UJI MODEL KOLOM KOMPRESIBEL AGREGAT
DIBUNGKUS GEOGRID
MODEL TEST COMPRESSIBLE COLUMN
AGGREGATE WRAPPING BY GEOGRID
MUHAMMAD ADNIN MUNDOAP ZEN
P2305215002
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
UJI MODEL KOLOM KOMPREIBEL AGREGAT
DIBUNGKUS GEOGRID
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister Teknik
Program Studi
Teknik Sipil
Disusun dan Diajukan Oleh
MUHAMMAD ADNIN MUNDOAP ZEN
Kepada
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Muhammad Adnin Mundoap Zen
Nomor Mahasiswa : P2305215002
Program Studi : Teknik Sipil
Konsentrasi : Geoteknik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan
bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, November 2019
Yang menyatakan,
Muhammad Adnin Mundoap Zen
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan selesainya
tesis ini.
Dalam memilih judul tesis ini, penyusun menilai perlunya kajian yang
mendalam mengenai stabilisasi tanah untuk bahan konstruksi jalan. Hal ini
didasarkan pada tujuan perencanaan stabilisasi tanah untuk bahan konstruksi jalan
lebih mengarah pada kekuatan dan daya tahan.
Penulis banyak mendapat masukan dari berbagai pihak mulai dari
penentuan judul, penyusunan proposal, pembuatan metode penelitian dan sampai
penyelesaian Tesis ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Eng.Ir. Tri Harianto,
ST., MT., selaku Penasehat Utama dan Bapak Dr. Ir. Abd. Rachman Djamaluddin,
MT., selaku Penasehat Anggota atas bimbingan yang telah diberikan mulai dari
arahan, masukan dan koreksinya dalam penyusunan dan penyelesaian penelitian
ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Almarhum Prof.
Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, MS., M.Eng.,atas saran dan ide beliau sehingga
konsep dari penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Prof.Dr.Ing Herman Parung, M.Eng, Bapak Ir.
Achmad Bakri Muhiddin, M.Sc., Ph.D., dan Bapak Dr. Eng. Ardy Arsyad, ST.,
M.Eng.Sc., selaku dosen penguji bidang keahlian Geoteknik atas masukan dan
saran dalam penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil Angkatan 2015,
rekan-rekan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Hasanuddin, Laboran
dan asisten laboratorium dan adik-adik Mahasiswa S1, semoga segala bantuan dan
kebaikan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan dan pahala dari Allah
SWT. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada Ayahanda Ir.
H.Muhammad Mundoap M.Si, Ibunda Sitti Mudrijannah,SP, Desi Santi
Syamsuddin (pasangan) dan saudari penulis dr. Sitti Ainulhayati atas doa dan
ii
dorongan moril yang telah diberikan selama proses studi, serta Muhammad Syarif
Al-Qadri Adnin Zen (anak) sebagai penyemangat dalam menyelesaikan studi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu sangat diharapkan masukan dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan digunakan untuk
pengembangan wawasan serta penigkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua dan
untuk penelitian lebih lanjut.
Makassar, Oktober 2019
Penyusun
Muhammad Adnin Mundoap Zen
iii
Abstrak
MUHAMMAD ADNIN MUNDOAP ZEN. Uji Model Kolom Kompresibel
Agregat dibungkus Geogrid (dibimbing oleh Dr. Eng. Ir. Tri Harianto,
ST.,MT dan Dr. Ir. Abd. Rachman Djamaluddin, MT)
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu alasan utama untuk menunjang
perkembangan ekonomi pada suatu daerah, khususnya pembangunan infrastruktur pada
bidang transportasi, permasalahan utama pada pembangunan jalan raya yaitu kondisi
tanah dasar tidak mampu mendukung konstruksi yang ada diatasnya.Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisa seberapa besar deformasi yang terjadi pada
tanah lunak dengan menggunakan dan tanpa menggunakan stone kolom dan
menganalisia kapasitas dukung tanah lunak dengan menggunakan dan tanpa
menggunakan stone kolom. Deformasi vertikal dan potensi heaving pada permukaan
tanah lunak dengan perkuatan stone kolom agregat geopak paling kecil terjadi pada
variasi 3 ukuran lolos saringan 15% (1½"), 25% (1"), 60 (¾") dengan kapasitas dukung
paling besar.Heaving pada system pondasi tanah lunak secara signifikan terjadi pada
radial distance 15 cm dari pusat kolom Agregat.
Kata kunci : Tanah Lunak, Kolom Kompresibel Agregat, Penurunan
iv
Abstract.
MUHAMMAD ADNIN MUNDOAP ZEN. Compressible Coloumn Test
Models Aggregate Wraping by Geogrid (guided by Dr. Eng. Ir. Tri
Harianto, ST.,MT and Dr. Ir. Abd. Rachman Djamaluddin, MT)
Infrastructure development is one of the most important things in economic
development in a region, especially infrastructure development in the field
of transportation, the main problem in road construction is the condition of
subgrade which does not meet the expected requirements and
criteria.This study aims to analyze the ratio of deformation in soft soils
using Stone Column and without using Stone Column and analyze the
increase in the carrying capacity of the soil from without strengthening the
stone column and using the strengthening of the stone column.Vertical
deformation and potential heaving on the surface of soft soil foundation
systems with the strengthening of the Geopak Aggregate column occur at
least in Variation 3 passing the filter 15% (1 ½ "), 25% (1"), 60 (¾ ") with
consistency of carrying capacity bigger, effect. Heaving in the soft soil
foundation system significantly occurs at a radial distance of 15 cm from
the center of the Aggregate column.
Keywords: Soft Soil, Compressible Aggregate Column, Settlement
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKATA i
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penelitian 3
D. Lingkup dan Batasan Masalah 3
E. Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Isu Permasalahan Tanah Lunak 5
B. Kapasitas dan Daya Dukung Tanah 8
C. Kriteria Material Konstruksi 11
D. Karakteristik Geotekstile dan Geogrid 18
E. Perkuatan Tanah dengan Metode Kolom 27
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan 31
G. Kerangka Fikir 36
BAB III METODE PELAKSANAAN PENELITIAN 37
A. Lokasi dan Waktu Penelitian 37
B. Pengambilan Data danSampel 37
C. Rancangan Penelitian dan Pelaksanaan 39
D. Metode Analisis 45
E. Diagram Alir Penelitian 46
F. Defenisi Oprasional Variabel Penelitian 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 49
A. Karakteristik Fisis dan Mekanis Agregat 49
B. Karakteristik Kekuatan Material Agregat Stone Coloumn 51
C. Parameter Elemen Coloumn Agregat 52
D. Kapasitas Dukung Model Kolom Agregat Perkuatan Geogrid 55
vi
E. Pola Deformasi Kapasitas Dukung Model Coloumn Agregat 56
Pada Sistem Pondasi Tanah Lunak
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 61
A. Kesimpulan 61
B. Saran-saran 62
DAFTAR PUSTAKA 63
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
2.1 Tabel Definisi Kuat Geser Lempung Lunak 12
2.2 Tabel Klasifikasi Tanah Lunak Berdasarkan Unified Soil Classification system
14
2.3 Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO 15
2.4 Tabel Gradasi Agregat kasar (ASTM C-33) 18
2.5 Tabel Identifikasi Fungsi Geosintetik 21
2.6 Tabel Spesifikasi Geogrid 26
2.7 Tabel Penelitian terdahulu 32
3.1 Tabel Standar Pengujian Tanah 38
3.2 Tabel Standar Pengujian Agregat 39
3.3 Tabel Konversi Kepadatan Standard (ASTM D 698) 41
3.4 Tabel Angka Pori, Kadar Air dan Berat Isi Tanah Kering 42
4.1 Tabel Indeks Properties Tanah 49
4.2 Tabel Pengujian Kompaksi 50
4.3 Tabel Karakteristik Agregat 50
4.4 Tabel Jumlah Pukulan dengan nilai CBR 51
4.5 Tabel Nilai kapasitas dukung, deformasi, modolus dan poisson ratio pada kolom
53
4.6 Tabel Pembacaan deformasi pada pengujian pembebanan tanpa perkuatan agregat stone coloumn
57
4.7 Tabel Pembacaan deformasi pada pengujian pembebanan dengan perkuatan agregat stone coloumn
58
4.8
Tabel Penurunan dan beban maksimal pada uji model bak
dengan maupun tanpa perkuatan stone coloumn geopak
59
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Distribusi beban pada struktur jalan
8
2 Diagram Plastisitas Unified Soil Classification System 14
3 Pengelompokan Geosintetik 19
4 Jenis Geotextile 22
5 Geogrid Uniaxial 25
6 Geogrid Biaxial 26
7 GeogridTriax 27
8 Kerangka piker penelitian 36
9 Variasi Gradasi Agregat Stone Coloumn 38
10 Frame Loading pengujian elemen kolom skala laboraturium
41
11 Model Bak Uji Skala Laboratotium 42
12 Pemadatan Secara Statis 43
13 Kontrol Kepadatan dengan Sand Cone 43
14 Ilustrasi Pengujian Pembebanan 44
15 Bagan Alir Penelitian 46
16 Hubungan antara pembebanan elemen kolom dengan regangan vertical
52
17 Hubungan antara regangan horisontal dengan regangan vertikal
53
18 Hubungan antara Tegangan dan Regangan
54
19
Hubungan pembebanan perkuatan tanah dengan
deformasi vertikal
55
20 Bentuk deformasi pada pembebanan tanah timbunan tanpa perkuatan stone coloumn
57
21 Bentuk deformasi pada pembebanan tanah timbunan
dengan perkuatan stone coloumn 59
22 Besar penurunan pada tanah dasar dengan menggunakan
dan tanpa stone coloumn 59
ix
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan Arti dan keterangan
Mulai/selesai
Proses/analisis
Alur kerja
Percobaan (keputusan)
Penghubung ke halaman lain
b Lebar sampel
c Kohesi tanah
D Diameter Sampel
E Modulus Elastisitas
e Angka pori
H Tebal lapisan tanah
ΔH Penurunan
P Tekanan
q Tekanan equivalen
Sr Derajat Kejenuhan
qu Kapasitas dukung Ultimit
d Berat isi kering
Ѵ Poisson ratio
x
Ɛx Regangan horisontal
Ɛy Regangan vertikal
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan tanah di Indonesia timbul pada tanah
kohesif, khususnya yang termasuk kategori lempung (clay). Permasalahan
dengan jenis tanah ini umumnya meliputi masalah daya dukung atau
kekuatan memikul beban yang rendah, dan masalah kembang-susut
tanah akibat perubahan kadar air dalam tanah, terutama bagi lempung
yang mempunyai sifat kembang susut yang tinggi (tanah ekspansif). Salah
satu jenis tanah yang tergolong memiliki daya dukung yang rendah adalah
tanah lempung lunak (soft clay). Oleh sebab itu diperlukan adanya usaha
perkuatan dengan tujuan menambah daya dukung tanah salah satunya
dengan menggunakan Stone Coloum
Beberapa dekade terakhir penggunaan stone coloum mengalami
peningkatan dalam perbaikan tanah lunak untuk menaikkan daya dukung
tanah dan untuk mengurangi settlements. Teknik perbaikan tanah dengan
menggunakan stone column ini sangat baik untuk digunakan pada struktur
yang memiliki area yang luas seperti tanki penyimpanan minyak,
timbunan, dan struktur lain yang mungkin memiliki penurunan yang besar.
Stone column merupakan salah satu teknik perbaikan tanah untuk
meningkatkan Daya dukung tanah pada tanah lunak. Secara umum
proses konstruksi stone column yaitu dengan membuat lubang pada tanah
2
yang ingin ditingkatkan daya dukungnya selanjutnya kedalam lubang
tersebut dimasukkan material granular (coarse agregat) dengan berbagai
ukuran. Rasio perbedaan ukuran tersebut ditentukan berdasarkan kriteria
design yang diinginkan. Biasanya seiring dengan dimasukkannya material
granular dilakukan proses penggetaran yang dilakukan oleh vibroflot yang
digunakan pada proses vibroflotation sehingga material granular yang
berada di lubang tersebut bisa semakin memadat. Sehingga berdasarkan
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan “Stone Colum adalah salah
satu teknik perbaikan tanah dengan cara memasukkan material gravel
(coarse agregat) yang dipadatkan sehingga daya dukung tanah
disekitarnya meningkat.
Oleh karena itu penulis tertarik menelitinya dan menuangkan
dalam bentuk penulisan thesis yang berjudul :”Uji Model Kolom
Kompresibel Agregat dibungkus Geogrid”
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian padalatar belakang masalah, maka dalam
penelitian ini pokok permasalahan yang ada dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kapasitas dukung model kolom dengan variasi
agregat yang diberi perkuatan bahan geosintetik?
2. Bagaimana perbandingan deformasi pada tanah lunak dengan
menggunakan Stone Column dan tanpa menggunakan Stone
Column?
3
3. Bagaimana peningkatan daya dukung tanah lunak dalam
menerima beban dengan menggunakan stone coloumn dan
tanpa menggunakan stone coloumn?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Menganalisis daya dukung stone coloumn berdasarkan variasi
material yang digunakan (Agregat)
2. Menganalisis perbandingan deformasi pada tanah lunak dengan
menggunakan Stone Column dan tanpa menggunakan Stone
Column
3. Menganalisis peningkatan kapasitas dukung tanah dari tanpa
perkuatan stone coloumn dan menggunakan perkuatan stone
coloumn
D.Batasan Masalah
Batasan masalah yang menjadi pedoman dalam penelitian ini
adalah:
a. Jenis tanah yang digunakan adalah tanah berbutir halus dengan
klasifikasi lempung lunak
b. Dilakukan pengujian fisis dan mekanis di Laboraturium untuk
menentukan tanah lempung lunak
4
c. Dilakukan pengujian fisis dan mekanis di Laboraturium untuk
menentukan kelayakan agregat yang akan dijadikan perkuatan dari
stone kolom
d. Jenis Stone Coloumn yang digunakan pada penelitian ini adalah
Join Coloumn pada pengujian model skala bak
E.Manfaat Penelitian
1. Dari hasil Penelitian ini diharapkan model perkuatan Stone
Coloumn dapat dijadikan alternatif dalam peningkatan daya
dukung tanah lunak
2. Sebagai bahan referensi alternatif bagi para peneliti yang lain
dalam pengembangan dan pemanfaatan metode peningkatan
daya dukung tanah
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Isu Permasalahan Tanah Lunak
1. Umum
Lapisan lunak umumnya terdiri dari tanah yang sebagian besar
terdiri dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti lempung atau lanau.
Pada lapisan sangat lunak,semakin muda umur akumulasinya, semakin
tinggi letak muka airnya. Lapisan ini juga kurang mengalami pembebanan
sehingga sifat mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul beban.
Peranan tanah sangat penting dalam perencanaan atau pelaksanaan
bangunan, dikarenakan tanah tersebut berfungsi untuk mendukung beban
yang ada di atasnya. Oleh karena itu, tanah yang akan digunakan
sebagai pendukung konstruksi haruslah dipersiapkan terlebih dahulu
sebelum digunakan sebagai tanah dasar.
Sifat lapisan tanah sangat lunak adalah gaya gesernya yang kecil,
kemampatan yang besar,dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi,
bilamana pembebanan konstruksi melampaui daya dukung kritisnya maka
dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan meningkat yang
akhirnya akan mengakibatkan berbagai kesulitan.
Tanah lunak dalam konstruksi seringkali menjadi permasalahan.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya dukung tanah tersebut. Daya
dukung yang rendah dapat menyebabkan kerugian, mulai dari kerugian
6
dari sisi biaya konstruksi yang semakin mahal, hingga terancamnya
keselamatan konstruksi, yaitu struktur yang dibuat tidak mampu berdiri
secara stabil dan bisa roboh.
Tanah lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari sebagian
besar butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Sifat tanah
lunak adalah gaya gesernya kecil, kemampatannya besar, koefisien
permeabilitas yang kecil dan mempunyi daya dukung rendah jika
dibandingkan dengan tanah lempung lainnya. Tanah lempung lunak
secara umum mempunyai sifat-sifat sebagi berikut:
1. Kuat geser rendah
2. Bila kadar air bertambah, kuat gesernya berkurang
3. Bila struktur tanah terganggu, kuat gesernya berkurang
4. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat
5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah
6. Memiliki kompresibilitas yang besar
7. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak
pada beban yang konstan
8. Merupakan material kedap air
Tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebgai tanah lunak apabila
mempunyai daya dukung lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai standard
penetration test lebih kecil dari 4 (N-value<4) (Terzaghi, 1967)
Berdasarkan uji lapangan, tanah lunak secara fisik dapat diremas
dengan mudah oleh jari-jari tangan. Sifat umum tanah lunak adalah
memiliki kadar air 80-100%, batas cair 80-110%, batas plastis 30-45%,
7
saat dites sieve analysis, maka butiran yang lolos oleh saringan no 200
akan lebih besar dari 90% serta memiliki kuat geser 20-40 kN/m2
.(Toha,1989),
2. Pada perkerasan Jalan
Konstruksi jalan yang melalui tanah lunak seperti lempung pada
umumnya memiliki masalah. Pembangunan jalan di daerah yang memiliki
jenis tanah lunak memerlukan perlakuan khusus berupa konstruksi
perkuatan tanah yang tepat. Hal ini di sebabkan karena daya dukung
tanah di daerah lempung sangat kecil dan tidak memenuhi angka
keamanan untuk konstruksi jalan raya. Daya dukung tanah yang kecil
menyebabkan terjadinya penurunan tanah baik secara vertical maupun
horizontal yang cukup besar.
Lapis pondasi bawah perkerasan suatu ruas jalan yang cukup
panjang di daerah yang relatif terpencil akan dibuat dari bahan setempat.
Perbaikan tanah ditujukan untuk meningkatkan daya dukung tanah
(kemampuan mendukung beban) dan mengurangi kemampuan
mampatnya. Metode perkuatan yang sudah dikembangkan untuk tanah
lempung lunak adalah metode stone coloumn. Tanah lempung memiliki
karakteristik kembang susut yang tinggi. Jenis tanah yang perlu
diperhatikan salah satunya adalah tanah lempung ekspansif. Disebut
demikian karena tanah jenis ini umumnya mempunyai fluktuasi kembang
susut yang tinggi dan mengandung mineral yang mempunyai potensi
mengembang (swelling potential) yang tinggi, bila terkena air. Untuk tanah
8
lempung ekspansif, kandungan mineral yang ada adalah
mineral montmorillonite yang mempunyai luas permukaan paling besar
dan sangat mudah menyerap air dalam jumlah banyak bila dibandingkan
dengan mineral lainnya, sehingga tanah mempunyai kepekatan terhadap
pengaruh air dan sangat mudah mengembang.
Konstruksi perkerasan jalan terdiri dari lapisan-lapisan yang
diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan (Ahmad,2010).
Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan
menyebarkan ke lapisan di bawahnya seperti ditunjukkan Gambar 1
Gambar 1. Distribusi beban pada struktur jalan (Malik ahmad. 2010)
B.Kapasitas Dukung dan Penurunan Tanah
1. Kapasitas dukung Tanah
Kapasitas atau daya dukung tanah(bearing capacity) adalah
kekuatan tanah untuk menahan suatu beban yang bekerja padanya yang
biasanya disalurkan melalui pondasi. Sedangkan kapasitas/daya dukung
Beban Lalu Lintas
9
batas tanah (qu= qult = ultimate bearing capacity) adalah tekanan
maksimum yang dapat diterima oleh tanah akibat beban yang bekerja
tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah pendukung tepat di
bawah dan sekeliling pondasi
Terdapat 3 kemungkinan pola keruntuhan kapasitas dukung tanah, yaitu :
1. Keruntuhan geser umum (General Shear Failure)
Keruntuhan ini dapat terjadi pada satu sisi sehingga pondasi
miring dan tanah diatas pondasi mengembang akibat desakan
tanah dibawah pondasi, biasanya terjadi pada tanah yang padat
dan kaku (kompresibilitas rendah).
2. Keruntuhan geser setempat (Local Shear Failure),
Tanah di atas pondasi tidak terlalu mengembang karena dorongan
di bawah pondasi lebih besar dan kemiringan pondasi tidak terlalu
besar, biasanya terjadi pada tanah lunak (kompresibilitas tinggi).
3. Keruntuhan geser baji / penetrasi (Punching Shear Failure)
Keruntuhan ini terjadi akibat desakan di bawah dasar pondasi
disertai pergeseran arah vertikal sepanjang tepi. Kemiringan
pondasi sama sekali tidak terjadi dan pengembangan tanah di
atas pondasi tidak terjadi akibat penurunan yang besar di bawah
pondasi. Biasanya terjadi pada tanah sangat lunak atau lunak
(kompresibilitas tinggi) dan nilai qusulit dipastikan
2. Penurunan Tanah
Salah satu permasalahan utama pada tanah lunak dalam suatu
pekerjaan konstruksi adalah penurunan tanah yang sangat besar.
10
Penurunan yang besar tersebut disebabkan oleh penurunan konsolidasi
pada tanah, yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Ketika tanah
dibebani, maka sama dengan material lain, tanah akan mengalami
penurunan. Dalam ilmu Geoteknik, dikenal tiga jenis penurunan tanah.
1. Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
2. Penurunan Konsolidasi/Primer (Consolidation Settlement)
3. Penurunan Rangkak/Sekunder (Creep/Secondary Settlement)
Penurunan seketika merupakan penurunan yang terjadi seketika
saat beban diberikan. Pada tanah jenuh air dan permeabilitas rendah,
beban yang bekerja diterima sepenuhnya oleh tegangan air pori. Pada
tanah dengan permeabilitas tinggi, tegangan air pori yang terjadi muncul
hanya sebentar karena tegangan air pori ini terdisipasi dengan cepat.
Deformasi yang terjadi pada tanah tidak disertai dengan perubahan
volume. Perhitungan untuk penurunan seketika ini didasarkan pada
hukum elastisitas material (contoh, hukum Hooke).
Penurunan konsolidasi adalah penurunan pada tanah kohesif yang
diakibatkan terdisipasinya tegangan air berlebih di dalam tanah, dan
akhirnya menghasilkan perubahan dari segi volume. Jenis penurunan ini
terjadi bersama dengan waktu yang berlalu. Tegangan air pori berlebih di
transfer menuju partikel tanah menjadi tegangan efektif (σ’=σ-u). Saat
tegangan air pori berlebih ini = 0, penurunan konsolidasi sudah selesai
dan tanah berada dalam keadaan Drained
Penurunan sekunder merupakan penurunan yang terjadi setelah
penurunan konsolidasi. Penurunan ini terjadi seiring dengan waktu berlalu
11
dan biasanya terjadi sangat lama setelah beban mulai bekerja,di mana
partikel tanah mengalami creep. Penurunan ini terjadi saat semua
tegangan air pori berlebih di dalma tanah telah terdisipasi dam saat
tegangan efektif yang terjadi berada dalam keadaan konstan.
C.Kriteria Material Konstruksi
1. Karakteristik Tanah Lempung
Tanah lunak terdiri dari 2 (dua) tipe, yang didasarkan atas bahan
pembentuknya :
a. Tanah lempung lunak (tanah inorganik) yang berasal dari
pelapukan batuan yang diikuti oleh transportasi dan proses-proses
lainnya.
b. Gambut yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang
mengalami berbagai tingkat pembusukan.
Secara konvensional, konsistensi seperti Tabel 2.1 dijabarkan
sebagai kekuatan tanah sangat lunak (very soft) , lunak (soft), medium
stoff (medium firm), kaku (stiff/firm), sangatkaku(very stiff), dan keras
(hard) (Terzaghi dan Peck, 1948). Konsistensi adalah keadaan tanah yang
berhubungan dengan kekuatannya. Untuk tanah lempung kekuatan
gesernya akan diistilahkan dengan kohesi dan kekuatan geser tekanan
tak tersekap (Unconfined Compression). KekuatanUnconfined
Compression ini dihasilkan dari pemberian beban aksial pada benda uji
silinder dan pada akhirnya dapat ditentukan besarnya beban yang
mengakibatkan geser pada benda uji.Tanah jenis ini mengandung mineral
12
lempung dan mengandung kadar air yang tinggi, yang menyebabkan kuat
geser yang rendah.Dalam rekayasa geoteknik istilah 'lunak' dan 'sangat
lunak' khusus didefinisikan untuk lempung dengan kuat geser seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.1.
KONSISTENSI SHEAR STRENGTH
Kg/cm2 UCS *) Kg/cm2
KETERANGAN
VERY SOFT < 0.12 < 0.25
SOFT 0.12 – 0.25 0.25 – 0.50 Mudah ditembus dengan ujung pensil yang tumpul
MEDIUM 0.25 – 0.50 0.50 – 1.00
Mudah ditembus dengan ujung pensil yang tumpul
hingga ½ inch dengan mengeluarkan sedikit usaha
STIFF / FIRM 0.50 – 1.00 1.00 – 2.00
Mudah ditembus dengan ujung pensil yang tumpul
hingga ¼ inch dengan mengeluarkan sedikit usaha.
VERY STIFF 1.00 – 2.00 2.00 – 4.00 Tergores oleh ujung pensil,
kuku dapat menembus dengan mudah
HARD > 2.00 > 4.00
Mudah ditembus dengan ujung pensil yang runcing
hingga ½ inch dengan mengeluarkan usaha
Tabel 2.1. Definisi Kuat Geser Lempung Lunak (Terzaghi,K.,dan
R.B.Peck,2006)
Salah satu jenis tanah lunak, berdasarkan ukuran butirannya adalah tanah
lempung. Suatu tanah dapat dikatakan sebagai tanah lempung bila ukuran
butiran tanahnya lebih kecil dari 0,002 mm (2 mikron).
Sedangkan suatu tanah dapat juga dikatakan sebagai tanah
lempung apabila partikel-partikel mineral yang dikandungnya dapat
13
menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah ketika dicampur dengan air
(Grim,1953). Suatu tanah yang memiliki ukuran butiran lebih kecil dari 2
mikron tetapi partikel-partikel mineral yang terkandung didalamnya tidak
dapat menghasilkan sifat plastis pada tanah dapat dikatakan bukan
sebagai tanah lempung (non-clay soil). Jadi definisi dari tanah lempung itu
sendiri adalah suatu tanah yang memiliki ukuran butiran lebih kecil dari 2
mikron (0,002 mm) dan mengandung partikel-partikel mineral lempung.
(Braja M. Das, 1985).
Konsisten tanah lempung dan tanah kohesif lainnya biasanya
dinyatakan dengan istilah lunak, sedang, kaku, atau keras.Ukuran
kuantitatif konsistensi yang paling langsung adalah beban persatuan luas
dimana contoh tanah bebas (unconfined) berbentuk silinder atau prismatik
runtuh dalam uji pemampatan sederhana. Besaran ini dikenal sebagai
kekuatan kompresif bebas (unconfined compressive strength) tanah. Nilai
kekuatan kompresif yang berkaitan dengan aneka derajat konsistensi,
beserta identifikasi lapangannya dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.
(Terzaghi,K.,dan R.B.Peck, 1993)
Dari hasil pengujian batas-batas konsistensi (Atterberg Limit Test)
,dapat ditentukan jenis tanah, sesuai dengan klasifikasinya. Sistem
klasifikasi tanah yang digunakan adalah klasifikasi tanah menurut
AASTHO (American Association of State Highway and Transportation
Officials) dan sistem klasifikasi menurut USCS (Unified Soil Classification
System). Untuk klasifikasi menurut AASTHO diperoleh jenis klasifikasi
tanahnya adalah A-7-5. yang berarti tanah tersebut mempunyai tipikal
14
indeks plastis yang cukup tinggi, bersifat sangat elastis dan mudah
mengalami perubahan volume. Sedangkan klasifikasi menurut USCS,
diperoleh jenis klasifikasi tanah CH, yang artinya tanah tersebut
mempunyai tipikal lempung anorganik dengan plastisitas tinggi.
Gambar 2 Diagram Plastisitas Unified Soil Classification System
Tabel 2.2.. Klasifikasi Tanah Lunak Berdasarkan Unified Soil
ClassificationSystem
15
Klasifikasi tanah Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200)
Klasifikasi
kelompok
A - 1
A - 3
A - 2
A - 1 - a A - 1-b A - 2 - 4 A - 2 - 5 A - 2 - 6 A - 2 - 7
Analisaayakan (% lolos)
No.10 No.40 No.200
Maks.50 Maks.30 Maks.15
Maks.50 Maks.25
Maks.51 Maks.1
0
Maks.35
Maks.35
Maks.35
Maks.35
Sifa fraksi yang lolos Ayakan
No.40 Batas cair (LL)
Indeksplastisitas (PI)
Maks. 6
NP
Maks.40 Maks.10
Min. 41 Maks.10
Maks.40 Min. 11
Min. 41 Min. 11
Tipe material yang paling domonan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasirhalus
Kerikil dan pasir yang berlannau atau berlempung
Penilaian sebagai bahan tanah
dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi tanah
Tanah lanau - lempung (Lebihdari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan
No.200)
Klasifikasi kelompok
A - 4
A - 5
A - 6
A - 7 A - 7-5* A - 7-6**
Analisa ayakan (% lolos)
No.10 No.40 No.200
Min. 36
Min. 36
Min. 36
Min. 36
Sifat fraksi yang lolos Ayakan No.40 Batas cair (LL)
Indeks Plastisitas (IP)
Maks. 40 Maks. 10
Min. 41 Maks. 10
Maks. 40 Min. 11
Min. 41 Min. 11
Tipe material yang paling dominan
Tanah berlanau Tanah berlempung
Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Biasa sampai jelek
* A-7-5, PI ≤ LL – 30 ** A-7-6, PI>LL – 30
Tabel 2.3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
16
2. Karakteristik Agregat Kasar
Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam
menentukan besarnya. Agregat untuk beton adalah butiran mineral keras
yang bentuknya mendekati bulat dengan ukuran butiran antara 0,063
mm — 150 mm. Agregat menurut asalnya dapat dibagi dua yaitu agregat
alami yang diperoleh dari sungai dan agregat buatan yang diperoleh dari
batu pecah. Dalam hal ini, agregat yang digunakan adalah agregat alami
yang berupa coarse agregat (kerikil ), coarse sand ( pasir kasar ), dan fine
sand ( pasir halus ). Dalam campuran beton, agregat merupakan bahan
penguat (strengter) dan pengisi (filler), dan menempati 60% — 75% dari
volume total beton.Keutamaan agregat dalam peranannya di dalam
beton :
a. Menghemat penggunaan semen Portland
b. Menghasilkan kekuatan besar pada beton
c. Mengurangi penyusutan pada pengerasan beton
d. Dengan gradasi agregat yang baik dapat tercapai beton yang padat
Agregat kasar (Coarse Aggregate) biasa juga disebut kerikil
sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang
diperoleh dari industri pemecah batu, dengan butirannya berukuran antara
4,76 mm — 150 mm.. Ketentuan agregat kasar antara lain:
a. Agregat kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak
berpori. Aggregat kasar yang butirannya pipih hanya dapat dipakai
17
jika jumlah butir-butir pipihnya tidak melampaui 20% berat agregat
seluruhnya.
b. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dalam
berat keringnya. Bila melampaui harus dicuci.
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak
beton, seperti zat yang relatif alkali.
d. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam dari batu
pecah.
e. Agregat kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji
Rudeloff dengan beban uji 20 ton.
f. Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang
tembaga maksimum 5%.
g. Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Aggregate
antara 6–7,5.
Jenis agregat kasar yang umum adalah:
1. Batu pecah alami: Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah
alami yang digali.
2. Kerikil alami: Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan
tepi maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir.
3. Agregat kasar buatan: Terutama berupa slag atau shale yang biasa
digunakan untuk beton berbobot ringan.
18
4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat: Agregat kasar
yang diklasifikasi disini misalnya baja pecah, barit, magnatit dan
limonit.
Tabel 2.4 Gradasi Agregat kasar (ASTM C-33)
D.Karakteristik Geotekstil dan Geogrid
1. Gambaran Umum
Menurut ASTM D 4439 pengertian geosintetik adalah suatu produk
berbentuk lembaran yang terbuat dari bahan polimer lentur yang
digunakan dengan tanah, batuan, atau material geoteknik lainnya sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari suatu pekerjaan, struktur atau system.
Istilah geosintetik itu sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu geo yang berarti
berhubungan dengan tanah dan sintetik yang berarti bahan buatan
manusia.
Gambar 2 menunjukkan pengelompokan geosintetik berdasarkan
sifat kelulusan air, bentuk fisik, dan proses pembuatannya.
19
Gambar 3. Pengelompokan Geosintetik (ASTM D 4439)
Geosintetik memiliki 8 fungsi yaitu :
1. Separasi : memisahkan dua material berbeda sehingga masing-
masing mempunyai sifat yang tetap sebagaimana kondisi
awalnya. Umumnya memisahkan antara tanah dasar lunak
dengan timbunan yang bagus diatasnya.
2. Stabilisasi : berfungsi meratakan beban pada tanah lunak
sehingga tanah dapat menahan dengan baik konstruksi
bangunan diatasnya.
3. Perkuatan : fungsi perkuatan yaitu meningkatkan kemampuan
sistem komposisi tanah dan perkuatan untuk memikul beban.
4. Lapis kedap berfungsi sebagai lapisan yang memiliki
permeabilitas sangat rendah (kedap) untuk mencegah
merembesnya cairan atau material yang tidak diinginkan ke
dalam tanah.
20
5. Filtrasi : berfungsi memungkinkan aliran air melalui bahan
geosintetik pada arah vertikal maupun horizontal.
6. Drainase : fungsi drainase yaitu memungkinkan air melalui
bahan geosintetik pada arah vertikal maupun horizontal.
7. Proteksi : memberikan perlindungan terhadap material lain
seperti menggunakan non woven geotextile terhadap lapis
geomembrane.
8. Pencegah erosi : melindungi tanah terhadap erosi akibat air
hujan atau proteksi tebing sungai terhadap aliran air.
21
Tabel 2.5. Identifikasi Fungsi Geosintetik
Geotextile, geosintetik permeabel yang hanya terdiri dari tekstil.
Geotextiles memiliki beberapa fungsi dalam aplikasi teknik geoteknik,
yaitu: pemisahan; filtrasi; drainase; perkuatan; dan perlindungan (ASTM D
4439). Terdapat tiga macam tipe geotextile yaitu :
22
1. Woven Geotextile;
2. Non Woven geotextile;
3. Knitted
(a) (b) (c) (d)
Gambar 4. Non Woven Geotextile (a), PP Woven Geotextile (b), PET
Woven Geotextile (c), Kinitted (d)
2. Geotekstil
Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis fleksibel permeabel yang
digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan tanah dikaitkan dengan
pekerjaan teknik sipil. Pemanfaatan geotekstil merupakan cara modern
dalam usaha untuk perkuatan tanah lunak
Geotekstil terdiri dari 2 macam jenis yaitu :
1. Woven Geotextile
Woven Geotextile adalah lembaran Geotextile terbuat dari
bahan serat sintetis tenunan dengan tambahan pelindung anti
ultra violet yang mempunyai kekuatan tarik yang cukup tinggi,
yang dibuat untuk mengatasi masalah untuk perbaikan tanah
khususnya yang terkait di bidang teknik sipil secara efisien dan
efektif, antara lain untuk mengatasi atau menanggulangi
23
masalah pembuatan jalan dan timbunan pada dasar tanah
lunak, tanah rawa.Bahan baku material ini adalah
Polypropylene polymer (PP) dan ada juga dari Polyester (PET)
yang didukung oleh hasil test dan hasil riset di laboratorium,
mengikuti standar ASTM, antara lain : kekuatan tarik, kekuatan
terhadap tusukan, sobekan, kemuluran dan juga ketahanan
terhadap mico organisme, bakteri, jamur dan bahan-bahan
kimia..
2. Non Woven Geotextile
Geotextile (Geotekstil) Non Woven, atau disebut Filter Fabric
(Pabrik) adalah jenis Geotextile yang tidak teranyam, berbentuk
seperti karpet kain. Umumnya bahan dasarnya terbuat dari bahan
polimer Polyesther (PET) atau Polypropylene (PP).Non Woven
Geotextile. Geotekstil non woven atau tidak ada tenunan yang
terbuat dari serat polyprophylene lewat system needle punched
adalah cocok untuk apliaksi pada tanah basic yg banyak
mengandung sisa-sisa tanaman karna mempunayi ketahanan
coblos yg lebih tinggi di banding dengan bahan yg beda. Diluar itu
geotekstil non woven miliki sifat hidrolik propertis yg jadi tambah
bagus shingga bisa sekalian berfunsi jadi filter yg hanya melarutkan
air tidak ada membawa agregat tanah.
24
3. Geogrid
Geogrid adalah salah satu jenis material Geosintetik (Geosynthetic)
yang mempunyai bukaan yang cukup besar, dan kekakuan badan yang
lebih baik dibanding Geotekstil. Material dasar Geogrid bisa berupa
Polyphropylene, Polyethilene dan Polyesther atau material polymer yang
lain.Berdasarkan bentuk bukaannya (Aperture), maka Geogrid bisa dibagi
menjadi :
1. Geogrid Uniaxial
Geogrid Uniaxial adalah Geogrid yang mempunyai bentuk
bukaan tunggal dalam satu segmen (ruas), berfungsi sebagai
material perkuatan pada sistem konstruksi dinding penahan
tanah (Retaining Wall) dan perkuatan lereng (Slope
reinforcement)
25
Gambar 5. Geogrid Uniaxial
2. Geogrid Biaxial
Geogrid Biaxial adalah Geogrid yang mempunyai bukaan
berbentuk persegi,berfungsi sebagai stabilisasi tanah dasar.
Seperti pada tanah dasar lunak (soft clay maupun tanah
gambut). Metode kerjanya adalah interlocking, artinya
mengunci agregat yang ada di atas Geogrid sehingga lapisan
agregat tersebut lebih kaku, dan mudah dilakukan pemadatan.
26
Gambar 6. Geogrid Biaxial
Properti produk Kode Unit WG 4S
Properti fisik
Ukuran bukaan - MD ± 20% mm 25
Ukuran bukaan - CD ± 20% mm 25
Carboxyl End Group (CEG) GRI GG7 mmol/kg 30
Berat molekul GRI GG8 Mn 25000
Properti indeks mekanik
Kuat Tarik, Tult - MDmin kN/m 40
Kuat Tarik, Tult- CDmin kN/m 40
Elongasi - MD pada Tult % 10
Kuat Tarik pada 5% regangan -
MDmin kN/m 20
Sumber : PT. Maccaferri Indonesia
Tabel 2.6. Spesifikasi geogrid
3. Geogrid Triax
Geogrid Triax adalah Geogrid yang mempunyai bukaan
berbentuk segitiga, Fungsinya sama dengan Biaxial sebagai
material stabilisasi tanah dasar lunak, hanya saja performance
nya lebih baik. Hal ini disebabkan bentuk bukaan segitiga
lebih kaku sehingga penyebaran beban menjadi lebih merata.
27
Gambar 7. Geogrid Triax
E. Perkuatan Tanah dengan Metode Kolom
Perkuatan tanah (soil reinforcement) ini merupakan cara yang
paling pesat berkembang dalam dua dekade akhir-akhir ini dan cara ini
merupakan yang paling banyak dipelajari dan diminati orang.
MenurutIndrasurya B. Mochtar (2000), metode ini dapat dibagi menjadi 4
(empat) metode yaitu :
1. Metode Stone Column
Pada metode ini, pada tanah yang lunak dipasang kolom-kolom
dari batu atau kerikil yang dipadatkan berdiameter 0,6 – 1,0 meter
dengan jarak tertentu. Pemasangan stone column bisa dengan cara
vibroflotation atau cara pneumatic compaction. Stone column
tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan geser tanah dan
mengulangi settlement. Selain stone column juga umum
28
dilaksanakan sand column yang dipasang dengan cara vibro-
compozer sebagaimana telah dijelaskan didepan.
2. Root Piles atau Micro Piles
Ini adalah penggunaan tiang pancang kecil berdiameter 7,5 – 25
cm, yang umumnya dari beton dengan penulangan ditengah-
tengah. Tiang-tiang micro ini dipasangkan sebagai group tiang atau
tiang satu-satu secara vertikal dan miring. Fungsi tiang micro ini
disamping memberikan tambahan dukungan terhadap pondasi juga
sebgai pasak terhadap geseran pada bidang longsor geser sirkular.
Di Indonesia sistem seperti ini lebih dikenal dengan sistem
“cerucuk”, yaitu penggunaan tiang-tiang kayu/bambu sebagai pasak
dalam tanah.
3. Paku-paku Tanah (Soil Nailing)
Cara ini terdiri dari sekelompok batang-batang dalam tanah serupa
paku-paku dalam tanah. Batang-batang tersebut umumnya di-
grouting-kan didalam tanah. Soil nailing ini hampir serupa dengan
rock bolt pada batuan. Fungsi utamanya ialah memperkuat tanah
dengan menyatukan massa tanah disuatu bagian tanah yang
kurang stabil (misal pada talud dan lereng-lereng).
4. Earth(tanah yang diperkuat dengan bahan pengikat buatan)
Reinforced earth disini termasuk semua perkuatan-perkuatan tanah
menggunakan bahan geosynthetis, bahan-bahan khusus dari
metal, ground anchor dan perkuatan sistem tie-back. Yang
termasuk bahan geosynthetis untuk perkuatan tanah (soil
29
reinforcement) meliputi geotextile, geogrid, ataupun material
lainnya.
Stone column terutama untuk mendukung beban tekan dan geser.
Disamping menaikkan daya dukung tanah, stone column juga mengurangi
settlementdari tanah yang diperbaiki. Disamping itu stone column juga
berfungsi seperti vertical drain untuk mempercepat waktu konsolidasi dari
tanah yang compressible sehingga waktu pemampatan tanah dapat
dipercepat. Micro-piles berfungsi sebagai penahan tarik, tekan dan lentur.
Micro-piles juga diperuntukkan bagi peningkatan daya dukung dan
menaikkan stabilitas tanah. Paku tanah terutama berguna untuk penahan
tarik dan geser dan tujuan utama pada perbaikan tanah ialah
meningkatkan stabilitas tanah. Perkuatan pada reinforced earth seperti
bahan geotextile dan sejenisnya berfungsi terutama untuk penahan tarik.
Bahan ini dapat meningkatkan daya dukung tanah dan memperkokoh
stabilitas tanah. Besar settlement tanah umumnya tidak banyak berubah
akibat adanya bahan reinforcer tersebut.
Sedangkan untuk metode perbaikan tanah (soil improvement)
dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) metode, yaitu perbaikan sebelum
konstruksi bangunan dilaksanakan dan perbaikan tanah setelah bangunan
berdiri atau biasa disebut koreksi struktur tanah.
a. Metode perbaikan tanah dengan menggunakan teknik kolom
Prinsip dasar dari teknik ini adalah untuk meringankan beban pada
tanah lunak tanpa mengubah struktur tanah secara substansial. Hal
ini dicapai dengan memasang struktur kolom atau tumpukan
30
gelembung pola grid ke lapisan bantalan (dasar), untuk transfer
beban. Hamparan tikar terdiri dari bahan geotekstil atau geogrid
yang dipasang pada bagian dasar. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan tegangan tanah, hasil dari redistribusi beban
melalui kolom melengkung, yang (jika ada) distabilkan oleh
geotextil atau perkuatan dengan geogrid (efek membran)
tambahan. Sebagai hasilnya, kompresibilitas tanah diperbaiki atau
komposit dapat dikurangi sehingga daya dukung dan kekuatan
geser tanah meningkat. Konsolidasi dari tanah lunak dapat juga
dipercepat dan dengan demikian landasan tanah setelah
konstruksi, penurunan yang terjadi dapat diminimalisasi. Kolom
struktur bertindak sebagai drainase ke arah vertikal. Teknik kolom
untuk perbaikan tanah juga dapat digunakan untuk pondasi tangki
dan gudang. (Kempfert, H.G., 2001)
b. Kolom batu dan tumpukan Pemadatan pasir
Kolom Batu dan tumpukan padatan pasir (atau komposisi
tumpukan) merupakan tipe teknik kolom paling dikenal untuk
meningkatkan mutu tanah lunak. Banyak metode instalasi yang
digunakan di seluruh dunia, sebagai contoh metode penggantian
vibro dan metode komposer vibro. Metoda ini akan sulit dilakukan
untuk koreksi terhadap sub-struktur bangunan di perkotaan, karena
getaran vibro yang ditimbukan akan menjadi gangguan yang cukup
serius bagi lingkungan bangunan disekitarnya. (Kempfert, H.G.,
2001).
31
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Tabel di bawah ini mejelaskan beberapa penelitian yang berhubungan
dengan penggunaan dan pemanfaatan geogriddan stone colom .
Dari penjelasan tabel 2.4 dapat di simpulkan bahwa nomer 1 sampai 6
menjelaskan bahwa pemanfaatan geogrid untuk meningkatkan kapisitas
dukung tanah sangatlah efesien dan berguna. Sedangakan nomer 7
sampai 12 menjelaskan bahwa perkuatan tanah dengan teknik kolom
dengan isian pasir maupun sirtu dapat meningkatkan kapasitas dukung
tanah secara signifikan.
32
Tabel 2.7. Penelitian Terdahulu
No.
Tim Peneliti
JudulArtikel Variabel Temuan
1 Utomo, Pontjo (2004)
”Daya Dukung Tanah Ultimit pada Pondasi Dangkal Di atas Tanah Pasir yang Diperkuat dengan Geogrid”.
Membandingkan kapasitas daya dukung ultimit bujur sangkar dan pondasi lajur yang berada di atas tanah berpasir yang diperkuat dengan geogrid melalui uji model laboratorium.
- Model pondasi baik bujur sangkar maupun lajur dengan lebar pondasi 0.25 - 0.5 mampu meningkatkan daya dukung ultimit hingga 2.5 - 3.5 kali daya dukung ultimit tanpa perkuatan. - Model pondasi bujur sangkar dan lanjur dengan lebar pondasi 1.5 dapat menaikkan daya dukung pondasi hingga 5 kali lipat dengan perkuatan geogrid.
2 Zornberg, Jorge G. (2007)
”New Concepts in Geosynthetic-Reinforced Soil”.
Pengaplikasian tanah konvensional yang diperkuat geosynthetic, yang terrfokus pada kemajuan terbaru dalam teknologi perkuatan tanah.
- Untuk pembebanan konvensional (misalnya validasi alat analisis). - Kemajuan dalam desain untuk pembebanan yang tidak konvensional (misalnya, abutment jembatan diperkuat). - Kemajuan dalam bahan yang digunakansebagai perkuatan tanah (misalnya, polimer serat bala).
3
Ghazian, D., Munawir, A., Suroso (2015)
“The Effect of Angle Slope and Number Layers of Geogrid Strengthening of Bearing Capacity FloatingFoundation in Physical Model Lands-SlopeSand-soil.”
Mengetahui pengaruh variabel sudut kemiringan lereng dan jumlah lapisan geogrid yang digunakan sebagai bahan perkuatan.
- Semakin besar sudut kemiringan lereng yang digunakan maka akan semakin berkurang pula nilai daya dukung pondasi yang dihasilkan. - Semakin banyak jumlah lapisan geogrid yang digunakan maka akan semakin meningkat pula nilai daya dukung pondasi yang dihasilkan.
33
4 Ganda, I,. dan Roesyanto (2013)
”Slope Stability Analysis Using The Strengthening Geogrid.”
Melakukan analisis stabilitas lereng pada kondisi awal sebelum dan sesudah menggunakan geogrid dan sheet pile dan analisis menggunakan perkuatan alternatif dengan menambahkan beban counterweight dibelakang sheetpile.
- Diperoleh nilai safety factor pada kondisi awal sebesar 0.67. - Nilai safty factor pada perkuatan standar yang menggunakan geogrid dan sheet pilese besar 1.18.- Dan kondisi teraman dengan nilai safty factor 1.65 yaitu dengan beban counterweight di belakang sheetpile.
5 Prasetyo,R.A., Munawir,A., Rachmansyah, A (2015),
“The Effect Of Wide Foundation and Strengthening Geogrid of Lands-slope Bearing Capacity Sand Soil on 51 Degree Slope.”
Memodelan fisik lereng tanah pasir di dalam kotak uji coba yang kemudian diberi beban hingga runtuh.
- Lebar pondasi berbanding terbalik dengan beban runtuh yang dapat ditahan.-jumlah lapis geogrid berbanding lurus dengan daya dukung. - Jumlah lapisan geogrid adalah variabel yang paling berpengaruh di banding dengan lebar pondasi pada lereng pasir dengan kemiringan 51 derajat.
6
Widianti, A. (2012)
“Influence of Number of Layers and Interlayer Spacing Distance of Geosynthetic on Bearing Capacity and Settlement of Soft Clay Soil.”
Menganalisis pengaruh jumlah lapisan dan jarak vertikal antara lapisan geosynthetic pada besarnya daya dukung, dan penurunan yang terjadi
pada tanah dasar.
- menunjukkan bahwa 1 lapisan, 2 lapisan dan 3 lapisan geosintetik sesuai dengan peningkatan daya dukung masing-masingdari 60,57%, 213,00% dan 402,64%, dan mengalami penurunan tanah, masing-masing dengan 40%, 60% dan 70%, dibandingkan dengan tanpa penguatan apapun.
34
7 Lube, Gert ; Huppert, H.E ; Sparks, R.S.J ; Hallworth, M.A (2004),
“Axisymmetric collapses of granular columns.”
Pengamatan eksperimental dari runtuhnya kolom, berawal dari pergerakan secara vertikal dari butiran kecil.
- Hasil eksperimen utama untuk tingkat akhir deposit dan waktu untuk emplacement secara sistematis runtuh dengan cara kuantitatif independen dari setiap koefisien gesekan.
8 Thompson, Erica. L and Huppert, H. E (2007)
” Granular column collapses : further experimental results.”
Pengamatan eksperimental ini akan disajikan, runtuhnya kolom statis pasir pada geometri axisymmetric secara dua dimensi.
- Untuk semua kolom axis symmetric titik run-out maksimum ditemukan berasal dari titik di ketinggian pecahan 0,74 hingga 0,03 dari ketinggian vertical awal kolom, independen dari rasio aspek. - Untuk kolom dua dimensi titik yang sesuai adalah 0,65 hingga 0,07.
9 J Black, V Sivakumar, J D McKinley (2007),
“Performance of clay samples reinforced with vertical granular columns.”
Pengamatan eksperimental dari sampel tanah liat kaolin lunak (100 mm dan 200 mm tinggi) yang diperkuat dengan kolom vertikal pasir dan diuji di bawah kondisi triaksial.
- kekuatangeser undrained darisampel yang terpasangdengankolompenuhmendalamlebihbaikdibandingkandengansampellipat.
10 Samang, L, Suprapti, A, Tharik, M (2013),
”Behavior of Soft-clay
Settlement with Sand Column
Reinforcement.”
Untuk menentukan sejauh mana pasir untuk mengurangi penurunan (settlement) yang terjadi di dalam tanah akibat aksial (loading test)
- Bahwa perkuatan dapat mengurangi kolom penyelesaian granular terjadi untuk tanahliat lunak.
35
11 Samang, L, Nur, H. S, Muhidddin, A.B (2012),
“Test Model for Bearing Capacity of Cement Grouted Sand Column of Group Type in Sandy Silt.”
Menguji kapasitas dukung kolom pasir grouting semen tipe group pada tanah lanau kepasiran serta penurunan yang terjadi akibat beban axial.
- Kolom pasir grouting semen tipe group pada tanah lanau kepasiran lebihsignifikan mereduksi perpindahan secara vertikal (penurunan).
12 Samang, L, Harianto, T, Himawan, A.Y (2014)
”The Effect of Sand Column in The Road Embankment on Soft Soil.”
Mengetahui sejauh mana kolom pasir mereduksi penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah.
- Kolompasir semen mampu memperkuat tanah dibawah embakment dan mereduksi settlement yang terjadi pada tanah lempung kepasiran.
36
G.Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan model konsep tentang bagaimana sebuah
teori berhubungan langsung dengan faktor yang diidentifikasi sebagai
sesuatu masalah yang penting. Dalam penelitian ini, kerangka pikir
penelitian stone kolom dituangkan dalam bentuk bagan pada
Gambar 8 .Kerangka Pikir Penelitian
Permasalahan
1. Tanah sangat lunak
2. Agregat kasar banyak dijumpai
3. Bahan Geosintetik mudah didapatkan
4. Pembangunan infrastruktur yang mahal`
Solusi
Penggunaan kolom Agregat dibungkus bahan geogrid
dengan variasi ukuran agregat
Pengujian Pendahuluan Laboraturium
1. Soil properties dan Index properties tanah
2. Uji kelayakan agregat
3. Penyiapan agregat dengan variasi distribusi
ukuran butir
4. Pengujian Elemen Kolom
Pengujian Model Skala Laboratorium
1. Pembuatan Bak Uji Skala Laboratorium
2. Penyiapan frame load dan bahan geogrid pada skala lapangan
3. Pembuatan model geogrid yang diisi agregat
4. Pemasangan kolom buatan
5. Penginstalasian dial dan compressor
6. Pengujian pembebanan
Pedoman dan standar
1. SNI
2. ASTM
Analisis
Ekspektasi hasil
Kekuatan dan Elastistas stone
kolom agregat
37
BAB III
METODE PELAKSANAAN PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental uji pembebanan pada elemen kolom agregat yang
dibungkus material geosintetik dengan permodelan skala lapangan.
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium mekanika tanah Fakultas
Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin.
Penelitian ini dimulai dari pengambilan sampel agregat dan tanah
pada tanggal 30 April 2019, kemudian pengujian karakteristik agregat dan
pengujian properties tanah dilakukan pada tanggal 01 Mei sampai dengan
20 Juli 2019. Pengujian Elemen Kolom dilakukan pada tanggal 15 sampai
29 Agustus 2019 lalu dilanjutkan dengan Pengujian Model Bak pada
tanggal 09 sampai 13 September 2019
`
B. Pengambilan Data dan Sample
Jenis tanah yang digunakan sebagai media pada penelitian ini
adalah tanah lunak lempung kelanauan dalam kondisi terganggu(disturb
soil), yang diambil dari sekitar daerah Bilayya Kecamatan Pattalassang di
Kabupaten Gowa, dan agregat kasar diambil di quarry area bili-bili
Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa. Adapun teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengujian di laboratorium dan
pengujian lapangan.Pengujian ini terdiri dari dua pengujian yaitu pengujian
sifat fisis dari tanah dan pengujian sifat mekanis dari tanah dan agregat
38
tersebut. Ada pun jenis pengujian untuk mendapatkan sifat – sifat fisis dan
sifat – sifat mekanis dari tanah dan agregat tersebut yaitu:
1. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Tanah
a. Pengujian sifat fisis tanah terdiri dari pengujian kadar air, berat
jenis,berat volume, analisis ukuran butir dan batas-batas atterberg.
b. Pengujian sifat mekanis tanah terdiri dari pengujian standar proktor,
kuat tekan bebas dan CBR laboratorium.
Tabel 3.1. Jenis pengujian dan standar yang digunakan pada tanah
No. Jenis Pengujian
Standar
SNI ASTM
1 Analisis saringan SNI 03-1968-1990
C-136-06
2 Batas-batas Konsistensi
Batas cair (LL) SNI 03-1967-1990 D-423-66
Batas plastis (PL) SNI 03-1966-1990 D-424-74
Indeks plastis (PI) SNI 03-1966-2008 D-4318-10
3 Berat Jenis Tanah (Gs) SNI 03-1964-1990 D-162
4 Berat Isi Tanah Jenuh (ɣ.sat)
SNI 03-1743-1989 D-2216-98
5 Kadar Air (Wc) SNI 03-1965-1990 D-2216-98
6 Berat Isi Kering (ɣ.dry) SNI 03-1970-2008 D-854-72
7 Uji Pemadatan SNI 03-1742-1989 D-698
8 Kuat Tekan Bebas (qu) SNI 03-6887-2002 D-633-1994
39
2. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Agregat
a. Pengujian sifat fisis Agregat terdiri dari pengujian kadar air, berat
jenis dan penyerapan, analisis ukuran butir dan.
b. Pengujian sifat mekanis tanah terdiri dari pengujian standar proktor,
Pengujian keausan agregat kasar dan CBR laboratorium
Tabel 3.2. Jenis pengujian dan standar yang digunakan pada agregat
No. Jenis Pengujian
Standar
SNI ASTM
1 Analisis saringan SNI 03-1968-1990 C-136-06
2 Keausan Agregat SNI-2417-2008 C-131-03
3 Berat Jenis Agregat & Absorbsi
SNI 03-1969-1990 C-127
4 Berat Isi Agregat SNI 03-4804-1998 C-29-71
5 Kadar Air (Wc) SNI 03-1971-1990 C-556
c. Rancangan Penelitian dan Pelaksanaan
Padabagian ini kami menjelaskan bahwa penelitan ini kami
laksanakan di laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Sipil Universitas
Hasanuddin. Penelitaninimerupakanstudi experimental pada tanah lunak
yang di buatkan kolom dengan isian agregat kasar di bungkus dengan
Bahan Geosintetik (Geogrid). Adapun rancangan kami buat untuk
melakukan penilitan ini sebagai berikut :
1. Melakukan survey pendahuluan berupa kajian strategis terhadap
isu-isu yang berkembang berkenaan dengan perkuatan tanah pada
40
tanah lunak, kemudian mengidentifikasi masalah yang terjadi,serta
pengambilan contoh tanah.
2. Melakukan distribusi tanah dan agregat dari daerah Patalassang
yang diidentifikasi memiliki banyak tempat yang kondisi tanahnya
sangat lunak
3. Melakukan uji pendahuluan terhadap contoh tanah yang telah
diambil, berupa pengujian sifatfisik dan mekanik tanah untuk
mengetahui parameternya.
4. Melakukan uji pendahuluan terhadap contoh agregat yang akan
digunakan sebagai bahan dari stone coloumn, berupa pengujian
sifat fisik dan Karakteristik agregat untuk mengetahui
parameternya.
5. Menyiapkan Agregat yang akan digunakan sebagai stone coloumn
agregat dengan 3 variasi distribusi ukuran butir lolos saringan
sebagai berikut:
a. Variasi 1 : 25% (1 ½”), 35% (1”), 40% ( ¾ ”)
b. Variasi 2 : 20% (1 ½”), 30% (1”), 50% ( ¾ ”)
c. Variasi 3 : 15% (1 ½”), 25% (1”), 60% ( ¾ ”)
(a) (b) (c)
Gambar 9. Variasi Gradasi Agregat Stone Coloumn
41
6. Menyiapkan Bahan Geosintetik sebagai Pembungkus Agregat
dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm sebanyak 2 lapis
untuk satu buah stone coloumn yang diikat menggunakan kawat
ties
7. Menyiapkan dan membuat Variasi Komposisi agregat yang akan
dijadikan stone coloumn agregat
8. Melakukan proses packing agregat ke dalam geogrid berdasarkan
volume yang sudah di tentukan
9. Melakukan pemadatan dengan acuan ASTM D698
Tabel 3.3 Konversi Pemadatan Agregat Standard (ASTM D698)
10. Melakukan uji elemen kolom pada material Stone Kolom dengan
masing-masing variasi gradasi agregat
Gambar 10 .Frame Loading pengujian elemen kolom skala laboraturium
42
11. Menyiapkan Bak Uji skala laboratorium sebagai wadah pengujian
pembebanan pada Agregat stone column dengan material
Gambar 11 . Model bak pengujian Skala Laboratorium
12. Menentukan kepadatan tanah dasar yang akan dimasukkan ke
dalam bak dengan ɣd= 1,2 gr/cm3 dengan acuan pada pengujian
standar proktor dengan acuan pada (Kanisius,1997) bahwa Berat
isi tanah kering tanah lempung lunak adalah ɣd= 1,15 – 1,45 gr/cm3
Tabel 3.4 Angka pori, kadar air dan berat isi tanah kering tanah untuk
beberapa jenis tanah (Kanisius. 1997)
43
13. Melakukan pengisian tanah dasar kedalam bak sebanyak 3 lapis
dengan ketebalan lapisan setebal 20 cm/lapis
14. Melakukan pemadatan dengan cara statik dengan menggunakan
bearing plat dan alat hydraulic
Gambar 12 . Pemadatan secara static pada tiap lapisan
15. Melakukan kontrol kepadatan pada setiap lapisan dengan
menggunakan alat sandcone
Gambar 13 . Kontrol Kepadatan tiap lapisan menggunakan sandcone
16. Menentukan model tanah timbunan yang berbentuk trapesium
dengan dimensi penampang (70x10) cm, alas (80x20) cm dan
tinggi 10 cm. Tingkat kepadatan tanah timbunan yaitu 90% dari
kepadatan maksimum standard pengujian proktor
44
17. Pada pengujian model dengan perkuatan Stone Coloumn Agregat
melakukan proses coring dan memasukkan benda uji sebanyak 3
buah stone coloumn agregat dengan jarak 30 cm antara sumbu
benda uji
18. Melakukan proses Grouping Stone Coloumn agregat dengan
mengikat sisi bagian atas masing-masing geogrid dengan
menggunakan kawat beton
19. Memasang satu lapis geogrid pada dasar timbunan sebagai bahan
perkuatan pada tanah timbunan
20. Melakukan pengujian pembebanan Stone coloumn Agregat pada
bak uji skala laboratorium
21. Melakukan Pengamatan Penurunan pada tanah dasar dengan
menggunakan maupun tanpa perkuatan stone coloumn
(a) (b)
Gambar 14 . (a) Pengujian pembebanan tanpa stone coloumn Agregat (b) Pengujian pembebanan stone coloumn Agregat
45
D. Metode Analisis
Pada metode analisa data yang digunakan yaitu analisis terhadap
hasil yang didapatkan di laboratorium dengan tahapannya sebagai berikut:
1. Analisa ukuran butiran terhadap tanah yang akan digunakan
pada pengujian yang bertujuan untuk mengetahui distribusi
tanah.
2. Analisis batas-batas konsistensi tanah yaitu untuk
mengklasifikasikan hasil uji batas cair dan batas plastis pada
tanah.
3. Analisis uji pemadatan (proctor) yaitu digunakan untuk
mengetahui nilai dari kadar air dan berat isi dari tanah, baik itu
tanah tanpa campuran maupun tanah dengan campuran.
4. Analisisuji kuat tekan bebas yaitu untuk mengetahui kekuatan
tanah (qu) jika di tekan.
5. Analisa berat jenis,abrasi dan absorbsi pada agregat kasar
untuk mengetahui apakah material tersebut memenuhi kriteria
6. Analisa pada uji model yaitu dimaksudkan untuk mengetahui
berapa kapasitas dukung pada kolom agregat,nilai poison
ratio dan modulus elastisitasnya
46
E. Diagram Alir Penelitian
Sebelum melakukan penelitian maka dibuat langkah-langkah
pelaksanaan alur kegiatan penelitian agar dapat berjalan secara
sistematis dan tepat sasaran. Adapun alur kegiatan sebagai berikut
Gambar 1.Bagan Alur Tahapan Stabilisasi.
Gambar 15. Bagan Alir Penelitian
Pengambilan Sampel
Tanah Lunak Kecamatan Pattalassang
Agregat Kasar Kecamatan Patalassang
Pengujian Sifat-Sifat Fisik dan Sifat-Sifat Teknis
Tanah Lunak
AnalisaDistribusiButir
(AASHTOT92–68)
LiquidLimit
(AASHTOT89–96)
PlasticLimit
(AASHTOT90–70)
SpecificGravity
(AASHTOT100–75)
PemadatanModifiedProctor
(AASHTOT180– 74)
PemadatanStandardProctor
(AASHTOT 99– 61)
CaliforniaBearingRatio(CBR)
(AASHTOT193– 72)
UnconfinedCompressiveStrength
(AASHTOT208– 70)
AnalisaSaringan
(ASTM C-136-06)
SpecificGravity&
Absorbtion
(ASTM C-127)
Keausan
(ASTMC-131-03)
Berat Isi
(ASTM C-29-71) Kadar Air
(ASTM C-556)
(AASHTOT193– 72) (AASHTOT208– 70)
Agregat Kasar
Variasi Gradasi Agregat
Pengujian Elemen Kolom
1. Kekuatan Kolom 2. Deformasi Elastis
PengujianModel bak skala laboratorium
PENGUMPULAN DATA HASIL PENGUJIAN
47
F. Defenisi Oprasional Variabel
Dalam defenisi oprasional variable,ada beberapa variable yang
digunakan dalam penelitian ini, untuk itu diperlukan kesepahaman
pengertian dalam mengenali beberapa variable-variabel yang digunakan
antara lain :
1. Kapasitas dukung ultimit (qu)
Didefinisikan sebagai beban maksimum yang diberikan
persatuan luas dimana tanah masih dapat mendukung beban
tanpa mengalami keruntuhan.
2. Beban ultimit (Pu)
Didefinisikan sebagai beban maksimum yang dapat dipikul pada
suatu luasan kolom yang didistribusikan ke tanah hingga kolom
tersebut mengalami kegagalan.
3. Luas bidang beban (A)
Didefinisikan sebagai luasan pada kolom yang diberikan suatu
beban. Sebagai perantara beban yang akan didistribusikan ke
tanah.
4. Deformasi
Didefenisikan sebagai perubahan bentuk akibat tegangan.
5. Deformasi horizontal
Didefenisikan sebagai pergerakan horizontal akibat tegangan
dan dipengaruhi oleh kuat geser tanah.
6. Modulus Elastisitas ( E )
Didefenisikan sebagai berapa tekanan yang di terima oleh kolom
dibagi dengan regangan kolom tersebut.
48
7. Poison Rasio ( v )
Didefenisikan sebagai perbandingan jumlah gaya arah y dengan
jumlah gaya arah x.
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Fisis dan Mekanis Tanah dan Agregat
Untuk membuat menentukan karakteristik fisis dan mekanis agregat
dilakukan pengujian kelayakan aregat. Karakteristik tanah lunak yang
digunakan adalah tanah yang besifat lepas (disturb soil). Adapun sifat-sifat
fisis dan mekanis dari tanah lunak dan agregat yang digunakan,
berdasarkan hasil uji laboratorium, diperoleh beberapa parameter,
diantaranya adalah sebagai berikut :
No. Parameter Simbol Nilai Satuan
I Volumetrik Tanah
1 Berat Jenis Gs 2,68 -
2 Kadar air w 33,84 %
3 Berat isi Ɣwet 1,71 gr/cm3
II Batas Konsistensi Tanah
1 Batas Cair LL 66,79 %
2 Batas Plastis PL 29,13 %
3 Indeks Plastis PI 37,66 %
III Analisis Gradasi Tanah
1 Lempung 46,58 %
2 Lanau 24,59 %
3 Pasir halus 28,83 %
4 Kerikil 0,00 %
IV Mekanis Tanah
1 Kadar air optimum OMC 30,0 %
2 Berat isi kering maks. Ɣdry.max 1,37 gr/cm3
3 Kuat tekan qu 0,275 kg/cm2
Tabel 4.1. Indeks properties tanah
50
Tabel 4.2. Pengujian Kompaksi
Dari Pengujian Kompaksi ini dapat diketahui bahwa Ɣdry.max pada
tanah yang diuji pada pengujian standar proctor pada laboratoruium
mekanika tanah adalah 1,37 gram /cm3
No. Parameter Simbol Nilai Satuan
Karakteristik Agregat
1
Berat Isi Ɣ
1,82
gr/cm3
2
Kadar Air
w
1,74 %
3
Penyerapan
1,82 %
4 Keausan
25,12
%
Tabel 4.3.Karakteristik Agregat
Dari hasil pengujian karakteristik agregat dibawah, dapat disimpulkan
agregat yang akan digunakan sebagai perkuatan stone coloumn layak
digunakan berdasarkan SNI 2417-2008 yaitu standarisasi keausan pada
agregat tidak lebih dari 40%.
51
B. Karakteristik Kekuatan Material Agregat Stone Coloumn
1. Karakteristik Mekanis Agregat Kasar
Karakteristik dan sifat mekanis agregat pada studi ini mengadopsi
pengujian CBR unsoaked. Prosesnya dilakukan setelah material agregat
kasar dimixing sesuai variasi gradasi yang ditentukan, kemudian
dimasukkan kedalam mold modified dan diuji dengan energi pemadatan
standar 56 kali pukulan pada masing-masing variasi gradasinya :
No. Gradasi Lolos Saringan
Nilai CBR (%)
56x Tumbukan
1 Variasi 1 25% (1 ½”), 35% (1”), 40% ( ¾ ”) 23,52
2 Variasi 2 20% (1 ½”), 30% (1”), 50% ( ¾ ”) 28,59
3 Variasi 3 15% (1 ½”), 25% (1”), 60% ( ¾ ”) 35,58
Tabel 4.4. Hubungan jumlah pukulan dengan nilai CBR (%)
Dari tabel 4.6, diperoleh nilai CBR diatas 20% untuk semua ukuran Variasi
agregat kasar, yang artinya material Agregat Kasar tersebut dapat
digunakan sebagai material sub-base pada perkerasan lentur jalan, sesuai
dengan buku Manual Perkerasan Jalan (revisi Juni 2017)
No.04/SE/Db/2017 yang diterbitkan oleh Dirjen Bina Marga Kemen PU-PR
(Anonim, 2017).
52
C. Parameter Elemen Kolom Agregat
Pembebanan secara bertahap pada elemen stone kolom agregat
selimut geogrid dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh deformasi
yang terjadi pada kolom agregat dengan kekangan geogrid tipe end
bearing sebagaimana pada pengujian standar UCS. Penentuan kapasitas
dukung dan parameter desain elemen kolom agregat geopak didasarkan
pada pendekatan Butler dan Hoy sebagaimana (Saing et al., 2017), yaitu
metode yang mempertimbangkan kegagalan beban saat beban terjadi
perpotongan dua buah garis tangen terhadap kurva hubungan antara load
settlement pada titik-titik yang berbeda. Gambar 15, berikut ini
merepresentasikan hubungan antara pembebanan elemen kolom granular
berbagai bentuk dengan regangan vertikal.
Gambar 16. Hubungan antara pembebanan elemen kolom dengan
reganganvertical
53
Untuk menentukan parameter desain kekuatan elemen kolom agregat
geopak, selanjutnya dibuat grafik hubunganantara regangan vertical
dengan regangan horisontal pada elemen kolom, seperti berikut ini :
Gambar 17.Hubungan antara regangan horisontal dengan regangan
vertikal
Dari kedua gambar grafik diatas, maka dapat ditentukan kapasitas
dukung, regangan vertikal, regangan horisontal, modulus elastisitas serta
angka poisson, pada masing-masing variasi gradasi, seperti pada tabel
berikut ini :
Variasi Gradasi
Kap. Dukung
Reg. Vert.
Reg. Hor.
Modulus Elastisitas Poisson
Ratio (Kpa) (%) (%) (Kpa)
Variasi 1 25% (1½”), 35% (1”), 40% (¾”) 225 4,1 1,6 7186,23 0,40 Variasi 2 20% (1½”), 30% (1”), 50% (¾”) 300 3,6 1,3 8577,62 0,38 Variasi 315% (1½”), 25% (1”), 60% (¾”) 500 3,1 1,1 21656,78 0,37
Tabel 4.5.Nilai kapasitas dukung, deformasi, modolus dan poisson ratio
pada kolom
54
Gambar 18.Grafik hubungan tegangan dan regangan
Table 4.5 menunjukkan bahwa gradasi agregat variasi 3 mempunyai
poisson ratio yang paling kecil dan kekuatan yang paling besar
dibandingkan Variasi lainnya. Pada Gambar 17 berdasarkan Nilai
tegangan dan regangan diketahui bahwa klasifikasi dari stone coloumn
dengan kapasitas dukung paling tinggi yaitu pada variasi 3 adalah 50KN
55
D. Kapasitas Dukung Model Kolom Agregat Perkuatan Geogrid
Pada Tanah Lunak
Pengujian kapasitas dukung model stone kolom geopak yang
dikekang geogrid tipe floating or skin friction pada sistem pondasi tanah
lunak dimaksudkan untuk menilai efektivitas peningkatan kapasitas
dukung sistem pondasi tanah lunak dengan dan perkuatan kolom granular
buatan. Penilaian kapasitas dukung model sistem pondasi tersebut
ditentukan sama halnya dengan pendekatan (Karpurapu, 2016), juga
(Hasriana et al., 2018) menggunakan metode tersebut untuk menentukan
deformasi vertikal pada pembebanan tanah lempung dengan stabilisasi
Bacillus subtilis, kurva pengujian ditunjukkan sebagai berikut :
Gambar 19.Hubungan pembebanan perkuatan tanah dengan deformasi
vertikal
Gambar 18 merepresentasikan bahwa kapasitas dukung tanah
timbunan tanpa perkuatan adalah sebesar 17,75KN, sedangkan kapasitas
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Sett
lem
ent (m
m)
Load (kN)
Perkuatan Kolom
Tanpa Kolom
56
dukung tanah timbunan dengan model perkuatan kolom geopak stone
coloumn mengalami peningkatan sebesar 22,76 KN. Peneliti (Araújo,
G.L.S., Palmeira and Da Cunha, 2009) menyatakan bahwa penggunaan
geotekstil sebagai pembungkus pada kolom pasir dapat secara signifikan
meningkatkan daya dukung dan mengurangi terjadinya deformasi vertikal
dibandingkan dengan kolom konvensional tanpa pembungkus. (Tandel,
Solanke and Desai, 2012) juga menyatakan bahwa kolom batu yang
terbungkus geosintetik dapat mengurangi deformasi vertikal yang hampir
setengah dari tanah yang tidak diberi perkuatan.
E. Pola Deformasi Kapasitas Dukung Model Kolom Agregat
pada Sistem Pondasi Tanah Lunak
Kurva pola deformasi vertikal kolom agregat geopak yang terjadi
pada permukaan sistem pondasi tanah lunak yang terbebani secara
bertahap Qu (kN) dengan luas penampang pelat baja 80x20 cm
ditunjukkan pada Gambar 20 dan 21 untuk kondisi tanpa perkuatan dan
menggunakan stone coloumn dengan geometri kolom agregat diameter
10 cm dan kedalaman skin penetrasi 20 cm yang dikekang oleh pabrikasi
geogrid.
57
Gambar 20.Bentuk deformasi pada pembebanan tanah timbunan
tanpa perkuatan stone coloumn agregat
Tabel 4.6 Pembacaan deformasi pada pengujian pembebanan
tanpa perkuatan stone coloumn agregat
58
Gambar 21.Bentuk deformasi pada pembebanan tanah timbunan
dengan perkuatan stone coloumn agregat
Tabel 4.7. Pembacaan deformasi pada pengujian pembebanan
dengan perkuatan stone coloumn agregat
dijustifikasikan bahwa kolom agregat dengan gradasi variasi 3 yaitu :
15% (1½”), 25% (1”), 60% (¾”),mengalami deformasi vertikal dan heaving
pada permukaan sistem pondasi tanah lunak paling kecil dengan
59
konsistensi kapasitas dukung yang lebih besar.. Heaving pada sistem
pondasi tanah lunak secara signifikan terjadi pada radial distance 15 cm
dari tepi timbunan, pembebanan 17,75 kN memiliki potensi heaving
sebesar 0,52 mm (model tanpa perkuatan) dan pembebanan 22,76 kN
memiliki potensi heaving sebesar 0,31 mm (model dengan perkuatan
stone coloumn). Dengan demikian, efek heaving pada sistem pondasi
tanah lunak dengan model perkuatan stone kolom agregat dapat
terkendali secara signifikan..
Tabel 4.8.Penurunan dan beban maksimal pada uji model bak dengan
maupun tanpa perkuatan stone coloumn agregat
Gambar 22.Besar penurunan pada tanah dasar dengan
menggunakan dan tanpa stone coloumn
60
Dengan menggunakan Stone Coloumn Geopak mampu mereduksi
penurunan sebesar 3,1 kali lipat pada tanah dasar dari 35,2 mm (tanpa
perkuatan stone Coloumn) menjadi 11,3 mm (dengan Stone Coloumn)
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan,
maka dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Variasi agregat dengan gradasi persentase lolos saringan 15% (1½”),
25% (1”), 60(¾”) menunjukkan performa kapasitas dukung yang paling
tinggi dengan konsistensi kapasitas dukung yang lebih besar, efek
interlocking interaction antar granular terjadi secara baik
2. Deformasi vertikal dan potensi heaving pada permukaan sistem
pondasi tanah lunak dengan perkuatan stone kolom agregat terjadi
paling kecil pada Variasi 3 lolos saringan 15% (1 ½”), 25% (1”), 60( ¾
”) dengan konsistensi kapasitas dukung yang lebih besar, efek.
Heaving pada sistem pondasi tanah lunak secara signifikan terjadi
pada radial distance 15 cm dari pusat stone kolom agregat ,
3. Model perkuatan sistem pondasi tanah lunak dengan agregat
terkekang geogrid adalah secara singnikan memperbaiki kapasitas
dukung sistem pondasi tanah lunak dengan peningkatan dari 17,75
KN tanpa menggunakan perkuatan stone coloumn agregat menjadi
22,76 KN dengan menggunakan stone coloumn Agregat.,
62
B. Saran-saran
Ini merupakan kajian awal dalam penggunaan material alami didaerah
yang tersedia material agregat kasar tersebut, sehingga perlu ada kajian
beberapa saran dan masukan, diantaranya :
1. Perlu adanya pengujian yang dilakukan di lapangan, untuk
membandingkan hasil uji yang dilakukan dengan skala laboratorium.
2. Variasi kedalaman dan dimensi kolom pada perkuatan tanah lunak,
dapat juga dilakukan, untuk mengetahui dimensi dan kedalaman
optimum yang dapat menghasilkan kapasitas elemen kolom yang
terbesar.
.
63
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO,1929, Public Road Administration Classification System.
Ahmad, Malik, 2010, “Kajian Karakter Indirect Tensile Strenght Asphalt
Concrete Recycl dengan Campuran Aspal Penetrasi 60/70 dan
Residu Oli pada Campuran Hangat”, Tugas Akhir, Program Studi
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Araújo, G.L.S., Palmeira, E. M. and Da Cunha, R. P. (2009) ‘Geosynthetic
Encased Columns in A Tropical Collapsible Porous Clay’,
Proceedings of the 17th International Conference on Soil
Mechanics and Geotechnical Engineering: The Academia and
Practice of Geotechnical Engineering, 1, pp. 889–892.
ASTM C33-74a,Standard Specification for Concrete Agregate.(1976).
“Annual Books of ASTM Standards”. Philadelphia-USA
ASTM-D2487-00, 2000. Standard classification of soils for engineering
purposes (Unified Soil Classification System), Annual Book of
ASTM Standards, Philadelphia, PA.
ASTM D 4439 – 04 (2004) “Standar Terminology for Geosynthetics”
“Annual Books of ASTM Standards”. Philadelphia-USA
Das, B. M ( 1996). Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis
Jilid 1). Jakarta: Erlangga
DAS, B. M. (1985). “Mekanika Tanah” (Prinsip-prinsip Rekayasa
Geoteknik”, Terjemahan oleh : Noor Endah Mochtar dan
Indrasurya B. Mochtar, Erlangga, Jakarta
64
Grim, R.E., (1953). “Clay mineralogy”. Mc Graw Hill Book Company Inc,
New York, Toronto, London.
Hasriana et al. (2018) ‘A Study on Clay Soil Improvement With Bacillus
Subtilis Bacteria As the Road Subbase Layer’, International Journal
of GEOMATE, 15(52), pp. 114–120.
Kanisius. (1997) ‘Mekanika Tanah 1’
Karpurapu, R. (2016) ‘Behaviour of Geosynthetic Encased Granular
Columns Under Behaviour of Geosynthetic Encased Granular
Columns Under Vertical and Lateral Loading’, 6th Asian Regional
Conference on Geosynthetics - Geosynthetics for Infrastructure
Development, (November), pp. 83–99.
Kempfert, H.G. (2001). “Practical Aspects of the Design of Deep
Geotextile Coated Sand Columns for the Foundation of a Dike on
Very Soft Soil” Landmarks in Earth Reinforcement, @ 2001 Swets
& Zeitinger, ISBN 90 2651 863 3.
Mochtar. B, Indrasurya. 2000. Teknologi Perbaikan Tanah dan Alternatif
Perencanaan Pada Tanah Bermasalah (Problematic Soils).
Surabaya : Jurusan Teknik Sipil-FTSP ITS
Saing, Z. et al. (2017) ‘Mechanical Characteristic of Ferro Laterite Soil
With Cement Stabilization as A Sub-Grade Material’, International
Journal of Civil Engineering and Technology (IJCIET), 8(3), pp.
606–616.
Tandel, Y. K., Solanke, C. H. and Desai, A. K. (2012) ‘Reinforced Granular
65
Column for Deep Soil Stabilization: A Review’, International
Journal of Civil and Structural Engineering, 2(3), pp. 720–730.
Tandel, Y. K., Solanki, C. H. and Desai, A. K. (2012) ‘Reinforced Stone
Column : Remedial of Ordinary Stone Column’, International Journal
of Advances in Engineering & Technology, 3(2), pp. 340–348.
Terzaghi, K. and Peck, R. (1967) “Soil Mechanics in Engineering Practice.
2nd Edition”, John Wiley, New York.
Terzaghi, Karl, Peck, B., Ralph, (1993),” Mekanika Tanah Dalam Praktek
Rekayasa Jilid-1”, Penerbit Erlangga, Jakarta
Terzaghi, K. and Peck, R. B. (2006) Soil Mechanics in Engineering
Practice. Third Edit, Soil Science. Third Edit. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Toha, F. X. 1989. “Karakteristik Konsolidasi Lempung Lunak
Banjarmasin”. National Symposium on Soft Soil and Landslides.
HATTI, Bandung
Top Related