BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kerusakan lingkungan merupakan masalah bersama yang harus
dipecahkan secara bersama-sama pula. Merebaknya kasus-kasus kerusakan
lingkungan mulai dari yang kecil sampai ke tahap yang bersifat serius
di Indonesia merupakan dampak dari terakumulasinya kerusakan dalam jangka
waktu yang relatif lama. Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya kerusakan
lingkungan tersebut, mulai dari perilaku individu yang tidak care terhadap alam
sampai pada masalah yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi yang
mengekploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Masalah-masalah terkait antara bisnis dan kerusakan lingkungan merupakan
masalah kekinian yang patut diselesaikan sesegera mungkin, khususnya
di Indonesia. Berbagai persoalan menyangkut kerusakan lingkungan yang
dilakukan oleh kalangan pebisnis kerap kali memiliki sangkut paut dengan cara
dan etika dalam menjalankan bisnisnya. Binis yang baik (good business) adalah
bisnis yang membawa banyak keuntungan jika di tinjau dari sektor ekonomi,
bisnis yang baik adalah bisnis yang menaati hukum serta peraturan yang berlaku,
juga merupakan bisnis yang baik jika baik secara moral dan etika dalam aktivitas
bisnisnya.
Maksimalisasi keuntungan merupakan salah satu prinsip dalam kapitalisme,
dalam pijakan teori ini segala cara dapat dilakukan untuk memperoleh keuntungan
yang sebenarnya (sesuai dengan prinsip ekonomi, dengan pengorbanan yang
sekecil-kecilnya berusaha memperoleh hasil yang sebesar-besarnya). Efek dari
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya adalah terjadinya eksploitasi tenaga
kerja, ekploitasi lingkungan, serta konsumen.
Berdasarkan studi etika dalam bisnis yang berangsur-angsur mulai diakui
penting akan keberadaannya, tinjauan mengenai kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh bisnis yang unethical, sarat akan muatan etika dan moral, untuk
itu penulis dalam makalah ini mencoba menguraikan permasalahan tersebut
dengan mengambil contoh kasus kerusakan lingkungan Teluk Buyat oleh
perusahaan tambang PT Newmont Minahasa Raya.
B. Alasan Pemilihan Judul
Beberapa alasan yang penulis kemukakan berkaitan dengan pembuatan
makalah dalam pemenuhan tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi, yakni
“Dampak Kerusakan Lingkungan Pertambangan Newmont merupakan
cermin bisnis yang tidak beretika”, antara lain sebagai berikut:
ü Tema lingkungan hidup merupakan tema yang universal, apalagi kita
baru saja memperingati hari bumi sedunia yang jatuh tanggal 22 April
lalu.
ü Masalah pencemaran lingkungan terkait dengan bisnis yangunethical,
merupakan permasalahan yang sedang hangat di negara ini, sehingga
penulis turut berpartisipasi menuangkan aspirasi melalui makalah ini.
ü Pencemaran lingkungan di Teluk Buyat oleh PT. Newmont Minahasa
Raya merupakan peristiwa besar terkait kasus lingkungan hidup
di indonesia yang telah merenggut beberapa korban manusia, serta
rusaknya ekosistem.
ü Dari sisi etika bisnis (terutama etika terhadap lingkungan), Newmont
telah melanggar nilai-nilai etis dalam berbisnis yang sesuai dengan
etika
C. Studi Kasus dan Permasalahan
Studi Kasus
Perusahaan tambang emas Newmont Minahasa Raya (NMR) adalah
perusahaan PMA (Penanam Modal Asing) yakni anak perusahaan Newmont Gold
Company, USA. Naskah kontrak karya PT NMR mendapat persetujuan Presiden
RI tanggal 6 November 1986 yang ditandatangani oleh Soeharto, bersama 33
naskah kontrak karya lainnya yang disetujui waktu itu. Wilayah konsensi dalam
Konrak karya meliputi 527.448 hektar di Desa Ratotok, Kecamatan Belang,
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sejak tahun 1986 Newmont melakukan
eksplorasi dan mulai tahun 1996 mulai berproduksi.
Bermula dari beroperasinya PT. Newmont Minahasa Raya tersebut mulai
bermunculan masalah-masalah terutama yang berkaitan terhadap pencemaran dan
kerusakan terhadap lingkungan, yakni produksi ikan merosot sebesar 70 persen
dan penghasilan nelayan turun sebesar 50 persen (terjadi pada bulan Juli 1996,
hanya empat bulan setelah NMR mulai mengoperasikan pertambangan mereka),
jenis ikan yang berkurang (Setelah 1997, hanya tinggal 13 jenis ikan saja yang
sekarang bisa ditemukan, padahal sebelumnya terdapat 59 jenis ikan yang
ditemukan disekitar perairan teluk Buyat), sering ditemukan ikan mati secara
massal akibat keracunan, perubahan kontur perairan serta terjadi pendangkalan
akibat limbah yang terus menerus dibuang kelaut, kualitas air bersih masyarakat
menurun, dan yang paling parah adalah timbulnya penyakit-penyakit aneh yang
sebelum Newmont beroperasi tidak ditemukan.
Puncaknya ketika bermula pada tanggal 20 juli 2004, LSM Kelola
Sulawesi Utara menyatakan lebih dari 100 warga Buyat, Ratatotok diduga
menderita penyakit minamata akibat terkontaminasi logam berat Arsen (As) dan
Merkuri (Hg). Gejala minamata tersebut ditemukan berdasarkan hasil penelitian
sejumlah dokter Universitas Sam Ratulangi pada bulan Juli, disamping pernyataan
para nelayan yang harus melaut sejauh 5-6 mil untuk menghindari pencemaran.
Ikan yang diperoleh pun mengalami benjolan dan sejumlah warga setempat
menderita penyakit kulit, kejang dan benjolan. Hal inilah juga dialami oleh salah
seorang bayi yang bernama Andini Lenzun dan akhirnya meninggal dunia. Pada
hari yang sama, empat warga Buyat yang didampingi oleh LBH Kesehatan,
Yayasan Sahabat Perempuan, Yayasan Suara Nurani melaporkan Menkes dan PT.
NMR ke Mabes Polri. Karena Menkes membiarkan terjadinya pencemaran
sehingga warga Buyat mengalami sakit, cacat, dan meninggal. Sementara PT.
NMR dituntut karena telah melakukan pencemaran.
Pada tanggal 21 Juli 2004 Manager Lingkungan dan Presiden Direktur PT.
NMR serta Pelaksana Tugas Mineral dan Batu Bara ESDM menggelar konferensi
pers. PT. NMR membantah pihaknya telah mencemari Laut Buyat dengan alasan
selama ini pihaknya telah mematuhi standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Pihak PT. NMR menuding bahwa pencemarnya adalah penambangan
liar (PETI) dan akan melayangkan somasi pada pihak yang menyatakan pihaknya
telah melakukan pencemaran. Direktur Eksekutif Nasional WALHI menilai
pemerintah lambat dalam menyikapi kejadian tersebut. Seharusnya sebagai satu-
satunya pertambangan yang beroperasi disana PT. NMR harus ditindak tegas dan
karena itu dalam waktu dekat pihaknya akan menggugat PT. NMR.
Pada 22 juli 2004 Pemerintah memberangkatkan tim terpadu untuk
menyelidiki kasus pencemaran Teluk Buyat di Kabupaten Minahasa dan
Kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara. Tim itu terdiri atas Mabes
Polri, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral, serta Departemen Kesehatan. Mereka akan mencari fakta kasus dugaan
pencemaran lingkungan akibat limbah PT Newmont Minahasa Raya.
Penelitian lain dari dari Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar
Kepolisian Negara RI (Puslabfor Mabes Polri) yang menyebutkan telah terjadi
pencemaran logam berat di Teluk Bayat, Minahasa, Sulawesi Utara. Tidak jauh
berbeda dengan temuan Polri, Tim yang dibentuk oleh Kementrian Lingkungan
Hidup (terdiri dari peneliti Eksekutif Indonesian Centre for Environmental Law
(ICEL), peneliti dari BPPT, LIPI, Universitas Sam Ratulangi, dan KLH) juga
mendapatkan hasil temuan yang sama bahwa telah terjadi pencemaran logam
berat di teluk buyat.
Akhirnya Sesuai dengan rencana dan persetujuan Departemen Energi &
Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR) akan
menghentikan pengolahan bijih emas pada 31 Agustus 2004. Selain itu, sejak
tanggal 5 Agustus 2005 sampai dengan 27 Januari 2006 telah dilaksanakan sidang
sebanyak 12 (dua belas) kali di Manado. Pemeriksaan dalam sidang sementara
ditujukan kepada :(i)Terdakwa yaitu PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) dan
Direktur PT. NMR ( Sdr. Richard Ness; (ii)Saksi-saksi: (a)Masyarakat warga
Teluk Buyat; (b)Saksi dari pihak PT. NMR yaitu penyusun dokumen AMDAL
PT.NMR; (c)Anggota Tim Teknis Penanganan Kasus Buyat (KLH dan instansi
terkait); (d)Pejabat KLH yang berhubungan dengan kasus tersebut. Namun pada
16 Pebruari 2006 telah terjadi kesepakatan antara pemerintah dan Newmont
Minahasa raya melalui Perjanjian Itikad Baik (Good Will Agreement) dengan
salah satu klausul dalam perjanjian tersebut yakni PT. NMR memberi dana
sebesar 30 juta dolar AS (±Rp.300 miliar) untuk program pengembangan
masyarakat dan pemantauan lingkungan di Sulawesi Utara.
Permasalahan
Beberapa masalah terkait makalah dengan judul “Dampak Kerusakan
Lingkungan Pertambangan Newmont merupakan cermin bisnis yang tidak
beretika” dapat di kemukakan sebagai berikut :
1. Pembagian hasil yang tidak adil antara pemerintah dan Newmont
2. Sistem kerja yang tidak ramah lingkungan
3. Limbah yang merusak lingkungan
4. Sikap Newmont terhadap masyarakat sekitar
5. Rehabilitasi pasca produksi yang buruk
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Beberapa definisi terkait dengan makalah “Dampak Kerusakan Lingkungan
Pertambangan Newmont merupakan cermin bisnis yang tidak beretika” sebagai
berikut :
ü Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain;
ü Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah
upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk
sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan;
ü Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turunsampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukannya.
ü Kerusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan berkelanjutan;
ü Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan
ü Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau
konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
ü Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa usaha dan/atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;
ü Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
ü Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan
utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup
ü Kontrak Karya (KK) adalah perjanjian karya antara Pemerintah Indonesia
dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melaksanakan usaha
pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas bumi, radio
aktif dan batubara sebagaimana diatur dalam UU No. 11 tahun 1967
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan peraturan pelaksanaannya
termasuk perubahan-perubahannya
B. Landasan Teori
Beberapa hal yang mendasari dalam penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut :
Teori Etika
Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika umum pada suatu
wilayah perilaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Binis
yang baik (good business) adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan jika
di tinjau dari sektor ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang menaati hukum
serta peraturan yang berlaku, juga merupakan bisnis yang baik jika baik secara
moral dan etika dalam aktivitas bisnisnya.
1. Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari kata latin utilis yang berarti bermanfaat, menurut teori
ini suatu perbuatan disebut baik jika membawa manfaat bagi sebagian besar
orang/masyarakat secara keseluruhan, atau dirumuskan dalam the greatest
happiness of the great number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang
besar. Utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan
dalam menilai baik buruknya, kualitas moral suatu perbuatan tergantung pada
konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan
mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran,
kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik.
2. Deontologi
Istilah Deontology berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban,
menurut teori ini yang menjadi dasar bagi baik atau buruknya suatu perbuatan
adalah kewajiban. Perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik,
melainkan hanya karena wajib dilakukan.
3. Teori Hak
Teori ini mendasarkan pada martabat manusia yang sama. Secara individual
siapapun tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan lain.
Keadilan Kompensatoris (Compensatory Justice)
Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan
kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang dirugikan. Keadilan
kompensatoris mengacu kepada keadilan yang mesti diterima oleh individu atau
sekelompok individu karena individu atau sekelompok individu tersebut mendapat
kerugian akibat tindakan yang dilakukan oleh pihak lain. Dalam menerapkan
prinsip keadilan kompensatoris perlu diperhatikan beberapa hal, yakni tindakan
yang mengakibatkan kerugian harus salah atau disebabkan oleh kelalaian,
perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian, dan
kerugian harus disebabkan oleh orang yang bebas.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Selain beberapa teori yang telah diutarakan di atas, masih ada satu teori
lagi berkaitan dengan kerusakan dampak lingkungan oleh bisnis, yakni teori
tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab perusahaan adalah tanggung
jawabnya terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Tanggung
jawab sosial dimaksudkan untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan
demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung rugi.
C. Pembahasan Kasus kerusakan Lingkungan oleh Newmont
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan dimuka dapat kita
lakukan pembahasan terhadap permasalahan-permasalahan tersebut sebagai
berikut :
1. Pembagian hasil yang tidak adil antara pemerintah dan Newmont
Tidak jauh berbeda dengan pertambangan umum lainnya,
penambangan emas oleh PT. NMR menyisakan penyesalan bagi seluruh
masyarakat indonesia yang peduli atas sumber daya alam nasional. Data
Jaringan Advokasi Tambang tahun 2004 menunjukan bahwa Produksi
NMR sejak Thn 1999 sebesar adalah 11 Miliar/hari dengan pembagian 70
% di drop oleh NMR dan 30 % di bagi ke pemerintah Pusat dan Daerah.
Media Indonesia (16/12-99), menyebutkan dari keuntungan finansial PT
NMR antara tahun 1994 – 1999 sebesar Rp. 2.823 trilyun disetorkan
kepada pemerintah atau sebesar 470 milyar per tahunnya. Pos-pos
pembagian dananya adalah Pemda Minahasa sebesar 64 %, Pemda Sulut
16 % dan 20 % untuk pemerintah pusat namun belakangan ini alokasi dana
tersebut sempat tidak jelas.
Kalu dihitung-hitung, dengan penghasilan sekitar 11 miliar/hari,
maka dalam setahun PT. NMR memperoleh penghasilan sebesar 3.960
miliar setahun. Dengan disetorkan sebesar 470 miliar, berarti ada bagian
sebesar 3.490 yang menjadi milik NMR. Melihat pembagian yang seperti
itu tampaknya sangat tidak adil bagi negara kita selaku pemilik SDA
tersebut hanya mendapat bagian sekecil itu. Dengan penghasilan rata-rata
11 miliar/hari, terlihat penghasilan Newmont cukup besar, apalagi jika
terdapat hal yang ditutup-tutupi (kemungkinan terjadi, karena dalam
kegiatan usaha seperti ini rentan terjadi manipulasi dan korupsi).
Selayaknyalah pemerintah selaku otoritas yang berhak untuk
menghitamputihkan segala permasalahan berkaitan dengan pembagian
hasil yang tidak adil antara pemerintah dan kalangan bisnis, mengambil
pelajaran dari kasus ini, serta kasus-kasus lainnya yang merugikan negara,
sehingga kelak dikemudian hari tidak terjadi kesalahan lagi.
2. Sistem kerja yang tidak ramah lingkungan
Dimanapun, dibelahan bumi bagian manapun, proses produksi
barang tambang selalu menyisakan permasalahan terhadap lingkungan,
karena memang proses tersebut berlangsung di alam yang sama dengan
kehidupan mahluk-mahluk yang lain. Yang jadi permasalahan adalah
bagaimana meminimalisir kemungkinan-kemungkinan terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan tersebut. Suatu sistem yang baik
tentunya telah mengakomodasi sampai ke hal-hal yang terkecil sekalipun,
apalagi pencemaran terhadap lingkungan, yang boleh disebut sebagai
permasalahan yang besar. Seperti telah kita lihat bersama bahwa PT.
NMR telah beroperasi tanpa meminimalisir dampak terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan, tentunya hal ini sangat merugikan bagi
masyarakat sekitar. Menurunnya kualitas air bersih di beberapa desa
sekitar PT. NMR, kualitas udara, serta pencemaran air yang cukup hebat
telah berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan di daerah
tersebut.
Berlarut-larutnya masalah seperti ini tentu tidak etis,
bagaimanapun etika terhadap alam harus diperhitungkan. Boleh jadi
kondisi seperti ini diakibatkan oleh keinginan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga tidak memperdulikan faktor
lingkungan.
3. Limbah yang merusak lingkungan
Penggunaan sistem STD (Submarine Tailing Disposal), yakni
pembuangan limbah tailing ke laut ternyata sangat berdampak negatif
terhadap lingkungan. Pembuangan limbah terutama tailing ke teluk buyat,
telah mencemarkan perairan teluk buyat, tak ayal lagi mahluk-mahluk laut
yang hidup di perairan tersebut terkontaminasi limbah sehingga mati. Ini
terlihat dari seringnya terjadi keracunan ikan secara massal dan terjadinya
penurunan jenis ikan yang hidup di sekitar perairan. Bukan hanya itu
terjadinya, perubahan kontur perairan akibat tailing yang terus
terakumulasi mengakibatkan terjadi pendangkalan di perairan Buyat.
Dapat dikatakan pembuangan tailing ke teluk Buyat telah
menimbulkan efek domino negatif, logisnya seperti ini PT. NMR
membuang tailing ke dasar perairan teluk Buyat, laut menjadi tercemar,
ikan serta mahluk hidup lainnya turut tercemar dan mati. Kemudian
terjadinya pendangkalan perairan serta pencemaran yang kebanyakan
berada disekitar pemukiman penduduk menyebabkan nelayan mesti lebih
jauh dalam menangkap ikan, pada akhirnya pendapatan mereka menurun
sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup amat terbatas pula. Selain itu
efek lain dari pembuangan tailing adalah efeknya terhadap manusia,
tentunya logam-logam limbah tailing tersebut turut terakumulasi
dalam tubuh ikan atau mahluk lain yang dikonsumsi oleh masyarakat
sekitar, juga air laut sekitar serta air yang dikonsumsi oleh masyarakat
turut terkontaminasi sehingga menyebabkan turut terkontaminasinya
manusia dan menimbulkan beragam penyakit aneh yang pada akhirnya
menimbulkan kematian.
Sistem pembuangan tailing ke laut sebenarnya telah di larang keras
dibeberapa negara seperti di Amerika dan Kanada, namun entah dengan
dalih apa mereka mengadopsi sistem tersebut dan diterapkan di Indonesia,
hal ini juga tidak terlepas dari lemahnya sistem hukum di indonesia.
4. Sikap Newmont terhadap masyarakat sekitar
Semenjak beroperasinya PT. NMR ternyata kondisi masyarakat
disekitarnya tak kunjung membaik bahkan kualitas kehidupan masyarakat
cenderung menurun. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian NMR
terhadap masyarakat, padahal kondisi ini bila kita cermati disebabkan oleh
beroperasinya NMR. Sikap NMR sejak kedatangannya yang cenderung
menutup-nutupi informasi kepada masyarakat perihal dampak lingkungan
yang disebabkan pembuangan tailing ke dasar teluk buyat patut menjadi
catatan hitam, bahwa NMR tidak beritikad baik. Sikap tidak mengakui
bahwa NMR telah melakukan pencemaran terhadap perairan Teluk Buyat,
padahal telah banyak dilakukan penelitian yang menunjukan NMR telah
mencemari lingkungan merupakan sikap arogan yang sama sekali
berimplikasi negatif terhadap masyarakat. Bahkan sikap NMR menuduh
pihak lain (para pendulang emas tradisional) telah mencerminkan bahwa
NMR tidak memiliki etika dalam berbisnis.
Disamping itu, ditengah maraknya tuntutan masyarakat terhadap
NMR, pihak NMR masih melakukan tindakan pencucian nama baik, yakni
dengan mengkampanyekan perairan buyat tidak tercemar dengan
melakukan kegiatan bakar ikan terpanjang di indonesia.
5. Rehabilitasi pasca produksi yang buruk
Terakhir dalam pembahasan mengenai pencemaran lingkungan di
teluk buyat, proses rehabillitasi merupakan salah satu aktivitas yang perlu
untuk dilakukan, betapapun alam yang telah dieksploitir perlu untuk
dikembalikan ke keadaan semula, hal ini tentunya memakan waktu yang
amat lama, jauh amat lama dibanding dengan terjadinya kerusakan
terhadap alam tersebut. Penanganan rehabilitasi atau perbaikan terhadap
oleh NMR bisa dikatakan setengah hati, proses rehabilitasi tentunya
memerlukan dana serta komitmen yang besar, daerah operasi NMR telah
meninggalkan enam lubang tambang yang mencakup total areal seluas 26
hektar. NMR hanya melakukan sedikit rencana reklamasi untuk beberapa
daerah, termasuk hanya di satu lokasi lubang tambang terbukanya tapi
tidak di limalokasi lainnya. Ini artinya NMR hanya merencanakan untuk
melakukan reklamasi sebesar 15,4 persen dari total areal pertambangan
nya. NMR juga mengatakan bahwa dasar laut teluk Buyat akan kembali
normal setelah hampir tujuh tahun menerima 2.000 ton limbah per hari.
Sikap tersebut tentu saja amat merugikan masyarakat yang tinggal
di daerah tersebut, karena jelas wilayah seluas itu hanya tinggal puing-
puing saja, belum lagi rehabilitasi perairan yang tercemar, itu akan
membutuhkan waktu yang lama, dan biaya yang besar juga, dituntut
kesungguhan segenap pihak yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan
segenap permasalahan tersebut.
Tinjauan Etika
Bisnis yang didasari tindakan-tindakan yang disebutkan diatas
amat tidak etis tentunya. Ditinjau dari teori utilitarisme praktek seperti itu
amat bertentangan, tentunya kebijakan PT. NMR dalam membuang tailing
ke dasar perairan teluk buyat hanya menguntungkan segelintir orang saja,
yakni para kapitalis yang mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa
memperhatikan aspek-aspek yang lain. Kalau kita cermati kelompok yang
dirugikanlah yang lebih besar, bukan hanya masyarakat disekitar Teluk
Buyat saat itu, melainkan generasi-generasi yang akan datang di daerah
tersebut serta masyarakat dan bangsa indonesiasecara kesleuruhan.
Belum lagi kalau kita berkaca pada teori Deontologi, tentunya apa
yang dilakukan oleh NMR sangat bertentangan, jika NMR tulus
menjalankan misinya sebagai perusahaan yang peduli terhadap
lingkungan, maka sudah menjadi kewajibannyalah untuk melakukan
perbaikan-perbaikan terhadap sistem kerja, sistem pembuangan
limbahnya, sikap terhadap masyarakat sekitar, serta melakukan rehabilitasi
setelah ditinggalkan, karena memang itulah kewajibannya!
Dalam Teori Hak disebutkan bahwa secara individual siapapun
tidak pernah boleh dikorbankan demi mencapai tujuannya. Hal ini
tentunya telah dilanggar oleh NMR, yakni hak-hak masyarakat untuk
hidup nyaman, sejahtera, sehat dan layak. Belum lagi hak alam yang telah
dilanggar dengan melakukan eksploitasi untuk mengejar keuntungan yang
sebesar-besarnya.
Berkaca pada teori keadilan Distributif yang dikemukakan oleh
Beauchamp dan Bowie, tentunya semua kegiatan negatif NMR telah
bertentangan terutama dengan prinsip hak. Dalam teori tanggung jawab
sosial, selain berorientasi ekonomis, saat ini perusahaan haruslah memiliki
orientasi sosial, tentunya aktivitas-aktivitas yang dimaksud untuk
kepentingan masyarakat disekitar perusahaan itu berada. PT. NMR
sepertinya telah memperlihatkan dirinya sebagai perusahaan yang
memiliki tanggung jawab sosial tinggi terhadap masyarakat dan
lingkungannya melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial, diantaranya
melalui kegiatan santunan terhadap masyarakat sekitar. Namun sepertinya
kegiatan seperti itu dilakukan sekedar untuk mencuci nama NMR yang
tercoreng akibat kegiatannya yang telah mencemari lingkungan.
Memandang aktivitas PT. NMR dari sudut Keadilan
Kompensatoris, pencemaran lingkungan lingkungan yang dilakukan oleh
NMR jelas-jelas amat merugikan bagi masyarakat, syarat-syarat untuk
menerapkan agar kewajiban kompensatoris telah berlaku dalam kasus ini.
Pertama, tindakan yang dilakukan oleh PT. NMR merupakan tindakan
yang salah karena telah merugikan masyarakat sekitar akibat terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan serta beberapa efek negatif terhadap
penghidupan serta kehidupan masyarakat sekitar. Selain itu kerugian yang
diderita oleh masyarakat disinyalir akibat kelalaian PT. NMR dalam
membuang tailingnya kelaut (atau mungkin untuk mendapat keuntungan
yang sebesar-besarnya hal ini disengaja). Kedua, perbuatan seseorang
harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian, untuk hal yang kedua ini
sudah terbukti dan tidak terbantahkan lagi bahwa apa yang dilakukan oleh
PT. NMR daerah Teluk Buyat telah merugikan masyarakat. Ketiga,
kerugian harus disebabkan oleh orang yang bebas. PT. NMR merupakan
suatu badan usaha yang independen dalam arti berusaha sendiri,
melakukan aktivitas bisnis secara sadar, serta tentunya mengetahui apa
yang baik dan buruk bagi lingkungannya.
Untuk itu sutu kompensasi patut diterima oleh masyarakat sekitar,
tetnunya kompensasi itu diwujudkan oleh PT. NMR tidak hanya
menyangkut dengan jumlah nominal terhadap masyarakat saja, melainkan
kompensasi atas alam yang telah dicemari, yakni dengan melakukan
rehabilitasi yang sebaik-baiknya. Sehingga dikemudian hari lingkungan
yang telah ditambang (dieksploitasi), minimal mendekati kondisi sebelum
ditambang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasakan uraian mengenai kerusakan lingkungan oleh Newmont, dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Masalah-masalah terkait antara bisnis dan kerusakan lingkungan
merupakan masalah kekinian yang patut diselesaikan sesegera
mungkin, khususnya di indonesia
2. PT. Newmont Minahasa Raya merupakan perusahaan tambang
emas PMA (penanam modal asing) yang merupakan anak
perusahaan Newmont Gold Company, Denver, USA
3. Selama beroperasi di Indonesia, tepatnya di Desa Ratotok,
Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, PT.
NMR telah menimbulkan beberapa masalah kerusakan lingkungan,
yakni pencemaran teluk buyat dengan pembuangan limbah tailing
ke dasar perairan Buyat.
4. Setelah mengalami beberapa kali persidangan, serta sesuai dengan
putusan kementrian energi dan sumber daya PT. NMR
menghentikan produksinya tanggal 31 Agustus 2004
5. Selama beroperasi, selain melakukan pencemaran lingkungan PT.
NMR juga telah melakukan eksploitasi alam sehingga
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem, yang pada
akhirnya menyebabkan kerugian pada masyarakat sekitar.
B. Saran
Berdasarkan uraian masalah mengenai kerusakan lingkungan oleh
PT. Newmont Minahasa Raya dapat penulis kemukakan beberapa
saran sebagai berikut :
1. Pemerintah harus mengkaji ulang, serta merevisi peraturan-
peraturan yang sudah tidak sesuai lagi mengenai pertambangan
umum dan lainnya.
2. Penegakan supremasi hukum harus terus dilakukan oleh
pemerintah dan segenap masyarakat
3. Pemerintah harus belajar dari pengalaman-pengalaman seperti
kasus PT. NMR ini agar kelak tidak terjadi hal yang serupa.
4. Etika harus ditransformasikan kedalam produk hukum, sehingga
tidak hanya dijadikan sebagai wacana dalam penyelesaian kasus-
kasus seperti PT. NMR ini, melainkan dapat dijadikan sebagai
payung hukum yang kuat
Top Related