UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENJERAPAN NANOPARTIKEL GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA
DENGAN VARIASI KONSENTRASI KITOSAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MARRISA NIM: 1113102000027
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA AGUSTUS 2017
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
ABSTRAK
Nama : Marrisa
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Ukuran Partikel dan Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida dengan Variasi Konsentrasi Kitosan
Glukosamin hidroklorida merupakan salah satu bentuk dari glukosamin yang stabil secara kimia dan dapat digunakan sebagai pencegah penyakit osteoartritis. Terdapat keterbatasan dalam penggunaan glukosamin hidroklorida secara klinis, seperti bioavailabilitas yang rendah dan tidak dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang secara oral serta memiliki absorbsi yang rendah pada rute transdermal. Glukosamin hidroklorida dapat dibuat dalam bentuk transdermal dengan bantuan sistem penghantaran nanopartikel kitosan untuk meningkatkan bioavailabilitas dan absorbsi dari senyawa tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi kitosan terhadap ukuran partikel dan efisiensi penjerapan dari nanopartikel yang mengandung glukosamin hidroklorida. Nanopartikel glukosamin hidroklorida dibuat menggunakan metode gelasi ionik menggunakan polimer kitosan dan penyambung silang Na-TPP dalam tiga formula, yaitu F1, F2, dan F3 dengan memvariasikan konsentrasi kitosan yaitu berturut-turut 1%, 0,5%, dan 0,25%. Nanopartikel yang dihasilkan dikarakterisasi meliputi analisis organoleptik, pH, viskositas, ukuran partikel, zeta potensial, dan efisiensi penjerapan. Hasil menunjukkan ukuran partikel pada F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 506,9 nm; 149,4 nm; dan 100,8 nm dengan efisiensi penjerapan 67,5%; 51,6%, dan 47,2%. Penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi kitosan yang digunakan pada formula nanopartikel menghasilkan penurunan baik pada ukuran partikel maupun efisiensi penjerapan dari nanopartikel glukosamin hidroklorida.
Kata kunci: glukosamin hidroklorida, nanopartikel, kitosan, ukuran partikel, efisiensi penjerapan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
ABSTRACT
Name : Marrisa
Major : Pharmacy
Title : Particle Size and Entrapment Efficiency of Glucosamine Hydrocloride Nanoparticle with Variance of Chitosan Concentration
Glucosamine hydrochloride is one form of glucosamine that is chemically stable and can be used as prevention of osteoarthritis disease. There are limitations of the clinical use of glucosamine hydrochloride, such as low bioavailability and can not be used for long periods on oral administration and have low absorption on transdermal routes. Glucosamine hydrochloride can be prepared in transdermal dosage form using chitosan nanoparticle delivery system to improve the bioavailability and absorption of the compound. The aim of this research was to determine the influence of varying chitosan concentration on particle size and entrapment efficiency of nanoparticles containing glucosamine hydrochloride. Nanoparticles were prepared by ionic gelation method using chitosan polymer and Na-TPP as cross linker in three formulas, F1, F2, and F3 with varying chitosan concentration respectively, 1%, 0.5%, and 0.25%. Nanoparticles were characterized by analysis of organoleptic, pH, viscosity, particle size, potential zeta, and entrapment efficiency. The results showed that the particle size in F1, F2, and F3 respectively were 506.9 nm, 149.4 nm, and 100.8 nm and the entrapment efficiency are 67.5%, 51.6%, and 47.2%. This study showed that the decrease of chitosan concentration used in nanoparticle formulas resulted a decrease in both of particle size and the entrapment efficiency of glucosamine hydrochloride nanoparticles.
Keywords: glucosamine hydrochloride, nanoparticle, chitosan, particle size, entrapment efficiency
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Ukuran Partikel dan Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida dengan Variasi Konsentrasi Kitosan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan, bimbingan, semangat, motivasi, bantuan baik moral maupun material serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Bapak Drs. Umar Mansyur, M.sc., Apt. Sebagai pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis dalam penelitian hingga menyusun skripsi.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. Selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt. sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan dukungan dalam menghadapi permasalahan akademik.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kedua orang tua saya, mama dan papa tercinta, yaitu Bapak Alan Arsil dan Ibu Mardiati yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tiada henti senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, serta dukungan baik secara moril dan materil. Kepada kakak-kakak ku tersayang Lydia dan Lovita Arsil serta keponakan-keponakan ku Lavito, Rasyad, dan Lavino yang telah memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Teman seperjuangan penelitian, Asyraq atas perhatian, kerja sama, kebersamaan dan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah selama penelitian.
7. Sahabat-sahabat tercinta, Aisyah, Aulia, Lisa, Upi, dan Gita yang telah menjadi keluarga kedua yang telah menghabiskan waktu susah senang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
bersama dan mendengarkan segala keluh kesah penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan.
8. Sahabat biokim, Ervina, Tewe, Vita, Dian, dan Ghifar yang selalu setia menghabiskan waktu susah senang bersama, mendengarkan keluh kesah, dan memberikan semangat serta doa sejak terbentuknya kelompok praktikum biokimia hingga akhir perkuliahan.
9. Sahabat penelitian teknologi farmasi bimbingan Bu Yuni, Ramaza dan Berliana yang telah memberikan bantuan, nasihat, serta semangat selama penelitian berlangsung hingga selesai.
10. Seluruh laboran, Kak Eris, Kak Rahmadi, Kak Yaenap, Kak Rani, Kak Tiwi, dan Kak Walid yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
11. Teman-teman seangkatan Farmasi 2013 yang telah memberikan semangat dan doa selama ini
12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berdoa semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Ciputat, 2 Agustus 2017
Penulis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Marrisa
NIM : 1113102000027
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul:
Ukuran Partikel dan Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin
Hidroklorida dengan Variasi Konsentrasi Kitosan
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian penyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 2 Agustus 2017
Yang menyatakan
(Marrisa)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1. Latar belakang ...................................................................................... 1 1.1. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1. Osteoartritis .......................................................................................... 5 2.2. Glukosamin Hidroklorida ..................................................................... 6 2.3. Kulit ...................................................................................................... 8
2.3.1. Struktur Kulit .............................................................................. 8 2.3.2. Jalur Penetrasi Obat Melalui Kulit ........................................... 10 2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Perkutan ....................... 12
2.4. Nanopartikel Kitosan .......................................................................... 13 2.5. Kitosan ............................................................................................... 14 2.6. Metode Gelasi Ionik ........................................................................... 15 2.7. Natrium Tripolifosfat ......................................................................... 16 2.8. Tween 80 ............................................................................................ 16 2.9. Spektrofotometri UV Visibel ............................................................. 17
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 19 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 19 3.2. Bahan Penelitian ................................................................................. 19 3.3. Alat Penelitian .................................................................................... 19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xii
3.4. Prosedur Kerja .................................................................................... 19 3.4.1. Preparasi Nanopartikel Kitosan Glukosamin HCl ................... 19 3.4.2. Evaluasi Nanopartikel Glukosamin HCl .................................. 20
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 25 4.1. Preparasi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ............................. 25 4.2. Hasil Evaluasi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ..................... 26
4.2.1. Hasil Pengamatan Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida secara Visual ....................................................... 27
4.2.2. Hasil Evaluasi Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ................................... 27
4.2.3. Hasil Evaluasi Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida .............................................................................. 32
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 37 5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 37 5.2. Saran ................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38
LAMPIRAN ......................................................................................................... 43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tanda-Tanda Osteoartritis ................................................................... 6
Gambar 2.2 Struktur Kimia Glukosamin Hidroklorida ........................................... 7
Gambar 2.3 Struktur Kulit ....................................................................................... 9
Gambar 2.4 Jalur Penetrasi Zat Melalui Kulit ...................................................... 11
Gambar 2.5 Stratum Korneum dan Jalur Transepidermal .................................... 12
Gambar 2.6 Struktur Kimia Kitosan ..................................................................... 14
Gambar 2.7 Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat ............................................... 16
Gambar 3.1 Viskometer Ostwald .......................................................................... 21
Gambar 4.1 Dispersi Nanopartikel Glukosamin HCl ........................................... 27
Gambar 4.2 Diagram Perbandingan Ukuran Nanopartikel Glukosamin HCl ....... 29
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Glukosamin Hidroklorida ....................................... 34
Gambar 4.4 Diagram Perbandingan Persen Efisiensi Penjerapan Nanopartikel .Glukosamin Hidroklorida .................................................................. 35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formula Nanopartikel Kitosan Glukosamin HCl .................................. 19
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ....................... 26
Tabel 4.2 Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida .......................................................................................... 28
Tabel 4.3 Viskositas Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ................ 30
Tabel 4.4 pH Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ........................... 31
Tabel 4.5 Zeta Potensial Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ........................ 32
Tabel 4.6 Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida .............. 35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Skema Prosedur Penelitian .............................................................. 43
Lampiran 2 Grafik Distribusi Ukuran Nanopartikel Glukosamin HCl F1 .......... 44
Lampiran 3 Grafik Distribusi Ukuran Nanopartikel Glukosamin HCl F2 .......... 47
Lampiran 4 Grafik Distribusi Ukuran Nanopartikel Glukosamin HCl F3 .......... 50
Lampiran 5 Bobot Jenis Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ........ 53
Lampiran 6 Perhitungan Viskositas Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ..................................................................................... 54
Lampiran 7 Data pH Dispersi Nanopartikel Glukosamin HCl ........................... 55
Lampiran 8 Data Zeta Potensial Nanopartikel Glukosamin HCl ........................ 55
Lampiran 9 Panjang Gelombang Maksimum Phenyl Thiourea .......................... 56
Lampiran 10 Absorbansi Standar Glukosamin HCl .............................................. 56
Lampiran 11 Perhitungan Kadar Total Senyawa Glukosamin HCl Bebas ........... 57
Lampiran 12 Perhitungan Persen Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ..................................................................................... 58
Lampiran 13 Perhitungan Persen Standar Deviasi Relatif (%RSD) Analisis Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ......... 59
Lampiran 14 Hasil Uji Statistik Ukuran Partikel Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ..................................................................................... 60
Lampiran 15 Hasil Uji Statistik Viskositas Nanopartikel Glukosamin HCl ......... 61
Lampiran 16 Hasil Uji Statistik pH Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ....... 62
Lampiran 17 Hasil Uji Statistik Zeta Potensial Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ..................................................................................... 64
Lampiran 18 Hasil Uji Statistik Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida ..................................................................................... 65
Lampiran 19 Gambar Alat yang Digunakan ......................................................... 66
Lampiran 20 Sertifikat Analisa Kitosan ................................................................ 68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Osteoartritis merupakan tipe artritis yang paling sering dijumpai.
Prevalensinya cukup tinggi terutama pada usia lanjut. Osteoartritis adalah
penyakit yang dicirikan dengan adanya kelainan fungsional sendi termasuk
terjadinya degradasi kartilago, ligamen, inflamasi sinovial serta perubahan
struktur tulang yang bersifat progresif (Bijlsma, dkk., 2011).
Sendi terdiri atas kartilago yang dilubrikasi dengan cairan sinovial
sehingga kita bisa bebas bergerak dan memutar sendi tanpa rasa sakit. Senyawa
lubrikan pada kartilago, tendon, ligamen, cairan sinovial, dan membran mukus
adalah glikosaminoglikan dan proteoglikan. Tubuh kita memproduksi glukosamin
yang berfungsi sebagai bahan pembentuk glikosaminoglikan, dan juga
menstimulasi kondrosit untuk memproduksi proteoglikan. Glukosamin juga
meningkatkan produksi asam hialuronat yang mensuplai kembali cairan sinovial
sebagai lubrikan. Kemampuan tubuh untuk memproduksi glukosamin semakin
berkurang seiring dengan bertambahnya usia yang menyebabkan penipisan
kartilago yang berujung kepada degenerasi sendi (Hammad, dkk., 2015) sehingga
diperlukan tambahan glukosamin dari luar tubuh.
Glukosamin tersedia dalam beberapa bentuk, yaitu glukosamin sulfat dan
glukosamin hidroklorida. Glukosamin sulfat perlu distabilkan karena gugus sulfat
mudah terdegradasi, sehingga dibutuhkan tambahan natrium atau kalium klorida
untuk mempertahankan aktivitasnya. Glukosamin hidroklorida stabil secara kimia
dan tidak membutuhkan aditif untuk mempertahankan aktivitasnya (Wijaya,
2010). Menurut beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa glukosamin
hidroklorida dapat mengurangi produksi IL-1 yang merangsang enzim katabolik
dan penanda inflamasi seperti prostaglandin E2 dengan sel kondrosit dan sinovial
dari pasien dengan osteoarthritis (Fox & Stephens, 2007).
Formulasi glukosamin yang terdapat di pasaran terutama dalam bentuk
oral, contohnya adalah tablet Glucosamine MPL medikon dan OSTE Cap.
Glukosamin merupakan asam yang di mana pemberian secara oral seperti tablet
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
atau kapsul glukosamin dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ulser
dan iritasi pada lambung (Eskandari, dkk., 2012). Glukosamin mengalami lintas
pertama sehingga bioavailabilitasnya pada pemberian oral sangat rendah, yaitu
sebesar 26% (Andriani, 2012). Rendahnya bioavailabilitas glukosamin
menyebabkan kadar glukosamin yang mencapai kartilago sendi cukup rendah,
sehingga pada pemberian oral dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk
meningkatkan kadar glukosamin yang mencapai sendi agar penggunaan
glukosamin lebih efektif.
Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan membuat sediaan
glukosamin dalam bentuk topikal. Bentuk topikal juga dapat meningkatkan
kepatuhan pasien karena akan memudahkan penggunaan sediaan, namun hanya
sedikit informasi mengenai absorbsi kulit dan pemberian transdermal dari
glukosamin. Salah satu sediaan glukosamin topikal yang berada di pasaran adalah
Joint Fit.
Glukosamin memiliki absorbsi yang rendah pada sistem transdermal yang
disebabkan oleh kepolaran dan hidrofilisitasnya (Dalirfardouei, dkk., 2016), hal
tersebut dapat dibantu dengan sistem nanocarrier untuk meningkatkan
bioavailabilitas dengan cara meningkatkan permeasi sediaan. Nanopartikel
dipandang sebagai pembawa yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan
bioavailabilitas biomolekul, karena memiliki kemampuan difusi dan penetrasi
yang lebih baik (Mardliyati, dkk., 2012).
Sistem penghantaran nanopartikel membutuhkan suatu polimer, salah satu
di antaranya adalah kitosan yang sangat berpotensi menghasilkan penghantaran
nanopartikel. Kitosan memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan pembawa
lain, di antaranya adalah kemampuan untuk mengontrol pelepasan zat aktif,
menghindari penggunaan pelarut organik berbahaya karena kitosan larut pada
larutan asam encer, memiliki sejumlah gugus amin bebas yang dapat digunakan
untuk sambung silang (Guan, dkk., 2011). Kitosan juga merupakan polimer yang
biodegradable dan biokompatibel yang telah banyak digunakan. Nanopartikel
kitosan dapat dibuat dengan metode gelasi ionik, yaitu larutan kitosan disambung
silang dengan penyambung silang polianion seperti natrium tripolifosfat (NaTPP).
Keuntungan dari metode gelasi ionik adalah prosesnya relatif sederhana dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
mudah, serta menghindari penggunaan pelarut organik dan temperatur tinggi,
sehingga memungkinkan untuk keberhasilan enkapsulasi molekul yang rentan
seperti protein (Rampino, dkk., 2013).
Beberapa variabel dapat mempengaruhi karakteristik nanopartikel kitosan,
diantaranya adalah konsentrasi kitosan dan crosslinker, rasio volume dan massa
antara larutan kitosan dengan crosslinker, pH, kekuatan ionik, dan temperatur
(Kleine-Brueggeney, dkk., 2015). Salah satu variabel yang sangat berpengaruh
terhadap ukuran dan efisiensi penjerapan dari nanopartikel kitosan adalah
konsentrasi kitosan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zaki, Ibrahim, dan Katas (2015) yang
memvariasikan konsentrasi kitosan untuk melihat pengaruh ukuran partikel dari
nanopartikel, menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi kitosan yang
digunakan maka semakin besar ukuran partikel yang terbentuk. Hasil yang sama
juga didapatkan oleh Mohammadpour Dounighi N, dkk (2012) yang membuat dan
mengkarakterisasi nanopartikel kitosan dengan memvariasikan konsentrasi
kitosan pada formulanya.
Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap efisiensi penjerapan dilaporkan
oleh Pakki, dkk (2016) di mana dalam penelitian tersebut konsentrasi kitosan
divariasikan pada pembuatan nanopartikel ekstrak bawang dayak dan didapatkan
hasil, yaitu semakin tinggi jumlah polimer yang digunakan maka semakin tinggi
juga efisiensi penjerapan dari nanopartikel. Artinya adalah semakin tinggi
konsentrasi kitosan yang digunakan maka akan meningkatkan efisiensi penjerapan
dari nanopartikel.
Anggraeni (2015) telah melakukan pembuatan sediaan gel transdermal
glukosamin hidroklorida dengan teknologi nanopartikel kitosan dengan metode
gelasi ionik. Dilakukan optimasi terlebih dahulu pada formula nanopartikel
kitosan dengan tujuan untuk mendapatkan konsentrasi dari kitosan dan NaTPP
yang dapat membentuk dispersi nanopartikel dengan efisiensi penjerapan yang
tinggi, tetapi masih masuk ke dalam rentang ukuran nanopartikel. Hasil dari
penelitian tersebut didapatkan rata-rata ukuran partikel sebesar 898,11 nm untuk
konsentrasi larutan kitosan dan NaTPP berturut-turut 1% dan 0,1%, namun dalam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
penelitian tersebut belum dilakukan evaluasi efisiensi penjerapan karena
keterbatasan pada analisa glukosamin hidroklorida sebagai zat aktifnya.
Uraian latar belakang di atas medorong untuk dilakukannya penelitian ini
yaitu membuat nanopartikel kitosan yang mengandung glukosamin hidroklorida,
dengan metode pembuatan yang mengacu pada penelitian Anggraeni (2015)
dengan menurunkan konsentrasi kitosan yang bertujuan untuk mendapatkan
ukuran partikel yang lebih kecil dan melihat pengaruhnya terhadap efisiensi
penjerapan nanopartikel kitosan yang berisi zat aktif glukosamin hidroklorida.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh dari konsentrasi kitosan terhadap ukuran partikel dan
efisiensi penjerapan nanopartikel kitosan yang berisi zat aktif glukosamin
hidroklorida?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variasi
konsentrasi kitosan terhadap ukuran partikel dan efisiensi penjerapan dari
nanopartikel kitosan yang berisi zat aktif glukosamin hidroklorida.
1.4. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan literatur oleh
pihak pendidikan yang digunakan oleh mahasiswa/i yang berkepentingan.
2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak peneliti dan lainnya
yang berminat di bidang penelitian lanjutan tentang nanopartikel kitosan
yang mengandung bahan aktif glukosamin hidroklorida yang dapat
digunakan sebagai sediaan farmasi untuk osteoartritis.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh industri farmasi untuk
memproduksi sediaan farmasi untuk osteoartritis dalam sistem
penghantaran nanopartikel kitosan yang mengandung glukosamin
hidroklorida.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Osteoartritis
Menurut National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin
Diseases (NIAMS), osteoartritis adalah penyakit sendi yang sebagian besar
mempengaruhi kartilago (tulang rawan). Tulang rawan adalah jaringan licin yang
menutupi ujung tulang pada sendi. Tulang rawan yang sehat memungkinkan
tulang untuk bergerak bebas. Pada osteoartritis, lapisan atas tulang rawan rusak
dan menipis. Hal ini memungkinkan tulang yang berada di bawah tulang rawan
untuk bergesekan bersama-sama. Gesekan tersebut akan menyebabkan nyeri,
pembengkakan, dan terbatasnya gerakan sendi. Seiring berjalannya waktu, sendi
mungkin kehilangan bentuk normalnya.
Penyakit ini ditandai dengan adanya kelainan fungsional sendi termasuk
terjadinya degradasi kartilago, ligamen, inflamasi sinovial serta perubahan
struktur tulang yang bersifat progresif (Bijlsma, dkk., 2011). Taji tulang juga
dapat tumbuh di tepi sendi yang disebut dengan osteofit, serta sebagian kecil
tulang atau kartilago dapat pecah dan mengapung di dalam ruang sendi, yang
menyebabkan rasa sakit dan kerusakan. Tanda-tanda dari osteoartritis dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
Sendi yang paling sering terkena osteoartritis adalah sendi pada tangan,
lutut, pinggul, dan tulang belakang. Penyakit ini biasanya berkembang secara
bertahap, gejala pertama yang dirasakan adalah nyeri sendi, kemudian rasa sakit
yang diperburuk oleh penggunaan berulang dari sendi. Beberapa orang memiliki
osteoartritis hanya pada satu sendi. Namun pada individu lain, mungkin beberapa
sendi dapat terpengaruh (Williams, 2004).
Orang tua paling berisiko terkena osteoartritis. Seperti jaringan tubuh
lainnya, tulang rawan terus dibentuk kembali. Setiap harinya, sebagian tulang
rawan mengalami kerusakan dan beberapa tulang rawan yang baru akan terbentuk.
Kemampuan tulang rawan untuk memperbaiki dirinya sendiri terbatas. Pada orang
tua akumulasi bertahun-tahun dan keausan pada sendi meningkatkan
kemungkinan bahwa osteoartritis akan berkembang. Pada osteoartritis, terdapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
ketidakseimbangan antara pembentukan dan kerusakan pada tulang rawannya. Hal
ini yang menyebabkan jumlah dari tulang rawan pada sendi berkurang dan
mengakibatkan sendi tidak berfungsi dengan baik. Penuaan juga dikaitkan dengan
penurunan massa otot dan kekuatan, yang dapat menyebabkan stress tambahan
pada tulang rawan sendi (Williams, 2004). Umur bukan satu-satunya yang
menjadi faktor terjadinya osteoartritis, setelah dilakukan penelitian-penelitian,
belakangan ini dinyatakan bahwa osteoartritis merupakan penyakit gangguan
homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan
kartilago yang penyebabnya belum diketahui.
Gambar 2.1 Tanda-Tanda Osteoartritis
[Sumber: Wieland, dkk., 2005]
2.2. Glukosamin Hidroklorida
Glukosamin (C6H13NO5) merupakan salah satu dari kelompok biokimia
yang dikenal sebagai gula amino. Senyawa ini diproduksi secara alami oleh tubuh
untuk membentuk glikosaminoglikan dan menstimulasi kondrosit untuk
memproduksi proteoglikan, protein pembentuk tulang rawan dan cairan sinovial.
Glukosamin dalam tubuh berfungsi untuk memproduksi cairan sinovial sebagai
bahan pelumas pada tulang rawan. Kekurangan cairan sinovial dalam tubuh dapat
menimbulkan kekakuan pada sendi sehingga menyebabkan penyakit osteoartritis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Glukosamin juga bermanfaat menjaga metabolisme tulang rawan dan
membantu memperbaiki tulang rawan yang rusak atau terkikis. Glukosamin
tersedia dalam beberapa bentuk, yaitu glukosamin sulfat yang distabilkan oleh
natrium klorida atau kalium klorida, glukosamin hidroklorida dan N-asetil
glukosamin. Glukosamin HCl merupakan bentuk ekstrak asli dari glukosamin.
Senyawa ini stabil secara kimia dan tidak membutuhkan aditif untuk
mempertahankan aktivitasnya, sedangkan glukosamin sulfat merupakan bentuk
glukosamin yang telah termodifikasi secara kimia. Gugus sulfat mudah
terdegradasi, sehingga dibutuhkan tambahan natrium atau kalium klorida untuk
mempertahankan aktivitasnya (Wijaya, 2010).
Glukosamin hidroklorida memiliki nama lain yakni 2-amino-2-deoxy-D-
glucopyranose, kitosamin hidroklorida, dan D-(+)-glukosamin hidroklorida.
Secara struktural, glukosamin merupakan gula ber amin dengan rumus molekul
C6H13NO5HCl dengan massa molekul 215,63 Da. Glukosamin dalam bentuk
murni berbentuk serbuk kristal putih dengan titik leleh 190 - 194°C. Glukosamin
memiliki kelarutan tinggi dalam air dengan titik larut 100 mg/ml pada suhu 20°C
(Kralovec & Barrow, 2008).
Gambar 2.2. Struktur Kimia Glukosamin Hidroklorida
[Sumber: Mojarrad, dkk., 2007]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa glukosamin dapat berguna untuk
membantu mengurangi gejala osteoartritis (Williams, 2004). Penelitian yang
dilakukan oleh Kulkarni dkk pada tahun 2012 menunjukkan bahwa konsumsi
glukosamin hidroklorida dan/atau glukosamin sulfat terhadap pasien penderita
osteoartritis tingkat sedang berpengaruh nyata terhadap pengurangan rasa nyeri
pada sendi. Glukosamin HCl dapat menekan produksi prostaglandin E2 yang
disebabkan kemampuannya dalam menghambat kerja enzim siklooksigenase,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
sehingga meredakan pengaruh peradangan pada penderita osteoartritis (Orth, dkk.,
2002).
2.3. Kulit
2.3.1. Struktur Kulit
Kulit menutupi permukaan terluar tubuh makhluk hidup dan merupakan
organ terbesar baik dalam luas permukaan maupun beratnya. Luas kulit orang
dewasa sekitar 2 m2 dengan berat 4,5 - 5 kg, yaitu sekitar 16% berat badan. Kulit
mempunyai ketebalan mulai dari 0,5 mm pada bagian kelopak mata sampai 4,00
mm pada tumit. Secara struktural kulit terdiri atas dua bagian yaitu, bagian
superfisial yang tipis tersusun dari jaringan epitelial yang disebut epidermis.
Bagian dalamnya yang lebih tebal tersusun atas jaringan ikat, disebut dermis.
Sedangkan hipodermis adalah bagian lebih dalam dari dermis namun tidak
termasuk bagian dari kulit, lapisan ini tersusun atas jaringan areolar dan adiposa
yang berfungsi sebagai penyimpan lemak dan mengandung pembuluh darah besar
yang memasok kulit (Tortora, 2009). Struktur kulit dapat dilihat pada Gambar 2.3.
a) Epidermis
Epidermis tersusun atas epitel berlapis gepeng berkeratin. Pada
lapisan ini tedapat empat jenis sel utama yaitu, keratinosit, melanosit, sel
langerhans, dan sel merkel. 90% lapisan epidermis terdiri dari keratinosit
yang tersusun atas 4 atau 5 lapisan yang memproduksi keratin. Selain
keratinosit, 8% lapisan epidermis terdiri dari sel melanosit yang
memproduksi melanin yaitu pigmen berwarna kuning-merah atau coklat-
hitam yang memberikan warna pada kulit dan mengabsorbsi sinar
ultraviolet. Terdapat juga sel langerhans yang berfungsi membantu respon
imun untuk mengenali mikroba yang menyerang kulit dan merusak
mikroba tersebut. Sel yang jumlahnya paling sedikit di epidermis adalah
sel Merkel, yaitu sel yang terletak pada lapisan terdalam epidermis dan
kontak dengan sensor neuron (Tortora, 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
Gambar 2.3. Struktur Kulit
[Sumber: Tortora, 2009]
b) Dermis
Lapisan dermis terletak di bawah lapisan epidermis. Suatu lapisan
yang terdiri dari jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin yang
berfungsi untuk peregangan, serat kolagen untuk kekuatan serta memiliki
banyak pembuluh darah dan ujung syaraf khusus. Pembuluh darah dermis
tidak hanya memasok dermis dan epidermis tetapi juga berperan besar
dalam mengatur suhu tubuh (Sherwood, 2007).
c) Hipodermis
Meskipun secara teknis bukan merupakan bagian kulit, hipodermis
(lapisan subkutan) berada di bawah dermis. Terdiri atas sebagian besar
jaringan adiposa dan merupakan tempat penyimpanan sebagian besar
lemak tubuh. Hipodermis berfungsi untuk mengikatkan kulit dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
permukaan di bawahnya, isolasi mempertahankan suhu tubuh, dan sebagai
tempat penyimpanan energi (Sylvia & Lorraine 2005).
2.3.2. Jalur Penetrasi Obat Melalui Kulit
Selain berfungsi sebagai pelindung jaringan selama tubuh kontak dengan
lingkungan, kulit juga digunakan sebagai tempat untuk pemberian obat secara
dermal dan transdermal. Dalam pemberian obat secara dermal, obat dioleskan
untuk mengobati penyakit pada kulit. Keuntungan dari pemberian obat dengan
rute ini adalah kemampuan untuk mencapai konsentrasi tinggi obat di lokasi aksi
(kulit) dan potensi pengurangan konsentrasi obat sistemik yang juga akan
mengecilkan efek samping sistemik (Honeywell-Nguyen, dkk., 2005).
Sedangkan pemberian obat dengan rute transdermal merupakan rute
alternatif dari rute oral untuk mendapatkan efek obat secara sistemik. Dalam hal
ini, kulit adalah tempat administrasi, bukan organ sasaran. Rute transdermal
menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan pemberian oral seperti
dapat menghindari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan
gastrointestinal, seperti metabolisme lintas pertama oleh hati. Hal ini membuat
rute transdermal cocok untuk obat dengan bioavailabilitas rendah. Jenis obat lain
yang cocok dengan rute transdermal adalah obat dengan jendela terapi yang
sempit. Dari keuntungan rute transdermal tersebut juga memungkinkan untuk
mempertahankan laju permeasi obat yang diperpanjang (Honeywell-Nguyen,
dkk., 2005).
Stratum korneum yang terdapat pada epidermis merupakan rintangan
utama pada kulit yang membuat kulit sulit untuk ditembus oleh zat dari luar.
Impermeabilitas dari kulit tersebut menjadi suatu rintangan baik untuk rute topikal
maupun transdermal. Terdapat dua jalur yang mungkin dapat menjadi jalur
masuknya zat melewati stratum korneum, yaitu transepidermal dan
transappendageal. Jalur tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4. Jalur
transepidermal melibatkan molekul zat langsung melintasi epidermis. Penetrasi
transepidermal dibagi menjadi transelular dan interselular seperti pada gambar 2.5
(Alkilani, dkk., 2015).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
Gambar 2.4. Jalur Penetrasi Zat Melalui Kulit: (1) melalui kelenjar keringat, (2)
langsung menembus stratum korneum, (3) melalui folikel rambut. [Sumber: Ramteke, 2012]
Pada rute transelular, molekul obat akan melewati kulit secara langsung
melewati membran fosfolipid dan keratinosit. Jalur ini memungkinkan obat yang
bersifat polar dan hidrofilik. Sedangkan rute interselular adalah rute penetrasi
utama untuk banyak molekul yang melewati stratum korneum. Pada jalur
interselular, obat menembus lapisan kulit melalui ruang antar sel dari kulit,
sehingga jalurnya menjadi berliku dan lebih panjang. Untuk jalur ini lebih
cenderung untuk obat yang bersifat lipofilik karena akan larut dalam lemak yang
terdapat di antara filamen (Lund, 1994).
Untuk jalur transappendageal molekul melewati kelenjar keringat dan
melewati folikel rambut yang disebabkan adanya pori-pori diantaranya yang
memungkinkan obat tersebut berpenetrasi. Jalur appendageal hanya mencakup
0,1% area untuk penyerapan pada kulit, sehingga jalur ini dianggap kurang
potensial dibandingkan jalur transepidermal (Touitou & Barry, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Gambar 2.5. Stratum Korneum dan Jalur Transepidermal
[Sumber: Moser, dkk., 2001]
2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Perkutan
Menurut Allen dan Ansel (2014), tidak semua senyawa obat dapat
diberikan secara transdermal karena ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya, secara umum faktor tersebut meliputi sifat fisikokimia obat
seperti berat molekul, solubilitas, koefisien partisi dan konstanta disosiasi (pKa),
faktor lainnya adalah sifat dari pembawa dan kondisi dari kulit. Di bawah ini
merupakan faktor-faktor yang ditemukan oleh para peneliti pada kulit yang
normal, sedangkan pada kulit yang terluka sistem penghantaran obat transdermal
tidak terjadi karena akan terakses langsung ke jaringan subkutan dan kapiler.
1. Konsentrasi obat merupakan faktor penting. Umumnya, jumlah obat yang
terabsorbsi secara perkutan per unit luas permukaan setiap periode waktu
bertambah sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu
sistem penghantaran obat trasnsdermal.
2. Semakin besar area pengaplikasian, semakin banyak obat yang diabsorbsi.
3. Obat harus memiliki ketertarikan fisikokimia yang lebih besar kepada kulit
dibandingkan dengan pembawa sehingga obat akan meninggalkan
pembawa menuju kulit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
4. Obat dengan berat molekul 100 - 800 dan solubilitasnya cukup pada lipid
dan air dapat mempenetrasi kulit. Berat molekul ideal pada sistem
penghantaran obat transdermal dipercayai 400 atau dibawahnya.
5. Hidrasi pada kulit umumnya menyokong absorbsi perkutan. Sistem
penghantaran obat transdermal berperan sebagai barrier oklusif yang
menghambat keringat untuk lewat sehingga meningkatkan hidrasi kulit.
6. Absorbsi perkutan tampak lebih baik apabila diaplikasikan pada area yang
memiliki lapisan tanduk tipis dibandingkan dengan yang tebal.
7. Secara umum, semakin lama obat yang diaplikasikan berkontak dengan
kulit akan semakin banyak total obat yang diabsorbsi.
2.4. Nanopartikel Kitosan
Pada teknologi nano, suatu partikel didefinisikan sebagai obyek kecil yang
berperilaku seperti unit utuh dalam hal penghantaran dan sifat-sifatnya.
Penghantaran nanopartikel dideskripsikan sebagai formulasi suatu partikel yang
terdispersi pada ukuran nanometer atau skala per seribu mikron. Batasan ukuran
partikel yang pasti untuk sistem ini masih terdapat perbedaan karena nanopartikel
pada sistem penghantaran obat berbeda dengan teknologi nanopartikel secara
umum. Pada beberapa sumber disebutkan bahwa nanopartikel baru menunjukkan
sifat khasnya pada ukuran diameter di bawah 100 nm, namun batasan ini sulit
dicapai untuk sistem nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat. Nanopartikel
obat secara umum harus terkandung obat dengan jumlah yang cukup di dalam
matriks pada tiap butir partikel, sehingga memerlukan ukuran yang relatif lebih
besar dibanding nanopartikel nonfarmasetik. Meskipun demikian secara umum
tetap disepakati bahwa nanopartikel merupakan partikel yang memiliki ukuran di
bawah 1 mikron (Martien, 2012). Menurut Tiyaboonchai (2003) nanopartikel
merupakan partikel koloid padat dengan diameter berkisar antara 1 – 1000 nm.
Nanopartikel saat ini menjadi atensi para peneliti karena pengembangan
material dalam skala nano dapat meningkatkan sifat fisik, mekanik dan kimia
suatu material tanpa harus merusak struktur atomnya (Harahap, 2012).
Kebanyakan nanopartikel dibuat dari polimer yang tidak larut dalam air. Polimer
tersebut harus dipanaskan atau dilarutkan dalam pelarut organik agar dapat larut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
sempurna. Hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan obat yang ada di dalamnya.
Sebaliknya, polimer yang larut dalam air menawarkan metode yang sangat
sederhana dan ringan tanpa menggunakan pelarut organik (Tiyaboonchai, 2003).
Di antara banyak polimer larut air yang ada, kitosan merupakan polimer
yang paling banyak diteliti. Hal ini disebabkan oleh kitosan memiliki beberapa
sifat ideal sebagai polimer pembawa untuk nanopartikel, seperti bersifat
biokompatibel, biodegradable, nontoksik, dan harga yang ekonomis. Kitosan juga
memiliki muatan positif dan menunjukkan efek peningkatan absorpsi. Sebagai
media penghantaran obat kitosan juga sering digunakan karena bersifat
biodegradable, salah satunya karena kitosan dapat dimetabolisme oleh enzim-
enzim dalam tubuh manusia seperti lisozim. Kitosan juga merupakan material
yang dapat digunakan untuk keperluan rekayasa jaringan karena mempunyai
struktur yang mirip dengan glikosaminoglikan dan bersifat hidrofilik (Lim &
Ahmad 2010). Sifat-sifat tersebut membuat kitosan menjadi polimer yang menarik
untuk dijadikan pembawa suatu penghantaran obat.
2.5. Kitosan
Kitosan adalah turunan kitin yang diisolasi dari kulit kepiting, udang,
rajungan, dan kulit serangga lainnya. Kitosan merupakan kopolimer alam
berbentuk lembaran tipis, tidak berbau, terdiri dari dua jenis polimer, yaitu poli
(2-Deoksi-2-asetilamin-2-Glukosa) dan poli (2-Deoksi-2 Aminoglukosa) yang
berikatan β-D (1–4) (Hirano, 1986).
Gambar 2.6. Struktur Kimia Kitosan
[Sumber: Pesek, dkk., 2016]
Kitosan dapat larut dibawah pH 6, kitosan larut dalam asam asetat encer,
asam laktat, asam malat, asam format dan asam suksinat (Alauhdin, 2014).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Kitosan memiliki gugus amino dengan pKa 6,2 - 7 yang merupakan zat basa
(Ravi, 2000). Kelarutan kitosan meningkat seiring rendahnya nilai pH. Hal ini
terjadi karena pada pH rendah, grup amino dari kitosan mendapatkan donor
proton dari asam yang menghasilkan kationik larut dalam air. Pada kondisi ini,
muatan permukaan kitosan positif (kationik) yang dapat membuat kitosan
berinteraksi dengan muatan permukaan negatif. Namun jika pH lebih dari 6,
gugus amin pada kitosan akan terdeprotonasi dan kehilangan muatannya
menghasilkan polimer tidak larut bermuatan netral. Transisi larut dan tidak
larutnya kitosan terjadi pada pH 6 - 6,5 (Harahap, 2012).
Kitosan juga bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan
membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada nilai pH asam
dan sedikit asam, yang disebabkan oleh sifat kationik kitosan. Viskositas gel
kitosan meningkat dengan peningkatan berat molekul atau jumlah polimer.
Viskositas juga meningkat dengan meningkatnya derajat deasetilasi (Harahap,
2012).
2.6. Metode Gelasi Ionik
Menurut Agnihotri, dkk (2004) dan Tiyaboonchai (2003), metode yang
dapat digunakan untuk memproduksi mikro dan nanopartikel kitosan dari kitosan
adalah metode ikatan silang emulsi, presipitasi, pengeringan semprot, metode
penggabungan droplet emulsi, gelasi ionik, reverse micellar method, dan
kompleks polielektrolit.
Pembuatan nanokitosan menggunakan metode gelasi ionik merupakan
metode yang menawarkan beberapa kelebihan seperti, persiapan yang sederhana
dan ringan di lingkungan berair. Mekanisme dari metode ini adalah pembentukan
nanopartikel kitosan berdasarkan interaksi elektrostatik antara gugus amin positif
(-NH) pada kitosan dengan gugus muatan negatif dari polianion contohnya
tripolyphospate (TPP) (Harahap, 2012). Karena kompleksitas interaksi ini kitosan
mengalami gelasi ionik dan terpresipitasi membentuk partikel.
Pertama-tama kitosan dilarutkan dalam pelarut asam umumnya asam
asetat untuk memperoleh kation kitosan. Pelarutan dapat menggunakan agen
penstabil atau pun tidak (misalnya poloxamer), yang dapat ditambahkan dalam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
larutan kitosan sebelum atau setelah penambahan polianion. Setelah itu polianion
atau polimer anionik ditambahkan sambil diaduk, maka gugus negatif dari
polianion akan mengikat gugus -NH2 dari kitosan secara spontan pada
pengadukan mekanik dengan suhu ruang. Ukuran dan permukaan muatan partikel
dapat dimodifikasi dengan memvariasikan rasio kitosan dan stabilizer (Calvo,
dkk., 1997 dalam Tiyaboonchai, 2003).
2.7. Natrium Tripolifosfat
Gambar 2.7. Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat
[Sumber: Pubchem.ncbi.nlm.nih.gov]
Tripolifosfat (TPP) dipilih sebagai pengikat silang, karena TPP memiliki
lebih banyak muatan negatif sehingga dapat berinteraksi lebih kuat dibandingkan
polianion lain seperti sulfat dan sitrat (Alauhdin, 2014). Menurut Shu dan Zhu
(2002), oleh karena muatan negatif yang tinggi interaksi dengan polikationik
kitosan akan lebih besar sehingga dapat meningkatkan mekanik pada pembuatan
gel kitosan. Selain itu, TPP juga nontoksik sehingga diharapkan tidak akan
mengubah biokompatibilitas kitosan dan sesuai untuk aplikasi biomedis
(Alauhdin, 2014).
Pembentukkan nanopartikel hanya terjadi pada konsentrasi tertentu kitosan
dan TPP. Peran TPP sebagai zat pengikat silang akan memperkuat matriks
nanopartikel kitosan (Yongmei & Yumin, 2003). Dengan semakin banyaknya
ikatan silang yang terbentuk antara kitosan dan TPP maka kekuatan mekanik
matriks kitosan akan meningkat sehingga partikel kitosan menjadi semakin kuat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
dan keras, serta semakit sulit untuk terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil.
2.8. Tween 80
Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama
kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah
C64H124O26. Pada suhu 25ºC tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan
berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Tween 80 larut dalam air
dan etanol, namun tidak larut dalam minyak mineral. Kegunaan tween 80 antara
lain, sebagai zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan (Rowe, dkk.,
2009). Selain fungsi-fungsi tersebut, tween 80 juga berfungsi sebagai peningkat
penetrasi (Pandey, dkk., 2014).
2.9. Spektrofotometri UV Visibel
Sesuai dengan namanya spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi, spektrofotometer digunakan
untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang (Gandjar & Rohman, 2007).
Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi
spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom.
Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190 - 380 nm,
daerah cahaya tampak 380 - 780 nm, daerah infra merah dekat 780 - 3000 nm, dan
daerah infra merah 2,5 - 40 µm (Ditjen POM, 1995).
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah
tampak disebut khromofor. Khromofor menyerap pada λmax kecil dari 200 nm.
Gugus fungsi seperti hidroksida (–OH), amida (-NH2) dan klorida (–Cl) yang
mempunyai elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut auksokhrom yang
tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi
menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokhrom terikat pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
suatu khromofor, maka pita serapan khromofor bergeser ke panjang gelombang
yang lebih panjang dengan intensitas yang lebih kuat (Dachriyanus, 2004).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi
yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik
yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau
panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang
dibolehkan (allowed transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang
berbeda adalah tidak sama sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan
demikian, spektrum dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat
untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang
gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi,
sehingga spektrum absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
(Gandjar & Rohman, 2007).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan
spektrofotometri ultraviolet yaitu:
1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Panjang gelombang yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh
dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang
gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai
konsentrasi kemudian asorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva
yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva
kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.
3. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini
disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan
fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan ±6 bulan, terhitung dari bulan Januari – Juni tahun
2017 yang dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2,
Laboratorium Formulasi Sediaan Padat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
dan PT. DKSH Malvern-Sudirman.
3.2. Bahan Penelitian
Glukosamin hidroklorida (Wellable, China), kitosan (PT. Biotek Surindo),
natrium tripolifosfat (WAKO), tween 80, asam asetat, natrium asetat (Merck),
metanol, dietil eter, dan aquadest.
3.3. Alat Penelitian
Timbangan analitik (AND GH-120), particle size analizer (zetasizer nano
ZS, Malvern Instrument Ltd.), sentrifus (Biofuge Pico, SORVALL, Korea),
pengaduk magnetik, mikropipet, spektrofotometer UV-Vis (U- 2900, Hitachi),
buret (50 ml, Pyrex), pH meter (Horiba f-52), piknometer (Pyrex), viskometer
ostwald, plastic wrap, vial dan alat-alat gelas yang sering dipakai di laboratorium.
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Preparasi Nanopartikel Kitosan Glukosamin HCl
Tabel 3.1. Formula Nanopartikel Kitosan Glukosamin HCl
Formula Konsentrasi Glukosamin HCl (%b/v)
Konsentrasi Larutan Kitosan (%b/v)
Konsentrasi Larutan Na-TPP (%b/v)
Konsentrasi Tween 80
(%b/v)
F1 2 1,0 0,1 0,5 F2 2 0,5 0,1 0,5 F3 2 0,25 0,1 0,5
Nanopartikel glukosamin HCl dibuat dengan cara melarutkan 1 g
glukosamin HCl ke dalam 40 ml larutan kitosan dengan variasi konsentrasi sesuai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
formula dalam asam asetat 1%. Sebanyak 10 ml larutan Na-TPP, dengan
konsentrasi sesuai formula, diteteskan ke dalam larutan kitosan untuk dilakukan
sambung silang dengan kecepatan penetesan sekitar 0,3 ml/menit sambil diaduk
menggunakan pengaduk magnetik dengan kecepatan 1500 rpm selama 60 menit
pada suhu kamar hingga terbentuk dispersi nanopartikel. Setelah itu dilakukan
evaluasi nanopartikel yang meliputi pemeriksaan secara visual dan pengujian
ukuran partikel menggunakan Zetasizer Nano ZS.
3.4.2. Evaluasi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
a) Evaluasi Visual
Dispersi nanopartikel glukosamin hidroklorida yang diperoleh
diamati secara visual.
b) Evaluasi pH
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter. pH meter
sebelumnya dikalibrasi menggunakan larutan dapar standar pH 4 dan pH
7. Pada saat pengukuran pH, elektroda pada pH meter dicelupkan ke
dalam sediaan yang dibuat dan dicatat nilai pH yang tertera pada layar
(Panitia penyusun FI V, 2014).
c) Evaluasi Viskositas
Pengukuran viskositas sediaan dilakukan menggunakan viskometer
ostwald. Viskometer ostwald ditegakkan menggunakan statif kemudian
sampel sebanyak 5 ml dituang ke dalam alat, selanjutnya dihisap
menggunakan bulp pada pipa b sampai tanda batas. Sampel dibiarkan
mengalir dari tanda n ke m dan dihitung waktunya menggunakan
stopwatch, dapat dilihat pada Gambar 3.1.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Gambar 3.1. Viskometer Ostwald [Sumber: http://www.machinerylubrication.com]
d) Evaluasi Ukuran dan Indeks Polidispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Sebanyak 1,5 ml dispersi nanopartikel ditentukan ukuran dan
indeks polidispersitas partikelnya menggunakan teknik Dynamic Light
Scattering (DLS) dengan alat Zetasizer Nano.
e) Evaluasi Zeta Potensial
Sebanyak 1,5 ml dispersi nanopartikel ditentukan zeta potensialnya
dengan metode Laser Droppler Electrophoresis (LDE) menggunakan alat
Zetasizer Nano.
f) Evaluasi Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
1. Penentuan Persen Efisiensi Penjerapan (%EP)
Dikutip dari penelitian yang dilakukan oleh Guan dkk pada
tahun 2011 dengan sedikit modifikasi. Efisiensi pejerapan
nanopartikel glukosamin hidroklorida ditentukan dengan
Pipab
n
m
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
memisahkan obat bebas dari nanopartikel penjerap obat dengan
menggunakan teknik sentrifugasi. Dispersi nanopartikel kitosan
disentrifugasi selama 30 menit pada 13.000 rpm dengan tujuan
untuk memisahkan obat yang tidak terjerap. Jumlah obat bebas (F)
disebut supernatan. Supernatan hasil sentrifugasi ditetapkan
kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Efisiensi
penjerapan (%EP) dihitung dengan rumus:
%𝐸𝑃 = 𝑇 − 𝐹𝑇 × 100%
Keterangan:
T = total senyawa glukosamin hidroklorida yang terdapat dalam formula
F = jumlah senyawa glukosamin hidroklorida yang tidak terjerap
2. Pembuatan Standar Glukosamin
Sebanyak 100 mg glukosamin hidroklorida standar
dilarutkan dalam 100 ml natrium asetat 0,10 M dan didiamkan
selama ±24 jam sehingga diperoleh konsentrasi akhir glukosamin
hidroklorida sebesar 1000 mg/L (Gaonkar, dkk., 2006).
3. Pembuatan Standar Phenyl Thiourea (PTH)
Standar phenyl thiourea (PTH) diperoleh dari derivatisasi
glukosamin hidroklorida standar dengan phenyl isothiocyanate
(PITC). Sebanyak 4 ml larutan glukosamin HCl standar
dimasukkan ke dalam labu volumetrik 25 ml dan ditambahkan 0,4
ml PITC dan 15 ml metanol, kemudian ditambahkan dengan
metanol : air (3:2) sampai tanda batas. Diambil sebanyak 10 ml
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dipanaskan selama 20
menit di atas penangas air, kemudian didinginkan dan volume
dicukupkan hingga 10 ml dengan aquadest. Larutan tersebut
kemudian diekstraksi sebanyak 2 kali menggunakan 15 ml dietil
eter untuk menghilangkan PITC yang tidak bereaksi dan bagian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
larutan yang mengandung PTH hasil derivatisasi glukosamin HCl
diambil. Sebanyak 5 ml larutan PTH dimasukkan ke dalam labu
volumetrik 50 ml dan dicukupkan dengan aquadest sampai tanda
batas (Gaonkar, dkk., 2006).
4. Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum
Pemilihan panjang gelombang (λ) dilakukan menggunakan
larutan phenyl thiourea hasil derivatisasi glukosamin hidroklorida
dengan phenyl isothiocyanate pada konsetrasi 16 mg/L lalu
dilakukan scanning menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
rentang panjang gelombang (λ) 200 - 400 nm (Gaonkar, dkk.,
2006).
5. Pembuatan Kurva Standar Glukosamin Hidroklorida
Pembuatan seri konsentrasi larutan standar phenyl thiourea
dilakukan dengan cara mengencerkan PTH dengan aquadest
hingga menghasilkan konsentrasi sebesar 3, 4, 6, 8, dan 10 mg/L
kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 240 nm. Nilai absorbansi tersebut diplot
terhadap konsentrasi untuk mendapatkan kurva standar dan
persamaan garis yang menunjukkan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi glukosamin (Gaonkar, dkk., 2006).
6. Analisis Kadar Glukosamin HCl pada Sampel
Masing-masing supernatan hasil sentrifugasi dari ketiga
formula diambil sebanyak 4 ml dan dimasukkan ke dalam labu
volumetrik 25 ml kemudian ditambahkan 0,4 ml PITC dan 15 ml
metanol, lalu ditambahkan dengan metanol : air (3:2) sampai tanda
batas. Setelah itu, diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi lalu dipanaskan selama 20 menit di atas
penangas air, kemudian didinginkan dan volume dicukupkan
hingga 10 ml dengan aquadest. Larutan tersebut kemudian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
diekstraksi sebanyak 2 kali menggunakan 15 ml dietil eter untuk
menghilangkan PITC yang tidak bereaksi, dan bagian larutan yang
mengandung PTH hasil derivatisasi glukosamin HCl diambil.
Sebanyak 5 ml larutan yang mengandung PTH dimasukkan ke
dalam labu volumetrik 50 ml dan dicukupkan dengan aquadest
sampai tanda batas. Kemudian diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 240 nm. Hasil
absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam persamaan
regresi linear dari kurva standar glukosamin hidroklorida dan
diperoleh konsentrasi sampel glukosamin (Gaonkar, dkk., 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Preparasi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Tahap pertama pada penelitian ini adalah pembuatan nanopartikel
menggunakan metode gelasi ionik. Pencampuran polimer kitosan dan natrium
tripolifosfat akan menghasilkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino
kitosan dengan muatan negatif pada tripolifosfat. Metode gelasi ionik digunakan
karena prosesnya relatif sederhana dan mudah, serta menghindari penggunaan
pelarut organik dan temperatur tinggi (Rampino, dkk., 2013). Penggunaan
tripolifosfat sebagai agen taut silang kitosan adalah untuk membentuk
nanopartikel dan untuk memperkuat formasi nanopartikel yang terbentuk,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan penjerap. Tripolifosfat dipilih sebagai
agen taut silang karena memiliki lebih banyak muatan negatif sehingga dapat
berinteraksi lebih kuat dibandingkan polianion lain seperti sulfat dan sitrat.
Tripolifosfat juga nontoksik sehingga diharapkan tidak akan mengubah
biokompatibilitas kitosan dan sesuai untuk aplikasi biomedis (Alauhdin, 2014).
Nanopartikel yang mengandung glukosamin hidroklorida dibuat dengan
menggunakan kitosan, natrium tripolifosfat, dan tween 80. Penambahan tween 80
berfungsi untuk menstabilkan dispersi partikel dalam larutan dengan cara
mencegah timbulnya aglomerasi antarpartikel. Keberadaan surfaktan
mengakibatkan partikel-partikel kitosan di dalam larutan akan terselimuti dan
terstabilkan satu dengan yang lain sehingga proses pembentukan nanopartikel
akan semakin efektif.
Dibuat tiga formula nanopartikel dalam penelitian ini dengan menurunkan
konsentrasi kitosan yang digunakan, sedangkan untuk konsentrasi tripolifosfat dan
tween 80 tetap untuk ketiga formula dengan volume total dispersi yaitu 50 ml
untuk masing-masing formula. Konsentrasi kitosan yang digunakan adalah 1%,
0,5%, dan 0,25%. Variasi konsentrasi kitosan ini ditujukan untuk melihat
pengaruh konsentrasi kitosan terhadap efisiensi penjerapan dan ukuran
nanopartikel yang terbentuk, karena menurut Maheswara, Shyam, dan Krishna
(2014) konsentrasi kitosan akan berpengaruh, baik terhadap efisiensi penjerapan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
maupun ukuran partikel yang dihasilkan. Dalam bidang farmasi nilai efisiensi
penjerapan merupakan hal yang penting. Nilai dari efisiensi penjerapan akan
memperlihatkan kemampuan nanopartikel kitosan membawa zat aktif ke dalam
tubuh (Wahyono dkk, 2010). Ukuran partikel juga merupakan salah satu
parameter yang sangat penting untuk nanopartikel dalam bidang farmasi. Semakin
kecil ukuran dari sebuah nanopartikel maka akan memiliki kemampuan yang lebih
baik dalam penghantaran obat melalui jaringan atau sel (Prabha, 2002).
Pemilihan awal konsentrasi kitosan 1% disebabkan oleh besarnya jumlah
zat aktif, yaitu glukosamin hidroklorida. Glukosamin hidroklorida yang digunakan
adalah 1 gram dalam 50 ml pelarut, karena dispersi nanopartikel ini akan langsung
digunakan untuk membuat sediaan gel sehingga kadar glukosamin HCl dalam
dispersi nanopartikel harus cukup untuk mendapatkan kekuatan sediaan yang
diinginkan dengan tetap memperhatikan kekentalan sediaan gel yang dihasilkan.
Dispersi nanopartikel yang mengandung glukosamin hidroklorida dalam
konsentrasi yang kecil, akan membutuhkan volume dispersi nanopartikel yang
besar untuk membuat sediaan gel dan proses pembuatan gel akan lebih sulit
karena keterbatasan dalam penambahan eksipien. Oleh karena itu, dispersi
nanopartikel yang mengandung zat aktif dalam konsentrasi tinggi harus
menggunakan polimer kitosan dalam konsentrasi yang cukup tinggi tetapi masih
mampu membentuk nanopartikel agar mendapatkan dispersi nanopartikel dengan
efisiensi penjerapan yang besar (Anggraeni, 2015).
4.2. Hasil Evaluasi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Tabel 4.1. Hasil Evaluasi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida Formula
(Konsentrasi Kitosan)
Ukuran Partikel (nm)*
Viskositas (cP)*
pH* Zeta Potensial
(mV)*
Efisiensi Penjerapan
*
F1 (1%) 506,9 ± 21,3 3,5 ± 0,1 4,1 ±
0,1 +29,3 ± 0,2 67,5% ± 0,2
F2 (0,5%) 149,4 ± 19,6 2,3 ± 0,04 3,7 ±
0,006 +27,3 ± 0,2 51,6% ± 0,4
F3 (0,25%) 100,8 ± 1,2 1,8 ± 0,01 3,4 ±
0,004 +22,5 ± 0,1 47,2% ± 0,2 Keterangan: * = Rata-rata dari 3 data ± simpangan baku
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
4.2.1. Hasil Pengamatan Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida secara Visual Dispersi nanopartikel yang telah dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Secara organoleptis larutan koloidal yang terbentuk transparan dengan warna
sedikit kekuningan dan tidak terlihat mikropartikel yang terbentuk secara kasat
mata. Tingkat kejernihan dari ketiga formula sama, namun terdapat perbedaan
warna di antara ketiga formula. Secara berurutan, warna yang dihasilkan pada
dispersi F1 lebih kuning dibandingkan dengan F2 dan F3 dengan intensitas warna
kuning yang semakin muda. Warna kuning pada dispersi yang dihasilkan
disebabkan dari polimer kitosan yang digunakan. Konsistensi dari ketiga formula
juga terlihat berbeda secara kasat mata, F1 memiliki konsistensi lebih kental
dibandingkan F2, dan F2 memiliki konsistensi lebih kental dibandingkan F3. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi kitosan yang digunakan di dalam
formula. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi kitosan yang
digunakan dalam membuat nanopartikel akan menghasilkan warna dispersi yang
terbentuk semakin kuning dan memiliki konsistensi yang semakin kental.
Gambar 4.1. Dispersi Nanopartikel Glukosamin HCl
4.2.2. Hasil Evaluasi Ukuran dan Indeks Polidispersitas Nanopartikel
Glukosamin Hidroklorida
Ukuran dan distribusi ukuran partikel merupakan karakteristik yang paling
penting di dalam suatu sistem nanopartikel karena dapat menentukan distribusi in
vivo, toksisitas, pelepasan obat, dan kemampuan untuk targetting dari sistem
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
nanopartikel (Laili, dkk., 2014). Untuk melihat suatu formula menjadi
nanopartikel dapat diketahui dengan melihat distribusi ukuran partikel dari sampel
tersebut.
Pengukuran diameter partikel pada penelitian ini menggunakan alat
particle size analizer (PSA) dengan teknik dynamic light scattering (DLS).
Teknik tersebut dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode analisa
gambar (mikrografi) dengan menggunakan SEM dan TEM terutama untuk
sampel-sampel dalam ukuran nanometer dan submikron yang biasanya memiliki
kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada PSA partikel
didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi,
dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle
(Rawle, 2010). Hasil pengukuran menggunakan PSA dalam bentuk distribusi,
sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan
kondisi sampel. Data ukuran partikel dan indeks polidispersitas masing-masing
formula nanopartikel glukosamin hidroklorida dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Ukuran Partikel dan Indeks Polidispersitas Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Formula Rata-Rata Ukuran Partikel (nm)*
Indeks Polidispersitas (PDI)*
F1 506,9 ± 21,3 1 F2 149,4 ± 19,6 0,8 ± 0,1 F3 100,8 ± 1,2 0,6 ± 0,01
Keterangan: * = Rata-rata dari 3 data ± simpangan baku
Hasil pengukuran menunjukkan dari ketiga formula yang dihasilkan
tergolong masuk ke dalam ukuran nanopartikel karena berukuran di bawah 1000
nm (Tiyaboonchai, 2003). Adapun rata-rata ukuran partikel dari ketiga formula
yang diukur secara triplo untuk F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 506,9 nm;
149,4 nm; dan 100,8 nm. Hal ini menggambarkan bahwa ukuran partikel yang
dihasilkan menurun seiring dengan penurunan konsentrasi larutan kitosan.
Menurut Katas, Hussain, dan Ling (2012) hal tersebut disebabkan oleh
konsentrasi kitosan yang tinggi menyebabkan jumlah kitosan berlebih sehingga
kitosan tersebut cenderung berikatan tidak beraturan satu dengan yang lain,
kemudian bersambung silang dengan NaTPP yang membentuk satu partikel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
dengan ukuran yang besar. Adapun diagram perbandingan ukuran partikel dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Diagram Perbandingan Ukuran Nanopartikel Glukosamin HCl
Penentuan nilai indeks polidispersitas digunakan untuk melihat persebaran
ukuran partikel yang terjadi dalam nanopartikel yang telah diformulasi. Hasil dari
ketiga formula berdasarkan pengukuran menggunakan metode Particle Size
Analyzer memiliki Polidispersity Index (PDI) yang tinggi untuk tiap formula,
yaitu secara berturut-turut untuk F1, F2, dan F3 memiliki rata-rata sebesar 1; 0,8;
dan 0,6. Data tersebut menunjukkan bahwa ketiga formula nanopartikel
glukosamin hidroklorida yang dihasilkan masih memiliki sifat polidispersi dan
memiliki distribusi ukuran partikel yang luas terutama pada F1. Rentang indeks
polidispersitas berada di antara 0 sampai dengan 1. Nilai indeks polidispersitas
mendekati 0 menunjukkan dispersi yang homogen, sedangkan indeks
polidispersitas dengan nilai lebih dari 0,5 menunjukkan heterogenitas yang tinggi
(Avadi dkk, 2010).
Uji statistik dilakukan terhadap hasil ukuran nanopartikel glukosamin
hidroklorida. Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji
Tukey HSD terhadap hasil ukuran nanopartikel menunjukkan data terdistribusi
secara normal dan memiliki nilai signifikansi 0,000 (sig < 0,05) yang berarti
0
100
200
300
400
500
600
F1 F2 F3
Uku
ran
Parti
kel (
nm)
Formula Nanopartikel Glukosamin HCl
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
bahwa peningkatan konsentrasi kitosan berpengaruh nyata terhadap ukuran
nanopartikel glukosamin hidroklorida.
Perbedaan ukuran partikel kitosan yang didapatkan pada penelitian ini
sangat dipengaruhi oleh variasi konsentrasi kitosan yang digunakan. Berdasarkan
data yang didapatkan, dengan memvariasikan konsentrasi kitosan bukan hanya
mempengaruhi ukuran partikel akan tetapi juga mempengaruhi viskositas, pH,
zeta potensial, serta efisiensi penjerapan dari dispersi nanopartikel yang
dihasilkan. Data viskositas dan pH dari dispersi nanopartikel glukosamin
hidroklorida yang didapatkan dalam penelitian ini berturut-turut dapat dilihat pada
Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.
Tabel 4.3. Viskositas Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Formula Viskositas (cP)* F1 3,5 ± 0,1 F2 2,3 ± 0,04 F3 1,8 ± 0,01
Keterangan: * = Rata-rata dari 3 data ± simpangan baku
Pengukuran viskositas pada penelitian ini menggunakan alat viskometer
ostwald, viskometer ini digunakan untuk mengukur viskositas larutan newton.
Umumnya dispersi merupakan cairan tipe nonnewton, namun sistem koloid yang
mempunyai konsistensi encer masuk ke dalam cairan newton (Berg, 2010),
sehingga dispersi nanopartikel glukosamin hidroklorida ini dapat diukur
menggunakan viskometer ostwald.
Penggunaan kitosan sebesar 1% pada F1 memiliki nilai viskositas lebih
tinggi dibandingkan F2 dengan konsentrasi kitosan 0,5% dan F3 sebesar 0,25%,
hal tersebut dapat menggambarkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan
yang digunakan maka formula yang dihasilkan semakin kental. Menurut Dounighi
(2012), tingginya viskositas dari medium gelasi akan menghasilkan peningkatan
resistensi fase liquid terhadap dispersi, sehingga membentuk nanopartikel yang
lebih besar. Tingginya viskositas dari larutan kitosan juga menghasilkan kelarutan
yang kurang baik dibandingkan larutan yang memiliki viskositas lebih rendah dan
proses gelasi yang kurang efisien sehingga akan mendapatkan ukuran partikel
yang lebih besar. Peningkatan viskositas dispersi kemungkinan juga dapat
menghasilkan partikel yang tidak seragam, hal ini dapat dilihat dari hasil indeks
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
polidispersi yang didapatkan, F1 dengan viskositas paling tinggi juga memiliki
heterogenitas yang paling tinggi.
Uji statistik dilakukan terhadap hasil viskositas dispersi nanopartikel
glukosamin hidroklorida. Hasil analisis statistik One way ANOVA yang
dilanjutkan dengan uji Tukey HSD terhadap hasil viskositas dispersi nanopartikel
menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai signifikansi
0,000 (sig < 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi kitosan
berpengaruh nyata terhadap viskositas dispersi nanopartikel glukosamin
hidroklorida.
Tabel 4.4. pH Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Formula pH* F1 4,1 ± 0,1 F2 3,7 ± 0,006 F3 3,4 ± 0,004
Keterangan: * = Rata-rata dari 3 data ± simpangan baku
Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa semakin besar
konsentrasi kitosan yang digunakan maka semakin besar pH yang dihasilkan. Hal
ini disebabkan karena kitosan memiliki gugus amino dengan pKa 6,2 - 7 yang
merupakan zat basa (Ravi, 2000), sehingga semakin banyak kitosan yang
digunakan maka akan semakin tinggi pH yang dihasilkan. pH dispersi
nanopartikel yang didapatkan masih belum sesuai dengan persyaratan pH sediaan
topikal yaitu sebesar 4,5 – 6,5 (Wasitaatmadja, 1997), namun dispersi ini
selanjutnya akan langsung dibuat menjadi sediaan gel sehingga tidak perlu
dilakukan pengaturan terhadap pH dispersi nanopartikel glukosamin hidroklorida
tersebut.
Uji statistik dilakukan terhadap hasil pH dispersi nanopartikel glukosamin
hidroklorida. Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji
Tukey HSD terhadap hasil pH dispersi nanopartikel menunjukkan data
terdistribusi secara normal dan memiliki nilai signifikansi 0,000 (sig < 0,05) yang
berarti bahwa peningkatan konsentrasi kitosan berpengaruh nyata terhadap pH
dispersi nanopartikel glukosamin hidroklorida.
Zeta potensial diukur untuk mengetahui kestabilan dari koloid. Zeta
potensial merupakan ukuran kekuatan tolak menolak antarpartikel. Sebagian besar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
sistem koloid dalam air distabilkan oleh gaya tolak elektrostatik, semakin besar
kekuatan tolak menolak antara partikel maka semakin kecil kemungkinan partikel
untuk bergabung dan membentuk agregat. Nanopartikel dengan nilai zeta
potensial lebih dari +/- 30 mV telah terbukti stabil dalam suspensi sebagai muatan
permukaan yang mencegah agregasi (Mohanraj & Chen, 2006).
Tabel 4.5. Zeta Potensial Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Formula Zeta Potensial (mV)* F1 +29,3 ± 0,2 F2 +27,3 ± 0,2 F3 +22,5 ± 0,1
Keterangan: * = Rata-rata dari 3 data ± simpangan baku
Zeta potensial dari masing-masing formula yang dihasilkan memiliki nilai
kurang dari +30 mV, secara beturut-turut untuk F1, F2, dan F3 adalah +29,3 mV;
+27,3 mV dan +22,5 mV. Nilai zeta potensial yang positif disebabkan oleh residu
dari gugus amin. Berdasarkan hasil tersebut dapat diprediksikan bahwa ketiga
formula nanopartikel yang dihasilkan belum cukup stabil karena masih berada di
bawah +30 mV. Dilakukan uji statistik terhadap hasil zeta potensial dispersi
nanopartikel glukosamin hidroklorida. Hasil analisis statistik One way ANOVA
yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD terhadap hasil zeta potensial dispersi
nanopartikel menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai
signifikansi 0,000 (sig < 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi kitosan
berpengaruh nyata terhadap zeta potensial dispersi nanopartikel glukosamin
hidroklorida.
4.2.3. Hasil Evaluasi Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin HCl
Penentuan efisiensi penjerapan digunakan untuk mengetahui gambaran
tentang jumlah obat yang berhasil terperangkap / diserap ke dalam nanopartikel.
Semakin besar nilai efisiensi penjerapan maka akan semakin cepat penetrasi zat
aktif melalui kulit yang disebabkan oleh semakin besarnya gradien konsentrasi
yang mendorong terjadinya difusi pasif dalam penetrasi (Annisa, dkk., 2016).
Efisiensi penjerapan sampel dalam penelitian ini diukur dengan cara
membandingkan jumlah total senyawa glukosamin hidroklorida yang
ditambahkan ke dalam formula dikurang dengan jumlah senyawa glukosamin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
hidroklorida yang bebas dengan jumlah total senyawa glukosamin hidroklorida
yang ditambahkan dalam formula. Untuk menghitung jumlah senyawa
glukosamin hidroklorida yang bebas dilakukan proses pemisahan dengan metode
sentrifugasi. Jumlah senyawa glukosamin hidroklorida yang bebas disebut
supernatan, yang selanjutnya supernatan yang diperoleh diderivatisasi untuk
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 240 nm.
a. Pembuatan Senyawa Phenyl Thiourea (PTH)
Glukosamin hidroklorida harus diderivatisasi terlebih dahulu
karena glukosamin tidak memiliki gugus kromofor sehingga tidak
menyerap sinar pada daerah UV-Vis. Perlu dilakukan proses derivatisasi
sehingga glukosamin hidroklorida menjadi senyawa berkromofor dan
dapat dideteksi pada daerah UV. Pereaksi yang dapat digunakan untuk
derivatisasi glukosamin dengan detektor UV, di antaranya adalah phenyl
isothiocyanate (PITC) (Liang dkk, 1999); N-(9-fluorenyl-
methoxycarbonyloxy) succinimide (FMOC-Su) (Zhou, dkk 2005; Yan dkk,
2011); dan 1,2-naphthoquinone-4- sulphonic acid sodium salt (NQS)
(Hadad dkk, 2011). Pereaksi FMOC-Su sudah tidak ada lagi di pasaran,
sedangkan NQS memiliki harga yang relatif lebih mahal dibandingkan
PITC, sehingga akan lebih efisien menggunakan PITC untuk penelitian
ini.
Pembuatan senyawa phenyl thiourea PTH dalam penelitian ini
dilakukan dengan menderivatisasi senyawa glukosamin hidroklorida
standar dengan pereaksi phenyl isothiocyanate (PITC) menggunakan
metode yang telah divalidasi oleh Gaonkar (2006) sehingga dapat
dideteksi menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Phenyl Thiourea (PTH)
Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan
larutan standar glukosamin hidroklorida dengan konsentrasi 1000 ppm.
Nilai absorbansi tertinggi didapatkan pada panjang gelombang 240 nm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
dengan absorbansi 1,208. Nilai panjang gelombang tersebut sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gaonkar (2006) yang mengukur
glukosamin dengan spektrofotometer UV-Vis dengan teknik derivatisasi
menggunakan PITC. Panjang gelombang maksimum glukosamin
hidroklorida dapat dilihat pada Lampiran 9.
c. Pembuatan Kurva Standar Glukosamin Hidroklorida
Kurva kalibrasi digunakan untuk mendapatkan persamaan regresi
yang akan digunakan untuk menghitung kadar senyawa glukosamin
hidroklorida bebas. Kurva kalibrasi glukosamin hidroklorida dapat dilihat
pada Gambar 4.3. Hasil pengukuran absorbansi sejumlah larutan standar
glukosamin hidroklorida pada panjang gelombang 240 nm adalah y =
0,0641x + 0,0034 dengan nilai r = 0,9998.
Gambar 4.3. Kurva Kalibrasi Glukosamin Hidroklorida
d. Penentuan Efisiensi Penjerapan Glukosamin Hidroklorida
Tabel 4.6. Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin HCl
Formula %Efisiensi Penjerapan* %RSD
F1 67,5% ± 0,2 1% F2 51,6% ± 0,4 0,8% F3 47,2% ± 0,2 0,4%
Keterangan: * = Rata-rata dari 3 data ± simpangan baku
y = 0,0641x + 0,0034 R = 0,9998
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 2 4 6 8 10 12
Abs
orba
nsi
Konsentrasi (µg/ml)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Gambar 4.4. Diagram Perbandingan Persen Efisiensi Penjerapan Nanopartikel
Glukosamin Hidroklorida
Hasil pengukuran efisiensi penjerapan nanopartikel glukosamin
hidroklorida yang didapatkan secara berturut-turut untuk F1, F2, dan F3
adalah 67,5%; 51,6%, dan 47,2%, dapat dilihat pada Tabel 4.5. Dilihat dari
data tersebut peningkatan konsentrasi kitosan yang ditambahkan akan
meningkatkan efisiensi penjerapan dari nanopartikel, hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Pakki, dkk (2016). Hal ini
disebabkan oleh kapasitas ruang pada nanopartikel untuk menjerap obat
terbatas, sehingga apabila perbandingan antara konsentrasi kitosan sebagai
penjerap dengan glukosamin hidroklorida sebagai zat aktif yang dijerap
semakin jauh, dapat menyebabkan nanopartikel tidak memiliki ruang yang
cukup untuk menjerap glukosamin hidroklorida tersebut. Akibatnya
glukosamin hidroklorida yang ditambahkan menjadi tidak terjerap
seluruhnya ke dalam nanopartikel. Glukosamin hidroklorida yang tidak
terjerap disebut sebagai glukosamin hidroklorida bebas. Peningkatan
glukosamin hidroklorida bebas inilah yang dapat menyebabkan penurunan
efisiensi penjerapan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
F1 F2 F3
Efis
iens
i Pen
jera
pan
(%)
Formula Nanopartikel Glukosamin HCL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
Dilakukan uji statistik terhadap hasil efisiensi penjerapan
nanopartikel glukosamin hidroklorida. Hasil analisis statistik One way
ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey HSD terhadap hasil efisiensi
penjerapan nanopartikel menunjukkan data terdistribusi secara normal dan
memiliki nilai signifikansi 0,000 (sig < 0,05) yang berarti bahwa
peningkatan konsentrasi kitosan berpengaruh nyata terhadap efisiensi
penjerapan nanopartikel glukosamin hidroklorida.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penurunan konsentrasi kitosan dalam nanopartikel glukosamin
hidroklorida pada formula 1 dengan konsentrasi kitosan sebesar 1%, formula 2
0,5%, dan formula 3 0,25% menghasilkan penurunan ukuran partikel berturut-
turut untuk F1, F2, dan F3 adalah 506,9 nm; 149,4 nm; dan 100,8 nm diikuti
dengan penurunan persen efisiensi penjerapan nanopartikel secara beturut-turut
untuk F1, F2, dan F3 adalah 67,5%; 51,6%, dan 47,2%. Ketiga formula memiliki
nilai zeta potensial kurang dari +30 mV.
5.2. Saran
1. Berdasarkan hasil yang didapatkan perlu dicari metode yang dapat
menurunkan ukuran partikel tanpa harus menurunkan konsentrasi kitosan
yang digunakan, agar mendapatkan nilai efisiensi penjerapan yang lebih
tinggi.
2. Perlu dilakukan uji stabilitas pada formulasi tersebut untuk mengetahui
kestabilan dari nanopartikel glukosamin hidroklorida.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
DAFTAR PUSTAKA
Agnihotri, S. A., Mallikarjuna, N. N., & Aminabhavi, T. M. 2004. Recent advances on chitosan-based micro- and nanoparticles in drug delivery. Journal of Controlled Release 100 (1): 5-28.
Alauhdin M., Widiarti N. 2014. Sintesis dan modifikasi lapis tipis kitosan-tripolifosfat. Jurnal MIPA 37 (1): 46-52
Alkilani, Ahlam Zaid., NcCrudden, Maeliosa T.C., Donnelly, Ryan F. 2015. Transdermal drug delivery: innovative pharmaceutical developments based on disruption of the barrier properties of the stratum corneum. Pharmaceutics; 7(4): 438–470.
Allen, L. V., dan Ansel H. C. 2014. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems. Tenth Edition. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 343-344.
Andriani, Shintia. Optimasi Derivatisasi Glukosamin HCl dengan 9-Fluorenilmetoksikarbonil Klorida (FMOC-Cl) secara KCKT- Fluorescensi (skripsi). 2012. Universitas Indonesia.
Anggraeni, Yuni. Formulasi sediaan gel transdermal glukosamin hcl untuk terapi osteoarthritis (laporan penelitian). 2015. Pusat Penelitian dan Penerbitan. LP2M Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.
Annisa, Rahmi., Hendradi, Esti., Melani, Dewi. 2016. Pengembangan sistem nanostructured lipid carriers (NLC) meloxicam dengan lipid monostearin dan miglyol 808 menggunakan metode emulsifikasi. Journal Trop. Pharm. Chem. Vol 3. No. 3.
Avadi, M.R., Assal M.M.S., Nasser M., Saideh A., Fatemeh A., Rassoul D., dan Morteza R. 2010. Preparation and characterization of insulin nanoparticles using chitosan and arabic gum with ionic gelation method. Nanomedicine: Nanotechnology, Biology, and Medicine 6: 58-63.
Bijlsma J. W., Berenbaum F., Lafeber F. P. 2011. Osteoarthritis: an update with relevance for clinical practice. Lancet 377, 2115–2126.
Berg, John C. 2010. An introduction to interfaces & colloids: the bridge to nanoscience. World Scientific Publishing. USA. Halaman 617.
Calvo, P., C. Remunan-Lopez, J. L. Vila-Jato, and M. J. Alonso. 1997a. Chitosan and chitosan/ethylene oxide propylene oxide block copolymer nanoparticles as novel carriers for proteins and vaccines. Pharm. Res.14: 1431-1436 dalam Tiyaboonchai W. 2003. Chitosan nanoparticles: A promising system for drug delivery. Naresuan Univ. Journal. 11(3): 51-66
Dachriyanus. 2004. Analisis struktur senyawa organik secara spektrofotometri. Padang : Andalas University Press. Hal 1.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Halaman 611-613.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Eskandari, Sharareh. 2012. Arthritis and transdermal glucosamine (Rahamin®): A brief introduction. Iranian Journal of Rheumatology.
Fox, B. A., & Stephens, M. M. 2007. Glucosamine hydrochloride for the treatment of osteoartritis symptoms. Clinical Interventions in Aging, 2(4), 599–604.
Gandjar, I. G. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan II. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Gaonkar, P., Khanvilkar, V., Shettigar, R. & Gadgoli, C. 2006. Spectrophotometric method for determination of glucosamine in tablets. Indian Journal of Pharmaceutical Science, 68(1), 83-84.
Hadad, Ghada M., Randa A. Abdel-Salam, and Samy Emara. 2011. Determination of glucosamine and carisoprodol in pharmaceutical formulations by lc with pre-column derivatization and UV detection. Journal of Chromatographic Science 2012; 50:307–315.
Harahap, Yosmarina. Preparasi Dan Karakterisasi Nanopartikel Kitosan Dengan Variasi Asam (skripsi). 2012. Universitas Indonesia.
Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ullman’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Weinheim. New York.
Honeywell-Nguyen PL., Bouwstra, JA. 2005. Vesicles as tool for transdermal and dermal delivery. Drug Discovery Today: Technologies 2, 67-74
Katas, Haliza., Hussain, Zahid., dan Ling, Tay Chai. 2012. Chitosan nanoparticles as a percutaneous drug delivery system for hydrocortisone. Journal of Nanomaterials . Volume 2012, 5.
Kleine-Brueggeney, H., G.K. Zorzi, T. Fecker, N.E. El Gueddari, B.M. Moerschbacher, F.M. Goycoolea. 2015. A rational approach towards the design of chitosan-based nanoparticles obtained by ionotropic gelation. Colloids and Surfaces B: Biointerfaces 135, 99–108.
Kralovec A. Barrow C.J. 2008. Glucosamine production and health benefits. In: Barrow C, Shahidi F, editors. Marine Nutraceuticals and Functional Foods. Boca Raton (FL): CRC Press, Florida, USA. 198-227
Kulkarni C, Leena A, Lohit K, Mishra D, Saji MJ. 2012. A randomized comparative study of safety and efficacy of immediate release glucosamine hcl and glucosamine hcl sustained release formulation in the treatment of knee osteoarthritis: a proof of concept study. Journal of Pharmacol Pharmacother. 3(1):48-54.
J. Guan, P. Cheng, S.J. Huang, J.M. Wu, Z.H. Li, X.D. You, L.M. Hao, Y. Guo, R.X. Li, H. Zhang. 2011. Optimized preparation of levofloxacin-loaded chitosan nanoparticles by ionotropic gelation. Physics Procedia 22 163 – 169.
Laili, Helmi Nur. Winarti, Lina. dan Sari, Lusia Oktora Ruma Kumala. 2014. Preparasi dan karakterisasi nanopartikel kitosan-naringenin dengan variasi rasio massa kitosan-natrium tripolifosfat. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 2 (no. 2).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Liang, Zhongming, James Leslie, Abimbola Adebowale, Mohammed Ashraf, dan Natalie D. Eddington. 1999. Determination of the nutraceutical, glucosamine hydrochloride, in raw materials, dosage forms and plasma using pre-column derivatization with ultraviolet HPLC. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 20, 807–814.
Lim CK & Ahmad SH. 2010. Biomedical-grade chitosan in wound management and its biocompatibility in vitro. Biopolymers. Editor: Magdy Elnashar Publisher: InTech.
Lund, W. 1994. Pharmaceutical Codex, 12th edition. London: The Pharmaceutical Press
http://www.machinerylubrication.com/Read/29451/anatomy-of-viscometer (Diakses pada 17 Agustus 2017).
Maheswara RJ, Shyam S, and Krishna SA. 2014. Formulation characterization and optimization of process variables of chitosan nanoparticles containing sulfasalazine. Journal of Chemical and Pharmaceutical Sciences. 7(2): 67-72.
Mardliyati, Etik. El Muttaqien, Sjaikhurrizal. Setyawati, Damai Ria. 2012. Sintesis nanopartikel kitosan-trypoly phosphate dengan metode gelasi ionik: pengaruh konsentrasi dan rasio volume terhadap karakteristik partikel. ISSN 1411-2213.
Martien, Ronny., Adhyatmika., Irianto, Iramie D. K., Farida, Verda., Sari, Dian Purwita. 2012. Perkembangan teknologi nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat. Majalah Farmaseutik, Vol. 8 No. 1
Mojarrad JS, Mahboob N, Valizadeh H, Ansarin M, Bourbour S. 2007. Preparation of glucosamine from exoskeleton of shrimp and predicting production by response surface metodhology. Journal of Agricultural and Chemistry. 55:2246-2250.
Mohammadpour Dounighi N, Eskandari R, Avadi MR, Zolfagharian H, Mir Mohammad Sadeghi A, Rezayat M. 2012. Preparation and in vitro characterization of chitosan nanoparticles containing mesobuthus eupeus scorpion venom as an antigen delivery system. The Journal of Venomous Animals and Toxins including Tropical Diseases, 18 (1): 44-52
Mohanraj, V. J., dan Chen, Y., 2006, Research article nanoparticle-a review, Trop Journal Pharm. Res,5(1), 562, 564-566.
Moser, K., Kriwet, K., Naik, A., Kalia, YN., Guy, RH. 2001. Passive skin penetration enhancement and its quantification in vitro. European Journal for Pharmaceutics and Biopharmaceutics 52, 103-112
National Center for Biotechnology Information. PubChem Compound Database; CID=24455, https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/24455 (Diakses pada 9 Februari 2017).
National Institute of Arthritis and Muskuloskeletal and Skin Disease (NIAMS), 2008. What is Osteoarthritis. National Institute of Health, United States.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Orth, M.W., T. L. Peters, dan J. N. Hawkins. 2002. Inhibition of articular cartilage degradation by glucosamine hcl and chondroitin sulfate. Equine Veterin. Journal Suplement: 34, 224-229.
Pandey, A., Mittal, A., Chauhan, N., & Alam, S. 2014. Role of surfactants as penetration enhancer in transdermal drug delivery system. Journal Molecular Pharmaceutics & Organic Process Research, Vol.2, Issue 2. doi: 10.4172/2329-9053.1000113. ISSN: 2329-9053 JMPOPR
Pesek, Joseph., Matyska, Maria., Jimena, Andrew., Juan, Julius., Jo, Albert., Berioso, Brandon., 2016. Analysis of glucosamine using aqueous normal phase chromatography. LWT – Food Science and Technology 65. 777-782.
Prabha, S., Zhou, W. Z., Panyam, J., Labhasetwar, V. 2002. Size-dependency of nanoparticle-mediated gene transfection: studies with fractionated nanoparticles. International Journal of Pharmaceutics 244: 105–115.
Rampino A, Borgogna M, Blasi P, Bellich B, Cesàro A. 2013. Chitosan nanoparticles: preparation, size evolution and stability. Int Journal Pharm. 455(1-2): 219-28.
Ramteke K.H., Dhole S.N., Patil S.V. 2012. Transdermal drug delivery system: a review. Journal Adv Scient Res, 3(1): 22-35
Ravi Kumar, M. N. V. 2000. A review of chitin and chitosan applications. Reactive and Functional Polymers. 46(1): 1-27.
Rawle, A. 2010. Basic Principles of Particle Size Analysis – Technical Paper of Malvern Instuments. Worcesstershire. United Kingdom. p. 1012 – 1017.
Sherwood, Lauralee. 2007. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC Shu X Z and Zhu K J. 2002. Controlled drug release properties of ionically cross-
linked chitosan beads: the influence of anion structure. International Journal of Pharmaceutics 233: 217 – 225.
Sylvia, Anderson Pierce. Lorraine, McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed 6. Jakarta EGC.
Tiyaboonchai W. 2003. Chitosan nanoparticles: A promising system for drug delivery. Naresuan Univ. Journal. 11(3): 51-66
Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. John Wiley & Sons.
Touitou, Elka. Barry W. 2007. Enhancement In Drug Delivery. New York: CRC Press, 220-221, 237, 246
Wahyono D. 2010. Ciri nanopartikel kitosan dan pengaruhnya pada ukuran partikel dan efisiensi penyaluran ketoprofen. Tesis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Wieland, Heike A., Michaelis, Martin. Kirschbaum, Benhard J., Rudolphi, Karl A. 2005. Osteoarthritis – an untreatable disease? Nature Reviews Drug Discovery 4, 331-334
Wijaya, Dhian Eka. 2010. Skripsi: Pengoptimalan Sintesis Glukosamin Hidroklorida Berbasis Kitosan. Institut Pertanian Bogor.
Williams GW. 2004. Osteoarthritis and Treatment: What You Need to Know. In The American Council of Science and Health. New York.
Yongmei, X. Yumin, D. 2003. Effect of molecular structure of chitosan on protein delivery properties of chitosan nanoparticles. International Journal of Pharmacetics. p 215-226.
Yousry H. Hammad, Hala R. Magid, Mona M. Sobhy. 2015. Clinical and biochemical study of the comparative efficacy of topical versus oral glucosamine/chondroitin sulfate on osteoarthritis of the knee. The Egyptian Rheumatologist. 37, 85-91.
Zaki, Siti Sarah Omar., Ibrahim, Mohd Nazmi & Katas, Haliza. 2015. Particle size affects concentration-dependent cytotoxicity of chitosan nanoparticles towards mouse hematopoietic stem cells. Journal of Nanotechnology.
Zhou, Joseph Ziqi, Ted Waszkuc, and Felicia Mohammed.2005. Determination of glucosamine in raw materials and dietary supplements containing glucosamine sulfate and/or glucosamine hydrochloride by high- performance liquid chromatography with FMOC-Su derivatization: collaborative study. Journal of AOAC International Vol. 88, No. 4.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian
Preparasi nanopartikel glukosamin hidroklorida dengan konsentrasi kitosan 1%; 0,5%; dan 0,25%
Evaluasi Nanopartikel
Ukuran partikel
Derivatisasi glukosamin hidroklorida bebas
Pembuatan larutan induk glukosamin
HCl
Pembuatan kurva
kalibrasi
Penentuan panjang
gelombang maksimum
Efisiensi Penjerapan
pH Visko-sitas
Zeta Potensial
Sentri-fugasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Lampiran 2. Grafik Distribusi Ukuran Nanopartikel Glukosamin HCl F1
Pengulangan 1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 59: KitosanGlukosamin F1 1
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
3.5230
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 10:34:12
7
File Name:
KitosanGlukosamin F1 1
Water
Count Rate (kcps): 80
1.52
Sample Details
General Notes:
1.25
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
166.5
1.330
Temperature (°C):
59
25.0
524.9
7.8
Peak 2: 801.81.000
128.0
Intercept:
43.2
1.453Peak 3:
Peak 1: 49.0448.1
0.974
Z-Average (d.nm):
4.371
PdI: 4651
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:42:14Record Number: 59File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
(Lanjutan)
Pengulangan 2
0
2
4
6
8
10
12
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 60: KitosanGlukosamin F1 2
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
3.5230
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 10:36:57
7
File Name:
KitosanGlukosamin F1 2
Water
Count Rate (kcps): 80
1.52
Sample Details
General Notes:
1.25
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
161.3
1.330
Temperature (°C):
60
25.1
483.4
9.1
Peak 2: 756.11.000
164.8
Intercept:
30.8
18.98Peak 3:
Peak 1: 51.4583.3
0.960
Z-Average (d.nm):
101.5
PdI: 4736
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:42:24Record Number: 60File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
(Lanjutan)
Pengulangan 3
0
2
4
6
8
10
12
14
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 61: KitosanGlukosamin F1 3
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
3.5230
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 10:39:41
7
File Name:
KitosanGlukosamin F1 3
Water
Count Rate (kcps): 80
1.52
Sample Details
General Notes:
1.25
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
168.0
1.330
Temperature (°C):
61
24.9
512.4
4.3
Peak 2: 795.21.000
105.8
Intercept:
41.9
1.666Peak 3:
Peak 1: 49.6436.5
0.965
Z-Average (d.nm):
6.615
PdI: 4627
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:42:36Record Number: 61File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Lampiran 3. Grafik Distribusi Ukuran Nanopartikel Glukosamin HCl F2
Pengulangan 1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 70: KitosanGlukosamin F2 1
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
2.2560
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 10:54:42
7
File Name:
KitosanGlukosamin F2 1
Water
Count Rate (kcps): 70
1.52
Sample Details
General Notes:
4.65
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
150.5
1.330
Temperature (°C):
70
25.1
161.5
7.5
Peak 2: 1.0670.744
242.7
Intercept:
8.1
14.62Peak 3:
Peak 1: 77.3387.9
0.968
Z-Average (d.nm):
43.06
PdI: 5.019
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:42:50Record Number: 70File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
(Lanjutan)
Pengulangan 2
0
1
2
3
4
5
6
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 71: KitosanGlukosamin F2 2
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
2.2560
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 10:57:16
7
File Name:
KitosanGlukosamin F2 2
Water
Count Rate (kcps): 70
1.52
Sample Details
General Notes:
4.65
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
151.5
1.330
Temperature (°C):
71
25.1
160.0
7.2
Peak 2: 450.40.740
94.94
Intercept:
38.1
2.025Peak 3:
Peak 1: 48.6209.1
0.967
Z-Average (d.nm):
7.154
PdI: 846.6
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:43:00Record Number: 71File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
(Lanjutan)
Pengulangan 3
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 72: KitosanGlukosamin F2 3
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
2.2560
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 10:59:51
7
File Name:
KitosanGlukosamin F2 3
Water
Count Rate (kcps): 70
1.52
Sample Details
General Notes:
4.65
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
154.6
1.330
Temperature (°C):
72
25.0
126.8
8.4
Peak 2: 11231.000
140.2
Intercept:
26.6
1.224Peak 3:
Peak 1: 65.1254.4
0.959
Z-Average (d.nm):
5.425
PdI: 2070
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:43:14Record Number: 72File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Lampiran 4. Grafik Distribusi Ukuran Nanopartikel Glukosamin HCl F3
Pengulangan 1
0
2
4
6
8
10
12
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 56: KitosanGlukosamin F3 1
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
1.7510
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 11:06:30
7
File Name:
KitosanGlukosamin F3 1
Water
Count Rate (kcps): 70
1.52
Sample Details
General Notes:
4.65
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
201.3
1.330
Temperature (°C):
56
25.1
100.2
7.1
Peak 2: 1.1510.634
81.34
Intercept:
7.3
6.206Peak 3:
Peak 1: 84.4198.3
0.958
Z-Average (d.nm):
25.18
PdI: 5.353
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:41:09Record Number: 56File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
(Lanjutan)
Pengulangan 2
0
2
4
6
8
10
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 57: KitosanGlukosamin F3 2
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
1.7510
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 11:08:54
7
File Name:
KitosanGlukosamin F3 2
Water
Count Rate (kcps): 70
1.52
Sample Details
General Notes:
4.65
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
201.2
1.330
Temperature (°C):
57
25.1
100.0
0.0
Peak 2: 1.2030.638
141.9
Intercept:
8.1
0.000Peak 3:
Peak 1: 91.9223.2
0.957
Z-Average (d.nm):
0.000
PdI: 6.069
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:41:31Record Number: 57File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
(Lanjutan)
Pengulangan 3
0
2
4
6
8
10
1 10 100 1000 10000
Inte
nsity
(Per
cent
)
Size (d.nm)
Size Distribution by Intensity
Record 58: KitosanGlukosamin F3 3
SOP Name:
0.000
SystemDuration Used (s):
Attenuator:
Viscosity (cP):
KitosanGlukosamin_100...
1.7510
Dispersant Name:
mansettings.nano
Cell Description:
Sample Name:
Results
10 May 2017 11:11:18
7
File Name:
KitosanGlukosamin F3 3
Water
Count Rate (kcps): 70
1.52
Sample Details
General Notes:
4.65
Disposable sizing cuvette
Material Absorbtion:
Record Number:
Measurement Date and Time: Material RI:
Measurement Position (mm):
Dispersant RI:
202.2
1.330
Temperature (°C):
58
25.0
102.2
0.0
Peak 2: 1.8210.652
138.0
Intercept:
8.7
0.000Peak 3:
Peak 1: 91.3223.8
0.963
Z-Average (d.nm):
0.000
PdI: 6.512
% Intensity:
Refer to quality reportResult quality:
Size Distribution Report by Intensityv2.2
Size (d.n... St Dev (d.n...
www.malvern.comMalvern Instruments Ltd
Serial Number : MAL1084266Zetasizer Ver. 7.11
02 Jul 2017 23:41:53Record Number: 58File name: KitosanGlukosamin_100517
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 5. Bobot Jenis Dispersi Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Formula Piknometer
Kosong (gram)
Piknometer + air
(gram)
Piknometer + sampel (gram)
Bobot Jenis
(gram/mol)
F1 1 12,688 23,146 23,358 1,020 2 12,147 22,053 22,249 1,020
Rata-rata: 1,020
F2 1 13,101 23,279 23,424 1,014 2 12,482 22,582 22,727 1,014
Rata-rata: 1,014
F3 1 14,207 25,108 25,114 1,001 2 12,727 22,465 22,477 1,001
Rata-rata: 1,001
Rumus perhitungan bobot jenis:
𝑊3−𝑊1𝑊2−𝑊1
Keterangan:
W1 = Bobot piknometer kosong
W2 = Bobot piknometer + air
W3 = Bobot piknometer + sampel
Contoh Perhitungan bobot jenis dispersi nanopartikel glukosamin HCl:
Sampel F1
Pengulangan 1 = !",!"#!!",!""!",!"#!!",!""
= 1,020 gram/mol
Pengulangan 2 = !!,!"#!!",!"#!!,!"#!!",!"#
= 1,020 gram/mol
Rata-rata = 1,020 gram/mol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 6. Perhitungan Viskositas Dispersi Nanopartikel Glukosamin .Hidroklorida
Waktu Alir Sampel Nanopartikel Gl-HCl dan Air
Sampel Pengulangan 1 (Detik) 2 (Detik) 3 (Detik)
F1 673 688 703 F2 435 447 448 F3 347 347 351
Rata-rata waktu alir air = 177,3 detik
Rumus viskositas menggunakan viskometer ostwald:
η1 =t1 × ρ1 × η2t2 × ρ2
Keterangan:
η1 = viskositas sampel
η2 = viskositas air = 0,89 cP (Rowe, 2009)
t1 = waktu alir sampel
t2 = waktu alir air
ρ1 = bobot jenis sampel
ρ2 = bobot jenis air
Contoh perhitungan viskositas dispersi nanopartikel glukosamin hidroklorida:
Sampel F1
Pengulangan 1= η1 = 673 × 1,020 × 0,89177,3 × 1 = 3,446 cP
Pengulangan 2= η1 = 688 × 1,020 × 0,89177,3 × 1 = 3,523 cP
Pengulangan 3= η1 = 703 × 1,020 × 0,89177,3 × 1 = 3,600 cP
Rata-rata viskositas formula 1 = 3,523 cP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 7. Data pH Dispersi Nanopartikel Glukosamin HCl
Formula Sampel pH
F1 1 4,110 2 4,133 3 4,138
F2 1 3,724 2 3,734 3 3,734
F3 1 3,410 2 3,417 3 3,418
Lampiran 8. Data Zeta Potensial Nanopartikel Glukosamin HCl
Formula Sampel Zeta Potensial (mV) F1 1 29,1
2 29,2 3 29,5
F2 1 27,5 2 27,2 3 27,3
F3 1 22,4 2 22,5 3 22,6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 9. Panjang Gelombang Maksimum Phenyl Thiourea (Hasil Derivatisasi Glukosamin HCl)
Lampiran 10. Absorbansi Standar Glukosamin Hidroklorida
Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi 3 0,203 4 0,255 6 0,382 8 0,517 10 0,647
Report Date: 18:46:44, 06/07/2017
200 250 300 350 400nm
PTH
-0.2-0.10.00.10.20.30.40.50.60.70.80.91.01.11.21.31.41.51.61.71.81.92.02.12.2Abs
Sample: PTH File name: PTH belom diencerin.UDS Run Date: 14:46:58, 02/13/2017 Operator: R310 Comment: belom diencerin
Instrument Model: U-2910 Spectrophotometer Serial Number: ROM Version: 2J15301 05
Instrument Parameters Measurement Type: Wavelength Scan Data Mode: Abs Starting Wavelength: 400.0 nm Ending Wavelength: 200.0 nm Scan Speed: 200 nm/min Sampling Interval: 0.2 nm Slit Width: 1.50 nm Lamp change mode: Auto Auto change wavelength: 340.0 nm Baseline Correction: User 1 Wait time: 0 s Cycle Time: 0 min Replicates: 1 Response: Medium Path Length: 10.0 mm (Abs values are corrected to 10 mm path length)
1/4
Peak Integration Method: Rectangular Sensitivity: 1 Threshold: 0.0100
Peaks Peak # Start (nm) Apex (nm) End (nm) Height (Abs) Area (Abs*nm) Valley (nm) Valley (Abs) 1 400.0 240.0 225.6 1.208 50.738 225.6 0.996
2/4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 11. Perhitungan Kadar Total Senyawa Glukosamin Hidroklorida Bebas
Formula Absorbansi Kadar Gl-HCl (µg/ml)
Faktor Pengenceran
Kadar Gl-HCl yang Tidak
Terjerap (µg/ml)
F1 0,423 6,546
1000x 6546
0,420 6,499 6499 0,417 6,452 6452
F2 0,618 9,588
1000x 9588
0,628 9,744 9744 0,624 9,682 9682
F3 0,453 7,014
1500x 10521
0,457 7,076 10614 0,456 7,047 10570,5
Kadar senyawa glukosamin hidroklorida yang tidak terjerap dalam nanopartikel
ditentukan dengan persamaan:
y = 0,0641x + 0,0034
Contoh perhitungan kadar senyawa glukosamin hidroklorida yang tidak terjerap:
F2 (Absorbansi) : 0,618; 0,628; dan 0,624
Sampel 1 : 0,618 = 0,0641x + 0,0034
: x = !,!"#!!,!!"#
!,!"#$= 9,588 µg/ml
Faktor pengenceran : 9,588 x 1000 = 9588 µg/ml
Sampel 2 : 0,628 = 0,0641x + 0,0034
: x = !,!"#!!,!!"#
!,!"#$= 9,744 µg/ml
Faktor pengenceran : 9,744 x 1000 = 9744 µg/ml
Sampel 3 : 0,624 = 0,0641x + 0,0034
: x = !,!"#!!,!!"#
!,!"#$= 9,682 µg/ml
Faktor pengenceran : 9,682 x 1000 = 9682 µg/ml
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 12. Perhitungan Persen Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin .Hidroklorida
Rumus perhitungan % Efisiensi Penjerapan (EP):
%𝐸𝑃 = 𝑇 − 𝐹𝑇 × 100%
Keterangan:
T = total senyawa glukosamin HCl yang terdapat dalam formula
F = jumlah senyawa glukosamin HCl yang tidak terjerap
Kadar akhir glukosamin HCl dalam dispersi nanopartikel adalah 1 gr/50 mL atau
20000 µg/ml.
Contoh perhitungan % efisiensi penjerapan nanopartikel glukosamin hidroklorida:
Formula 3
Pengulangan 1:
% Efisiensi Penjerapan =!""""!!"#$!
!""""×100% = 47,395%
Pengulangan 2:
% Efisiensi Penjerapan =!""""!!"#!$
!""""×100% = 46,930%
Pengulangan 3:
% Efisiensi Penjerapan =!""""!!"#$",!
!""""×100% = 47,148%
Rata-rata efisiensi penjerapan nanopartikel glukosamin HCl F3=
47,395% !46,930% ! 47,148%
3= 47,158%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 13. Perhitungan Persen Standar Deviasi Relatif (%RSD) Analisis .Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Rumus perhitungan %RSD:
SD = (!(!!!!)!
!!! RSD = !"
!! ×100%
Keterangan:
SD = Standard Deviation
x = Kadar dari perhitungan
x’ = Kadar rata-rata (mean)
n = Jumlah data
RSD = Relative Standard Deviation
Formula x (µg/ml) x’(µg/ml)
F1 6546
6529 6499 6452
F2 9588
9671,3 9744 9682
F3 10521
10568,5 10614 10570,5
Contoh perhitungan persen standar deviasi relatif (%RSD):
F1
SD = (!"#!!!"#$)!!(!"##!!"#$)!!(!"#$!!"#$)!
!!!
= 63,710
RSD = !",!"#!"#$
× 100% = 0,976%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Ukuran Partikel Nanopartikel Glukosamin .Hidroklorida
Uji Normalitas Ukuran Partikel Formula Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Ukuran_Partikel f1 ,269 3 . ,950 3 ,569
f2 ,372 3 . ,782 3 ,073
f3 ,356 3 . ,818 3 ,157
a. Lilliefors Significance Correction Keterangan: Signifikansi >0,05, kesimpulan data terdistribusi normal
Uji Homogenitas Ukuran Partikel Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Test of Homogeneity of Variances
Ukuran_Partikel Levene Statistic df1 df2 Sig.
4,877 2 6 ,055
Keterangan: Signifikansi > 0,05 data terdistribusi homogen
Uji ANOVA Ukuran Partikel Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
ANOVA
Ukuran_Partikel Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 295064,829 2 147532,414 527,219 ,000
Within Groups 1678,987 6 279,831 Total 296743,816 8
Keterangan: Signifikansi < 0,05, data berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
(Lanjutan)
Uji Lanjut Tukey HSD Ukuran Partikel Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Ukuran_Partikel Tukey HSD
(I)
Formula
(J)
Formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
f1 f2 357,466667* 13,658480 ,000 315,55870 399,37463
f3 406,100000* 13,658480 ,000 364,19203 448,00797
f2 f1 -357,466667* 13,658480 ,000 -399,37463 -315,55870
f3 48,633333* 13,658480 ,028 6,72537 90,54130
f3 f1 -406,100000* 13,658480 ,000 -448,00797 -364,19203
f2 -48,633333* 13,658480 ,028 -90,54130 -6,72537
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Signifikansi < 0,05 data berbeda secara bermakna
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Viskositas Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Uji Normalitas Viskositas Formula Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Viskositas f1 ,175 3 . 1,000 3 1,000
f2 ,361 3 . ,806 3 ,130
f3 ,385 3 . ,750 3 ,000
a. Lilliefors Significance Correction Keterangan: Signifikansi >0,05, kesimpulan data terdistribusi normal
Uji Homogenitas Viskositas Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Test of Homogeneity of Variances
Viskositas Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,893 2 6 ,230
Keterangan: Signifikansi > 0,05 data terdistribusi homogen
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
(Lanjutan)
Uji ANOVA Viskositas Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
ANOVA
Viskositas Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5,001 2 2,501 1012,046 ,000
Within Groups ,015 6 ,002 Total 5,016 8
Keterangan: Signifikansi < 0,05, data berbeda secara bermakna
Uji Lanjut Tukey HSD Viskositas Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Viskositas Tukey HSD
(I)
Formula
(J)
Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
f1 f2 1,266667* ,040586 ,000 1,14214 1,39120
f3 1,772333* ,040586 ,000 1,64780 1,89686
f2 f1 -1,266667* ,040586 ,000 -1,39120 -1,14214
f3 ,505667* ,040586 ,000 ,38114 ,63020
f3 f1 -1,772333* ,040586 ,000 -1,89686 -1,64780
f2 -,505667* ,040586 ,000 -,63020 -,38114
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 16. Hasil Uji Statistik pH Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Uji Normalitas pH Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pH f1 ,323 3 . ,879 3 ,321
f2 ,385 3 . ,750 3 ,000
f3 ,343 3 . ,842 3 ,220
a. Lilliefors Significance Correction
Keterangan: Signifikansi > 0,05 data terdistribusi normal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
(Lanjutan)
Uji Homogenitas pH Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Test of Homogeneity of Variances
pH Levene Statistic df1 df2 Sig.
4,648 2 6 ,060
Keterangan: Signifikansi > 0,05 data terdistribusi homogen
Uji ANOVA pH Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
ANOVA
pH
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Between Groups ,764 2 ,382 4160,427 ,000
Within Groups ,001 6 ,000 Total ,764 8
Keterangan: Signifikansi < 0,05, data berbeda secara bermakna
Uji Lanjut Tukey HSD pH Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida Multiple Comparisons
Dependent Variable: pH Tukey HSD
(I)
FORMULA
(J)
FORMULA
Mean
Difference (I-
J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
1,000 2,000 ,396333* ,007822 ,000 ,37233 ,42033
3,000 ,712000* ,007822 ,000 ,68800 ,73600
2,000 1,000 -,396333* ,007822 ,000 -,42033 -,37233
3,000 ,315667* ,007822 ,000 ,29167 ,33967
3,000 1,000 -,712000* ,007822 ,000 -,73600 -,68800
2,000 -,315667* ,007822 ,000 -,33967 -,29167
Keterangan: Signifikansi < 0,05 data berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 17. Hasil Uji Statistik Zeta Potensial Nanopartikel Glukosamin .Hidroklorida
Uji Normalitas Zeta Potensial Formula Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Zeta_Potensial f1 ,292 3 . ,923 3 ,463
f2 ,253 3 . ,964 3 ,637
f3 ,175 3 . 1,000 3 1,000
a. Lilliefors Significance Correction Keterangan: Signifikansi > 0,05, kesimpulan data terdistribusi normal
Uji Homogenitas pH Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Test of Homogeneity of Variances
Zeta_Potensial Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,171 2 6 ,372
Keterangan: Signifikansi > 0,05 data terdistribusi homogen
Uji ANOVA Zeta Potensial Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
ANOVA
Zeta_Potensial Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 72,887 2 36,443 1426,043 ,000
Within Groups ,153 6 ,026 Total 73,040 8
Keterangan: Signifikansi < 0,05, data berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
(Lanjutan)
Uji Lanjut Tukey HSD Zeta Potensial Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Zeta_Potensial Tukey HSD
(I)
Formula
(J)
Formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
f1 f2 1,933333* ,130526 ,000 1,53284 2,33382
f3 6,766667* ,130526 ,000 6,36618 7,16716
f2 f1 -1,933333* ,130526 ,000 -2,33382 -1,53284
f3 4,833333* ,130526 ,000 4,43284 5,23382
f3 f1 -6,766667* ,130526 ,000 -7,16716 -6,36618
f2 -4,833333* ,130526 ,000 -5,23382 -4,43284
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Keterangan: Signifikansi < 0,05, data berbeda secara bermakna
Lampiran 18. Hasil Uji Statistik Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin .Hidroklorida
Uji Normalitas Efisiensi Penjerapan Formula Nanopartikel Glukosamin
Hidroklorida
Tests of Normality
Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Efisiensi_Penjerapan f1 ,175 3 . 1,000 3 1,000
f2 ,221 3 . ,986 3 ,775
f3 ,183 3 . ,999 3 ,931
a. Lilliefors Significance Correction
Keterangan: Signifikansi >0,05, kesimpulan data tidak terdistribusi normal
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
(Lanjutan)
Uji Homogenitas Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
Test of Homogeneity of Variances
Efisiensi_Penjerapan Levene Statistic df1 df2 Sig.
,591 2 6 ,583
Keterangan: Signifikansi > 0,05 data terdistribusi homogen
Uji ANOVA Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin Hidroklorida
ANOVA
Efisiensi_Penjerapan Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 685,728 2 342,864 3902,319 ,000
Within Groups ,527 6 ,088 Total 686,255 8
Keterangan: Signifikansi < 0,05, data berbeda secara bermakna
Uji Lanjut Tukey HSD Efisiensi Penjerapan Nanopartikel Glukosamin
Hidroklorida
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Efisiensi_Penjerapan Tukey HSD
(I)
Formula
(J)
Formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
f1 f2 15,861667* ,242021 ,000 15,11908 16,60425
f3 20,347333* ,242021 ,000 19,60475 21,08992
f2 f1 -15,861667* ,242021 ,000 -16,60425 -15,11908
f3 4,485667* ,242021 ,000 3,74308 5,22825
f3 f1 -20,347333* ,242021 ,000 -21,08992 -19,60475
f2 -4,485667* ,242021 ,000 -5,22825 -3,74308
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Keterangan: Signifikansi < 0,05, data berbeda secara bermakna
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 19. Gambar Alat yang Digunakan
Buret dan Stirrer Zetasizer Nano
Sentrifus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Lampiran 20. Sertifikat Analisa Kitosan
Top Related