BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan Indonesia di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi yang
dipengaruhi oleh naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi, naiknya harga
barang-barang dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serta turunnya
daya beli masyarakat telah menjadi permasalahan rumit yang harus segera diselesaikan
oleh pemerintah.
Untuk dapat tetap bertahan dan untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang ada,
Pemerintah harus segera mengupayakan semua potensi yang ada baik penerimaan dalam
negeri maupun luar negeri. Saat ini tengah digali potensi- potensi yang digunakan untuk
meningkatkan penerimaan negara, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemampuan analisis para praktisi
ekonomi yang menyatakan bahwa mengandalkan pinjaman dari luar negeri sebagai salah
satu sumber penerimaan negara hanya akan menjadi bumerang dikemudian hari maka
potensi penerimaan dari pinjaman luar negeri akan semakin dikurangi.
Berdasarkan hal tersebut maka Indonesia berusaha untuk lebih meningkatkan
potensi penerimaan negara dari dalam negeri, melalui pajak dan tidak dipungkiri bahwa
pajak memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan Negara sehingga pemerintah
mengupayakan dan meningkatkan pelaksanaan sistem yang baik dalam pemungutan
pajak. Salah satunya penggunaan sistem self assessment yang menuntut Wajib Pajak
untuk aktif dalam melaksanakan kewajiban maupun hak perpajakannya. Undang-undang
1
perpajakan dikeluarkan untuk dapat memahami arti dari kegunaan membayar pajak bagi
wajib pajak itu sendiri dan bagi Negara, serta memberi kemudahan dalam tata cara
pelaksanaan pemungutan dan pembayaran pajak.
Wajib Pajak cenderung menghindari kewajibannya untuk membayar pajak.
Kecenderungan ini terjadi karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah
tentang pentingnya membayar pajak. Hingga sekarang kesadaran masyarakat membayar
pajak masih belum dapat mencapai tingkat yang diharapkan. Masyarakat masih kurang
percaya terhadap keberadaan pajak karena masih merasa sama dengan upeti,
memberatkan,bersifat memaksa, pembayarannya sering mengalami kesulitan, dan ketidak
tahuan masyarakat cara menghitung dan melaporkannya. Diperlukan daya dan upaya
sehingga masyarakat sadar sepenuhnya untuk membayar pajak dan bukan sesuatu yang
mustahil terjadi. Pada saat masyarakat memahami pajak maka membayar pajak akan
dilakukan secara sukarela bukan karena keterpaksaan. Kesadaran membayar pajak tidak
hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin semata tetapi juga diikuti sikap kritis.
Semakin maju masyarakat dan pemerintahannya, maka semakin tinggi kesadaran
membayar pajaknya namun tidak hanya berhenti sampai di situ justru mereka semakin
kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, terutama terhadap materi kebijakan di
bidang perpajakannya, misalnya penerapan tarifnya, mekanisme pengenaan pajaknya,
regulasinya, benturan praktek di lapangan dan perluasan subjek dan objeknya.
Masyarakat di negara maju memang telah merasakan manfaat pajak yang mereka bayar.
Bidang kesehatan, pendidikan, sosial maupun sarana dan prasarana transportasi yang
cukup maju maupun biaya operasional aparat negara berasal dari pajak mereka.
Pelayanan medis gratis, sekolah murah, jaminan sosial maupun alat-alat transportasi
2
modern menjadi bukti pemerintah mengelola dana pajak dengan baik. Dengan
digalakannya kesadaran akan pajak ini diharapkan Indonesia akan menuju kesejahteraan
yang selama ini diharapkan.
Menurut penjelasan UU KUP bahwa sistem pemungutan pajak tersebut
mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan
kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang
dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Media atau surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melaporkan
penghitungan dan pembayaran pajak disebut Surat Pemberitahuan, disingkat
SPT. Kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang kepada Wajib Pajak idealnya
ditunjang dengan :
(a.) Kesadaran Wajib Pajak tentang kewajiban perpajakan;
(b.) Keinginan untuk membayar pajak terutang walaupun terpaksa;
(c.) Kerelaan Wajib Pajak untuk menjalankan peraturan perpajakan yang berlaku;
(d.) Kejujuran Wajib Pajak untuk mengungkapkan keadaan sebenarnya.
Pasal 22 UU KUP mengatur adanya daluwarsa penagihan dalam kaitannya
dengan sistem self assesment. Aturan terakhir, UU No. 28 tahun 2007, daluwarsa
penagihan ditetapkan 5 (lima tahun). Bahwa negara tidak memiliki hak untuk menagih
atau memungut pajak setelah lewat 5 tahun. Selain itu, SPT yang dilaporkan kepada DJP
juga dianggap benar setelah 5 tahun. Secara hukum, setelah lewat 5 tahun, kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dianggap benar. Hanya saja Pasal 22 ayat (2) UU KUP mengatur
bahwa daluwarsa tersebut akan tertangguh atau mundur dari tahun pajak yang
bersangkutan jika :
3
(a.) Diterbitkan Surat Paksa;
(b.) Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung;
(c.) Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); atau
(d.) Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Dalam jangka waktu 5 tahun tersebut, DJP dapat melakukan koreksi terhadap SPT
yang dilaporkan oleh Wajib Pajak melalui pemeriksaan. Menurut UU KUP, pemeriksaan
adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti
yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu instrumen yang baik untuk
meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak, baik formal maupun material dari
peraturan perpajakan, yang tujuan utamanya untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan
perpajakan seorang wajib pajak. Kepatuhan ini akan berdampak baik secara langsung
maupun tak langsung pada penerimaan pajak. Sehingga penulis mengambil skripsi yang
berjudul “Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak
Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor PT Bank Pembanguan
Daerah Bali Cab. Denpasar
4
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah
1. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan pelaporan wajib pajak di
Kantor PT Bank Pembanguan Daerah Bali Cab. Denpasar ?
2. Apakah persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan pelaporan
wajib pajak di Kantor PT Bank Pembanguan Daerah Bali Cab. Denpasar ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis secara parsial pengaruh kesadaran wajib
pajak terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak di Kantor PT Bank Pembanguan
Daerah Bali Cab. Denpasar
2. Untuk mengetahui dan menganalisis secara parsial pengaruh persepsi tentang
sanksi perpajakan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak di Kantor PT Bank
Pembanguan Daerah Bali Cab. Denpasar
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan gambaran yang
lebih luas dan mengaplikasikan teori-teori khususnya di bidang perpajakan
yang diperoleh di bangku perkuliahan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi dan memenuhi
salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ekonomi (S1) pada Fakultas
Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Mahasaraswati. Dan hasil penelitian ini
dapat dipakai sebagai bahan bacaan ilmiah di perpustakaan dan juga bisa
5
dipakai sebagai referensi bagi mahasiswa yang akan melaksanakan penelitian
selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis
Secara tidak langsung penelitian ini juga membantu Kantor Pelayanan
Pajak untuk memberikan penyuluhan kepada wajib pajak terhadap pentingnya
kepatuhan dan taat pajak sehingga wajib pajak orang pribadi sadar akan
pentingnya taat dalam pelaporan pajak.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Umum Pajak
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada
Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi
sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak
adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah
dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
7
Sedangkan Sumitro dalam Mardiasmo (2006 : 1), mengemukakan bahwa pajak
adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang dengan tiada
mendapat imbalan jasa untuk membiayai pengeluaran umum. Jadi makna tentang ciri-ciri
dari pengertian pajak :
1. Pajak dipungut oleh suatu Negara (baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah) berdasarkan dengan kekuatan undang-undang serta peraturan
pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari
sector privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya
pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.
Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa
publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan
suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya
kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada
negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus
dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini
memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga
menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun
wajib pajak sebagai pembayar pajak.
8
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata
cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak
mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
2.1.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak lebih kepada manfaat pokok atau kegunaaan pokok dari pajak itu
sendiri, pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kehidupan bernegara,
karena pajak merupakan sumber pendapatan negara dan pajak akan digunakan untuk
membiayai APBN, maka beberapa fungsi pajak antara lain,
1. Fungsi Anggaran (Budgertair)
Kegunaan pajak sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas
negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku, jadi pajak
berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara terkait proses
pemerintahan.
2. Fungsi Mengatur (Regulered)
Yaitu suatu fungsi dimana pajak diperguanakan oleh pemerintah sebagai alat
untuk mencapai tujuan tertentu, dan merupakan fungsi tambahan, jadi sebagai
pelengkap dari fungsi utama pajak.
3. Fungsi Stabilitas
Yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
9
dikendalikan, hal ini bisa dilakukan dengan mengatur peredaran uang
dimasyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4. Fungsi retribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan.
2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Dalam melakukan pemungutan pajak tersebut Indonesia menganut tiga sistem
yaitu :
1. Official Assessment System
Pada sistem ini, besarnya pajak yang seharusnya terutang ditetapkan sepenuhnya oleh
Fiskus (aparat pajak). Kriteria dari Official Assesment system adalah :
1. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus
2. Wajib Pajak bersifat pasif
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System
Kriteria Self Assesment System antara lain :
1. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada WP
sendiri
2. Wajib Pajak Aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
10
3. Withholding System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada pihak ketiga
(bukan fiskus atau wajib pajak) untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.4 Persepsi Wajib Pajak tentang Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain
sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma
perpajakan (Mardiasmo, 2006:39). Wajib pajak akan memenuhi kewajiban
perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak
merugikannya (Nugroho, 2006). Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur
dengan indikator (Yadnyana, 2009) sebagai berikut :
(1) Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat.
(2) Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat
ringan.
(3) Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk
mendidik wajib pajak.
(4) Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
(5) Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.
Landasan hukum mengenai sanksi perpajakan diatur dalam masing-masing pasal
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Sanksi perpajakan dapat dijatuhkan
apabila wajib pajak melakukan pelanggaran terutama atas kewajiban yang ditentukan
dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Dalam undang-undang perpajakan
dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap
11
suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang
diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan
sanksi pidana.
1. Sanksi Administrasi
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian sanksi administrasi berikut akan
diuraikan pengertian sanksi menurut beberapa pendapat para ahli perpajakan. Pengertian
sanksi administrasi menurut Mardiasmo (2009:57) adalah sebagai berikut : “Sanksi
administrasi merupakan pembayaran kepada negara khususnya yang berupa bunga dan
kenaikan.”
Dapat disimpulkan bahwa pada intinya yang dimaksud dengan sanksi administrasi
merupakan pembayaran atas kerugian kepada negara dan pembayaran atas kerugian ini
dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan. Sanksi administrasi dapat dibedakan menjadi 3
(tiga). Adapun jenis-jenis sanksi menurut Devano dan Rahayu (2006:198) adalah sebagai
berikut :
a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang
berkaitan dengan kewajiban pelaporan.
b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan
dengan kewajiban pembayaran pajak.
c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang
harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur
dalam ketentuan material.
Berdasarkan pengertian diatas maka maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
sanksi administrasi dapat dibagi menjadi tiga yaitu denda yang dikenakan karena
12
pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan dengan pelaporan dalam hal
ini berkaitan dengan pelaporan SPT, bunga yang dikenakan karena pelanggaran yang
dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan dengan pembayaran pajak, dan kenaikan yang
dikenakan karena pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban yang telah diatur dalam
ketentuan material.
Dalam pelaksanaan pengenaan sanksi ini Direktorat Jenderal Pajak telah
menetapkan besarnya tarif sanksi yang dapat diberikan kepada Wajib Pajak dan
penetapan besarnya tarif sanksi ini tentunya telah dilakukan dengan pertimbangan-
pertimbangan yang matang. Ketentuan besarnya tarif sanksi administrasi diatur dalam Undang-
Undang Perpajakan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh
aparat pajak, sehingga mereka tidak menetapkan sanksi sewenang-wenang dan yang pada
akhirnya justru memberatkan bahkan mungkin merugikan Wajib Pajak. Sanksi perpajakan
yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan
Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
Tabel 2.1
SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN
1. Sanksi Bunga
No Masalah Besar/lamanya sanksiCara
menagih
Dasar Hukum
1 Pembetulan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar
2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT
STP Pasal 8 ayat (2) UU
KUP
13
berakhir s.d tanggal pembayaran karena pembetulan SPT itu
2 Pembetulan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.
STP Pasal 8 ayat (3) UU
KUP
3 Pembayaran atau penyetoran pajak SPT Masa , yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak
2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.
STP Pasal 9 ayat (2a)
UU KUP
4 Pembayaran atau penyetoran pajak SPT Tahunan, yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran pajak
2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran,
STP Pasal 9 ayat (2b)
UU KUP
5 Berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar
2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa/bagian tahun/tahun pajak s.d. diterbitkannya SKPKB
SKP Pasal 13 ayat (2)
UU KUP
6 Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan
2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa/bagian tahun/tahun pajak s.d. diterbitkannya SKPKB
SKP Pasal 13 ayat (2)
UU KUP
7 Pada saat jatuh tempo pembayaran pajak yang
2% (dua persen) sebulan untuk seluruh
STP Pasal 19 ayat (1) 14
terutang tidak atau kurang dibayar
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
UU KUP
8 Wajib Pajak yang diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak
2% sebulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
SSP/STP
Pasal 19 ayat (2)
UU KUP
9 Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan
2% sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
SSP/STP
Pasal 19 ayat (3)
UU KUP
10 a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung
2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak
STP Pasal 14 ayat (3)
UU KUP
11 Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan
STP Pasal 14 ayat (5)
UU KUP
15
Surat Tagihan Pajak12 Wajib Pajak dipidana karena
melakukan tindak pidana perpajakan setelah lewat waktu 5 tahun
48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang ditambahkan dalam SKPKB
SKP Pasal 13 ayat (5)
UU KUP
13 Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakn setelah lewat waktu 5 tahun
48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang ditambahkan dalam SKPKBT
SKP Pasal 15 ayat (4)
UU KUP
2. Denda
No MasalahBesar/lamanya
sanksi
Cara membaya
r atau menagih
Dasar Hukum
1 SPT tidak disampaikan atau disampaikan melebihi batas waktu
a.Rp 100.000,00 untuk SPT Masa PPh
b.Rp 500.000,00 untuk SPT PPN
c.Rp.100.000,00 untuk SPT Tahunan OP
d. Rp. 1.000.000 untuk SPT Tahunan Badan
STP Pasal 7 UU KUP UU KUP
2 a.pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
b.pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara
2% dari Dasar Pengenaan Pajak
STP Pasal 14 ayat (4) UU KUP
16
lengkapc.Pengusaha Kena Pajak
melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;
3 Wajib Pajak yang mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebelum dilakukan penyidikan
sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
SSP Pasal 8 ayat (3) UU KUP
4 Keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,
50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan
SSP Pasal 25 ayat (9) UU KUP
5 Permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian
100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan
SSP Pasal 27 ayat
(5d) UU KUP
6 Penghentian penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan untuk kepentingan penerimaan Negara
empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan
SKP Pasal 44B ayat
(2) UU KUP
3. Kenaikan
1 Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan, walaupun telah dilakukan pemeriksaan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
50% dari jumlah pajak yang kurang bayar
SKP Pasal 8 ayat (5) UU KUP
17
menerbitkan surat ketetapan pajak,
2 SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur tidak disampaikan pada waktunya
a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak
b. 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan;
SKP Pasal 13 ayat (3) UU KUP
3 Berdasarkan hasil pemeriksaan PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasi selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%
100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
SKP Pasal 13 ayat (3) UU KUP
4 Kewajiban Pasal 28, 29 tidak dipenuhi
a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak
b. 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan
c. 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
SKP Pasal 13 ayat (3) UU KUP
5 Kealpaannya untuk pertama kali tidak menyampaikan Surat
200% (dua ratus persen) dari jumlah
SKP Pasal 13A UU KUP
18
Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
pajak yang kurang dibayar
6 Ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang
100% dari jumlah kekurangan pajak
SKP Pasal 15 ayat (2) UU KUP
7 Diterbitkan SKPKB atas Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak
SKP Pasal 17C ayat (5) UU KUP
4. Pidana Penjara
1 Setiap orang yang dengan sengaja: pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pasal 39 ayat (1) UU KUP
a) tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
b) menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
c) tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d) menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e) menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f) memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g) tidak menyelenggarakan pembukuan
19
atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h) tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i) tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
2 Melakukan lagi tindak pidana perpajakan sebelum lewat waktu 1 tahun, terhitung sejak selesainya pidana penjara
Pidana ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana
Pasal 39 ayat (2) UU KUP
3 Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan
Pasal 39 ayat (3) UU KUP
4 Setiap orang yang dengan sengaja: a. menerbitkan dan/atau menggunakan
faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
Pasal 39a UU KUP
20
Pajak pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
5 Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 41 ayat (2) UU KUP
6 Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 41B UU KUP
7 Wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud Pasal 39A
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
Pasal 43 ayat (1) UU KUP
Jo Pasal 39A
8 Yang menyeluruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Pasal 43 ayat (2) UU KUP
21
pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud Pasal 41B
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). Jo Pasal 41B
5. Pidana Kurungan
1 Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
Didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 38 UU KUP
2 Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 41 ayat (1) UU KUP
3 Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 41a UU KUP
4 Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1)
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 41C ayat (1) UU KUP
5 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1)
pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 41C ayat (2) UU KUP
6 Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2)
pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
Pasal 41C ayat (3) UU KUP
22
rupiah).7 Setiap orang yang dengan sengaja
menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 41C ayat (4) UU KUP
8 Wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun
Pasal 43 ayat (1) Jo Pasal 38 UU KUP
9 yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41a
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 43 ayat (2) Jo Pasal 41a UU KUP
2.1.6 Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kesadaran adalah keadaan tahu,
mengerti, dan merasa. Kesadaran untuk mematuhi ketentuan (hukum pajak) yang berlaku
tentu menyangkut faktor–faktor apakah ketentuan tersebut telah diketahui, diakui, dihargai,
dan ditaati. Bila seseorang hanya mengetahui berarti kesadaran wajib pajak tersebut masih
rendah. Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui,
memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela.
Pengetahuan dan pemahaman tentang perpajakan sangat penting karena dapat
membantu wajib pajak dalam mematuhi aturan perpajakan. wajib pajak harus
melaksanakan aturan itu dengan benar dan sukarela. Jadi, kesadaran wajib pajak adalah
suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, mengakui, menghargai dan menaati
23
ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk
memenuhi kewajiban pajaknya. Wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila (Manik
Asri, 2009) :
1) Mengetahui adanya Undang-Undang dan ketentuan perpajakan.
2) Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
3) Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
4) Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
5) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela.
6) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.
2.1.7 Kepatuhan Perpajakan
Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D.Nowak ( Moh. Zain:2004 )
sebagai “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin
dalam situasi dimana:
1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan,
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan
No.544/KMK.04/2000, wajib pajak patuh adalah sebagai berikut.
(1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun
terakhir.
24
(2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
(3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
(4) Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap
wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir
untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen.
(5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan
publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian
sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kepatuhan wajib pajak (Handayani,
2009), yakni: wajib pajak mengisi formulir SPT dengan benar, lengkap dan jelas,
melakukan perhitungan dengan benar, melakukan pembayaran tepat waktu, dan tidak
pernah menerima surat teguran.
2.1.8 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pengertian pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2009:50) adalah serangkaian
kegiatan mencari, mengumpulkan,mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan.
Sedangkan definisi pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan
tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “Pemeriksaan
adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, daya/bukti
yang dilaksanakan secara obyektif danprofessional berdasarkan suatu standar
25
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”
Dari kedua definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak
adalah serangkaian kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.Menurut Mardiasmo (2009:51) yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun
penyelidikan adalah untuk mencari adanya :
a. Interpretasi undang-undang yang tidak benar.
b. Kesalahan hitung.
c. Penggelapan secara khusus dari penghasilan.
d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan wajib pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Audit pajak yang dilakukan secara professional oleh aparat pajak dalam kerangka
self assessment system merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan.Dalam pelaksanaan
undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi dari
pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu selain fungsi pengawasan
dan pembinaan yang harus dijalankan oleh pemerintah perlu juga dibarengi dengan upaya
penegakan hokum ( tax enforcement )
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan Dan Kesadaran
Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Gianyar ini termotivasi dengan beberapa penelitian terdahulu, yaitu :
1. Tranggono (2011), Pengaruh Penyuluhan Pajak Dan Sanksi Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Jakarta Tamansari Dua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penyuluhan pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak (WP) di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tamansari Dua Pada Tahun 2011
serta untuk mengetahui kaitannya dengan penelitian terdahulu. Penelitian
lapangan dan kepustakaan telah dilakukan untuk mengetahui pegaruh penyuluhan
pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini mengambil
sampel sebanyak 100 WP OP yang datang ke KPP Pratama Jakarta Tamansari
Dua. Keseluruhan data dalam penelitian ini merupakan data primer yang
diperoleh dari kuesioner yang disebarkan di KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua.
Dalam penelitian ini dilakukan tiga pengujian, yaitu uji kualitas data, uji asumsi
klasik, dan uji hipotesis. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
SPSS versi 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan
antara penyuluhan pajak dan sanksi pajak dengan kepatuhan WP. Sedangkan
untuk pengujian secara bersama-sama seluruh variabel independen terhadap
kepatuhanWP, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
penyuluhan pajak dan sanksi pajak secara simultan, pada tingkat keyakinan 95%.
2. Lusiana Dewi (2011) yang berjudul Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dalam
Membayar PPh Pasal 21 di KPP Pratama Surabaya Krembangan. Penelitian ini
meneliti kepatuhan wajib pajak dalam membayar PPh pasal 21dengan
menggunakan kuisioner 195 responden dengan 5 kategori yaitu tidak patuh
sebanyak 30 responden dengan hasil 15,4%, kurang patuh sebanyak 58 responden
27
dengan hasil 29,7%, cukup patuh sebanyak 36 responden dengan hasil 18,5%,
patuh sebanyak 35 responden dengan hasil 17,9% dan sangat patuh sebanyak 36
responden dengan hasil 18,5% dan metode yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif.
3. Penelitian Ariani (2012) yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Keamuan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan
Pekerjaan Bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap wajib pajak terhadap
kesadaran dalam membayar pajak dan pengetahuan dan pemahaman akan
perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kemauan membayar pajak, sikap
wajib pajak terhadap persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan dan
sanksi denda berpengaruh tidak signifikan terhadap kemauan membayar pajak.
Tabel 2.2
Hasill Penelitian Sebelumnya
No Nama Judul penelitian
Perbedaan Variabel Penelitian
Hasil Analisis
1 Tranggono( 2011)
Pengaruh Penyuluhan Pajak Dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tamansari Dua
Variabel independen : penyuluhan pajak dan memakai uji kualitas data
Seluruh variabel independen terhadap kepatuhanWP
Pengaruh signifikan antara penyuluhan pajak dan sanksi pajak dengan kepatuhan WP. Sedangkan untuk pengujian secara bersama-sama seluruh variabel independen
29
terhadap kepatuhanWP,diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penyuluhan pajak dan sanksi pajak secara simultan, pada tingkat keyakinan 95%.
2 Lusiana Dewi(2011)
Tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar PPh pasal 21 di KPP Pratama Surabaya Krembangan
Menggunakan 1 variabel, menggunakan metode deskriptif kuantitatif
Satu variabel yaitu kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PPh ps 21
Adanya perbedaan kepatuhan wajib pajak dalam membayar PPh ps 21 yaitu :Tidak patuh 15,4 %, kurang patuh 29,7%, cukup patuh 18,5%, patuh 17,9%, dan sangat patuh 18,5%
3 Ariani(2012)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keamuan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan
Variabel : pengetahuan dan pemahaman akan perpajakan
Seluruh variabel independen terhadap kepatuhanWP
Menunjukkan bahwa sikap wajib pajak terhadap kesadaran dalam membayar pajak dan pengetahuan dan pemahaman
30
Bebas akan perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kemauan membayar pajak, sikap wajib pajak terhadap persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan dan sanksi denda berpengaruh tidak signifikan terhadap kemauan membayar pajak.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari pengertian
tersebut pajak harus berdasarkan Undang-undang yang disusun dan dibahas bersama antara
pemerintah dan DPR sehingga pajak merupakan ketentuan berdasarkan kehendak rakyat,
bukan kehendak penguasa semata. Pembayar pajak tidak akan mendapat imbalan langsung.
Manfaat dari pajak akan dirasakan oleh seluruh masyarakat baik yang membayar pajak
maupun yang tidak membayar pajak. Fungsi penerimaan adalah fungsi utama pajak. Pajak
ditarik terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka
menyediakan barang dan jasa publik. Saat ini sekitar 70% APBN Indonesia dibiayai oleh
pajak.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib pajak untuk memenuhi
kewajiban, diantaranya sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak. Aturan terakhir
perpajakan yaitu UU No.28 Tahun 2007 yang mengatur tentang Ketentuan umum dan
tata cara perpajakan serta sanksi perpajakan. Sanksi perpajakan merupakan jaminan
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti/ditaati/dipatuhi. Sehingga Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya
31
bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho,
2006). Kesadaran untuk mematuhi ketentuan (hukum pajak) yang berlaku tentu
menyangkut faktor–faktor apakah ketentuan tersebut telah diketahui, diakui, dihargai, dan
ditaati. Bila seseorang hanya mengetahui berarti kesadaran wajib pajak tersebut masih
rendah. Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui,
memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela.
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
3.2 Hipotesis
Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami,
dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Semakin tinggi tingkat
kesadaran wajib pajak maka kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan yaitu kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan
Undang-undang No. 28Tahun 2007
Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Karyawan PT Bank Pembangunan
Daerah Bali Cab Denpasar
Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan
Kesadaran Wajib Pajak
33
perpajakan, dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan. Apabila Wajib Pajak telah
mempunyai kesadaran membayar pajak, maka dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak
dengan sukarela dan sadar. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
H1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar.
Sanksi perpajakan merupakan Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila
memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006).
Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
H2 : Persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan pelaporan wajib pajak
orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar.
Gambar 3.2Hipotesis Penelitian
uji parsial
uji parsial
Kesadaran Wajib Pajak (X1)
Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak
(Y)
Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan
(X2)
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Tempat Penelitian ini adalah Kantor PT Bank Pembanguan Daerah Bali Cab.
Denpasar yang berlokasi di Jalan Gajah Mada no 6 Denpasar Bali, Telp : 0361-
263578, Fax : 0361-234865
4.2 Obyek Penelitian
Obyek Penelitian ini adalah Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan
pelaporan wajib pajak yaitu persepsi tentang sanksi dan kesadaran wajib pajak di
Kantor PT Bank Pembanguan Daerah Bali Cab. Denpasar
4.3 Identifikasi Variabel
Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel, yaitu variabel bebas dan variabel
terikat :
1. Variabel Bebas (X)
Variabel independent atau variabel bebas, atau peubah bebas sering juga
disebut dengan variabel stimulus, atau predictor, atau variabel antecedent. Jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, variabel independent disebut juga sebagai
peubah bebas. Peubah bebas ini adalah merupakan peubah yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab terjadinya perubahan terhadap peubah tak bebas. Atau
yang menyebabkan terjadinya variasi bagi peubah tak bebas (variabel dependent).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
34
a. Kesadaran Wajib Pajak (X1)
b. Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan (X2)
2. Variabel Terikat (Y)
Variabel dependen, dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai peubah
tak bebas, variabel output, criteria, atau konsekuen. Variabel ini sering disebut
sebagai peubah tak bebas, atau variabel terikat. Variabel terikat atau peubah tak
bebas ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel sebab atau peubah bebas. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini
adalah Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Orang Pribadi.
4.4 Definisi Operasional Variabel
Dalam bahasa sehari-hari, variabel penelitian sering diartikan sebagai ”faktor-
faktor yang dikaji dalam penelitian”. Menurut konsep aslinya yang dimaksud variabel
adalah konsep yang memiliki keragaman nilai. Meskipun demikian pemahaman yang
mengartikan variabel sebagai faktor-faktor yang akan dikaji dalam penelitian juga dapat
diterima mengingat bahwa kegiatan penelitian memang terpusat pada upaya memahami,
mengukur, dan menilai keterkaitan antar variabel-variabel tersebut. Tentang hal ini perlu
diperhatikan bahwa variabel penelitian bukanlah dikembangkan atau dirumuskan
berdasarkan angan-angan atau intuisi peneliti, tetapi harus ditetapkan berdasarkan kajian
pustaka. Itu juga berlaku pada penelitian Grounded maupun Penelitian Partisipatif.
Variabel penelitian ini pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2006 : 31).
35
Definisi operasional variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Kesadaran Wajib Pajak (X1)
Wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran (Manik Asri, 2009) apabila sesuai
dengan hal-hal berikut.
(1) Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan.
(2) Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
(3) Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(4) Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
(5) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela.
(6) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.
2. Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan (X2)
Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi
perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006). Pandangan tentang sanksi
perpajakan tersebut diukur dengan indikator (Yadnyana, 2009) sebagai berikut.
(1) Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat.
(2) Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan.
(3) Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk
mendidik wajib pajak.
(4) Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
(5) Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan
36
4.5 Jenis dan Sumber Data
4.5.1 Berdasarkan sifatnya
1. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka dan dapat dinyatakan
dengan satuan hitung ( Sugiono, 2000 : 14 ), dalam penelitian ini meliputi perhitungan
data-data kuesioner yang terdiri dari 21 pertanyaan.
2. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka dan tidak dapat
dihitung ( Sugiono, 2000 : 14 ), dalam penelitian ini meliputi sejarah singkat perusahaan,
visi dan misi perusahaan.
4.5.2 Berdasarkan Sumbernya
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dan dicatat secara langsung dari
sumbernya melalui wawancara ( Sugiyono, 2006 : 130 ), dalam penelitian ini meliputi :
data-data responden melalui kuesioner yang dibagikan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bukan dari pengumpulan dan pengolahan sendiri
tetapi dilakukan oleh pihak-pihak lain dalam perusahaan dimana penelitian dilakukan
( Sugiyono, 2006 : 130), dalam penelitian ini meliputi : sejarah berdirinya perusahaan dan
visi dan misi perusahaan.
37
4.6 Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan
benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh
objek/subjek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah 153 wajib pajak orang pribadi yang
bekerja di Kantor PT Bank Pembanguan Daerah Bali Cab. Denpasar
2. Sampel
Penelitian ini menggunakan 100 sampel dari populasi yang berjumlah 153. Untuk
menentukan ukuran sampel wajib pajak orang pribadi efektif yang terdaftar di Kantor PT
Bank Pembanguan Daerah Bali Cab. Denpasar digunakan rumus Slovin, yaitu sebagai
berikut.
N - ------------------- ...................................................... (1)
1 + Ne2
153 153 = 100 ------------------------ -------------- 1+ 153.0,12 1.53
.
n =
= =n =
38
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, dalam penelitian ini adalah 0,1
Dengan ukuran populasi (N) sebanyak 20.503 dan dengan persen kelonggaran
ketidaktelitian(e) 0,1 karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir dengan
menggunakan 100 sampel. Penentuan wajib pajak orang pribadi mana saja yang akan
dipilih adalah dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu suatu tipe
sampling probabilitas, di mana peneliti dalam memilih sampel dengan memberikan
kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai anggota
sampel.
Tabel 4.1Menunjukkan Tabel Penentuan Sampel
Keterangan Status Umur Tingkat
Pendidikan
Pria
Wanita
TK
K/0
K/1
K/2
K/3
20 – 35 Tahun
36 – 50 Tahun
> 51 Tahun
SMA/SMK
Diploma/S1
Strata-1
Strata-2
Dan
Lainnya
39
K/4
Total Sampel 100
4.7 Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuisioner, yaitu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuisioner tersebut telah
dikelompokkan secara jelas dengan 21 buah pertanyaan yang diajukan pada 100
responden. Jawaban-jawaban diukur menggunakann skala likert. Skala likert suatu skala
psikometrik (ukur) yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang
paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Dalam penelitian ini responden diberi
nilai/skor menggunakan yaitu : Sangat setuju = skor 4, Setuju = skor 3, Tidak Setuju =
Skor 2, Sangat Tidak Setuju = 1.
Hasil kuisioner dikumpulkan dan ditabulasi serta diberi skor masing-masing
sesuai dengan jawaban dari responden. Data dari hasil tabulasi diolah menggunakan
program windows SPSS versi17.0
4.8 Uji Instrumen
Dalam penelitian ini kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan
merupakan hal yang penting karena keabsahan (validitas) suatu hasil penelitian sangat di
tentukan oleh alat pengukur instrumen yang digunakan dan data yang di peroleh.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini dilakukan pengujian apakah
40
instrumen dan data penelitian berupa jawaban responden telah di jawab dengan benar
atau tidak. Pengujian tersebut meliputi pengujian validitas dan pengujian reliabilitas
1. Uji Validitas
Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di
ukur (Sugiyono, 2009:172). Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan kuesioner mengungkapkan
suatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dapat dilakukan dengan
menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan skor total.
Apabila koefisien korelasi positif dan lebih besar dari 0,3 dengan tingkat kepatuhan alpha
0,05 maka indikator tersebut dikatakan valid (Sugiyono, 2009:178).
2. Uji Realibilitas
Reliabel berarti seberapa besar suatu pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang
reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang
sama (Sugiyono, 2009:184). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Ghozali, 2009).
4.9 Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi dan
menggambarkan seluruh variabel yang dideskripsikan dengan nilai minimum, nilai
maksimun, nilai rata-rata dan simpangan baku dari variabel independen dan dependen.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik
pada persamaan regresi yang diperoleh. Adapun pengujian asumsi klasik yang
41
dilakukan yaitu uji normalitas untuk menguji apakah residual dari model regresi yang
dibuat berdistribusi normal atau tidak, uji multikolinearitas yang dilakukan untuk
menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas,
dan uji heteroskedasitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan yang lain. Hasil uji asumsi
klasik yang diolah dengan bantuan program Statistical Package of Social Science
(SPSS) 17.0 for windows disajikan sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini telah berdistribusi normal. Jika Sig (2-tailed) lebih
besar dari level of significant yang dipakai, maka Ho diterima, selanjutnya
disimpulkan bahwa residual yang dianalisis berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk membuktikan atau menguji adanya
hubungan linier (Multikolinearitas) antara variabel bebas yang satu dengan yang lain.
Pedoman untuk mengetahui apakah antara variabel bebas yang lain tidak terjadi
Multikolinearitas apabila mempunyai nilai Varians Inflation Factor (VIF) kurang dari
10 dan angka tolerance lebih dari 0,10
4.10 Pengujian Hipotesis
1. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear
berganda yang diuji dengan tingkat signifikansi 0,05. Analisis linear berganda
digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Model regresi linear berganda ini
dirumuskan sebagai berikut (Sugiyono, 2007:277) :
Y = α + β1X1 + β2X2 + e ....................................... (2)
Keterangan:
Y = kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi
α = konstanta
β = koefisien regresi
X1 = kesadaran wajib pajak
X2 = persepsi tentang sanksi perpajakan
e = tingkat kesalahan atau tingkat gangguan
2). Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2009:87). Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien
determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke
dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti akan
meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk
menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi. Tidak seperti
R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan ke dalam model ( Ghozali 2009:87). Nilai adjusted R2 yang mendekati
satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. nilai adjusted R2 yang
43
kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas
3). Uji Statistik F
Uji F atau Annova digunakan untuk pengujian lebih dari dua sampel secara simultan
mempengaruhi variabel dependen. Keduanya sama-sama menguji perbedaan mean
dari kelompok sampel.Uji F bertujuan untuk mengetahui kelayakan model regresi
linear berganda sebagai alat analisis yang menguji pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Bila nilai signifikansi annova < α = 0,05, maka model ini
layak atau fit.
4). Uji Statistik T
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas (independen) secara
parsial (individual) mempengaruhi variabel dependen. Secara parsial, pengujian
hipotesis dilakukan dengan uji t-test. Menurut Ghozali (2005:84) : uji statistik t pada
dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/ independen
secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan
membandingkan signifikansi t hitung dengan ketentuan:
a) Apabila tingkat signifikansi t ≤ α = 0,05 maka Ho ditolak.
Jika nilai signifikansi t lebih kecil dari atau sama dengan α=0,05 maka hipotesis
nol ditolak (koefisien regresi signifikan). Hal ini berarti secara parsial variabel
independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen.
b) Apabila tingkat signifikansi t > α = 0,05 maka Ho diterima
44
Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis nol diterima (koefisien regresi tidak
signifikan). Hal ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
45