NAMA : LINA M. F. F. NAITKAKINNIM : 0908012853
BUTA WARNA
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Pada retina manusia
normal terdapat 2 jenis sel yang sensitif terhadap cahaya. Yaitu sel batang (rod cell) yang
aktif pada cahaya rendah dan sel kerucut (cone cell) yang mempunyai pigmen terutama cis
aldehida A2 yang aktif pada cahaya intensitas tinggi / terang. Sel kerucut ini yang membuat
kita dapat melihat warna dan membedakan warna. Buta warna ini terjadi karena kelainan
penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata
untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna
yang sesungguhnya.
Persepsi visual sangat dipengaruhi oleh struktur anatomi mata. Kornea dan lensa bekerja
bersama seperti lensa kamera untuk memfokuskan bayangan sehingga dapat ditangkap oleh
retina yang terletak di belakang mata, yang bertindak seperti pada kamera. Struktur-struktur
inilah yang berpengaruh ada persepsi warna. Bayangan yang masuk ke bola mata akan
diproyeksikan ke retina. Retina merupakan lapisan setipis lembaran jaringan yang terletak di
bagian belakang bola mata berisi sel-sel fotoreseptor seperti sel batang dan kerucut yang akan
mengubah bayangan yang masuk menjadi impuls-impuls saraf yang akan diteruskan ke otak.
Di bagian inilah, proses penglihatan warna berlangsung.
Menurut Guyton & Hall (1997), retina merupakan bagian mata yang peka terhadap
cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang berfungsi untuk penglihatan warna dan sel-sel
batang yang terutama berfungsi untuk penglihatan dalam gelap. Retina terdiri atas pars
pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di sebelah dalam. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan
membrana Bruch, khoroid, dan sclera, dan permukaan dalam berhubungan dengan corpus
vitreum.
Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel batang).
Conus terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan
rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina terutama di luar makula dan berguna
sebagai penerima rangsang cahaya berintensitas rendah. Oleh karena itu dikenal dua
mekanisme tersendiri di dalam retina (disebut dengan Teori Duplisitas), yaitu :
a. Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang
hari dan penglihatan warna dengan conus
b. Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malam
hari dengan basilus
Jalannya Impuls di Mata
Manusia dapat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh reseptor
pada mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut :
Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya menuju ke
neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang berbentuk sel
mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan membentuk nervus opticus.
Kedua nervus opticus di bawah hypothalamus saling bersilangan sehingga membentuk
chiasma nervus opticus, yaitu neurit-neurit yang berasal dari sebelah lateral retina tidak
bersilangan. Tractus Opticus sebagian berakhir pada colliculus superior, dan sebagian lagi
pada corpus geneculatum lateral yang membentuk neuron baru yang pergi ke korteks pada
dinding fissura calcarina melalui capsula interna. Pada dinding fisura calcarina inilah terdapat
pusat penglihatan.
Fisiologi Penglihatan Warna
Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut
sehingga sel kerucut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna biru, merah,
dan hijau. Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi
biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu
bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya
monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi.
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda- benda
tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya.
Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu
cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap
dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang
memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang
gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang
biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata,
sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2001).
Mekanisme pengenalan tiga warna
Semua teori mengenai penglihatan warna berdasarkan pada observasi yang telah
dikenal secara baik, yakni bahwa mata manusia sebenarnya dapat mendeteksihampir semua
gradasi warna bila cahaya monokromatik dari warna merah, hijau,dan biru dipersatukan
dalam bermacam-macam kombinasi.
Berdasarkan uji penglihatan warna, sensitivitas spektrum ketiga tipe sel kerucutpada
manusia telah terbukti pada dasarnya sama seperti kurva absorpsi cahayauntuk ketiga tipe
pigmen yang ditemukan di dalam sel kerucut. Kurva ini dapatmenjelaskan hampir semua
fenomena penglihatan warna.
Peragaan besarnya rangsangan yang timbul pada berbagai sel kerucut yang peka terhadap warna oleh cahaya monokromatik dari warna biru, hijau, kuning, dan
jinggaPenglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama
cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar
yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang
gelombang yang terletak antara 440-700 (Ilyas, 2008). Warna primer yaitu warna dasar
yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel
kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan
biru.
1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)
3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari
ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja
dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta
warna. Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer akan
berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam
tidak ada cahaya (Ilyas, 2008).
Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya pada
korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara kedua
pigmen maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2008). Seseorang yang mampu
membedakan ketiga macam warna, disebut sebagai trikromat. Dikromat adalah orang yang
dapat membedakan 2 komponen warna dan mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen
kerucut. Kerusakan pada 2 pigmen sel kerucut akan menyebabkan orang hanya mampu
melihat satu komponen yang disebut monokromat. Pada keadaan tertentu dapat terjadi
seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal sehingga pasien tidak dapat mengenal
warna sama sekali yang disebut sebagai akromatopsia (Ilyas, 2008).
Kombinasi Warna Dasar dengan Putaran Maxwell
Teori Young-Helmholtz merupakan teori penting pertama mengenai penglihatan
warna adalah dari Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang
lebih mendalam oleh Helmholtz. Menurut teori ini ada tiga jenis sel kerucut yang masing-
masing beraksi secara maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menurut
teori ini ada 3 macam conus, yaitu :
1. Conus yang menerima warna hijau
2. Conus yang menerima warna merah
3. Conus yang menerima warna violet
Ketiga macam conus itu mengandung zat photokemis yaitu substansi yang dapat dipecah
oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka
terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan
perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang
gelombang 610 milimikron merangsang kerucut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kira-
kira 0.75 (76% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia
merangsang kerucut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.13 dan kerucut biru
sama sekali tidak dirangsang. Jadi rasio perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini
adalah 75 : 13 : 0, sehingga sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi
merah. Unsuk sensasi biru, kelompok rasionya adalah 0 : 14 : 86; untuk sensasi jingga tua-
kuning, kelompok rasionya 100 : 50 : 0, untuk sensasi hijau, kelompok rasionya 50 : 85 : 15,
demikian seterusnya.
Klasifikasi Buta Warna
Defek penglihatan warna atau buta warna dapat dikenal dalam bentuk.
1. Trikromatik, yaitu keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur
fungsi penglihatan. Pasien buta warna jenis ini dapat melihat berbagai warna, tetapi
dengan interpretasi berbeda dari normal. Bentuk defisiensi yang paling sering
ditemukan:
Deuteranomali, dengan defek pada penglihatan warna hijau atau kelemahan
fotopigmen M cone atau absorpsi M cone bergeser ke arah gelombang yang lebih
panjang sehingga diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi kuning baku.
Protanomali, kelemahan fotopigmen L cone atau absorpsi L cone ke arah gelombang
yang lebih rendah, diperlukan lebih banyak merah untuk menggabung menjadi kuning
baku pada anomaloskop. Protanomali dan deutronomali terkait kromosom X dan, di
Amerika, terdapat pada 5% anak laki-laki.
Tritanomali, merupakan defek penglihatan warna biru atau fotopigmen S cone atau
absorpsi S cone bergeser ke arah gelombang yang lebih panjang. Kelainan ini bersifat
autosomal dominan pada 0,1% pasien.
2. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai 2 pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan
warna tertentu.
Protanopia, keadaan yang paling sering ditemukan dengan defek pada penglihatan
warna merah hijau atau kurang sensitifnya pigmen merah kerucut (hilangnya
fotopigmen L cone) karena tidak berjalannya mekanisme red-green opponent.
Deuteranopia, kekurangan pigmen hijau kerucut (hilangnya fotopigmen M cone)
sehingga tidak dapat membedakan warna kemerahan dan kehijauan karena kurang
berjalannya mekanisme viable red-green opponent.
Tritanopia (tidak kenal biru), terdapat kesulitan membedakan warna biru dari kuning
karena hilangnya fotopigmen S-cone.
3. Monokromatik (akromatopsia atau buta warna total), hanya terdapat satu jenis pigmen
sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya rusak. Pasien sering mengeluh fotofobia,
tajam penglihatan kurang, tidak mampu membedakan warna dasar atau warna antara
(hanya dapat membedakan hitam dan putih), silau, dan nistagmus. Kelainan ini
bersifat autosomal resesif.
Monokromatisme sel batang (rod monochromatism) disebut juga suatu
akromatopsia (seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal),
terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain, seperti tajam
penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan
mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan
warna total, hemeralopia (buta silang), tidak terdapat buta senja atau malam,
dengan kelainan refraksi tinggi. Insidens sebesar 1 dalam 30.000 dan
pewarisan secara autosomal resesif menyebabkan mutasi gen yang menyandi
protein photoreceptor cation channel or cone transducin.
Monokromatisme sel kerucut (cone monochromatism) terdapat hanya sedikit
defek atau yang efektif hanya satu tipe pigmen sel kerucut. Hal ini jarang, 1
dalam 100.000. Tajam penglihatan normal, tidak tedapat nistagmus, tidak
terdapat diskrimanasi warna. Biasanya disebabkan monokromasi biru, terkait
kromosom X resesif, yang menyebabkan mutasi gen yang menyandi opsin
kerucut merah dan hijau.
Top Related