Tipe Infeksi Virus Penyakit Kerdil ((IHHNV, MBV, dan HPV) pada Benih Udang Windu (Penaeus monodon) pada Musim Berbeda
Di Sulawesi Selatan
Sriwulan1, Akbar Tahir2, Baharuddin3, Alexander Rantetondok1 dan Hilal Anshary1
1. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS 2. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS 3. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UNHAS
Kontak person: Sriwulan ([email protected])
Abstrak
Virus IHHNV, MBV, dan HPV dikenal sebagai virus penyebab penyakit kerdil udang windu atau Monodon Slow Growth Syndrome (MSGS). Tipe infeksi virus pada satu organism/inang terdiri atas dua yaitu ko-infeksi yang ditandai dengan keberadaan dua atau lebih virus pada satu inang dan menginfeksi sel atau jaringan yang sama dan interferens adalah hubungan antara virus yang terjadi ketika suatu populasi sel yang telah terinfeksi virus akan menjadi resisten terhadap virus yang sama atau virus yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prevalensi tipe infeksi virus IHHNV, MBV dan HPV yaitu secara tunggal, ganda dan tripel atau tidak terinfeksi pada benih udang windu di Sulawesi Selatan pada musim berbeda. Sampel benih/PL pada musim berbeda diperoleh dari kabupaten Pinrang, Barru, dan Takalar. Ekstraksi DNA menggunakan kit komersil. DNA ketiga virus diamplifikasi bersamaan menggunakan 3 pasang primer spesifik pada multipleks PCR (MPCR) yang ditandai oleh jumlah pita yang muncul (satu, dua, tiga atau tidak ada). Data prevalensi dianalisis dengan Chi-square, data hasil MPCR dan kualitas air dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pada musim hujan dan musim kemarau ketiga virus tersebut menginfeksi benih udang windu secara tunggal, ganda, tripel dan tidak terinfeksi. HPV tidak pernah menginfeksi secara tunggal begitu pula infeksi ganda MBV+HPV. Prevalensi tipe infeksi virus pada benih antara musim hujan dan kemarau tidak berbeda nyata (P>0.05), namun prevalensi tidak terinfeksi berbeda dengan tipe terinfeksi baik pada musim hujan maupun musim kemarau (P<0.05). Hal ini mengindikasikan ketiga virus MSGS dapat menginfeksi bersamaan/ko-infeksi pada satu individu udang windu dan keberadaannya sepanjang musim di Sulawesi Selatan.
Kata kunci : HPV, IHHNV, MBV, Musim, Tipe infeksi, Benih udang windu.
Pengantar
Penyakit kerdil udang windu atau dikenal dengan istilah monodon slow growth
syndrome (MSGS) di Sulawesi Selatan sebenarnya telah banyak menyebabkan kerugian
petani tambak karena ukuran udang yang tidak bisa mencapai ukuran standar sesuai umur
udang tersebut, namun laporan tentang kerugian ekonomi yang dialami usaha budidaya di
Sulawesi Selatan belum pernah dilaporkan. Sriwulan (2012) melaporkan adanya fenomena
udang windu kerdil di tambak di Sulawesi Selatan yaitu udang windu berukuran sekitar 4.12
– 16.86 g setelah 4 bulan pemeliharaan.
Kerugian akibat penyakit MSGS di Thailand dari 255.568 ton (US$ 2467 juta) pada
2001 menjadi 212.091 ton (US$ 1846 juta) pada 2002 dan hal ini berlanjut sampai 2003.
Udang yang dipelihara di tambak selama 4 bulan memperlihatkan pertumbuhan yang kerdil
dengan laju pertumbuhan harian sekitar 0.07 sampai 0.15 g/hari atau hanya mencapai berat
sekitar 16.8 g/ekor, jika dibandingkan dengan pertumbuhan udang normal yang laju
pertumbuhan hariannya sekitar 0.2 g/hari dengan berat badan sekitar 24 g/ekor setelah
dipelihara selama 4 bulan (Chayaburakul et al., 2004).
Penyakit kerdil udang windu yang telah dilaporkan di beberapa negara disebabkan
oleh beberapa jenis patogen seperti virus dan parasit. Jenis virus yang berasosiasi dengan
penyakit kerdil adalah virus Monodon baculovirus (MBV), Hepatopancreatic parvovirus
(HPV), Infectious hypodermal and hematopoietic necrosis vrius (IHHNV), serta Laem-sing
necrosis virus (LSNV) (Chayaburakul et al., 2004; Sritunyalucksana et al., 2006). Jenis
parasit yang berasosiasi dengan penyakit kerdil adalah microsporidian dan gregarine yang
terdapat pada usus udang yang pada infeksi berat menyebabkan penurunan laju
pertumbuhan, perubahan warna menjadi kuning dan terjadi perforasi dan hiperflasia pada
epitelium usus tengah/midgut (Poulpanich and Withyachumnarnkul, 2009).
Tipe infeksi virus pada satu organisme terdiri atas dua yaitu ko-infeksi dan
interferens. Ko-infeksi ditandai dengan keberadaan dua atau lebih virus pada satu inang
dan menginfeksi sel, jaringan, atau individu yang sama (Harper, 1986 dalam Melena, 2006),
sedangkan interferens adalah hubungan yang aneh antara virus yang terjadi ketika suatu
populasi sel yang telah terinfeksi virus akan menjadi resisten terhadap virus yang sama atau
virus yang lain (Fenner et al., 1993 dalam Melena, 2006). Tipe infeksi yang dimaksud pada
penelitian ini adalah model/tipe virus menginfeksi udang windu yaitu secara sendiri, berdua
atau bertiga dan seterusnya. Tipe infeksi tunggal yaitu jika infeksi oleh satu jenis virus, tipe
infeksi ganda jika dua jenis virus menginfeksi, dan tipe infeksi tripel jika tiga jenis virus
menginfeksi satu individu udang windu. Di Thailand, udang windu diinfeksi oleh virus MBV,
IHHNV dan HPV, baik secara tunggal, ganda maupun tripel (Chayaburakul et al., 2004;
Flegel et al., 2004). Untuk mendeteksi beberapa jenis virus pada satu individu udang secara
molekuler dan simultan adalah dengan multipleks PCR (MPCR). Metode ini sangat efisien
dalam hal penggunaan bahan serta tenaga, dan juga mengurangi kontaminasi akibat
pemipetan jika dibandingkan dengan PCR tunggal sehingga dapat digunakan sebagai
metode deteksi dini dan cepat. Sriwulan dan Anshary (2011) telah mendeteksi MBV,
IHHNV, dan HPV pada benih udang windu dengan MPCR.
Keberadaan agen penyakit pada kondisi budidaya dipengaruhi oleh banyak faktor.
Kualitas media pemeliharaan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap populasi
patogen. Multiplikasi virus IHHNV pada L. vannamei yang dipelihara pada air hangat
(32.8oC dan 31.1oC) memperlihatkan tingkat replikasi yang lebih rendah dibanding dengan
yang dipelihara pada suhu dingin (24.4-26.3oC) (Montgomery-Brock et al., 2007).
Begitupula dengan WSSV dan taura syndrome virus (TSV), tidak bisa bereplikasi pada
udang yang dipelihara dalam air hangat (32oC) dibanding pada udang yang dipelihara pada
suhu dingin (25oC) (Montgomery-Brock et al., 2004). Pada musim hujan populasi virus
WSSV pada udang windu meningkat karena kekeruhan yang tinggi dan salinitas yang
rendah (Karunasagar and Karunsagar 1997). Hal ini memperlihatkan bahwa dinamika
perkembangan virus sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Oleh sebab itu, penelitian
ini akan melihat perbedaan musim yang mempengaruhi parameter kualitas air media
budidaya terhadap keberadaan virus-virus penyebab udang kerdil.
Di Indonesia penelitian tentang penyakit udang kerdil belum banyak dipublikasi baik
pada pembenihan maupun pada tambak di dua musim yang berbeda yaitu musim hujan dan
kemarau khususnya mengenai model/tipe infeksi virus penyakit kerdil terhadap udang
windu. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis prevalensi tipe infeksi
ketiga virus penyakit kerdil udang windu pada musim berbeda pada benih yang terdeteksi
dengan MPCR. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi awal dalam
penanggulangan penyakit kerdil udang windu.
Bahan dan Metode
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2012 di Laboratorium Parasit dan
Penyakit Ikan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS.
Sampel
Sampel berupa benih udang windu berukuran pascalarva PL 8-12 berjumlah 90 ekor/musim dari 9 pembenihan di 3 kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu Pinrang, Barru, dan Takalar.
Ekstraksi DNA
Prosedur ekstraksi DNA mengikuti petunjuk pabrikan (Qiagen). Untuk mendapatkan ekstrak DNA virus dari benih, organ yang dipakai adalah seluruh tubuh udang.
Amplifikasi DNA dengan MPCR
Primer yang diigunakan untuk amplifikasi DNA ketiga virus penyakit kerdil secara simultan adalah:
HPV 2F/2R 5′-GGAAGCCTGTGTTCCTGACT-3′, 5′-CGTCTCCGGATTGCTCTGAT-3′ (595 bp) (Tang et al., 2008)
MBV 261F/R 5′-AATCCTAGGCGATCTTACCA-3′ 5′-CGTTCGTTGATGAACATCTC-3′ (261bp) (Surachetpong et al., 2005)
IHHNV F/R 5′-ATTTCTCCAAGCCTTCTCACC-3′ 5′-TGATGTAAGTAATTCCTCTCTGT-3′ (302bp) (Khawsak et al., 2008).
Kondisi MPCR adalah predenaturasi 95oC selama 15 menit, denaturasi 94oC selama 30
detik, annealing 59oC selama 1 menit 30 detik, ekstension 72oC selama 1 menit 30 detik dan
final ekstension 72oC selama 10 menit dengan komposisi MPCR adalah Master Mix 12.5 µL,
Primer mix 2.5 µL, kQ-solution 2.5 µL, RNA-ase free water 5.5 µL dan Template 2.0 µL
(Sriwulan, 2012).
Parameter
- Tipe Infeksi Hasil MPCR
Hasil MPCR untuk tipe infeksi tunggal ditandai oleh kemunculan pita DNA secara
tunggal (IHHNV, MBV atau HPV), tipe infeksi ganda ditandai oleh dua pita
(IHHNV+MBV, IHHNV+HPV atau MBV+HPV), dan tipe infeksi tripel ditandai oleh tiga
pita (IHHNV+MBV+HPV), tipe tidak terinfeksi ditandai tidak ada pita. Tipe infeksi
pada penelitian ini teridiri atas tipe infeksi tunggal, ganda, dan tripel. Tipe teriinfeksi
adalah total udang yang terinfeksi tunggal, ganda, dan tripel sementara tipe tidak
terinfeksi adalah total udang yang bebas dari infeksi virus MSGS. Hasil MPCR
dikonfirmasi dengan uji histology.
- Prevalensi Tipe Infeksi
Prevalensi tipe infeksi adalah persentase jumlah udang windu yang terinfeksi setiap
tipe infeksi dalam setiap populasi udang pada musim kemarau dan hujan.
- Kualitas Air
Data kualitas air pada pembenihan dan tambak meliputi suhu, salinitas, dan pH yang
diukur secara in situ untuk membantu dalam pembahasan tentang keberadaan virus
pada musim berbeda.
Analisis Data
Data hasil MPCR dan data kualitas air dianalisis secara deskriptif. Analisis data
prevalensi tipe infeksi anatara musim hujan dan kemarau secara statistic yaitu dengan Chi
Square.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Tipe Infeksi Hasil MPCR
Hasil MPCR menggunakan tiga pasang primer spesifik memperlihatkan adanya tipe
infeksi tunggal, ganda, dan tripel virus MSGS baik pada benih udang windu di Sulawesi
Selatan (Gambar 1). Hasil MPCR ini dikonfirmasi dengan histology terbukti bahwa virus
MBV, IHHNV, dan HPV menginfeksi udang windu secara bersamaan dalam satu individu
udang windu (Gambar 2). Hasil histology memperlihatkan infeksi IHHNV ditandai dengan
adanya occlusion body yang bersifat eosinofilik berwarna merah jambu dan terjadi
hypertrophied nucleus, dimana nukleus lebih ke pinggir dan badan inklusi dikelilingi oleh
kromatin
pewarna
inclusion
hypetrop
Gambar
Gambar
Prevalen
H
tambak t
tripel pa
Sulawesi
tunggal H
yang bers
an dan terlih
body berbe
phied nucleus
1. Hasil Mnegatiflane 7
2. FotografIHHNV
nsi Tipe Infe
Hasil peneliti
telah terinfek
da musim h
i Selatan an
HPV dan infe
sifat basofili
hat berwarna
entuk seper
s yang bersi
MPCR benihf, lane 3 (M(IHHNV), La
f jaringan hedan MBV. H
eksi Virus M
ian memper
ksi virus IHH
hujan dan
ntara musim
eksi ganda
ik, infeksi M
a merah jam
rti anggur, s
ifat basofilik
h udang winBV+IHHNV+ane 8 dan 11
epatopankreaH&E (100x).
MSGS pada
rlihatkan ba
HNV, MBV d
kemarau.
m hujan dan
MBV+HPV t
MBV ditand
mbu dengan
sedangkan in
dan terjadi
ndu. M ada+HPV), lane1 (MBV + IH
as benih uda
a Benih Uda
ahwa benih
dan HPV den
Prevalensi
kemarau ti
tidak pernah
dai oleh rea
ciri terjadi hy
nfeksi HPV
occlusion bo
alah Marker e 4 (MBV), 5HHNV).
ang windu y
ang Windu
udang wind
ngan tipe inf
tipe infeksi
dak berbeda
h muncul se
aksi eosinof
ypertrophied
ditandai de
ody (Flegel,
100 bp. La5 dan 6 (IHH
yang terinfek
du yang ak
feksi tungga
virus di pe
a nyata (P>
panjang mu
filik terhada
d nucleus da
engan adany
2006).
ane 1 kontrHNV + HPV
ksi virus HPV
kan ditebar
al, ganda, da
embenihan
>0.05), infek
sim. Namu
ap
an
ya
rol V),
V,
di
an
di
ksi
n,
pada prevalensi tipe terinfeksi berbeda nyata dengan tipe tidak terinfeksi pada musim hujan
dan kemarau (P<0.05) (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa infeksi virus MSGS
dengan tipe infeksi tunggal, ganda, dan tripel pada benih udang windu terdapat sepanjang
tahun dengan prevalensi yang tinggi sehingga sangat membahayakan produksi udang
windu di tambak.
Tabel 1. Prevalensi tipe infeksi virus penyakit kerdil udang windu pada pembenihan
Tipe Infeksi Prevalensi (%) Musim Hujana Musim Kemaraua
Infeksi Tunggal: IHHNV 6 ± 7.77 12 ± 6.94 MBV 9 ± 6.56 1 ± 1.92 HPV 0 0 Infeksi Ganda: MBV+IHHNV 30 ± 30.17 26 ± 5.09 IHHNV+HPV 5 ± 8.08 6 ± 3.85 MBV+HPV 0 0 Infeksi Tripel: MBV+IHHNV+HPV 28 ± 22.55 21 ± 5.09 TidakTerinfeksi 21 ± 8.08a 34 ± 5.09a
Terinfeksi 79 ± 8.08b 66 ± 5.09b
Jumlah Sampel (ekor) 90 90 a = Prevalensi setiap tipe infeksi virus tidak berbeda nyata antara musim hujan dengan
musim kemarau (P>0.05).
Kualitas Air
Nilai parameter kualitas air pembenihan dan tambak pada musim hujan dan kemarau
terlihat berbeda (Tabel 2). Pada musim hujan nilai parameter kualitas air yang diamati lebih
rendah dari kebutuhan optimum udang.
Tabel 2. Nilai kualitas air pada pembenihan
Parameter Nilai Kualitas Air
Kebutuhan Optimum Musim Hujan Musim Kemarau
Suhu (oC) 25 – 29 31 - 33 26 - 31oC (Poernomo, 1979). 28±1oC (Wardoyo dan Djokosetyanto, 1988)
Salinitas (ppt) 24 - 27 30 - 35 28-30 ppt (Cholik, 1986)
pH 6.41 – 7.39 6.72 – 7.67 7,5 - 8,5 (Chie, 1992)
Pembahasan
Hasil MPCR memperlihatkan virus MSGS di benih udang windu diinfeksi oleh ketiga
virus tersebut dengan model/tipe infeksi tunggal, ganda dan tripel. Hal ini menunjukkan
bahwa ketiga virus ini dapat menginfeksi secara bersama-sama pada satu individu udang
windu atau disebut dengan ko-infeksi atau ketiga virus tersebut tidak saling menghalangi,
walaupun HPV dan MBV+HPV tidak pernah terdeteksi dengan MPCR. Infeksi virus pada
udang windu dapat terjadi secara sendiri atau tunggal, ganda, tripel infeksi maupun multi
infeksi (Khawsak et al., 2008). Tang and Lightner (2011), MBV dan HPV adalah dua jenis
virus yang melakukan replikasi secara independen pada satu individu udang. HPV lebih
menyukai menginfeksi sel E (Embryonic) hepatopankreas, juga tidak mengkode DNA
polymerase sehingga replikasinya tergantung pada aktifitas replikasi sel inang. MBV adalah
baculovirus yang memiliki DNA polymerase dan dapat bereplikasi di dalam sel B
(Blisterlike), F (Fibrilar) dan R (Resorptive). Hal itu membuktikan bahwa kedua virus
tersebut kemungkinan tidak berinteraksi satu sama lain. Sementara IHHNV juga adalah
Parpovirus seperti HPV, tidak mengkode suatu DNA polymerase dan tergantung pada sel
inang dalam ketersediaan mesin replikasi DNA. Walaupun virus HPV dan IHHNV ini secara
struktural sama, namun jaringan target infeksi berbeda, HPV menginfeksi sel-sel epithelial
hepatopankreas sedangkan IHHNV pada dasarnya menginfeksi semua jaringan non enterik
(Lightner et al., 1983; Lightner & Redman, 1985).
Tipe infeksi tunggal virus HPV pada penelitian ini tidak pernah terdeteksi. Hal ini
terlihat juga pada udang dewasa di Sulawei Selatan dimana virus HPV sebagai penginfeksi
tunggal juga tidak terdeteksi (Sriwulan dkk., 2012). Hal serupa dijelaskan oleh Lightner
(1996), HPV jarang ditemukan dalam kondisi infeksi tunggal sehingga gejala umum untuk
HPV sulit ditentukan dan serangan HPV dengan agen-agen penyakit lainnya dan
menyebabkan kematian tinggi pada tahap juvenil dalam 4 minggu dapat mencapai 50-100%.
Hal ini juga ditemukan oleh Chayaburakul et al. (2004) dan Umesha et al. (2006), HPV tidak
pernah ditemukan sebagai penginfeksi tunggal selalu menginfeksi dalam bentuk tipe infeksi
ganda (MBV+HPV dan HPV+WSSV) atau infeksi tripel (HPV+MBV+WSSV). Pada
penelitian ini tipe infeksi ganda MBV+HPV juga tidak ditemukan, baik di musim kemarau
maupun hujan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Flegel et al. (1999), Mannivan et al.
(2002), Umesha et al. (2003), Chayaburakul et al. (2004), Tang and Lightner (2011) dimana
kedua virus tersebut ditemukan menginfeksi bersamaan pada udang windu di India dan
Thailand. Begitupula Sriwulan dkk. (2012) dengan menggunakan MPCR menemukan infeksi
ganda MBV+HPV pada udang dewasa di tambak di Sulawesi Selatan, Indonesia
Prevalensi tipe terinfeksi virus lebih tinggi daripada prevalensi tidak terinfeksi virus
baik pada musim hujan maupun kemarau sehingga dapat dikatakan bahwa benih udang
windu rentan terinfeksi virus MSGS pada musim hujan dibanding musim kemarau. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh perubahan kualitas media seperti suhu, salinitas dan pH
yang pada musim hujan nilainya menjauh dari kisaran optimal kebutuhan hidup udang
windu. Perubahan ini menyebabkan udang stress sehingga daya tahan tubuh udang
menurun. Kondisi lingkungan yang berada di luar kebutuhan optimal organisme akan
menyebabkan stress dimana pada kondisi ini sistem imun untuk melawan patogen menurun.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi stress Total Haemocyte Count
(THC) krustase menurun, aktifitas enzim yang berhubungan dengan resinstensi terhadap
penyakit menurun dan sensitifitas terhadap patogen meningkat (Truscott & White, 1990;
Vargas-Albores et al., 1998; Le Moullac & Haffner, 2000). Sementara You et al. (2010),
sistem imun udang untuk melawan virus akibat perlakuan suhu menunjukkan bahwa THC
dan aktifitas Phenoloksidase (PO) M. japonicus dewasa pada kontrol (tanpa WSSV) tidak
berbeda nyata antara udang yang dipelihara pada suhu 27oC dengan 31°C, tetapi THC dan
aktifitas PO udang yang dipelihara dan diinfeksi WSSV pada suhu 27oC dan 31°C berbeda
sangat nyata lebih tinggi daripada THC dan PO udang yang dipelihara pada suhu 24oC
selama 72 jam dan suhu 12oC selama 72 jam. Hal ini menunjukkan bahwa suhu air yang
tinggi mencegah terjadinya infeksi dan secara nyata mengurangi mortalitas udang yang
terinfeksi WSSV serta menunjukkan bahwa suhu air yang tinggi menghambat replikasi
WSSV disebabkan oleh peningkatan aktifitas respon imun inang. Pengaruh salinitas dan pH
terhadap immunokompetensi udang telah diteliti oleh Pan and Jiang (2002), selama
perubahan singkat salinitas 10 jam dari 30‰ ke 15‰, begitupula dengan fluktuasi pH dari
8,5 ke 7.0 atau ke 9.5 aktifitas bakteriolitik dan aktifitas antibakteri dari dua udang
(Fenneropenaeus chinensis dan L. vannamei) secara bertahap berkurang, sementara
aktivitas PO (Phenoloksidase) meningkat.
Kesimpulan
1. Hasil multipleks PCR memperlihatkan benih udang windu di Sulawesi Selatan
terinfeksi oleh 3 jenis virus penyakit kerdil dengan model/tipe infeksi tunggal MBV
dan IHHNV saja, ganda IHHNV+MBV dan IHHNV+HPV serta tripel
IHHNV+MBV+HPV, dan tipe infeksi tunggal virus HPV serta tipe infeksi ganda
MBV+HPV tidak pernah muncul. MBV, IHHNV, dan HPV pada benih udang windu
bersifat ko-infeksi.
2. Prevalensi tipe infeksi tunggal, ganda, dan tripel virus penyakit kerdil pada benih
udang windu tidak berbeda berdasarkan musim, sementara prevalensi tipe terinfeksi
lebih tinggi dari tipe tidak terinfeksi baik pada musim hujan maupun kemarau.
3. Kualitas air pembenihan pada musim hujan cenderung lebih rendah dari kebutuhan
optimal udang windu.
Daftar Pustaka
Chayaburakul, K., Nash, G., Pratanpipat, P., Sriurairatana, S. and Withyachumnarnkul, B. 2004. Multiple pathogens found in growth-retarded black tiger shrimp Penaeus monodon cultivated in Thailand. Dis Aquat Org., 60: 89–96.
Chien, Y.H. 1992. Water Quality Requirements and Management for Shrimp Culture. In Wyban, J. (ed.): Proceedings of Special Session on Shrimp Farming. World Aquaculture Society Baton Rouge, L.A., USA.
Cholik, F. 1986. Pokok-pokok Perawatan Larva Udang Penaeid. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.
Flegel, T. W. 2006. The special danger of viral pathogens in shrimp translocated for aquaculture. Science Asia, 32: 215 – 221.
Flegel, T. W., Thamavit, V., Pasharawipas, T. and Alday-Sanz, V. 1999. Statistical correlation between severity of hepatopancreatic parvovirus (HPV) infection and stunting of farmed black tiger shrimp (Penaeus monodon). Aquaculture. 174: 197–206.
Karunasagar, I., Otta, S.K. and Karunasagar, I. 1998. Monodo Baculovirus and bacterial septicemia associated with mass mortality of cultivated shrimp (P. monodon) from the east coast of India. Indian J. Virol. 14: 27-20.
Khawsak, P., Deesukon, W., Chaivisuthangkura, P. and Sukhumsirichart, W. 2008. Multiplex RT- PCR assay for simultaneous detection of six viruses of penaeid shrimp. Molecular and Cellular Probes. 22:177-183.
Le Moullac, G. and P. Haffner. 2000. Environmental factors affecting immune responses in Crustacea. Aquaculture. 191:121–131.
Lightner, D.V., Redman, R.M. and Bell, T.A. 1983. Infectious hypodermal and hematopoietic necrosis, a newly recognized virus disease of penaeid shrimp. J. Invertebr. Pathol. 42, 62– 80.
Lightner, D.V. and Redman, R.M. 1985. A parvo-like virus disease of penaeid shrimp. J. Invertebr. Pathol. 45: 47–53.
Lightner, D. V. 1996. Epizootiology, distribution and the impact on international trade of two penaeid shrimp viruses in the Americas. Rev. Sci. Tech. - Off. Int. Epizoot. 15: 579–601.
Lo, C.-F., Leu, J.-H., Ho, C.-H., Chen, C.-H., Peng, S.-E., Chen, Y.-T., Chou, C.M., Yeh, P.Y.,Huang, C.J., Chou, H.Y., Wang, C.-H., and Kou, G.-H., 1996. Detection of baculovirus associated with white spot syndrome (WSBV) in penaeid shrimps using polymerase chain reaction. Dis. Aquat. Org. 25: 133–141.
Manivannan, S., Otta, S.K., Karunasagar, I. and Karunasagar, I. 2002. Multiple viral infection in Penaeus monodon shrimp postlarvae in an Indian hatchery. Dis Aquat Org. 48:233–236.
Melena, J., Bayot, B., Betancourt, I., Amano, Y., Panchana, F., Alday, V., Calder, J., Stern, S., Roch, Ph. and Bonami, J-R. 2006. Pre-exposure to infectious hypodermal and haematopoietic necrosis virus or to inactivated white spot syndrome virus (WSSV) confers protection against WSSV in Penaeus vannamei (Boone) post-larvae. J. Fish Dis. 29: 589–600
Montgomery-Brock, D.R., Tacon, A.G.J., Poulos, B. and Lightner, D. V. 2007. Reduced replication of infectious hypodermal and hematopietic necrosis virus (IHHNV) in Litopnennaeus vannamei held in warm water. Aquaculture, 265:41-48.
Montgomery-Brock, D. R, Shimojo, R. Y., Cochran, K., Bouthillette, L., Poulos, B. T., Navarro, S. and Lightner, D. V. 2004. Significant reduction in the replication rate of Taura Syndrome Virus in Litopenaeus vannamei held in hyperthermic conditions. World Aquaculture Society, Honolulu, Hawaii, USA.
Pan, L. Q. and. Jiang, L. X. 2002. Effect of sudden changes in salinity and pH on the immune activity of two species of shrimp. Journal of Ocean University of Qingdao. 32:903–910.
Pan, L. Q., Jiang, L. X. and Miao, J. J. 2005. Effects of salinity and pH on immune parameters of the white shrimp Litopenaeus vannamei. Journal of Shellfish Research. 24:1223–1227.
Peng, S.E., Lo, C. F., Ho, C. H., Chang, C. F. and Kou, G. H. 1998. Detection of White Spot Baculovirus (WSBV) in Giant Freshwater Prawn, Macrobranchium rosenbergii, Using Polymerase Chain Reaction. Aquaculture. 164: 253-262.
Poulpanich, N., and Withyachumnarnkul, B. 2009. Fine structure of a septate gregarine trophozoite in the black tiger shrimp Penaeus monodon. Dis Aquat Org, 86: 57–63.
Ramasamy, P., Brennan, G. P. and Jayakumar, R. 1995. A record and prevalence of Monodon baculovirus from post-larval Penaeus monodon in Madras, India. Aquaculture. 130: 129-135.
Ramasamy, P., Rajan, P. R., Purushothaman, V. and Brennan, G. P. 2000. Ultrastructure and pathogenesis of Monodon baculovirus (Pm SNPV) in cultured larvae and natural brooders of Penaeus monodon. Aquaculture. 184: 45-66.
Rajan, P. R., Ramasamy, P., Purushothaman, V., Brennan, G. P. 2000. White Spot Baculovirus Syndrome in Indian Shrimp Penaeus monodon and P. indicus. Aquaculture. 184:31-44.
Sritunyalucksana, K., Apisawetakan, S., Boon-nat, A., Withyachumnarnkul, B., and Flegel, T. W. 2006. A new RNA virus found in black tiger shrimp Penaeus monodon from Thailand. Virus Research. 118: 31–38.
Sriwulan. 2012. Deteksi molekuler dan analisis jenis-jenis virus penyebab penyakit kerdil pada udang windu (Penaeus monodon) di Sulawesi Selatan. Disertasi. Pascasarjana UNHAS. 190 hal.
Sriwulan, Tahir, A., Rantetondok, A., dan Baharuddin. 2012. Pengembangan Multipleks PCR (MPCR) untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada musim berbeda. e-jurnal Pascasarjana UNHAS. 14 hal.
Sriwulan dan Anshary, H. 2011. Deteksi virus penyebab penyakit kerdil pada benih udang windu (Penaeus monodon) dengan multipleks PCR. J. Fish. Sci. XIII (1): 1-7.
Surachetpong, W., Poulos, B. T., Tang, K. F. J. and Lightner, D. V. 2005. Improvement of PCR method for the detection of monodon baculovirus (MBV) in penaeid shrimp. Aquaculture. 249:69–75
Tang, K. F. J. and Lightner, D. V. 2011. Duplex real-time PCR for detection and quantification of monodon baculo virus (MBV) and hepatopancreatic parvovirus (HPV) in Penaeus monodon. Dis. Aquat. Org. 93: 191–198.
Tang, K. F. J., Pantoja, C. R. and Lightner, D. V. 2008. Nucleotide sequence of a Madagascar hepatopancreatic parvovirus (HPV) and comparison of genetic variation among geographic isolates. Dis. Aquat. Organ. 80: 105–112.
Truscott, R. and. White, K. N. 1990. The influence of metal and temperature stress on the immune system of crabs. Funct. Ecol. 4:455–461.
Umesha, K. R., Uma, A., Otta, S. K., Karunasagar, I. and Karunasagar, I. 2003. Detection by PCR of hepatopancreatic parvovirus (HPV) and other viruses in hatchery-reared Penaeus monodon postlarvae. Dis. Aquat. Org. 57: 141–146.
Umesha, K.R., Dass, B. K. M., Manjanaik, B., Venugopal, M. N., Karunasagar, I. and Karunasagar, I. 2006. High prevalence of dual and triple viral infections in black tiger shrimp ponds in India. Aquaculture. 258 : 91–96.
Vargas-Albores, F., Hinojosa-Baltazar, P. and Portillo-Clark, G. 1998. Influence of temperature and salinity on the yellow leg shrimp, Penaeus californiensis Holmes, prophenoloxidase system. Aquaculture Research. 29:549–553.
Wardoyo, S T. H dan Djokosetyanto, D. 1988. Pengelolaan Kualitas Air di Tambak Udang. Makalah di Sajikan pada Seminar Memacu Keberhasilan dan Pengembangan Usaha pertambakan Udang. Bogor, 16 - 17 September 1998.
Wickins, J.F. 1976. The Tolerance of Warm Water Prawn to Recirculated Water. Aquaculture 9:19-37.
Withyachumnarnkul, B, Chayaburakul, K., Lao-Aroon, S., Plodpai, P., Sritunyalucksana, K. and Nash, G. 2006. Low impact of infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV) on growth and reproductive performance of Penaeus monodon. Dis Aquat Org. 69: 129–136.
You, X. X., Su, Y. Q., Mao, Y., Liu, M., Wang, J., Zhang, M., and Wu, C. 2010. Effect of high water temperature on mortality, immune response and viral replication of WSSV-infected Marsupenaeus japonicus juveniles and adults. Aquaculture. 305:133–137.
Top Related