Download - Uk 3 Anfisman

Transcript

Tugas Ujian Kompetensi III Mata Kuliah Anatomi Fisiologi Manusia

Disusun oleh :

Wahyu KusumawardaniK4312070Pendidikan BiologiB

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2015

Soal dan jawaban

1. Jelaskan bagaimana mekanisme pertukaran gas pada alveolus dan pada jaringan!

Alveoli merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bagian yang paling banyak terdapat struktur paru yang menyerupai busa (struktur spons). Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis. Di dalam struktur mirip mangkuk ini berlangsung pertukaran oksigen dan CO2 antara udara dan darah. Struktur dinding alveoli dikhususkan untuk difusi antara lingkungan eksternal dan internal. Oksigen dalam alveoli masuk ke dalam kapiler darah melalui membran dan CO2 berdifusi dengan arah berlawanan.Tempat terjadinya pertukaran gas disebut barier darah-udara (air-blood barrier), yang merupakan permukaan luas dengan jalinan kapiler di satu sisi dan udara pada sisi lain. Pertukaran gas umumnya terjadi pada kedua belah sisi septa jaringan yang memisahkan alveolus/septa interalveolaris. Saluran udara dalam parenkim diatur dalam unit asinus/unit respiratori terminalis merupakan unit fungsional dari daerah pertukaran gas (Soewolo, et al. 1999).Pertukaran gas antara O2 dan CO2 terjadi melalui proses difusi, berlangsung di alveolus dan di sel jaringan tubuh. Proses difusi berlangsung sederhana, yaitu hanya dengan gerakan molekul-molekul secara bebas melalui membran sel dari konsentrasi tinggi atau tekanan tinggi menuju ke konsentrasi rendah atau tekanan rendah. Di alveoli paru-paru, oksigen berdifusi lebih cepat daripada karbondioksida karena berat jenisnya lebih rendah. Difusi gas dalam jaringan tubuh angat dipengaruhi oleh daya larutnya di dalam cairan-cairan jaringan dan darah, dan oleh karena karbondioksida berkurang lebih 24 kali lebih mudah larut dalam darah dibanding oksigen, maka keseluruhan kecepatan difusi karbondioksida melebihi kecepatan oksigen sekitar 20 kali lipa (Ganong,1995).Tiga proses dasar terlibat dalam pertukaran gas adalah1. Proses pertama ventilasi paru adalah pengaturan inspirasi dan ekspirasi udara antara atmosfer dan paru. 2. Proses kedua respirasi eksternal (respirasi paru) adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara paru dan kapiler darah paru. Respirasi ekstrnal artinya udara dari atmosfer masuk ke dalam aliran darah untuk dibawa ke dalam sel jaringan dan karbondioksida yang terkumpul di dalam paru dikeluarkan dari tubuh. 3. Proses ketiga respirasi internal (respirasi jaringan) adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara kapiler darah jaringan dan sel-sel jaringan (Ganong, 1995).proses ini merupakan pertukaran O2 dari aliran darah dengan CO2 dari sel-sel jaringan tubuh.Selama inspirasi, udara atmosfer mengandung oksigen memasuki alveoli. Darah terdeoksigenasi dipompa dari ventrikel kanan melalui arteri pulmonaslis menuju kapiler pulmonalis yang menyelubungi alveoli. PO2 alveolar 105 mmHg, pO2 darah teroksigenasi yang memasuki kapiler pulmonalis hanya 40 mmHg. Sebagai akibat perbedaan tekanan tersebut, oksigen berdifunsi dari alveoli ke dalam darah terdeoksigenasi sampai keseimbangan tercapai, dan pO2 darah terdeoksigenasi sekarang 105 mmHg. Ketika oksigen difusi dari alveoli ke dalam darah terdeoksigenasi, karbondioksida berdifusi dengan arah berlawanan. Sampai di paru, pCO2 darah terdeoksigenasi 46 mmHg, sedang di alveoli 40 mmHg. Oleh karena perbedaan pCO2 tersebut karbondioksida berdifusi dari darah terdeoksigenasi ke dalam alveoli sampai pCO2 turun menjadi 40 mmHg. Dengan demikian pO2 dan pCO2 darah terdeoksigenasi yang meninggalkan paru sama dengan udara dalam alveolar. Karbondioksida yang berdifusi ke alveoli dhembuskan keluar dari paru selama ekspirasi (Soewolo, et al. 1999). PengangkutanO2Pertukaran gas antara O2 dengan CO2 terjadi di dalam alveolus dan jaringan tubuh, melalui proses difusi. Oksigen yang sampai di alveolus akan berdifusi menembus selaput alveolus dan berikatan dengan haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebut deoksigenasi dan menghasilkan senyawa oksihemoglobin (HbO) seperti reaksi berikut:

Adapun tahapan proses pengikatan oksigen diatas adalah sebagai berikut :1) Alveolus memiliki O2 lebih tinggi dari pada O2 di dalam darah. 2) O2 masuk ke dalam darah melalui difusi melewati membran alveolus3) Di dalam darah, O2 sebagian besar (98%) diikat oleh Hb yang terdapat pada Eritrosit menjadi Oksihemoglobin (HbO2).4) Selain diikat oleh Hb, sebagian kecil O2 larut di dalam plasma darah (2%).5) Setelah berada di dalam darah, O2 kemudian masuk ke jantung melalui vena pulmonalis untuk diedarkan ke seluruh tubuh yang membutuhkan melalui jaringan sel untuk proses oksidasi.O2 yang sudah terikat pada hemoglobin dalambentuk oksihemoglobin tadi diangkut menuju sel, dengan reaksi:

O2 yang masuk ke dalam jaringan kemudian akan diberikan pada mitokondria(organela sel) untuk respirasi seluler.Dari respirasi selular itulah energi dihasilkan. Tetapi dalam peristiwa initidak hanya O2 saja yang diperlukan, melainkan juga makanan yg terlarut dalam darah.

PengangkutanCO2 Proses Oksidasi/ Pembakaran dalamsel akan menghasilkan CO2 sebagai hasil respirasi sel yang kemudian akan diangkut lewat kapilervena darah menuju alveolus. CO2 dalam alvelous ini akan dikeluarkan lewat paru-paru. Pengangkutan C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut:

Adapun tahapan proses pengeluaran karbondioksida diatas adalah sebagai berikut : 1) Di jaringan, CO2 lebih tinggi dibandingkan yang ada di dalam darah. Ketika O2 di dalam darah berdifusi ke jaringan, maka CO2 di jaringan akan segera masuk ke dalam darah.2) Ketika CO2 berada di dalam darah sebagian besar (70%) CO2 akan diubah menjadi ion bikarbonat(HCO3)3) 20% CO2 akan terikat oleh Hb pada Eritrosit. Sedangkan 10% CO2 lainnya larut dalam plasma darah.4) Di dalam darah, CO2 di bawa ke jantung, kemudian oleh jantung CO2 dalam darah dipompa ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.5) Di paru-paru CO2 akan dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi.

2. Kebanyakan merokok dapat mengakibatkan emfisema yaitu tertutupnya sebagian area paru-paru. Akibat dari kondisi ini adalah menurunnya luas area pertukaran gas. Kondisi ini tentu saja akan mengakibatkan perubahan kondisi fisiologis dari orang emfisema. Jelaskanlah kasus tersebut !

Penjelasan penyakit EmfisemaEmphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya.Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus.Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru.Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya.Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.Definisi emfisema menurut Kus Irianto, Robbins, Corwin, dan The American Thorack society:1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya. (Robbins.1994.253).3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).4. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society 1962).Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara(alveolus)tanpa disertai adanya destruksi jaringan, maka itu bukan termasuk emfisema. Namun, keadaan tersebut hanya sebagaioverinflation (Suradi,2004).Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :1. CLE (Centrilobular Emphysema atau Centroacinar)Merupakan tipe yang sering muncul, menyebabkan kerusakan bronkiolus, biasanya pada region paru-paru atas.Inflamasi berkembang sampai bronkiolus tetapi biasanya kantong alveolar tetap bersisa (Suradi, 2004).CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius.Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata.Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan.Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).

2. PLE (Panlobular Emphysema atau Panacinar)Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya juga merusak paru-paru bagian bawah (Suradi,2004). Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli.Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik.Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease.Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami.Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi.Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sangat sering sering timbul pada perokok (Suradi,2004).PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus.Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus.Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.3. Emfisema ParaseptalMerusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru.Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.Penjelasan Rokok menjadi penyebab utama EmfisemaEmfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru.Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan.Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah MEROKOK.Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru karena terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV). (Nowak,2004). Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus.Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah. Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidak seimbangan antara aktifitas keduanya.

Penjelasan Dampak Fisiologis terhadap kinerja sistem pernapasanEmfisema merupakan kelainan atau kerusakan yang terjadi pada dinding alveolar dapat menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolar (blebs) dan di antara parenkim paru-paru (bullae). Proses ini akan mengakibatkan peningkatan ventilator pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.Kerja napas meningkat dikarenakan kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru.Akibat lebih lanjutnya adalah penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema di anggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronkitis kronis dan merokok (Suradi,2004).Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru.Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik.Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas.Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema.

3. Jelaskanlah bagaimana mekanisme metabolisme lemak pada tubuh manusia!Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari lipid netral, yaitu trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak). Secara ringkas, hasil dari pencernaan lipid adalah asam lemak dan gliserol, selain itu ada juga yang masih berupa monogliserid. Karena larut dalam air, gliserol masuk sirkulasi portal (vena porta) menuju hati. Asam-asam lemak rantai pendek juga dapat melalui jalur ini.

Struktur miselus. Bagian polar berada di sisi luar, sedangkan bagian non polar berada di sisi dalamSebagian besar asam lemak dan monogliserida karena tidak larut dalam air, maka diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi) dan dilepaskan ke dalam sel epitel usus (enterosit). Di dalam sel ini asam lemak dan monogliserida segera dibentuk menjadi trigliserida (lipid) dan berkumpul berbentuk gelembung yang disebut kilomikron. Selanjutnya kilomikron ditransportasikan melalui pembuluh limfe dan bermuara pada vena kava, sehingga bersatu dengan sirkulasi darah. Kilomikron ini kemudian ditransportasikan menuju hati dan jaringan adiposa.

Struktur kilomikron. Perhatikan fungsi kilomikron sebagai pengangkut trigliserida

Simpanan trigliserida pada sitoplasma sel jaringan adiposaDi dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lipid, trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) . Secara ringkas, hasil akhir dari pemecahan lipid dari makanan adalah asam lemak dan gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi, maka asam lemak mengalami esterifikasi yaitu membentuk ester dengan gliserol menjadi trigliserida sebagai cadangan energi jangka panjang. Jika sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi dari karbohidrat barulah asam lemak dioksidasi, baik asam lemak dari diet maupun jika harus memecah cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan trigliserida ini dinamakan lipolisis.Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan asetil KoA. Selanjutnya sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme karbohidrat dan protein, asetil KoA dari jalur inipun akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan energi. Di sisi lain, jika kebutuhan energi sudah mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida.Beberapa lipid non gliserida disintesis dari asetil KoA. Asetil KoA mengalami kolesterogenesis menjadi kolesterol. Selanjutnya kolesterol mengalami steroidogenesis membentuk steroid. Asetil KoA sebagai hasil oksidasi asam lemak juga berpotensi menghasilkan badan-badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat dan aseton). Proses ini dinamakan ketogenesi. Badan-badan keton dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam-basa yang dinamakan asidosis metabolik. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian

GliserolKolesterolAseto asetathidroksi butiratAsetonSteroidSteroidogenesisKolesterogenesisKetogenesisDietLipidKarbohidratProteinAsam lemakTrigliseridaAsetil-KoAEsterifikasi LipolisisLipogenesis Oksidasi betaSiklus asam sitratATPCO2 H2O+ ATPIkhtisar metabolisme lipid

Metabolisme gliserolGliserol sebagai hasil hidrolisis lipid (trigliserida) dapat menjadi sumber energi. Gliserol ini selanjutnya masuk ke dalam jalur metabolisme karbohidrat yaitu glikolisis. Pada tahap awal, gliserol mendapatkan 1 gugus fosfat dari ATP membentuk gliserol 3-fosfat. Selanjutnya senyawa ini masuk ke dalam rantai respirasi membentuk dihidroksi aseton fosfat, suatu produk antara dalam jalur glikolisis (Supardan, 1989).

Reaksi-reaksi kimia dalam metabolisme gliserol

Oksidasi asam lemak (oksidasi beta)Untuk memperoleh energi, asam lemak dapat dioksidasi dalam proses yang dinamakan oksidasi beta. Sebelum dikatabolisir dalam oksidasi beta, asam lemak harus diaktifkan terlebih dahulu menjadi asil-KoA. Dengan adanya ATP dan Koenzim A, asam lemak diaktifkan dengan dikatalisir oleh enzim asil-KoA sintetase (Tiokinase) (Supardan, 1989) .

Aktivasi asam lemak menjadi asil KoAAsam lemak bebas pada umumnya berupa asam-asam lemak rantai panjang. Asam lemak rantai panjang ini akan dapat masuk ke dalam mitokondria dengan bantuan senyawa karnitin, dengan rumus (CH3)3N+-CH2-CH(OH)-CH2-COO-.

Membran mitokondria internaKarnitin palmitoil transferase IIKarnitin Asil karnitintranslokaseKoAKarnitinAsil karnitinAsil-KoAAsil karnitinBeta oksidasiMembran mitokondria eksternaATP + KoAAMP + PPiFFAAsil-KoAAsil-KoA sintetase(Tiokinase)Karnitin palmitoil transferase IAsil-KoAKoAKarnitinAsil karnitinMekanisme transportasi asam lemak trans membran mitokondria melalui mekanisme pengangkutan karnitinLangkah-langkah masuknya asil KoA ke dalam mitokondria dijelaskan sebagai berikut: Asam lemak bebas (FFA) diaktifkan menjadi asil-KoA dengan dikatalisir oleh enzim tiokinase. Setelah menjadi bentuk aktif, asil-KoA dikonversikan oleh enzim karnitin palmitoil transferase I yang terdapat pada membran eksterna mitokondria menjadi asil karnitin. Setelah menjadi asil karnitin, barulah senyawa tersebut bisa menembus membran interna mitokondria. Pada membran interna mitokondria terdapat enzim karnitin asil karnitin translokase yang bertindak sebagai pengangkut asil karnitin ke dalam dan karnitin keluar. Asil karnitin yang masuk ke dalam mitokondria selanjutnya bereaksi dengan KoA dengan dikatalisir oleh enzim karnitin palmitoiltransferase II yang ada di membran interna mitokondria menjadi Asil Koa dan karnitin dibebaskan. Asil KoA yang sudah berada dalam mitokondria ini selanjutnya masuk dalam proses oksidasi beta.

Dalam oksidasi beta, asam lemak masuk ke dalam rangkaian siklus dengan 5 tahapan proses dan pada setiap proses, diangkat 2 atom C dengan hasil akhir berupa asetil KoA. Selanjutnya asetil KoA masuk ke dalam siklus asam sitrat. Dalam proses oksidasi ini, karbon asam lemak dioksidasi menjadi keton(Stryer L, 1996) .

Oksidasi karbon menjadi keton

Keterangan:Frekuensi oksidasi adalah ( jumlah atom C)-1Jumlah asetil KoA yang dihasilkan adalah ( jumlah atom C)

Oksidasi asam lemak dengan 16 atom C. Perhatikan bahwa setiap proses pemutusan 2 atom C adalah proses oksidasi dan setiap 2 atom C yang diputuskan adalah asetil KoA.

Aktivasi asam lemak, oksidasi beta dan siklus asam sitrat

Telah dijelaskan bahwa asam lemak dapat dioksidasi jika diaktifkan terlebih dahulu menjadi asil-KoA. Proses aktivasi ini membutuhkan energi sebesar 2P. (-2P)Setelah berada di dalam mitokondria, asil-KoA akan mengalami tahap-tahap perubahan sebagai berikut:1. Asil-KoA diubah menjadi delta2-trans-enoil-KoA. Pada tahap ini terjadi rantai respirasi dengan menghasilkan energi 2P (+2P)2. delta2-trans-enoil-KoA diubah menjadi L(+)-3-hidroksi-asil-KoA3. L(+)-3-hidroksi-asil-KoA diubah menjadi 3-Ketoasil-KoA. Pada tahap ini terjadi rantai respirasi dengan menghasilkan energi 3P (+3P)4. Selanjutnya terbentuklah asetil KoA yang mengandung 2 atom C dan asil-KoA yang telah kehilangan 2 atom C. Dalam satu oksidasi beta dihasilkan energi 2P dan 3P sehingga total energi satu kali oksidasi beta adalah 5P. Karena pada umumnya asam lemak memiliki banyak atom C, maka asil-KoA yang masih ada akan mengalami oksidasi beta kembali dan kehilangan lagi 2 atom C karena membentuk asetil KoA. Demikian seterusnya hingga hasil yang terakhir adalah 2 asetil-KoA (Murray,2003). Asetil-KoA yang dihasilkan oleh oksidasi beta ini selanjutnya akan masuk siklus asam sitrat. Penyimpanan lemak dan penggunaannya kembaliAsam-asam lemak akan disimpan jika tidak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi. Tempat penyimpanan utama asam lemak adalah jaringan adiposa. Adapun tahap-tahap penyimpanan tersebut adalah: Asam lemak ditransportasikan dari hati sebagai kompleks VLDL. Asam lemak kemudian diubah menjadi trigliserida di sel adiposa untuk disimpan. Gliserol 3-fosfat dibutuhkan untuk membuat trigliserida. Ini harus tersedia dari glukosa. Akibatnya, kita tak dapat menyimpan lemak jika tak ada kelebihan glukosa di dalam tubuh. Dinamika lipid di dalam sel adiposa. Perhatikan tahap-tahap sintesis dan degradasi trigliserida

Penghitungan energi hasil metabolisme lipid

Dari uraian di atas kita bisa menghitung energi yang dihasilkan oleh oksidasi beta suatu asam lemak. Misalnya tersedia sebuah asam lemak dengan 10 atom C, maka kita memerlukan energi 2 ATP untuk aktivasi, dan energi yang di hasilkan oleh oksidasi beta adalah 10 dibagi 2 dikurangi 1, yaitu 4 kali oksidasi beta, berarti hasilnya adalah 4 x 5 = 20 ATP. Karena asam lemak memiliki 10 atom C, maka asetil-KoA yang terbentuk adalah 5 buah. Setiap asetil-KoA akan masuk ke dalam siklus Krebs yang masing-masing akan menghasilkan 12 ATP, sehingga totalnya adalah 5 X 12 ATP = 60 ATP. Dengan demikian sebuah asam lemak dengan 10 atom C, akan dimetabolisir dengan hasil -2 ATP (untuk aktivasi) + 20 ATP (hasil oksidasi beta) + 60 ATP (hasil siklus Krebs) = 78 ATP. Sebagian dari asetil-KoA akan berubah menjadi asetoasetat, selanjutnya asetoasetat berubah menjadi hidroksi butirat dan aseton. Aseto asetat, hidroksi butirat dan aseton dikenal sebagai badan-badan keton. Proses perubahan asetil-KoA menjadi benda-benda keton dinamakan ketogenesis.

Jika kebutuhan energi tidak dapat tercukupi oleh karbohidrat, maka simpanan trigliserida ini dapat digunakan kembali. Trigliserida akan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak (Guyton, 1996). Gliserol dapat menjadi sumber energi (metabolisme gliserol). Sedangkan asam lemak pun akan dioksidasi untuk memenuhi kebutuhan energi pula (oksidasi beta).

4. Seseorang berobat pada seorang dokter mengenai keluhan pada sistem pencernaan. Dokter kemudian menganalisis feses pasien tersebut dan ditemukan banyak lemak. Sebagai seorang ahli biologi analisislah kasus tersebut !

Tanda-tanda dari masalah pencernaan salah satunya adalah dengan menganalisis kandungan dari feses. Jika yang menempel pada dinding toilet, atau sulit untuk disiram, bisa menunjukkan adanya terlalu banyak kandungan minyak. Menurut Raufman dalam sebuah artikel menyatakan bahwa Minyak itu mengapung, sehingga akan bisa melihatnya di dalam air dan tampak seperti tetesan lemak, yang dapat berarti tubuh tidak menyerap lemak dengan baik. Penyakit pada saluran pencernaan yang menyebabkan feses mengandung lemak adalah pankreatitis kronis karena menghalangi tubuh dari fungsinya menyerap lemak. Oleh karena itu, pada kasus dokter yang menyatakan bahwa feses pasien mengandung bayak lemak kemungkinan dikarenakan gangguan pada pankreas yaitu pankreatitis kronis.Salah satu cara mudah mengetahui indikator dari feses yang normal adalah dengan melihat feses yang di keluarkan mengapung atau tenggelam. Jika, pola makan yang baik akan menyebabkan feses tenggelam di dasar kloset. Artinya, makanan yang dikonsumsi cukup banyak serat dan nutrisi lainnya. Sedangkan kotoran akan mengapung bila makanan yang dikonsumsi terlalu banyak lemak. Peningkatan kadar nutrisi dalam tinja yang disediakan untuk bakteri normal yang hidup di saluran pencernaan, akan menghasilkan lebih banyak gas. Bila gas itu tak punya kesempatan untuk keluar (sebagai kentut), akibatnya tinja yang mengandung gas itu mengapung.Analisis Deskripsi Penyakit Pankreas KronisPankreas kronis meriupakan peradangan pankreas dalam jangka waktu lama yang mengubah struktur normal organ dan fungsi. Hal ini dapat timbul karena peradangan akut pada pankreas yang terluka sebelumnya, atau kerusakan kronis dengan nyeri persisten atau malabsorpsi. Ini adalah proses penyakit yang ditandai dengan kerusakan permanen pada pankreas yang berbeda dari perubahan reversibel pada pankreatitis akut. Pankreatitis kronis merupakan proses inflamasi pankreas yang progresif dan menyebabkan kerusakan parenkim pankreas yang irreversibel berupa fibrosis serta mengakibatkan disfungsi eksokrin dan endokrin.Pasien dengan pankreatitis kronis biasanya mengalami nyeri perut terus-menerus atau steatorrhea akibat malabsorpsi lemak dalam makanan. Diabetes merupakan komplikasi umum karena kerusakan pankreas kronis dan mungkin memerlukan pengobatan dengan insulin. Gejala :Nyeri yang hebat di daerah abdomen bagian atas dan punggung disertai muntah. Penurunan berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronik. Lebih dari 75% pasien mengalami penurunan berat badan yang bermakna yang biasanya disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan takut bahwa makan akan memicu serangan berikutnya.Kemudian terjadi Malabsorbsi pada penyakit tersebut ketika fungsi pancreas masih terisi 10%. Defekasi menjadi sering dan feses menjadi berbuih serta berbau busuk karena gangguan pencernaan lemak. Keadaan ini dinamakan steatore. Steatorea akibat insufisiensi eksokrin pankreas tidak hanya terjadi hingga kapasitas sekresi pankreas menurun kurang dari 10% normal. Malabsorbsi tidak hanya akibat sekresi enzim pankreas yang berkurang, penurunan sekresi bikarbonat pada sistem duktus pankreas juga menurunkan pH duodenal yang mempengaruhi pencernaan. Penurunan berat badan terjadi sebagai konsekuensi malabsorbsi, tetapi dapat memburuk dengan kurang makan akibat nyeri atau intake makanan yang ada tidak kuat akibat alkoholisme kronik dan berlanjut ke penyakit kronik.Penyebab-penyebab pankreatitis kronis adalah: kondisi-kondisi sejak lahir seperti pancreas divisum Penggunaan minum-minuman alkhohol dalam jangka waktu lama. tingkat kalsium yang tinggi didalam darah (hypercalcemia) tingkat yang tinggi dari lemak-lemak didalam darah (hyperlipidemia atau hypertriglyceridemia) kondisi-kondisi tertentu autoimmune Maisonneuve P et al (2005) melaporkan bahwa dari 930 pasien pankreatitis kronis , mempunyai hubungan antara perokok dengan diagnosis pankreatitis kronis pada usia tua. Disamping alkohol, rokok juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya pankreatitis kronis serta terdapatnya hubungan antara rokok dengan progresifitas pankreatitis kronis.Diagnose mungkin sulit, namun teknik-teknik baru dapat membantu. Tes-tes fungsi pankreas membantu seorang dokter memutuskan apakah pankreas masih cukup menghasilkan enzim-enzim pencernaan. Dengan menggunakan ultrasonic imaging, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), dan CAT scans, seorang dokter dapat melihat persoalan-persoalan yang mengindikasikan pankreatitis kronis. Persoalan-persoalan seperti itu termasuk kalsifikasi pankreas (calcification of the pancreas), dimana jaringan-jaringan mengeras dari endapan-endapan garam-garam kalsium yang tidak dapat larut. Pada tingkatan yang lebih lanjut dari penyakit, ketika terjadi diabetes dan malabsorpsi, seorang dokter dapat menggunakan sejumlah tes-tes darah, air seni, dan kotoran (feces) untuk membantu mendiagnosis pankreatitis kronis dan memonitor kemajuannya.Ada beberapa teori yang mendasari sebab-akibat penyakit pankreasa. Teori Stres Oksidatif Braganza dkk. mengajukan bahwa penyebab dari penyakit pankreas adalah overaktivitas enzim detoksifikasi di hati yang menghasilkan radikal bebas oksidan . Meskipun enzim-enzim ini membantu proses detoksifikasi substansi dalam darah, hasil sampingannya termasuk molekul reaktif yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Pankreas terekspos oleh stress oksidatif melalui sirkulasi sistemik atau refluks empedu ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan.Hipotesis stress oksidatif. Hasil sampingan oksidasi yang terjadi dalam sel-sel hepatosit disekresikan ke dalam empedu. Empedu berefluks ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan kerusakan oksidatif pada level sel asinar dan sel duktus. Paparan kronik terhadap stress oksidatif menyebabkan fibrosis.b. Teori Toksik MetabolikBordalo dan kawan-kawan mengajukan teori bahwa alkohol secara langsung menjadi toksik bagi sel-sel asinar melalui perubahan pada metabolisme seluler. Alkohol memproduksi lipid sitoplasmik yang berakumulasi dalam sel-sel asinar, yang menyebabkan degenerasi lemak, nekrosis seluler, dan kemudian fibrosis yang meluas.c. Teori Obstruksi batu dan duktusHenri Sarles menegaskan dualitas pankreatitis akut dan kronik , keduanya merupakan penyakit yang terpisah dengan patogenesis yang berbeda. Pankreatitis akut disebabkan oleh aktivasi tripsin dan autodigesti parenkimal yang tidak teratur, pankreatitis kronik dimulai dalam lumen duktus pankreatikus. Alkohol memodulasi fungsi endokrin untuk meningkatkan litogenisitas cairan pankreas, menyebabkan bentuk plak protein dan batu. Kontak kronik batu dengan sel-sel epithelial duktus menyebabkan ulserasi dan perlukaan, menyebabkan obstruksi, stasis, dan pembentukan batu lebih lanjut. Pada akhirnya, atrofi dan fibrosis berkembang sebagai dampak dari proses obstruksi.d. Teori Nekrosis FibrosisSebagai kebalikan dari teori batu, hipotesis nekrosis fibrosis membayangkan perkembangan fibrosis dari pankreatitis akut yang rekuren. Inflamasi dan nekrosis dari beberapa episode pankreatitis akut menyebabkan perlukaan pada daerah periduktal yang menyebabkan obstruksi duktus dan berkembang menjadi stasis dalam duktus dengan pembentukan batu sekunder. Obstruksi berat menyebabkan atrofi dan nekrosisHasil sampingan oksidasi yang terjadi dalam sel-sel hepatosit disekresikan ke dalam empedu. Empedu berefluks ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan kerusakan oksidatif pada level sel asinar dan sel duktus. Paparan kronik terhadap stress oksidatif menyebabkan fibrosisPerawatan Pankreatitis kronisMembebaskan dari sakit adalah langkah pertama dalam merawat pankreatitis kronis. Langkah berikutnya adalah merencanakan diet yang tinggi karbohidratnya dan rendah lemaknya. Seorang dokter mungkin dapat meresepkan enzim-enzim pankreas yang diminum bersama dengan makanan jika pankreas tidak mengeluarkan yang cukup dari punyanya sendiri. Enzim-enzim harus diminum dengan setiap makanan untuk membantu tubuh mencerna makanan dan memperoleh kembali beberapa berat badan. Insulin atau obat-obatan lain diperlukan untuk mengontrol gula darah (blood glucose).Pada beberapa kasus-kasus, operasi diperlukan untuk membebaskan dari sakit. Operasi mungkin melibatkan pengaliran suatu saluran pankreas yang membesar atau mengangkat bagian dari pankreas.Untuk serangan-serangan yang lebih ringan dan lebih sedikit, orang-orang dengan pankreatitis harus berhenti meminum alkohol, patuh pada diet yang diresepkan, dan minum obat-obatan yang tepat.

5. Jelaskan bagaimana chloride shift berlangsung!Karbondioksida yag dihasilkan oleh jaringan tubuh berdifusi ke dalam cairan interstitial dan ke dalam plasma. Kurang 10% karbondioksida tersebut tetap tertinggal dalam plasma sebagai CO2 yang terlarut. Lebih 90% karbondioksida tersebut berdifusi ke dalam sel darah merah. Beberapa diantaranya diambil dan diangkut oleh hemoglobin. Sebagian besar karbondioksida bereaksi dengan ion hidrogen dalam eritrosit untuk membentuk asam karbonat. Sel darah merah mengandung enzim karbonat anhidrase, yang mengkatalisis reaksi. Asam kabrbonat berdisosiasi menjadi ion bikarbonat dan ion hidrogen. Hemoglobin berikatan dengan sebagian besar ion hidrogen dari asam karbonat, agar tidak bertambah asam. Pengikatan ion hidrogen tersebut menyebabkan Bohr Shift. Proses perubahan asam karbonat-bikarbonat yang dapat berbalik arah juga membantu menyangga darah, dengan membebaskan atau mengeluarkan ion hidrogen, tergantung pada pH. Sebagian besar ion bikarbonat berdifusi ke dalam plasma, ion-ion diangkut dalam aliran darah ke paru-paru. Kebalikan dari proses yang terjadi dalam kapiler jaringan terjadi diparu-paru. Ion bikarbonat berdifusi dari plasma ke dalam sel darah merah.Ion hidrogen yang dibebasan dari hemoglobin, bergabung dengan ion bikarbonat untuk membentuk asam karbonat. Karbondioksida dibentuk dari asam karbonat dan dilepaskan dari hemoglobin. Karbondioksida berdifusi keluar dari darah, ke dalam cairan interstitial dan ke dalam ruangan alveoli, sebelum dikeluarkan selama ekshalasi (Campbell, et al. 2004). Proses reaksi karbondioksida dalam plasma dan sel jaringan :

Dalam pertukaran ion klor berdifusi ke dalam sel darah merah yang dikenal sebagai chloride shift. Ion klor yang masuk plasma dari sel darah merah bergabung dengan ion K untuk membentuk KCl. Ion bikarbonat yang masuk plasma dari sel darah merah bergabung dengan ion Na, membentuk sodium bikarbonat. Rangkaian reaksi tersebut bahwa karbondioksida dibawa dari sel jaringan sebagai ion bikarbonat dalam plasma (Soewolo, et al. 1999). Chloride shift : gerakan Cl untuk mengimbangi gerakan HCO3 antara eritrosit dan plasma arah gerakan berbeda dijaringan dan dialveoli. Karbon dioksida (CO2) bereaksi dengan air membentuk asam karbonat, yang akan berdisosiasi menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-) : CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3 -Pada reaksi ini dikatalis oleh enzim carbonic anhidrase yang terdapat pada eritrosit dan dihambat oleh acetal amine. Sebanyak 99,9% CO2 akan diubah menjadi HCO3-, hanya 0,1% yang tidak terdisosiasi. Hb merupakan buffer utama dalam darah. Hb akan mengubah hidrogen bebas dari darah ke bentuk H ++HCO3 - +KHb HHb + K ++ HCO3-Ini terjadi hanya pada sel darah. Impermeabel terhadap K+, permeabel terhadap HCO3- berdifusi ke plasma dan ion lain masuk eritrosit (Cl-).Transport CO2 :- 7% dissolved in plasma- 23% sebagai Hb- CO2- 70% sebagai HCO3Saat dalam kondisi istirahat, proses metabolisme sel jaringan membutuhkan sekitar 250 Ml O2 dan memproduksi sekitar 200 mL CO2 setiap menit. C6H12O6 + 6O2 6H2O +ATPBentuk baru dari CO2 ditransportasikan dalam sel jaringan ke paru-paru melalui enam mekanisme berbeda, 3 melalui plasma dan 3 melalui sel darah merah.Dalam Plasma DarahDi dalam plasma, sekitar 1% CO2 yang dilarutkan dalam plasma secara kimia berkombinasi dengan gugus amino bebas dan membentuk senyawa carbamino. Sekitar 5% CO2 yang terlarut dalam plasma mengalami ionisasi sebagai bicarbonate. CO2 yang terlarut di dalam plasma menyumbang sekitar 5% dari total CO2 yang dikeluarkan di paru-paru.Dalam RBCCO2 terlarut di dalam cairan intracellular dari nilai RBC (Red Blood Cell) kira-kira 5% dari total CO2 yang dikeluarkan di paru-paru. Sekitar 21% dari CO2 berkombinasi dengan hemoglobin RBC membentuk carbamino-Hb. Sebagian besar CO2(sekitar 63%) ditransportasi dari sel jaringan ke paru-paru dalam bentuk bicarbonate.

Pertukaran antara ion bikarbonat dengan ion Cl melewati membran eritrosit atau pergeseran klorida adalah keluarnya ion bikarbonat (keluar eritrosit) dengan ion Cl- (masuk eritrosit) di dalam membran (saling bertukaran) disebut The Chloride Shift Sedangkan peristiwa pengikatan CO2 dengan Hb disebut Haldane Effects.

Regulasi Respirasi dalam Keseimbangan Asam BasaKekuatan pengontrolan buffer dari sebuah sistem buffer yang terbesar saat pH=pKapH cairan tubuh ekstraseluler adalah 7,4pKa dari bikarbonat-CO2 sistem buffer adalah 6,1Penjagaan dari pH range yang dapat diterima dalam cairan extracellular dikerjakan oleh tiga mekanisme : - Chemical Buffer reaksi sangat cepat (kurang dari satu detik)- Respiratory Regulation reaksi sedang (detik ke menit)- Renal (Kidney) Regulation reaksi lambat (menit sampai jam)

Faktor-faktor yang berperan dalam mempertahankan pH darah yang konstan adalah buffer dalam darah, pertukaran gas dalam paru dan mekanisme ekskresi oleh ginjal. Beberapa buffer dalam darah antara lain ion bikarbonat, fosfat inorganik (H2PO4), dan proteinat (protein plasma yang menjadi buffer, termasuk albumin dan Hb).

Tubuh membutuhkan buffer pH dalam darah untuk menjaga melawat perubahan tiba-tiba dalam keasaman. Dan buffer pH bekerja secara kimia untuk memperkecil perubahan pH larutan. Selain itu CO2 adalah produk penting dari metabolisme dan secara kontas diproduksi oleh sel dan darah membawa CO2 ke paru-paru untuk dikeluarkan. Ketika bernafas dinaikkan, level CO2 darah turun dan menjadi lebih basa. Sedangkan ketika bernafas diturunkan, level CO2 darah naik dan menjadi lebih asam. Dengan penambahan kecepatan dan kedalaman pernafasan, pusat kontrol pernafasan dan paru-paru bisa mengatur pH darah setiap saat.

REFERENSIBaughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGCCampbell NA, Reece JB, and Mitchel LG. 2004. Biologi. Alih Bahasa : Wasmen Manalu. Jakarta : Erlangga.Ganong WF. 1995. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-14. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.Guyton AC, Hall JE, 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,Edisi IX, Penerjemah: Setiawan I, Tengadi LMAKA, Santoso A, Jakarta: EGCMills,John& Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru.Jakarta: EGCMurray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, 2003, Biokimia Harper, Edisi XXV, Penerjemah Hartono Andry, Jakarta: EGC Soewolo, Basoeki S, Yudani T. 1999. Fisiologi Manusia. IMSTEP JICA-Universitas Negeri Malang.Supardan, 1989.Metabolisme Lemak.Malang: Lab. Biokimia Universitas BrawijayaSuradi. 2004. Peran il-ib, il-12, ifn-y, dan il-10 Terhadap Kadar Elastase mmp-9 di Paru, Suatu Pendekatan Imunologi Patogenesis Emfisema Paru. Disertasi. Pasca Sarjana UNAIR Surabaya.Stryer L, 1996.Biokimia.Edisi IV, Penerjemah: Sadikin dkk (Tim Penerjemah Bagian Biokimia FKUI), Jakarta: EGC