Download - Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Transcript
Page 1: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

BAB I

Latar Belakang

Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triase

modern yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron

Dominique Jean Larrey (1766-1842), seorang dokter bedah yang merawat  tentara

Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan dalam

kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan

urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut memberikan perawatan awal pada luka

ketika berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat

perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey menuangkan 

konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di medan perang hingga perang

usai baru kemudian diberikan perawatan.

Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi

triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan

pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.

Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban

yang secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada

perang dunia II diperkenalkan pendekatan triase dimana korban dirawat pertama

kali di lapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk

perawatan yang lebih baik. Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk

membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada perang dunia I,

maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara

sehingga dapat segera kembali ke medan perang.

Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan

perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep

pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan

pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien

terhadap hampir 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di unit gawat

darurat (UGD) setiap tahunnya. Pelbagai system triase mulai dikembangkan pada

akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui

1

Page 2: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan

triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD

dan menetapkan prioritas penanganan.

2

Page 3: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

BAB II

Konsep Dasar Teori

A. Pengertian

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan

suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan

serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau

menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan

prioritas penanganannya.

Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan

tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan

prioritas penanganan dan sumber daya yang ada.

Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien

berdasarkan berat ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan

tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu

(respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya

yaitu ≤ 10 menit.

Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage

danditurunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses

khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera ataupenyakit untuk

menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim

digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan

berfokus dengan suatu cara yangmemungkinkan pemanfaatan sumber daya

manusia, peralatan sertafasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang

yang memerlukanperawatan di UGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).

B. Prinsip Dan Tipe Triage

Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien

berdasarkan gejala. Perawat triase menggunakan ABCD keperawatan seperti

jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu,

nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam,

3

Page 4: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang

diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat. Perawat memberikan

prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi

terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki kesulitan bernapas atau nyeri

dada karena masalah jantung dan mereka menerima pengobatan pertama.

Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan

pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau

membutuhkan banyak sumber daya medis.

Menurut Brooker (2008), dalam prinsip triase diberlakukan system

prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus

didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa

yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan : 1) Ancaman jiwa yang dapat

mematikan dalam hitungan menit. 2) Dapat mati dalam hitungan jam. 3)

Trauma ringan. 4) Sudah meninggal.

Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan:

Menilai tanda vital dan kondisi umum korban

Menilai kebutuhan medis

Menilai kemungkinan bertahan hidup

Menilai sarana kesehatan yang ada di tempat

Membuat prioritas penanggulangan pasien

Memasang colour tag sesuai dengan prioritas pasien

1. Prinsip dalam pelaksanaan triase :

a. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu

Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit

yang mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di

departemen kegawatdaruratan.

b. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat

Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting

dalam proses interview.

4

Page 5: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

c. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian

Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat

direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang

akurat.

d. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi

Tanggung jawab utama seorang perawat triase  adalah mengkaji

secara akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan

untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik,

prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat

diterima untuk suatu pengobatan.

e. Tercapainya kepuasan pasien

Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas

saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien

Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan

penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status

kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.

Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan

keluarga atau temannya.

“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sesingkat

mungkin), The Right Patient, to The Right Place at The Right Time,

with The Right Care Provider. “

2. Tipe Triage Di Rumah Sakit

a. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse

1) Hampir sebagian besar berdasarkan system triage

2) Dilakukan oleh petugas yang tak berijazah

3) Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa

sakitnya

4) Tidak ada dokumentasi

5) Tidak menggunakan protocol

5

Page 6: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

b. Tipe 2 : Cek Triage Cepat

1) Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat

beregristrasi atau dokter

2) Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan

utama

3) Evaluasi terbatas

4) Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau

cedera mendapat perawatan pertama

c. Tipe 3 : Comprehensive Triage

1) Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan

berpengalaman

2) 4 sampai 5 sistem katagori

3) Sesuai protocol

Beberapa tipe sistem triage lainnya :

a. Traffic Director

Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama

dan memilih antara status “mendesak” atau “tidak mendesak”.Tidak

ada tes diagnostik permulaan yang diintruksikan dan tidak ada

evaluasi yang dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan.

b. Spot Check

Pada sistem ini, perawat mendapatkan keluhan utama bersama

dengan data subjektif dan objektif yang terbatas, dan pasien

dikategorikan ke dalam salah satu dari 3 prioritas pengobatan yaitu

“gawat darurat”, “mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan

beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area

perawatan tertentu atau di ruang tunggu.Tidak ada evaluasi ulang

yang direncanakan sampai dilakukan pengobatan.

c. Comprehensive

Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan

dokter dan perawat dalam menjalankan peran triage.Data dasar yang

diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan

6

Page 7: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes

diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang

perawatan akut atau ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap

15 sampai 60 menit  (Iyer, 2004).

C. Klasifikasi Dan Penentuan Prioritas

Dasar-dasar Triase

1. Airway, breathing, circulation, disability dan exposure

2. Derajat cedera

3. Jumlah yang cedera

4. Sarana dan Kemampuan

5. Kemungkinan untuk bertahan hidup

Pada kasus kegawatdaruratan, kita harus dapat mengatur alur pasien

yang baik, terutama pada jumlah ruang yang terbatas, memperioritaskan

pasien terutama untuk menekan jumlah morbiditas dan mortalitas, yang

terakhir adalah pelabelan/pengkategorian.

Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan

pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup

keadaan umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut

Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun 1999, penentuan triase

didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain

pada factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur

pasien lewat sistem pelayanan kedaruratan.Hal-hal yang harus

dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang

atau meningkat keparahannya.

Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai

penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang

timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage

adalah kondisi klien yang meliputi:

1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan

yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat

7

Page 8: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi

memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan

3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan

oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / pernafasan,

Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal /

cacat.

Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi:

Tabel 1. Klasifikasi Triage

KLASIFIKASI KETERANGAN

Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat

Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya ; pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya

Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup, sistitis, otitis media dan lainnya

Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya       

8

Page 9: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

KLASIFIKASI KETERANGAN

Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%

Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.

Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan

Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis.

Tabel 3.Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan (Iyer, 2004).

9

Page 10: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

TINGKAT KEAKUTAN

Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar minor); dapat menunggu lama tanpa bahaya

Kelas II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya ruam, gejala flu); dapat menunggu lama tanpa bahaya

Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis media); dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan

Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul, laserasi berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam

Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak boleh ada keterlambatan pengobatan ; situasi yang

Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang

mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk

tersebut meliputi:

Nyeri hebat

Perdarahan aktif

Stupor / mengantuk

Disorientasi

Gangguan emosi

Dispnea saat istirahat

Diaforesis yang ekstrem

Sianosis

Tanda vital di luar batas normal (Iyer, 2004).

D. Proses Triage

10

Page 11: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage

harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan

melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di

brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.

Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat,

tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian

perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien

di area pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan

khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa

memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap

pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap

60 menit.

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau

gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu. Setiap

pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru

dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.

Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area

pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau

mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis (Iyer, 2004).

Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif

bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka

pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data

objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan

pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif

yang berasal langsung dari pasien (data primer).

Protap dalam proses triase:

1. Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.

2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat

(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.

3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase

dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).

11

Page 12: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kodewarna:

a) Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam

jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.

Misalnya:Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<

30x/mnt), perdarahan internal, dsb.

b) Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi

tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi

terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan

terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.

c) Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan

dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya :

Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.

d) Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan

meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar

derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.

e) Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan

warna : merah, kuning, hijau, hitam.

f) Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan

pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan

tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke

ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.

g) Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan

medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan

menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai

ditangani.

h) Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat

jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka

penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.

i) Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar

jenazah (Rowles, 2007).

12

Page 13: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

E. START ( Simple triage And Rapid Treatment)

Adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan

paramedic memilah korban dalam waktu yang singkat kira – kira 30 detik.

Yang perlu diobservasi: Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ).

System START di desain untuk membantu penolong untuk menemukan

pasien yang menderita luka berat. Tahap pertama dalam START adalah untuk

memberitahu orang / korban yang dapat bangun dan berjalan untuk  pindah ke

area yang telah ditentukan. Supaya lebih mudah untuk dikendalikan, bagi

korban yang dapat berjalan agar dapat pindah dari area tempat pertolongan

korban prioritas utama (merah / immediate ).  Korban ini sekarang ditandai

dengan status Minor / prioritas 3 ( hijau ).

Jika korban protes disuruh pindah dikarenakan nyeri untuk berjalan,

jangan paksa mereka untuk pindah. Tahap ke dua: Mulai dari tempat berdiri.

Mulailah tahap ke 2 dari tempat berdiri, bergeraklah pindah dengan pola yang

teratur dan mengingat korban. Berhenti pada masing – masing individu dan

melakukan assesment dan tagging dengan cepat. Tujuannya adalah untuk

menemukan pasien yang butuh penanganan segera (immediate, merah).

1. Respiration / breathing

Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika

lebih dari 30/menit, korban ditandai Merah /immediate. Korban ini 

menujukkan tanda – tanda primer shock dan butuh perolongan segera.

Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang dari 30 / menit, segera

lakukan observasi selanjutnya ( perfusion and Mental status ).

Jika pasien tidak bernafas, dengan cepat bersihkan mulut korban dari

bahan – bahan asing. Buka jalan nafas, posisikan pasien untuk

mempertahankan jalan nafasnya, dan jika pasien bernafas tandai pasien

dengan immediate, jika pasien tidak bernafas setelah dialkukan maneuver

tadi, maka korban tersebut ditandai DEAD.

2. Perfusion or Circulating

 Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki

kemampuan untuk mensirkulasikan darah dengan adekuat, dengan cara

13

Page 14: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban

ditandai immediate. Jika denyut nadi telah teraba segera lakukan

obserbasi status mentalnya.

3. Mental status

Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memnberikan instruksi

yang mudah pada korban tersebut :

“buka matamu” atau “ tutup matamu “.

Korban yang mampu mengikuti instuksi tersebut dan memiliki

pernafasan dan sirkulasi yang baik, ditandai dengan DELAYED.

Korban yang tidak bisa mengikuti instruksi tersebut ditandai dengan

IMMEDIATE

• Korban ‘D’ ditinggalkan di tempat mereka jatuh, ditutupi

seperlunya.

• Korban ‘I’ merupakan prioritas utama dalam evakuasi karena korban

ini memerlukan Perawatan medis lanjut secepatnya atau paling

lambat dalam satu jam (golden hour).

• Korban ‘DEL’ dapat menunggu evakuasi sampai seluruh korban ‘I’

selesai ditranspor.

• Jangan evakuasi korban ‘M’ sampai seluruh korban ‘I’ dan ‘DEL’

selesai dievakuasi. Korban ini dapat menunda perawatan medis

lanjut sampai beberapa jam lamanya. Re-triase korban tetap

dilakukan untuk melihat apakah keadaan korban memburuk.

Reverse Triage

Sebagai tambahan pada standar triase yang dijalankan, terdapat beberapa

kondisi dimana korban dengan cedera ringan didahulukan daripada

14

Page 15: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

korban dengan cedera berat. Situasi yang memungkinkan dilakukan

reverse triage yaitu pada keadaan perang dimana dibutuhkan prajurit

yang terluka untuk kembali ke medan pertempuran secepat mungkin.

Selain itu, hal ini juga mungkin dilakukan bila terdapat seumlah besar

paramedis dan dokter yang mengalami cedera, dimana akan merupakan

suatu keuntungan jika mereka lebih dulu diselamatkan karena nantinya

dapat memberikan perawatan medis kepada korban yang lain.

15

Page 17: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

F. Proses Triase dalam Keperawatan

Proses triase mengikuti langkah-langkah proses keperawatan yaitu tahap

pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi

1. Pengkajian

Ketika komunikasi dilakukan, perawat melihat keadaan pasien secara

umum. Perawat mendengarkan apa yang dikatakan pasien dan

mewaspadai isyarat oral. Riwayat penyakit yang diberikan oleh pasien

sebagai informasi subjektif. Tujuan informasi dapat dikumpulkan

dengan mendengarkan nafas pasien, kejelasan berbicara, dan

kesesuaian wacana. Temuan seperti mengi, takipnea, batuk produktif

(kering), bicara cadel, kebingungan, dan disorientasi adalah contoh data

objektif yang dapat langsung dinilai. Informasi tambahan lain dapat

diperoleh dengan pengamatan langsung oleh pasien. Lakukan

pengukuran objektif seperti suhu, tekanan darah, berat badan, gula

darah, dan sirkulasi darah. Aturan praktis yang baik untuk diingat

adalah bahwa perawatan apapun dapat dilakukan dengan mata,

tangan, atau hidung dengan arahan yang cukup dari perawat.

2. Diagnosa

Dalam triase diagnosa dinyatakan sebagai ukuran yang

mendesak. Apakah masalah termasuk ke dalam kondisi Emergency

(mengancam kehidupan, anggota badan, atau kecacatan). Urgen

(mengancam kehidupan, anggota badan, atau kecacatan) atau non-

urgen. Diagnosa juga meliputi penentuan kebutuhan pasien untuk

perawatan seperti dukungan, bimbingan, jaminan, pendidikan,

pelatihan, dan perawatan lainnya yang memfasilitasi kemampuan

pasien untuk mencari perawatan.

17

Page 18: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

3. Perencanaan

Dalam triase rencana harus bersifat kolaboratif. Perawat harus

dengan seksama menyelidiki keadaan yang berlaku dengan pasien,

mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang penting, dan

mengembangkan rencana perawatan yang diterima pasien. Hal ini

sering membutuhkan proses negosiasi, didukung dengan pendidikan

pasien. Adalah tugas perawat untuk bertindak berdasarkan

kepentingan terbaik pasien dan kemungkinan pasien dapat mengikuti.

Kolaborasi juga mungkin perlu dengan anggota tim kesehatan lain

juga.

4. Intervensi

Dalam analisis akhir, bisa memungkinkan bahwa perawat tidak

dapat melakukan apa-apa untuk pasien. Oleh karena itu harus ada

pendukung lain yang tersedia, misalnya dokter untuk menentukan

tindakan yang diinginkan. Untuk itu, perawat triase harus

mengidentifikasi sumber daya untuk mengangkut pasien dengan

tepat. Oleh karena itu perawat triase juga memiliki peran penting

dalam kesinambungan perawatan pasien. Protokol triase atau protap

tindakan juga dapat dipilih dalam pelaksanaan triase.

5. Evaluasi

Langkah terakhir dalam proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam

konteks organisasi keperawatan, evaluasi adalah ukuran dari apakah

tindakan yang diambil tersebut efektif atau tidak. Jika pasien tidak

membaik, perawat memiliki tanggung jawab untuk menilai kembali

pasien, mengkonfirmasikan diagnosa urgen, merevisi rencana

perawatan jika diperlukan, merencanakan, dan kemudian

mengevaluasi kembali. Pertemuan ini bukan yang terakhir, sampai

perawat memiliki keyakinan bahwa pasien akan kembali atau

mencari perawatan yang tepat jika kondisi mereka memburuk atau

gagal untuk meningkatkan seperti yang diharapkan. Sebagai catatan

akhir, adalah penting bahwa perawat triase harus bertindak hati-hati, Jika

18

Page 19: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

ada keraguan tentang penilaian yang sudah dibuat, kolaborasi dengan

medis, perlu diingat perawat triase harus selalu bersandar pada arah

keselamatan pasien.

G. Dokumentasi Triage

Dokumen  adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan 

bukti  dalam persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah

pekerjaan mencatat  atau merekam  peristiwa dan objek maupun aktifitas

pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting. 

Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari

kegiatan yang harus dikerjakan  oleh perawat setelah memberi asuhan kepada

pasien. Dokumentasi  merupakan suatu informasi  lengkap  meliputi  status

kesehatan pasien, kebutuhan  pasien, kegiatan  asuhan keperawatan serta

respons pasien  terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian

dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar  dari catatan klinis

pasien  yang menginformasikan  faktor tertentu atau  situasi yang terjadi 

selama asuhan dilaksanakan. Disamping  itu catatan juga dapat sebagai

wahana  komunikasi dan koordinasi  antar profesi (Interdisipliner) yang dapat

dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk

dipertanggungjawabkan.  

Dokumentasi asuhan  keperawatan merupakan bagian integral dari

asuhan keperawatan  yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian

pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan standar  dengan baik

merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap  tenaga keperawatan agar

mampu  membuat dokumentasi keperawatan secara baik dan benar.

Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar

nasional berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal

tersebut memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa

perawat sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan

perkembangan pasien kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan

computer, catatan naratif, atau lembar alur harus menunjukkan bahwa

19

Page 20: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi,

perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang

diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius.

Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gawat

darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar

perawatan yang mengancam keselamatan pasien (Anonimous,2002).

 Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi:

1. Waktu dan datangnya alat transportasi

2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)

3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan

4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat

5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma,

perawatan minor versus perawatan kritis)

6. Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur

diagnostik seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram (EKG), atau

Gas Darah Arteri (GDA))(ENA, 2005).

KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE        Tanggal dan waktu tiba        Umur pasien        Waktu pengkajian        Riwayat alergi        Riwayat pengobatan        Tingkat kegawatan pasien        Tanda - tanda vital

          Pertolongan pertama yang  diberikan        Pengkajian ulang        Pengkajian nyeri        Keluhan utama        Riwayat keluhan saat ini        Data subjektif dan data objektif        Periode menstruasi terakhir        Imunisasi tetanus terakhir        Pemeriksaan diagnostik        Administrasi pengobatan         Tanda tangan registered nurse

20

Page 21: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta

dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan

rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu,

dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan

diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status

pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara

bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan

ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.

Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan

mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu,

sesuai dengan standar yang disetujui.Perawat harus mengevaluasi secara

kontinu perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk

menentukan perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus

mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan

perkembangannya. Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa

rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan

segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan,

termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi

perawatan tindak lanjut.

Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai

berikut:

1. S : data subjektif

2. O : data objektif

3. A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan

4. P : rencana keperawatan

5. I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic

6. E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien

terhadap pengobatan dan perawatan yang diberikan

(ENA, 2005)

21

Page 22: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan

stabilisasi, dokumentasi mencakup hal - hal sebagai berikut:

Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim

Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di

fasilitas pengirim

Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan

Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh

pada kondisi pasien

22

Page 23: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

BAB III

Pemindahan dan pengangkutan

Merupakan kegiatan pemindahan korban dari tempat darurat ke tempat yang

fasilitas perawatannya lebih baik, seperti rumah sakit. Biasanya dilakukan bagi

pasien/ korban cedera cukup parah sehingga harus dirujuk ke dokter. Tata cara

pemindahan korban : dasar melakukan pemindahan korban; aman, stabil, cepat,

pengawasan korban, pelihara udara agar tetap segar memenuhi syarat pemindahan

sesuai prosedur.

1. Alat bantu  : dengan tenaga manusia -  satu orang, dua orang, tiga orang atau

empat orang. Dengan tandu - tandu khusus, tanda papan, tandu bambu/dahan,

atau matras. Dengan kendaraan - darat, laut dan udara.

2. Tahapan :  persiapan, pengangkatan korban ke atas tandu, pemberian selimut

pada korban, tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau

cedera.Prinsip pengangkatan korban dengan tandu.

3. Caranya : harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok yaitu 

gunakan alat tubuh (paha, bahu, panggul), dan beban serapat mungkin dengan

tubuh korban. Sikap mengangkat,  usahakan dalam posisi rapi dan seimbang

untuk menghindari cedera.  Posisi siap angkat dan jalan, umumnya  posisi

kaki korban berada di depan dan kepala lebih tingi dari kaki., kecuali  menaik

bila tungkai tidak cedera dan menurun - bila tungkai luka atau hipotermia.

Mengangkut ke samping - memasukan ke ambulan kecuali dalam keadaan

tertentu-kaki lebih tinggi dalam keadaan shock.

A. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengangkat korban gawat darurat

Kita perlu memperhatikan beberapa hal dalam mengangkat korban gawat

darurat. Situasi ini perlu kita waspadai agar tidak terdapat korban berikutnya

seta tidak ada lagi penambahan luka baru pada korban.

1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita

2. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki

sebelahnya

23

Page 24: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

3. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat. Punggung harus

selalu dijaga lurus.

4. Tangan yang memegang menghadap ke depan. Jarak antara kedua tangan

yang memegang (misalnya tandu) minimal 30 cm.

5. Tubuh sedekat mungkin kebeban yang harus diangkat. Bila terpaksa,

jarak maksimal tangan kita ketubuh kita adalah 50 cm.

6. Jangan memutar tubuh saat mengangkat

7. Hal-hal tersebut juga berlaku saat menarik atau mendorong korban gawat

darurat.

B. Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Mengangkut Korban Gawat Darurat

Pemindahan korban gawat darurat dapat secara emergency dan non-

emergency. Pemindahan korban gawat darurat dalam keadaan emergency

contohnya adalah:

1. Ada api, atau bahaya api atau ledakan

2. Ketidakmampuan menjaga korban gawat darurat terhadap bahaya lain

pada TKP (benda jatuh dsb)

3. Usaha mencapai korban gawat darurat lain, yang lebih urgent

4. Ingin RJP korban gawat darurat, yang tidak mungkin dilakukan ditempat

tersebut.

Adapun cara pemindahan korban gawat darurat non-emergency, selalu

ingat kemungkinan patah tulang leher (servikal) bila korban gawat

darurat trauma.

Pemindahan Emergency

1. Tarikan Baju

Kedua tangan korban gawat darurat harus diikat untuk mencegah naik

kearah kepala waktu baju ditarik. Bila tidak sempat, masukkan kedua

tangan dalam celananya sendiri.

2. Tarikan Selimut

Korban gawat darurat ditaruh dalam selimut yang kemudian ditarik.

24

Page 25: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

3. Tarikan Lengan

Dari belakang korban gawat darurat, kedua lengan paramedic masuk

dibawah ketiak korban gawat darurat, memegang kedua lengan bawah

korban gawat darurat.

4. Ekstrikasi Cepat

Dilakukan pada korban gawat darurat dalam kendaraan yang harus

dikeluarkan secara cepat.

Pemindahan Non-Emergency

Dalam keadaan ini dapat dilakukan urutan pekerjaan normal, seperti control

TKP, suvey lingkungan, dan stabilisasi kendaraan.

1. Pengangkatan dan pemindahan secara langsung

Oleh 2 atau 3 petugas. Harus diingat bahwa cara ini tidak boleh

dilakukan bila ada kemungkinan fraktur servikal. Prinsip pengangkatan

tetap harus diindahkan.

2. Pemindahan dan pengangkatan memakai seprei

Sering dilakukan di Rumah Sakit. Tidak boleh dilakukan bila ada dugaan

fraktur servikal.

C. Cara pengangkutan korban

Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual. Pada umumnya

digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan korban cedera ringan.

Beberapa contoh evakuasi :

25

Page 26: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Cara mengevakuasi korban kecelakaan yang dalam posisi terlentang dan

tidak terdapat patah tulang punggung. Penolong harus menjaga keseimbangan

dengan mengatur posisi kaki (kuda2) secara benar, berdiri secara bertahap,

hingga posisi akhir siap untuk berjalan.

Cara mengevakuasi korban kecelakaan yang dalam posisi tengkurap dan

tidak terdapat patah tulang punggung. Posisi penolong seperti dijelaskan di

atas, yaitu  harus menjaga keseimbangan dengan mengatur posisi kaki

(kuda2) secara benar, berdiri secara bertahap, hingga posisi akhir siap untuk

berjalan.

26

Page 27: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Contoh cara mengangkat dan mengevakuasi korban

Cara mengangkat dan mengevakuasi korban dengan 3 orang yang berada di

satu sisi - tangan berada di bawah badan korban. Perhatikan posisi kaki dan

cera berdiri hingga siap berjalan membawa pasien. Agar tiga orang penolong

dapat bergerak secara serempak maka disarankan salah satu diantaranya agar

dapat berperan memberi aba-aba secara pelahan.

Cara mengangkat dan mengevakuasi korban dengan 3 orang yang berada

di sisi berlainan, tangan berada di bawah badan korban dan saling

berpegangan.Posisi orang ke dua berada di tengah.   Perhatikan posisi kaki

dan cera berdiri hingga siap berjalan membawa pasien. Agar tiga orang

penolong dapat bergerak secara serempak maka disarankan salah satu

diantaranya agar dapat berperan memberi aba-aba secara pelahan.

27

Page 28: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Cara mengangkat dan mengevakuasi korban dengan 4 orang yang berada di

sisi berlainan, tangan berada di bawah badan korban dan saling

berpegangan.Posisi penolong saling berhadapan di kedua sisi korban - agar

lebih kuat menahan beban.   Perhatikan posisi kaki dan cera berdiri hingga

siap berjalan membawa pasien. Agar tiga orang penolong dapat bergerak

secara serempak maka disarankan salah satu diantaranya agar dapat berperan

memberi aba-aba secara pelahan.

Dapat pula  mengangkat dan mengevakuasi korban dengan 6 orang yang

berada di sisi berlainan, tangan berada di bawah badan korban dan saling

berpegangan.Posisi penolong saling berhadapan di kedua sisi korban - agar

kuat menahan  beban.   Perhatikan posisi kaki dan cera berdiri hingga siap

berjalan membawa pasien. Agar tiga orang penolong dapat bergerak secara

28

Page 29: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

serempak maka disarankan salah satu diantaranya agar dapat berperan

memberi aba-aba secara pelahan.

D. Perlengkapan untuk memindahkan korban gawat darurat

Beberapa perlengkapan untuk memindahkan korban gawat darurat seperti

brankar (wheeled stretcer), tandu sekop (scoop stretcher, orthopaedic

strecher), long spine board, serta short spine board dan KED (Kendrick

Extricatoin Device). Berikut ini penjelasan perlengkapan tersebut.

1. Brankar (wheeled strecher)

Hal-hal yang harus diperhatikan:

a. Korban gawat darurat harus selalu diselimuti

b. Kepada korban gawat darurat/keluarga selalu diterangkan tujuan

perjalanan

c. Korban gawat darurat sedapar mungkin selalu dilakukan “strapping”

(fiksasi) sebelum pemindahan

d. Brankar berjalan dengan kaki korban gawat darurat di depan kepala

di belakang, supaya korban gawat darurat dapat melihat arah

perjalanan brankar. Posisi ini dibalik bila akan naik tangga (jarang

terjadi). Sewaktu dalam ambulans menjadi terbalik, kepala di depan

(dekat pengemudi) supaya paramedic dapat bekerja (bila perlu

intubasi dsb). Pada wanita inpartu, posisi dalam ambulans dapat

dibalik, supaya paramedic dapat membantu partus

e. Jangan sekali-kali meninggalkan korban gawat darurat sendirian di

atas brankar. Korban gawat darurat mungkin berusaha membalik,

yang berakibat terbaliknya brankar

f. Selalu berjalan hati-hati

2. Tandu sekop (scoop stretcher, orthopaedic strecher)

Alat yang sangat bermanfaat untuk pemindahan korban gawat darurat.

Bila ada dugaan fraktur servikal, maka alat yang dipilih adalah LSB

(Long Spine Board). Harus diingat bahwa tandu sekop bukan alat

transportasi dan hanya alat pemindah.

29

Page 30: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

Waktu proses pengangkatan sebaiknya empat petugas, masing-masing

satu pada sisi tandu sekop, karena kemungkinan alat akan melengkung.

3. Long spine board

LSB sebenarnya bukan alat pemindahan, tetapi alat fiksasi. Sekali korban

gawat difiksasi atas LSB ini, tidak akan diturunkan lagi, sampai terbukti

tidak ada fraktur servikal, karena itu harus terbuat dari bahan yang tidak

akanmengganggu pemeriksaan rontgen.

Pemindahan korban gawat darurat ke atas LSB memerlukan teknik

khusus yaitu memakai “log roll”. Setelah korban gawat darurat di atas

LSB selalu dilakukan “strapping”, lalu LSB diletakkan di atas srtecher.

4. Short spine board dan KED (Kendrick Extricatoin Device)

Short spine board dan KED (Kendrick Extricatoin Device) sebenarnya

lebih merupakan alat extrikasi. Setelah selesai extrikasi, tetap korban

gawat darurat harus diletakkan pada alat pemindah yang lain

30

Page 31: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

BAB IV

PENUTUP

Sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat

daruratan. Sehingga perawat benar-benar memberikan pertolongan pada pasien

yang sangat membutuhkan, dimana keadaan pasien sangat mengancam nyawanya,

namun dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup

pasien tersebut. Tidak membuang wakunya untuk pasien yang memang tidak bisa

diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien yang membutuhkan.

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa.

Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan

yang memerlukan pertolongan kedaruratan.

Sistem triage dikenal dengan system kode 4 warna yang diterima secara

internasional. Merah menunjukan perioris tinggi perawatan atau pemindahan,

Kuning menandakam perioritas sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan,

dan hitam untuk kasus kematian atau pasien menjelang ajal. Perawat harus

mampu mampu mengkaji dan menggolongkan pasien dalam waktu 2 – 3 menit.

Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dan integral pada medis

dan praktik keperawatan. Penilaian klinis tentang pasien membutuhkan baik

pemikiran dan intuisi, dan keduanya harus didasarkan pada professional,

pengetahuan dan keterampilan.

31

Page 32: Triase, Pemindahan Dan Pengangkutan Korban

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. (2002). Disaster Medicine. Philadephia USA: Lippincott Williams.

Brooker. C. (2009). Ensiklopedia Keperawatan (Churchill Livingstone’s Mini Encyclopedia of Nursing), Penerbit Buku Kedokteran EGC.

ENA. (2005). Emergency Care. USA: WB Saunders Company.

Iyer, P. (2004). Dokumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Oman, Kathleen S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.

Pusponegoro, A. (2010). Kasus trauma adalah “silent disaster”. Penerbit: Bandung.

Rowles C.J dan Moss,R. (2007). Nursing Manajemen: Staff Nurse Job Satisfaction and Managenent style. WB Saunder Company. Philadelpia.

Sudiharto, Sartono. (2011). Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Wijaya, S. (2010). Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar: PSIK FK Unud.

32