. Jenis obat kewaspadaan tinggi

Jenis obat yang masuk ke dalam kategori obat kewaspadaan tinggi, tercantum dalam tabel 1

(ISMP, 2012).

Tabel 1. Jenis obat termasuk kategori kewaspadaan tinggi

No Kategori/kelas obat Contoh obat

1 Agonis adrenergik (i.v.) epinephrine, phenylephhrine, norepinephrine

2 Antagonis adrenergik (i.v.) propanolol, metoprolol, labetolol

3 Agen anestesi

(general, inhalasi, dan i.v.)

propofol, ketamine

4 Anti aritmia (i.v.) lidocaine, amiodarone

5 Agen antitrombotik:

a. Antikoagulan warfarin, low molecular weight heparin (s.c.),

unfractionated heparin (i.v.)

b. Faktor Xa inhibitor Fondaparinux

c. Direct thrombin inhobitor argatroban, bivalirudin, dabigatranetexilate,

lepirudin

d. Thrombolitik alteplase, reteplase, tenecplase

e. Inhibitor glycoprotein

IIb/IIIa

eptifibatide

6 Larutan kardioplegi

7 Agen kemoterapi

(parenteral dan oral)

8 Dextrose, hipertonik, 20% atau

lebih

9 Cairan dialisat (peritoneal dan

hemodialisa)

10 Obat epidural atau intrathecal

11 Obat hipoglikemik (oral)

12 Obat inotropik (i.v.) Digoksin, milrinone

13 Insulin (s.c. dan i.v.) Regular insulin

14 Obat dalam bentuk liposomal

dan turunannya

liposomal amphotericin B, amphotericin B

desoxycholate

15 Obat sedasi moderate dexmedetomidine, midazolam

16 Obat sedasi anak (oral) Chloralhydrate

17 Narkotik/opiat

a. i.v.

b. transdermal

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

3

Lanjutan tabel 1.

No Kategori/kelas obat Contoh obat

c. oral (termasuk konsentrat

cair, formulasi lepas lambat

dan cepat

18 Agen blok neuromuskular succinylcholine, rocuronium, vecuronium

19 Nutrisi parenteral

20 Agen radiokontras (i.v.)

21 Air steril (aqua) dalam kemasan

100 ml atau lebih untuk injeksi,

inhalasi, dan irigasi

22 NaCl konsentrasi lebih dari

0,9% untuk injeksi

Obat-obatan spesifik/khusus

1 Epoprostenol/Flolan (i.v.)

2 Magnesium sulate injeksi

3 Methotrexate penggunaan non onkologi (oral)

4 Opium tincture

5 Oxytosin i.v.

6 Nitroprusside sodium injeksi

7 Potassium chloride injeksi

8 Potassium phosphates injeksi

9 Promethazine (i.v.)

10 Vasopressin (i.v. atau intraosseus)

G. Strategi

Strategi yang tepat perlu disusun untuk meningkatkan keamanan pemberian obat

kewaspadaan tinggi. College of Registered Nurses of Nova Scotia/CRNNS (2011),

merumuskan strategi untuk meningkatkan keamanan pada pemberian obat kewaspadaan

tinggi, tercantum dalam tabel 2.

Tabel 2. Strategi meningkatkan keamanan pemberian obat kewaspadaan tinggi

1. Meningkatkan

kompetensi

a. Memiliki pengetahuan tentang pemberian obat, meliputi:

1) Tekhnik aseptik

2) Matematika, dalam menghitung dosis

3) Nama generik dan nama dagang obat

4) Risiko interaksi obat ketika mendapat dua atau lebih obat

5) Obat yang boleh dan tidak boleh dihancurkan/ dibelah

6) Stabilitas, penyimpanan, dan pelabelan obat yang dilarutkan

b. Berkonsultasi dengan dokter penanggung jawab untuk verifikasi

ketepatan instruksi pengobatan

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

4

Lanjutan tabel 2

c. Melakukan pengecekan ganda (double check), meliputi:

1) Membandingkan label dan isi produk yang diterima dengan

instruksi yang tertulis di dokumentasi

2) Melakukan verifikasi setiap perhitungan obat yang

membutuhkan persiapan/pencampuran

3) Memastikan akurasi dari program pompa infus intravena

mengalir sesuai program, termasuk memasukkan berat badan

pasien

d. Memperhatikan nama obat yang mirip (look alike/sound alike)

sehingga dapat memastikan obat yang tepat

e. Melakukan pemantauan pasien selama dan sesudah pemberian

obat terhadap efek obat yang diharapkan dan efek sampingnya,

dan tindakan yang diperlukan

f. Mematuhi prinsip 10 benar dalam proses pemberian obat, yaitu:

1) benar pasien, 2) benar obat, 3) benar rute, 4) benar waktu, 5)

benar dosis, 6) benar alasan, 7) benar edukasi, 8) hak untuk

menolak, 9) benar evaluasi, dan 10) benar pendokumentasian

2. Meningkatkan

komunikasi

a. Memeriksa riwayat pengobatan yang lalu dan sekarang

b. Melakukan klarifikasi terhadap instruksi obat yang tidak

lengkap/jelas

c. Melakukan instruksi obat secara lisan hanya dalam keadaan

kegawatan

d. Menggunakan komunikasi yang konsisten dan jelas

e. Melakukan standarisasi tabel penghitungan dosis, misalnya x ml

= y mcg

f. Menuliskan di catatan obat atau label dengan huruf kapital untuk

membedakan obat yang mirip, misal DOBUtamine dan

DOPAmine

3. Meningkatkan

sistem

a. Melakukan medication reconciliation, yaitu mencatat setiap

riwayat obat yang telah diberikan kepada pasien

b. Menyiapkan dan mencampur obat di tempat yang bebas dari

gangguan

c. Membatasi dan melakukan standarisasi tempat penyimpanan

obat, stok, dan distribusi

d. Melakukan standarisasi peralatan untuk memberikan obat,

infusion pump, dengan meminimalkan pilihan merek dan jenis

alat, dan meningkatkan kemampuan dalam mengoperasionalkan

alat tersebut

e. Menyediakan tempat yang aman dan memadai untuk

menyiapkan pengobatan

4. Meningkatkan

budaya

a. Melakukan edukasi dan memotivasi pasien untuk menanyakan

obat yang digunakan

b. Menunjukkan perhatian pada setiap aspek dari tahapan

pemberian obat

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

5

Lanjutan tabel 2

c. Melihat instruksi bersama pasien saat pasien menunjukkan

perhatian tentang pengobatannya

d. Selalu mengidentifikasi penyebab masalah dari sistem yang

dapat mengakibatkan kesalahan pengobatan

e. Menciptakan budaya “tidak menyalahkan” sehingga kesalahan

penggunaan obat dapat tercatat

f. Melakukan pemantauan pasien selama dan sesudah pemberian

obat terhadap efek obat yang diharapkan dan efek sampingnya,

dan tindakan yang diperlukan

g. Menyimpan obat di lokasi yang aman bila ternyata obat belum

digunakan setelah disiapkan

h. Membuat label obat: Label di tempat infus adalah nama pasien,

obat, jumlah obat yang dimasukkan, data, dan waktu. Label di

pompa infus adalah obat, konsentrasi, dan tetesan infus. Label di

ujung selang adalah nama obat dan tempat insersi iv.

5. Meningkatkan

kewaspadaan

a. Melakukan pencampuran obat secara benar. Perawat hanya

memberikan obat yang disiapkan sendiri, kecuali dalam keadaan

emergensi yang membutuhkan kerja tim

b. Memperhatikan pemberian obat dengan dosis rentang dengan

memperhatikan klinis pasien

c. Memperhatikan pemberian obat yang diberikan dengan sliding

scale, algoritme, dan dosis koreksi, disesuaikan hasil

pemeriksaan laboratorium rutin dan keadaan klinis pasien

d. Membagi pil secara terukur dengan alat pemecah pil

H. Tanggung jawab dan kewenangan perawat

Perawat mempunyai tanggung jawab dan kewenangan dalam memberikan obat

kewaspadaan tinggi. Tanggung jawab dab kewenangannya adalah (CARNA, 2007):

a. Perawat yang dapat memberikan obat kewaspadaan tinggi adalah perawat yang

memiliki kompetensi tentang obat kewaspadaan tinggi.

b. Sebelum diberikan obat, perawat bertanggung jawab dalam mengkonsultasikan obat

dengan dokter yang menginstruksikan bila perawat mempunyai pertanyaan atau

masalah dengan obat yang diresepkan

c. Perawat dapat menggunakan “professional judgment” dalam parameter protokol medis,

untuk menentukan apakah pasien masuk kriteria untuk intervensi

d. Perawat harus menyiapkan sendiri obat yang akan diberikan ke pasien

e. Perawat mempunyai fleksibilitas untuk membuat keputusan dosis yang diberikan

berdasarkan kondisi klinis pasien, bila dosis yang diresepkan dalam bentuk dosis

rentang (range dose)

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

6

f. Perawat harus melakukan verifikasi persetujuan pasien sebelum diberikan obat dosis

awal atau ketika terapi obat berubah. Ketika pasien menolak pengobatan, perawat harus

bisa menentukan alasan penolakan dan kaji tingkat pemahaman pasien tentang efek obat

g. Perawat mendokumentasikan obat yang diberikan sendiri. Perawat tidak diperkenankan

untuk mendokumentasikan obat yang diberikan oleh perawat lain, kecuali dalam

keadaan kegawatan.

h. Perawat mendokumentasikan obat secara lengkap meliputi: nama pasien, nama obat,

dosis dan rute obat, waktu pemberian, dan tanda tangan perawat yang memberikan.

i. Perawat mendokumentasikan informasi yang berhubungan dengan pemberian obat,

misal pertanyaan pasien, keluhan pasien, penolakan pasien, intervensi tambahan seperti

edukasi kepada pasien, dan efek terapeutik atau efek samping.

I. Pemberian adrenalin

Adrenalin masuk kedalam jenis obat agonis adrenergik yang termasuk dalam obat

kewaspadaan tinggi. Tata laksana tercantum dalam tabel 3.

Tabel 3. Tata laksana pemberian obat adrenalin

Indikasi Hipotensi, cardiac output (CO) dan cardiac index (CI) yang rendah.

Kontra indikasi Jangan digunakan pada pasien dengan hipertensi, cerebral

arteriosclerosus, hipertiroidisme, glaukoma sudut sempit, selama

persalinan, atau pada pasien yang menerima obat digitalis

Efek terapeutik Mencapai tekanan darah, cardiac output dan cardiac index yang

efektif dan tanpa efek samping

Pencampuran 4 mg dalam 50cc NaCl 0,9% (80 mcg/ml)

Dosis a. Dosis awal: untuk efek inotropik, mulai dengan 0,02

mcg/kg/menit,

b. Dosis titrasi: setiap 5 menit ditambah 0,02 mcg/kg/menit sampai

maksimal 0,2 mcg/kg/menit sampai tercapai tekanan darah dan

cardiac output yang diinginkan

Rute pemberian a. Adrenalin harus diberikan melalui vena sentral, kecuali dalam

keadaan emergensi adrenalin bisa diberikan perifer

b. Infus adrenalin tidak boleh diberikan melalui tempat infus obat

dalam sirkuit hemodialisa

c. Adrenalin harus diberikan melalui pompa infus

Pengecekan ganda a. Bandingkan label dan isi produk yang diterima dengan instruksi

yang tertulis

b. Verifikasi pencampuran obat

c. Pastikan penghitungan tetesan infus awal tepat sesuai berat badan

pasien, dan tepat memasukkan pada infusion pump, termasuk

mengubah dosis titrasi pasien

Kewaspadaan a. Adrenalin hanya diberikan di area perawatan kritis dimana pasien

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

7

perawat sudah terpasang monitor jantung

b. Validasi instruksi untuk konsentrasi cairan, jumlah tetesan awal,

parameter tekanan darah awal. Instruksi harus dalam bentuk

mcg/kg/menit

c. Pastikan oksigenasi pasien adekuat ditandai dengan saturasi

oksigen 98-100%

d. Catat parameter hemodinamik untuk menentukan titrasi obat.

Parameter yang digunakan adalah tekanan darah sistole 100-120

mmHg, MAP > 60, atau CI>2).

e. Monitor tekanan darah pasien selama 5 menit di awal, kemudian

tiap 30 menit sampai 1 jam sampai terlihat tekanan darah yang

stabil atau cardiac output tercukupi

f. Monitor adanya nyeri dada, aritmia (terutama takikardi), dan

hipertensi. Sakit kepala, pusing, cemas, dan penurunan aliran

darah ke ginjal juga sering terjadi.

g. Laporkan bila tidak tercapai peningkatan tekanan darah sistolik

dan MAP pada keadaan dosis maksimal, takikardi atau aritmia

lain, dan perubahan signifikan lainnya.

h. Dokumentasikan setiap perubahan dosis yang terjadi, meliputi

waktu, dosis, dan parameter heodinamik pasien

J. Pemberian Propofol

Propofol adalah obat general anaestesi yang bekerja cepat dengan efek kerja dicapai dalam

waktu 40 detik. Propofol adalah cairan emulsi yang terdiri dari minyak dan air yang

berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan1% (1ml=10 mg) dan mudah larut

dalam lemak. Propofol masuk ke dalam obat kewaspadaan tinggi. Tata laksana pemberian

propofol tercantum dalam tabel 4.

Tabel 4. Tata laksana pemberian obat propofol

Indikasi Sedasi dan hipnotik pada induksi maupun pemeliharaan pada

anestesi, pada pasien terintubasi atau pasien yang gelisah

Lanjutan tabel 4.

Kontra indikasi Tidak direkomendasikan untuk induksi pada pasien dibawah usia 3

tahun maupun pemeliharaan anestesi pada usia dibawah 2 bulan

karena keamanan dan keefektivitasnya tidak dipastikan

Efek terapeutik Pemeliharaan sedasi pada pasien terintubasi dan penurunan stress

pasien

Pencampuran Kemasan 200 mg dalam 10 ml, tidak dilakukan pencampuran

Dosis a. Dosis awal: 10 mcg/kg/menit, atau sesuai dengan instruksi

medis.

b. Dosis pemeliharaan: 5 mcg/kg/menit

c. Dosis titrasi: 10 mcg/kg/menit setiap 5-10 menit sampai tingkat

sedasi yang diinginkan dicapai (dengan dosis maksimum 50

mcg/kg/menit).

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

8

d. Pasien akan dipertahankan pada tingkat infus 10 sampai 50 mcg/

kg/menit.

Rute pemberian a. Pemberian melalui intra vena dengan kontrol infusion pump

b. Pemberian propofol secara bolus tidak dianjurkan, karena dapat

menyebabkan hipotensi, bolus hanya digunakan dalam keadaan

darurat untuk meningkatkan kedalaman sedasi secara cepat

Pengecekan ganda a. Bandingkan label dan isi produk yang diterima dengan instruksi

yang tertulis

b. Lakukan pemeriksaan visual botol obat terhadap partikel dan

perubahan warna

c. Pastikan penghitungan tetesan infus awal tepat sesuai dengan

berat badan pasien, dan tepat memasukkan pada infusion pump,

termasuk mengubah dosis titrasi pasien

Kewaspadaan

perawat

a. Monitor adanya efek samping yang harus diperhatikan:

1) Pernafasan: depresi pernafasan, sesak nafas, bronkospasme

dan laringospasme.

2) Kardiovaskular: hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia,

dan hipertensi.

3) Susunan saraf pusat: sakit kepala, pusing, euforia,

kebingungan, gerakan klonik-mioklonik, opistotonus,

kejang, mual dan muntah.

4) Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga

dianjurkan dicampur dengan lidokain pada saat pemberian.

Cara lain untuk mengurangi nyeri pada saat pemberian

propofol adalah dengan cara memilih vena yang besar.

b. Monitor tanda vital tiap 1 jam selama titrasi aktif

c. Berikan bersama dengan analgesik narkose bila perlu, karena

propofol tidak memiliki sifat analgesik

d. Ganti spuit dan selang infus setiap 12 jam, dengan tekhnik

aseptik yang ketat, karena propofol merupakan tempat yang baik

untuk perkembangbiakan mikroorganisme

Lanjutan tabel 4.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

9

e. Pantau kadar lipid darah pada pasien dengan hiperlipidemi atau

yang berisiko terjadi hiperlipidemi

f. Hentikan bila kadar trigliserida menjadi sangat tinggi

g. Hentikan propofol 10-15 menit sebelum dilakukan ekstubasi.

h. Bila terjadi hipotensi ringan selama titrasi, kurangi kecepatan

infus dan tinggikan ekstremitas bawah pasien

i. Bila terjadi hipotensi berat dan bradikardi (depresi

kardiovaskular), hentikan infus propofol dan berikan terapi

vasopresor dan cairan intravena

j. Dokumentasikan setiap perubahan dosis yang terjadi, meliputi

waktu, indikasi, perubahan dosis, dan parameter hemodinamik

K. Pemberian KCl 7,4%

Koreksi hipokalemi merupakan hal yang sederhana tetapi bila tidak tepat dalam

melakukannya dapat mengakibatkan gejala yang memburuk, bahkan kematian. Hipokalemi

seringkali asimptomatik dan ditemukan bila dilakukan pemeriksaan elektrolit.

Hipokalemi ringan meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien iskhemik,

gagal jantung atau hipertrofi ventrikel kanan. Asupan kalium harus dipikirkan untuk

menambah kalium pada level 3,5-4 mmol/L, tidak perlu menunggu kadar kalium turun

sampai < 3,5 mmol/L. Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung

bertambah bila ada hipokalemi pada pasien gagal jantung, sehingga kadar kalium serum

dipertahankan dalam kisaran 4,5-5 mmol/L.

Tatalaksana pemberian elektrolit KCl 7,4% tercantum dalam tabel 5.

Tabel 5. Tata laksana pemberian KCl 7,4%

Indikasi Koreksi Kalium atau untuk pemeliharaan kadar kalium darah post

operasi jantung

Kontra indikasi KCl tidak boleh diberikan sebelum didapatkan nilai kadar kalium

melalui pemeriksaan laboratorium

Efek terapeutik Kadar Kalium tercapai 4,0-4,5 mmol/L

Pencampuran a. Pemberian KCl harus diencerkan dalam volume yang besar,

dengan konsentrasi minimal adalah 80 mEq per liter.

b. Dalam kasus dimana dibutuhkan kalium secara cepat, dapat

diencerkan dengan 50-100 ml.

c. Konsentrasi yang direkomendasikan:

1) Pemeliharaan: 60 mEq per liter

2) Vena perifer: 20 mEq per 100 ml atau 40 mEq per 250 ml

3) Vena sentral: 40 mEq per 100 ml

d. Cara mencampur KCl adalah melepas terlebih dahulu insersi

yang ada di plabot, kemudian masukkan cairan KCl ke

dalammya, dan secara perlahan dikocok 10 kali untuk

memastikan tercampur sempurna.

e. Jangan memasukkan cairan KCl ketika plabot tergantung dan

tersambung dengan selang infus, karena cairan akan langsung

menuju ke bawah dan konsentrasi di bawah akan lebih tinggi.

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

10

Dosis Dosis total pemberian adalah 20-60 mEq dalam 24 jam dan tidak

boleh lebih dari 200 mEq dalam 24 jam

Rute pemberian c. Pemberian KCl harus melalui kontrol syringe pump

d. Pemberian KCl diatas 10 mEq harus melalui vena sentral dan

dengan kontrol intensif monitor jantung

e. Pemberian KCl tidak boleh diberikan secara bolus atau secara

push

Pengecekan ganda a. Identifikasi pasien

b. Bandingkan label dan isi produk yang diterima dengan instruksi

yang tertulis

c. Verifikasi pencampuran obat

d. Pastikan penghitungan tetesan infus awal tepat sesuai dengan

hasil laborat dan tepat memasukkan pada infusion pump,

termasuk mengubah dosis koreksi pasien

Kewaspadaan

perawat

a. Monitor efek samping peningkatan kalium, yaitu: nyeri

abdomen, bradikardi, nausea, muntah, disfagia, bingung,

kelemahan otot, distress respirasi, cardiac arrest, dan perubahan

EKG.

b. Periksa kadar kalium darah setiap 6 jam setelah koreksi, dan

setiap 12 jam untuk pemberian kalium secara maintenans.

c. Dokumentasikan pemberian KCl meliputi kadar kalium sebelum

diberikan, waktu pemberian, dosis, dan rute pemberian

L. Standar prosedur operasional (SPO)

Panduan obat dengan kewaspadaan tinggi dibuat setelah melalui proses konsultasi dan

koordinasi dengan pembimbing dan unit terkait untuk dapat memfasilitasi kebutuhan dan

harapan dari Rumah Sakit. Masukan dan saran yang ada kemudian disesuaikan dengan

referensi dan standar dari akreditasi internasional (JCI). Untuk dapat diimplementasikan

kepada pasien, maka panduan obat dengan kewaspadaan tinggi perlu dituangkan dalam

bentuk standar prosedur operasional (SPO) sehingga memudahkan perawat dalam bekerja.

Standar prosedur operasional ini dibuat menurut jenis obat atau nama obat guna

mengurangi risiko kesalahan akibat pemberian obat. Mengingat banyaknya jenis obat

kewaspadaan tinggi, maka kami memilih jenis obat yang banyak digunakan di unit ICU

dewasa serta memiliki risiko tinggi timbulnya kesalahan dalam pemberian. Adapun SPO

tersebut adalah sebagai berikut :

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

11

PROSEDUR KEAMANAN PEMBERIAN

OBAT “HIGH ALERT” AGONIS ADRENERGIK:

ADRENALIN

No. Dokumen No. Revisi Halaman: 2

SPO Tanggal terbit:

Ditetapkan

Direktur Utama,

dr. Hananto Andriantoro, Sp.JP(K), FIHA

NIP. 195711041986101001

Pengertian Adrenalin adalah obat yang masuk kategori obat kewaspadaan tinggi,

yang dapat menyebabkan kerugian yang signifikan ketika terjadi

kesalahan penggunaan.

Tujuan Meningkatkan keamanan dalam pemberian obat adrenalin

Kebijakan Setiap pasien yang mendapatkan Adrenalin masuk dalam kategori

Obat Kewaspadaan Tinggi, sehingga pemberian Adrenalin harus

terpasang monitor jantung, diberikan melalui vena sentral, dan

dikontrol dengan infusion pump.

Prosedur: 1. Verifikasi instruksi obat. Dokumentasikan obat yang akan

diberikan secara jelas, dokter yang meresepkan, waktu

pemberian, jumlah dosis, rute pemberian, dan cara pemberian

apakah single dose, uptitrasi, sliding scale, atau dosis rentang.

2. Verifikasi indikasi pemberian adrenalin: hipotensi, cardiac output

(CO) dan cardiac index (CI) yang rendah.

3. Pastikan tidak ada kontra indikasi: pasien dengan hipertensi,

cerebral arteriosclerosus, hipertiroidisme, glaukoma sudut

sempit, selama persalinan, atau pada pasien yang menerima obat

digitalis.

4. Validasi instruksi untuk konsentrasi cairan, jumlah tetesan awal,

parameter tekanan darah awal.

5. Pastikan instruksi ditulis dalam bentuk mcg/kg/menit.

6. Lakukan pengecekan ganda (double check) dengan perawat

kedua sebelum diberikan. Pengecekan meliputi:

a. Membandingkan label dan isi produk yang diterima dengan

instruksi yang tertulis di dokumentasi

b. Melakukan verifikasi setiap perhitungan obat yang

membutuhkan persiapan/pencampuran

c. Menjamin akurasi dari program pompa infus intravena

mengalir sesuai program, termasuk memasukkan berat badan

pasien.

7. Buat label obat:

a. Label di tempat infus: nama pasien, obat, jumlah obat yang

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

12

dimasukkan, tanggal dan waktu pemberian.

b. Label di pompa infus: nama obat, konsentrasi, dan tetesan

infus.

c. Label di ujung selang adalah nama obat dan tempat insersi iv

8. Pastikan oksigen pasien adequat ditandai dengan saturasi O2 98-

100%.

9. Lakukan pencampuran obat secara benar. Perawat hanya

memberikan obat yang disiapkan sendiri, kecuali dalam keadaan

emergensi yang membutuhkan kerja tim

10. Pastikan saat memulai infus, catat parameter hemodinamik untuk

menentukan titrasi obat. Parameter yang digunakan adalah

tekanan darah sistole 100-120 mmHg, MAP > 60, atau CI>2).

11. Berikan Adrenalin dalam konsentrasi 4 mg dalam 50cc NaCl

0,9% (80 mcg/ml).

12. Berikan dosis awal mulai 0,02 mcg/kg/menit, dan setiap 5 menit

ditambah 0,02 mcg/kg/menit sampai maksimal 0,2 mcg/kg/menit

sampai tercapai tekanan darah dan cardiac output yang

diinginkan

13. Lakukan dokumentasi setiap perubahan dosis yang terjadi,

meliputi dokter yang memberikan instruksi, waktu, indikasi,

perubahan dosis, dan double check.

14. Lakukan pemantauan terhadap pasien selama dan sesudah

pemberian obat terhadap efek obat yang diharapkan dan efek

sampingnya, dan tindakan yang diperlukan, seperti pemeriksaan

darah rutin dan pemeriksaan AGD

15. Monitor tekanan darah pasien tiap 5 menit selama 30 menit

pertama, kemudian tiap 1 jam sampai terlihat tekanan darah yang

stabil atau cardiac output tercukupi

16. Monitor adanya nyeri dada, aritmia (terutama takikardi), dan

hipertensi. Sakit kepala, pusing, cemas, dan penurunan aliran

darah ke ginjal juga sering terjadi.

17. Laporkan bila tidak tercapai peningkatan tekanan darah sistolik

dan MAP pada keadaan dosis maksimal, takikardi atau aritmia

lain, dan perubahan signifikan lainnya.

18. Dokumentasikan obat yang telah diberikan

Unit terkait ICU Dewasa Lantai 2

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

13

PROSEDUR KEAMANAN PEMBERIAN

OBAT “HIGH ALERT” SEDATIVE-HIPNOTIK: PROPOFOL

No. Dokumen No. Revisi Halaman: 2

SPO Tanggal terbit:

Ditetapkan

Direktur Utama,

dr. Hananto Andriantoro, Sp.JP(K), FIHA

NIP. 195711041986101001

Pengertian Propofol adalah obat yang bersifat sedative-hipnotik dimana obat ini

mempunyai risiko tinggi yang dapat menyebabkan kerugian yang

signifikan ketika terjadi kesalahan penggunaan.

Tujuan Meningkatkan keamanan dalam pemberian propofol

Kebijakan 1. Propofol masuk dalam kategori Obat Kewaspadaan Tinggi

2. Pemberian propofol harus terpasang monitor jantung, diberikan

melalui vena sentral dengan kontrol syringe pump.

3. Propofol diberikan untuk pemeliharaan sedasi pada pasien

terintubasi dan penurunan stress pasien

4. Propofol tidak dilakukan pengenceran

5. Propofol hanya diberikan oleh perawat yang telah lulus ACLS

6. Perawat hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri, kecuali

dalam keadaan emergensi yang membutuhkan kerja tim.

7. Dosis pemberian propofol yang direkomendasikan:

a. Dosis awal: 10 mcg/kg/menit

b. Dosis pemeliharaan: 5 mcg/kg/menit

c. Dosis titrasi: 10 mcg/kg/menit setiap 5-10 menit sampai

tingkat sedasi yang diinginkan dicapai

d. Dosis maksimum 50 mcg/kg/menit

8. Pemberian propofol secara bolus tidak dianjurkan, karena dapat

menyebabkan hipotensi. Pemberian bolus hanya digunakan

dalam keadaan darurat untuk meningkatkan kedalaman sedasi

secara cepat

Prosedur: 1. Verifikasi instruksi obat dan tempelkan copy resep di dalam

status pasien.

2. Komunikasikan dengan dokter penanggung jawab bila ada kontra

indikasi

3. Periksa secara visual botol obat terhadap partikel dan perubahan

warna.

4. Lakukan pengecekan ganda (double check) sebelum diberikan.

Pengecekan meliputi:

a. Identifikasi pasien

b. Label dan isi produk yang diterima

c. Verifikasi jumlah dosis

d. Verifikasi tetesan infus di syringe pump

5. Buat label obat:

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

14

a. Tempat infus: nama pasien, obat, jumlah obat yang

dimasukkan, tanggal dan waktu pemberian.

b. Syringe pump: nama obat, konsentrasi, dan tetesan infus.

c. Ujung selang: nama obat dan tempat insersi iv

6. Berikan propofol melalui syringe pump, dan masukkan jumlah

tetesan dengan benar sesuai dosis yang diresepkan

7. Hentikan pemberian propofol 10-15 menit sebelum dilakukan

ekstubasi

8. Monitor:

a. Tekanan darah pasien tiap 1 jam selama titrasi aktif

b. Kadar lipid darah pada pasien hiperlipidemia dan pada pasien

yang beresiko hiperlipidemi. Hentikan pemberian propofol

bila kadar trigliserida menjadi sangat tinggi.

9. Ganti spuit dan selang infus setiap 12 jam, dengan tekhnik

aseptik yang ketat.

10. Dokumentasikan setiap perubahan dosis yang terjadi, meliputi

dokter yang meresepkan, waktu, indikasi, perubahan dosis, dan

parameter hemodinamik

Unit terkait ICU Dewasa Lantai 2

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

15

PROSEDUR KEAMANAN PEMBERIAN

OBAT “HIGH ALERT” KALIUM CHLORIDE 7,4%

No. Dokumen No. Revisi Halaman: 2

SPO Tanggal terbit:

Ditetapkan

Direktur Utama,

dr. Hananto Andriantoro, Sp.JP(K), FIHA

NIP. 195711041986101001

Pengertian High alert medication” KCl 7,4% adalah obat dengan kewaspadaan

tinggi dimana dalam pemberian memiliki risiko tinggi yang dapat

menyebabkan kerugian yang signifikan ketika terjadi kesalahan

penggunaan.

Tujuan Meningkatkan keamanan dalam pemberian KCl 7,4%

Kebijakan 1. KCl 7,4% masuk dalam kategori Obat Kewaspadaan Tinggi

2. Pemberian KCl 7,4% harus terpasang monitor jantung dengan

kontrol syringe pump

3. Pemberian KCl 7,4% lebih dari 10 mEq harus diberikan melalui

vena sentral

4. KCl 7,4% hanya dapat diberikan setelah didapatkan nilai kalium

melalui pemeriksaan laboratorium

5. Kadar Kalium yang diinginkan adalah 4,0-4,5 mmol/L

6. Pengenceran KCl 7,4% direkomendasikan:

1) Dosis pemeliharaan: 60 mEq per liter

2) Dosis koreksi: 20-25 mEq per 50 ml

3) Vena perifer: 20 mEq per 100 ml atau 40 mEq per 250 ml

4) Vena sentral: 20-25 mEq per 50 ml

7. KCl 7,4% hanya diberikan oleh perawat yang telah lulus ACLS

8. Perawat hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri, kecuali

dalam keadaan emergensi yang membutuhkan kerja tim.

9. KCl 7,4% diberikan secara drip, tidak boleh diberikan secara

bolus atau secara push

10. Pemberian dosis KCl 7,4% dikurangi apabila terdapat gangguan

fungsi renal

11. Dosis total pemberian adalah 20-60 mEq dalam 24 jam dan tidak

boleh lebih dari 200 mEq dalam 24 jam

Prosedur: 1. Verifikasi instruksi obat dan tempelkan copy resep di dalam

status pasien.

2. Pastikan pasien terpasang infus vena sentral, monitor jantung, dan

tersedia syringe pump

3. Verifikasi indikasi pemberian KCl 7,4%

4. Lakukan pengenceran KCl 7,4% sesuai indikasi

5. Lakukan pengecekan ganda (double check) sebelum diberikan.

Pengecekan meliputi:

a. Identifikasi pasien

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

16

b. Label dan isi produk yang diterima

c. Verifikasi konsentrasi pengenceran

d. Verifikasi tetesan infus di syringe pump

6. Buat label obat:

a. Tempat infus: nama pasien, obat, jumlah obat yang

dimasukkan, tanggal dan waktu pemberian.

b. Syringe pump: nama obat, konsentrasi, dan tetesan infus.

c. Ujung selang: nama obat dan tempat insersi iv

7. Lakukan pengenceran KCl 7,4% dengan tepat, dengan cara:

a. Mencampur KCl 7,4% tidak boleh pada plabot yang

tergantung dan tersambung dengan selang infus

b. Lepas terlebih dahulu insersi selang ke plabot, kemudian

masukkan cairan KCl 7,4%, kemudian kocok 10 kali untuk

memastikan cairan tercampur sempurna

8. Berikan KCl 7,4% melalui syringe pump, dan masukkan jumlah

tetesan dengan benar sesuai dosis yang diresepkan

9. Monitor:

a. efek samping peningkatan kalium, yaitu: nyeri abdomen,

bradikardi, nausea, muntah, disfagia, bingung, kelemahan

otot, distress respirasi, cardiac arrest, dan perubahan EKG.

b. kadar kalium darah setiap 4-6 jam setelah koreksi

c. kadar magnesium. Magnesium yang adekuat diperlukan untuk

koreksi kalium

10. Dokumentasikan pemberian KCl 7,4% meliputi kadar kalium

sebelum dan sesudah pemberian, waktu pemberian, dosis, dan

rute pemberian

Unit terkait ICU Dewasa Lantai 2

Penutup

Perubahan membutuhkan kesabaran dan keinginan untuk menjadi lebih baik, sehingga

dapat melalui proses pengenalan, pemahaman maupun implementasi dengan hasil yang

baik. Dengan berfokus pada keselamatan pasien (patient safety) serta peningkatan

kualitas pelayanaan, maka perubahan akan terasa ringan dan mudah untuk

dilaksanakan. Atas dasar tersebut, kami dapat memberikan beberapa saran sebagai

berikut :

1. Pemberian obat kewaspadaan tinggi merupakan salah satu point dari six goal

patient safety menurut JCI dan merupakan tanggung jawab sekaligus tanggung

gugat perawat untuk memberikan obat sehingga dibutuhkan kesungguhan dan

keinginan yang kuat untuk dapat memberikan obat dengan benar sesuai prosedur

standar

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

17

2. Rumah sakit dapat memfasilitasi kebutuhan alat secara menyeluruh dan

berkelanjutan seperti penyediaan sarung tangan karena pemberian obat

kewaspadaan tinggi selalu membutuhkan sarung tangan guna meningkatkan

keselamatan pasien dan petugas kesehatan sesuai six goal patient safety.

3. Prosedur pemberian obat kewaspadaan tinggi dapat menjadi prosedur standar

keperawatan di unit ICU sehingga diharapkan dapat mengurangi risiko kesalah

akibat pemberian obat tersebut.

Laporan Inovasi ini menjadi bukti pelaksanaan kegiatan inovasi di unit ICU RS pusat

jantung nasional harapan kita jakarta sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab kami untuk

dapat menerapkan salah satu dari international patient safety goal dari JCI yang bertujuan

menurunkan risiko cedera pada pasien dengan terapi obat kewaspadaan tinggi. Kami

berharap. Kami berharap, semoga laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dari pihak

managemen rumah sakit dalam menerapkan asuhan keperawatan guna meningkatkan

kualitas asuhan keperawatan dan keselamatan pasien

Jakarta, Mei 2013

Residensi Peminatan kardiovaskuler

Ani, Dwi, Sadar

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

DISTRIBUSI RATA-RATA TEKANAN DARAH SYSTOLIK MENURUT PENGUKURAN PRE DAN POST LATIHAN

Variabel Mean SD SE P Value N

Tekanan darah systolik pengukuran 1

121.5 24.375 5.45

0.001 20 Tekanan darah systolik pengukuran 2

112.7 19.421 4.34

DISTRIBUSI RATA-RATA TEKANAN DARAH DIASTOLIK MENURUT PENGUKURAN PRE DAN POST LATIHAN

Variabel Mean SD SE P Value N

Tekanan darah systolik pengukuran 1

64.1 24.375 9.9

0.007 20 Tekanan darah systolik pengukuran 2

60.95 19.421 9.38

DISTRIBUSI RATA-RATA FREKUENSI JANTUNG MENURUT PENGUKURAN PRE DAN POST LATIHAN

Variabel Mean SD SE P Value N

Frekuensi jantung pengukuran 1

91.1 9.5 2.1

0.003 20 Frekuensi jantung pengukuran 2

87.3 9.0 2.0

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIAlib.ui.ac.id/file?file=digital/20351647-SP-Ani Widiastuti...Laporan berisi asuhan keperawatan kasus kardiovaskuler yang terdiri dari 1 kasus kelolaan utama, dan

DISTRIBUSI RATA-RATA FREKUENSI PERNAFASAN MENURUT PENGUKURAN PRE DAN POST LATIHAN

Variabel Mean SD SE P Value N

Frekuensi pernafasan pengukuran 1

28.3 16.9 3.7

0.01 20 Frekuensi pernafasan pengukuran 2

17.5 4.2 0.91

DISTRIBUSI RATA-RATA SATURASI OKSIGEN PERIFER MENURUT PENGUKURAN PRE DAN POST LATIHAN

Variabel Mean SD SE P Value N

Saturasi oksigen pengukuran 1

94.50 15.9 3.5

0.002 20 Saturasi oksigen pengukuran 2

99.0 1.2 0.28

Analisis laporan....., Ani Widiastuti, FIK UI, 2012