Download - TUGAS MAKALAH

Transcript

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH ILMU BUDAYA DASAR

KEBUDAYAAN INDONESIADosen Pengampu JACOB SALEH, M.Si

ZAENUDIN 2101110271

UNIVERSITAS BUNG KARNO PROGRAM STUDI SI ILMU HUKUM

TAHUN 2012DAFTAR PUSTAKA

Arnold, Matthew. 1869. Culture and Anarchy. New York: Macmillan. Third edition, 1882, available online. Retrieved: 2006-06-28. Barzilai, Gad. 2003. Communities and Law: Politics and Cultures of Legal Identities. University of Michigan Press. Boritt, Gabor S. 1994. Lincoln and the Economics of the American Dream. University of Illinois Press. ISBN 978-0-252-06445-6. Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-29164-4 Cohen, Anthony P. 1985. The Symbolic Construction of Community. Routledge: New York, Dawkiins, R. 1982. The Extended Phenotype: The Long Reach of the Gene. Paperback ed., 1999. Oxford Paperbacks. ISBN 978-0-19-288051-2 Bakker, JWM. 1999. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Penerbit Kanisius; Yogyakarta. Dewantara, Ki Hajar. 1994. Kebudayaan. Penerbit Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa; Yogyakarta. Sarjono. Agus R (Editor). 1999. Pembebasan Budaya-Budaya Kita. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama; Jakarta. Suseno, Franz Magnis. 1992. Filsafat Kebudayaan Politik. Penerbit Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.

DAFTAR ISI

Halaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................. 1B. Identifikasi/ Rumusan Masalah ........................................ 2 C. Tujuan Penulisan ............................................................. D. Manfaat Penulisan ...........................................................

3 3

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori ................................................................. 4 B. Uraian Teori ..................................................................... 51. Fenomena Konsep Kebudayaan Indonesia ................ 5 2. Kebudayaan di Indonesia ..........................................

14

BAB III PEMBAHASANA. Pengamatan Lapangan (Fakta) ........................................

24 24

B. Perbandingan Teori Dengan Fakta ................................. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................... B. Kritik Dan Saran ...........................................................

26 26

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan kesenian, dengan berbagai kebudayaan itu pula Indonesia mampu dikenal masyarakat internasional. Dengan potensi budaya Indonesia diharapkan mampu

melestarikan serta mengembangkan nilai nilai luhur dan beragam sebagai modal ciri khas suatu bangsa. Kebudayaan pada hakikatnya adalah cermin dari sekumpulan manusia yangada di dalamnya. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai kekayaan nasional berupa keanekaragaman budaya. Sebagai kekayaan nasional yang sangat berharga, kebudayaan haruslah lebih dikembangkan dan dilestarikan. Masyarakat dahulu melihat kebudayaan sebagai suatu hal yang terdiri dari segala manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur dan bersifat ruhani, seperti agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara, dan sebagainya. Anggapan seperti itu mulai berubah seiring dengan perubahan zaman. Dewasa ini, kebudayaan sering diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Jadi, manusia tidak begitu saja di tengah-tengah alam, melainkan selalu mengubah alam itu. Dengan begitu, kebudayaan itu dapat dilihat dari model berusaha, seperti menggarap ladang, berdagang, ataupun melakukan sebuah penelitian.

Konsep kebudayaan diperluas dan didinamisasi irama hidup manusia yang 2 makin cepat otomatis membawa dampak berupa perubahan. Ada beberapa faktor lain lagi yang juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan tersebut. Orang dahulu memandang kebudayaan itu dimiliki oleh sekelompok kecil saja, sedangkan oleh masyarakat secara umum menganggap bahwa kebudayaan itu dialami semacam takdir yang tidak dapat dihindari seperti hujan atau cuaca terang (Peursen, 1976: 12). Cerita rakyat di Indonesia mempunyai peranan besar dalam kehidupan sosial budaya Indonesia, yakni pengungkap alam pikiran dan sikap sebagai\ pendukung nilai kebudayaan masyarakat serta sebagai penunjang perkembanganbahasa dan sastra Indonesia dan daerah. Kelemahan terbesar bangsa Indonesia adalah kurang menghargai adanya kekayaan budaya sehingga cenderung meremehkan budaya yang ada. Dengan keanekaragaman cerita rakyat di setiap daerah akan mempererat rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang kaya dengan budaya. Penuturan cerita rakyat yang dituangkan dalam berbagai jenis, pada umumnya mengandung ajaran budi pekerti dan merupakan pendidikan moral bagi masyarakat .

B. Identifikasi/ Rumusan Masalah Setelah dibuatnya makalah tentang kebudayaan di indonesia , penulis mampu menjawab beberapa masalah. Adapun permasalahan itu dapat dirumuskan sebagai berikut:1. Bagaimanakah wujud kebudayaan daerah di Indonesia?

2. Bagaimanakah kebudayaan modern khas Indonesia? 3. Bagaimanakah fenomena konsep kebudayaan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan Sejalan dengan permasalahan dalam pembuatan makalah ini, maka tujuan penulis membuat makalah ini antara lain :1. Mendeskripsikan wujud kebudayaan daerah di Indonesia

2. Mendeskripsikan kebudayaan modern khas Indonesia 3. Mendeskripsikan fenomena konsep kebudayaan di Indonesia

D. Manfaat Penulisan Sejalan dengan uraian dalam latar belakang penulisan makalah ini, manfaat yang dapat diambil dari temuan penulisan ini ada dua, yakni manfaat akademis dan manfaat praktis. 1. Manfaat akademis Temuan penulisan ini diharapkan dapat menambah khazanah mahasiswa/ pendidikan didalam kepustakaan kebudayaan di Indonesia. 2. Manfaat praktis Temuan penulisan ini, yakni agar masyarakat lebih mencintai dan bangga terhadap kebudayaan di Indonesia. Sehingga dapat terwujud pelestarian kebudayaan yang sudah di tinggalkan oleh nenek moyang dari zaman dahulu, dengan demikian kebudayaan di Indonesia akan terhindar dari kepunahan.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. LANDASAN TEORI Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah CulturalDeterminism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, 4 sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan bendabenda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B. URAIAN TEORI 1. Fenomena Konsep Kebudayaan Indonesia a. Memahami Kebudayaan Kebudayaan atau culture adalah keseluruhan pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya. Ruth Benedict melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat yang terlihat dalam kehidupan sekelompok manusia dan yang membedakannya dengan kelompok lain. Para ahli umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior (Sajidiman, dalam Pembebasan Budaya-Budaya Kita ;1999). Kebudayaan sifatnya bermacam-macam, akan tetapi oleh karena semuanya adalah buah adab (keluhuran budi), maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur, memberi rasa damai,

6 senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan menjadi tanda dan ukuran tentang rendah-tingginya keadaban dari masing-masing bangsa (Dewantara; 1994). Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-jenisnya: Hidup-kebatinan manusia, yaitu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan adapt-istiadatnya yang halus dan indah; tertib damainya pemerintahan negeri; tertib damainya agama atau ilmu kebatinan dan kesusilaan. Angan-angan manusia, yaitu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan.

Kepandaian manusia, yaitu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah (Dewantara; 1994

b. Kebudayaan Nasional Kebudayaan Nasional Indonesia adalah segala puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan yang bernilai di seluruh kepulauan, baik yang lama maupun yang ciptaan baru, yang berjiwa nasional (Dewantara; 1994). Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budayabudaya itu tak ada Kebudayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudayaan Nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seantero Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan

nasional merupakan realitas. Kebudayaan Nasional akan mantap apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara asli tetap mantap, dan di lain pihak kehidupan nasional dapat dihayati sebagai bermakna oleh seluruh warga masyarakat Indonesia (Suseno; 1992). Dalam pasal 32 UUD 1945 dinyatakan, Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncakpuncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai Kebudayaan Bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahanbahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia (Atmadja, dalam Pembebasan BudayaBudaya Kita; 1999). c. Kebudayaan Barat di Indonesia Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: the things of humanity all humanity enjoys. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif. Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan

8 kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat

mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984). Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan Nasional yang kita gagas? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Frans Magnis Suseno dalam bukunya Filsafat Kebudayan Politik, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern: 1) Kebudayaan Teknologi Modern Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan

Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang. Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaianpenilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media

komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya. Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental. 2) Kebudayaan Modern Tiruan Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbolsimbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC). Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan

10

modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin. Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran. Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.

3) Kebudayan-kebudayaan Barat

Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola. Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa citacitanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992). d. Tantangan Kebudayaan Indonesia 1) Kebudayaan Modern Tiruan Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah Kebudayaan Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, 12 manusia terasing, manusia kosong, manusia latah. Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot

pandangan asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status. Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992) 2) Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat. 3) Masalah Pendidikan Yang Tepat

Pendidikan

masih

menjadi permasalahan

yang menjadi

perhatian serius jika bangsa ini ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan. 4) Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan iptek dari negara-negara maju. e. Menuju Peradapan Indonesia Untuk membuat formulasi kebudayaan yang khas dan bisa menjawab tantangan zaman ke depan bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu adanya suatu kebersamaan dan peran serta setiap warga negara ini. Para pemikir dan ilmuan harus bekerja secara keras untuk membuat suatu konsep yang jelas dalam pencapaian ini.

14

Tujuan nasional perjuangan bangsa Indonesia adalah menciptakan masayarakat yang adil dan makmur. Perjuangan menuju peradaban Indonesia yang ideal membutuhkan waktu dan perjuangan. Pengakuan sebagai salah satu peradaban dunia harus memiliki beberapa syarat. Syarat-syarat itu dapat kita lihat dari perwujudan peradaban di dunia sejak permulaan sejarah manusia. Nampaknya, kehidupan satu masyarakat diakui sebagai satu peradaban kalau menunjukkan kehidupan lahiriah yang maju, dan kemajuan itu cukup menonjol dari kehidupan lahiriah masyarakat lain (Sajidiman, dalam Pembebasan BudayaBudaya Kita ;1999). 2. Kebudayaan di Indonesia a. Wujud Kebudayaan Daerah di Indonesia Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda. 1) Rumah Adat Sumatera Barat : Rumah Gadang

Aceh: Rumoh Aceh

Sumatera Selatan: Rumah Limas Jawa: Joglo Papua: Honai Sulawesi Selatan: Tongkonan (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis

Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)

Sulawesi Tenggara: Istana buton Sulawesi Utara: Rumah Panggung Kalimantan Barat: Rumah Betang Nusa Tenggara Timur: Lopo Maluku: Balieu (dari bahasa Portugis)

2)

Tarian Tarian Pakarena di pulau Selayar pada masa Hindia Belanda Aceh: Saman, Seudati Sumatera Utara: Tortor (batak Toba & Simalungun), Tari Sapu

Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari Pahlawan , Tari Lagu Duo , Tari Perak , Tari Payung (Pesisir Sibolga/Tapteng) Riau: Persembahan, Zapin, Rentak Bulian, Serampang Dua Belas Kepulauan Riau: Madah Gurindam Sumatera Barat: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari

Randai, Tari Lilin Jambi: Sekapur Sirih, Selampit Delapan Bengkulu: Andun, Bidadei Teminang Sumatera Selatan: Bekhusek, Tanggai Lampung: Bedana, Sembah, Tayuhan, Sigegh, Labu Kayu

16

Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog

Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji Betawi: Yapong Sunda: Jaipong, Tari Topeng Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari

Padduppa, Tari 4 Etnis Sulawesi Tengah: Dero Gorontalo : Tari Saronde , Tari Elengge ,Tari Dana-Dana ,Tari

Polopalo ,Tari Pore-Pore Irian Jaya: Musyoh, Selamat Datang, Yosim Pancar Nias: Famaena

Jawa Barat: Tari Jaipong

3)

Lagu Jakarta:

Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung, Keroncong Kemayoran, Surilang, Terang Bulan

Maluku: Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama, Buka Pintu, Burung

Tantina, Goro-Gorone, Huhatee, Kole-Kole, Mande-Mande, Ole Sioh, O Ulate, Sarinande, Tanase Melayu: Tanjung Katung Aceh: Bungong Jeumpa, Lembah Alas, Piso Surit Kalimantan

Selatan: Ampar-Ampar Pisang, Paris Barantai,

Saputangan Bapuncu Ampat Nusa Tenggara Timur: Anak Kambing Saya, Oras Loro Malirin,

Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha, Desaku, Flobamora, Potong Bebek Angsa Sulawesi

Selatan:

Angin

Mamiri,

Pakarena,

Sulawesi

Parasanganta, Ma Rencong Sumatera Utara: Anju Ahu, Bungo Bangso, Cikala Le Pongpong,

Bungo Bangso, Butet, Dago Inang Sarge, Lisoi, Madekdek Magambiri, Mariam Tomong, Nasonang Dohita Nadua, Rambadia, Sengko-Sengko, Siboga Tacinto, Sinanggar Tulo, Sing Sing So, Tapian Nauli Papua/Irian Barat: Apuse, Yamko Rambe Yamko Sumatera Barat: Ayam Den Lapeh, Barek Solok, Dayung

Palinggam, Kambanglah Bungo, Kampuang Nan Jauh Di Mato, Ka Parak Tingga, Malam Baiko, Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang, Rang Talu Jambi: Batanghari, Soleram

18

Jawa Barat: Bubuy Bulan, Cing Cangkeling, Es Lilin, Karatagan

Pahlawan, Manuk Dadali, Panon Hideung, Peuyeum Bandung, Pileuleuyan, Tokecang Kalimantan Barat: Cik-Cik Periuk, Cak Uncang, Batu Ballah, Alok

Galing, Tandak Sambas, Sungai Sambas Kebanjiran, Alon-Alon Sumatera Selatan: Cuk Mak Ilang, Dek Sangke, Gending

Sriwijaya, Kabile-bile, Tari Tanggai Banten: Dayung Sampan Sulawesi Utara: Esa Mokan, O Ina Ni Keke, Si Patokaan, Sitara

Tillo Jawa Tengah: Gambang Suling, Gek Kepriye, Gundul Pacul, Ilir-

ilir, Jamuran, Bapak Pucung, Yen Ing Tawang Ono Lintang, Stasiun Balapan Nusa Tenggara Barat: Helele U Ala De Teang, Moree, Orlen-

Orlen, Pai Mura Rame, Tebe Onana, Tutu Koda Kalimantan Timur: Indung-Indung Jambi: Injit-Injit Semut, Pinang Muda, Selendang Mayang Kalimantan Tengah: Kalayar Jawa Timur: Keraban Sape, Tanduk Majeng Bengkulu: Lalan Belek Bali: Mejangeran, Ratu Anom Sulawesi Tenggara: Peia Tawa-Tawa Yogyakarta: Pitik Tukung, Sinom, Suwe Ora Jamu, Te Kate

Dipanah

Sulawesi Tengah: Tondok Kadadingku, Tope Gugu Sulawesi Barat: Bulu Londong, Malluya, Io-Io, Ma'pararuk Gorontalo: Hulondalo li Pu'u , Bulalo Lo Limutu , Wanu Mamo

Leleyangi d) Musik Jakarta: Keroncong Tugu. Maluku: Melayu: Hadrah, Makyong, Ronggeng Minangkabau: Aceh: Makassar: Gandrang Bulo, Sinrilik Pesisir Sibolga/Tapteng: Sikambang Jawa Barat: karawitan Serang Banten [pencak silat]

e) Alat musik

20

Jawa: Gamelan, Kendang Jawa. Nusa Tenggara Timur: Sasando, Gong dan Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio.

Gendang Bali Gendang Simalungun Gendang Melayu Gandang Tabuik Sasando Talempong Tifa Saluang Rebana Bende Kenong Keroncong Serunai Jidor Suling Lembang Suling Sunda Dermenan Saron Kecapi Bonang Angklung Calung Kulintang Gong Kemada

Gong Lambus Rebab Tanggetong Gondang Batak Kecapi Kesok-Kesok Saluang

f) Gambar

Jawa: Wayang. Tortor: Batak

g) PatungJawa: Patung Buto, patung Budha. Bali: Garuda. Irian Jaya: Asmat.

h) PakaianJawa: Batik. Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Sumatra Utara,

Gotong.

Sibolga: Anak Daro & Marapule.

Sumatra Barat/ Melayu: Sumatra Selatan Songket Lampung: Tapis Sasiringan Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur Bugis - MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu

22

Papua Timur : Manawou Papua Barat : Ewer NTT:

i) Suara Jawa: Sinden.

Sumatra: Tukang cerita. Talibun: (Sibolga, Sumatera Utara) Gorontalo: (Dikili) j) Sastra/tulisanJawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito. Bali: karya tulis di atas Lontar. Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara Timor Ai Babelen, Ai Kanoik

k) Makanan

Timor: Jagung Bose, Daging Se'i, Ubi Tumis. Sumatera bagian Barat: Sate Padang Sumatera bagian Selatan: Pempek Palembang Jakarta: Soto Betawi Jogjakarta: Gudeg Jawa Timur: Rawon, Pecel Gorontalo: Binde Biluhuta Sulawesi Utara: Bubur Manado(Tinutuan) Sulawesi Selatan: Coto Makassar, Pallubasa, Es pisang hijau

b. Kebudayaan modern khas Indonesia Musik Dangdut: Elvie Sukaesih, Rhoma Irama. Film Indonesia: "Daun di Atas Bantal" (1998) yang mendapat

penghargaan Film terbaik di "Asia Pacific Film Festival" di Taipei. Sastra: Pujangga Baru.

BAB III PEMBAHAHASAN

A. Pengamatan Lapangan (Fakta)

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya. Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang berkelas, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan". Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis, mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak24

berkebudayaan", bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "awam," dan para pengamat

seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature). B. Perbandingan Teori Dengan Fakta Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif." Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan. Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Sebagai manusia secara sadar atau tidak sadar kita sering berinteraksi dengan sesama manusia yang mempunyai kebudayaan yang sangat beragam. Inilah yang disebut dengan hubungan Ilmu budaya dasar dengan kebudayaan. Pengetahuan budaya bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataankenyataan yang bersifat manusiawi . Dalam penerapanya kebudayaan terbagi dalam aspek-aspek kesenian, bahasa, adat istiadat, budaya daerah dan budaya nasional. Perubahan kebudayaan pada dasarnya tidak lain dari para manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan itu. Perubahan itu terjadi karena manusia mengadakan hubungan dengan manusia lainnya, atau karena hubungan antara kelompok manusia dalam masyarakat. Tidak ada kebudayaan yang statis, setiap perubahan kebudayaan mempunyai dinamika.

B. Kritik Dan Saran 1. Kritik Negara indonesia kaya akan budaya yang ada di dalamnya itu disebabkan karena adanya keanekaragaman suku bangsa di Indonesia. Budaya indonesia kini sudah mulai tersingkirkan karena masuknya budayabudaya barat yang saat ini masyarakat menganggap sebagai suatu hal yang menarik. Namun ketika budaya indonesia diklaim oleh Negara tetangga, mengapa masyarakat baru memulai melestarikan budaya Indonesia. Salah satunya adalah Lagu Rasa Sayang-sayange yang diklaim oleh Pemerintah Malaysia. Rasa Sayange atau Rasa Sayang-Sayange adalah lagu daerah yang

berasal dari Maluku, Indonesia. Lagu ini digunakan oleh departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar bulan Oktober 2007. Klaim Malaysia itu adalah salah, bukti tersebut akhirnya ditemukan Rasa Sayange diketahui direkam pertama kali di perusahaan rekaman Lokananta Solo 1962. Mengapa masyarakat Indonesia tidak mempublikasikan lagu ini dari sejak dulu, ketika kebudayaan sudah dirampas barulah mereka sadar pentingnya budaya Indonesia. 2. Saran Setiap kelompok masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang tidak sama dengan kelompok lainnya, hal ini disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama. Maka hargailah kebudayaan yang kalian miliki, karena kebudayaan berasal dari generasi sebelumnya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak.