SISTEM ACTIVITY BASED COSTINGUNTUK PERUSAHAAN DAGANG
Oleh :
DOSEN:
Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac
SEKOLAH PASCASARJANAUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
HOTTUA SAMOSIR (117011008)KELAS (PARAREL)
AKUNTANSI
UJIAN AKHIR SEMESTER
ABSTRAK
Sistem Activity Based Costing merupakan suatu pendekatan perhitungan biaya produk dan pengambilan keputusan yang saat ini sangat banyak digunakan untuk tujuan efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan. Tulisan ini bertujuan untuk menelusuri kemungkinan penerapan sistem ABC didalam operasi bisnis perusahaan dagang.
Berdasarkan hasil penelusuran, bahwasanya telah ada indikasi kemungkinan dapat diterapkannya sistem ABC didalam operasi bisnis perusahaan dagang. Hal ini didukung oleh setiap penelitian yang telah ada. Penerapan sistem ABC pada perusahaan dagang tentunya akan mengalami modifikasi dikarenakan pos biaya yang berbeda pada segmen bisnis manufaktur.
Kesimpulan dari penelitian menunjukkan kemungkinan penerapan dari sistem ABC pada perusahaan dagang dan bagaimana mekanisme penerapannya akan menjadi isu penelitian yang sangat baik pada masa yang akan datang.
Kata Kunci: ABC, Perusahaan Dagang, Isu Penelitian.
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
1. Pendahuluan ........................................................................................ 1
2. Karakteristik Perusahaan Dagang........................................................ 3
3. Activity Based Costing (ABC)............................................................ 3
4. Penerapan Activity Based Costing (ABC) Pada Perusahaan Dagang. 5
5. Kesimpulan.......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
ii
1. Pendahuluan
Peningkatan nilai perusahaan merupakan fokus penting yang harus
diperhatikan oleh manajemen didalam mencapai kinerja aktivitas operasinya.
Manajemen akan selalu melakukan evaluasi dalam hal kinerjanya untuk dapat
meningkatkan pendapatan perusahaan dan meningkatkan kemakmuran pemilik
perusahaan. Strategi dalam penetapan harga, efektivitas dan efisiensi operasi dan
pengambilan keputusan yang tepat merupakan hal yang harus dipertimbangkan secara
matang didalam perusahaan. Didalam pencapain kinerja tersebut, pelaksanaan
aktivitas operasi yang efisien dan efektif merupakan salah satu dasar pelaksanaan
perusahaan yang harus diperbaiki. Efesiensi dan efektivitas operasi akan berpengaruh
pada biaya dan waktu yang akan digunakan perusahaan dalam melaksanakan
operasinya. Oleh karena itulah, perusahaan dalam beberapa kondisi akan menguji
berbagai metode dan pendekatan akitivitas manajemen dalam pencapaian efektivitas
dan efisiensi operasi.
Pencapaian efektivitas dan efisiensi operasi sangat erat kaitannya dengan
penetapan harga dari produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Pada perusahaan
sektor manufaktur dikenal berbagai jenis metode dan pendekatan pelaksanaan operasi
usaha untuk mencapai nilai perusahaan yang tinggi. Dari sekian banyak pendekatan
operasi tersebut, satu pendekatan yang saat ini sangat banyak dibicarakan adalah
pendekatan Activity Based Costing dalam penerapan operasi, pencatatan akuntansi
dan penentuan harga produk. Penerapan Activity Based Costing yang berikutnya akan
disingkat ABC sampai saat ini masih sangat dekat hubungannya pembahasan
1
perusahaan manufaktur. Bagaimana hubungannya dengan perusahaan non-
manufaktur masih sangat jarang dibicarakan dan diungkapkan.
Tulisan ini ingin membahas bagaimana kemungkinan yang dapat terjadi
apabila pendekatan ABC diterapkan pada perusahaan non-manufaktur terkhusus pada
perusahaan dagang/ merchandise/ retail. Tulisan ini mencoba meninjau pendapat dan
pandangan penulis tentang kemungkinan penerapan ABC di sektor perusahaan
dagang dan bagaimana kaitannya nantinya dengan penelitian yang dapat dilakukan
atas isu paper ini.
2. Karakteristik Perusahaan Dagang
Perusahaan dagang adalah perusahaan yang kegiatan usahanya melakukan
pembelian (buy) barang dagangan dari pemasok (suplier) lalu dijual (sell) kepada
konsumen tanpa mengubah bentuk produknya. Jadi, apabila perusahaan tersebut
merubah bentuk (produksi) maka tidak termasuk kedalam perusahaan dagang, yang
boleh dilakukan sebatas menambah bungkus (kemasan).
Berdasarkan pengertian diatas apabila dibandingkan dengan aktivitas
perusahaan manufaktur, perbedaan utamanya berada pada proses pengubahan bentuk
dari produk. Apabila ditinjau dari sisi strategi manajemen, peningkatan pendapatan
dan nilai perusahaan yang dilakukan lebih dekat pada pendekatan manajemen
keuangan dengan memaksimalkan nilai uang yang ada didalam perusahaan.
2
3. Activity Based Costing (ABC)
Secara umum pengertian Activity Based Costing System (ABC System) adalah
suatu sistem biaya yang mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas yang
terjadi dalam perusahaan lalu membebankan biaya atau aktivitas tersebut kepada
produk atau jasa, dan melaporkan biaya aktivitas dan produk atau jasa tersebut pada
manajemen agar selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, pengendalian
biaya, dan pengambilan keputusan.
Activity Based Costing System timbul sebagai akibat dari kebutuhan
manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber
daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk. Kebutuhan akan informasi
biaya yang akurat tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Persaingan global (Global Competition) yang dihadapi perusahaan
manufaktur memaksa manajemen untuk mencari berbagai alternatif
pembuatan produk yang cost effective.
2. Penggunaan teknologi maju dalam pembuatan produk menyebabkan proporsi
biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi dominan.
3. Untuk dapat memenangkan persaingan dalam kompetisi global, perusahaan
manufaktur harus menerapkan market–driven strategy.
4. Market–driven strategy menuntut manajemen untuk inovatif.
5. Pemanfaatan teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi
memungkinkan dilakukannya pengolahan berbagai informasi biaya yang
sangat bermanfaat dengan cukup akurat.
3
Adapun manfaat Activity Based Costing System, adalah untuk memperbaiki
kualitas pembuatan keputusan, menyediakan informasi biaya berdasarkan aktifitas,
sehingga memungkinkan manajemen melakukan manajemen berbasis aktivitas
(activity based management), perbaikan berkesinambungan terhadap aktivitas untuk
mengurangi biaya overhead pabrik, dan memberikan kemudahan dalam estimasi
biaya relevan.
4. Penerapan Activity Based Costing (ABC) pada Perusahaan Dagang (Retail)
Pendekatan sistem ABC pada dasarnya paling dikenal dan sangat dekat pada
sektor bisnis perusahaan manufaktur. Dimana anggapan yang berlaku saat ini bahwa,
pendekatan ABC merupakan pendekatan paling efektif dan efisien dalam
memperlakukan biaya pabrikasi pada penetapan harga pokok produk.
Apabila ditinjau relevansinya dalam penerapannya di sektor bisnis perusahaan
dagang, berdasarkan pengertian yang telah disampaikan sebelumnya, hal ini dapat
dikatakan tidak mungkin dilakukan penerapan sistem ABC pada sektor bisnis
perusahaan dagang dengan alasan bahwa, sistem ABC merupakan alat bantu bagi
manajemen dalam pengalokasikan biaya pabrikasi kedalam produk. Padahal, didalam
aktivitas perusahaan dagang, tidak ada penggolongan biaya pabrikasi, sehingga sulit
untuk menerapkan sistem ABC ini.
Pada beberapa penelitian yang ada, menyatakan bahwa, sistem ABC tidak lagi
hanya digunakan pada perusahaan manufaktur saja. Akan tetapi saat ini juga sudah
ditetapkan pada sektor perusahaan non-manufaktur. Mays dan Sweeney (1994)
4
melakukan suatu studi kasus tentang penerapan sistem ABC pada perusahaan sektor
perbankan di Amerika Serikat. Selain itu, Lawson (1994) melakukan studi kasus
tentang pelaksanaan sistem ABC di Manajemen Rumah Sakit di Amerika Serikat.
Sedangkan Raab, dkk (2008) melakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk
menguji penerapan penentuan harga berdasarkan aktivitas, relevansinya terhadap
usaha restoran.
Dari beberapa penelitian tersebut sebenarnya sektor bisnis yang diteliti adalah
perusahaan non-manufaktur terkhusus perusahaan jasa. Belum ada suatu penelitian
yang dapat diketahui oleh penulis yang dilakukan pada objek perusahaan non-
manufaktur yang secara khusus perusahaan dagang.
Namun, apabila tidak dipandang secara kaku, penerapan sistem ABC ini dapat
dilaksanakan dilaksanakan pada perusahaan dagang seperti halnya yang dilaksanakan
pada perusahaan jasa, seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
Penerapan ini dapat terjadi dengan mengubah fundamental perilaku biaya yang
dipandang. Apabila perilaku biaya yang diatur di perusahaan manufaktur adalah dari
sisi biaya pabrikasi. Maka penerapannya di perusahaan dagang dapat dilakukan pada
suatu pos biaya yang strategis yang mampu mempengaruhi penetapan harga pokok
produk yang dijual dan pengambilan keputusan di perusahaan. Pastinya akan ada
beberapa pos biaya yang dapat dikendalikan dengan sistem pembiayaan berdasarkan
aktivitas.
Pos biaya mana yang dapat dikendalikan akan menjadi isu yang sangat
penting untuk diperdebatkan dan diperhatikan oleh para ahli akuntansi manajemen.
5
Isu ini akan dapat menjadi suatu topik penelitian yang menarik untuk menemukan
suatu terobosan pelaksanaan aktivitas yang efektif dan efisien pada perusahaan
dagang melalui pendekatan sistem ABC. Pelaksanaan penelitian dapat dilakukan
dengan melakukan studi kasus pada beberapa perusahaan dagang.
Menurut penulis, pelaksanaan penelitian ini sangat mungkin dilakukan, karena
akan sangat mirip dengan penelitian yang dilakukan pada restoran yang dilaksanakan
oleh Raab, dkk (2008). Restoran disatu sisi dapat ditinjau sebagai perusahaan
manufaktur, namun juga dapat ditinjau sebagai perusahaan jasa ataupun perusahaan
dagang. Sehingga sangat mungkin untuk mereplikasi mekanisme pada penelitian
tersebut untuk penelitian sistem ABC di perusahaan dagang.
Salah satu fakta yang ditemukan oleh penulis, tentang kemungkinan
penerapan sistem ABC di perusahaan dagang adalah berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Clarke dan Mullins (2001) yaitu suatu penelitian pendahuluan
tentang penerapan ABC pada perusahaan non-manufaktur di Irlandia. Pada hasil
penelitian ini dinyatakan bahwa dari responden yang ditemui oleh peneliti berasal
dari sektor bisnis Retail (dagang) sebanyak 24% dari total sampel responden. Dari
total sampel yang didapatkan, bahwa 19% dari responden telah mengadopsi
pelaksanan sistem ABC dan 13% telah mempertimbangkan untuk melaksanakan
sistem ABC. Dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa perusahaan dagang
secara umum dapat melaksanakan sistem ABC dalam aktivitas operasinya untuk
tujuan efektivitas dan efisiensi.
6
Pandangan lain dinyatakan pada penelitian Ruhl dan Bailey (1994), yang
menyatakan bahwa sistem ABC dapat dilakukan secara total pada keseluruhan
aktivitas segmen bisnis perusahaan. Apabila diperbandingkan secara mendalam,
aktivitas perusahaan dagang merupakan suatu segemen bisnis sebuah perusahaan
pada konsep perusahaan secara modern saat ini. Sehingga bukan tidak mungkin
penerapan sistem ABC dapat dilakukan pada perusahaan dagang Seperti halnya
didukung pada tulisan yang dilakukan oleh Stapleton, dkk (2004) yang menelusuri
penerapan ABC pada segmen bisnis logistik, pemasaran dan perdagangan.
Berdasarkan setiap pembahasan diatas, sangatlah mungkin penerapan sistem
ABC pada perusahaan dagang dilakukan dan sangat tinggi dan potensial suatu ide
penelitian tentang penerapan ABC di Perusahaan dagang. Sehingga dapat menjadi isu
akuntansi dan isu pengambilan keputusan untuk peningkatan nilai perusahaan saat ini.
7
5. Kesimpulan
a. Belum ada suatu literatur yang diakui atas penerapan ABC di perusahaan
dagang.
b. Sistem ABC yang saat ini dilaksanakan, berada pada sektor bisnis perusahaan
manufaktur serta jasa.
c. Sangat tinggi kemungkinan dapat diterapkannya sistem ABC pada operasi
bisnis perusahaan dagang.
d. Penelitian tentang penerapan ABC pada perusahaan dagang akan menjadi isu
baru penelitian bidang akuntansi manajerial.
8
DAFTAR PUSTAKA
Bruno, et. al., (2008): “Activity-Based Costing Evaluation of [18F]-Fludeoxyglucose Production”. Eur J Nucl Med Mol Imaging.
Capps, et. al., (1998): “The ABC’s of Activity-Based Costing”. The Journal of Bank Cost and Management Accounting.
Chea., (2011); “Activity-Based Costing System in the Service Sector: A Strategic Approach for Enhancing Managerial Decision Making and Competitiveness”. International Journal of Business and Management. Vol. No.11; November 2011.
Clarke, et. al (2001): “Activity Based Costing in The Non-Manufacturing Sector In Ireland; A Preliminary Investigation”. Irish Journal of Management.
Garrison, Noreen, Brewer., (2006): “Akuntansi Manajerial”. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Hansen and Mowen., (2009): “Akuntansi Manajerial”. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Lawson, (1994): “Activity-Based Costing Systems for Hospital Management”. CMA.
Mansor, Tayles and Pike., (2012): “Information Usefulness and Usage in Business Decision-Making: An Activity-Based Costing (ABC) Perspective”. International Journal of Management. Vol. 29 No. 1 Part 1.
Marom Chairul., (2002): “Sistem Akuntansi Perusahaan Dagang” Penerbit PT Grasindo. Jakarta.
Mays and Sweeney., (1994): “Activity-Based Costing in Banking; A Case Study”. CMA.
Raab and Mayer., (2008): “Activity-Based Pricing: can it be Applied in restaurants?”. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vo. 21 No. 4.
Ruhl and Bailey., (1994): “ Activity-Based Costing for the Total Business”. The CPA Journal.
Stapleton, et. al. (2004): “ Activity-Based Costing for Logistics and Marketing”. Business Process Management Journal Vol. 10 No. 5.
Yang, and Wu, (1993): “Strategic Costing and ABC”. Management Accounting.
9