BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Stroke
Menurut WHO stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menyebabkan kematian disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Anatomi Pembuluh Darah Otak
Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai
sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke
bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi
arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi. Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi
dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai
area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai
area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak
yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ.
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota
gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di
atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.
Faktor Resiko Stroke
Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga tahun
akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari semua stroke, orang yang berusia lebih
dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada orang yang
berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia < 45 tahun.
2. Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak menderita stroke
dibandingkan perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada laki-laki dibanding
perempuan.
3. Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat
penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar
62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar
58,7%.
4. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, jantung,
diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan
risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001
riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.
b. Faktor risiko yang dapat dirubah:
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan
risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang
stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
2. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi.
Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
3. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial
fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas
hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko
stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
4. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali serangan
iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para
pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.Risiko TIA untuk
terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.
5. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.3
Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan hipertensi,
jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena
serangan stroke.
6. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan factor risiko, tingginya
kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak
di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.
Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
7. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok
menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak
dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah,
dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
8.Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga
terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat
merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain-lain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke.
Konsumsi alcohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
9. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan
depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat,
penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko
terkena stroke sebesar 2 kali.
10. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan akan
mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding pembuluh darah otak.
Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah
terserang stroke.
Stroke Non Hemoragik
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik
(kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.
ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak
lebih dari seminggu.
iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
i. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik
dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat
atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi
karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
ii. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas.
Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.
Gejala Stroke Non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
i. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak
pada sisi dominan.
iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai
sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
ii. Gangguan mental.
iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air. v. Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
ii. Meningkatnya refleks tendon.
iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).
v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara
(disatria).
vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor),
koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
viii.Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang
tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia
homonim).
ix. Gangguan pendengaran.
x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
i. Koma
ii. Hemiparesis kontra lateral.
iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia
motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya
sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik
adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun masih mampu
mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti,
tergantung dari luasnya kerusakan otak.
ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari
Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan
membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca
huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global
alexia.
iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya
kerusakan otak.
v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan
yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat
dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh
melihat jarinya).
vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan
bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang. vii. Syndrome Lobus Frontal, ini
berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari
hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
viii.Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus,
stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
Diagnosis Stroke Non Hemoragik
Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis
i. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan
adanya faktor risiko stroke.
ii. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan
kelainan pembuluh darah lainnya.
b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral (karotis atau
vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau
bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan
infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid
(PSA).
ii. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit,
leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas,
elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).
Pengobatan
1. Pengelolaan umum, pedoman 5B
a. Breathing : jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir. Dijaga agar oksigenasi dan
ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka). Intubasi pada pasien
dengan GCS <8.
b. Blood : tekanan darah pada tahap awal tidak boleh langsung diturunkan karena dapat
memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik >220 mmHg dan atau
diastolic >120 mmHg (stroke iskemik), sistolik >180 mmHg dan atau diastolic >100
mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20%.
Obat yang dapat digunakan Nicardipin (0,5-6 mcg/kg/menit infuse kontinu),
Diltiazem (5-40 ug/kg/menit drip), Nitroprusid (0,25-10ug/kg/menit infuse kontinu),
nitrogliserin (5-10 ug/menit infuse kontinu), labetolol 20-80 mg IV bolus tiap 10
menit, kaptopril 6,25-25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan elektrolit dan cairan perlu diawasi. Kadar gula darah yang terlalu
tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke, pemberian insulin regular
dengan skala luncur dengan dosis GD > 150-200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50
mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar GD>400 mg/dL dosis
insulin 12 unit.
c. Brain : bila didapatkan tanda peningkatan tekanan intracranial dengan tanda nyeri
kepala, muntah proyektil, dan bradikardi relative harus diberantas, obat yang biasa
dipakai adalah manitol 20% 1-1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6x 100 cc (0,5
gr/kgBB), dalam 15-20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300-320 mOsm,
keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
d. Bladder : hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urin sebaiknya dipasang
kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urin, pada laki-laki dipasang kondom
kateter, pada wanita pasang kateter.
e. Bowel : kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, jaga supaya
defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak.
2. Pengelolaan stroke non hemoragik
a. Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal,
obat trombolisis yang sudah disetujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue
plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan
bolus sisanya infuse kontinu dalam 60 menit). Cara lain memperbaiki aliran darah antara
lain dengan memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifilin yang mengurangi
viskositas darah dengan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari.
Obat lain adalah naftidrofuril selama 10 hari ivdilanjutkan oral 300 mg/hari.
b. Prevensi terjadinya thrombosis (antikoagulasi)
Antikoagulan diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1000 u/jam cek APTT 6 jam
kemudian sampai dicapai 1,5-2,5 kali control hari ketiga diganti antikoagulan oral,
heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2x0,4 cc subkutan monitor trombosit hari
ke 1&3 (jika jumlah < 100000 tidak diberikan), warfarin dengan dosis hari pertama 8 mg,
hari kedua 6 mg, hari ketiga penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien. Pasien
dengan paresis berat yang berbaring lama beresiko terjadi thrombosis vena dalam dan
emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2x5000 unit subcutan atau LMWH 2x0,3
cc selama 7-10 hari.
Obat antiagregasi antara lain aspirin dosis 800-1200 mg/hari mekanisme kerja dengan
menghambat jalur siklooksigenase, dipiramidol dikombinasi dengan aspirin 25 mg +
dopiramidol SR 200 mg 2x1 degan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase
dan ambilan kembali adenosine, cilostazol dosis 2x50 mg mekanisme menghambat
aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2x250 mg dengan menginhibisi reseptor
adenosine difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1x75 mg dengan
menginhibisi adenosine difosfat dan thyenopyridine.
c. Proteksi neuronal/sitoproteksi
CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki ,e,bran sel dengan cara menambah sintesa
phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis
asetilkolin suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif, dosis 500-2000 mg sehari
selama 14 hari.
Piracetam, cara kerja tidak diketahui pasti, diperkirakan memperbaiki integritas sel,
memperbaiki fluiditas membrane dan menormalkan fungsi membrane. Dosis bolus 12 gr
IV dilanjutkan 4x3 gr IV sampai hari ke empat, hari kelima dilanjutkan 3x4 gr per oral
sampai minggu keempat, minggu keempat sampai minggu keduabelas diberikan 2x2,4 gr
peroral.
Statin, di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk
iskemia otak dan stroke.
Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain, penghambat
caspase dan sebagai neurotropik dosis 30-50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan
fungsi motorik yang bermakna.
Top Related