Download - Tumor Kolon

Transcript

LAPORAN KASUSA. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. MUmur : 36 tahun

Alamat : PurbalinggaKelamin : Laki-laki

No. RM

: 572191Ruang

: MenurMasuk RS

: 23 Juli 2014Operasi

: 24 Juli 2014B. PRIMARY SURVEY

Pemeriksaan

1. Airway

Clear, Mallampati 1, tidak terdapat gigi ompong dan gigi palsu.

2. Breathing

Napas spontan, normochest, tidak tampak ketertinggalan gerak pada dada (gerak dada simetris), RR 20 x per menit, reguler, tidak terdapat retraksi, trakea terletak di median, suara nafas vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing.3. Circulation

Kulit hangat, TD 120/70 mmHg, nadi 88 x per menit, reguler, isi dan tegangan cukup, S1> S2 reguler, gallop (-), murmur (-).

4. Disability

Keadaan umum tampak sakit sedang, gizi cukup, kesadaran ( compos mentis, pupil bulat, isokor, 5mm/5mm dan reflek cahaya +/+.C. SECONDARY SURVEY

1. Anamnesis

a. Keluhan utama

: Nyeri perut kanan bawah b. Riwayat penyakit sekarang:

Pasien dibawa ke RS Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dengan keluhan terdapat nyeri perut bagian kanan bawah. Nyeri hanya terasa pada perut bagian kanan bawah. Pertama kali nyeri dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Nyeri yang dirasakan makin lama makin sering dirasakan. Sekarang nyeri yang dirasakan disertai perut kembung dan terasa tegang pada perut. Beberapa hari yang lalu pasien mengeluhkan BAB bercampur dengan daran dan lendir serta kebiasaan BAB yang berubah-ubah, terkadang feses encer dan kadang-kadang susah buat BAB. Pasien sebelumnya sudah periksa ke puskesmas, dan disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter spesialis bedah. Demam, pusing, mual maupun muntah disangkal.

c. Riwayat penyakit dahulu

:

1) Riwayat penyakit DM (-)

2) Riwayat penyakit hipertensi (-)

3) Riwayat asma disangkal

4) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

5) Riwayat penyakit jantung disangkal

6) Riwayat penyakit ginjal disangkal7) Riwayat trauma atau kecelakaan disangkal

d. Riwayat asma, alergi, penyakit jantung, ginjal, paru-paru, DM, hipertensi, dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien dalam keluarga keluarga disangkal 2. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentisGCS:E4V5M6 = 15

Vital Sign:Tekanan darah: 120/70 mmHg

Nadi: 88 x/menit

Suhu: 36,5(C

Pernapasan:20 x/menit

Status Generalisa. Kulit:Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.

b. Kepala:Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma, rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

c. Muka:Simetris tidak terdapat jejas.

d. Mata:Tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera ikterik, pupil bulat isokor 5mm/5mm, reflek cahaya +/+

e. Hidung:Tidak didapatkan deviasi septum, tidak didapatkan discharge (darah atau cairan) dan tidak didapatkan napas cuping hidung. f. Mulut/Gigi:Tidak terdapat bibir sianosis, hematom, lidah kotor, carries dan hiperemis pada faring.g. Telinga:Simetris dan tidak didapatkan discharge (darah atau cairan).h. Leher: Tidak terdapat jejas, trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe. i. Thorax

1) Jantung

a) Inspeksi:Tampak ictus cordis 1 jari lateral LMC (linea midcavicularis) sinistrab) Palpasi : Ictus cordis teraba kuat angkat

c) Perkusi :

i. Batas atas kiri : SIC II LPS (Linea para Sternalis) sinsitra

ii. Batas atas kanan : SIC II LPS (Linea para Sternalis) dextra

iii. Batas bawah kiri : SIC V 1 jari lateral LMC (linea midcavicularis) sinistra

iv. Batas bawah kanan : SIC IV LPS (Linea para Sternalis) dextra

d) Auskultasi : S1 > S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan murmur.2) Paru

a) Inspeksi:Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis serta tidak ditemukan retraksi dan ketertinggalan gerak.b) Palpasi:Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri dan tidak terdapat ketertinggalan gerak.c) Perkusi:Sonor kedua lapang parud) Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, Tidak terdengar suara wheezing dan rhonki j. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi:Perut agak cembung, tidak terdapat jejas b) Auskultasi:Terdengar suara bising ususc) Palpasi:Supel, terdapat nyeri tekan pada perut kanan bawah. Hepar dan lien tidak teraba.d) Perkusi:Timpanik.Pemeriksaan Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), pucat (-), CRT (capilary refill time) < 23. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan8-10-2012Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin15,213,2-17,2 g/dL

Leukosit103003800-10600/(L

Hematokrit4640-52%

Eritrosit5,2x1064,4-5,9x106/(

Trombosit322000150000-450000/(L

MCV8880-100 fl

MCH2926,0-34,0 pg

MCHC3332,0-36,0 %

Hitung Jenis

Basofil10,0-1,0 %

Eosinofil21,0-3,0%

Segmen50,040,0-70,0%

Limfosit65,050,0-70,0%

Monosit6,02,0-8,0%

CT4,003-5 menit

BT4,002-5 menit

Kimia Klinik

Ureum19,110,00-50,00 mg/dL

Creatinin0,660,60-1,10 mg/dL

GDS119,2100-150 mg/dL

Seroimmunologi

HbsAgNon-reaktifNon-reaktif

4. Pemeriksaan Elektrokardiograf

Sinus rhythm, Heart rate 100 x/menit, gelombang P normal, axis normal, PR interval 0,16 detik, LVH (-).D. DIAGNOSISTumor kolonE. KESIMPULANACC ASA 1F. LAPORAN ANESTESI

1.Diagnosis Pra Bedah

Appendisitis2.Diagnosis Pasca Bedah

Tumor Colon 3.Penatalaksanaan Preoperasia. Informed Concentb. Puasa 8 jam pre operasic. Pasang IVFD RL 30 tetes per menit4.Penatalaksanaan Operasi

a.Jenis Pembedahan

: Laparotomi

b.Jenis Anestesi

: General Anestesi (GA)

c.Teknik Anestesi

: Semi closed dengan ET no.7,5

d.Mulai Anestesi

: 24 Juli 2014 pukul 11.45 WIB

e.Mulai Operasi

: 24 Juli 2014 pukul 13.45 WIB

f.Premedikasi

: SA 0,25 mg, Fentanil 75gg.Medikasi induksi

: Propofol 120 mg, Recovol 100 mg, Noveron 60 mg h.Maintenance

: O2, N2O, sevofluran 1,5%i.Medikasi tambahan

: Ketorolac 30 mg

j.Relaksasi

: -

k.Respirasi

: Spontan

l.Posisi

: terlentang

m.Cairan Durante Operasi: RL 1500 ml

n.Pemantauan Tekanan Darah dan HR

WaktuHasil PantauanTindakan

11.45 WIBTD 120/70 mmHg

HR 80x/m

SpO2100%Pasien masuk ke ruang OK dan dilakukan pemasangan NIBP dan saturasi O2. Infus RL terpasang pada tangan kiri. Mulai anestesi dengan Propofol dan Fentanyl. Dilakukan face mask dengan sevofluran 2 %, N2O, dan O2 Nafas spontan

12.05 WIBTD 120/90 mmHg

HR 80x/m

SpO2100%Dimulai pembedahan

12.20 WIBTD 130/90 mmHgDimasukkan ketorolac 30 mg iv

HR 98x/m

SpO2100%

13.40 WIBTD 130/90 mmHgPembedahan selesai

HR 98x/m

SpO2100%

n .Selesai operasi: 13.40 WIB

o.Selesai anestesi: 13.45 WIB

p.Perdarahan: minimal

q.Urin Tampung: 100 ccBAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Tumor ColonDefinisi

Tumor colon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar). Kebanyakan kanker usus berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas biasa disebut adenoma yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh cepat).Etiologi

Terdapat beberapa etiologi utama kanker yaitu:

1. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.

2. Kelainan kolon

a) Adenoma di kolon:degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma.

b) Familial poliposis:polip di usus mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma

c) Kondisi ulserative :Penderita colitis ulserativa menahun mempunyai risiko terkena karsinoma kolon.

3. Genetik : Anak yang berasal dari orangtua yang menderita karsinoma kolon mempunyai frekuensi 3 kali lebih banyak daripada anak anak yang orangtuanya sehat

4. Radiasi dan paparan zat kimia dan senyawa lain yang berpotensi menimbulkan reaksi karsinogenik.

Patofisiologi

Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polop jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup sertamerusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapatterlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).

Tumor yang berupa massa polipoid besar, tumbuh ke dalam lumen dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan polipoid atau lesi yang datar lebih sering terdapat pada sekum dan kolon asendens. Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar ) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda beda. Tumor dapat menyebar:

a) secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih

b) melalui pembuluh limfe ke kelenjar perikolon dan Mesokolon

c) melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah ke sistem portal. Prognosis relatif baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila terjadi metastasis ke kelenjar limfe.

KlasifikasiKlasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES:a) A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.

b) B1 : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.

c) B2 : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.

d) C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak satu sampai empat buah.

e) C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah.

f) D : kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas & tidak dapat dioperasi lagi.

Manifestasi klinisGejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahu penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya datah merah segar dalam feses.

Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses berdarah.

a) Colon Asendens : nyeri, adanya massa, perubahan peristaltik usus, anemia

b) Colon Transversum : nyeri, obstruksi, perubahan pergerakan usus dan anemia.

c) Colon Desendens : nyeri, perubahan pergerakan usus, terdapat darah merah terang pada feses, obstruksi.

d) Rectum : terdapat darah di dalam feses, perubahan peristaltik usus, ketidaknyamanan rectal.

Stadium klinisStadium pada karsinoma kolon yang ditemukan dengan system TMN:TIS : Carcinoma in situ

T1 : Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler

T2 : Sudah mengenai otot dinding

T3 : Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke sekitar

T4 : Sama dengan T3 dengan fistula

N : Limfonodus terkena

M : Ada metastasis

KomplikasiPertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.Pemeriksaan penunjanga) Endoskopi :pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.

b) Radiologis :Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.

c) Ultrasonografi (USG): Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.

d) Histopatologi:Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.

e) Laboratorium:Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan

Penatalaksanaan MedisBila sudah pasti karsinoma kolon, maka kemungkinan pengobatan adalah sebagai berikut :

1. Pembedahan (Operasi)Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker.

2. Penyinaran (Radioterapi)Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic, sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.

3. kemotherapyChemotherapy memakai obat antikanker yang kuat, dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus

B. EksisiEksisi adalah salah satu cara tindakan bedah yaitu membuang jaringan (tumor) dengan cara memotong. Tindakan ini dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain pemeriksaan penunjang (biopsy), pengobatan lesi jinak maupun ganas dan memperbaiki penampilan secara kosmetis. Pada badan dan anggota gerak, eksisi dapat dilakukan dengan mudah, tetapi pada daerah tangan dan kaki harus hati-hati karena banyak pembuluh darah , syaraf superficial dan tendon. Eksisi banyak dilakukan pada daerah muka dan leher.C. Biopsi

Biopsiadalah pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaanlaboratorium. Pemeriksaan jaringan tersebut bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakitatau mencocokkan jaringanorgansebelum melakukantransplantasiorgan. Resiko yang dapat ditimpulkan oleh kesalahan proses biopsi adalahinfeksidanpendarahan. Jaringan yang akan diambil untuk biopsi dapat berasal dari bagian tubuh manapun, di antaranyakulit,perut,ginjal,hati, danparu-paru.

General AnestesiaDefinisi

General anestesia (GA) adalah blokade nyeri dari seluruh tubuh yang mengakibatkan depresi nervus saraf pusat yang reversibel dengan menggunakan obat-obatan secara intravena, inhalasi (volatile), atau kombinasi keduanya.

Trias anestesi meliputi sedasi, analgesi dan relaksasi. Pemberian obat anestesi umum dapat secara parenteral dan inhalasi.Stadium anestesi terdiri dari :

a. Stadium I : stadium analgesia atau stadium disorientasi

Mulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran. Walaupun disebut Stadium analgesia, tapi sensasi terhadap ransang sakit tidak berubah, biasanya operasi-operasi kecil sudah bisa dilakukan. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu mata.b. Stadium II : stadium eksitasi atau stadium delirium

Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernafasan yang irreguler, pupil melebar dengan refleks cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata.

c. Stadium III : stadium pembedahan

Mulai dari akhir stadium II, dimana pernafasan mulai teratur. Dibagi dalam 4 plana, yaitu:1. Plana 1

Ditandai dengan pernafasan teratur, pernafasan torakal sama kuat dengan pernafasan abdominal, pergerakan bola mata terhenti, kadang-kadang letaknya eksentrik, pupil mengecil lagi dan refleks cahaya (+), lakrimasi akan meningkat, refleks farings dan muntah menghilang, tonus otot menurun.2. Plana 2

Ditandai dengan pernafasan yang teratur, volume tidal menurun dan frekwensi pernafasan naik. Mulai terjadi depresi pernafasan torakal, bola mata terfiksir ditengah, pupil mulai midriasis dengan refleks cahaya menurun dan refleks kornea menghilang.

3. Plana 3

Ditandai dgn pernafasan abdominal yang lebih dominan daripada torakal karena paralisis otot interkostal yang makin bertambah sehingga pada akhir plana 3 terjadi paralisis total otot interkostal, juga mulai terjadi paralisis otot-otot diafragma, pupil melebar dan refleks cahaya akan menghilang pada akhir plana 3 ini, lakrimasi refleks farings & peritoneal menghilang, tonus otot-otot makin menurun.4. Plana 4

Pernafasan tidak adekuat, irreguler, jerky karena paralisis otot diafragma yg makin nyata, pada akhir plana 4, paralisis total diafragma, tonus otot makin menurun dan akhirnya flaccid, pupil melebar dan refleks cahaya (-), refleks sfingter ani menghilang.d. Stadium IV : stadium paralisis

Mulai dari kegagalan pernapasan yang kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi

Pada kasus pembedahan khusus yang tidak tahu berapa lama pembedahaan akan berlangsung, dapat dipilih jenis anestesi umum. Selain itu, pada pasien yang memiliki kecemasaan yang cukup besar dapat juga dipilih anestesi umum, agar pasien tersebut tetap tenang dan tidak berontak saat dilakukan pembedahaan.Tahapan General Anestesi

Induksi (awal pembiusan)

Konduksi (maintenance pembiusan)

Recovery (sadar kembali setelah anestesi)

Prosedur Anestesi UmumPersiapan pra anestesi umum

Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun darurat harus dipersiapkan dengan baik karena keberhasilan anestesi dan pembedahan sangat dipengaruhi oleh persiapan pra anestesi. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang tersedia lebih singkat.

Tujuan kunjungan pra anestesi:

- Mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan lain.

- Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai keadaan fisik dan kehendak pasien. Dengan demikian, komplikasi yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.

- Menentukan klasifikasi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik, dalam hal ini dipakai klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiology) sebagai gambaran prognosis pasien secara umum.Persiapan pasien

A. Anamnesis

Anamnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis) atau melalui keluarga pasien (alloanamnesis). Dengan cara ini kita dapat mengadakan pendekatan psikologis serta berkenalan dengan pasien.

Yang harus diperhatikan pada anamnesis:

- Identifikasi pasien, misal: nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.

- Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi, antara lain: penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru-paru kronik (asma bronchial, pneumonia, bronchitis), penyakit jantung dan hipertensi (infark miokard, angina pectoris, dekompensasi kordis), penyakit hati, dan penyakit ginjal.

- Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestetik. Misalnya kortikosteroid, obat antihipertensi, obat-obat antidiabetik, antibiotika golongan aminoglikosida, obat penyakit jantung seperti digitalis, diuretika, obat anti alergi, tranquilizer, monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator.

- Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali, dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplikasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.

- Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti: merokok dan alkohol.B. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.C. Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, selanjutnya dibuat rencana mengenai obat dan teknik anestesi yang akan digunakan. Misalnya pada diabetes mellitus, induksi tidak menggunakan ketamin yang dapat menimbulkan hiperglikemia. Pada penyakit paru kronik, mungkin operasi lebih baik dilakukan dengan teknik analgesia regional daripada anestesi umum mengingat kemungkinan komplikasi paru pasca bedah. Dengan perencanaan anestesi yang tepat, kemungkinan terjadinya komplikasi sewaktu pembedahan dan pasca bedah dapat dihindari.D. Kebugaran untuk anestesi

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.E. Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, the manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anesthesia.F. Klasifikasi status fisik

Berdasarkan status fisik pasien pra anestesi, ASA (The American Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut:

ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.

ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

ASA VI: mati batang otak, potensi untuk donor organ.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat (cito) dengan mencantumkan tanda darurat (E=emergency), misalnya ASA I E atau III E.G. Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya :

-Meredakan kecemasan dan ketakutan

-Memperlancar induksi anesthesia

-Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

-Meminimalkan jumlah obat anestetik

-Mengurangi mual muntah pasca bedah

-Menciptakan amnesia

-Mengurangi isi cairan lambung

-Mengurangi refleks yang membahayakan

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seorang dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan menenteramkan pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya, dapat diberikan opioid misalnya Petidin 50 mg intramuskular.

Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin misalnya oral Simetidin 600 mg atau oral Ranitidin (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi. Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi suntikan intramuscular untuk dewasa Droperidol 2,5-5 mg atau Ondansentron 2-4 mg (zofran, narfoz).Persiapan peralatan anestesi

Tindakan anestesi yang aman tidak terlepas dari kelengkapan peralatan anestesi yang baik. Baik tidak berarti harus canggih dan mahal, tetapi lebih berarti berfungsi, sesuai dengan tujuan kita memberi anesthesia yang lancar dan aman.Mesin anestesi

Fungsi mesin anestesi (mesin gas) ialah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang aman ke rangkaian sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa campuran gas dari pasien. Rangkaian mesin anestesi sangat banyak ragamnya, mulai dari yang sangat sederhana sampai yang diatur oleh computer. Mesin yang aman dan ideal ialah mesin yang memenuhi persyaratan berikut:

- Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat

- Ruang rugi (dead space) minimal

- Mengeluarkan CO2 dengan efisien

- Bertekanan rendah

- Kelembaban terjaga dengan baik

- Penggunaannya sangat mudah dan aman

Komponen dasar mesin anestetik terdiri dari:

- Sumber O2, N2O, dan udara tekan.

- Alat pantau tekanan gas (pressure gauge)

- Katup penurun tekanan gas (pressure reducing valve)

- Meter aliran gas (flowmeter)

- Satu atau lebih penguap cairan anestetik (vaporizers)

- Lubang keluar campuran gas (common gas outlet)

- Kendali O2 darurat (oxygen flush control)

Tabung gas beserta alat tambahannya dan penguap diberi warna khusus untuk menghindari kecelakaan yang mungkin timbul. Kode warna internasional yang telah disepakati ialah: Oksigen (putih), N2O (biru), Udara (Putih hitam kuning), CO2(Abuabu), Halotan (Merah), Enfluran (Jingga), Isofluran (Ungu), Desfluran (Biru), Sevofluran (kuning).Sirkuit anestesi

Sirkuit anestesi atau sistem penghantar gas atau sistem anestesi ialah alat yang bukan saja menghantarkan gas atau uap anestetik dan oksigen dari mesin ke jalan napas atas pasien, tetapi juga harus sanggup membuang CO2 dengan mendorongnya dengan aliran gas segar atau dengan menghisapnya dengan kapur soda.

Sirkuit anestesi umumnya terdiri dari:

- Sungkup muka, sungkup laring, atau pipa trakea

- Katup ekspirasi dengan per atau pegas (expiratory loaded spring valve, pop-off valve, APL, adjustable pressure limiting valve)

- Pipa ombak, pipa cadang (corrugated tube, reservoir tube)

Bahan karet hitam (karbon) atau plastic transparent anti static, anti tertekuk

- Kantong cadang (reservoir bag)

- Tempat masuk campuran gas anestetik dan O2 (fresh gas inlet).

Untuk mencegah terjadinya barotraumas akibat naiknya tekanan gas yang mendadak tinggi, katup membatasi tekanan sampai 50 cm H2O .

Sirkuit anestesi yang popular sampai saat ini ialah sirkuit lingkar (circle system), sirkuit Magill, sirkuit Bain, dan system pipa T atau pipa Y dari Ayre.Sungkup muka

Pemakaian sungkup muka berguna untuk menyalurkan oksigen atau gas anestesi ke pasien. Terdapat beberapa jenis sungkup. Dengan sungkup trasparan berguna untuk obervasi kelembapan udara yang diekshalasi dan mengetahui jika pasien muntah. Sungkup karet hitam dapat digunakan untuk mengadaptasi struktur muka yang tidak biasa.

Ventilasi efektif memerlukan baik sungkup yang kedap udara dan jalan nafas yang baik. Teknik sungkup muka yang salah dapat berakibat deflasi yang berkelanjutan pada reservoir bag saat katup tekanan ditutup, biasanya mengindikasikan adanya kebocoran di sekitar sungkup. Sebaliknya pembentukan tekanan pernapasan yang tinggi dengan gerakan dada minimal dan suara pernafasan menandakan obstruksi jalan nafas.

Sungkup dipegang melawan muka dengan tekanan ke bawah pada badan sungkup dilakukan dengan jempol kiri dan jari telunjuk. Jari tengah dan manis memegang mandibula untuk membantu ekstensi sendi atlantooksipital. Jari kelingking diletakkan di bawah sudut rahang dan digunakan untuk menahan dagu ke depan, maneuver paling penting untuk ventilasi pasien.Endotracheal tube (ETT)

ETT dapat digunakan untuk memberikan gas anestesi secara langsung ke trakea dan memberikan ventilasi dan oksigenasi terkontrol. Bentuk dan kekerasan ETT dapat diubah dengan stilet. Resistensi terhadap aliran udara tergantung pada diameter tabung, tetapi juga dipengaruhi oleh panjang tabung dan kurvatura.

Ukuran ETT yang digunakan pada wanita dewasa diameter internal 7-7.5 mm dengan panjang 24 cm. pada pria dewasa diameter internal 7.5-9 mm dengan panjang 24cm.

Sedangkan untuk bayi dan anak kecil cara memilih ukuran pipa trakea adalah dengan rumus :

Diameter dalam pipa trakea (mm): 4.0 + umur (th)

Panjang pipa orotrakeal tube (cm): 12 + umur (th)

Panjang pipa nasotrakeal (cm): 12 + umur (th)Sungkup laring (Laringeal mask airway = LMA)

LMA digunakan untuk menggantikan sungkup muka atau ETT saat pemberian anestesi, untuk membantu ventilasi dan jalur untuk ETT pada pasien dengan jalan nafas sulit dan membantu ventilasi saat bronkoskopi. Pemakaian LMA memerlukan anestesi lebih kuat dibandingkan dengan insersi jalan nafas oral. Kontraindikasi LMA pada pasien dengan patologi faring seperti abses, obstruksi faring, perut penuh seperti hamil atau komplians paru rendah seperti penyakit jalan nafas restriktif.Induksi dan rumatan anestesi

Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi sampai tindakan pembedahan selesai.

Sebelum memulai induksi anestesi selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih

baik. Untuk persiapan induksi anestesi, sebaiknya diingat kata STATICS:

S : Scope : Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringoskop pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T : Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan usia > 5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway : Pipa mulut-faring (Guedel,orotracheal airway) dan pipa hidung-faring (nasotracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape : Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut

I : Introducer : Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa trakea mudah dimasukkan

C : Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia

S : Suction : Penyedot lender, ludah, dan lain-lainnya

Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuscular, atau rectal.

a. Induksi intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut, dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Anestetik intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anesthesia, tambahan apada analgesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostic. Obat yang biasa digunakan adalah : Tiopental dosis induksi 3-7 mg/kg disuntikan perlahan dihabiskan 30-60 detik, Propofol dosis bolus induksi 2-2,5 mg/kg, Ketamin untuk induksi intravena 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg/kg, Opioid (fentanil) dosis induksi 20-50 mg/kg.b. Induksi intramuscular

Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

c. Induksi inhalasi

Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat

- tidak berbau menyengat / merangsang

- baunya enak

- cepat membuat pasien tertidur.

Sifat-sifat tadi ditemukan pada halotan dan sevofluran.

Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran), atau desfluran jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.

d. Induksi per rectal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam. Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata disentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata.Rumatan anesthesia

Rumatan anesthesia (maintenance) dapat dikerjakan dengan cara intravena (anesthesia intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anesthesia biasanya mengacu kepada trias anesthesia yaitu hipnotik-sedatif, analgesia dan relaksasi.

Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi, fentanyl 10-50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena juga dapat menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anesthesia total intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.Rumatan inhalasi

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol % atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol % atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernafas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan (controlled). Teknik anestesi

- Teknik anestesi nafas spontan dengan sungkup muka

Indikasi : untuk tindakan yang singkat (0,5-1 jam) tanpa membuka rongga perut, keadaan umum pasien cukup baik, lambung harus kosong.

- Teknik anestesi nafas spontan dengan pipa endotrakea

Indikasi: operasi lama, kesulitan mempertahankan jalan nafas bebas pada anestesi dengan sungkup muka.

- Teknik anestesi dengan pipa endotrakea dan nafas kendaliEkstubasi

Mengangkat keluar pipa endotrakea (ekstubasi) harus mulus dan tidak disertai batuk dan kejang otot yang dapat menyebabkan gangguan nafas, hipoksia sianosis.Pasca bedah

Pasien harus diobservasi terus (pernafasan, tekanan darah, dan nadi) sesudah operasi dan anestesi selesai sewaktu masih dikamar bedah dan kamar pulih. Bila pasien gelisah, harus diteliti apakah karena kesakitan atau karena hipoksia (tekanan darah menurun, nadi cepat) misalnya karena hipovolemia (perdarahan di dalam perut atau kekurangan cairan). Selain itu juga bisa diberikan obat-obatan simptomatik biasanya analgesia ketorolac dan antimuntah ondansetron.BAB III

PEMBAHASANPasien Tn.AB 66 tahun didiagnosis tumor colon yang akan dilakukan operasi laparotomi. Sebelum dilakukakan operasi ada beberapa tahapan dari anestesi yang harus dilakukan yaitu preoperative, durante operatif dan post operatif seperti yang akan dibahas dibawah ini.A. Pre operatif

Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan di operasi dalam kasus ini adalah ASA 1 yaitu pasien dalam kondisi sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia, tidak memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, tidak mengancam jiwa dan mengganggu aktivitas. Selanjutnya ditentukan rencana jenis anestesi yang akan digunakan yaitu anestesi general. Persiapan yang dilakukan pada pasien ini sebelum operasi :

a. Anamnesa dan Informed consent

Pada anamanesa didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah sejak 1 bulan yang lalu dan 1 minggu terahir terasa nyeri saat ditekan. Hal ini yang mendasari diagnosis tumor colon sehingga akan dilakukan pembedahan. Selain itu dilakukan Informed consent tujuannya untuk mendapatkan persetujuan dan ijin dari pasien atau keluarga pasien dalam melakukan tindakan anestesi dan operasi sehingga resiko-resiko yang mungkin akan terjadi pada saat operasi dapat dipertimbangkan dengan baik dan pasien menyetujui.b. Pemeriksaan fisik

Pada kasus ini, tidak terdapat permasalahan dari tanda vital. Dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini dapat disimpulkan tidak terdapat adanya kelainan pada jantung tidak terdapat pembesaran jantung. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya kekakuan pada sendi atlantooccipitalis dan temporomandibular. Pada pemeriksaan leher tidak terdapat jejas, trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi ditemukan perut agak cembung, tidak terdapat jejas, auskultasi: terdengar suara bising usus, palpasi: supel, terdapat nyeri tekan pada perut kanan bawah,. Hepat dan lien tidak teraba, perkusi: timpani.c. Masukan oral

Pasien dipuasakan, tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Pada pasien dewasa umumnya dipuasakan selama 6 8 jam, anak kecil 4 6 jam, dan pada bayi 3 4 jam. Sehingga pasien diinstruksikan untuk mulai puasa pukul 24.00 pada malam hari sebelum operasi dilakukan.d. Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara umum baik sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun pemeriksaan laboratorium pada pasien ini meliputi: pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, waktu perdarahan, waktu pembekuan, dan kimia klinik. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai ada tidaknya gangguan dan merencanakan koreksi jika terdapat gangguan.

Kadar hemoglobin yang baik, diperlukan guna memfasilitasi distribusi oksigenasi ke jaringan dan pengangkutan karbon dioksida. Oksigenasi atau perfusi yang baik diperlukan jaringan guna mencegah terjadinya syok. Jumlah trombosit, masa pembekuan dan defisiensi faktor pembekuan perlu dievaluasi agar dapat diantispasi risiko komplikasi perdarahan. Trombosit merupakan unsur dasar dalam darah yang dapat meningkatkan koagulasi. Penurunan trombosit dalam sirkulasi sebanyak kurang dari 50% nilai normal akan menyebabkan perdarahan.

Protrombin time (PT) akan mengukur kemampuan pembekuan faktor I (fibrinogen), II (protrombin), V, VII, dan X. Protrombin akan dikonversi menjadi trombin akibat aksi tromboplastin, yang diperlukan dalam pembekuan darah. Activated Protrombin Time (APTT) digunakan untuk mendeteksi apakah terdapat defisiensi terhadap seluruh faktor pembekuan kecuali faktor VII dan XII. Pada pasien ini, nilai trombosit, PT, dan APTT dalam batas normal sehingga diharapkan tidak terjadi perdarahan hebat.

Elektrolit penting juga untuk dievaluasi mengingat peranannya dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Natrium adalah ion yang dominan berada di petak cairan ekstrasel (84%) dengan nilai normal 135-145 mEq/L. Natrium berperan dalam memelihara tekanan osmotik dan volume cairan ekstrasel. Keadaan hiponatremia, bila tidak dikoreksi secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan oedem otak, selanjutnya menimbulkan kerusakan otak yang ireversibel. Hipernatremia jarang terjadi, sebagai akibat ginjal sangat efisien dalam mengeksresikan Na.

Sebagian besar kalium terdapat di dalam sel (150 mEq/L). Pembedahan menyebabkan katabolisme jaringan dan mobilisasi kalium pada hari-hari pertama dan kedua. Fungsi kalium antara lain merangsang saraf otot, menghantarkan impuls listrik, membantu utilisasi O2, asam amino dan glikogen. Kadar kalium serum normalnya 3-5 mEq/L. Hipo- dan hiperkalemia merupakan keadaan yang gawat karena dapat menyebabkan aritmia jantung dan perlu segera dikoreksi. Pada pasien ini kadar Na dan K dalam batas normal.B. Durante Operasi

Pada pasien ini dilakukan teknik General Anestesi (GA) dengan semiclosed dengan sungkup muka (face mask). Sungkup muka menghantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut / hidung (Latief, 2001). Pasien berada dalam posisi terlentang kemudian dilakukan pemberian obat anestesi secara intravena.

Pasien diberikan medikasi dengan propofol sebanyak 120 mg dan fentanil sebanyak 75 g. Propofol merupakan derivat fenol dengan nama kimia di-iso-profil fenol, berupa cairan berwarna putih susu, tidak larut dalam air, dan bersifat asam. Sebagai obat induksi, mulai kerjanya cepat, dengan dosis 2-2,5 mg/KgBB. Penurunan kesadaran segera terjadi setelah pemberian obat ini secara intravena. Pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB), pemulihan kesadaran berlangsung cepat, pasien akan bangun setelah 4-5 menit tanpa disertai efek samping misalnya mual, muntah, sakit kepala, dan lainnya.

Propofol bersifat mendepresi respirasi yang beratnya sesuai dengan dosis yang diberikan. Selain itu, propofol juga mendepresi sistem kardiovaskuler sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang segera dengan kompensasi peningkatan denyut nadi. Propofol tidak mendepresi sintesis hormon adrenal dan tidak menimbulkan pelepasan histamin. Khasiat farmakologiknya adalah hipnotik murni, tidak memiliki efek analgetik maupun relaksasi otot (Mangku, 2010). Suntikan propofol intravena sering menyebabkan nyeri. Oleh karena itu, pada pasien ini diberikan tambahan fentanil sebagai analgetik.

Fentanil merupakan opioid sintetik yang agonis selektif yang bekerja terutama pada reseptor dengan sedikit berpengaruh pada reseptor dan . Fentanil merupakan opioid yang poten, mempunyai potensi analgesia 50-100 kali efek morfin, dan bersifat lipofilik yang memungkinkan masuk ke struktur susunan saraf pusat dengan cepat. Fentanil banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat dibandingkan morfin dan meperidin (sekitar 5 menit) dengan lama kerja 30 menit. Pemberian secara infus akan memperpanjang lama kerja analgesik opioid tersebut. Fentanil bersifat depresan terhadap saraf pusat, pernapasan, menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anestesia dan pembedahan, namun tidak mempengaruhi sistem kardiovaskular. Dosis fentanil sebagai analgesia adalah 1-2 g/KgBB.

Tahap maintenance dilakukan dengan pemberian O2, N2O, dan sevofluran. Rumatan anestesia mengacu pada trias anestesia yaitu tidur ringan (hipnosis), analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi oto lurik yang cukup. Nitrous oksida (N2O) berkhasiat sebagai analgesia dan tidak memiliki khasiat hipnotikum. Khasiat analgesianya relatif lemah oleh karena itu dikombinasikan dengan oksigen. Pada pemakaiannya yang lazim dalam anestesia, N2O tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap sistem kardiovaskuler, hanya menimbulkan sedikit dilatasi pada jantung. Sistem organ lain seperti sistem respirasi, ginjal, reproduksi, otot rangka, endokrin, dan metabolisme tidak mengalami perubahan.

Dalam penggunaannya, N2O dapat dikombinasikan dengan O2 dengan perbandingan yang bervariasi, N2O : O2 = 70 : 30 pada pasien normal, N2O : O2 = 60 : 40 pada pasien yang memerlukan tunjangan oksigen lebih banyak, dan N2O : O2 = 70 : 30 pada pasien risiko tinggi. Pada kasus ini digunakan N2O sebanyak 2L demikian O2 sebanyak 2L. Pada akhir anestesia, setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceranO2 dan terjadi hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi dapat diberikan O2 100% selama 5-10 menit dan hal ini dilakukan pada pasien.

Pada kasus ini, sevofluran 1,5% digunakan sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Selain itu, sevofluran memiliki efek analgesi ringan dan relaksasi otot ringan. Dosis pemeliharaan dengan pola napas spontan adalah 1-2 vol %, sedangkan pada napas kendali berkisar antara 0,5 - 1%. sevofluran akan mendepresi sistem saraf pusat sesuai dengan dosis yang diberikan, pada dosis anestesia tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebral serta mekanisme autoregulasi tetap stabil. Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi. Onsetnya cepat dan pemulihan kesadarannya juga cepat.

Tekanan darah dipantau setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang bermakna. Penurunan tekanan sistole pada pasien sekitar 20 mmHg dan belum mencapai 20% dari tekanan darah awal sehingga tidak perlu diberi tindakan untuk menaikkan tekanan darah. Selain itu, nadi dan SpO2 juga dipantau dengan bantuan pulse oxymetri untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan atau penurunan nadi maupun gangguan perfusi O2. Selain itu, perlu juga dipantau warna kulit dan suhu.

Selanjutnya, pasien diberikan ketorolac 30 mg iv. Ketorolac 30 mg diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur pembedahan. Ketorolac adalah anti inflamasi non steroid dengan durasi kerja sedang dengan waktu paruh 4-6 jam sehingga digunakan sebagai analgesik dalam penggunaan intravena bukan sebagai anti infalamasi. Obat ini mempunyai efektiftas analgesik yang nyata dan telah dipakai dengan hasil yang baik untuk menggantikan morfin pada nyeri ringan hingga sedang sesudah operasi. Kebanyakan diberikan secara intramuskular dan intravena, tetapi terdapat juga dalam bentuk obat oral.

Pada pasien ini digunakan cairan infus Ringer Laktat 1500 ml untuk mengganti defisit cairan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan serta mengganti perdarahan yang terjadi. Cairan Ringer Laktat merupakan cairan yang paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak dipergunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk : syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. Laktat yang terdapat di dalam RL akan di metabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis. C. Post operatif

Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Pengawasan ketat di UPPA (Unit Perawatan Pasca Anestesi) harus seperti sewaktu di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu perlu peralatan monitor yang baik. Tensimeter, pulse oxymeter, EKG, peralatan resusitasi jantung paru dan obatnya harus disediakan tersendiri.

Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran masih belum sadar betul. Tekanan darah selama 30 menit pertama pasca operasi stabil yaitu 120/70 mmHg. Kemudian digunakan penilaian pemulihan anestesi dengan menggunakan skala aldrette. Pada pasien ini, total penilaian dengan menggunakan skala aldrette adalah 9 sehingga pasien dapat di bawa ke ruang perawatan. Dianggap sudah pulih dari anestesia dan dapat pindah dari ruang pemulihan ke ruang perawatan apabila skor > 8.Komponen dari skor aldrette dapat dilihat pada tabel berikut : KomponenSkor

Gerakan

Dapat menggerakkan ke 4 ekstremitas sendiri atau dengan perintah

Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitas sendiri atau dengan perintah

Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah2

1

0

Pernapasan

Bernapas dalam dan kuat serta batuk

Bernapas berat atau dispneu

Apnue atau napas dibantu2

1

0

Tekanan Darah

Sama dengan nilai awal

Tekanan darah berubah 20-50% dari nilai awal

Tekanan darah lebih dari 50% dari nilai awal2

1

0

Kesadaran

Sadar penuh

Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan

Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan2

1

0

Warna kulit

Merah

Pucat, ikterus

Sianosis2

1

0

BAB IV

KESIMPULAN1. Pada kasus ini, pasien Tn. M dengan diagnosis tumor colon, dilakukan tindakan laparotomi. Pasien dalam kondisi sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia, sehingga masuk dalam kategori ASA 1.2. Pasien dilakukan anestesi dengan teknik general anestesi menggunakan semi closed face mask. Sebagai medikasi induksi diberikan propofol 120 mg dan fentanil 75 g, dan sebagai maintenance digunakan sevofluran 1,5%, O2, dan N2O. Medikasi tambahan diberikan Ketorolac 30 mg sebagai analgesik 3. Cairan yang diberikan selama operasi adalah Ringer Laktat sebanyak 1500 ml.4.Lama operasi pada pasien ini adalah 120 menit.5.Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran masih belum sadar betul. Kemudian digunakan penilaian pemulihan anestesi dengan menggunakan skala aldrette. Pada pasien ini, total penilaian dengan menggunakan skala aldrette adalah 9 sehingga pasien dapat di bawa ke ruang perawatan.

28