Download - tp adri.docx

Transcript
Page 1: tp adri.docx

Sejarah MuhammadiyahPROLOG

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

 

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

 

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

 

 Masjid Bersejarah

Page 2: tp adri.docx

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah (-1-)Pendidikan barat yang diperkenalkan kepada penduduk pribumi sejak paruh kedua abad XIX sebagai upaya penguasa kolonial untuk mendapatkan tenaga kerja, misalnya, sampai akhir abad XIX pada satu sisi mampu menimbulkan restratifikasi masyarakat melalui mobilitas sosial kelompok intelektual, priyayi, dan profesional. Pada sisi lain, hal ini menimbulkan sikap antipati terhadap pendidikan Barat itu sendiri, yang diidentifikasi sebagai produk kolonial sekaligus produk orang kafir. Sememara itu, adanya pengenalan agama Kristen dan perluasan kristenisasi yang terjadi bersamaan dengan perluasan kekuasaan kolonial ke dalam masyarakat pribumi yang telah terlebih dahulu terpengaruh oleh agama Islam, mengaburkan identitas politik yang melekat pada penguasa kolonial dan identitas sosial -keagamaan pada usaha kristenisasi di mata masyarakat umum. Bagi sebagian besar penduduk pribumi, tekanan politis, ekonomis, sosial, maupun kultural yang dialami oleh masyarakat secara umum sebagai sesuatu yang identik dengan kemunculan orang Islam dan kekuasaan kolonial yang menjadi penyebab kondisi tersebut tidak dapat dipisahkan dari agama Kristen itu sendiri. Hal ini semakin diperburuk oleh struktur yuridis formal masyarakat kolonial, yang secara tegas membedakan kelompok masyarakat berdasarkan suku bangsa. Dalam stratifikasi masyarakat kolonial; penduduk pribumi menempati posisi yang paling rendah, sedangkan lapisan atas diduduki orang Eropa, kemudian orang Timur Asing, seperti: orang Cina, Jepang, Arab, dan India. Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah kolonial ini tetap dianggap sebagai upaya untuk menempatkan orang Islam pada posisi sosial yang paling rendah walaupun dalam lapisan sosial yang lebih tinggi terdapat juga orang Arab yang beragama Islam. Di samping itu, akhir abad XIX juga ditandai oleh terjadinya proses peng-urbanan yang cepat sebagai akibat dari perkemhangan ekonomi, politik, dan sosial. Kota-kota baru yang memiliki ciri masing-masing sesuai dengan faktor pendukungnya muncul di banyak wilayah. Perluasan komunikasi dan ransportasi mempermudah mobilitas penduduk. Sementara itu pembukaan suatu wilayah sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, industri, dan perdagangan telah menarik banyak orang untuk datang ke tempat tersebut. Sementara itu pula, tekanan ekonomi, politik, maupun sosial yang terjadi di daerah pedesaan telah mendorong mereka datang ke kota-kota tersebut. Memasuki awal abad XX sebagian besar kondisi yang telah terbentuk sepanjang abad XIX terus berlangsung. Dalam konteks ekonomi, perluasan aktivitas ekonomi sebagai dampak perluasan penanaman modal swasta asing maupun perluasan pertanian rakyat belum mampu menimbulkan perubahan ekonomi secara struktural sehingga kondisi hidup sebagian besar penduduk masih tetap rendah. Di beberapa tempat penduduk pribumi memang berhasil mengembangkan pertanian tanaman ekspor dlan mendapat keuntungan yang besar, akan tetapi ekonomi mereka masih sangat labil terhadap perubahan pasar. 

Page 3: tp adri.docx

Sementara itu perluasan aktivitas ekonomi menimbulkan persaingan yang semakin besar sehingga para pengusaha industri pribumi harus bersaing dengan produk impor yang lebih berkualitas dan lebih murah di pasar lokal, sedangkan para peclagang pribumi juga harus bersaing ketat dengan pedagang asing yang terus mendominasi perdagangan lokal, regional, maupun internasional. Dalam perkembangan selanjutnya persaingan ini di beberapa tempat tidak lagi hanya terbatas pada masalah ekonomi, melainkan juga telah berkembang menjadi persoalan sosial, kultural, ataupun politik. Walaupun dalam bidang politik terjadi pergeseran dari kekuasan administratif yang tersentralisasi ke arah desentralisasi pada tingka t lokal, kontrol yang ketat pejabat Belanda terhadap pejabat pribumi masih tetap berlangsung. Sementara itu, kebijakan Politik Balas Budi atau Politik Etis yang difokuskan pada bidang edukasi, irigasi, dan kolonisasi yang dilaksanakan sejak dekade pertama abad XX, telah memberikan kesempatan yang lebih luas kepada penduduk pribumi mengikuti pendidikan Barat dibandingkan dengan masa sebelumnya melalui pembentukan beberapa lembaga pendidikan khusus bagi penduduk pribumi sampai tingkat desa. Akan tetapi, kesempatan ini tetap saja masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pribumi secara keseluruhan. Kesempatan itu masih tetap diprioritaskan bagi kelompok elit penduduk pribumi, atau kesempatan yang ada hanya terbuka untuk pendidikan rendah, sedangkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan menengah dan tinggi masih sangat terbatas. Seperti pada masa sebelumnya, kondisi seperti ini terbentuk selain disebabkan oleh kebijakan pemerintah kolonial, juga dilatarbelakangi sikap antipati dari kelompok Islam, yang menjadi pendukung utama masyarakat pribumi terhadap pendidikan Barat itu sendiri. Secara umum mereka lebih suka mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren, atau hanya sekedar ke lembaga pendidikan informal lain yang mengajarkan pengetahuan dasar agama Islam. Akan tetapi, sebenarnya ada dualisme cara memandang pendidikan Barat ini. Di samping dianggap sebagai perwujudan dari pengaruh Barat atau Kristen terhadap lingkungan sosial dan budaya lokal maupun Islam, pendidikan Barat juga dilihat secara objektif sebagai faktor penting untuk mendinamisasi masyarakat pribumi yang mayoritas beragama Islam. Pendidikan Barat yang telah diperkenalkan kepada penduduk pribumi secara terbatas ini ternyata telah menciptakan kelompok intelektual dan profesional yang mampu melakukan perubahan-perubahan maupun memunculkan ide-ide baru di dalam masyarakat maupun sikap terhadap kekuasaan kolonial. Perubahan dan pencetusan ide-ide baru itu pada masa awal hanya terbatas pada bidang sosial, kultural, dan ekonomi, akan tetapi kemudian mencakup juga permasalahan politik. Walaupun feodalisme dalam sikap maupun struktur yang lebih makro di dalam masyarakat, khususnya di Jawa masih tetap berlangsung, pembentukan "organisasi modern" merupakan salah satu realisasi yang penting dari upaya perubahan dengan ide-ide baru tersebut. Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan oleh para mahasiswa sekolah kedokteran di Jakarta. Walaupun dasar, tujuan, dan aktivitas Budi Utomo sebagai suatu organisasi masih terikat pada unsur-unsur primordial dan terbatas, keberadaan Budi Utomo secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap bentuk baru dari perjuangan kebangsaan melawan kondisi yang diciptakan oleh kolonialisme Belanda. Berbagai organisasi baru kemudian didirikan, dan

Page 4: tp adri.docx

perjuangan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial yang dulu terkosentrasi di kawasan pedesaan mulai beralih terpusat di daerah perkotaan. Dunia Islam dan Masyarakat Muslim Indonesia Secara makro perkembangan dunia Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi Barat setelah sebagian besar negara yang penduduknya beragama Islam secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan kolonialisme dan imprialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat Muslim sendiri muncul usaha untuk mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran Islam, akidah, maupun pemikiran pada sebagian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh dominasi kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang ada dalam masyarakat Muslim itu sendiri. Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan ruhul Ishmi, jika dilihat dari ajaran Islam yang bersumber pada Quran dan Sunnah Rasulullah. Pengamalan ajaran Islam bercampur dengan bid'ah, khurafat, dan syi'ah. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga terbelenggu oleh otoritas mazhab dan taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak dilakukan lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum Qur'an yang menjadi sumber ajaran hanyadiajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan terjamahan dan tafsir hanya boleh dipelajari oleh orang-orang tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang bersumber pada masalah khilafiyah dan firu'iyah sering muncul dalam masyarakat Muslim, akibatnya muncul berbagai firqah dan pertentangan yang bersifat laten. Di tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul ide-ide pemurnian ajaran dan kesadaran politik di kalangan umat Islam melalui pemikiran dan aktivitas tokoh-tokoh seperti: Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan para pendukung Muhammad bin Abdul Wahab. Jamaludin Al-Afgani banyak bergerak dalam bidang politik, yang diarahkan pada ide persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan perjuangan pembebasan tanah air umat Islam dari kolonialisme Barat. Sementara itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi kestatisan, syirik, bid'ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di kalangan umat Islam. Restrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan mewujudkan ide-ide ke dalam berbagai penerbitan merupakan wujud usaha pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh dua orang ulama dari Mesir ini. Rasyid Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir, yang kemudian disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia Islam. Sementara itu, ide-ide pembaharuan yang dikembangkan oleh pendukung Muhammad bin Abdlul Wahab dalam gerakan Al Muwahhidin telah mendapat dukungan politis dari penguasa Arab Saudi sehingga gerakan yang dikenal oleh para orientalis sebagai Wahabiyah itu berkembang menjadi besar dan kuat. Seperti yang terjadi di dalam dunia Islam secara umum, Islam di Indonesia pada abad XIX juga mengalami krisis kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran maupun aktivitas, dan pertentangan internal. Perjalanan historis penyebaran agama Islam di Indonesia sejak masa awal melalui proses akulturasi dan sinkretisme, pada satu sisi telah berhasil meningkatkan kuantitas umat Islam. Akan tetapi secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni.

Page 5: tp adri.docx

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah (-2-)Di Pulau Jawa, misalnya, persoalan kemurnian ajaran Islam ini sangat terasa karena unsur-unsur lokal sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi ajaran di dalam masyarakat seperti yang terlihat pada: sekaten, kenduri, tahlilan, dan wayang. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada laporan T.S. Raffles tentang Islam di Jawa pada awal abad XIX, yang menyatakan bahwa orang Jawa yang berpengetahuan cukup tentang Islam dan berprilaku sesuai dengan ajaran Islam hanya beberapa orang saja. Selain itu, K.H. Ahmad Rifa'i, salah seorang ulama di Jawa yang sangat disegani oleh pemerintah kolonial, pada pertengahan abad XIX menyatakan bahwa pengamalan agama Islam orang Jawa banyak menyimpang dari aqidah Islalamiyah dan harus diluruskan. Interaksi reguler antara sekelompok masyarakat Muslim Indonesia dengan dunia Islam memberi kesempatan kepada mereka untuk mempelajari dan memahami lebih dalam ajaran Islam sehingga tidak mengherankan kemudian muncul ide-ide atau wawasan baru dalam kehidupan beragama di dalam masyarakat Indonesia. Mereka mulai mempertanyakan kemurnian dan implementasi ajaran Islam di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, di samping unsur-unsur lama yang terus bertahan seperti pemahaman dan pengamalan ajar-an Islam yang sinkretik dan sikap taqlid terhadap ulama, di dalam masyarakat Muslim Indonesia pada akhir abad XIX dan awal abad XX juga berkembang kesadaran yang sangat kuat untuk melakukan pembaharuan dalam banyak hal yang berhubungan dengan agama Islam yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tentu saja menimbulkan konflik antarkelompok, yang terpolarisasi dalam bentuk gerakan yang dikenal sebagai "kaum tua" berhadapan dengan "kaum muda" atau antara kelompok "pembaharuan" berhadapan dengan "antipembaharuan". Sementara itu, krisis yang terjadi di dalam Islam di Indonesia, selain disebabkan oleh dinamika internal juga tidak dapat dipisahkan dengan perluasan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Islam sejak awal muncul sebagai kekuatan di balik perlawanan terhadap kolonialisme, baik dalam pengertian idiologis maupun peran langsung para ulama dan umat Islam secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat berbagai perlawanan yang terjadi sepanjang abad XIX dan awal abad XX, seperti: Perang Diponegoro, Perang Bonjol, Perang Aceh, dan protes-protes petani, yang semuanya diwarnai oleh unsur Islam yang sangat kental. Akibatnya, pemerintah kolonial cenderung melihat Islam sebagai ancaman langsung dari eksistensi kekuasaan kolonial ini. Setiap aktivitas yang berhubungan dengan Islam selalu dicurigai dan dianggap sebagai langkah untuk melawan penguasa. Oleh sebab itu, berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh C. Snouck Hurgronje pada akhir abad XIX pemerintah kolonial secara tegas memisahkan Islam dari politik, akan tetapi Islam sebagai ajaran agama dan kegiatan sosial dibiarkan berkembang walaupun tetap berada dalam pengawasan yang ketat. Kecurigaan pemerintah kolonial yang berlebihan terhadap Islam ini membatasi kreativitas umat, baik dalam pengertian ajaran, pemikiran, maupun penyesuaian diri dengan dinamika dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat secara umum. Hal ini semakin diperburuk oleh munculnya sikap taqlid kepada para ulama tertentu pada sebagian besar umat Islam di Indonesia pada waktu itu.  Pemerintah kolonial juga berusaha

Page 6: tp adri.docx

mengeksploitasi perbedaan yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan Islam, seperti perbedaan sosio-antropologis antara kelompok santri dan abangan yang menjadi konflik sosial berkepanjangan. Selain itu, aktivitas kristenisasi yang dilakukan oleh missi Katholik maupun zending Protestan terhadap penduduk pribumi yang telah beragama Islam terus berlangsung tanpa halangan dari penguasa kolonial. Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah, panti asuhan, dan rumah sakit yang didirikan oleh missi dan zending sebagai pendukung utama dalam proses kristenisasi, secara reguler mendapat bantuan dana yang besar dari pemerintah. Ahmad Dahlan dan Pembentukan Muhammmadiyah di tengah-tengah kondisi tidak menentu seperti yang digambarkan di atas, Ahmad Dahlan muncul sebagai salah seorang yang perduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat pribumi secara umum maupun masyarakat Muslim secara khusus. Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta pacla tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya K.H. Abu Bakar adalah imam dan khatib Masjid Besar Kauman Yogyakarta, sementara ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta. Menurut salah satu silsilah, keluarga Muhammad Darwis dapat dihubungkan dengan Maulana Malik Ibrahim, salah seorang wali penyebar agama Islam yang dikenal di Pulau Jawa. Sebagai anak keempat dari keluarga K.H. Abubakar, Muhammad Darwis mempunyai 5 orang saudara perempuan dan I orang saudara laki-laki. Seperti layaknya anak-anak di Kampung Kauman pada waktu itu yang diarahkan pada pendidikan informal agama Islam, sejak kecil Muhammad Darwis sudah belajar membaca Quran di kampung sendiri atau di tempat lain. Ia belajar membaca Quran dan pengetahuan agama Islam pertama kali dari ayahnya sendiri dan pada usia delapan tahun ia sudah lancar dan tamat membaca Quran. Menurut cerita, sejak kecil Muhammad Darwis sudah menunjukkan beberapa kelebihan dalam penguasaan ilmu, sikap, dan pergaulan sehari-hari dibandingkan teman-temannya yang sebaya. Ia juga mempunyai keahlian membuat barang-barang kerajinan dan mainan.  Seperti anak laki-laki yang lain, Muhammad Darwis juga sangat senang bermain layang-layang dan gasing. Seiring dengan perkembangan usia yang semakin bertambah, Muhammad Dalwis yang sudah tumbuh remaja mulai belajar ilmu agama Islam tingkat lanjut, tidak hanya sekedar membaca Quran. Ia belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin. Selain belajar dari dua guru di atas yang juga adalah kakak iparnya, Muhammad Darwis belajar ilmu agama lslam lebih lanjut dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan KH. Muhammad Nur. Muhammad Darwis yang sudah dewasa terus belajar ilmu agama Islam maupun ilmu yang lain dari guru-guru yang lain, termasuk para ulama di Arab Saudi ketika ia sedang menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadist kepada Kyai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang.  Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad Darwis ini semakin berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890, beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889. 

Page 7: tp adri.docx

Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia seperti: Kyai Mahfudh dari Termas, Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, dan Kyai Nawawi dari Banten, maupun para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama bermukim di Mekah kurang lebih delapan bulan, telah membuka cakrawala baru dalam diri Muhammad Darwis, yang telah berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin, luas dan bervariasinya jenis kitab yang dibaca Ahmad Dahlan. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari Ahlussunnah waljamaah dalam ilmu aqaid, dari madzab Syafii dalam ilmu Fiqh dari Imam Ghozali dan ilmu tasawuf. Sesudah pulang dari menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan mulai membaca kitah-kitab lain yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Semangat membaca Ahmad Dahlan yang besar ini dapat dilihat pada kejadian ketika ia membeli buku menggunakan sebagian dari modal sebesar 1500 setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji yang pertama, yang sebenarnya diberikan oleh keluarganya untuk berdagang. Sementara itu, keinginan untuk memperdalam ilmu agama Islam terus muncul pada diri Ahmad Dahlan. Dalam upaya untuk mewujudkan cita-citanya itu, ia menunaikan ibadah haji kedua pada tahun 1903, dan bermukim di Mekah selama hampir dua tahun. Kesempatan ini digunakan Ahmad Dahlan untuk belajar ilmu agama Islam baik dari para guru ketika ia menunaikan ibadah haji pertama maupun dari guru-guru yang lain. Ia belajar fiqh pada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa'id Yamani, dan Syekh Sa' id Babusyel. Ahmad Dahlan belajar ilmu hadist pada Mufti Syafi'i, sementara itu ilmu falaq dipelajari pada Kyai Asy'ari Bawean. Dalam bidang ilmu qiruat, Ahmad Dahlan belajar dari Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Ahmad Dahlan juga secara reguler mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para Ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang. Berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan oleh Ahmad Dahlan, sebagian besar adalah buku yang dipengaruhi ide-ide pembaharuan. Di antara buku-buku yang sering dibaca Ahmad Dahlan antara lain: Kosalatul Tauhid karangan Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma karangan Muhammad Abduh, Kanz AL-Ulum, Dairah Al Ma'arif karangan Farid Wajdi, Fi Al -Bid'ah karangan Ibn Taimiyah, Al Tawassul wa-al-Wasilah karangan Ibn Taimiyah, Al-Islam wa-l-Nashraniyah karangan Muhammad Abduh, Izhar al-Haq karangan Rahmah al Hindi, Tafsshil al-Nasyatain Tashil al Sa'adatain, Matan al-Hikmah karangan Atha Allah, dan Al-Qashaid al-Aththasiyvah karangan Abd al Aththas. Pengalaman Ahmad Dahlan mengajar agama Islam di dalam masyarakat dimulai setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji pertama. Ahmad Dahlan mulai dengan membantu ayahnya mengajar para murid yang masih kanak-kanak dan remaja. Dia mengajar pada siang hari sesudah dzuhur, dan malam hari, antara maghrib sampai isya. Sementara itu, sesudah ashar Ahmad Dahlan mengikuti ayahnya yang mengajar agama Islam kepada orang-orang tua. Apabila ayahnya berhalangan, Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya memberikan pelajaran sehingga akhirnya ia mendapat sebutan kyai, sebagai pengakuan terhadap kemampuan dan pengalamannya yang luas dalam memberikan pelajaran agama Islam.

Page 8: tp adri.docx

 Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan agama Islam yang dimiliki, pengalaman berinteraksi dengan berbagai kelompok dalam  dunia Islam, serta pengalamannya memberi pelajaran agama Islam selama ini sehingga sering muncul ide dan aktivitas baru. Berbeda dengan para khatib lain yang cenderung menghabiskan waktu begitu saja ketika sedang bertugas piket di serambi masjid besar Kauman, Ahmad Dahlan secara rutin memberikan pelajaran agama Islam kepada orang-orang yang datang ke masjid besar ketika ia sedang melakukan piket.

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah (-3-)Ahmad Dahlan juga mulai menyampaikan ide-ide baru yang lebih mendasar, seperti persoalan arah kiblat salat yang sebenarnya. Akan tetapi, ide baru ini tidak begitu saja bisa dilaksanakan seperti yang diajarkan di serambi masjid besar karena mempersoalkan arah kiblat salat merupakan suatu hal yang sangat peka pada waktu itu. Ahmad Dahlan memerlukan waktu hampir satu tahun untuk menyampaikan masalah ini. Itu pun hanya terbatas pada para ulama yang sudah dikenal dan dianggap sepaham di sekitar Kampung Kauman. Pada satu malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama yang ada di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di surau milik keluarganya di Kauman. Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai kitab acuan ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, dua orang yang secara diam-diam mendengar pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan para jemaah salat dzuhur waktu itu. Akibatnya, Kanjeng KyaiPenghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang melakukan itu. Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut, Ahmad Dahlan yang merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899 mengarahkan surau tersebut ke arah kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja secara arsitektural berbeda dengan arah masjid besar Kauman. Setelah dipergunakan beberapa hari untuk kegiatan Ramadhan, Ahmad Dahlan mendapat perintah dari Kanjeng Penghulu untuk membongkar surau tersebut, yang tentu saja ditolak. Akhirnya, surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun diliputi perasaan kecewa, Ahmad Dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan arah masjid besar Kauman setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat yang sebenarnya ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid. Setelah pulang dari menunaikan ibadah haji kedua, aktivitas sosial-keagamaan Ahmad Dahlan di dalam masyarakat di samping sebagai Khatib Amin semakin berkembang. Ia membangun pondok untuk menampung para murid yang ingin belajar ilmu agama Islam secara umum maupun ilmu lain seperti: ilmu falaq, tauhid, dan tafsir. Para murid itu tidak hanya berasal dari wilayah Residensi Yogyakarta, melainkan juga dari daerah lain di Jawa Tengah.  Walaupun begitu, pengajaran agama Islam melalui pengajian kelompok bagi anak- anak, remaja, dan orang

Page 9: tp adri.docx

tua yang telah lama berlangsung masih terus dilaksanakan. Di samping itu, di rumahnya Ahmad Dahlan mengadakan pengajian rutin satu minggu atau satu bulan sekali bagi kelompok-kelompok tertentu, seperti pengajian untuk para guru dan pamong praja yang berlangsung setiap malam Jum`at. Pembentukan ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan tidak dapat dipisahkan dari proses sosialisasi dirinya sebagai pedagang dan ulama serta dengan alur pergerakan sosial- keagamaan, kultural, dan kebangsaan yang sedang berlangsung di Indonesia pada awal abad XX. Sebagai seorang pedagang sekaligus ulama, Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Residensi Yogyakarta maupun daerah lain seperti: Periangan, Jakarta, Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Semarang, Kudus, Pekalongan, Purwokerto, dan Surakarta. Di tempat-tempat itu ia bertemu dengan para ulama, pemimpin lokal, maupun kaum cerdik cendekia lain, yang sama-sama menjadi pedagang atau bukan. Dalam pertemuan-pertemuan itu mereka berbicara tentang masalah agama Islam maupun masalah umum yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang secara langsung berhubungan dengan kemunculan, kestatisan, atau keterbelakangan penduduk Muslim pribumi di tengah- tengah masyarakat kolonial. Dalam konteks pergerakan sosial keagamaan, budaya, dan kebangsaan, hal ini dapat diungkapkan dengan adanya interaksi personal maupun formal antara Ahmad Dahlan dengan organisasi seperti : Budi Utomo, Sarikat Islam, dan Jamiat Khair, maupun hubungan formal antara organisasi yang ia cirikan kemudian, terutama dengan Budi Utomo. Secara personal Ahmad Dahlan mengenal organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota Budi Utomo di Yogyakarta yang mempunyai hubungan dekat dengan dr. Wahidin Sudirohusodo, salah seorang pimpinan Budi Utomo yang tinggal di Ketandan Yogyakarta. Melalui Joyosumarto ini kemudian Ahmad Dahlan berkenalan dengan dr. Wahidin Sudirohusodo secara pribadi dan sering menghadiri rapat anggota maupun pengurus yang diselenggarakan oleh Budi Utomo di Yogyakarta walaupun secara resmi ia belum menjadi anggota organisasi ini. Setelah banyak mendengar tentang aktivitas dan tujuan organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan pribadi dan kehadirannya dalam pertemuan -pertemuan resmi, Ahmad Dahlan kemudian secara resmi menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909. Dalam perkembangan selanjutnya, Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota biasa, melainkan ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta. Sementara itu, pada sekitar tahun 1910 Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab. Keterlibatan secara langsung di dalam Budi Utomo memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan tentang cara berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern. Sementara itu, walaupun Ahmad Dahlan tidak terlibat secara aktif di dalam Jamiat Khair, selain belajar berorganisasi secara modern di kalangan orang Islam, ia juga mendapat pengetahuan tentang kegiatan sosial, terutama yang berhubungan dengan pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan model sekolah. Semua ini tentu saja merupakan suatu hal yang baru dan sangat

Page 10: tp adri.docx

berpengaruh bagi langkah-langkah yang dilakukan Ahmad Dahlan pada masa selanjutnya, seperti pendirian sekolah model Barat maupun pembentukan satuorganisasi. Sebagai pengurus Budi Utomo, aktivitas Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah organisasi. Ia sering memanfaatkan forum pertemuan pengurus maupun anggota Budi Utomo sebagai tempat untuk menyampaikan informasi tentang agama Islam, bidang yang sangat ia kuasai. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah acara resmi selesai. Kepiawaian Ahmad Dahlan dalam menyampaikan informasi tentang agama Islam dalam berbagai pertemuan informal itu telah menarik perhatian para pengurus maupun anggota Budi Utomo yang sebagian besar terdiri dari pegawai pemerintah dan guru sehingga sering terjadi diskusi yang menarik di antara mereka tentang agama Islam. Di antara pengurus dan anggota Budi Utomo yang tertarik pada masalah agama Islam adalah R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo, yang pada saat itu menjabat sebagai guru di Kweekschool Jetis. Melalui jalur dua orang guru ini Ahmad Dahlan mendapat kesempatan mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis, setelah kepala sekolah setuju dan memberikan izin.  Pelajaran agama Islam di sekolah guru milik pemerintah itu diberikan di luar jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan pada setiap hari Sabtu sore. Dalarn mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca Quran, Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian para siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa bahwa waktu pelajaran agama Is1am pada hari Sabtu sore itu belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa orang siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering datang ke rumah Ahmad Dahlan di Kauman pada hari Ahad untuk bertanya maupun melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, pengalaman berorganisasi di Budi Utomo dan Jamiat Khair memberikan pelajaran kepada siswa Kweekschool dan didukung oleh perkembangan pendapat masyarakat umum pada waktu itu yang mulai menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana yang penting bagi kemajuan penduduk pribumi. Oleh karena itu, Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama Islam dan ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan Ahmad Dahlan menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada para santri yang belajar di Kauman maupun penduduk Kauman secara umum. Sebagian besar dari mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan ada yang secara tegas menolak ide pendidikan sistem sekolah tersebut karena dianggap bertentangan dengan tradisi dalam agama Islam. Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada Ahmad Dahlan satu per-satu berhenti. Walaupun belum mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya, Ahmad Dahlan tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum. Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m dan ia bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan sendiri oleh Ahmad

Page 11: tp adri.docx

Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya sendiri. Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri oleh Ahmad Dahlan dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis dibuat dari kayu suren.

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah (-4-)Delapan orang siswa pertama itu merupakan santrinya yang masih setia, serta anak-anak yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Ahmad Dahlan. Pendirian sekolah tersebut ternyata tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sekitarnya kecuali beberapa orang pemuda. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan dengan lancar. Selain ada penolakan dan pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya berjumlah 8 orang itu juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk sekolah kembali, di samping ia terus mencari siswa baru. Seiring dengan pertambahan jumlah siswa, Ahmad Dahlan juga menambah meja dan bangku satu per satu sehingga setelah berlangsung enam bulan jumlah siswa menjadi 20 orang. Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurus Budi Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan mendapat dukungan yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Raji yang menjadi siswa, R. Sosro Sugondo, dan R. Budiarjo yang menjadi guru di Kweekschool Jetis sangat membantu Ahmad Dahlan mengembangkan sekolah tersebut sejak awal. R. Budiharjo yang bersama-sama Ahmad Dahlan menjadi pengurus Budi Utomo Yogyakarta banyak memberikan Saran tentang penyelenggaraan sebuah sekolah sesuai dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis. Ia juga menyarankan kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada pemerintah jika sekolah yang didirikan itu sudah teratur, dengan dukungan dari Budi Utomo. Selain itu, pendirian sekolah itu juga mendapat dukungan dari kelompok terpelajar yang berasal dari luar Kauman serta para siswa Kweekschool Jetis yang biasa datang ke rumahnya pada setiap hari Ahad. Sebagai realisasi dari dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan Kholil, seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada sore hari di sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa masuk dua kali dalam satu hari karena Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan agama Islam pada pagi hari. Walaupun masih mendapat tantangan dari beberapa pihak, jumlah siswa terus bertambah sehingga Ahmad Dahlan harus memindahkan ruang belajar ke tempat yang lebih luas di serambi rumahnya. Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Sebagai lembaga pendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan. Dalam kondisi seperti itu,

Page 12: tp adri.docx

pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi dalam Budi Utomo dan Jamiat Khair menjadi suatu hal yang sangat penting bagi munculnya ide dan pembentukan satu organisasi untuk mengelola sekolah tersebut, di samping kondisi makro pada saat itu yang telah menimbulkan kesadaran akan arti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang didapat dari para pendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis. Salah seorang siswa kweekschool yang biasa datang ke rumah Ahmad Dahlan pada hari Ahad, misalnya, menyarankan agar sekolah tersebut tidak hanya diurus oleh Ahmad Dahlan sendiri melainkan dilakukan oleh suatu organisasi supaya sekolah itu dapat terus berlangsung walaupun Ahmad Dahlan tidak lagi terlibat di dalamnya atau setelah ia meninggal. Ide pembentukan organisasi itu kemudian didiskusikan lebih lanjut dengan orang-orang yang selama ini telah mendukung pembentukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para anggota dan pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweekschool Jetis. Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi ide pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan Budiharjo yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R. Dwijosewoyo, seorang aktivis Budi utomo yang sangat berpengaruh pada masa itu. Pembicaraan tersebut tidak hanya terbatas pada upaya mencari dukungan, melainkan juga sudah difokuskan pada persoalan nama, tujuan, tempat kedudukan, dan pengurus organisasi yang akan dibentuk. Berdasarkan pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan didapatkan beberapa ha1 yang berhubungan secara langsung dengan rencana pembentukan sebuah organisasi. Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan menjadi pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari inspektur kepala dan anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang sudah dewasa. Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif, melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah seperti nama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda. Walaupun secara praktis organisasi yang akan dibentuk bertujuan untuk mengelola sekolah yang telah dibentuk lebih dahulu, akan tetapi dalam pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan selanjutnya tujuan pembentukan organisasi itu berkembang lebih luas, mencakup penyebaran dan pengajaran agama Islam secara umum serta aktivitas sosial lainnya. Anggaran dasar organisasi ini dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam penyusunannya mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di Kweekscbool Jetis. Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama yang berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."' Berdasarkan nama itu diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman,

Page 13: tp adri.docx

yaitu: Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi Utomo dalam rangka mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam proses permohonan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembentukan Muhammadiyah. Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan setelah melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam kesepakatan itu juga ditetapkan bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akanmembantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar pembentukan Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum. Pada hari Sabtu malam, tanggal 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah diumumkan secara resmi kepada masyarakat dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial, maupun para pejabat dan kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bertujuan menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di Jawa dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9 orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris, Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai anggota. Sementara itu, para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan Madura yang beragama Islam.

Page 14: tp adri.docx

Sejarah Singkat MuhammadiyahBulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta. Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.” Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif. Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian

Page 15: tp adri.docx

diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren. Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum. Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:

1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland,2. dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama

Islam kepada lid-lidnya.

Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya,

Page 16: tp adri.docx

dalam suasana yang maju dan menggembirakan. Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta. Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”. Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda. 

Page 17: tp adri.docx

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini. Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002: 78) . Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan. Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata. Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005). Kyai Dahlan tidak ingin umat

Page 18: tp adri.docx

Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad. Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan): ”bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana maksudnya? apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65). Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai masalah kehidupan. Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:

1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;

2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;

3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;

4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;

5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat

(Junus Salam, 1968: 33). Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332). Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat ”ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam

Page 19: tp adri.docx

konteks amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya. Kyai Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986: 26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai Muhammadiyah tahun 1970-an, bahwa: ”Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan. Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam. Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa

Page 20: tp adri.docx

huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah. Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia. Sumber : http://suara-muhammadiyah.com/

efleksi Perjuangan Satu Abad Muhammadiyah       Gagasan Muhammadiyah bermula dari sebuah perenungan, dan berlanjut dalam pergumulan pemikiran yang cukup panjang, semata-mata untuk melahirkan sebuah gerakan dakwah dan tajdid yang mampu mengakomodasi desakan kebangkitan di era gelap kolonialisme. Tentu, tak sedikit hadangan dan tantangan yang membelintang harus dilalui sebelum kemudian Sang Penggagas, Kyai Haji Ahmad Dahlan, bisa mengajak sejumlah warga Kauman secara resmi mendirikan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912. Tersebutlah sejumlah nama-nama yang menyejarah dalam ”dokumen abadi” Muhammadiyah sebagai Hoofd Bestur (pengurus pusat) yang pertamakali diajukan pada Gubernur Jenderal Belanda di Batavia. Yaitu, Mas Ketib Amin Hadji Ahmad Dahlan (Ketua), Mas Penghulu Abdullah Sirat (Sekretaris), Raden Ketib Tjandana Hadji Ahmad (Anggota), Hadji Abdul Rahman (Anggota), Raden Hadji Sarkawi (Anggota), Mas Gebajan Hadji Muhammad (Anggota), Raden Hadji Djailani (Anggota), Hadji Anis (Anggota), Mas Tjarik Hadji Muhammad Pakih (Anggota). Seperti kutipan Dat het Register der Besluiten van den Gouverneur-General, No. 81, Muhammadiyah baru dinyatakan de jure dan sah bergerak pada tanggal 22 Agustus 1914 di Residensi Yogyakarta. Meskipun secara de fakto, ikhtiar Kyai Haji Ahmad Dahlan merintis perubahan tradisi beragama, serta keberaniannya mengambil langkah mengembangkan pola pendidikan baru dalam ranah kaum santri yang masih lekat dengan feodalisme Islam --sekaligus memacu peran sosial jamaah yang tidak populis-- di Kauman kala itu, jauh sebelumnya telah berlangsung. Dan, geliat ikhtiar itu menandai denyut nadi gerakan Muhammadiyah. Dengan

Page 21: tp adri.docx

demikian, dapat dikata, ruh gerakan Muhammadiyah di tengah-tengah kehidupan umat Islam sudah ditiupkan jauh hari sebelum Raden Dwijosewoyo dari Budi Utomo naik mimbar dan membacakan besluit berdirinya Muhammadiyah.Dimana hari itu juga, Rechtspersoonlijkheid Muhammadiyah diumumkan di Loodge Gebouw Malioboro. Panta rei, kehadiran Muhammadiyah di kancah pergerakan kebangsaan dan khazanah keagamaan tak cukup sekadar untuk dicatat. Namun juga, terbukti mampu membuka gerbang baru bagi Islam keindonesiaan dan ikut serta menentukan merah-biru perjalanan sejarah bangsa Indonesia sendiri. Sebagai salah satu organisasi masyarakat yang kini telah berhasil mengukuhkan posisinya menjadi organisasi Islam modern terbesar di dunia, Muhammadiyah tidak hanya teruji oleh sejarah, tetapi juga turut menguji sejarah. Bahwa sejarah bangsa Indonesia memang membutuhkan kehadiran sebuah gerakan seperti Muhammadiyah yang bergiat secara intens dan konsisten dalam ranah dakwah, pemberdayaan masyarakat, pengentasan kemiskinan dan kebodohan. Rentang kiprah Muhammadiyah yang demikian panjang sejak kali pertama digerakkan, hingga mejelang seratus tahun usianya, telah banyak mewarnai sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan Muhammadiyah terbukti mampu menghasilkan sosok tokoh dan pemimpin besar yang turut andil dalam memastikan arah yang dituju oleh dan untuk masa depan bangsa Indonesia. Para tokoh dan pemimpin Muhammadiyah itulah, yang secara sukarela membaktikan hidupnya mengemudikan dan mengawal Muhammadiyah agar tetap konsisten berpijak pada khittah perjuangannya. Sehingga dapat dipastikan kehadiran Muhammadiyah bukan hanya sekadar rutinitas sejarah. Melainkan juga: jawaban atas dialektika dan tuntutan zaman yang terus bergerak.

Page 22: tp adri.docx

Eksistensi dan Kisar Gerakan MuhammadiyahIndonesia memasuki abad ke-20 adalah sebuah negeri yang muram. Setelah runtuhnya kekuasaan-kekuasaan monarkis di Nusantara, negeri ini terbelenggu oleh kolonialisme. Hampir segeap sendi kehidupan terpasung secara semena-mena bersamaan dengan munculnya berbagai praktik kolonialisasi yang sengaja merampas dan mencekeram hak dan hajat hidup kaum pribumi. Sejarah panjang kolonialisme itu berlangsung berabad-abad, sadis dan serakah, serta menimbulkan getir trauma dan cedera historis yang cukup parah. Indonesia terkoyak tanpa daya, dimana sebagian besar rakyatnya terbenam ke dalam kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Di rentang sejarah gelap kolonialisme itulah umat Islam Indonesia turut menanggung akibatnya. Sebagai entitas masyarakat mayoritas di Nusantara, umat Islam pun menjadi obyek dan sasaran kolonialisasi yang paling diperhitungakan karena terbukti kerap menyulut perlawanan rakyat secara terbuka dan bahkan besar-besaran. Di antara peristiwa perlawanan dimaksud adalah pecahnya Perang Suci: perlawanan umat Islam paling berdarah-darah sepanjang sejarah yang digerakkan dan dipelopori oleh barisan ulama Aceh. Tak lepas berkait dari itu, peristiwa penting yang menandai perlawanan umat Islam terhadap kolonialisme Belanda sebelumnya juga terjadi secara berturut-turut di berbagai belahan Nusantara, yakni Perang Padri di Minangkabau yang dipelopori Imam Bonjol dan Haji Miskin (1821-1838), Perang Sabil di Jawa yang dipelopori Pangeran Dipenogoro (1825-1830), serta Pemberontakan Tjilegon di Banten yang dipelopori Hadji Wasit dan Tubagus Hadji Ismail (1888). Rentetan kecamuk perang itu meninggalkan warisan kerugian materil dan personil serdadu yang sangat besar bagi Belanda, sekaligus menyisakan tak sedikit kekhawatiran yang kemudian secara perlahan memaksa Belanda menerapkan strategi baru kolinialisasi kaum pribumi yang dikenal dengan istilah Politik Etis. Era ini ditandai oleh hadirnya misionaris ulung bernama Christiaan Snouck Hurgronje, seorang dan satu-satunya orang –dalam sebuah tesis Alfian-- yang bertanggungjawab sebagai arsitek Kebijakan Politik Islam.  Kebijakan demikian itu, sengaja diberlakukan Belanda untuk menampilkan ”dua wajah” baru kolonialisasi, dan pada saat yang sama memerangi Islam di Indonesia dengan cara-cara yang tampak etis. Yaitu, menguatkan gelombang westernisasi pendidikan dan budaya di lapisan elite dan terpelajar, sedangkan di lapisan ”kedap perubahan” yang dibentengi ulama tradisionalis, Belanda menggairahkan kembali tradisi Hindu-Islam yang sudah berumur satu abad, dimana hal itu berakibat langsung serta sekaligus memicu maraknya praktik takhayul dan bid’ah (sebagai bentuk penyimpangan agama) di tangah-tengah kehidupan umat Islam Indonesia. Meskipun Belanda menuai hasil cukup gemilang dari proses awal kebijakan Politik Etis, namun hasil pahit yang sebelumnya tidak pernah diharapkan dari ekses proses kebijakan itu selanjutnya adalah lahirnya benih-benih nasionalisme Indonesia meodern. Benih-benih nasionalisme modern (perlawanan melelaui pintu perdagangan dan pendidikan) itu sudah terasa secara diam-diam melalui surat-surat Kartini dari Jepara kepada Stella Zeehandelaar di Belanda pada kurun 1899-

Page 23: tp adri.docx

1903, sampai kemudian gerakan nasionalisme versus Kolonialisme itu berlanjut cukup terbuka sejak Budi Utomo berdiri 1908 dan memulai sekolah Kweekschool di Jetis Yogyakarta. Sungguh pun tak dapat dipungkiri, kebijakan liberal di sektor ekonomi yang diberlakukan secara formal sejak tahun 1870, telah memberi kesempatan yang demikian luas tidak hanya kepada pemerintah kolonial, melainkan juga kepada pihak asing lainnya untuk melakukan esksploitasi tanpa batas terhadap sumber-sumber ekonomi di belahan-belahan bumi Indonesia. Perkebunan dan pertambangan milik pemerintah maupun perusahaan swasta asing bermunculan dan merambah cepat dari Sabang sampai Merauke. Realitas ini berbeda dengan masa sebelumnya, dimana eksploitasi hanya terkonsentrasi di sepanjang Pulau Jawa.  Sejalan dengan itu, merebaknya aktivitas berdasarkan sistem pasar dan penggunaan uang sebagai standar transaksi, dengan sendirinya menimbulkan komersialisasi dan monetisasi dalam kehidupan ekonomi masyarakat secara umum. Perluasan infrastruktur dan kesempatan ekonomi baru itu tentu saja mempunyai implikasi positif terhadap ekonomi kaum pribumi, namun pada saat yang sama, tekanan ekonomis terhadap bumiputra juga semakin kuat sebagai akibat dari kenaikan biaya hidup, penarikan pajak tunai yang kian beragam, nilai riil pendapatan yang rendah, maupun karena petani demikian teralienasi dari tanah sebagai faktor produksi utama sehingga tingkat hidup mayoritas masyarakat semakin rendah. Ada dual-economic system (dalam kajian Boeke) yang akhirnya berlaku dalam perekonomian Indonesia di masa kolonial, bahwa di satu sisi terdapat sebagian kecil kelompok sosial (terutama para kapitalis Eropa) yang melakukan aktivitas ekonomi secara kapitalis dan integral dengan pasar global, sementara di sisi lain terdapat sebagian besar kelompok sosial (mayoritas pribumi) yang hidup dalam subsistence economy. Yaitu, hidup secara pas-pasan hanya untuk kebutuhan keseharian tanpa sentuhan pendidikan yang memadai, sehingga terpaksa harus hidup bodoh dan terbelakang.Tak terbantah, dominasi kalangan Eropa dan elit feodal pribumi dalam dunia pendidikan menyebabkan rakyat yang mayoritas muslim tak cukup terakomodasi dalam sistem pendidikan modern, sementara kebekuan sistem pendidikan tradisional (pesantren) semakin meninggalkan ketidakberdayaan di pusaran arus sosial yang semakin jauh bergerak cepat ke arah modernisasi. Lebih menyedihkan, kesadaran sebagai bangsa terjajah tidak banyak muncul di kalangan masyarakat akibat pembodohan sistemik yang dilakukan pemerintah kolonial. Elit feodal pribumi, bahkan, tidak banyak tergugah dan tercerahkan.  Di tengah kemuraman mayoritas kaum pribumi itu, secara tak terduga muncullah sekelompok kecil masyarakat pribumi yang perlahan bergerak sebagai pengusaha industri dan pedagang yang kuat. Katakanlah mereka misalnya pengusaha industri batik, rokok, kerajinan, pedagang perantara, dan pedagang keliling di daerah-daerah seperti Pekalongan, Yogyakarta, Surakarta, Kudus, Pariaman, Palembang, dan Banjarmasin. Kelompok ini adalah kelas menengah pribumi dan merupakan sebagian kecil dari wiraswastawan pribumi yang mampu bersaing pada tingkat lokal dengan para pengusaha dan pedagang Eropa, Cina, Arab, dan India yang lebih dulu mendominasi sektor-sektor ekonomi. Sebagian besar kelas menengah pengusaha dan pedagang pribumi ini memiliki latar belakang agama Islam dan ikatan sosial yang kuat, satu hal yang sebenarnya paradoks dengan mayoritas pribumi yang umumnya Muslim.  

Page 24: tp adri.docx

Di Jawa, misalnya, mereka tinggal di kawasan tertentu seperti daerah yang dikenal sebagai Kauman atau Sudagaran. Daerah ini kebetulan dekat dengan pusat perdagangan, dan karenanya sebagian besar warganya berdagang atau menjadi pengusaha. Kondisi ekonomi mereka cukup mapan dan memberi mereka kesempatan untuk bergaul secara lebih kosmopolit, baik melalui ibadah haji ke Mekah, mengirimkan anak-anak mereka ke berbagai pesantren atau lembaga pendidikan lain di Indonesia maupun di luar negeri (seperti Saudi, Mesir, dan Eropa). Dengan demikian, interaksi mereka dengan masyarakat dan bangsa lebih luas berlangsung secara reguler dan berkesinambungan. Hal itu berlangsung, tidak hanya dalam konteks ekonomi dan pendidikan, melainkan juga dalam aspek sosial, kultural, dan politik. Interaksi mereka terutama dengan masyarakat Muslim dunia (Timur Tengah), termasuk dengan warga Indonesia yang sudah lama bermukim di Mekkah, membuka kesempatan masuknya unsur-unsur baru ke dalam masyarakat Muslim di Indonesia. Kyai Haji Ahmad Dahlan, satu di antara masyarakat kelas menengah pribumi itu. Meskipun sosoknya, barangkali hanyal berupa ”noktah kecil” dalam kancah sejarah Indonesia yang menjalani hidup sekadar berdagang batik dan menjadi Khatib Amin di Masjid Agung Kasultanan Ngayogyakarta. Namun ternyata, kehadiran dan kiprah Kyai Haji Ahmad Dahlan tidak hanya setampak noktah kecil itu, melainkan hadir dengan gagasan besar yang mencerahkan di tengah kemuraman nasib bangsa yang masih meringkuk dalam belenggu kolonialisme.  Lewat kosmopolitanisme pergaulannya di jalur perdagangan, perjalanan haji dan studinya di Makkah, Kyai Haji Ahmad Dahlan lantas kerap terlibat dalam renungan-renungan serius, sampai akhirnya berpikir keras untuk mengambil jalan baru perubahan sosial demi tumbuh dan berkembangnya Islam berkemajuan: sebuah reaksi segar untuk mengatasi keterbelakangan kaum pribumi, serta pembodohan dan pemiskinan akibat kolonialisasi yang terus berlangsung secara sistemik. Pikiran keras dan renungan serius itulah yang melahirkan gagasan-gagasan besar, sampai akhirnya memicu kelahiran Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912.

Page 25: tp adri.docx

A. SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH DI INDONESIA

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut “Sidratul Muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

B. PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI INDONESIAMuhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah

Page 26: tp adri.docx

dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.A. Latar Belakang KelahiranMuhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M. Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama nabi terakhir, kemudian mendapatkan ‘ya nisbiyah’ yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikutnya Muhammad. Tujuan : menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu’allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia. Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, berasa Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah bermaksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup sebagai realita.Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau

Page 27: tp adri.docx

perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.B. Visi dan Misi Muhammadiyah1. VisiMuhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.2. MisiMuhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi :1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.C. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah1. Faktor obyektif yang bersifat Internala) Kelemahan dan praktek ajaran Islam.Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk1. TradisionalismePemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.2. SinkretismePertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.b) Kelemahan Lembaga Pendidikan IslamLembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang

Page 28: tp adri.docx

dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.2. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternala. KristenisasiFaktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.b. Kolonialisme BelandaPenjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.c. Gerakan Pembaharuan Timur TengahGerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.1. C. Tokoh-Tokoh Muhammadiyah Dari Masa ke MasaNo Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan

Page 29: tp adri.docx

1 KH. Ahmad Dahlan 1912 19232 KH. Ibrahim 1923 19323 KH. Hisyam 1932 19364 KH. Mas Mansur 1936 19425 Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942 19536 Buya AR Sutan Mansur 1953 19597 KH. M Yunus Anis 1959 19628 KH. Ahmad Badawi 1962 19689 KH. Faqih Usman 1968 197110 KH. AR. Fachruddin 1971 199011 KH. A. Azhar Basyir 1990 199512 Prof. Dr. H. Amien Rais 1995 200013 Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif 2000 200514 Prof. Dr. H. Din Syamsuddin 2005 Sampai Sekarang dan habis masa jabatannya tahun 2015

D. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia1. Perkembanngan secara VertikalDari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.1. Perkembangan secara HorizontalDari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:1. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.2. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.3. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.4. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.5. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana.6. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.7. Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup Muhammadiyah”, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara sederhana, tetapi menyeluruh.Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:1. mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan,

Page 30: tp adri.docx

dan2. mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama. Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:1. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.2. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.3. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.4. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan Ilahi.Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:1. Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.2. Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.3. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.4. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.5. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.6. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.7. Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam

Page 31: tp adri.docx

persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada beberapa buah, yaitu:1. ‘Aisyiyah2. Nasyiatul ‘Aisyiyah3. Pemuda Muhammadiyah4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)5. Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)6. Tapak Suci Putra Muhamadiyah7. Gerakan Kepanduan Hizbul-WathanOrganisasi-organisasi otonom tersebut termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.E. Pemikiran/Gagasan Tokoh-Tokoh Muhammadiyah1. K.H. Ahmad Dahlan, lahir di Yogjakarta 1 Agustus 1868, ia berasal adari elit keagamaan kesultanan Yogjakarta, menjadi haji tahun 1890, sekembalinya dari Mekkah, gagasanya memperbaharui Islam melalui organisasi yang dibentuknya. Hingga tahun 1925 Muhammadiyah telah mendirikan 50 buah sekolah dengan jumlah murid 4000 orang, balai pengobatan dan panti asuhan.2. K.H. Ibrahim,lahir 7 Mei 1874 di Yogjakarta, beliau adik Nyai Ahmad Dahlan. Pada masa ini Muhammadiyah mengalami perkembangan yang pesat. Gagasannya adalah 1) kaum ibu supaya rajin beramal dan beribadah, senantiasa mengingat Allah, rajin menjalankan perintah agama Islam, 2) pengajian model sorogan, yaitu belajar prifat bersifat sindividual terutama untuk anak-anak muda, dan model weton, yaitu cara mengajar mengaji kyai membaca sedang santri-santrinya mendengarkan dengan memegang kitabnya masing-masing, 3) konggres mulai diadakan secara bergiliran diseluruh kota Indonesia, seperti konggres Muhammadiyah ke 15di Surabaya, kemudian berturut-turut setelah itu di selenggarakan di kota Pekalongan, Solo, Bukittinggi, Makasar dan Semarang, 4) bea siswa, khitanan massal, memperbaiki badan perkawinan dan menjodohka putra-putri Muhammadiyah, penurunan gambar KH. Ahmad Dahlan, karena ada indikasi mengkultuskan beliau, 5) member kebebasan pada golongan muda untuk mengekspresikan cara-cara berdakwah.3. KH. Hisyam, lahir Yogjakarta, 10 November 1883, pada pereode ini perekembangan sekolah sekolah Muhammadiyah tumbuh subur bak jamur, karena beliau lebih memperhatikan tentang pendidikan dan pengajaran .Gagasannya, tentang 1) ketertiban administrasi dan menejemen organisasi, 2) modernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, sampai masa berakhir kepemimpinannya tahun 1932 telah berdiri 103 volkschool, 47 Standaardschool, 69 hollandschool Inlandsche School ( HIS), dan 25 Schael School , yaitu sekolah lima tahun yang menyambung ke MULO ( Meer Uitgedbreid lager Onderwijs) setara dengan SMP saat ini., 5) menerima subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.4. Mas Mansyur, lahir Surabaya 25 Juni 1896, pahlawan nasional dan anggota 4 serangkai dalam pergerakan Nasional Indonesia. Gagasannya, 1) membentuk majlis diskusi bersama (Tawsir al- Afkar) berdiri karena latar belang kekolotan masyarakat Surabaya 2) membebaskan tanah air dari penjajahan, 3) menerbitkan majalah Suara Santri, 4) memperbolehkan bunga bank.5. Ki Bagus Hadikoesoemo, lahir Yogjakarta, dengan nama R Hidayat, 24 November 1890, merupakan tokoh kuat patriotik, anggota BPUPKI dan PPKI. Gagasanya, 1) sangat besar peranannya dalam mukodimah UUD 1945, dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan, 2) merumuskan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang dijadikan muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, 3) memperlakukan hukum

Page 32: tp adri.docx

agama Islam, 4) menentang penghormatan kepada dewa matahari pada masa pemerintahan Jepang,6. Prof. Dr. Amin Rais, lahir di Solo, 26 April 1944, ia politikus yang pernah menjabat ketua MPR pereode 1999 -2004, seorang yang kritis pada kebijakan pemerintah, dijuluki “King Maker” dalam jabatan Presiden Indonesia saat awal reformasi. Gagasanya, 1) mendirikan PAN dan membawa organisasi ke partai politik, 2) mendukung evaluasi kontrak karya terhadap PT Freeport Indonesia.7. Prof. Dr.Ahmad Syafi’i Ma’arif, lahir Sijunjung Sumatera Barat, 31 Mei 1935, tokoh ilmuwan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat, sikap yang plural, kritis dan bersahaja. Gagasannya tertuang dalam tulisan-tulisannya seperti dalam buku Dinamika Islam dan Islam Mengapa Tidak ?8. Prof. Dr. Din Syamsudin, lahir Sumabawa Besar, Nusatengara Tenggara Barat, 31 Agustus 1958, politisi yang saat ini masih menjabat sebagai ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Gagasannya, ia memandang bahwa terorisme lebih relevan bila dikaitkan dengan isu poliik dibanding dengan isu idilogi, ia juga tidak senang bila sebagian kelompok umat Islam menggunakan label Islam dalam melakukan aksi terorisme, menurutnya, aksi terorisme yang mengatasnamakan Islan akan merugikan umat Islam baik dalam tingkat internal umat Islam atau pada skala global9. HAMKA, nama singkatan dari Haji Abdul Malik Karim ‘Amrullah ( Maninjau, Sumatera Barat 16 Februari 1908 – Jakarta, 24 Juli 1981), tokoh dan pengarang Islam. Putera seorang ulama terkemuka, terkenal dengan Haji Rasul dan medapat gelar doctor dari Al- Azhar ( 1955), membawa pembaharuan dalam soal agama di Minangkabau , pendidikan formal SD tetapi banyak belajar sendiri , terutama dalam bidang agama. Keahlian dalam Islam diakui oleh Internasional sehingga mendapat gelar kehormatan dari Al-Azhar tahun 1955 dan Universitas Kebangsaan Malaysia ( 1976). Tahun 1924 beliau merantau di pulau Jawa, untuk belajar antara lain kepada H.O.S. Tjokroaminoto dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Karya tulisnya adalah, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal van der Wijck, Merantau ke Deli, Di Dalam Lembah Kehidupan.10. H. Abul Karim Oei ( Oei Tjen Hien ), lahir di Padang Panjang, 1905, mantan anggota parlemen RI dan mendirikan organisasi etnis Tionghoa Islam dengan nama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia/ PITI. Mantan komisaris BCA dan akktif dalam pembauran / asimilasi Gagasannya, kesadaran harus hidup keluar dari lingkungan etnisnya.

http://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya-muhammadiyah-di-indonesia/

Page 33: tp adri.docx

KH Pendiri Muhammadiyah 1912 Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Ia mendirikan Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.

Pada saat Pendiri Muhammadiyah 1912 Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah, ia mendapat tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan hasutan baik dari keluarga dekat maupun dari masyarakat sekitarnya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut. 1) Atas jasa-jasa KH Pendiri Muhammadiyah 1912 Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Penetapannya sebagai Lihat Daftar Pahlawan Nasional pahlawan Nasional didasarkan pada empat pokok penting yakni: Pertama, KH Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.

Kedua, dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam. Ketiga, dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam. Keempat, dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian Lihat Daftar Tokoh Perempuan wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan Lihat Daftar Tokoh Perempuan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.

Diasuh di Lingkungan Pesantren Muhammad Darwisy lahir dari keluarga ulama dan pelopor penyebaran dan pengembangan Islam di tanah air. Ayahnya, KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) Yogyakarta, dan ibunya, Nyai Abu Bakar adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) Yogyakarta pada masa itu.

Page 34: tp adri.docx

Ia anak keempat dari tujuh orang bersaudara, lima saudaranya Lihat Daftar Tokoh Perempuan perempuan dan dua lelaki yakni ia sendiri dan adik bungsunya. Dalam silsilah, ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). 2)Idem

Silsilahnya lengkapnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH Abu Bakar bin KH Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

Sejak kecil Muhammad Darwisy diasuh dalam lingkungan pesantren, yang membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Pada usia 15 tahun (1883), ia sudah menunaikan ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Ia pun semakin intens berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Interaksi dengan tokoh-tokoh Islam pembaharu itu sangat berpengaruh pada semangat, jiwa dan pemikiran Darwisy.

Semangat, jiwa dan pemikiran itulah kemudian diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.

Setelah lima tahun belajar di Makkah, pada tahun 1888, saat berusia 20 tahun, Darwisy kembali ke kampungnya. Ia pun berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Lalu, ia pun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) Yogyakarta.

Pada tahun 1902, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, sekaligus dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah hingga tahun 1904.

Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil. Siti Walidah, kemudian lebih dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan, seorang Lihat Daftar Pahlawan Nasional pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Pasangan ini mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991).

Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga

Page 35: tp adri.docx

pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

Mendirikan Muhammadiyah Semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, yang diperolehnya dari Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, ibn Taimiyah dan lain-lain selama belajar Makkah (1883-1888 dan 1902-1904), kemudian diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).

Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.

Dahlan sendiri sadar bahwa semaangat pembaharuannya tidak akan serta-merta dapat dipahami dan diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya. Tidak mudah melakukan pemharuan pada suatu sifat ortodoks yang sudah membeku. Maka, entah terkait atau tidak, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri.

Bunyinya demikian: Dalam artikel riwayat Ahmad Dahlan di situs resmi Parsyarikatan Muhammadiyah (muhammadiyah.or.id), pesan ini disebut menyiratkan sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah.

Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Dijelaskan dalam artikel itu, kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi. Perkumpulan, parsyarikatan dan gerakan dakwah: Muhammadiyah.

Dahlan pun memilih strategi yang amat baik dengan lebih dahulu membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, sekaligus meneruskan cita-citanya memajukan

Page 36: tp adri.docx

bangsa ini. Apalagi ia berkesempatan mengakselerasi dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah itu dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta. Karena, ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.

Tentu saja para calon pamongpraja tersebut dapat diharapkan mengaselerasi dan memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Begitu pula para calon guru akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, kepada murid-muridnya. Guna mengintensifkannya, Dahlan pun mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Di sekolah ini, Dahlan mengajarkan agama Islam dan menyebarkan cita-cita pembaharuannya.

Dahlan dikenal sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat. Dengan gagasan-gagasan cemerlang dan kegiatan kemasyarakatannya, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat. Termasuk dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Pendiri dan Ketua Budi Utomo Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Pada tahun 1912, tepatnya tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam. Ia punya visi untu melakukan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.

Berbagai tantangan ia hadapi sehubungan dengan gagasan pendirian Muhammadiyah itu. Bahkan ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Kiai palsu. Sampai ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar.

Dahlan teguh pada pendiriannya. Pada tanggal 20 Desember 1912, ia mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Tampaknya, Pemerintah Hindia Belanda ada kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Sehingga izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta Namun, walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Raja Gowa ke-16, dinobatkan pada tahun 1653 Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.

Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah

Page 37: tp adri.docx

dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Islam, Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan.

Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).

Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta, ia mempunyai penghasilan cukup tinggi. Ia juga berkecimpung sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang Desainer Lihat Daftar Desainer

Page 38: tp adri.docx

desainerbatik. e-ti | crs © ENSIKONESIA - ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/218-pendiri-muhammadiyahCopyright © tokohindonesia.com

Senin, 15 Maret 2010ideologi muhammadiyah

BAB I

PENDAHULUAN

Ideologi adalah sebagai sistem paham, menurut kamus besar bahasa indonesia (1995:366) ialah 1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujan untuk kelangsungan hidup, 2) cara berfikir seorang atau suatu golongan, 3) paham, teori, dan tujuan yang berpadu merupakan suatu kesatuan program sosial politik.

Ideologi adalah sistem paham atau seperangkat pemikiran yang menyeluruh, yang bercita-cita menjelaskan dunia dan sekaligus mengubahnya (riberu, 1986:4). Sedangkan Shariati (1982:146) mengartikan ideologi sebagai ilmu tentang keyakinan dan cita-cita yang dianut oleh kelompok tertentu, kelas sosial tertentu, atau suatu bangsa dan ras tertentu. Jadi ideologi dapat dikatakan sebagai sistem paham mengenai dunia yang mengandung teori perjuangan dan dianut kuat oleh para pengikutnya menuju cita-cita sosial tertentu dalam kehidupan.

Ideologi sebagai suatu sistem paham mengandung unsur-unsur : a) pandangan yang komprehensif tentang manusia, dunia dan alam semesta dalam kehidupan; b) rencana penataan sosial politik berdasarkan paham tersebut; c) kesadaran dan pencanangan dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan-perubahan berdasarkan paham dan rencana dari ideologi tersebut; d) usaha mengarahkan masyarakat untuk menerima ideologi tersebut yang menuntut loyalitas dan keterlibatan para pengikutnya; dan e) usaha mobilisasi seluas mungkin para kader dan masa yang akan menjadi pendukung ideologi tersebut (Riberu, 1986:5).

Pada awal kelahirannya di akhir abad ke-19 banyak bermunculan ideologi, seperti ideologi klasik yang berpaham Marxisme, Komunisme, Sosialisme, Liberalisme, Kapitalisme, Nasionalisme, dan juga ideologi kontemporer yang berpaham feminisme, pluralisme, dan posmodernisme.

Dalam hal ini Islam juga memiliki ideologi yang berbasis agama, memiliki akar pada teologi dari agama Islam yang dikenal dengan ideologi Islam, yang memiliki keterkaitan dengan karakter Islam sebagai agama. Ideologi Islam berbeda dengan ideologi Marxisme, sosialisme dan kapitalisme, maupun ideologi lainnya yang tidak memiliki basis theologis. Pandangan tentang persaudaraan, kebebasan, kesamaan, kemanusiaan, dan relasi-relasi sosial dalam ideologi islam memiliki basis pada pandangan filosofis dalam

Page 39: tp adri.docx

teologi islam, sehingga memiliki pijakan yang kokoh.

Kemudian dalam hal gerakan Islam, Muhammadiyah sebagai pijakan yang kokoh untuk membangun sebuah ideologi.

BAB II

PEMBAHASAN

a. Sejarah Muhammadiyah

Munculnya Muhammadiyah merupakan sebagai gerakan social keagamaan dalam social budaya waktu itu merupakan “eksperimen sejarah” yang cukup spektakuler. Menurut kacamata sosiologi agama, Muhammadiyah pada awal berdirinya merupakan suatu “gerakan sempalan” organisasi keagamaan, tetapi memberikan konotasi yang bagus, bukan sekedar tampil beda dan beberapa kemudian hilang ditelan masa. Banyak gerakan sempalan keagamaan kontemporer yang tidak berumur panjang cenderung agak neko-neko, tapi Muhammadiyah terus berusia panjang bahkan amal usahnya terus bertambah. (M. Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural)

Pada waktu itu, Muhammadiyah menghadapi tiga front yaitu; modernisme dari kolonialisme Belanda, tradisonalisme dan jawaisme. Modernisme dijawab oleh KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan sekolah-sekolah, kepanduan, voluntary association. Sedangkan untuk jawaban terhadap permasalahan jawaisme dan tradisonalisme langkah yang telah diambil oleh KH. Ahmad Dahlan. Pertama, terhadap tradisionalisme KH. Ahmad Dahlan dengan menggunakan metode tabligh (menyampaikan) dengan mengunjungi murid-muridnya , lebih dari pada menunggu mereka datang. Padahal pada waktu itu, guru mencari murid adalah persoalan aib social-budaya. Tetapi yang sebenarnya sosok KH. Ahmad Dahlan pantas didatangi oleh murid-muridnya dikarenakan kecakapan dan kemampuannya dalam bidang agama, dan sudah berhak ia untuk didatangi oleh murid-muridnya. Dalam sejarahnya yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan ia mengajari anak-anak perempuan di Solo, kemudian dalam surat kabar 8 September 1915 ia mengantarkan murid-muridnya untuk berekreasi di taman Sri Wedari. Tabligh pada waktu itu merupakan perbuatan yang luar biasa, dikarenakan setidaknya tabligh yang ia lakukan memiliki dua implikasi yaitu perlawanan langsung terhadap idolatry (pemujuaan tokoh) ulama dan perlawanan langsung terhadap mistifikasi agama. Kedudukan ulama saat itu, sangat tinggi dikarenakan menjadi mediator antara manusia dengan Tuhan, menjadi elit dalam masyarakat dan guru dalam menyampaikan agama.

Kedua, dalam menghadapi Jawaisme KH. Ahmad Dahlan menggunakan metode positive action (dengan mengedepankan amar ma’ruf) dan tidak secara frontal meyerangnya (nahi munkar). Dalam Swara Muhammadiyah tahun 1915 dalam artikel yang menerangkan macam-macam solat sunah, ia menyebutkan bahwa keberuntungan semata-mata karena kehendak Tuhan dan solat sunah merupakan salah satu jalan untuk meraihnya. Ia menrangkan bahwa keberuntungan tidak disebabkan oleh pesugihan (jimat kaya), meminta di kuburan keramant, dan memelihara tuyul. Ini meruapakan upaya

Page 40: tp adri.docx

demitologisasi yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan dikarenakan penolakannya terhadap mitos. (Kuntowijoyo, Jalan Baru Muhammadiyah)

Praktik pembaharuan yang telah dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan, adalah pembenahan arah kiblat yang dalam umat Islam yang seringkali keliru, keinginan yang kuat dari KH. Ahmad Dahlan untuk membenarkan arah kiblat pada masjid kasultanan tetapi ditetangkeras. Untuk membuktikan kebenaran pendapatnya ia mendirikan surau dengan ketepatan arah kiblatnya, tetapi dalam usahanya ditentang oleh KH. Muhammad Halil dan mengancam mau dirobohkan. Melihat kondisi tersebut KH. Ahmad Dahlan mau hijrah dari kampungnya tetapi tidak diperkenankan oleh keluarga dan keluarga menjanjikan bahwa surau yang ia dirikan tidak akan dirubuhkan. Dengan janji tersebut maka KH. Ahmad Dahlan tidak jadi meninggalkan kampungya (Ahmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam).

Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan dalam kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan kondisi social budaya yang melingkupinya. Maka Muhammadiyah membentuk sebuah ideologi gerakan Islam.

b. Muhammadiyah sebagai sebuah Ideologi Gerakan Islam

Muhammadiyah sebagai gerakan islam baik karena alasan substansi yang merujuk pada ajaran islam yang multi aspek maupun pada pengalaman dan pergumulan hidup bersama kekuatan lain di pentas sejarah, telah menyentuh aspek ideologis dalam gerakannya bahkan sampai batas tertentu menjadi suatu ideologi gerakan tersendiri, yaitu ideologi gerakan islam yang kaum modernis. Bagi umat Islam khususnya Muhammadiyah ideologi hanyalah salah satu aspek kehidupan yang jika ingin dikembangkan merupakan bagian dari pilar sistem muslim, yang tumbuh bersama pilar-pilar lainnya seperti akhlak, ilmu pengetahuan, dll.

Dalam konteks Muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem pemikiran dan teori perjuangan untuk mengiplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan umat menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya melalui suatu sistem gerakan yang bernama persyarikatan. Dalam Muhammadiyah ideologi dapat ditempatkan sebagai salah satu dimensi dari sistem gerakan, bukan merupakan sistem paham tersendiri, sehingga lebih merupakan dimensi ideologis dalam sistem gerakan Muhammadiyah. Bahkan konsep organisasi pun dalam Muhammadiyah tidaklah semata-mata instrumen administratif dan birokrasi, tetapi mengandung muatan-muatan nilai dan norma Islam, sehingga lebih bercorak organisasi gerakan Islam. Karena rujukan dasarnya ialah Islam, maka ideologi gerakan Muhammadiyah tidak bersifat dogmatik dan eksklusif yang harus diikuti secara taklid-buta, sehingga tetap memiliki watak yang terbuka. Dalam Muahammadiyah apa yang disebut ideologi gerakan lebih merupakan dimensi ideologis dari sistem gerakan dalam Muhammadiyah yang menuntut komitmen dan solidaritas kolektif yang kuat untuk mencapai cita-cita atau tujuan Muhammadiyah.

Ideologi atau keyakinan hidup Muhammadiyah yang dirumuskan oleh seksi tajdid mencakup tiga aspek fudamental yaitu "pandangan hidup, tujuan hidup, dan ajaran serta cara yang dipergunakan untuk melaksanakan pandangan hidup dalam mencapai tujuan hidup tersebut". Ideologi/keyakinan hidup

Page 41: tp adri.docx

Muhammadiyah adalah berdasarkan dan bersumber pada ajaran-ajaran Islam. Adapun dalam prinsip fundamental yang diusung Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Muhammadiyah merupakan gerakan islam yang meyakini dengan sepenuh hati bahwa Islam sebagai satu-satunya agama Allah yang benar bersumber pada al-Quran dan Assunnah, serta mengemban misi risalah Islam.

2. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam mempunyai maksu dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam melalui sistem da'wah dan organisasi untuk terwujudnya masyarakat islam yang sebenarnya, yakni mayarakat utama yang diridhai Allah SWT dalam wujud Khoiru Ummah dan Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.

3. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam mencapai maksud, tujuan, dan cita-citanya diwujudkan dan diaktualisasikan dengan jalan melaksanakan Dakwah Islam yang membawa seruan untuk beriman, amar ma'ruf, dan nahi mungkar yang berwatak tajdid baik yang bersifat pemurnian (purifikasi, revivalisasi) maupun pembaharuan (reformasi, dinamisasi, transformasi).

4. Muhammadiyah sebagi gerakan islam dalam membangun kehidupan yang dicita-citakan (membentuk masyarakat Islam-masyarakat utama yang khairu ummah) senantiasa mendasarkan diri pada pandangan dunia yang memiliki orientasi habluminallah dan habluminannas secara integratif baik dalam lingkup kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat.

5. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam di Indonesia dengan tekad mengemban misi dakwah Islam untuk kemajuan dan keselamatan hidup umat dan masyarakat di dunia dan akhirat.

6. Pencapaian tujuan Muhammadiyah dilakukan secara terus-menerus dan ditempuh melalui sistem organisasi yang merupakan satu teori dan strategi gerakan yang utuh dan solid.

7. Pencapaian tujuan dengan sistem organisasi bagi muhammadiyah hanya akan berhasil apabila mampu melakukan pembinaan anggota sebagai subjek da'wah secara terorganisasi yang membentuk satu kesatuan jama'ah dan jam'iyah di bawah imamah yang kokoh.

8. Dengan sistem gerakan yang terorganisasi secara permanen dan memiliki nilai-nilai fundamental itu, Muhammadiyah senantiasa menjunjung tinggi ukhuwah Islamiyah dan ishlah dengan tetap istiqamah dalam menunaikan da'wah untuk terciptanya rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan umat, masyarakat, bangsa, dan dunia kemanusiaan.

Substansi dan orientasi ideologis dari gerakan Muhammadiyah sebagaimana dipaparkan itu terkait dengan visi dan misi Muhammadiyah sebagaimana menjadi rumusan baku bagi Muhammadiyah sebagaimana dikukuhkan dalam keputusan muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.

BAB III

Page 42: tp adri.docx

PENUTUP

Ideologi sebagai sistem paham yang menyeluruh mengenai dunia dan berusaha untuk mengubahnya melalui berbagai gerakan perjuangan sosial-politik merupakan bagian tidak terpisahkan dari sejarah hidup umat manusia, kendati para era akhir abad 20 dan awal abad ke-21 mulai tumbuh pandangan negative dan bahkan asumsi tentang akhir dari era ideologi. Dalam prakteknya, ideologi senantiasa hadir dan mempengaruhi alam pikiran umat manuia, lebih-lebih melalui gerakan-gerakan sosial-politik dalam berbagai bentuk dan aksi. Tidak ada gerakan-gerakan sosial-politik yang bebas sepenuhnya dari ideologi, lebih-lebih yang memiliki kaitan langsung dengan akar ideologi.

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam baik dalam dimensi ajaran Islam sendiri maupun sejarah umat islam yang dilaluinya, memiliki persentuhan dengan ideologi Islam, kendati dalam sejumlah hal mungkin dapat menimbulkan pro dan kontra. Muhammadiyah sebagai gerakan sosial-keagamaan, lebih-lebih ketika masuk kearea dunia politik, sedikit atau banyak bersentuhan dengan ideologi dan hingga batas tertentu memiliki elemen-elemen sistem ideologis. Muhammadiyah dalam perkembangannya bahkan memiliki format pemikiran ideologis sebagaimana dirujuk pada konsep muqaddimah anggaran dasar muhammadiyah serta matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah

DAFTAR PUSTAKA

Nashir, Haedar. 2001. Ideologi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah

Riberu, J. Dkk. 1986. Menguak Mitos-Mitos Pembangunan : telaah etis dan kritis. Jakarta : Gramedia

Pasha, Mustofa Kamal dan Darban, Ahmad Adaby. 2000. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam ; dalam perspektif Historis Ideologis. Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam ( LPPI).

Artikel jurnal online

Sani. 2007. Realitas Muhammadiyah; Bercermin pada Pendiri Muhammadiyah. Jurnal Muhammadiyah (online). http://halimsani.wordpress.com diakses pada tanggal 25 Mei 2009 pukul 21:55 WIB

Diposkan oleh Forum Diskusi di 01.30

Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu edios yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideology secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, pandangan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideology adalah pedoman normative yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.

Page 43: tp adri.docx

Adapun pengertian Ideologi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

1. Destut De Traacy

Istilah ideology pertama kali dikemukakan oleh destut de Tracy tahun 1796 yang berarti suatu program yang diharapkan dapat membawa suatu perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.

1. Lyman Tower Sargent

Ideologi adalah sebuah sistem nilai atau kepercayaan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh beberapa kelompok

1. M. Djindar Tamimy (Allahuyarham)

Ajaran atau ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan menyeluruh membahas mengenai gagasan, cara-cara, angan-angan (baca: cita-cita–Penulis) atau gambaran dalam pikiran, untuk mendapatkan keyakinan mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat; berarti pula keyakinan hidup.

2.2.      Landasan Normatif Ideologi Muhammadiyah

Adapun landasan normatif ideologi Muhammadiyah adalah berlandaskan pada Al Qur’an:

1. QS. Al Imron: 104

Yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar,  merekalah orang-orang yang beruntung.

1. QS. Al Imron: 110

Yang artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.

 

2.3.      Fungsi Ideologi Muhammadiyah

Adapun fungsi Ideologi Muhammadiyah adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan dan menanamkan “Islam agamaku, Muhammadiyah Gerakanku”2. Membangun komitmen idealisme untuk menjalankan misi dan cita-cita gerakan3. Mengikat solidaritas kolektif yang kokoh

Page 44: tp adri.docx

4. Membela/ menjaga/ mempertahankan keutuhan organisasi sesuai prinsip gerakan

2.4.      Tiga Point Penting Ideologi Gerakan Muhammadiyah

Pertama, pembahasan ideologi/keyakinan hidup mencakup 3 bidang yaitu: Pandangan hidup; Tujuan hidup; Ajaran dan cara yang dipergunakan untuk melaksanakan pandangan hidup dalam mencapai tujuan hidup tersebut.

Kedua, ideologi/keyakinan hidup Muhammadiyah adalah berdasarkan dan bersumberkan ajaran-ajaran Islam.

Ketiga, ideologi/keyakinan hidup adalah hasil ciptaan (akal pikiran) manusia, yang pada dasarnya merupakan prinsip-prinsip yang mempunyai sifat tetap/tidak mudah berubah; sedangkan ajaran Islam yang menjadi dasar dan sumber ideologi/keyakinan hidup Muhammadiyah adalah wahyu Allah yang bersifat abadi/tidak berubah-ubah.

2.5.      Enam Dimensi Ideologi Gerakan Muhammadiyah

Adapun dimensi Ideologi gerakan Muhammadiyah telah dirumuskan oleh Bpk. Haedar Nashir,  sebagai berikut:

1. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan sistem paham dan teori perjuangan yang dilandasi, dijiwai, dan dibingkai serta dimaksudkan untuk mengamalkan Islam dalam seluruh kehidupan umat manusia.

2. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah manhaj (sistem, metode) dakwah Islam untuk mengajak manusia beriman kepada Allah (tu’minuna billah) serta amar ma`ruf nahi munkar.

3. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah sistem dan teori perjuangan Islam untuk tajdid (pembaruan) sehingga selalu terbuka pada kritik dan memiliki agenda perubahan ke arah kemajuan (ishlah).

4. Ideologi gerakan Muhammadiyah memiliki kerangka pemikiran dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan pemikiran-pemikiran formal lainnya dalam Sistem Keyakinan dan Hidup Islami dalam Muhammadiyah.

5. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan teori dan strategi perjuangan Islam yang menyeluruh dan mencakup seluruh aspek kehidupan untuk mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

6. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan tali pengikat gerakan yang diwujudkan dalam sistem organisasi, jama`ah, kepemimpinan, dan gerakan amal usaha untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil`alamin di muka bumi ini.

2.6.      Ideologi Global Muhammadiyah

2.6.1.   Muhammadiyah dan Agama

Page 45: tp adri.docx

Ideologi Muhammadiyah tentang agama telah dijelaskan dalam Matan Keyakinan dan Cita- Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) yang intinya adalah sebagai berikut: Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup Muhammad saw., sebagai hidayat dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan materiil dan spirituil duniawi dan ukhrawi.

Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :

1. Al-Qur’an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada NabiMuhammad saw.2. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh

nabi Muhammad saw dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.

Dengan kata lain, Muhammadiyah berpedoman pada prinsip purifikasi dan dinamisasi dalam memahami agama Islam.Muhammadiyah juga bekerja untuk terlaksananya ajaran- ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: aqidah,  akhlak, ibadah dan mu’amalat duniawiyat.

Dalam hal aqidah secara global dan secara mendasar, Muhammadiyah merujuk pada Al Qur’an surah Al Ikhlas: 1-4 dan QS. Al Furqon: 63-77. Sedangkan dalam bidang akhlaq, merujuk pada QS. Al Qalam: 4, QS. Al Ahzab: 21, dan QS. Al Bayyinah: 5.

Dalam bidang ibadah, Muhammadiyah berdasarkan firman Allah SWT pada QS. Asy Syam:5-8, QS. Ali Imron: 114 dan QS Al Ashr: 3. Sedangkan dalam bidang mu’amalah duniawiyah merujuk pada QS. Al Baqarah: 30, QS. Shad: 27, QS. Ali Imron: 112 dan 142, QS. Al Insyiroh: 5-8  dan QS Al Qashas: 77.

 

 

2.6.2.   Muhammadiyah dan Keummatan

Pada tahap awal pertumbuhannya, Muhammadiyah tidak membangun kongsi- kongsi dagang, tetapi membangun sekolah sebanyak mungkin. Pertimbangannya sangat jelas yakni kebodohan telah menjadi musuh terbesar umat Islam dan mustahil umat Islam dapat membangun masa depan yang lebih baik bilamana kebodohan dan keterbelakangan tetap saja melekat lengket dalam kehidupan umat Islam.

Olehkarena itulah Muhammadiyah dalam hal keummatan mempunyai doktrin yaitu enlightenment atau pencerahan ummat Islam. Lewat doktrin tersebut, Muhammadiyah merintis sekolah umum sebanyak- banyaknya, tidak hanya pesantren saja. Menarik untuk diingat anjuran tokoh- tokoh Muhammadiyah agar ZIS (zakat, Infaq dan Shodaqoh) tidak saja disalurkan ke masjid, tetapi kalau perlu lebih banyak disalurkan ke lembaga pendidikan.

Page 46: tp adri.docx

Alasannya jelas, yakni umat Islam yang berjubel memadati masjid tidak akan pernah dapat berangkat jauh bila mereka tetap terbelenggu dalam kebodohan dan keterbelakangan. Umat Islam yang bodoh, demikian keprihatinan para tokoh Muhammadiyah sejak dulu, dapat berubah posisi dari mayoritas kuantitatif menjadi mayoritas kualitattif.

Dalam mencerdaskan dan mencerahkan umat, Muhammadiyah menempuh tiga proses pendidikan sekaligus, yakni ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Ta’lim yaitu berusaha mencerdaskan otak manusia. Tarbiyah yaitu mendidik perilaku yang benar. Sedangkan ta’dib yaitu memperhalus adab kesopanan. Dengan kata lain, Muhammadiyah mencoba memasukkan nilai- nilai ke-Islaman dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah.

Pada saat ini, bila kita perhatikan, hasil usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan relatif telah memuaskan. Santri bukan lagi mengandung seseorang yang lemah, bodoh, sarungan, berwawasan sempit, serta mudah dipecundangi, tetapi sebaliknya, santri adalah sosok manusia beragama, yang makin cerdas, dan kritis, menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi, berwawasan luas dan sangat yakin diri. ICMI barangkali adalah salahsatu gambaran santri modern, dan samapai batas tertentu, konstribusi Muhammadiyah dalam mengubah citra santri lewat proses pencerahan itu tidak dapat diabaikan.

Adapun dasar Muhammadiyah dalam bidang ini adalah merujuk pada firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah At Taubah: 122, QS. An Nahl: 43, Al Qashas: 77, QS. Al Mujadilah: 11, QS. Al Baqarah: 197, QS. Ali Imron: 190-191, QS. Al Maidah: 100, Ar Ra’d: 19-20, QS. Al Isro’: 36 dan QS. Az Zumar: 18.

 

2.6.3.   Muhammadiyah dan Sosial

Pada masa awal berdirinya Muhammadiyah, salahsatu cita- cita KHA. Dahlan dalam mendirikan organisasi Muhammadiyah adalah untuk merentas masalah sosial pada masyarakat Indonesia, salahsatunya adalah kemiskinan. Hal ini dapat disimpulkan dari kenyataan bahwa KHA. Dahlan mengajarkan dalam setiap forum pengajian, surat Al Ma’un sampai para pendengarnya merasa bosan sampai surat Al Ma’un itu mulai dipraktekkan dalam kenyataan oleh para anggota dan simpatisan Muhammadiyah.

Bila dipadatkan dalam empat buah istilah, cita- cita sosial Muhammadiyah berkisar pada ukhuwah, hurriyah, musawah, dan ‘adaalah (persaudaraan, kemerdekaan, persamaan, dan keadilan). Seperti sabda Rasulullah Saw, tidak sempurna iman seseorang sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (ukhuwah). Didunia ini manusia bebas merdeka untuk memilih jalan hidupnya namun ia akan bertanggungjawab sepenuhnya di hadapan Allah (hurriyah). Sedangkan musawah berarti bahwa manusia punya kesamaan derajat dengan manusia lain sehingga tidak boleh ada eksploitasi atas manusia, karena memang tidak ada hubungan antar manusia yang berdasarkan inferioritas dan superioritas tertentu.

Sementara itu keadilan dalam arti luas menjadi pondasi paling dalam untuk tegaknya persaudaraan, kemerdekaan, dan persamaan di atas. Demikian mendasarnya keadilan ini dalam

Page 47: tp adri.docx

Islam, sehingga orang luar seringkali menyebut Islam sebagai religionof justice. Keadilan dalam Islam bersifat komprehensif (menyeluruh), yaitu meliputi kehidupan sosial, hukum, politik, ekonomi, dan lain sebagainya.

Muhammadiyah dalam prakteknya guna mencapai cita- cita sosial tersebut diatas, dapat kita liat melalui amal usaha Muhammadiyah antara lain: PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) yang saat ini disebut juga Pusat Kesehatan Umat, PAYM (Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah), LAZISMU (Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah), amal usaha pendidikan dan PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah). Melalui bidang pendidikan ini pulalah Muhammadiyah ingin mencetak ahli- ahli kesehatan, ahli hukum, pakar ekonom, dan lain sebagainya. Seperti pesan dari KHA. Dahlan, pendiri Muhammadiyah, “Jadilah engkau dokter, guru, insyinyur, dll, dan kembalilah ke Muhammadiyah”.

Adapun dasar Muhammadiyah dalam bidang ini adalah merujuk pada firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah Al Ma’uun: 1-7, QS. Ali Imron: 104 dan 110, QS. An Nisa’: 58,  QS. Al Anfal: 27, dan QS. Ibrahim: 7.

 

2.6.4.   Muhammadiyah dan Politik Kebangsaan

Dalam mencapai cita- cita perjuangan untuk membangun masyarakat utama yang diridhoi Allah SWT, Muhammadiyah menghindari kegiatan politik kenegaraan atau politik praktis. Sebagaimana sejak didirikannya, Muhammadiyah tidak melakukan perjuangan politik praktis untuk meraih kekuasaan di ranah negara sebagaimana halnya partai politik.

Muhammadiyah dengan menggariskan Khittahnya sebenarnya ingin menegaskan bahwa politik tidak dapat dihimpitkan dengan dakwah. Demikian pula partai politik tidak dapat disatu-paketkan dengan organisasi dakwah. Penghimpitan dan penyatuan politik dan dakwah sekilas tampak ideal dan akan menghasilkan buah perjuangan yang positif tetapi jangka panjang justru mengandung banyak masalah dan bom waktu konflik keagamaan sekaligus konflik politik.

Olehkarena itu, Muhammadiyah merumuskan dan melahirkan konsep kepribadian Muhammadiyah pada tahun 1962. Salahsatu latar belakangnya, agar cara- cara dan karakter perjuangan politik tidak masuk ke tubuh Muhammadiyah, serta Muhammadiyah lebih dapat berkonsentrasi pada gerakan dakwah. Biarlah Muhammadiyah memfokuskan diri mengurus dakwah dan tajdid di ranah masyarakat, sedangkan perjuangan politik kenegaraan secara terfokus pula dilakukan oleh partai politik.

Muhammadiyah juga telah menetapkan kebijakan mengenai larangan rangkap jabatan tertentu antara jabatan- jabatan penting di Persyarikatan dengan jabatan- jabatan penting di partai Politik. Kebijakan Muhammadiyah tersebut tidak lain untuk membingkai gerakan Muhammadiyah agar tetap dalam koridornya sebagai gerakan Islam yang berkiprah di lapangan dakwah kemasyarakatan yang tidak berpolitik praktis di ranah perjuangan kekuasaan Negara.

Page 48: tp adri.docx

   Muhammmadiyah memiliki Pedoman Hidup Islami dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Selain Khittah Ujung Pandang dan Denpasar, Muhammadiyah juga merumuskan pedoman sebagai acuan bagi tingkahlaku (mode for behavior) atau lebih konkret lagi acuan bagi tindakan (mode for action) yang membingkai dan mengikat setiap anggota dalam kehidupan  poitik. Pedoman berpolitik (berbangsa dan bernegara) tersebut merupakan bagian dari seluruh acuan Muhammadiyah yang terkandung dalam Pedoman HIDUP Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) yang diputuskan dalam Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta. Kandungan isi dari Pedoman Hidup Islami dalam Berbangsa dan Bernegara tersebut sebagai berikut:

Kehidupan dalam berbangsa dan bernegara

1)      Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dan tidak boleh apatis (masa bodoh) dalam kehidupan politik melalui berbagai saluran secara positif sebagai wujud bermuamalah sebagaimana dalam bidang kehidupan lain dengan prinsip-prinsip etika /akhlaq Islam dengan sebaik-baiknya dengan tujuan membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

2)      Beberapa prinsip dalam berpolitik harus ditegakkan dengan sejujur-jujurnya dan sesungguh-sesungguhnya yaitu menunaikan manat (Q.S An-Nisa / 4 :5) dan tidak boleh menghianati amanah ( Q.S. An-Nisa / 4 : 58), menegakkan keadilan, hukum, dan kebenaran (Q.S. Al-Anfal / 8: 27), ketaatan kepada pemimpin sejauh sejalan dengan perintah Allah dan Rasul (Q.S An-Nisa / 4 : 58), mengemban risalah Islam (Q.S Al-Anbiya / 21 :107), menunaikan amar ma’ruf, nahi munkar, dan mengajak orang untuk beriman kepada Allah (Q.S Ali Imran /3:104,110), mempedomani Al-Qur’an dan Sunnah (Q.S An-Nisa /4: 108), mementingkn kesatuan dan persaudaraan umat manusia (Q.S An-Nisa/ 4: 108), menghormati kebebasan orang lain (Q.S. Al-Hujarat/49:13), menjauhi fitnah dan kerusakan (Q.S. Al-Balad/90:13) menghormati hak hidup orang lain (Q.S. Al-An’am/ 6: 151), tidak berkhianat dan melakukan kezaliman (Q.S. Al-Furqan/ 25:19, Al-Anfal/ 8:27), tidak mengambil hak orang lain (Q.S. Al-Maidah/5: 38), berlomba dalam kebaikan (Q.S. Al-Baqarah/ 2:148), bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan serta tidak bekerja sama (konspirasi) dalam melakukan dosa dan permusuhan (Q.S.Al-Midah/ 5: 2), memelihara hubungan baik antara pemimpin dan warga (Q.S. An-Nisa/ 4: 57-58), memelihara keselamatan umum (Q.S. At-Tubah/ 9:18), hidup berdmpingan dengan baik dan damai (Q.S. Ali Imran/3:104, Al- Qashsash/ 28:77), tidak melakukan fasad dan kemungkaran (Q.S. Ali Imran/ 3: 104, Al-Qashash/ 28:77), mementingkan ukhwah Islamiyah (Q.S. Ali Imran/3: 103), dan prinsip-prinsip lainnya yang maslahat, ihsan dan isalah.

3)      Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa sebagai wujud ibadah kepada Allah dan islah serta ihsan kepada sesama, dan jangan mengorbankan kepentingan yang lebih luas dan utama itu demi kepentingan diri sendiri dan kelompok yang sempit.

4)      Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan keteladanan diri (uswah hasanah) yang jujur, benar, dan adil serta menjauhkan diri dari perilku politik yang kotor, membawa fitnah fasad (kerusakan), dan hanya mementingkan diri sendiri.

5)      Berpolitik dengan kesalehan, sikap positif, dan memiliki cita-cita bagi terwujudnya masyarakt Islam yang sebenar-benarnya dengan fungsi amar ma’ruf dan nahi munkar yang tersisitem dalam satu kesatuan imamah yang kokoh.

Page 49: tp adri.docx

6)      Menggalang silaturrahmi dan ukhwah antar politisi dan kekuatan politik yang digerakkan oleh politisi Muhammadiyah secara cerdas dan dewasa.

Adapun kebijakan larangan rangkap jabatan, pimpinan pusat Muhammadiyah telah memberlakukannya sebagaimana ditetapkan dalam Khittah Ujung Pandang tahun 1971, yang beberapa kali diperbaiki dan disempurnakan oleh PP. Muhammadiyah. Dengan kata lain bukan merupakan kebijakan yang baru dan selama ini telah terbukti berlaku secara efktif di lingkungan Muhammadiyah. Dalam prakteknya karena situasi dan pertimbangan khusus terkadang ada keringanan tertentu yakni memperoleh izin kepada PP. Muhammadiyah untuk diperbolehkan merangkap jabatan tetapi sifatnya terbatas dan benar- benar diperlukan. Namun tidak sampai ada penolakan terhadap kebijakan Muhammadiyah tersebut.

Kebijakan Muhammadiyah tersebut terkandung dalam Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 101/KEP/I.0/B/2007 tentang Ketentuan Jabatan di Lingkungan Persyarikatan yang Tidak Dapat Dirangkap dengan Jabatan Lain yang dikeluarkan tanggal 15 Rajab 1428 H bertepatan dengan 30 Juli 2007 M.

 

2.6.5.   Muhammadiyah dan Seni Budaya

   Muhammadiyah memandang bahwa Islam adalah agana fitrah, yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Islam bahkan mengatur dan mengarahkan fitrah manusia itu untuk kemuliaan dan kehormatan manusia sebagai makhluk Allah SWT.

Rasa seni merupakan penjelmaan rasa keindahan dalam diri manusia yang harus dipelihara dan disalurkan dengan baik dan benar sesuai dengan jiwa dan ajaran Islam.

Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995 ditetapkan bahwa karya seni hukmnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan) dan ba’id’anillah (terjauhnya dari Allah; maka pengembangan kehidupan seni harus sejalan dengan etika atau norma- norma Islam sebagaimana dituntunkan tarjih tersebut.

Begitupulah seni rupa, seni suara, seni sastra, dan seni pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh) serta menjadi haram (terlarang) manakala membawa kemusyrikan dan melanggar norma agama Islam.

Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan maupun menikmati seni dan budaya selain dapat menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga menjadikan seni budaya sebagai sarana dakwah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Adapun dasar Muhammadiyah dalam bidang ini adalah merujuk pada firman Allah SWT dalam Al Qur’an surah Ar Rum: 30.

Page 50: tp adri.docx

Jumat, 06 Januari 2012

IDEOLOGI GERAKAN MUHAMMADIYAH

A.                 PendahuluanMuhammadiyah telah tumbuh sebagai organisasi dan alam pikiran yang meluas di masyarakat.

Dengan lahirnya sejumlah doktrin organisasi dan pemikiran formal dalam Muhammadiyah seperti

MADM, Kepribadian Muhammadiyah, MKCHM dan lainnya, telah membawa Muhammadiyah memiliki

faham keagamaan dengan praktik pengamalan berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah. Jadi Muhammadiyah

telah menjadi Ideologi Gerakan Islam Modernis di Indonesia.

B.                 Definisi Ideologi MuhammadiyahIlmu tentang ide-ide yang mengatasi paham teologis dan metafisik. Kemudian berkembang

menjadi sistem keyakinan dan sistem paham yang mengandung konsep, cara berfikir, cita-cita dan

strategi perjuangan mengenai kehidupan. Berarti, ideologi adalah suatu sistem paham tentang dunia

dan berusaha untuk mengubah kehidupan berdasarkan sistem paham tersebut. Didalam ideologi

terkandung aspek pandangan dunia (world view), teori maupun strategi perjuangan,dan strategi dalam

memandang kehidupan dan melakukan perubahan-perubahan ke arah cita-cita sosial tertentu.

Dalam muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem paham atau keyakinan dan teori

perjuangan untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan umat melalui gerakan sosial-

keagamaan. Karena rujukan dasarnya adalah Islam, maka ideologi Muhammadiyah tidak akan bersifat

dogmatik dan ekslusif secara taklid-buta, sehingga tetap memiliki watak terbuka.

C.                Konsep IdeologiIdeologi Muhammadiyah berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah, diantaranya yaitu:

Page 51: tp adri.docx

�لى الخير� ويأمرون ب�المعروف� وينهون عن� المنكر� وأولئ�ك هم ة يدعون إ نكم أم ولتكن مالمفل�حون

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh

kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali

‘Imran/3:104)).

نون ب�الله ولو ة أخر�جت ل�لناس� تأمرون ب�المعروف� وتنهون عن� المنكر� وتؤم� كنتم خير أمقون نون وأكثرهم الفاس� نهم المؤم� آمن أهل الك�تاب� لكان خيرا لهم م

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan

mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu

lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-

orang yang fasik. (QS. Ali ‘Imran / :110)

D.                Isi dan Kandungan Ideologi1. Paham Islam dalam Muhammadiyah

2. Hakikat Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam

3. Misi dan Sistem Perjuangan Muhammadiyah

Fungsi Ideologi Muhammadiyah :

1. Menjelaskan dan menanamkan pandangan dunia (world-view) “Islam Agamaku,

Muhammadiyah Gerakanku”

2. Membangun komitmen idealisme untuk menjalankan misi dan cita-cita gerakan

3. Mengikat solidaritas kolektif yang kokoh

4. Menyusun dan melaksanakan garis perjuangan dan strategi perjuangan

5. Memobilisasi anggota untuk mencapai tujuan

Page 52: tp adri.docx

6. Membela/menjaga keutuhan/eksistensi organisasi sesuai prinsip gerakan

Muhammadiyah dikatakan sebagai ideologi gerakan Islam antara lain karena faktor-faktor :

1. Alam pikiran Muhammadiyah telah meluas dan diadopsi oleh masyarakat umum khususnya

dikalangan kaum muslimin,sehingga menjadi sebuah harakah tersendiri.

2. Muhammadiyah telah memiliki doktrin-doktrin gerakan sebagaimana tercantum dalamseluruh

pemikiran formal Muhammadiyah seperti MADM, MKCHM, Perjuangan Muhammadiyah dan Khittah

Muhammadiyah

3. Muhammadiyah berkembang menjadi organisasi yang mapan sehingga menjadi sebuah sistem

gerakan yang terorganisasi untuk mencapai cita-cita sosialnya.

4. Muhammadiyah memiliki kader dan massa sebagai komponen gerakan.

5. Muhammadiyah memiliki cita-cita sosial untuk mewujudkan masyarakat utama yang diridhai

Allah Subhanahu Wata’ala.

Ideologi gerakan Muhammadiyah dapat dipahami dalam beberapa dimensi dan esensi pemikiran serta

aksi gerakan sebagai berikut :

1. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan sistem paham dan teori perjuangan yang

dilandasi, dijiwai, dan di bingkai serta dimaksudkan untuk mengamalkan ajaran islamdalam seluruh

kehidupan umat manusia.

2. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah manhaj(sistem/metode) dakwah Islam untuk mengajak

manusia beriman kepada Allah serta amar ma’ruf nahi mungkar.

3. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan sistem paham dan teori perjuangan Islam untuk

tajdid (pembaharuan) sehingga selalu terbuka pada kritik dan memiliki agenda perubahan ke arah

kemajuan (ishlah).

4. Ideologi gerakan Muhammadiyah memiliki kerangka pemikiran dalam MADM, MKCHM,

Perjuangan Muhammadiyah, Khittah Muhammadiyah dan pemikiran pemikiran formal lainnya dalam

Sistem Keyakinan dan Kehidupan Islami dalam Muhammadiyah.

Page 53: tp adri.docx

5. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan teori dan strategi perjuangan Islam yang

menyeluruh dan mencakup seluruh aspek kehidupan untuk mewujudkan Masyarakat Utama yang

diridhai Allah Subhanahu Wata’ala.

6. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan gerakan sosial-keagamaan yang diwujudkan

dalamsistem organisasi, kepemimpinan dan gerakan amal usaha untuk menjadikan Islam sebagai

rahmatan lil’alamin di muka bumi ini.

Hakikat Muhammadiyah :

1. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang bertujuan mewujudkan Masyarakart Islam yang

sebenar-benarnya

2. Muhammadiyah melaksanakan Dakwah dan Tajdid melalui berbagai usaha

3. Muhammadiyah bergerak melaui Sistem Organisasi/Persyarikatan

4. Muhammadiyah memiliki Keyakinan/Cita-cita Hidup, Kepribadian, Khittah, Pedoman Hidup

Islami, AD/ART, dan prinsip-prinsip dasar Islam dalam gerakannya yang mengikat :

Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah Substansi Ideologi :

1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah.

2. Hidup manusia bermasyarakat.

3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya

landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.

4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban sebagai

ibadah kepada Allah dan ihsan kpd kemanusiaan.

5. ‘Ittiba kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad s.a.w.

6. Melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.

Kepribadian Muhammadiyah :

1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan,

Page 54: tp adri.docx

2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah

3. Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam

4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan

5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang

sah,

6. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik

7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan, sesuai

dengan ajaran Islam

8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan

agama Islam serta membela kepentingannya

9. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan

membangun Negara mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah

10. Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana

Misi dan Strategi Perjuangan Muhammadiyah :

(1) Menegakan Tauhid yang murni berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah

(2) Menyebarluaskan Ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah,

(3) Mewujudkan Islam dalam kehidupan Pribadi, Keluarga, dan Masyarakat

Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah

berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara republik

Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu

negara yang adil dan makmur dan diridlai Allah SWT: “Baldantun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur”.

Page 55: tp adri.docx

Muhammadiyah tidak berpolitik-praktis, berjuang sebagai kekuatan moral untuk kemajuan

bangsa.

Kebijakan Muhammadiyah

1. Orang Muhammadiyah harus memiliki idealisme hidup:

a.Tujuan Hidup (Al-Fath: 29),

دا يبتغون ج ار� رحمآء بينهم تراهم ركعا س دآء على الكف سول الله� والذ�ين معه أش� د ر حم م ن الله� ور�ضوانا فضال م

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap

orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari

karunia Allah dan keridaan-Nya, (QS.Al-Fath/48.29)

b. Fungsi Hidup Ibadah dan Kekhalifahan :

ن واإل�نس إ�ال ل�يعبدون� ما خلقت الج�

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Ad-Dzariyat

/51:56)

�ني جاع�ل ف�ي األرض� خل�يفة �ذ قال ربك ل�لمالئ�كة� إ وإ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Al-Baqarah/2:

30),

c. Pedoman Hidup (Ar-Rum: 30);

م وجهك ل�لدين� حن�يفا ف�طرة الله� الت�ي فطر الناس عليها فأق�

ال تبد�يل ل�خلق� الله� ذل�ك الدين القيم ولك�ن أكثر الناس� ال يعلمون

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah

menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang

lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

Page 56: tp adri.docx

d. Menjalankan Misi Utama, Ruh Beragama & Makna Hidup

(Al-Anbiya: 107)

ين ومآ أرسلناك إ�ال رحمة للعالم�

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

2. Tetap berada pada tujuan utamanya yaitu Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (QS Ali Imran:

104) untuk Mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (Ali Imran: 110 ) Pelaku Gerakan

Muhammadiyah

3. Bermuhammadiyah harus berada dalam satu barisan yang solid/kokoh (Ash-Shaff: 4) dan Tidak

Boleh Bercerai-berai (Ali Imran: 103).

E.                 Hambatan dan Rencana Pengembangan Muhammadiyah

Muhammadiyah dan warga Muhammadiyah berdasarkan ideologinya menjadi sebuah

organisasi sosial-keagamaan yang berbeda dengan organisasi sosial-keagamaan lainnya. Hingga

Muhammdiyah sering disebut bersifat ekslusif. Masalah tersebut tentu sebagai sesuatu yang tidak

terhindarkan. Secara sosiologis, mana ada organisasi yang seratus persen terbuka. Gejala tersebut

alamiah adanya dan bukan merupakansuatu masalah krusial. Hal yang terpenting ialah adanya relasi

sosial yang tetap berlangsung dengan dunia luar dan lahirnya karya-karya yang bermanfaat untuk

kemajuan dan pencerahan kehidupan umat manusia dalam bingkai rahmatan lil’alamin.

Muhammadiyah akan tetap hidup jika para pimpinan maupun kader dan anggota

Muhammadiyah selalu memiliki komitmen ideologis tertentu yang kokoh dalam bermuhammadiyah.

Tetapi tidak harus menghilangkan sikap kritis. Sikap kritis yang dilandasi komitmen,kesetiaan, dan

kemauan untuk berkorban dalam berbuat untuk kemajuan, bukan sekedar bicara dan mengeritik.

F.                 Penutup  Sebagai salah satu organisasi terbesar di Indonesia, Muhammadiyah merupakan sebuah sarana

yang membawa seluruh anggotanya menuju umat islam yang diridhai Allah. Karena organisasi Islam,

Page 57: tp adri.docx

maka Muhammadiyah berpedoman dari Al-Qur’an dan Sunnah. Muhammadiyah memiliki tujuan dan

pandangan kedepan dan untuk mewujudkannya maka diperlukan keselarasan dan keharmonisasian

paham antar anggotanya. Untuk itulah maka Muhammadiyah ber-ideologi.

Meluasnya ideologi ber-Muhammadiyah di kalangan masyarakat, menjadikan Muhammadiyah

sebagai ideologi gerakan modernis di Indonesia.

G.                Daftar Pustaka

Nashir H.2000.Ideologi Gerakan Muhammadiyah.Suara Muhammadiyah.Yogyakarta. hal 32-33.