Download - Tugas Rangkuman THT

Transcript

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

I. DEFINISI

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel2,4.

II. KLASIFIKASI OMSK

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen. Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafasatas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosatelinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 5

Fase aktifPada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yangberpulsasi diatas kuadran posterosuperior.

Fase tidak aktif / fase tenangPada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani : Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia Otitis media supuratif akut yang berulang

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebihsering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : 6

1. KongenitalKriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah: Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan. 2. Didapat. Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal. Area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani. Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma. Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami perforasi dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin. Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi marginal.7 Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

Perforasi Membran TympaniDefinisi Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang menyebabkan hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani. Membran timpani adalah organ pada telinga yang berbentuk seperti diafragma, tembus pandang dan fleksibel sesuai dengan fungsinya yang menghantarkan energy berupa suara dan dihantarkan melalui saraf pendengaran berupa getaran dan impuls-impuls ke otak. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian, seperti infeksi, trauma fisik atau pengobatan sebelumnya yang diberikan.

Menurut letaknya :Bentuk perforasi membran timpani adalah :1. Perforasi sentralLokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.2. Perforasi marginalTerdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.3. Perforasi atikTerjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.4. Perforasi postero-superiorMenurut luasnya perforasi 1. Perforasi kecil 2. perforasi sedang 3. perforasi luas ( subtotal -- total)

III. EPIDEMIOLOGI Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1

III.ETIOLOGI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.Penyebab OMSK antara lain1,2,5:1. Lingkungan2. Genetik3. Otitis media sebelumnya.4. Infeksi5. Infeksi saluran nafas atas6. Autoimun7. Alergi8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK1,2 : Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

IV. PATOGENESIS Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media).1 Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup danakan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.1

Gambar 1. Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.1 Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.1Gambar 2. Perjalanan Penyakit OMSK

V. PATOLOGI OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah: Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. Pneumatisasi mastoidOMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang1.

VI. GEJALA KLINISDiagnosis1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaranmenghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.9 Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

VII. TANDA KLINISTanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut1,3 :

Pemeriksaan AudiometriPada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB.

Pemeriksaan Radiologi.1. Proyeksi SchullerMemperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen3.2. Proyeksi Mayer atau Owen, Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur3.3. Proyeksi StenverMemperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat2,34. Proyeksi Chause IIIMemberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom3.

BakteriologiBakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp1,2.

IX.PENATALAKSANAAN Terapi OMSK memerlukan waktu ama dan harus berulang. Pengobatan penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana pengobatanannya dibagi atas: Konservatif Pembedahan

OMSK Benigna TenangKeadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorektelinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobatbila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksiberulang serta gangguan pendengaran.

OMSK Benigna AktifPrinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah : Membersihkan liang telinga dan kavum timpani Pemberian antibiotika : antibiotika/antimikroba topikal antibiotika sistemik

Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan menggunakan cairan pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga merupakan media yang buruk untuk pertumbuhan kuman.

Pemberian antibiotik topikal Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada gangguan vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral sulit mencapai sasaran optimal. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik adalah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes telinga dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu ditambahkan kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes yang dijual di pasaran saat ini banyak mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1-2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.

Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah: 1. KloramfenikolLosin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak aktif mendapatkan bahwa sensistifitas kloramfenikol terhadap masing-masing kuman adalah sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%), Bacillus sp. (62,23%), Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp. (14,23%). 2. Polimiksin B atau Polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E.coli,Klebsiella, dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap kuman Gram positif seperti Proteus dan B. Fragilis dan toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.3. GentamisinGentamisisn adalah antibiotika derivat aminoflikosida dengan spektrum yang luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan negatif. Saah satu bahaya dari pemberian gentamisin tetes telinga adalah kemungkinan terjadinya kerusakan telinga dalam. Telah diketahui bahwa pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan efek ototoksik.4. Ofloksasin Ofloksasin mempunyai aktifitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada OMSK dengan perforasi membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah pemberian solutio ofloksasin 0,3%. Berdasarkan penelitian, pemakain tetes siprofloksasin lebih berhasil dan lebih murah dibandingkan tetes kloramfenikol, dan tidak dijumpai efek ototoksik. Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara tunggal tanpa antibiotik oral. Antibiotik oral Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret.Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMSK adalah:1. Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin2. P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin3. P.morganii, P.vulgaris : aminoglikosida +karbenisilin4. Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida5. E.coli: ampisilin atau sefalosporin6. S.aureus antis-stafilikokus: penisiln, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida7. Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida8. B. Fragilis: klindamisin.

Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif dosis 400 mg 3 kali sehari, selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu. Antibiotika golongan kuinolon tidak dianjurkan untuk anak berusia dibawah 16 tahun. Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti yang bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegab terjadinya komplikasi serta memperbaiki pendengaran. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang burukuntuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan kulturkuman penyebab dan uji resistensi.

Jenis pembedahan OMSK Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara lain:11. Mastoidektomi sederhana (simple MAstoidectomy). Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruangan mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1

2. Mastoidektomi Radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteotoma yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum tympani dibersihkan dari semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak di perbaiki.Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus dating dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar menjadi lebar.

3. Mastoidektomi radikal dengan Modifikasi4. Miringoplasti.5. TimpanoplastiTimpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik didalam telinga tengah dan diikuti rekontruksi system konduksi suara pada telinga tengah.Timpanoplasti diajukan pertama kali oleh Wullstein tahun 1953 yang kemudian membagi timpanoplasti menjadi V tipe pada tahun 1956. Tujuan dari timpanoplasti itu sendiri ialah mengembalikan fungsi telinga tengah , mencegah infeksi berulang dan memperbaiki pendengaran. Tujuan lainnya membersihkan semua jaringan patolgis dimana anatomi dari meatus eksternus termasuk sulkus timpani utuh. Kavum mastoid dibuka untuk menghindari system aerasi yang tertutup. Aerasi dapat diperoleh dengan membersihkan penyumbatan antara kavum tympani, antrum, dan system sel mastoid.Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering kali harus dilakukan juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.1

Tipe-tpe TimpanoplastiTipe IDisebut juga miringoplasti. Operasi ini merupakan timpanoplasti yang paling ringan, dengan melakukan rekontruksi hanya pada membrane tympani dan cangkokan bersandar pada maleus.Indikasioperasi ini dilakukan padaOMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi yang menetap.Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan pendengaran konduktifsampai normal atau hamper normal.Tipe II sampai tipe V dilakukan rekontruksi membrane timpani dan rekontruksi tulang pendengaran.

6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined Approach Tympanoplasty)Operasi ini merupakan tekni operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi untuk menyembuhkanmenyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatoma dan jaringan granulasi kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.1

X. KOMPLIKASI OMSKOtitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi1,2.Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut2. Gejala prodromal tidak jelas3. ada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis media yang sudah sembuh3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena erosiBila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala, seperti otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya suhu tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat juga timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual, muntah proyektil, serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi, merupakan tanda komplikasi intrakranial. Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti, karena menandakan adanya sekret purulen yang terbendung. Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan1,2 : Dari rongga telinga tengah ke selaput otak Menembus selaput otak. Masuk ke jaringan otak.

Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma sudah menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke 20. Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik tidak sama dengan penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya memerlukan tindakan intervensi bedah. Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi persisten dari telinga tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari membran timpani, dengan adanya cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten, membran timpani melemah, yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan kolesteatoma. Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan intrakranial meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari struktur kompartemen yang berlokasi di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya leboh sering terjadi pada anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa klesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa. Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem klasifikasi yang dibagi menjadi komplikasi intrakranial dan ekstrakranial. Komplikasi ekstrakranial dibagi lagi menjadi komplikasi extratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan penggunaan antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun, komplikasi dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan. Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant, komplikasi ini mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi kurang efektif.

Komplikasi Extrakranial 1. Abses Subperiosteal Abses subperiosteal adalah komplikasi ekstrakranial dari OMK yang paling sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan pada otitis kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal atau abses Bezold.

Diagnosis Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior, dan juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses, limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lain yang harus disingkirkan.

2. Abses Bezold Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma. Diagnosis CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.

Komplikasi Intratemporal1. Fistula Labirin Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya menjadi topik yang sangat kontroversial. Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula. Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. Dengan terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan dari cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi. Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah. Diagnosis Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak terduga. Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasi meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi suatu labirin, nervus facialis , atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus cholesteatoma dengan hati-hati.

2. Mastoiditis Coalescent Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling tepat. Diagnosis Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah proses akut, infeksi tulang mastoid, dengan kehilangan karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah komplikasi yang jarang terjadi, dan terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA. Klasik, mastoiditis coalescent digambarkan sebagai terjadi di mastoid yang terpneumatisasi pada OMA yang tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan cholesteatoma terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus mastoiditis coalescent telah dilaporkan terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK dan cholesteatoma.

3. Facial Paralysis Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk. Diagnosis Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT dipertanyakan. Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.

Komplikasi Intrakranial 1. Meningitis Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupakan komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen. Diagnosis Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda peringatan oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut sangat penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan menunjukkan peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.

2. Abses Otak Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas. Diagnosis Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri, CT scan memberikan informasi berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan intrakranial meningkat.

3. Trombosis Sinus Lateral Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal dari otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial. Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar ke arah proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular herophili) dan sinus sagital, menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan risiko emboli paru septik.Diagnosis Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam tinggi yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan menghasilkan tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan adanya trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin, karena mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau resolusi.

4. Abses Epidural Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma atau dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK. Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan lain.Diagnosis Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering dibuat pada saat operasi.

5. Otitic HydrocephalusOtitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal, yang dapat hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus Otitic" sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah otitic hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus (transversal) lateral, dengan perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan LCS melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus juga terdapat pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun trombosis sinus lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis sinus dural.

Diagnosis Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah, perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup untuk membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic.

LARINGITIS

A. DefinisiLaringitis adalah suatu radang laring yang disebabkan terutama oleh virus dan dapat pula disebabkan oleh bakteri.B. Kalsifikasi LaringitisBerdasarkan onset dan perjalanannya, laringitis dibedakan menjadi laringitis akut dan kronis.1. LARINGITIS AKUTa. DefinisiLaringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus .b. EtiologiPenyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan radang saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus Influenzae, Staphylococcus, streptococcus, atau pneumococcus. Timbulnya penyakit ini sering dihubungkan dengan perubahan cuaca atau suhu, gizi yang kurang/malnutrisi, imunisasi yang tidak lengkap dan pemakaian suara yang berlebihan. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuacaMenurut Rahul K shah etiologi dari laringitis akut adalah :1) Infeksi (biasanya infeksi virus dari saluran pernafasa atas)o Rhinoviruso Parainfluenza viruso Respiratory syncytial viruso Adenoviruso Influenza viruso Measles viruso Mumps viruso Bordetella pertusiso Varicella-zozter virus2) Gastroesophageal reflukx disease3) Environmental insults (polusi)4) Vocal trauma5) Komsumsi alkohol berlebihan6) Alergi7) Penggunaan suara yang berlebihan8) Iritasi bahan kimia atau bahan lainnya

C. PatofisiologiHampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya di dahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.

D. Gejala Klinis Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni). Sesak nafas dan stridor. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara. Gejala radang umum seperti demam, malaise. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.D. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.F. Pemeriksaan Penunjang Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.G. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.H. Diagnosis Banding Benda asing pada laring Faringitis Bronkiolitis Bronkitis PnemoniaI. PenatalaksanaanUmumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi masuk rumah sakit apabila :Usia penderita dibawah 3 tahunTampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhaustedDiagnosis penderita masih belum jelasPerawatan dirumah kurang memadaiTerapi: Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit Menghirup udara lembab Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghindari iritasi faring dan laring, misalnya merokok , makanan pedas, atau minum es. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oralataupun spray. Pemberian antibiotika apabila perdangan berasal dari paru . Antibiotika golongan penisilin anak 50 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosi, dewasa 3 x 500 mg perhari.Menurut Reveiz L, Cardona AF, Ospina EG dari hasil penelitiannya menjelaskan dari penggunaan penisilin V dan eritromisin pada 100 pasien didapatkan antibiotik yang lebih baik yaitu eritromisin karena dapat mengurangi suara serak dalamsatu minggu dan batuk yang sudah dua minggu. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalan nafas.

J. PrognosisPrognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan oedem laring dan oedem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik2. LARINGITIS KRONISRadang kronis laring yang disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkhitis kronis.Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, dan kadang-kadang ada pemeriksaan patologik terdapat metaplasia skuamosa.Gejalanya : Suara parau yang menetap Rasa tersangkut ditenggorokan pasien sering mendeham tanpa mengeluarkan secret, karena mukosa yang menebal.Pada pemeriksaan tampak: Mukosa menebal Permukaan tidak rata dan hiperemis Dan bila curiga tumor dilakukan biopsyTerapi Mengobati radang dari hidung, faring serta bronkus Pasien diminta untuk tidak bnyk berbicaraKalsifikasiLaringitis kronik dapat dibedakan menjadi laringitis kronik non spesifik dan laringitis kronik spesifik ( laringitis tuberkulosa dan laringitis luetika)1) Laringitis Kronik Spesifika) Laringitis Tuberkulosa DefinisiPenyakit ini hampir selalu sebagai akibat tuberkulosis paru. Sering kali setelah diberi pengobatan, tuberkulosis parunya sembuh tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada cartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. PatogenesisInfeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa.Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa interaritenoid, kemudian kearitenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglottis, serta terakhir ialah dengan subglotik.

Gambaran KlinisSecara klinis, Laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium1. Stadium Infiltrasi :Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis ialah mukosa laring bagian posterior. Kadang-kadang pita suara terkena juga. Pada stadium ini mukosa laring bewarna pucat. Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang maka akan pecah dan timbul ulkus.2. Stadium ulserasi ulkus : yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkijuan, serta sangat dirasakan nyeri oleh pasien.3.stadium perikondritis:Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan paling sering terkena adalah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan sehingga terbentuk nanah yang berbau. Proses ini akan berlanjut dan terbentuk sekuester. Pada keadaan ini keadaan umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses ini berlanjut dan masuk dalam stadium terakhir yaitu stadium fibrotuberkulosis.4. Stadium fibrotuberkulosisPada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik Gejala klinis tergantung pada stadiumnya, disamping itu terdapat gejala sebagai berikut:-Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring-Suara parau yang berlangsung berminggu-minggu dan pada stadium lanjut dapat timbul afoni-Hemoptisis-Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengan nyeri karena radang lainnya, merupakan tanda yang khas-Tanda sistemik TB paru-Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologik) terdapat proses aktif (biasanya pada stadium eksudatif atau pada pembentukan kaverne)

Hasil pemeriksaan laringoskopi pada tuberkulosis laring (A) Tipe ulseratif, pada rongga laring (B) Tipe granulomatosa, pada bagian posterior glotis (C) Tipe polipoid, pada pita suara palsu kanan (D) Tipe nonspesifik, pada pita suara kanan. DiagnosisDapat ditegakkan berdasarkan:1. Anamnesis2. Pemeriksaan klinis3. Laboratorium : LED, BTA4. Laringoskopi langsung atau tak langsung- Aritenoid, plica vocalis, epiglottis merah, bengkak- Nodul kekuningan pada interaritenoid & epiglotis-Kombinasi ulserasi, edema,granulasi, pembentukan tuberkuloma5. Foto rontgen toraks6. Pemeriksaan patologi anatomi: biopsi Diagnosis Banding1. Laringitis Leutika2. Karsinoma Laring3. Aktinomikosis Laring4. Lupus Vulgaris Laring Penatalaksanaan1. Obat anti tuberculosis2. Istirahatkan suara

PrognosisTergantung pada keadaan social ekonomi pasien , kebiasaan hidup sehat serta ketekunan berobat. Bila didiagnosis dapat ditegakkanb) Laringitis Leutika EtiologiTreponema pallidum, bakteri yang berasal dari family spirochaetaceae Gambaran KlinikDalam hubungan penyakit dilaring yang perlu dibicarakan ialah luas stadium tertier ( ketiga) yaitu pada stadium pembentukan guma. Bentuk ini kadang kadang menyerupai keganasan laring.Apabila guma pecah maka timbul ulkus. Ulkus ni mempunyai sifat yang khas yaitu sangat dalam bertepi dengan dasar yg keras. Ulkus ini Tidak menyebabkan nyeri dan menjalar dengan cepat.1. Stadium PrimerKelainan pada stadium primer terdapat pada lidah , palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring seperti juga penyakit luas diorgan lain. Gambaran kliniknya tergantung pada penyakit primer, sekunder, atau tersier.2. Stadium SekunderJarang ditemukan . terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar kearah laring.3. Stadium TersierPada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior pharing dapat meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian., bila sembuh terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen. Gejala KlinikSuara Parau dan batuk kronik. Disfagia timbul bila ada gumma dekat introitus osepagus. Diagnosis ditegakkan selain pemeriksaan laringoskopik juga dengan pemeriksaan serologik. Pemeriksaan Diagnosis sifilis-Pemeriksaan Treponema pallidum-Tes Serologik Sifilis (STS) KomplikasiStenosi laring karena terbentuk jaringan parut Terapi1. Pinisilin dosis tinggiBenzatin penisilin G dengan dosis tergantung stadium Std I dan II : 4,8 juta unit Std laten : 7,2 juta unitCara : injeksi intramuskular 2,4 juta unit/ kali dengan interval 1 minggu2. Pengangkatan skuester3. Bila Terdapat sumbatan laring karena stenosis dilakukan Trakeostomi

CHOLESTEATOMA

I. DefinisiKolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan. Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain: keratoma (Schucknecht), squamos epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista epidermoid (Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).1Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii. Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya. Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya. Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1II. EpidemiologiInsiden kolesteatoma dilaporkan 3: 100.000 pada anak dan 9,2: 100.000 pada dewasa. Laki-laki lebih dominan dari perempuan dengan perbandingan 1,4: 1. Insidens tertinggi kolesteatoma pada telinga tengah dijumpai pada usia kurang dari 50 tahun, dan insidens kolesteatom pada telinga luar umumnya dijumpai pada usia 40-70 tahun. Prefalensi tertinggi dijumpai pada ras kulit putih dan jarang ditemukan pada ras Asia, Indian Amerika, dan populasi Eskimo di Alaska.4

III. Patogenesis Dan Klasifikasi KolesteatomBanyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain adalah: teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan: kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Epitel kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.2Tabel 1. Klasifikasi kolesteatom berdasarkan patogenesis4Lokasi terbanyakRiwayat penyakitKeadaan membrane timpati (jika pada telinga tengah)

Congenital (2%)Dapat dimana saja pada tulang temporal(-)intak

AcquiredTelinga tengahPenyakit pada telinga yang berulangDapat intak sampai perforasi

- Primer (80%)

-Sekunder (18%)

Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya :1.Kolesteatoma kongenitalKolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa terperangkap di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada telinga dengan membran tympani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di mesotimpanum anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.2

Gambar 1. Kolesteatoma kongenital. Tampak massa putih di belakang membran tympani1Penderita sering tidak memiliki riwayat otitis media supuratif kronis yang berulang, riwayat pembedahan otologi sebelumnya, atau perforasi membran timpani. Kolesteatoma kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini (6 bulan 5 tahun). Saat berkembang, kolesteatom dapat menghalangi tuba estachius dan menyebabkan cairan telinga tengah kronis dan gangguan pendengaran konduktif. Kolesteatom juga dapat meluas ke posterior hingga meliputi tulang-tulang pendengaran dan, dengan mekanisme ini, menyebabkan tuli konduktif.1 2. Kolesteatoma akuisital, jenis ini terbagi dua :a. Kolesteatoma akuisital primerKolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana tymphani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran tymphani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi).2

Gambar 2. Kolesteatoma pada daerah atik. Merupakan kolesteatoma akuisital primer pada stadium paling awal2Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari retraksi membran timpani. Kolesteatoma akuisital primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian medial membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat proses ini berlanjut, dinding lateral dari epitympanum (disebut juga skutum) secara perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral epitympanum yang perlahan meluas. Membran timpani terus yang mengalami retraksi di bagian medial sampai melewati pangkal dari tulang-tulang pendengaran hingga ke epitympanum posterior. Destruksi tulang-tulang pendengaran umum terjadi.1Jika kolesteatoma meluas ke posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu sendiri, erosi tegmen mastoid dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis lateralis dapat terjadi dan mengakibatkan ketulian dan vertigo. Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran posterior dari membran timpani mengalami retraksi ke bagian posterior telinga tengah. Apabila retraksi meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa akan menyelubungi bangunan-atas stapes dan membran tympani terteraik hingga ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer yang berasal dari membran timpani posterior cenderung mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes.1 b. Kolesteatoma akuisital sekunderMerupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membran tympani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran tympani ke telinga tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum tymphani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama ( Teori Implantasi).2Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari beberapa jenis cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa perforasi yang timbul sebagai akibat dari otitis media akut atau trauma, atau mungkin karena manipulasi bedah pada gendang telinga. Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat mengimplan epitel skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma. Perforasi marginal di bagian posterior adalah yang paling mungkin menyebabkan pembentukan kolesteatoma. Retraksi yang mendalam dapat menghasilkan pembentukan kolesteatoma jika retraksi menjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel deskuamasi.1Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor- (TNF-),tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.2 Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses otak.2IV. Mekanisme Destruksi Tulang Oleh KolesteatomDestruksi tulang pada telinga tengah dan kapsula otic dapat ditemukan intraoperatif pada pasien kolesteatoma. Kolesteatom dapat mendekstruksi tulang dengan beberapa cara yaitu stress mekanik (penekanan) dan sekresi enzim oleh jaringan granulasi.5,6Destruksi tulang oleh kolesteatoma biasanya pada ossicular chain, terlebih pada incus, telah ditemukan pada 80% pasien dengan fistula labirin, terutama dilateral kanalis semicular, telah ditemukan pada 10% pasien dengan kolesteatoma.5Destruksi tulang oleh kolesteatoma biasa terjadi pada scutum dan ossicular chains. Beberapa penelitian mengusulkan bahwa destruksi tulang diakibatkan faktor mekanik. Sebagai contoh, produksi yang berlebihan dan akumulasi dari keratin debris pada telinga tengah dan kavitas mastoid meningkatkan tekanan pada telinga tengah dan mastoid, yang mana mengakibatkan berkurangnya suplai darah pada telinga tengah dan kavitas mastoid dan menyebabkan dekstruksi tulang. Beberapa factor humoral dapat menstimulasi dan memegang peranan penting pada pathogenesis dekstruksi tulang oleh kolesteatoma, seperti endotoksin yang diproduksi bakteri, EGF (epithelial growth factor) dan reseptornya serta TNF (tumor necrosis factor yang disekresikan oleh sel epitel pada kolesteatoma. Inflamasi pada subepitel sering dijumpai pada pasien kolesteatoma. Sel yang mengalami inflamasi dapat memproduksi protein, asam fosfat, osteoclast activating factors dan kolagenase, yang mana dapat meresobsi tulang.5,6Meskipun hiperproliferasi adalah kunci karakteristik pada kolesteatoma, proliferasi dari epitel kolesteatoma tidak sebesar pada sel kanker dan lebih seperti program kematian sel dan perubahan akhir sel epitel. Apoptosis yang merupakan regulasi dengan menginduksi dan faktor inhibitor. FasL, Fas dan TNF menginduksi aktifasi apoptosis tetapi juga menghambat proses apoptosis. FasL selain menginduksi apoptosis juga menginaktifasi osteoblas, sehingga terjadilah resobsi tulang.5,6Untuk dapat lebih jelas mengenai mekanisme destruksi tulang oleh kolesteatoma dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Gambar 3. Mekanisme dekstuksi tulang oleh kolesteatoma7Mekanisme awal dekstruksi tulang oleh kolesteatoma diawali penekanan akibat akumulasi keratin dan produksi buangan lainnya menyebabkan stress mekanik. Stress mekanik menginduksi produksi MIF (Macrofage Migration Inhibitory Factor). MIF menginduksi MMPs (Matriks Metalloproteinase). MMPs bekerja pada angiogenesis dan proliferasi sel. Degradasi matriks ekstraseluler adalah dasar untuk pembentukan kolesteatoma dan ini akibat induksi yang diaktifasi oleh MMPs. MMps berperan dalam dekstruksi tulang dan degradasi ECM. Pada waktu yang sama MIF juga meningkatkan produksi factor pro-inflamasi termasuk sitokin dan kemokin oleh sel makrofag. Khususnya IL-1, 6 dan TNF memegang peranan pada dekstruksi tulang. Selain itu osteoklas dan osteoblas diaktifasi oleh sitokin dan kemokin lewat MIF. Jadi kemungkinan MIF memegang adalah factor peranan kunci pada mekanisme dekstruksi tulang oleh kolesteatom.7 V. Manesfestasi KlinisGejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus-menerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif.1,3,8Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat.1,3Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius.1Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran tympani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada membran tympani.1,3Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau kuadaran posterior.1,3Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu komlikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu: trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau meningitis.1,2,3 VI. Pemeriksaan pencitraanCT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.4,10 Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus tulang-tulang pendengaran.4

Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan adalah sebagai berikut4: a. Erosi skutum b. Fistula labirin c. Cacat di tegmen d. keterlibatan tulang-tulang pendengarane. Erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitasf. Anomali atau invasi dari saluran tuba

Gambar 3. Kolesteatoma (arrow) pada EAC. Lokasi tipikal pada dinding bawah EAC dan tampak lesi pada fragmen tulang kecil.4

MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkirakan dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut:4,8 a. Keterlibatan atau invasi duralb. Abses epidural atau subdural c. Herniasi otak ke rongga mastoid d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis e. Trombosis sinus sigmoid2.7 PenatalaksanaanA. Non surgicalTerapi goal standard pada kolesteatoma ialah dengan menghilangkan aktfitas inflamasi dan infeksi pada telinga.. Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi umum harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai terapi tambahan.9,10Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas, sekret kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali disebabkan oleh golongan anaerob.3Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat. Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.3Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat 1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan dengan lidi kapas.3B. Terapi PembedahanTindakan definitive harus mencapai tujuan akhir pengobatan. Tujuan primer untuk mecapai telinga kering dan amam. Pada dasarnya menghindari proses penyebab erosi tulang, yaitu inflamasi kronik, dan infeksi. Tujuan akhir, mengeluarkan semua jaringan kolesteatoma. Jika gagal akan menyebabkan rekurens. Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari kolesteatoma dan keinginan untuk menghindari operasi masa depan, teknik canal wall down adalah yang paling sesuai. Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall down.Pasien tersebut dapat diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan mereka memahami bahwa penyakit lebih mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan beberapa serial prosedur pembedahan.3Tabel 2. Prosedur pembedahan pada kolesteatoma3ProsedurHasil akhirKeuntungan setelah pembedahanKerugian setelah pembedahan

Timpanoplasty (canal wall up with mastoidektomy)Liang telinga dengan membrane timpaniResiko rendah untuk otoreaBeresiko kekambuhan kolesteatom pars flasid

AtticotomyLiang telinga dengan membrane timpani dan defek pada epitimpaniResiko menengah untuk otoreaBeresiko kekambuhan kolesteatom pars flasid

Modifikasi mastoidektomy radikal (canal wall down)Liang telinga dengan membrane timpaniResiko kecil untuk resiko kekambuhan kolesteatom pars flasid Resiko yang signifikan untuk kejadian otorea

mastoidektomy radikal (canal wall down)Liang telinga tanpa membrane timpaniResiko kecil untuk resiko kekambuhan kolesteatom pars flasid dan pars tensaResiko yang signifikan untuk kejadian otorea dan gangguan pendengaran

VII. PrognosisMengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi.Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus, yang cukup menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang 20-40%.Meskipun demikian, karena rantai osikular dan/atau membran tympani tidak selalu dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif permanen.

FRAKTUR NASAL

DefinisiFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada bagian tulang di organ hidung.5InsidenDi Amerika Serikat fraktur hidung merupakan fraktur ketiga paling sering sering ditemui selain dari fraktur klavikula dan pergelangan tangan.2 Sekitar 39-45% dari seluruh fraktur wajah. Pria dua kali lebih banyak disbanding wanita. Insiden meningkat pada umur 15-30 tahun dan dihubungkan dengan perkelahian dan cedera akibat olahraga. Selain itu juga, paling sering disebabkan oleh jatuh dari motor dan kecelakaan lalu lintas.3,5EtiologiPenyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.3Penyebab utama dari trauma dapat berupa : Cedera saat olahraga Akibat perkelahian Kecelaaan lalu lintas Terjatuh Masalah kelahiran Kadang dapat iatrogenik 5,6

Anatomi HidungHidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam kehidupan kita. Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai saringan (filter) terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga menjadi air conditioning sistem dengan cara menghangatkan atau melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita.1Hidung merupakan bagian wajah yang paling sering mengalami trauma karena merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu :1. Hidung bagian luar (Nasus eksterna)2. Rongga hidung (Nasus interna atau kavum nasi)72.4.1Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna) Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :81) Pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (tip), 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior)

Gambar 1 : Gambar 2 : Anatomi hidung bagian luar 9 Anatomi hidung 10

Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. 7Kerangka tulang terdiri dari :1) tulang hidung ( os nasalis), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :11) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai kartilago alar mayor,dan3) tepi anterior kartilago septum.Rongga Hidung (Nasus Interna/ Kavum Nasi)Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri di garis median oleh septum nasi yang sekaligus menjadi dinding medial rongga hidung. Kerangka septum dibentuk oleh :a. Lamina perpendikularis tulang etmoid (superior)b. Kartilago kuadrangularis (anterior)c. Tulang vomer (posterior)d. Krista maksila dan Krista palatina (bawah) yang menghubungkan septum dengan dasar rongga hidun