BAB I
PENDAHULUAN
Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar, selain itu juga terdapat refleks memejam
atau mengedip, namun demikian mata masih sering mendapat trauma dari dunia
luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf
mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada
mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang
lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.1
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau
menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata:
palpebra, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.
Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.1
Salah satu jenis trauma mata adalah trauma kimia. Sebagian besar trauma kimia
pada mata terjadi dalam dunia kerja. Industri menggunakan berbagai jenis bahan
kimia setiap hari. Tetapi, trauma kimia juga sering terjadi di rumah tangga,
sebagian besar dari produk-produk pembersih. Jenis trauma seperti ini dapat
menjadi sangat berbahaya dan harus dirawat secara cepat dan tepat.2
Trauma kimia pada mata dapat dibagi menjadi dua kategori besar : trauma basa
dan trauma asam. Tingkat keasaman suatu bahan dinamakan pH, semakin jauh
nilai pH dari skala 7, semakin kuat tingkat keasaman atau kebasaan bahan
tersebut. Dimana kerusakan yang ditimbulkan juga semakin besar.2
Trauma alkali atau basa lebih berbahaya disbanding trauma asam. Bahan alkali
yang emiliki pH tinggi dapat menembus permukaan mata dan menyebabkan
kerusakan parah pada strukutr interna bola mata seperti iris dan lensa.2
Trauma asam biasanya lebih tidak berbahaya dibanding trauma alkali karena asam
tidak bisa menembus ke dalam jaringan bola mata. Terkecuali asam hidroflorik.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata.3
1. Trauma Asam
Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk
kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan pH < 7.
Beberapa zat asam yang sering mengenai mata adalah asam sulfat, asam asetat,
hidroflorida, dan asam klorida. Jika mata terkena zat kimia bersifat asam maka
akan terlihat iritasi berat yang sebenarnya akibat akhirnya tidak berat. Asam akan
menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan adanya koagulasi protein ini
menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu sebagai barrier yang cenderung
membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Hal ini berbeda dengan basa yang
mampu menembus jaringan mata dan akan terus menimbulkan kerusakan lebih
jauh. Selain keuntungan, koagulasi juga menyebabkan kerusakan konjungtiva dan
kornea. Dalam masa penyembuhan setelah terkena zat kimia asam akan terjadi
perlekatan antara konjugtiva bulbi dengan konjungtiva tarsal yang disebut
simblefaron.4
2. Trauma Basa
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata
apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma
basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea,
camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai
dengan dehidrasi.5
2
2.2 Epidemiologi
Dalam satu laporan di negara berkembang, 80% dari trauma kimiawi pada mata
dikarenakan oleh pajanan pada dan/atau karena pekerjaan. Trauma pada mata
merupakan 3-4% dari seluruh kecelakaan kerja. Sebagian besar (84%) merupakan
trauma kimia. Rasio frekuensi asam versus basa sebagai bahan penyebabnya pada
trauma kimiawi bervariasi dari 1:1 sampai 1:4, berdasarkan beberapa penelitan.6
2.3 Mortalitas/morbiditas
Perhatian utama dari luka bakar okuler apapun penyebabnya adalah kemampuan
pengelihatan akhir dan masalah kosmetik. Luka bakar kimiawi seringkali bilateral
dan amat sering menyebabkan kehilangan pengelihatan yang amat merusak.
Komplikasi okuler pada cedera yang parah antara lain glaukoma, perforasi kornea,
katarak, jaringan parut pada cornea, cul-de-sac conjunctival, komplikasi pada
konjungtiva dan palpebra, ablasio retina, dan ulkus kornea. Sekitar 1-2 tahun
pembedahan koreksi diperlukan untuk memperbaiki kerusakan pada cedera yang
lebih berat. Suatu penelitian oleh Kuckelkorn dkk melaporkan bahwa sepertiga
dari 131 pasien dengan luka bakar pada mata pada akhirnya menjadi cacat;
sekitar 15% dianggap buta total. Pada tahun 1995, hampir sepertiga dari
transplantasi kornea dilakukan pada mata yang mengalami cedera akibat bahan
kimia. Sayangnya, tingkat keberhasilan dari transplantasi pada kondisi ini adalah
kurang dari 50%. Beberapa pasien memerlukan 4-5 transplantasi sebelum
akhirnya berhasil.6
2.4 Penyebab
Trauma kimiawi biasanya disebabkan akibat bahan-bahan yang tersemprot atau
terpercik pada wajah. Pada anamnesa patut dipertimbangkan kemungkinan
penyabab sebagai berikut :
3
1. Bahan kimia asam
Bahan kimia asam yang tersering menyebabkan trauma pada mata adalah asam
sulfat, sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat,
dan asam hidroflorida.1
Ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin
merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata.
Asam hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat,
pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Industri tertentu
menggunakan asam hidroflorida dalam pembersih dinding, glass etching
(pengukiran pada kaca dengan cairan kimia), electropolishing, dan penyamakan
kulit. Asam hidroflorida juga digunakan untuk pengendalian fermentasi pada
breweries (pengolahan bir).
Toksisitas hidroflorida pada okuler dapat terjadi akibat pajanan cairan maupun
gas.1
2. Bahan kimia basa
Bahan kimia basa yang tersering menyebabkan trauma pada mata adalah produk-
produk pembersih (ammonia), semen, plaster, mortar (lime), petasan 9magnesium
hidroksida), potasium hidroksida.5
2.5 Klinis
Diagnosis dari trauma kimia pada mata terutama berdasarkan anamnesa daripada
tanda dan gejala. Pasien umumnya melaporkan berbagai derajat nyeri, fotofobia,
pengelihatan kabur, dan adanya halo berwarna disekitar cahaya.
Jika tauma kimianya parah, mata tidak menjadi merah namun akan tampak putih
karena iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Beberapa tanda klinis yang
dapat terjadi antara lain :
Penurunan visus : penurunan visus mendadak dapat terjadi akibat defek pada
epitel kornea, pembentukan kabut stroma, peningkatan lakrimasi atau
ketidaknyamanan.
4
Peningkatan tekanan intraokuler : peningkatan TIO secara mendadak merupakan
akibat dari deformasi dan pemendekan serabut kolagen, dimana terjadi
pengkerutan chamber anterior. Peningaktan TIO yang terus-menerus secara
langsung berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat
peradangan.
Peradangan konjungtiva : derajat peradangan konjungtiva bervariasi mulai dari
hiperemis hingga kemosis.
Iskemik perilimbus : derajat dari iskemik limbus merupakan indikator utama
untuk prognosis penyembuhan kornea, karena stem sel di limbus-lah yang
berperan dalam repopulasi epitel kornea. Secara umum, semakin luas iskemik
yang terjadi di limbus, maka prognosis juga semakin buruk. Tetapi,
bagaimanapun, keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin
akan terbentuknya reepitelial yang normal.
Defek epitel kornea : kerusakan epitel kornea dapat bervariasi dari yang paling
ringan, yaitu keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas. Pada keadaan
defek epitel luas, hasil tes fluoresin mungkin negatif, sehingga terkadang keadaan
ini dapat terlewat.
Kabut stroma : kabut dapat bervariasi dari kornea bersih (grade 0) hingga
opasifikasi sempurna (grade 5).
Perforasi kornea : walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi
dalam beberapa hari hingga mnggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani
dengan baik.
Reaksi peradangan pada chamber anterior : reaksi yang terbentuk bervariasi dari
flare sampai rwaksi fibrinoid. Secara umum, trauma basa lebih sering
menyebabkan peradangan chamber anterior akibat kemampuannya yang dapat
menembus kornea.
Kerusakan jaringan adnexa : kerusakan jaringan adnexa yang mungkin terjadi
antara lain pembentukan jaringan parut pada palpebra yang meyebabkan mata
tidak dapat menutup sempurna.6
5
2.6 Patofisiologi
Trauma basa
Bahan alkali atau basa akan berdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di
permukaan bola mata. Ion hidroksil mengakibatkan saponifikasi asam lemak
membran sel, sedangkan kationnya akan berinteraksi dengan kolagen stroma dan
glikosaminoglikan. Interaksi ini memfasilitasi penetrasi lebih dalam menembus
lapisan kornea menuju semen anterior bola mata. Reaksi hidrasi terhadap
glikosaminoglikan mengakibatkan pembentukan kabut stroma. Hidrasi dari
kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan serabut fibril. Hal ini
mengakibatkan gangguan terhadap fungsi jaringan trabekular sehingga hasil
akhirnya adalah peningkatan tekanan intra okuler.
Selain itu, mediator-mediator keradangan dibebaskan selama proses ini, dimana
hal ini akan merangsang pembentukan prostaglandin, yang selain merusak
jaringan lebih jauh dengan memproduksi enzim proteolitik juga dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Proses penghancuran oleh enzim proteolitik
dinamakan nekrosis liquefactive. Bahan basa dapat menembus bagian depan bola
mata menuju bilik mata depan secara cepat (5-15 menit). Dimana iris, siliaris
body, lensa dan jaringan trabekular akan mengalami kerusakan. Jika pH basa
melebihi 11,5 kerusakan yang terjadi bersifat ireversibel.7
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:
Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea
Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.7
6
Trauma basa, perhatikan reaksi konjungtiva yang parah dan opasifikasi stroma
yang membuat iris terlihat kabur.
Trauma asam
Asam berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan anion di kornea. Molekul hydrogen
merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sementara, anion
menyebabkan denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. kolagulasi protein
secara umum mencegah penetrasi lebih dalam. Sehingga, trauma asam biasanya
nonprogresif dan sifatnya superfisial.
Yang menarik adalah trauma akibat asam hidroflorik, dia bersifat asam lemah
memiliki sifat khusus karena dapat secara cepat menembus membrane sel.
Sehingga, asam hidroflorik memiliki sifat layaknya basa yang dapat menyebabkan
nekrosis liquefaksi. Hal ini terjadi akibat ion fluoride dibebaskan ke dalam sel. Ion
ini dapat menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan
magnesium untuk membentuk kompleks insolubel. Nyeri local yang hebat timbul
akibat imobilisasi kalsium yang menyebabkan stimulasi serabut saraf melalui
mekanisme shift ion potassium. Fluorinosis akut dapat terjadi saat ion fluoride
memasuki sirkulasi sistemik, mengakibatkan gejala cardiac, respirasi,
gastrointestinal, dan neurologis. Hipokalsemia berat dapat terjadi dan tidak
berespon dengan pemberian kalsium dosis tinggi.7
7
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan trauma kimia pada mata terdiri dari 6 langkah utama yaitu
membersihkan bahan kimia melalui irigasi, memfasilitasi proses reepiteliasi
kornea, mengendalikan proses peradangan, mencegah terjadinya infeksi,
mengendalikan tekanan intra okuler dan menurunkan rasa nyeri.
1. Membersihkan bahan kimia melalui irigasi9
Pengobatan untuk semua trauma kimiawi harus dimulai sesegera mungkin. Ini
adalah satu-satunya cara untuk dapat mempertahankan kemampuan penglihatan,
adalah untuk memulai irigasi sesegera mungkin dan mempertahankannya
sedikitnya sekitar 30 menit. Tujuan dari pengobatan pada luka bakar kimiawi
adalah untuk mengurangi peradangan, nyeri, dan resiko infeksi.
Jika pasien datang ke tempat praktek atau ke unit gawat darurat, larutan garam
fisiologis adalah yang terpilih, akan tetapi, jika tidak tersedia, air ledeng biasa
dapat digunakan. Mata dapat diberikan anestetik bilamana perlu untuk
memfasilitasi irigasi yang baik. periksa pH dari air mata dengan kertas litmus jika
tersedia setiap 5 menit dan lanjutkan sampai pH menjadi netral (warna kertas akan
berubah menjadi biru jika terkena basa dan menjadi merah jika terkena asam).
Larutan steril dengan osmolaritas tinggi seperti larutan amphoter (Diphoterine)
atau larutan buffer (BSS atau Ringer Laktat) merupakan pembilas ideal. Jika tidak
tersedia, larutan garam isotonis steril merupakan pembilas yang cocok. Larutan
hipotonik, seperti air biasa, dapat menyebabkan penetrasi lebih dalam dari larutan
korosif kedalam struktur kornea karena kornea memiliki gradien osmotik yang
lebih tingi (420 mOs/L).
Lamanya dan banyaknya cairan pembilas ditentukan oleh pH mata. Irigasi
diteruskan sampai pH menjadi normal dalam 30 minutes. Pengunaan lensa
Morgan atau sistem irigasi mata lainnya dapat meminimalisir interfensi akibat
blepharospasme, yang seringkali dapat sedemikian parahnya. Jika hal-hal ini tidak
tersedia, kelopak dapat ditarik secara manual dengan suatu Desmarres retractor,
speculum kelopak, atau paperclip yang dibengkokkan. Bagian ujung dari selang
intravena dapat mengarahkan aliran cairan steril kedalam mata. Sebagai
8
tambahan, gunakan kapas lidi untuk mengangkat setiab benda yang mungkin
tertahan di fornik. Kapas lidi dapat dicelup kedalam larutan
ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) 1% jika bahan kimia penyebabnya
mengandung kalsium oksida.
2. Memfasilitasi proses reepiteliasi kornea11
Setelah bahan kimia dibersihkan dari permukaan bola mata, proses reepiteliasi
mulai terjadi. Proses ini dapat difasilitasi dengan pemberian air mata artifisial,
karena pada mata yang terkena trauma kimia, produksi air mata cenderung tidak
stabil.
Sebagai tambahan, beberapa ahli mengajukan penggunaan vitamin C oral (sampai
dengan 2 gram QID) karena telah terbukti meningkatkan produksi kolagen.
3. Mengendalikan proses peradangan6
Pemberian steroid topikal adalah penting untuk mencegah infiltrasi sel-sel netrofil
sehingga akan mencegah pengumpulan kolagenase dan menurunkan pembentukan
fibroblasts pada kornea, namun penggunaan steroid tidak boleh digunakan untuk
lebih dari satu minggu karena adanya resiko melelehnya corneoscleral. Tetapi,
beberapa referensi lain mempermasalahkan resiko potensi infeksi dan ulserasi
yang melebihi keuntungan yang didapatkan.
Pemberian sitrat selain mempercepat proses penyembuhan kornea, juga dapat
menghambat agregasi sel PMN via penghambatan ion kalsium. Sedangkan
pemberian asetilsistein (10% atau 20%) dapat memfasilitasi proses kolagenasi
sehingga menghambat ulserasi kornea, walaupun penggunaan secara klinis masih
dalam predebatan.
4. Mencegah terjadinya infeksi10
Pasien dengan trauma pada kornea, konjungtiva, dan sklera dapat dilakukan
pemberikan antibiotik tetes mata atau salep mata topikal profilaksis. Pilihan
antibiotik adalah yang berspektrum luas, seperti tobramisin, gentamisin,
siprofloxacin, norfloxacin, bacitrasin. Neomycin dan golongan sulfa lebih jarang
digunakan karena banyaknya kasus alergi.
9
Pada trauma kimia ringan hingga sedang, Pemberian salep antibiotik dapat
diberikan tiap 1 sampai 2 jam.
5. mengendalikan tekanan intra okuler11
Peninggian tekanan intraokular harus diterapi dengan Diamox jika perlu, namun
pemberian beta-blocker topikal dapat digunakan sendirian maupun sebagai
tambahan.
6. Menurunkan rasa nyeri11
Pemberian sikloplegik dapat membantu dalam pencegahan spasme siliar.
Ditambah lagi, bahan ini dipercaya menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah
yang oleh karenanya, mengurangi peradangan dan menurunkan rasa nyeri.
Homatropine 5% sering direkomendasikan karena memiliki masa kerja rata-rata
12-24 jam, waktu dimana pasien harus menemui ahli mata untuk pemeriksaan
lanjutan. Sikloplegik jangka panjang, seperti scopolamine dan atropine, lebih
jarang digunakan.
Sebagai tambahan, beberapa ahli mata menganjurkan pengunaan diklofenak tetes
mata. Terapi ini memungkinkan pasien tetap dapat menggunakan kedua mata
selama pengobatan.6
Penatalaksanaan tambahan
Luka bakar sedang sampai berat harus dirujuk ke spesialis mata, bila perlu ke sub
spesialis kornea, jika tersedia, dan rawat inap sangat perlu. Amniotic membranes
(AM) telah terbukti memfasilitasi migrasi sel-sel epitel, menguatkan adhesi sel
eitel bagan basal, mencegah apoptosis epitel, dan meningkatkan diferensiasi
epitel. Cangkok AM (AM grafts) telah digunakan untuk membantu mengurangi
jaringan parut, peradangan, dan neovascularisasi dari mata yang terkena trauma;
lensa kontak AM saat ini masih dalam penelitian untuk tujuan tersebut diatas.6
10
Penatalaksanaan pada trauma akibat asam hidrofluorida
Pada pengobatan luka akibat asam hidrofluorida, belum ada pengobatan optimal
yang tersedia. Beberapa penelitian telah menggunakan 1% calcium gluconate
sebagai bahan pembilas atau sebagai tetes mata untuk luka semacam ini. Senyawa
Magnesium juga telah digunakan secara anekdotal untuk luka akibat asam
hidrofluorida; namun demikian, sedikit penelitian yang mendukung
keberhasilannya. Irigasi dengan magnesium khlorida telah terbukti nontoksik pada
mata. Keuntungan dengan pendekatan semacam ini telah dilaporkan secara
anekdotal bahkan 24 jam dari cedera ketika pengobata yang lain tidak berhasil.
Beberapa penulis merekomendasikan penetesan tiap 2-3 jam karena
menggunakannya sebagai pembilas dapat menyebabkan iritasi dan lebih lanjut
dapat menyebabkan ulserasi kornea.
Pelumas bisa juga diberikan. Lubrikasi yang adekuat membantu mencegah
terjadinya simblefaron. Beberapa penulis merekomendasikan penggunaan steroid
topikal pada beberapa pasien, terutama pada trauma basa dan akibat asam
hidrofluorida. Mereka percaya steroid dapat membatasi peradangan intraocular
dan menurunkan pembentukan fibroblasts pada kornea. Beberapa yang lain
mempermasalahkan resiko potensi infeksi dan ulserasi melebihi keuntungan yang
didapatkan.8
Trauma kimia parah disertai neovaskularisasi kornea
11
Terapi Pembedahan
1. Terapi pembedahan tambahan jika terdapat gangguan penyembuhan luka
setelah trauma kimiawi yang amat parah
Suatu transplantasi conjunctival dan limbal (stem cell transfer) dapat
mengganti sel induk yang hilang yang penting untuk penyembuhan kornea.
Sehingga akan menyebabkan re-epitelisasi.
Jika kornea tidak mengalami penyembuhan, suatu lem cyanoacrylate dapat
digunakan untuk melekatkan suatu hard contact lens (epitel buatan) untuk
membantu penyembuhan.
Prosedur Tenon’s capsuloplasty (mobilisasi dan penarikan maju suatu flap
[lembaran/sayap] dari jaringan subconjunctival ke kapsula Tenon’s untuk
menutupi defek yang ada) dapat membantu menghilangkan defek pada
konjunctiva dan sclera.6
2. Penatalaksanaan bedah lanjutan setelah mata stabil
Lisis dari symblepharon untuk meningkatkan motilitas okuler dan palpebra.
Bedah plastik pada palpebra untuk membebaskan bola mata. Ini hanya boleh
dilakukan sekitar 12 sampai 18 bulan setelah cedera.
Jika terdapat kehilangan total dari sel goblet, transplantasi dari mukosa nasal
biasanya menghilangkan nyerinya.
Penetrating keratoplasty dapat dilakukan untuk mengembalikan pengelihatan.
Karena kornea yang rusak sangat banyak mendapatkan vaskularisasi, prosedur ini
diwarnai oleh banyaknya insidensi penolakan cangkokan. Kornea yang jernih
jarang bisa didapatkan pada mata yang mengalami trauma parah bahkan dengan
suatu cangkok kornea dengan tipe HLA yang sama dan terapi imunosupresif.
2.8 Prognosis
Derajat iskemia konjungtiva dan pembuluh darah daerah limbus adalah indikator
tingkat keparahan cedera dan prognosis penyembuhannya. Makin besar iskemia
dari konjungtiva dan pembuluh darah limbus, luka yang terjadi akan makin parah.
12
Bentuk paling parang dari trauma kimia adalah cooked fish eye. Dimana
prognosisnya amat buruk, dan buta total mungkin terjadi.
Pembentukan sikatriks pada permukaan kornea akibat trauma kimia.
Trauma kimiawi sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan konjungtiva
palpebra dapat menyebabkan simblefaron, perlengketan antara konjungtiva bulbi
dan konjungtiva palpebra. reaksi peradangan di bilik mata depan dapat
menyebabkan glaukoma sekunder.1
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : KAS
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pegubugan Duda Selat Karangasem
Pekerjaan : Pelajar
MRS : 24 Maret 2010
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri pada mata kanan
Anamnesa :
Pasien datang dengan keluhan nyeri ada mata sebelah kanan setelah
terpercik lem ‘alteco’ sekitar 4 jam sebelum masuk rumah sakit (MRS). Pasien
merasakan nyeri hebat dan tidak tertahankan. Pasien mengaku mencoba membuka
tutup lem tersebut yang keras dengan kedua tangannya dan setelah terbuka
akhirnya terpercik ke mata kanan pasien. Mata pasien dikatakan masih dapat
melihat tetapi dengan pandangan kabur. Pasien juga mengeluhkan pandangan
menjadi silau dan mata kanan yang menjadi merah.
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal. Pasien
juga mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Riwayat
pemakaian obat tetes mata sebelumnya juga disangkal. Riwayat penyakit sistemik
seperti diabetes melitus dan hipertensi disangkal. Riwayat sakit gigi, sakit
tenggorokan, sakit telinga disangkal.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama dan beraktivitas sebagai pelajar tiap harinya.
14
3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 16x/menit
Temperatur axila : 36,5o C
Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)
Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra
Visus
Refraksi/Pin Hole
6/15
Tidak dilakukan
6/6
Tidak dilakukan
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Glue Residu (+)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pungtum lakrimalis
15
Pungsi
Benjolan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Sekret
Papil
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hipermi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan di bawah konjungtiva
Pterigium
Pingueculae
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sklera
Warna
Pigmentasi
Putih
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
16
Odem
Infiltrat
Ulkus
Sikatriks
Keratik presifitat
FL(+)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kamera okuli anterior
Kejernihan
Kedalaman
Jernih
Normal
Jernih
Normal
Iris
Warna
Koloboma
Sinekia anterior
Sinekia posterior
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
Bentuk
Regularitas
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Lensa
Kejernihan
Dislokasi/subluksasi
Jernih
Tidak ada
Jernih
Tidak ada
3.4 Resume
Laki-laki 18 tahun datang dengan keluhan mata kiri terkena percikan lem
“alteco” sekitar 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku mencoba
membuka tutup lem tersebut yang keras dengan kedua tangannya dan setelah
terbuka akhirnya terpercik ke mata kanan pasien. Pasien mengaku masih dapat
melihat tetapi dengan pandangan yang kabur. Pasien juga mengeluhkan nyeri
pada mata kanannya dan dengan pandangan silau disertai mata merah.
17
Dari pemeriksaan fisik ditemukan visus OD 6/15, OS 6/6. Pada OS
didapatkan palpebra terdapat glu residu, konjunctiva didapatkan CVI (+),
PCVI (+). Pada kornea didapatkan fl. Pada OS ditemukan dalam batas normal.
Pemeriksaan lokal
OD Pemeriksaan OS
6/15 Visus 6/6
Normal Silia Normal
Glue residu (+) Palpebra Normal
CVI (+), PCVI(+) Konjungtiva Bulbi Tenang
Normal Sklera Normal
Fluorescence (+) Kornea Normal
Normal Kamera Okuli Anterior Normal
Bulat, Reguler Iris/Pupil Bulat, ireguler
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih
3.5 Diagnosis
OD Trauma Kimia Komplikasi erosi kornea
3.6 Planning
- Irigasi dengan RL 500 cc
- C. Xitrol ed 6x1 qtt OD
- Cen-Fresh ed 6x1 qtt OD
- Mefenamic acid 3x500mg
- Vit. C 1x500mg
18
3.7 Prognosis
Ad vitam : Dubius et bonam
Ad fungsionam : Dubius et bonam
19
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada mata sebelah kanan setelah
terpercik lem ‘alteco’ sekitar 4 jam sebelum masuk rumah sakit (MRS). Pasien
merasakan nyeri hebat dan tidak tertahankan. Pasien mengaku mencoba membuka
tutup lem tersebut yang keras dengan kedua tangannya dan setelah terbuka
akhirnya terpercik ke mata kanan pasien. Mata pasien dikatakan masih dapat
melihat tetapi dengan pandangan kabur. Pasien juga mengeluhkan pandangan
menjadi silau dan mata kanan yang menjadi merah.
Keluhan utama penderita yaitu nyeri pada mata kanan. Pada trauma kimia
pada umumnya, pasien akan datang dengan keluhan nyeri lokal pada mata yang
terkena trauma. Nyeri pada mata kanan ini disebabkan karena terpercik lem
“alteco”. Sesuai dengan beberapa pustaka bahwa trauma kimia juga sering terjadi
bahan-bahan yang sering digunakan pada rumah tangga yang merupakan jenis
trauma yang sangat berbahaya dan harus dirawat secara cepat dan tepat. Lem
“alteco” merupakan lem dengan bahan pelekat yang sering digunakan di rumah
tangga dengan komposisi cyanoacrylate adhesive yang terdiri dari tepung
perunggu, asam nitrat dan kapur perekat yang bersifat asam. Asam nitrat
sebagaimana di bahas dalam pustaka di atas menjadi salah satu bahan yang
tersering menyebabkan trauma pada mata akibat tersemprot atau terpercik pada
wajah.
Pasien juga mengeluhkan pandangan menjadi kabur,pandangan kabur ini
menyebabkan penurunan visus pada pasien. Penurunan visus mendadak dapat
terjadi akibat defek pada epitel kornea, pembentukan kabut stroma, peningkatan
lakrimasi atau ketidaknyamanan. Selain keluhan pandangan kabur, pasien juga
mengeluhkan pandangan yang menjadi silau, Peka terhadap cahaya (fotofobia)
dikarenakan kontraksi iris karena peradangan dimana terjadi dilatasi pembuluh
iris yang merupakan refleks akibat dari iritasi ujung saraf kornea. Dan
peningkatan pembentukan air mata. Mata merah yang dikeluhkan pada pasien
menunjukkan bahwa terdapat peradangan pada konjunctiva, namun mata merah
ini menandakan bahwa trauma kimianya tidak dalam kondisi yang sangat parah,
20
karena jika tauma kimianya parah, mata tidak menjadi merah namun akan tampak
putih karena iskemia pada pembuluh darah konjungtiva.
Pada pemeriksaan lokalis mata kanan didapatkan blepharospasme karena
pasien merasa silau. Edema pada kelopak disebabkan adanya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah berupa CVI
dikarenakan adanya reaksi peradangan yang meluas sampai ke arteri konjungtiva
posterior dan arteri siliaris anterior. Pada pasien ini terjadi komplikasi erosi
kornea, asam berdisosiasi menjadi ion hydrogen dan anion di kornea. Molekul
hydrogen merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sementara, anion
menyebabkan denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. kolagulasi protein
secara umum mencegah penetrasi lebih dalam. Sehingga, trauma asam biasanya
nonprogresif dan sifatnya superfisial.
Dari anamnesis dan pemeriksaan, pasien ini didiagnosis OD trauma kimia
komplikasi erosi kornea.
Penatalaksanaan yang diberika pada pasien ini adalah irigasi dengan RL
500 cc, Pengobatan untuk semua trauma kimiawi harus dimulai sesegera
mungkin. Ini adalah satu-satunya cara untuk dapat mempertahankan kemempuan
penglihatan, dengan memulai irigasi sesegera mungkin dan memperahankannya
sedikitnya sekitar 30 menit. Larutan RL merupakan larutan fisiologis yang terpilih
dan digunakan pada pasien dengan trauma kimia. Pada pasien ini diberikan cendo
xitrol yang mengandung steroid dan antibiotik. Pemberian antibiotik ini untuk
mencegah terjadinya infeksi. Pasien dengan trauma pada kornea, konjungtiva, dan
sklera dapat dilakukan pemberikan antibiotik tetes mata atau salep mata topikal
profilaksis. Pilihan antibiotik adalah yang berspektrum luas, seperti tobramisin,
gentamisin, siprofloxacin, norfloxacin, bacitrasin. Neomycin dan golongan sulfa
lebih jarang digunakan karena banyaknya kasus alergi. Sedangkan steroid untuk
mengendalikan proses peradangan Pemberian steroid topikal adalah penting untuk
mencegah infiltrasi sel-sel netrofil sehingga akan mencegah pengumpulan
kolagenase dan menurunkan pembentukan fibroblasts pada kornea, namun
penggunaan steroid tidak boleh digunakan untuk lebih dari satu minggu karena
adanya resiko melelehnya corneoscleral.
21
Setelah bahan kimia dibersihkan dari permukaan bola mata, proses
reepiteliasi mulai terjadi. Proses ini dapat difasilitasi dengan pemberian air mata
artifisial, karena pada mata yang terkena trauma kimia, produksi air mata
cenderung tidak stabil.
Sebagai tambahan, beberapa ahli mengajukan penggunaan vitamin C oral
(sampai dengan 2 gram QID) karena telah terbukti meningkatkan produksi
kolagen. Sedangkan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien, maka
diberikan analgetic oral.
Derajat iskemia konjungtiva dan pembuluh darah daerah limbus adalah
indikator tingkat keparahan cedera dan prognosis penyembuhannya. Makin besar
iskemia dari konjungtiva dan pembuluh darah limbus, luka yang terjadi akan
makin parah. Bentuk paling parah dari trauma kimia adalah cooked fish eye. Pada
pasien ini berdasarkan indikator tingkat keparhan cedera yang ada mengarah ke
baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Melsaether CN, Rosen CL, Burns, Ocular
http://www.emedicine.com/emerg/topic736.htm Randleman JB, Loft E,
Broocker G, Burns, Chemical,Available from URL :
http://www.emedicine.com/oph/ophthalmology_for_the_general_practitio
ner/topic82.htm
2. Sachdeva D, Chemical Eye Burns, Available from URL :
http://www.emedicine.com/aaem/eye/topic102.htm
3. Lang GK, Ocular Trauma, in Lang GK, Ophtalmology, A Short Textbook,
Tieme Stuttgart, New York, 2000
4. Eye injury, Available from
URL : http://www.myeyecarecenter.com/content/eyeinjuries.htm
5. Ocular Trauma, Available from URL :
http://www.revoptom.com/handbook/sect3h.htm
6. Burn, Chemical: Treatment& Medication, available from URL :
http://emedicine.medscape.com/article/1215950-diagnosis
7. Pfister RR, Pfister DA. Alkali injuries of the eye. In: Fundamentals of Cornea
and External Disease. Cornea. Vol 2. 2005:1285-93.
8. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi
Umum. Edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika
9. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009
10. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Mata RSUP
Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. 2001
11. Ilyas, Sidarta. Trauma Mata, dalam: Ilmu Penyakit Mata. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2005 pp:259-276.
23
Top Related