BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah mengembuskan tuntutan
kontroversial mengenai dibukanya calon presiden perseorangan untuk Pemilu
2009. Usulan DPD mengenai hal ini didasarkan pada aspirasi yang berkembang
dimasyarakat.hal yang diusullkan oleh DPD ini mengenai dibukanya
kemungkinan pintu calon perseorangan (independen) dalam pemilihan presiden.
Namun usulan dari DPD ini dapat dikatakan kontroversial dan di luar mainstream
pemikiran hukum tatanegara yang ada saat ini. Bicara capres perseorangan,
mayoritas ahli hukum tatanegara dan politisi akan menyatakan bahwa UUD 1945
telah menutup pintu bagi ide tersebut Alasannya, Pasal 6A ayat (2) Perubahan
Ketiga UUD 1945 secara tegas menyatakan “Pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta
pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Dari Pasal 6A ayat (2)
tersebut sudah sangat jelas disebutkan bahwa kemungkinan bagi calon presiden
dari perseorangan (independen) tertutup selama ketentuan dari pasal ini tidak di
amandemen.
Kemudian jika kita lihat dari sisi teknis dilapangan pencalonan presiden
secara independen mempunyai banyak kelemahan. Dari banyaknya calon
independen tidak memiliki infrastruktur politik yang jelas. Sehingga, apa yang
menjaga hubungan konstituen (infrastruktur) dengan lembaga eksekutif
(suprastruktur) tidak ada. Justru posisi eksekutif yang diisi oleh calon independen
tidak akan memperoleh legitimasi politik yang kuat karena representasi dari
kekuatan berbagai parpol. Dilihat dari efektifitas pemerintahan, kita menyaksikan
pesimisme yang lain. Calon independen yang terpilih menjadi presiden sangat
mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengambil kebijakan bersama DPR.
Jika tidak dicalonkan oleh partai dan tidak didukung oleh partai, sangat mudah
diduga bahwa fraksi-fraksi DPR juga tidak akan begitu saja mendukung kebijakan
Presiden. Potensi masalah lain, di daerah-daerah dengan kontrol publik yang
lemah, calon independen bisa menjadi tokoh politik yang tidak terkontrol
sehingga kebijakan publik pun menjadi tidak terkendali.
Berdasarkan hal itu sampai saat ini partai Politik atau gabungan partai
politik sebagai satu – satunya cara untuk mengajukan calon presiden dan wakil
presiden masih dianggap paling efektif dan efisien bagi negara yang menganut
sistem demokrasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah Sejarah partai politik di Indonesia di tinjau dari segi filosofis
dan yuridis ?
1.2.2 Apakah definisi dari partai Politik beserta fungsinya di Indonesia ?
1.2.3 Bagaimanakah syarat mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden
serta perbandingan antara Calon Presiden dari Parpol/Gabungan Parpol dan
Calon Presiden Independen ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Partai Politik di Indonesia di Tinjau dari Segi Filosofis dan Yuridis
Partai politik yaitu organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau
dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-
cita yang sama. Sedangkan definisi partai politik menurut ilmuwan politik yaitu:
- Friedrich: partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan
secara stabil dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan
kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan
kekuasaan tersebut akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada
para anggotanya.
- Soltau: partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak
terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan
dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk
menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka
buat.
Segi Filosofis
Sejarah terbentuknya partai politik di dunia dapat diuraikan sebagai
berikut, partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan
dengan gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses
politik. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di
satu pihak dan pemerintah di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian
partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang
demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat
elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan
bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian
peranan tersebut meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini
antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari
semua golongan masyarakat. Dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan
yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis.
Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi
dan berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di
negara-negara jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan
penggerak ke arah persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal
ini terjadi di Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda) serta India. Dan dalam
perkembanganya akhir-akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai suatu
lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi
konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.
Di Indonesia Perkembangan partai politik dapat digolongkan dalam
beberapa periode perkembangan, dengan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan
tujuan masing-masing, yaitu Masa Penjajahan Belanda, Masa Pedudukan Jepang,
dan Masa Merdeka.
Masa Penjajahan Belanda
Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di
Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya
kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial
seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama
dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan
peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran
nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan
Dewan Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini.
Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi
Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai
Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale
Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik
dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk
KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional,
MIAI (Majelis Islami) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran
Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang
merupakan gabungan organisasi buruh.
Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan
Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak
bergerak di bidang sosial.
Masa Merdeka (mulai 1945).
Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang
besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai
politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak
partai.
Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan
PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan
partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata
tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya
dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan
program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan
baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang
mewakili masa masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi,
sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini
dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh
NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI
memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir
September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat
bergerak lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi terpimpin. Suatu
catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik baru yaitu
Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum tahun 1971, Golkar muncul
sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi
(Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik.
Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti
bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu
PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI
(ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi
Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik
Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. Setelah gelombang
reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto,
maka pemilu dengan sistem multipartai terus berlanjut hingga sekarang.
Segi Yuridis
Berdasarkan Segi Yuridis, hal-hal mengenai partai politik diatur dalam
Undang-undang Dasar 1945 serta beberapa peraturan perundang-undangan
lainnya. Dalam Undang-undang Dasar 1945, pembentukan partai politik
diantaranya diatur dalam Pasal 22E ayat (3), Pasal 28, dan Pasal 24C ayat (1).
Pasal 22E ayat (3)
“Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD
adalah partai politik.”
Pasal 28
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Pasal 24C ayat (1)
“MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.”
Selain itu hal-hal mengenai partai politik diantaranya diatur pula dalam
Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang-undang
No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
2.2 Definisi dan Fungsi Partai Politik
Kehadiran partai politik dalam system demokrasi Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari peran dan fungsinya, tidak hanya kepada konstituen yang dikelola
tetapi juga kepada bangsa dan Negara. Karena, organisasi partai politik yang dapat
menempatkan orang-orangnya dalam jabatan-jabatan politis berarti akan
menentukan kebijakan publik yang berdampak luas, tidak hanya kepada
konstituen mereka. Sehingga, kehadiran partai politik juga perlu diletakkan dalam
kerangka yang lebih lauas dan tidak terbatas pada kelompok ideologis mereka
saja. Baik buruknya system kaderisasi dan regenerasi dalam tubuh organisasi
partai politik akan menentukan kualitas calon-calon pemimpin bangsa.
Untuk dapat menganalisis peran dan kontribusi partai politik dalam
konteks yang lebih luas. Ada baiknya kita memahami apa itu partai politik. Hal ini
bertujuan untuk pemahaman kita tentang partai politik dapar menjadi
komprehensif. Pemahaman dasar tentang partai politik dapat memberikan
kesamaan pemahaman.
Bebarapa definisi partai politik yaitu1 :
Menurut Miriam Budiarjo, partai politik adalah :
Suatu kelompok yang teroganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk
memperoleh kekuasaan politk dan merebut kedudukan politik dengan cara
konstitusionil untuk menjalankan kebijakan mereka.
Menurut Carl J. friedrich :
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut dan mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan
bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada
anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.
Menurut R.H Soltau
1 Abdul bari Azed, Makmur Amir, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, Jakarta : pusat studi hukum tata Negara FHUI 2005 hal 32
Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sediti banyak
terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan
memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan
dan melaksanakan kebijakan mereka.
Menurut Sigmund Neuman :
Partai politik adalah dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk
menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar
persaingan dengan suatu golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan
berbeda.
La Palombara dan Weiner (1966) mengidentifikasi empat karakteristik dasar yang
menjadi cirri khas organisasi yang dikategorikan sebagai partai politik. Criteria
mereka sangat populer dewasa ini untuk melakukan studi komparasi politis.
Keempat karakteristik dasar dari partai politik adalah sebagai berikut :2
1. Organisasi jangka panjang . organisasi partai politk harus bersifat jangka
panjang, diharapkan dapat terus hadir meskipun pendirinya sudah tidak ada
lagi. Partai politik bukan sekedar gabungan dari para pendukung yang setia
memimpin yang kharismatik. Partai politik hanya akan berfungsi dengan baik
sebagai organisasi ketika ada system dan prosedur yang mengatur aktivitas
organisasi, dan ada mekanisme suksesi yang dapat menjamin keberlangsungan
partai politik untuk jangka waktu yang lama.
2. Struktur organisasi, partai politik hanya akan dapat menjalankan fungsi
politiknya apabila didukung oleh struktur organisasi , mulai dari tingkat local
sampai nasional, dan ada pola interaksi yang teratur diantara keduanya. Partai
politik kemudian dilihat sebagai organisasi yang meliputi suatu wilayah
territorial serta dikelola secara procedural dan sistematik. Struktur organisasi
partai politik yang sistematis dapat menjamin aliran informasi dari bawah ke
atas maupun dari atas kebawah, sehingga nantinya akan meningkatkan
efisiensi serta efiktivitas fungsi control dan koordinasi.
2 Firmanzah, Mengelola Partai Politik (komunikasi dab positioning ideology poltik di era demokrasi), Jakarta : yayasan obor Indonesia 2008 hal 67
3. Tujuan berkuasa, partai politik didirikan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan, baik di level local Maupun nasional. Siapa
pemimpin Negara propinsi atau kabupaten? Pertanyaan –pertanyaan ini yang
melatarbelakangi hadirnya partai politik. Ini pula yang membedakan partai
politik dengan bentuk kelompok dan grup lain yang terdapat dalam
masyarakat seperti perserikatan, asosiasi dan ikatan.
4. Dukungan public luas, adalah cara untuk mendapatkan kekuasaan. Partai
politik perlu mendapatkan dukungan luas dari masyarakat dukungan inilah
yang menjadi sumber legitimasi untuk berkuasa. Karakteristik ini
menunjukkan bahwa partai politik harus mampu diterima oleh mayoritas
masyarakat dan sanggup memobilisasi sebanyak mungkin elemen masyarakat.
Semakin besar dukungan public yang didapatkan oleh suatu partai politk.
Semakin besar juga legitimasi yang diperolehnya.
2.3 Syarat mengajukan Calon presiden dan Calon Wakil Presiden serta
Perbandingan antara Calon Presiden dari Partai politik/ Gabungan dan Calon
Presiden Independen.
Untuk menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia tidaklah
mudah, harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang sudah diatur sebelumnya
dalam Undang-undang. Syarat menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia antara lain :
1. menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Pasal 6, syarat menjadi calon
Presiden-Wakil Presiden adalah :
- Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendak dirinya sendiri;
- Tidak pernah menghianati negara;\
- Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden;
- Bertempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Telah melaporkan kekayaan kepada instansi yang berwenang memeriksa
laporan kekayaan penyelenggara negara;
- Tidak memilik tanggungan utang secara persoarangan dan atau secara
badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan
negara;
- Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
- Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
- Terdaftar sebagai pemilih;
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan
kewajiban pajak selama lima tahun terakhir yang dibuktikan dengan surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi;
- Memiliki daftar riwayat hidup;
- Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua
kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
- Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD negara republik
Indonesia tahun 1945 dan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945;
- Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindakan pidana maka
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
- Berusia sekurang-kurangnya 35 tahun;
- Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat;
- Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia,
termasuk organisasi massanya atau bukan orang yang terlibat langsung
dalam G.30.S/PKI;
- Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
2. Menurut pasal 6A UUD 1945 : ”Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan
umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”
3. Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 menyatakan bahwa
calon presiden harus memenuhi syarat minimum pencalonan yaitu presidential
threshold (PT) 20% dukungan partai politik atau gabungan partai politik yang
memiliki keterwakilan kursi di DPR atau, 25% suara sah dalam pemilu
legislatif nasional.
Melihat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Calon Presiden-Wakil
Presiden yang telah diuraikan di atas, disimpulkan bahwa untuk di Indonesia
untuk menjadi calon Presiden – Wakil Presiden selain harus sehat jasmani dan
rohani, juga harus berasal atau dicalonkan dari partai politik atau gabungan partai
politik tertentu. Calon Presiden yang diajukan oleh Parpol atau Gabungan Parpol
tetap dianggap sebagai mekanisme yang paling baik dalam pemilihan Presiden di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari ditolaknya peninjauan kembali terhadap pasal
6A UUD 1945 yang isinya : ”Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum
sebelum pelaksanaan pemilihan umum.” Dengan ditolaknya peninjauan kembali
ini, hal ini menandakan bahwa mekanisme pengajuan calon presiden atau wakil
presiden yang tidak berasal dari parpol atau gabungan parpol (Calon Presiden
Independen) belum bisa diterapkan di Indonesia.
Calon Presiden-Wakil Presiden dari Partai Politik dan Gabungan Partai
Politik dianggap sebagai mekanisme yang lebih baik daripada Calon Presiden
Independen, hal ini disebabkan oleh:
1. Menurut Bab I ayat (1) penjelasan UU No. 23 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dikatakan bahwa partai
politik merupakan saluran utama untuk memperjuangkan kehendak rakyat,
bangsa, dan negara sekaligus sebagai sarana kaderisasi dan rekruitmen
kepemimpinan nasional. Melihat dasar pemikiran dari pembentukan partai
politik ini dapat disimpulkan bahwa pasangan calon Presiden-Wakil
Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
dianggap sesuai dan mampu memperjuangkan kehendak rakyat, bangsa
dan negara, sekaligus mampu sebagai sarana kaderisasi dan rekruitmen
kepemimpinan nasional sesuai dengan alasan dibentuknya sebuah partai
politik.
2. Ketentuan Pasal 9 Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 menyatakan
bahwa calon presiden harus memenuhi syarat minimum pencalonan yaitu
presidential threshold (PT) 20% dukungan partai politik atau gabungan
partai politik yang memiliki keterwakilan kursi di DPR atau, 25% suara
sah dalam pemilu legislatif nasional. Dukungan partai politik dalam hal ini
sangatlah penting, apalagi partai politik yang memperoleh 20%-25% di
DPR atau juga legislative nasional. Dukungan Partai poltik dalam hal ini
sangat penting, dikarenakan partai politik memiliki wakil atau kader di
hampir seluruh seluruh daerah atau wilayah di Indonesia, bahkan sampai
ke daerah terpencil sekalipun. Dengan adanya perwakilan partai politik di
berbagai wilayah, maka partai politik dianggap bisa mewakilkan suara dan
aspirasi rakyat dari seluruh daerah di Indonesia. Sehingga dengan partai
politik mengajukan calon Presiden-Wakil Presiden tertentu, calon Presiden
– Wakil Presiden yang diajukan oleh partai politik tersebut sudah sesuai
dengan harapan dan aspirasi rakyat Indonesia yang disampaikan melalui
perwakilan atau kader partai politik yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Selain itu juga, dengan adanya persentase minimal yang harus
diperoleh oleh parpol atau gabungan parpol dalam mengajukan calon
Presiden-Wakil Presiden akan memaksa partai untuk tidak asal-asalan
mengajukan calon presiden yang diusung. Partai secara institusional juga
akan terdorong untuk sungguh-sungguh bekerja dalam aktifitas politik.
Sehingga calon Presiden-Wakil Presiden yang diajukan oleh parpol atau
gabungan parpol, yang mana nanti akan dipilih oleh rakyat benar-benar
sesuai dengan kehendak rakyat dan bekerja dalam aktifitas politik yang
baik di Indonesia.
3. Dengan sistem pemerintahan presidensial yang dijalankan di Indonesia,
calon presiden yang tidak berasal dari partai akan sulit dalam menjalani
hubungan dengan parlemen. Dimana dikatakan oleh Denny Indrayana,
sistem Presidensial yang Efektif (PE) akan lebih mungkin hadir jika
ditopang Kewenangan Konstitusional (KK) yang kuat, Dukungan Politik
(DP) yang tinggi serta Kontrol (K) yang juga efektif. Atau dalam bahasa
matematis, PE = KK + DP + K. Elemen dukungan politik tersebut sangat
dipengaruhi penguasaan kursi dukungan di DPR. Tanpa dukungan kursi
mayoritas, maka pemerintahan akan menjadi presiden minoritas (minority
president). Dalam keadaan demikian, meskipun mendapatkan dukungan
pemilih yang tinggi (electoral support), setiap presiden akan sulit
memimpin secara efektif, karena tidak mendapatkan dukungan
pemerintahan (governing support)3. Dalam hal sistem pemerintahan
Presidensial, khususnya di Indonesia, kursi-kursi pemerintahan diisi oleh
orang-orang yang merupakan perwakilan dari berbagai partai politik yang
ada. Sehingga mau tidak mau untuk mendapat dukungan dari
pemerintahan (parpol), Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih haruslah
berasal dari partai politik yang berada di kursi pemerintahan, agar
pemerintahan seluruhnya dapat berjalan dengan efektif.
4. Jika calon independen terpilih menjadi Presiden nantinya sangat
dimungkinkan lemahnya kontrol terhadap presiden. Hal ini dikarenakan
Presiden tersebut bukanlah orang atau anggota partai sehingga partai-
partai tidak lagi dapat melakukan kontrol secara langsung. Partai hanya
dapat mengontrol dari DPR yang bertindak sebagai oposisi terhadap
pemerintah.Sebenarnya dari beberapa hal menyangkut kelemahan dari
calon presiden independen yang disebutkan diatas, pernah terjadi ketika
kepala-kepala daerah yang maju sebagai calon independen dan
memenangkan pemilukada, mereka kesulitan dalam menyusun program
kerakyatan yang berbasis pada APBD, hal tersebut terjadi karena mereka
tidak mempunyai komunikasi politik dan juga basis dukungan di dalam
parlemen, karena orang yang duduk di parlemen adalah anggota atau kader
dari partai politik4. Alasan lainnya adalah karena calon independen tidak
memiliki infrastruktur politik yang jelas. Sehingga, apa yang menjaga
hubungan konstituen (infrastruktur) dengan lembaga eksekutif
(suprastruktur) tidak ada. Justru posisi eksekutif yang diisi oleh calon
3 http://banjarmasin.tribunnews.com/2012/10/30/parpol-pilpres-dan-2014. diakses pada Selasa, 30 Oktober 2012 | 01:26 Wita
4 http://muslimpoliticians.blogspot.com/2011/04/wacana-calon-presiden-independen-di.html diakses pada
independen tidak akan memperoleh legitimasi politik yang kuat karena
representasi dari kekuatan berbagai parpol5.
5. Calon Presiden – Wakil Presiden yang independen sesungguhnya hanya
memberi kesempatan kepada pemilik modal, pengusaha, para pejabat
birokrasi sipil atau militer, atau tokoh masyarakat/agama yang memiliki
dukungan finansial yang memadai saja. Hal ini dikarenakan untuk menjadi
calon Presiden – Wakil Presiden yang independen harus terlebih dahulu
memberikan jaminan dana sesuai dengan nominal yang sudah ditentukan
oleh para panitia pemilu.6 Dimana hal ini diungkapkan oleh Pengamat
Hukum Tata Negara, Irmanputra Putra Sidin. Ia menambahkan bahwa:
“Dalam UU tertulis, kewajiban memberikan ruang pada rakyat Indonesia
yang memenuhi syarat untuk bisa dipilih oleh partai politik meski rakyat
itu bukanlah anggota partai politik”. Dengan demikian, hal ini
membuktikan bahwa untuk menjadi calon Presiden-Wakil Presiden harus
punya kemampuan finasial yang kuat. Di samping itu, calon independen
juga harus memiliki jaringan masa yang kuat. Hal inilah yang biasanya
tidak dimiliki oleh Calon Presiden-Wakil Presiden Independen. Tanpa
dukungan finansial yang mapan dan juga jaringan massa, calon
independen tidak memiliki jangkauan yang luas untuk bisa memengaruhi
masa ke lapisan masyarakat bawah7.
Dari alasan-alasan yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa di
Indonesia sendiri calon Presiden-Wakil Presiden lebih baik apabila berasal dari
partai politik atau gabungan partai politik dibandingkan dengan calon Presiden-
Wakil Presiden yang independen.
5 http://anandatridy.wordpress.com/2012/05/27/pencalonan-presiden-independen-2/ diakses pada
6 http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=303721 diakses pada 4 November 2012, 22:43.
7 Loc.cit.
BAB III
KESIMPULAN
Partai politik sebagai hal yang penting dalam tata pemerintah suatu
Negara, keberadaannya memegang peranan vital dalam pemilihan presiden. Pada
awalnya politik hanya dianggap sebagai penghubung antara rakyat dengan
pemerintah. Seiring perkembangan zaman, politik merupakan wadah penampung
aspirasi rakyat kepada penguaasa dalam menjalankan pemerintahan.
Hal-hal tersebut juga dapat dilihat dalam undang-undang dan berbagai
macam peraturan yang menuliskan berbagai macam perihal terkait dengan peran
partai politik dalam ketatapemerintahan.
Di Indoesia sendiri, partai politik awalnya terbentuk sebagai suatu
perkumpulan masyarakat pemberontak yang menginginkan kestabilan
pemerintahan bahkan hingga menginginkan kemerdekaan. Berjalannya waktu
semakin membuktikan eksistensi dan kebutuhan masyarakan akan organisasi
tersebut,yang mampu mewakili suara rakyat dalam berbagai hal.
Tidak kalah pentingnya, politik sangat berpengaruh dalam pemilihan
presiden. Telah disebutkan dalam pasal 6A UUD 1945 yang isinya : ”Pasangan
Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”,
yang berarti bahwa tertutup kemungkinan adanya pencalonan dari pihak
independen. Adanya pasal ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, diantaranya
beberapa alasan utama, yaitu:
1. Partai politik sebagai wadah aspirasi rakyat yang langsung bersentuhan
dengan rakyat mampu menampung kebutuhan rakyat. Disamping itu,
partai politik yang notabane diisi oleh rakyat, merupakan perwakilan dari
rakyat itu sendiri. Sedangkan independen tidak dapat menampung aspirasi
seluas partai politik.
2. Tidak adanya insfratuktur yang jelas dalam pihak independen yang
menyebabkan ketidakjelasan juga dalam hubungan dengan presiden secara
struktural.
3. DPR yang merupakan ‘rekan kerja’ presiden terdiri dari anggota partai
politik. Dimana ketika presiden terpilih dari independen, maka presiden
seperti ini tidak memiliki kekuatan akan DPR.
Oleh karena itu, selama undang-undang belum diamandemen, presiden haruslah
dari partai politik atau gabungan partai politik. Politik sebagai unsur penting
jalannya pemerintahan, keseimbangannya tetap terjaga.
Daftar Pustaka
Azed, Abdul bari dan Makmur Amir. Pemilu dan Partai Politik di Indonesia. 2005. Jakarta : pusat studi hukum tata Negara FHUI.
Firmanzah. Mengelola Partai Politik (komunikasi dab positioning ideology poltik di era demokrasi). 2008. Jakarta : yayasan obor Indonesia.
http://anandatridy.wordpress.com/2012/05/27/pencalonan-presiden-independen-2/ diakses pada
http://banjarmasin.tribunnews.com/2012/10/30/parpol-pilpres-dan-2014. diakses pada Selasa, 30 Oktober 2012, 01:26 Wita
http://muslimpoliticians.blogspot.com/2011/04/wacana-calon-presiden-independen-di.html diakses pada
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=303721 diakses pada 4 November 2012, 22:43.