Download - UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) Mata kuliah : Perilaku Konsumen ...

Transcript
Page 1: UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) Mata kuliah : Perilaku Konsumen ...

Improvement Is A Proof!

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

Mata kuliah : Perilaku Konsumen Pengajar : Tim Dosen Hari/tanggal : Kamis, 26 Mei 2011 Waktu Ujian : 150 menit Sifat Ujian : Closed Book

Soal 1 (Nilai Maksimum: 25 poin)

a. Berikan contoh dengan menggunakan kasus nyata bagaimana pemasar menggunakan konsep subculture dalam kegiatan promosi/komunikasi pemasaran produknya.

b. Jelaskan tiga tipe pengaruh kelompok referensi (reference group influence) serta berikan contoh dalam strategi pemasaran untuk ketiga tipe tersebut

Soal 2 (Nilai Maksimum: 40 poin)

Bacalah artikel terlampir dan jawablah pertanyaan di bawah ini.

a. Berikan analisis dan pengembangan (ide) Anda tentang “Product Strategy Issues”, yang mencakup: product affect and cognition (tentang satisfaction/dissatisfaction), product environment (tentang product attribute dan packaging), dan product behavior (tentang product contact dan brand loyalty/variety seeking), berdasarkan informasi kasus Magnum di lampiran.

b. Berikan analisis tentang “Promotion Strategy Issue”, yang mencakup: promotion affect and cognition (tentang attitude toward ad dan persuasion process), promotion environment (tentang clutter dan level of competition), dan promotion behavior (tentang information contact dan worth of mouth), berdasarkan informasi kasus Magnum di lampiran. Berikan ide promotion mix lain untuk produk Magnum.

Soal 3 (Nilai Maksimum: 35 poin)

Berdasarkan hasil tugas kelompok yang dibuat TIM ANDA, serta salah satu KELOMPOK LAIN di kelas Anda, jelaskan poin-poin berikut:

a. Berbagai temuan yang diperoleh dari hasil observasi dan atau FGD (misalnya consumer product knowledge, reason for purchase/use, behavior/usage habits, dsb).

b. Strategi pemasaran (bauran pemasaran) yang anda sarankan untuk masing-masing produk / brand tersebut.

Page 2: UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) Mata kuliah : Perilaku Konsumen ...

Improvement Is A Proof!

Magnum, Magnitude Baru Es Krim Walls

Akhir November 2010, es krim Magnum tiba-tiba menjadi bahan pembicaraan di milis dan kalangan anak muda. Produk besutan PT Unilever Indonesia Tbk. ini sulit ditemukan di pasaran, padahal tengah diluncurkan kembali dengan suasana komunikasi yang penuh gegap gempita. Semakin banyak yang mencari, semakin banyak konsumen yang penasaran dan memburunya. Inilah yang pertama kali terjadi, es krim menjadi buruan konsumen Indonesia dimana-mana.

Sebenarnya es krim Magnum sudah mulai diperkenalkan di Indonesia tahun 1994, sebagai salah satu varian produk es krim Wall’s. kala itu, Unilever memperkenalkan es krim Walls’s untuk anak-anak, remaja dan dewasa. Namun dalam perjalanannya, es krim untuk anak-anak jauh lebih diminati. “Jadinya, kami di Indonesia focus hanya menggarap pasar anak-anak.” Ungkap Meila Putri Handayani, Manajer Merek Senior Wall’s Magnum.

Magnum sejak awal diperuntukkan bagi remaja dan dewasa tak banyak disentuh oleh Unilever. Meila mengaatakan, selama 1994-2010 pihaknya cenderung membiarkan Magnum berkembang ala kadarnya. “Kami belum mempunyai waktu yang tepat untuk mendukung komunikasi Magnum,” ujarnya.

Sampai akhirnya dua tahun lalu Unilever melihat bahwa orang dewasa di Indonesia mulai mencari es krim untuk dessert di restoran, “Kami berpikir segmen dewasa sudah mulai berkembang, sehingga bagaimana caranya kamu masuk ke segmen ini. Kamu pikir Magnum yang paling tepat,” paparnya. Maka, Unilever pun langsung bersiap-siap mengisi posisi manajer merek untuk Magnum yang sebelumnya selalu dikosongkan.

Meila menjelaskan, berdasarkan riset yang dilakukan, orang dewasa ternyata ingin mendapatkan produk dengan kualitas baik yang bisa menghadirkan sensasi ketika dikonsumsi. Karena itu, kualitas Magnum pun harus ditingkatkan. Kualitas cokelatnya ditingkatkan, sama dengan Magnum yang dipasarkan di Eropa. Pabrik di Indonesia secara teknologi disesuaikan dengan pabrik di Eropa. “Pemasaran akan sukses jika produknya winning product,” ujarnya.

Tak hanya itu, slogan citra produk dan model distribusinya juga diubah. Slogan citra kini menjadi “It made from Belgium chocolate”. Adapun kanal untuk promosi disesuaikan dengan target sasaran dan psikografisnya. Salah satu energi yang diambil adalah word of mouth (WOM). “Untuk pasar dewasa, iklan saja tidaklah cukup,” ujar Melia yang membuktikan strategi WOM ternyata lebih jitu. WOM membuat konsumen penasaran ketika ada temannya bicara suatu hal yang baru. “Buzz itu juga key success factor-nya Magnum sekarang,” ungkapnya. Ia mengakui buzz menciptakan publikasi di dunia jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.

Dikabarkan bahwa pemberitaan tidak adanya Magnum di pasaran saat masa peluncuran kembalinya adalah bagian dari strategi WOM Unilever, Meila hanya mengakui, penanganan Magnum memang harus berbeda, karena Magnum tergolong produk premium tapi missal. Sebagai merek es krim, ia menyentuh kalangan premium karena diasosiasikan dengan hal-hal yang premium, tetapi bersifat massal karena akan didistribusikan ke seluruh Indonesia.

Page 3: UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) Mata kuliah : Perilaku Konsumen ...

Improvement Is A Proof!

“Magnum dijual dengan positioning premium chocolate Ice cream but it mass atau bisa disebut mass premium. Secara kualitas produk kami tidak kalah dengan yang mahal-mahal, tetapi affordable, accessible,” katanya menandaskan.

Sebagai bagian dari keistimewaan Magnum itulah, peluncurannya kembali juga dikemas secara istimewa. Unilever menggelar pesta khusus untuk kaum sosalita dan selebritas pada 12 November 2010 dengan mengundang 400 orang. Tujuannya agar para undangan ini mencoba Magnum dan setelah merasakan kelezatannya, mereka bisa menceritakan ke teman-temannya. Dari situlah Melia berharap ceritanya menyebar, karena mereka adalah orang-orang yang diikuti orang lain.

Melia mengatakan, besarnya investasi iklan yang digelontorkan Unilever untuk Magnum juga dibarengi dengan distribusi yang prima. Tujuannya, tak lain agar tingkat ketersediaan barang di pasar tetap tinggi. Dalam hal ini, Magnum ikut dalam distribusi Wall’s. “Di mana ada Wall’s, di situ ada Magnum,” ujarnya. Namun, pada beberapa toko yang general trade (toko-toko yang dibuka oleh orang per orang) yang terletak di tengah perumahan kalangan sosial menengah-bawah Magnum tidak dijual. “Distribusi kami itu 90% dari Wall’s, jadi dimana ada Wall’s, 90%-nya jualan Magnum.”

Menurut Sumardy, pengamat pemasaran dari Octobrand, es krim merupakan produk yang tergolong impulsive buying product sehingga kegiatan pemasaran dan promosi akan dengan mudah memengaruhi sifat impulsive konsumen untuk beli es krim. “Promosi yang dilakukan tentunya akan memberikan efek jangka pendek yang impulsive.” ujarnya.

Selain itu, Sumardy menmbahkan, integrasi dengan media sosial/digital yang bisa diakses lewat ponsel tentunya juga akan membantu sifat impulsive tersebut karena konsumen di perkotaan membawa ponsel kemana-mana. “Mungkin membaca status Twitter dan sebagainya sehingga impulse buying-nya lebih pengaruh.”

Namun, menurutnya, tantangan terbesar adalah bagaimana mengubah impulse buying ini menjadi repeat buying, apakah harus rergantung pada promosi sesaat lagi atau memang konsumen bisa terpengaruh oleh rasa/kualitas produknya.

Mila mengatakan, hingga saat ini Unilever cukup puas dengan performa Magnum. “Dibulan kedua, distribusi kami naik tujuh kali lipatnya,” ungkapnya. “Pengantaran barang seminggu sekali ke sebuah toko, maksimum tiga barang sudah laku.”

http://swa.co.id/2011/01/magnum-magnitude-baru-es-krim-walls/